Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

BUDAYA AKADEMIK DAN ETOS KERJA, SIKAP DAN ADIL

DOSEN PENGAMPU : AHMAD ZAKI AZZAHIRI, S.Pdi. M.Pd


D

OLEH :

LANI AFRIANI POHAN ( P07524421022 )

PUTRI INDAH LESTARI SARUMPAET

TIARA AGUSTINA ( P07524421041 )

MATA KULIAH : AGAMA ISLAM

POLTEKKES KEMENKES MEDAN

PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN MEDAN

TA.2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kita sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktunya.
Kami menyadari bahwa makalah yang kam buat ini masih jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin..
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………...…..… ii

Daftar Isi……………………………..……………………………………........ iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………..………................……………………... 4

B. Rumusan Masalah……..……………...…….…………..……............ 5

C. Tujuan…………...…………………………......…………….….…... 5

BAB II PEMBAHASAN

A. Budaya Akademik Dalam Pandangan Islam…………..…….……….6

B. Etos Kerja Sikap Terbuka Dan Keadilan Dalam Pandangan Islam…10

C. Kehidupan Berpolitik Serta Persatuan Dan Kesatuan Bangsa…..…..17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………..……………………….……...………22
B. Saran………………………………………………………………….23

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Islam adalah agama yang universal, karena itu masalah-masalah yang ada dalam
masyarakat sudah barang tentu diatur di dalam ajaran Islam. Kajian tentang Al Quran
serta kandungan ajarannya tampaknya tidak akan pernah selesai dan akan berlanjut
sepanjang zaman. Keajaibannya akan senantiasa muncul kepermukaan bagaikan mata air
yang tidak pernah kering dan akan selalu menjadi inspirasi kehidupan ummat Islam. Al
Quran akan selalu hadir dalam kehidupan yang sarat dengan berbagai persoalan hidup
yang dialami oleh umat Islam. Di sinilah letak salah satu keunikan Al Quran itu dan dari
sini kita dapat memahami mengapa orang yang mempercayainya tidak akan pernah
meragukan validitas ajarannya dan menganggapnya sebagai kebenaran mutlak dan final
meski dipihak lain orang yang meragukan dan tidak mempercayainya selalu berupaya
untuk meruntuhkan kebenaran Al Quran baik dengan cara halus atau kasar, dibungkus
dengan metode ilmiah yang mengandung distorsi atau bahkan hanya dengan hujatan,
tanpa mengandung ilmiah yang layak dalam kajian akademis.

Politik senantiasa diperlukan oleh masyarakat di negara manapun. Ia merupakan


upaya untuk memelihara urusan umat di dalam dan di luar negeri. Jika memandang
seseorang dalam sosoknya sebagai manusia (sifat manusiawinya), ataupun sebagai
individu yang hidup dalam komunitas tertentu, maka sebenarnya ia bisa disebut sebagai
seorang politikus. Di dalam hidupnya manusia tidak pernah berhenti dan mengurusi
urusannya sendiri, urusan orang lain yang menjadi tanggung jawabnya, urusan
bangsanya, ideologi dan pemikiran-pemikirannya. Oleh karena itu setiap individu,
kelompok, organisasi ataupun negara yang memperhatikan urusan umat (dalam lingkup
negara dan wilayah-wilayah mereka) bisa disebut sebagai politikus. Dapat dikenali hal ini
dari tabiat aktivitasnya, kehidupan yang mereka hadapi serta tanggung jawabnya. Islam
sebagai agama yang juga dianut oleh mayoritas umat di Indonesia selain sebagai aqidah
ruhiyah (yang mengatur hubungan manusia dengan Rabb-nya), juga merupakan aqidah
siyasah (yang mengatur hubungan antara sesama manusia dan dirinya sendiri).

Oleh karena itu Islam tidak bisa dilepaskan dari aturan yang mengatur urusan
masyarakat dan negara. Islam bukanlah agama yang mengurusi ibadah
mahdloh individu saja. Berpolitik adalah hal yang sangat penting bagi kaum
muslimin. Di dalam negeri, kaum muslimin harus memperhatikan, apakah urusan umat
dapat terpelihara dengan baik oleh negara. Mulai dari penerapan hukum pemerintahan,
ekonomi, kesehatan, pendidikan, keamanan, aturan interaksi antar individu pria dan
wanita serta seluruh kepentingan umat lainnya. Berpolitik juga dpat membererat tali
pesaudaraan antar manusia serta menjalin persatuan dan kesatuan bangsa.

