Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH KEWARGANEGARAAN

KORUPSI DI BIDANG POLITIK

DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK 7

KELAS A1

UNIVERSITAS MUHAMMADYAH KALIMANTAN TIMUR

SAMARINDA

2021

i
ANGGOTA KELOMPOK 7

No Nama NIM Prodi


1 Agus Setya Ningsih 2011102413133 S1 Kesehatan Masyarakat
2 Ahmad Suhadi 2011102411139 S1 Keperawatan
3 Dion Dwi Jaya 2011102413121 S1 Kesehatan Masyarakat
4 Ferdiansyah Putra 2011102442017 S1 Teknik Mesin
5 Iksan Fatur Rahman 2011102432036 S1 Hukum
7 Mei Lutfia Irfani 2011102413048 S1 Kesehatan Masyarakat
8 Mukminatul Munawaroh 2011102441064 S1 Teknik Informatika
9 Sulistya Ningrum 2011102434004 S1 Hubungan Internasional

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami kelompok 7 dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul KORUPSI DI BIDANG POLITIK untuk melengkapi Tugas Diskusi Mata Kuliah
Kewarganegaraan Semester III.

Terima kasih kami ucapkan kepada bapak dosen pembimbing yang telah membantu
kami baik secara moral maupun materi. Terima kasih juga saya ucapkan kepada temen -
teman seperjuangan yang telah mendukung kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah
ini tepat waktu.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh
sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan
selesainya makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca.

Samarinda, 31 Oktober 2021

Penyusun

Kelompok 7

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. iii


BAB I
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 4
BAB II
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 5
2.1 Pengertian Korupsi ...................................................................................................... 5
2.2 Penyebab Terjadinya Korupsi ..................................................................................... 6
1. Faktor Internal ................................................................................................................ 6
2. Faktor Eksternal.............................................................................................................. 7
2.3 Dampak Korupsi ......................................................................................................... 8
2.4 Alasan Bidang Politik Dianggap Rentan Korupsi ..................................................... 11
2.5 Bentuk-Bentuk Korupsi di Bidang Politik ................................................................ 12
2.6 Solusi Agar Terhindar Dari Praktik Korupsi Di Bidang Politik ............................... 13
BAB III
PENUTUP................................................................................................................................ 14
3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 14
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang di dasarkan pada UUD 1945 dan Pancasila sebagai
falsafah negara. Indonesia sampai saat ini belum menemukan cara agar menuntaskan korupsi
yang paling utama dalam bidang politik. Berbagai upaya pemberantasan dari sejak dulu tidak
mampu mengikis habis korupsi karena memang tindak pidana korupsi sangatlah rumit sebab
pelaku korupsi tersebut melakukan dengan sangat rapi. Tidak adanya bukti membuat aparat
kesulitan dalam mengungkap kebenaran dan untuk tetap konsisten serta penuh rasa tanggung
jawab. Alm. Presiden Abdurrahman Wahid menyatakan bahwa cara pemberantasan korupsi
adalah dengan melakukan pembuktian terbalik terhadap tindak pidana korupsi.

Korupsi terjadi karena adanya faktor kekuasaan dan monopoli yang tidak dibarengi
dengan akuntabilitas. Teori ini menyatakan bahwa korupsi merupakan suatu perilaku manusia
yang diakibatkan oleh tekanan sosial sehingga menyebabkan pelanggaran norma-norma.
Teori ini dikembangkan oleh Emile Durkehim (1858-1917).

Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang


dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan
pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan
bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari
seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang
menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan
hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi

Korupsi merupakan fenomena yang masih memerlukan perhatian lebih karena


merupakan kejahatan luar biasa yang dampaknya sangat merugikan masyarakat. Menurut
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tindak pidana korupsi tidak
hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan
ekonomi masyarakat secara luas. Menurut Lopa (1996: 1) dalam Nurdjana (2005: 31-32),
ketidakberdayaan upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah dan penegak

1
hukum bukan disebabkan oleh lemahnya undangundang, melainkan karena faktor kelemahan
sistem. Faktor kelemahan sistem merupakan produk integritas moral. Upaya yang seharusnya
dilakukan dalam perbaikan sistem tergantung pada integritas moral, karena yang memiliki
pemikiran bahwa sistem harus diperbaiki adalah orang yang bermoral. Orang yang berilmu
namun tidak bermoral tidak akan terdorong untuk memperbaiki sistem, bahkan akan
menggunakan kesempatan dari kelemahan sistem tersebut. Upaya pemberantasan korupsi
memerlukan keteladanan yang dimulai dari kalangan atas. Dewasa ini kasus korupsi sudah
terjadi diberbagai kalangan mulai dari kalangan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan swasta.