Islam sebagai agama rahmatan lil alamin sudah representatif untuk mewujudkan
pendidikan multicultural (beragam budaya). Budaya merupakan Kebudayaan sangat erat
hubungannya dengan masyarakat.

Dalam makalah ini, penulis akan membahas lebih jauh tentang Budaya Akademik
menurut Islam, Budaya Etos Kerja menurut Islam, Budaya Sikap Terbuka dan Adil
menurut Islam.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa makna budaya akademik dalam sudut pandang Islam ?


2. Apa yang dimaksud etos kerja, sikap terbuka dan keadilan menurut pandangan
Islam?
3. Apa sajakah nilai-nilai dasar politik dalam ajaran agama Islam ?
4. Bagaimanakah sikap berpolitik untuk agar dapat mempererat persatuan dan kestuan
bangsa ?

C. TUJUAN

1. Memahami makna budaya akademik dalam pandangan islam


2. Memahami maksud dengan etos kerja, sikap terbuka dan keadilan dalam pandangan
agama islam
3. Menjelaskan tentang nilai-nilai dasar politik dalam ajaran agama Islam.
4. Mengetahui sikap berpolitik yang baik agar tercipta persatuan dan kesatuan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Budaya Akademik Dalam Pandangan Agama Islam

Budaya akademik dalam pandangan Islam adalah suatu tradisi atau kebiasaan yang
berkembang dalam dunia Islam menyangkut persoalan keilmuan. Atau dalam bahasa
yang lebih sederhana adalah tradisi ilmiah yang dikembangkan Islam. Di antara poin-
poin pentingnya adalah pertama, tentang penghargaan Al- quran terhadap orang-orang
yang berilmu, di antaranya adalah :

1) Wahyu Al-quran yang turun pada masa awal mendorong manusia untuk
memperoleh ilmu pengetahuan. Dalam ayat-ayat yang pertama kali turun Al-'Alaq
96: l-5 tergambar dengan jelas betapa kitab suci Al-quran memberi perhatian yang
sangat serius kepada perkembangan ilmu pengetahuan. Sehingga Allah SW'T
menurunkan petunjuk pertama kali adalah terkait dengan salah satu cara untuk
memperoleh ilmu pengetahuan yang dalam redaksi ayat tersebut menggunakan
redaksi "iqra" . Makna perintah tersebut bukanlah hanya sebatas membaca dalam
arti membaca teks, tetapi makna iqra' adalah membaca dengan melibatkan
pemikiran dan pemahaman dan itulah kunci perkembangan ilmu pengetahuan
dalam sepanjang sejarah kemanusiaan. Dalam kontek modern sekarang makna
iqra' dekat dengan makna reading with understanding (membaca disertai dengan
pemahaman).
2) Tugas Manusia sebagai khalifah Allah di Bumi akan sukses kalau memiliki ilmu
pengetahuan. Penggalan ayat 3l dari Surat Al-Baqarah yang berbunyi "Dia
mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya", juga
mengandung arti bahwa salah satu keistimewaan manusia adalah kemampuannya
mengekspresikam apa yang terlintas dalam benaknya serta kemampuannya
menangkap bahasa sehingga ini mengantarnya mengetahui. Di sisi lain
kemampuan manusia merumuskan ide dan memberikan nama bagi segala sesuatu
merupakan langkah menuju terciptanya manusia yang berpengetahuan dan
lahirnya ilmu pengetahuan.
3) Muslim yang baik tidak pernah berhenti untuk menambah ilmu. Etos untuk terus
menambah ilmu pengetahuan dapat diterjemahkan bahwa yang disebut belajar atau
menuntut ilmu bukan hanya pada musim tertentu atau dalam formalitas satuan
pendidikan tertentu, melainkan sepanjang hayat masih dikandung badan maka
kewajiban untuk terus menuntut ilmu tetap melekat dalam diri setiap muslim.
Salah satu hikmahnya adalah bahwa kehidupan terus mengalami perubahan dan
perkembangan menuju kemajuan, maka kalau seorang muslim tidak terus
menambah pengetahuannya jelas akan tertinggal oleh perkembangan zaman yang
pada gilirannya tidak dapat memberikan kontribusi bagi kehidupan. Al-quran jelas
membedakan antara orang yang berpengetahuan dengan orang-orang yang tidak
berpengetahuan.
4) Orang yang berilmu akan dimuliakan oleh Allah SWT. Secara garis besar manusia
dapat dibedakan ke dalam dua kelompok besar; pertama, orang yang sekedar
beriman dan beramal, dan yang kedua adalah orang yang beriman dan beramal
shalih serta memiliki pengetahuan. Posisi atau derajat kelompok kedua ini lebih
tinggi bukan saja karena nilai ilmu yang dimiliki, tetapi juga amal dan usahanya
untuk mengajarkan ilmu yang dimiliki tersebut, baik melalui lisan, tulisan atau
bahkan tindakan. Ilmu yang dimaksud tentu saja bukan hanya ilmu agama tetapi
ilmu apapun yang rnembawa maslahat bagi kehidupan manusia.

Di samping memberikan apresiasi terhadap orang yang berilmu poin penting lain
yang dijelaskan Al-quran adalah bahwa :

1. Iman seorang muslim tidak akan kokoh kalau tidak ditopang dengan ilmu, demikian
juga dengan amal shalih.

2. Tugas kekhalifahan manusia tidak akan dapat sukses kalau tidak dilandasi dengan
ilmu.

3. Karakter seorang muslim yang berbudaya akademik adalah; orang yang selalu
mengingat Allah yang disertai dengan ikhtiar untuk selalu menggunakan akalnya
untuk memikirkan ciptaan Allah SWT. Serta selalu berusaha menambah ilmu
dengan membuka diri terhadap setiap informasi yang baik dan kemudian memilih
yang terbaik untuk dijadikan pegangan dan diikutinya.
Dari berbagai Forum terbuka tentang pembahasan Budaya Akademik yang berkembang d
Indonesia, menegaskan berbagai macam pendapat di antaranya :

1. Konsep dan Ciri-Ciri Perkembangan Budaya Akademik

Dalam situasi yang sarat idealisme, rumusan konsep dan pengertian tentang Budaya
Akademik yang disepakati oleh sebagian besar (167/76,2%) responden adalah “Budaya
atau sikap hidup yang selalu mencari kebenaran ilmiah melalui kegiatan akademik dalam
masyarakat akademik, yang mengembangkan kebebasan berpikir, keterbukaan, pikiran
kritis-analitis; rasional dan obyektif oleh warga masyarakat akademik” Konsep dan
pengertian tentang Budaya Akademik tersebut didukung perumusan karakteristik
perkembangannya yang disebut “Ciri-ciri Perkembangan Budaya Akademik” yang
meliputi berkembangnya :

a. Penghargaan terhadap pendapat orang lain secara obyektif.


b. Pemikiran rasional dan kritis-analitis dengan tanggungjawab moral.
c. Kebiasaan membaca.
d. Penambahan ilmu dan wawasan.
e. Kebiasaan meneliti dan mengabdi kepada masyarakat.
f. Penulisan artikel, makalah, buku.
g. Diskusi ilmiah.
h. Proses belajar-mengajar.
i. Manajemen perguruan tinggi yang baik.

2. Tradisi Akademik

Pemahaman mayoritas responden (163/74,4%) mengenai Tradisi Akademik adalah,


“tradisi yang menjadi ciri khas kehidupan masyarakat akademik dengan menjalankan
proses belajar-mengajar antara dosen dan mahasiswa seperti menyelenggarakan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, serta mengembangkan cara-cara berpikir
kritis-analitis, rasional dan inovatif di lingkungan akademik”

Tradisi menyelenggarakan proses belajar-mengajar antara guru dan murid, antara


pandito dan cantrik, antara kiai dan santri sudah mengakar sejak ratusan tahun yang lalu,
melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti padepokan dan pesantren. Akan tetapi
tradisi-tradisi lain seperti menyelenggarakan penelitian adalah tradisi baru. Demikian
pula, tradisi berpikir kritis-analitis, rasional dan inovatif adalah kemewahan yang tidak
terjangkau tanpa terjadinya perubahan dan pembaharuan sikap mental dan tingkah laku
yang harus terus-menerus diinternalisasikan dan disosialisasikan dengan menggerus sikap
mental paternalistik dan ewuh-pakewuh yang berlebih-lebihan pada sebagian masyarakat
akademik yang mengidap tradisi lapuk, terutama dalam paradigma patron-client
relationship yang mendarah-daging.