Menurut Arif (1997: 4) dalam Nurdjana (2005: 70), korupsi berkaitan erat dengan
tingkat kompleksitas masalah, diantaranya: masalah sikap moral, pola hidup dan budaya
sosial, kebutuhan dan sistem ekonomi, lingkungan sosial dan kesenjangan sosial-ekonomi,
budaya politik, peluang yang ada di dalam mekanisme pembangunan, kelemahan birokrasi
atau prosedur administrasi di bidang keuangan dan pelayanan umum

Korupsi bukan hal yang baru bagi indonesia. Tanpa di sadari korupsi ada karena
kebiasaan yang dianggap lumrah dan wajar oleh masyarakat umum. Seperti memberi hadiah
kepada pejabat/pegawai negeri atau keluarganya sebagai imbal jasa sebuah pelayanan (KPK,
2006:1). Mengapa indonesia tidak mengambil langkah besar dalam menghukum pelaku
korupsi dengan cara memberikan hukuman mati? Jawabannya adalah tentu saja indonesia
tidak mengambil keputusan setegas itu karena hal tersebut merupakan pelanggaran hak asasi
manusia, menurut Dr. Iyus Akhmad Haris, M.Pd,. Menjelaskan permasalahan sosial yang
terjadi di daerah yang lain walaupun pokok masalahnya sama belum tentu solusinya sama.
Lalu apa yang harus dilakukan pemerintah? Pertanyaan ini yang masih dalam tanda tanya
karena sampai saat ini pun indonesia belum mampu menuntaskan permasalahan korupsi ini.
Karena itulah korupsi yang dianggap hal sepele membuat Koruptor tidak mempunyai rasa
malu dan takut malah memamerkan hasil korupsinya secara demonstratif, partai politik yang
dijadikan alat untuk agar memperjuangkan kepentingan rakyat, melainkan ajang untuk
mengeruk harta dan ambisi pribadi. Korupsi adalah masalah yang sangatlah serius yang
dimana tindak pidana korupsi dapat membahayakan bagi keamanan dan stabilitas Negara dan
juga masyarakat serta membahayakan pembangunan sosial, politik, dan ekonomi masyarakat,
merusak nilai nilai demokrasi serta moralitas bangsa yang berdampak membudayakan tindak
korupsi tersebut. Perbuatan korupsi ini merupakan pelanggaran terhadap hak hak sosial,
ekonomi masyarakat, sehingga tindak pidana korupsi ini tidak lagi di golongkan sebagai
kejahatan biasa (ordinary crimes) melainkan kejahatan luar biasa (extra-ordinary crimes),

2
dan cara pemberantasannya pun juga harus di ubah yang dimana tidak dapat lagi dilakukan
dengan secara biasa, tetapi dibutuhkan cara-cara yang luar biasa.

Maraknya korupsi yang terjadi di indonesia, maka terbentuklah Komisi Pemberantasan


Korupsi (KPK) lembaga ini di bentuk bertujuan meningkatkan daya guna serta hasil guna
dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001
dijelaskan sanksi-sanksi tindak pidana korupsi, Namun kenyataannya masih banyak
ditemukannya kasus korupsi seakan mereka tidak takut akan hukuman atau sanksi yang
mereka dapat setelah terbukti melakukan koruptor nantinya. Hukuman dan sanksi tersebut
dianggap hanya angin lalu saja. Maka karena hal tersebut muncul gagasan tentang hukuman
mati bagi koruptor untuk memberikan efek jera, namun gagasan itu menimbulkan pro dan
kontra. Kondisi negara yang mengalami kerugian akibat korupsi sangat memprihatinkan
ketika upaya dalam pemberantasan korupsi dengan membebankan sanksi yang berat kepada
koruptor belum juga mampu melenyapkan korupsi. Menurut H. Ismail Yusanto ada enam
langkah dalam pemberantasan korupsi yaitu pertama sistem penggajian yang layak, kedua
larangan menerima suap dan hadiah, ketiga perhitungan kekayaan, keempat teladan
pemimpin, kelima hukuman setimpal, keenam pengawasan masyarakat. Perhitungan
kekayaan pejabat baik sebelum maupun setelah menjabat adalah suatu ide yang baik. Kalau
ada peningkatan yang tidak wajar dan tidak bisa dijelaskan, harta tersebut dapat disita untuk
negara atau yang bersangkutan dipidana.
1.2 Rumusan Masalah

1. Pengertian korupsi ?
2. Penyebab Terjadinya Korupsi ?
3. Alasan bidang politik dianggap rentan terjadinya korupsi ?
4. Dampak Korupsi di Bidang Politik ?
5. Bentuk-Bentuk Korupsi dibidang Politik ?
6. Solusi agar terhindar dari praktik korupsi ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai solusi pemecahan dalam


pemberantasan korupsi
2. Memberikan pemahaman kepada para pembaca mengenai permasalahan korupsi di
bidanga politik
3. Sebagai bahan ajar untuk para mahasiswa
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Korupsi

Korupsi merupakan suatu penyakit berbahaya yang menyerang seluruh struktur


pemerintahan dan kenegaraan yang mencakup struktur budaya, politik dan ekonomi
masyarakat, dan merusak fungsi-fungsi negara yang vital tersebut. Dalam istilah Transparansi
Internasional,

“Korupsi merupakan satu tantangan terbesar dunia pada zaman kini. Hal ini merusak
pemerintahan yang baik, secara fundamental menyimpang dari kebijakan publik, mengarah
pada penyalahgunaan sumber daya, merugikan sektor swasta dan pembangunan sektor swasta
dan khususnya melukai masyarakat miskin”.

Istilah korupsi memiliki etimologi aslinya dalam bahasa latin yaitu corrumpere yang
berarti merusak atau menghacurkan. Menurut Heidenheimer istilah ini memiliki sejarah yang
digunakan dalam berbagai cara yang berbeda. Pada masa kuno, korupsi terkait dengan
penyuapan, sedangkan pada masa kini analisis telah begeser pada fokus tentang perbedaan
perilaku amoral dan illegal diantara pemimpin politik. Pada tahun 74 sebelum Masehi,
Markus Tulluis Cicero Advokat Roma terkemuka, menggunakan istilah corrumpere untuk
menggambarkan tindakan melakukan penilaian untuk menentukan keinginan seseorang. Pada
saat ini Beberapa perluasan dari definisi korupsi telah dirumuskan pada banyak kamus. Tiga
arti korupsi yang paling terkait dengan penelitian ini didefinisikan dalam Oxford English
Dictionary sebagai:

 Tindakan illegal, Korupsi mengungkapkan bahwa khususnya orang dalam otoritas


menunjukkan perilaku tidak jujur atau illegal.
 Tindakan yang Tidak Patut, Korupsi merupakan tindakan atau akibat yang membuat
seseorang berubah dari standar perilaku bermoral menjadi amoral.
 Merusak Sesuatu, Korupsi mengungkapkan perubahan atau dirubah secara progresif
kepada keburukan.

Definisi Korupsi Politik dalam konsep klasik istilah korupsi politik dimaknai sebagai
hubungan permasalahan antara sumber-sumber kekuasaan dan hak-hak moral penguasa.
berdasarkan inspirasi dari pemikiran Machiavelli, Montesquieu dan Rousseau menunjukkan
bahwa korupsi politik ditandai sebagai permasalahan moral diantara kekuasaan. Machiavelli
menyatakan bahwa korupsi politik merupakan proses dimana kebaikan warga negara
diabaikan dan bahkan dirusak. Ia menyatakan bahwa bahkan individu terbaik dapat disuap
oleh ambisi kecil dan keserakahan karena manusia tidak pernah puas. Pada hal yang sama,
Rousseau mengakui bahwa korupsi politik merupakan suatu akibat perebutan kekuasaan yang
tidak dapat dielakkan.