3. Kebebasan Akademik

Pengertian tentang “Kebebasan Akademik” yang dipilih oleh 144 orang (65,7%)
responden adalah kebebasan yang dimiliki oleh pribadi- pribadi anggota sivitas
akademika (mahasiswa dan dosen) untuk bertanggung jawab dan mandiri yang berkaitan
dengan upaya penguasaan dan pengembangan Iptek dan seni yang mendukung
pembangunan nasional. Kebebasan akademik meliputi kebebasan menulis, meneliti,
menghasilkan karya keilmuan, menyampaikan pendapat, pikiran, gagasan sesuai dengan
bidang ilmu yang ditekuni, dalam kerangka akademis (Kistanto, et. al., 2000: 86).

“Kebebasan Akademik” berurat-berakar mengiringi tradisi intelektual masyarakat


akademik – tetapi kehidupan dan kebijakan politik acapkali mempengaruhi dinamika dan
perkembangannya. Dalam rezim pemerintahan yang otoriter, kiranya kebebasan
akademik akan sulit berkembang. Dalam kepustakaan internasional kebebasan akademik
dipandang sebagai inti dari budaya akademik dan berkaitan dengan kebebasan
berpendapat (lihat CODESRIA 1996, Forum 1994, Daedalus Winter 1997, Poch 1993,
Watch 1998, Worgul 1992).

Dalam masyarakat akademik di Indonesia, kebebasan akademik yang berkaitan


dengan kebebasan berpendapat telah mengalami penderitaan yang panjang, selama
puluhan tahun diwarnai oleh pelarangan dan pembatasan kegiatan akademik di era
pemerintahan Suharto (lihat Watch 1998). Kini kebebasan akademik telah berkembang
seiring terjadinya pergeseran pemerintahan dari Suharto kepada Habibie, dan makin
berkembang begitu bebas pada pemerintahan Abdurrahman Wahid, bahkan hampir tak
terbatas dan “tak bertanggungjawab,” sampai pada pemerintahan Megawati, yang makin
sulit mengendalikan perkembangan kebebasan berpendapat.

Selain itu, kebebasan akademik kadangkala juga berkaitan dengan sikap-sikap dalam
kehidupan beragama yang pada era dan pandangan keagamaan tertentu menimbulkan
hambatan dalam perkembangan kebebasan akademik, khususnya kebebasan berpendapat.
Dapat dikatakan bahwa kebebasan akademik suatu masyarakat- bangsa sangat tergantung
dan berkaitan dengan situasi politik dan pemerintahan yang dikembangkan oleh para
penguasa. Pelarangan dan pembatasan kehidupan dan kegiatan akademik yang
menghambat perkembangan kebebasan akademik pada lazimnya meliputi :

a) Penerbitan buku tertentu.


b) Pengembangan studi tentang ideologi tertentu.
c) Pengembangan kegiatan kampus, terutama demonstrasi dan diskusi yang
bertentangan dengan ideologi dan kebijakan pemerintah atau negara.

B. Etos Kerja, Sikap Terbuka Dan Keadilan Dalam Pandangan Agama Islam

1. Etos Kerja

Telah disebutkan terdahulu hakikat manusia terletak pada eksistensinya.


“Eksistensinya” berarti berpikir untuk mencipta yang menghasilkan produk atau ciptaan.
Dengan kata lain hakikat manusia adalah kerja. Konsekuensi logisnya adalah berhenti
bekerja hilang hakikatnya sebagai manusia. Telah disebutkan pula bahwa Islam lebih
mementingkan amal dari pada gagasan atau terminal terakhir adalah amal. Amal identik
dengan kerja dan sekali lagi hakikat manusia adalah kerja.