2.2 Penyebab Terjadinya Korupsi

1. Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor penyebab terjadinya korupsi, yang berasal dari dalam
diri pribadi seseorang. Hal ini ditandai dengan sifat manusia yang terbagi menjadi dua
aspek, yakni:

a) Berdasarkan aspek perilaku individu


 Sifat tamak/rakus
Tamak adalah sifat manusia yang selalu merasa kurang dengan apa yang
telah dimiliki, atau bisa pula disebut kurangnya rasa bersyukur. Orang
tamak memiliki hasrat untuk menambah harta dan kekayaan dengan
melakukan tindakan yang merugikan orang lain, seperti korupsi.

 Moral yang tidak kuat


Orang yang tidak memiliki moral kuat, tentunya akan mudah tergoda
untuk melakukan korupsi.Ketika seseorang memang sudah tidak
memiliki moral yang kuat, atau kurang konsisten bisa tergoda dengan
mudah. Banyak pengaruh dari luar yang masuk ke dalam dirinya.

 Gaya hidup yang konsumtif


Seperti diketahui, manusia kerap kali ingin memenuhi keinginan yang
tak terbatas. Gaya hidup secara berlebihan, tentu menjadi salah satu
penyebab terjadinya korupsi.
Saat seseorang memiliki gaya hidup yang konsumtif dan pendapatan
yang lebih kecil dari konsumsinya tersebut, maka hal ini akan menjadi
penyebab terjadinya korupsi. Hal ini sangat erat kaitannya dengan
pendapatan seseorang dan menjalar ke faktor eksternal.

b) Berdasarkan aspek sosial


Penyebab terjadinya korupsi dari faktor internal selanjutnya, dari aspek sosial.
Berdasarkan aspek sosial, bisa membuat sesorang tergiur melakukan tindak
korupsi.Hal ini terjadi karena dorongan dan dukungan dari keluarga. Walaupun
sifat pribadi seseorang itu tak ingin melakukannya, lingkungan dalam hal ini,
malah memberikan dorongan untuk melakukan korupsi, bukan mencegah atau
memberi hukuman.

2. Faktor Eksternal

Penyebab terjadinya korupsi dilihat dari faktor eksternal, lebih condong terhadap pengaruh
dari luar yang terbagi dalam aspek berikut:
a. Aspek Sikap Masyarakat terhadap Korupsi
Penyebab korupsi dalam aspek ini ialah saat nilai-nilai di masyarakat itu kondusif
untuk terjadinya korupsi. Masyarakat tidak menyadari, bahwa yang paling rugi atau
korban utama dari adanya korupsi adalah mereka sendiri. Selain itu, ada pula
masyarakat yang tidak menyadari kalau mereka sedang terlibat korupsi.
b. Aspek Ekonomi
Penyebab terjadinya korupsi berikutnya, dari aspek ekonomi. Hampir mirip dengan
perilaku konsumtif pada faktor internal. Bedanya, di sini lebih ditekankan pada
pendapatan seseorang. Bukan kepada sifat konsumtifnya. Pendapatan yang dinilai
tidak mencukupi, bisa menjadi penyebab terjadinya korupsi dilakukan seseorang.
c. Aspek Politis
Selanjutnya pada aspek politis, penyebab terjadinya korupsi karena kepentingan
politik serta haus kekuasaan, ingin meraih dan mempertahankan jabatan. Biasanya
dalam aspek politis ini, bisa membentuk rantai-rantai korupsi yang tak terputus. Dari
seseorang kepada orang lainnya.
d. Aspek Organisasi
Penyebab terjadinya korupsi dari aspek organisasi, bisa terjadi karena beberapa hal.
Termasuk di antaranya sebagai berikut:
1) Kurang adanya sikap keteladanan pemimpin.
2) Tidak adanya kultur budaya organisasi yang benar.
3) Kurang memadainya sistem akuntabilitas.
4) Kelemahan sistem pengendalian manajemen.
5) Pengawasan yang terbagi menjadi dua, yaitu pengawasan internal
(pengawasan fungsional dan pengawasan langsung oleh pemimpin) dan
pengawasan eksternal (pengawasan dari legislatif dalam hal ini antara lain
KPKP, Bawasda, masyarakat dll).

2.3 Dampak Korupsi

Korupsi ini juga memiliki dampak-dampak yang dapat merugikan negara di segala bidang
yang ada. Mulai dari bidang ekonomi, sosial, pemerintahan, politik, pendidikan dan lain-lain.
Berikut adalah dampak korupsi dari segala bidang.

1. Dampak Korupsi di Bidang Ekonomi


a. Penurunan Produktivitas
b. Produktivitas pada setiap industri dan produksi akan menurun karena dampak dari
korupsi ini. Produktivitas dari perusahaan-perusahaan akan terhambat dan tidak bisa
berkembang lebih maju lagi. Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah karyawan
atau PHK, lalu aku banyak pengangguran yang menyebabkan angka kemiskinan
meningkat.
c. Meningkatkan Utang Negara
Korupsi tentunya akan memperburuk keuangan negara. Selain sebelumnya negara
memang sudah punya hutang dengan negara lain, dengan adanya korupsi justru hutang
itu akan semakin bertambah. Para maling uang rakyat ini tidak sadar diri bahwa apa
yang ia lakukan dapat memperburuk keadaan negara. Mereka hanya memikirkan
keuntungan pribadi.
d. Menurunnya Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi
Dengan adanya tindak korupsi di suatu negara akan menyebabkan para investor dari
luar negeri tidak percaya lagi dengan kepastian hukum dalam tindak korupsi untuk
menanamkan modal di industri suatu negara. Kondisi ini mempersulit pembangunan
ekonomi.
e. Meningkatkan Kemiskinan
Korupsi ini menjadi penyebab kemiskinan masyarakat. Selain menimbulkan efek
langsung, korupsi juga menimbulkan efek tidak langsung terhadap kemiskinan. Alur
korupsi ini awalnya memberikan dampak penurunan pertumbuhan perekonomian yang
akhirnya menyebabkan angka kemiskinan yang naik.Masyarakat yang mengalami
kemiskinan akan merasakan mahalnya harga pelayanan publik, rendahnya kualitas
pelayanan, akses air, kesehatan, dan pendidikan.

2. Dampak Korupsi di Bidang Pemerintahan


a. Etika Sosial yang Mati
Dengan adanya tindakan korupsi dari satu anggota kelompok maka anggota lain akan
menutupi tindakan tersebut dengan berbagai cara. Hal ini merugikan masyarakat dan
negara. Tentunya sangat mengecewakan karena wakil rakyat malah menutupi kasus
tindakan korupsi yang dapat merugikan masyarakat.
b. Hilangnya Fungsi Pemerintah
Korupsi memiliki dampak kepada pemerintah karena tidak mampu menjalankan fungsi
yang sebenarnya. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena yang ditakutkan korupsi
semakin banyak terjadi, namun pemerintah semakin lunak.

3. Dampak Korupsi di Bidang Hukum


a. Peraturan Perundang-Undangan Tidak Efektif
Semua pihak dapat menerima suap dan pungli. Yang kaya akan dipermudah, yang
miskin akan dipersulit. Semua akan mudah jika ada uang. Bahkan keadlian pun bisa
dibeli dengan mudah. Hukum yang tadinya harus adil, sekarang bisa dibeli. Hukum
terasa tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
b. Hilangnya Kepercayaan Masyarakat Terhadap Negara
Melalui media massa kita akan mendapatkan informasi mengenai negara sendiri bahkan
dunia. Dengan adanya kasus tindakan korupsi di negara sendiri akan ada banyak
informasi dari berbagai media massa mengenai bobroknya hukum di Indonesia tentang
kasus korupsi. Hukum tidak benar-benar melindungi masyarakat. Para koruptor terlihat
tenang ketika dijerat hukum, seperti tidak ada yang berbeda antara dihukum dan tidak.
4. Dampak Korupsi di Bidang Politik
a. Pemimpin Koruptor
Adanya praktik suap dari para calon-calon pemimpin partai saat pesta demokrasi akan
membuat bayangan bahwa mereka juga akan menjadi calon koruptor. Tradisi ini sudah
lama terjadi, para calon pemimpin selalu memberikan uang ataupun dalam bentuk
sembako agar masyarakat memilih dia saat pemilihan.
b. Publik Tidak Lagi Percaya Demokrasi
Korupsi juga menyebabkan publik tidak lagi percaya pada demokrasi. Semua pejabat
negara, legislatif, maupun petinggi pejabat negara tidak lagi dipercaya oleh publik
karena banyaknya koruptor dari dalam sana. Bahkan publik bisa saja tidak akan
memilih siapapun saat pemilihan umum karena tindakan korupsi ini, ini dapat jadi
pertimbangan publik. Keadaan seperti ini harus diatasi dengan kepemimpinan yang
bersih, jujur, dan adil.
c. Kedaulatan Rakyat Hancur
Dunia politik hanya milik sekelompok orang di dalam partai politik saja. Mereka akan
terus bersaing dengan partai lain hanya untuk meraih kemenangan mereka semata.
Tentunya yang menang akan dapat menguasai semuanya. Hanya mereka-mereka lah
sekelompok orang di dalam partai politik yang menang, rakyat hanya ada pada
kemiskinan dan masa depan negara yang tidak jelas.