Alquran sendiri memandang amal itu begitu penting. Kata amal dan berbagai kata
yang seakar kata dengannya seperti ya’malun, ta’malun, ‘amila, i’malu dan yang
sejenisnya disebut dalam Al-Quran sebanyak 192 kali. Kata amal shalih yang dirangkai
dengan kata iman sebanyak 46 kali. Ini berarti hakikat manusia atas dasar pendekatan
kebudayaan maupun agama adalah sama yaitu terletak pada kerja atau amal. Kesimpulan
ini didukung oleh pepatah :
“ ILMU TANPA AMAL BAGAIKAN LEBAH TANPA MADU atau ILMU TANPA
AMAL BAGAIKA POHON TANPA BUAH “

Dengan demikian manusia yang tidak beramal atau tidak bekerja hakikat kemanusiaannya
tidak utuh, atau bahkan hilang hakikat kemanusiaannya. Supaya manusia tidak hilang hakikat
kemanusiaannya, Rasulullah mengajarkan kepada umatnya supaya terjauh dari sifat pemalas.

Demikian doa Rasul :

)‫للهم ا نى اعو ذ بك من الكسل والعجز والبخل (روا ه التر مذى عن زيد بن ارقم‬
(ya Allah sesungguhnya aku mohon perlindungan Engakau dari kemalasan, kelemahan, dan
kebakhilan. H.R at-Turmuzi dari ibn Arqam (at-Turmuzi, V:226)).

Malas, lemah kepribadian dan bakhil adalah penghalang utama dalam menumbuhkan etos
apapun termasuk etos kerja. Sebaliknya Islam memotifasi demikian bersemangat supaya setiap
pemeluknya rajin beramal atau bekerja. Allah berfirman :

Artinya :

“ Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat
amalnya; dan Barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka Dia tidak diberi pembalasan
melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)
“.( QS Al An’am : 160 ).

Dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa siapa yang beramal baik pahalanya
dilipatgandakan 10 kali lipat. Sebelas kali Allah berfirman bahwa orang yang beramal baik itu
berakhir dengan keberuntungan (Abd al-Baqi, [t.th.]:668). Satu diantara :

Artinya :

“ Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan
perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan “. ( QS Al Hajj : 77 ).

Kata kemenangan dalam ayat itu sama dengan keberuntungan, dapat diperhatikan dalam
ayat berikut:

Artinya :

“ Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman “. (QS. Al Mu’minun: 1)

Keberuntungan atau kemenangan dalam ayat tersebut dan ke 11 yang lain dalam Al-Quran
selalu berarti sebagai akibat dari amal baik. Keberuntungan sebagai amal atau kerja bisa berupa
pahala yang dinikmati besok di hari akhirat kelak, bisa di kehidupan dunia sekarang. Bahkan
sesungguhnya, karena Islam tidak mengenal paham sekularisme, yaitu pemisahan urusan dunia
dan urusan akhirat (agama), justru setiap urusan apapun dalam Islam selalu mengandung
dimensi dunia dan akhirat. Karena itu di dalam Islam dianjurkan mencari kebahagiaan dunia dan
kehidupan akhirat sekaligus. Allah berfirman:

Artinya :

“Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di
dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka“. ( QS. Al Baqarah : 201 ).
Kebahagiaan (hasanah) tidak pernah datang begitu saja kepada seseorang yang berpangku
tangan. Hanya kerja keras kebahagiaan juga takkan didapat. Tetapi kebahagiaan selalu
merupakan perpaduan antara kerja keras dan anugerah Allah. Karena itu Allah juga
memerintahkan supaya di dalam mencari kehidupan itu tidak setengah-setengah, dunia saja atau
akhirat saja, melainkan keduannya.

Artinya :

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah
kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan “. ( QS. Al Qashash : 77 ).

Kemudian, di dalam kerja keras mencari kebahagiaan baik dunia maupun akhirat itu ada
kode etiknya, yaitu tidak boleh berbuat kerusakan, kerusakan apapun (diri sendiri, hubungannya
dengan orang lain, terhadap tetumbuhan, binatang, maupun alam semesta).

2. Sikap Terbuka

Inti sikap terbuka adalah jujur, dan ini merupakan ajaran akhlak yang penting di dalam
Islam. Lawan dari jujur adalah tidak jujur. Bentuk- bentuk tidak jujur antara lain adalah
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Sebagai bangsa, kita amat prihatin, di satu sisi, kita
(bangsa Indonesia) merupakan pemeluk Islam terbesar di dunia, dan di sisi lain sebagai bangsa
amat korup. Dengan demikian terjadi fenomena antiklimak. Mestinya yang haq itu
menghancurkan yang bathil, justru dalam tataran praktis seolah-olah yang haq bercampur
dengan yang bathil. Tampilan praktisnya, salat ya, korupsi ya. Ini adalah cara beragama yang
salah.