5. Dampak Korupsi di Bidang Pertahanan dan Keamanan


a. Kerawanan Pertahanan dan Keamanan
Negara memang seharusnya memiliki pertahanan dan keamanan dari udara, darat, dan
laut. Pertahanan dan keamanan ini harus dijaga dan difasilitasi dengan baik agar tidak
ada pengganggu kedaulatan negara.Namun hal ini akan mustahil jika anggaran untuk
pertahanan dan keamanan dikorupsi oleh koruptor. Tentunya akan membuat fasilitas
persenjataan serta hal-hal lain dalam pertahanan dan keamanan menjadi tidak baik. Ini
yang menimbulkan rawannya pertahanan dan keamanan untuk melindungi negara.
b. Garis Batas Negara yang Lemah
Korupsi juga menyebabkan masyarakat yang berada di garis batas negara mengalami
kemiskinan. Tidak ada armada yang menjaga garis batas negara. Anggaran untuk rakyat
dikorupsi, hal ini menjadikan masyarakat yang berada di batas negara kesulitan
mengakses air, listrik, pendidikan, dan lain-lain.
c. Kekerasan dalam Masyarakat
Kepercayaan masyarakat sudah hilang karena korupsi. Apa yang dikatakan pemerintah
tidak dihiraukan lagi. Semua kebijakan pemerintah pun masyarakat tidak akan peduli.
Mereka menganggap program pemerintah tidak akan mengubah apapun.

6. Dampak Korupsi di Bidang Lingkungan


a. Kualitas Lingkungan Rendah
Korupsi menyebabkan kualitas lingkungan menjadi rendah. Ini disebabkan oleh banyak
faktor yang merusak lingkungan sehingga kualitasnya menjadi rendah seperti adanya
kepentingan ekonomi, penebangan hutan, tambang yang dieksploitasi secara besar-
besaran.
b. Kualitas Hidup yang Menurun
Dengan adanya kerusakan lingkungan dan rendahnya kualitas lingkungan akan
memengaruhi kualitas hidup kita juga. Mulai dari kerusakan hutan yang mengurai
oksigen, polusi udara dari pabrik industri yang semakin banyak, perairan yang tercemar
karena limbah beracun, dan ikan yang mati dari limbah beracun.
Jika semua yang kita butuhkan telah terkontaminasi oleh racun dan polusi maka di
dalam tubuh kita juga banyak penyakit yang timbul. Inilah kualitas hidup yang
menurun. Manusia dan bayi tidak dapat mencukupi kebutuhan gizi yang baik karena
lingkungan yang rusak. Fisik akan melemah dan gampang sakit.

2.4 Alasan Bidang Politik Dianggap Rentan Korupsi

Ilmuwan politik menyatakan bahwa suatu sistem politik irasional merupakan


penyebab sesungguhnya di balik korupsi. Pemerintah atau pejabat memiliki kekuasaan
yang sangat besar dan hal ini berguna bagi pejabat pencari rente. Hal ini berpendapat
bahwa ketiadaan pengawasan dan pemantauan dalam sistem politik menyebabkan
korupsi. Kurangnya transparansi dalam administrasi dan demokrasi, sektarianisme,
favoritisme, dan untuk pembangunan yang mewakili kepentingan diidentifikasi sebagai
faktor-faktor penyebab dalam korupsi. Desentralisasi dan sentralisasi yang berlebihan
juga diperhatikan oleh ilmuwan. Wade berpendapat bahwa struktur sentralisasi yang
berlebihan dari atas ke bawah bertanggungjawab terhadap korupsi di India, sedangkan
Brueckner menyatakan bahwa korupsi lebih cenderung menjadi permasalahan diantara
pemerintah daerah terkait dengan desentralisasi. Huntington secara umum berpendapat
bahwa modernisasi menyebabkan korupsi.
2.5 Bentuk-Bentuk Korupsi di Bidang Politik