Cara beragama yang benar harus ada koherensi antara ajaran, keimanan terhadap ajaran, dan
pelaksanaan atas ajaran. Dapat dicontohkan di sini, ajaran berbunyi :

Artinya :

“ ….Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar…..”
( QS. Al ‘Ankabut : 45 ).

Manusia merespon terhadap ajaran (wahyu) itu dengan iman. Setelah itu ia mewujudkan
keimanannya dengan melakukan salat dan di luar pelaksanaan salat mencegah diri untuk
berbuat keji dan munkar.
Termasuk koherensi antara ajaran, iman, dan pelaksanaan ajaran adalah jika terlanjur berbuat
salah segera mengakui kesalahan dan memohon ampunan kepada siapa ia bersalah (Allah atau
sesama manusia). Jika berbuat salah kepada Allah segera ingat kepada Allah dan bertaubat
kepada- Nya.

Artinya :

“ dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri
sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka…. “ ( QS.
Ali Imron : 135 ).

Jika berbuat salah kepada manusia segera meminta maaf kepadanya tidak usah menunggu
lebaran tiba. Pengakuan kesalahan baik terhadap Allah maupun kepada selain-Nya ini
merupakan sikap jujur dan terbuka. Menurut Islam sikap jujur dan terbuka termasuk baik.
Nabi bersabda:

‫ وا ن ا لكذ ب‬.‫ا ن ا لصد ق يهدى ا لى ا لبر وا ن ا لبر يهدى ا لى ا لجنة وا ن ا لرجل يصد ق حتى يكتب عند هلال صد يقا‬
‫ وا ن الرجل ليكذ ب حتى يكتب‬.‫ وا ن ا لفجور يهدى ا لنا ر‬.‫يهد ا لى ا لفجور‬

)‫عند هلل كذا با( متفق عليه‬

(Sesungguhnya jujur itu menggiring ke arah kebajikan dan kebajikan itu mengarah ke surga.
Sesungguhnya lelaki yang senantiasa jujur, ia ditetapkan sebagai orang yang jujur.
Sesungguhnya bohong itu menggiring ke arah dusta. Dusta itu menggiring ke neraka.
sesungguhnya lelaki yang senantiasa berbuat bohong itu akan ditetapkan sebagai pembohong.
Muttafaq ‘alaih (an-Nawawi, [t.th.]:42)).

3. Bersikap Adil

Secara leksikal adil dapat diaritikan tidak berat sebelah, tidak memihak, berpegang kepada
kebenaran, sepatutnya, dan tidak sewenang- wenang (Kamus Besar, l990 :6-7) Dari masing-
masing arti dapat dicontohkan sebagai berikut: (1) Cinta kasih seorang ibu terhadap putra-
putrinya tidak berat sebelah. (2) Dalam memutuskan perkara, seorang hakim tidak memihak
kepada salah satu yang bersengketa.(3) Di dalam menjalankan tugasnya sebagai hakim, Hamid
selalu berpegang kepada kebenaran. (4) Sudah sepatutnya jika akhlaqul-karimah guru diteladani
oleh murid.(5) Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tidak berbuat sewenang-wenang
terhadap yang dipimpin. Dari masing-masing contoh ini dapat disimpulkan bahwa sikap adil
amat positif secara moral.

Karena sifat yang positif, tentu sikap adil didambakan oleh banyak orang. Dalam contoh-
contoh di atas, sikap adil bersikap positif atau menguntungkan orang lain. Adil juga dapat
dartikan tingkah laku dan kekuatan jiwa yang mendorong seseorang untuk mengendalikan
amarah dan syahwat dan menyalurkannya ke tujuan yang baik (al-Hufiy, 2000: 24). Dalam
definisi ini dapat dipahami bahwa adil adalah kondisi batiniah seseorang yang berbentuk energi.
Energi ini mendesak keluar untuk mengendalikan amarah dan kemauan-kemauan hawa nafsu
sehingga perbuatan yang keluar menjadi baik. Yang mestinya orang itu menuruti hawa nafsu,
karena kendali sikaprbuatannya menjadi terarah, tidak merugikan diri sendiri dan orng lain.