 Penyuapan
Penyuapan dapat dijelaskan sebagai suatu pertukaran yang rahasia dan tidak
bertanggung jawab. Penyuapan selalu dilakukan melalui berbagai strategi tergantung
dimana pertukaran dilakukan, oleh karena itu, perbedaan yang terjadi antara negara
yang berbeda yang terkait dengan penyuapan lebih bersifat kuantitatif daripada
struktural.
 Trading in Influence
Ketika keuntungan diberikan pada beberapa individu (koruptor) daripada orang lain,
pejabat public (truster) menjajakan pengaruhnya kepada orang yang
bertanggungjawab untuk membuat proses keputusan (fiduciary). Dengan
mempengaruhi proses ini, pejabat publik (truster) menjamin pelaksanaan pertukaran
sebagai hasil pertukaran korupsi. Fidusiari aktivitas hubungan pertukaran suatu
jaringan kerja operasional (truster) di dalam institusi publik untuk memenuhi janjinya
dengan pemberi suap
 Pembelian Suara
Sejak politisi harus bekerja keras memenangkan dan menguasai pemilih mereka.
Pemimpin politik terkadang percaya bahwa tidak terdapat alternatif lain daripada
membeli suara untuk memenangkan Pemilu. Pembelian suara dapat dilihat sebagai
suatu strategi yang digunakan oleh partai politik mempertahankan kekuasaan mereka
 Nepotisme/Patronage
Ketika nepotisme digunakan untuk membantu kerabat ditunjuk pada pekerjaan
tertentu, dalam kasus patronage penerima manfaat pertukaran korupsi bukan
merupakan hubungan keluarga. Ketika jabatan akan ditunjuk dalam kedua kasus
tersebut, pejabat public (truster) harus mengikuti perintah politisi (fiduciary) untuk
melaksanakan pelayanan khusus kepada pendukung pemilih pemimpin politik
(koruptor). Terkadang, pemimpin politik juga membutuhkan suatu persentase gaji
klien untuk mendukung pergerakan politik mereka.
 Pembiayaan Kampanye
Hubungan kedua hal ini menimbulkan perdebatan tentang apakah dukungan politik
uang selama Pemilu merupakan pelanggaran pidana atau apakah hal ini merupakan
ekspresi dari perhatian pribadi atau dukungan politik.
2.6 Solusi Agar Terhindar Dari Praktik Korupsi Di Bidang Politik

1) Kementerian Keuangan, Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, dan


Kemendagri berkoordinasi untuk mengantisipasi politisasi dana desa, salah satunya
dengan mengawasi pencairan dana desa tahap II di daerah-daerah Pilkada.
2) Kementerian Keuangan, Kemendagri dan KPK untuk memonitor penggunaan belanja
Bansos tingkat pusat dan daerah, khsusunya daerah yang kepala daerah, dinasti dan
pejabatnya maju dalam Pemilu.
3) KemenPAN dan RB untuk mengingatkan larangan ASN terlibat dalam proses
pemenangan Pemilu.
4) Panglima TNI dan Kapolri untuk menjaga integritas jajaran di bawahnya agar tidak
memihak calon kepala daerah tertentu, sekalipun calon tersebut berasal dari
TNI/Polri.
5) KPK memonitor secara khusus daerah-daerah rawan dalam Pemilu, khususnya daerah
kaya sumber daya alam dan daerah dengan petahana atau dinasti maju dalam pilkada.
6) Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menginstruksikan jajarannya di bawahnya untuk
mulai menyusun data pembanding pengeluaran dana kampanye saat melakukan
pengawasan lapangan, mengingat UU Pilkada telah mengatur sanksi pidana terhadap
pelaporan dana kampanye yang tidak benar, yaitu Pasal 187 ayat 7 dan 8 UU Pilkada.
7) Kandidat Pemilu dan partai politik untuk berkomitmen menjaga integritas Pilkada
dengan tidak menggunakan modal illegal dalam Pemilu dan bersaing secara sehat.
8) Masyarakat sipil untuk aktif berpartisipasi dalam Pemilu, tidak hanya sebagai pemilih
tetapi sebagai pemantau.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Korupsi politik dalam perspektif institusional merupakan tindakan yang menyimpang


dari tugas-tugas peran publik yang formal untuk memperoleh uang atau kekayaan pribadi
(perseroangan, keluarga dekat, dan kelompok pribadi) dengan cara yang melanggar peraturan
dari orang-orang dalam jabatan tertentu yang dapat mempengaruhi. Hal ini dapat
dikategorikan ke dalam tindakan penyuapan untuk menyesatkan penilaian seseorang,
nepotisme dengan alasan hubungan kekerabatan dan ketidakpatutan memperoleh sumber
daya public untuk kepentingan pribadi, Ruang lingkup korupsi politik dari perspektif perilaku
mencakup: patronage, pembelian suara, pork barreling, penyuapan, penyogokan, konflik
kepentingan, nepotisme, penjualan pengaruh, dan pendanaan kampanye.

Alasan pemilih memilih politisi korup yaitu mayoritas pemilih dapat salah meyakini
bahwa tujuan korupsi yaitu untuk melayani kepentingan materi atau untuk kesejahteraan
mereka, pemilih sering tidak konsisten memilih kontestan pemilu karena pemilih sering
mencari mana yang lebih menguntungkan untuk memenuhi semua kebutuhan mereka,
terdapatnya upaya dengan menggunakan berbagai sumber daya dan kewenangan untuk
membujuk atau menekan pemilih secara tersebunyi untuk memilih kontestan tertentu, dan
faksionalisme dalam sistem kepartaian yang lemah menghalangi kemampuan perwakilan
pemilih untuk membuat kebijakan yang selaras dan mengurangi kesejahteraan pemilih yang
menentang kebijakan perwakilan pemilih tersebut. Bentuk-bentuk korupsi politik terdiri dari
penyuapan terhadap panjangnya prosedur dan antrian untuk mendapatkan pelayanan publik,
pengawasan oleh birokrasi publik, dan meningkatkan kekuasaan ekonomi, menjajakan
pengaruh (trading in influence) pejabat public kepada orang yang membuat keputusan untuk
menjamin pelaksanaan pertukaran korupsi dari orang yang memberi suap, pembelian suara
untuk mempertahankan kekuasaan partai politik, nepotisme atau patronage untuk membantu
kerabat dan orang yang satu kelompok atau satu gagasan ditunjuk pada pekerjaan tertentu,
dan korupsi pembiayaan partai politik.

Untuk memberantas korupsi politik maka perlu disusun regulasi atau pengaturan
keuangan partai politik dan pendanaan kampanye sehingga terwujud suatu sistem keuangan
partai politik yang transparan dan akuntabel untuk menghindari pengumpulan dana dari
berbagai sumber akibat besarnya biaya politik di Indonesia. Kesejahteraan pejabat publik
juga harus diperhatikan karena tugas-tugas pejabat public yang besar dan banyak “godaan”
membutuhkan dana yang besar pula untuk menghindari pejabat publik melakukan transaksi
yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan. Pengawasan rutin dan regular baik dari
dalam institusi maupun dari luar institusi sangat perlu dilakukan untuk menghindari
terjadinya penyimpangan terhadap penggunaan uang dan kekayaan negara.

Aparatur negara, pejabat public dan masyarakat sangat perlu diberikan pendidikan
anti korupsi yang dilakukan secara berkesinambungan. Di sisi lain penegakan hukum tetap
harus dilakukan untuk memberikan efek jera setiap orang, agar tidak melakukan tindak
pidana korupsi.
DAFTAR PUSTAKA

(2019). In Peraturan Perundang-Undangan . Peraturan Perundang-Undangan .


Adelina, F. (n.d.). In B.-B. K. Politik. .
Adelina, F. (2018, 11 13). Retrieved 11 1, 2021, from Bentuk-Bentuk Korupsi Politik:
https://e-jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/viewFile/256/pdf
kompas.com. (n.d.). Retrieved from
https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/11/185540869/korupsi-pengertian-
penyebab-dan-dampaknya
Magfuroh, N. (2016, September 19). Kompasiana. Retrieved 2021, from Faktor-faktor
penyebab terjadinya korupsi:
https://www.kompasiana.com/nurfiatul/57ec78208ffdfdda09288722/faktorfaktor-
yang-menjadi-penyebab-terjadinya-korupsi
wikipedia. (n.d.). Retrieved from https://id.m.wikipedia.org/wiki/Korupsi

Anda mungkin juga menyukai