Adil dapat diartikan menempatkan berbagai kekuatan batiniah secara tertib dan seimbang
(al-Hufiy, 2000 :26). Kekuatan yang dimaksud adalah al-hikmah, asy-syaja’ah, dan al-‘iffa.al-
Hikmah berarti kecerdasan. Orang cerdas dapat membedakan antara yang benar dan salah, baik
dan buruk, haq dan batal secara tepat, tetapi belum tentu ia selalu memilih yang benar, yang
baik, dan yang haq. Asy-syaja’ah berarti berani tanpa rasa takut. Al-‘ffah berarti suci. Ketiga
sifat utma ini jika tidak seimbang menjadi tidak baik. Orang amat cerdas atau genius tetapi
kecerdasannya dapat dijadikan alat untuk mengelabuhi orang lain karena tidak ada ‘iffah di
dalam dirinya.

Orang selalu berani menangani setiap masalah yang dihadapi, tentu akan menampakkan
profil preman karena tidak ada al-hikmah dan ‘iffah di dalam dirinya. Orang cerdas dan berani
lalu digunakan untuk mengeruk kekayaan negara secara tidak syah adalah tidak baik karena
tidak ‘iffah di dalam dirinya. Orang selalu hanya memilih kesucian dalam semua suasana secara
terang-terangan tentu dapat membahayakan diri sendiri.

Jika antara al-hikmah, asy-syaja’ah, dan al-‘iffah berpadu secara seimbang dalam diri
seseorang, maka orang itu akan bersikap adil. Orang berani melakukan sesuatu setelah
ditimbang-timbang bahwa sesuatu itu baik menurut akal dan menurut pertimbangan syariat juga
baik . inilah gambaran perbuatan adil. Berarti, ia berani berbuat karena benar. Orang tidak
berani berbuat juga karena benar, adalah bersikap adil, bukan karena takut. Dengan dimikian
adil adalah puncak dari ketiga sifat utama tersebut.

Islam memandang sikap adil amat fundamental dalam struktur ajaran. Kata adil dan
berbagai turunannya seperti : ya’dilun, i’dilu, ‘adlun, dan ta’dili diulang sebanyak 28 kali di
dalam Alquran. Karena itu Allah memerintah kepada kita supaya berlaku adil dalam semua hal.
Allah berfirman:

Artinya :

“...Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa...” (QS. Al Maidah: 8).

Kata adil sinonim dengan al-qish. Kata ini dan berbagai derivasinya, umpama: iqshitu, al-
muqshitun, dan al-qashitun terulaqng sebanyak 25 kali dalam Alquran (‘Abd al-Baqiy, [t.th.]
:P690). Kadang-kadang kata adil dan kata al-qisht disebut secara besama-sama dan satu sama
lain berarti sama. Contohnya adalah:

Artinya :

“ dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu
damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain,
hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah
Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah
kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil “. ( QS. Al
Hujurat : 9 ).

Karena baik secara rasional maupun syariah bahwa sikap adil itu adalah baik dan positif,
tetapi di sisi lain kita merupakan pemeluk agama Islam terbesar dunia dan di saat yang sama
dikenal sebagai bangsa dengan aneka predikat yang tidak baik seperti KKN (korupsi, kolusi, dan
nepotisme), maka untuk merubah citra buruk itu salah satu cara strategis adalah membudayakan
sikap adil dalam semua lapangan kehidupan.

Untuk mewujudkan sikap adil harus dilatih terus menerus secara berkesinambungan, yang
bererti pembiasaan berlaku adil. “Mulai sekarang, mulai yang sederhana, dan mulai dari diri
sendiri”,Inilah komitmen untuk mulai pembiasaan berlaku adil. Jika langkah awal ini dapat
dilalui dengan baik, tentu mudah menjalar kepada orang lain, apalagi kalau yang memulai
komitmen itu adalah orang yang memiliki pengaruh di masyarakat di mana ia berada karena
salah satu naluri manusia adalah meniru idola. Jika idola tidak bersikap adil, tentu para fansnya
akan meniru tidak adil pula.

Dalam Islam orang yang paling pantas untuk di dudukkan sebagai idola untuk ditiru dan
diteladani adalah Rasulullah SAW. Allah berfirman yang artinya :
“ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak
menyebut Allah “. ( QS. Al Ahzab: 21 ).

Selain itu ‘Aisyah, istri Rasulullah, menyebutkan bahwa akhlak beliau adalah Al-Quran
“kana khuluqulm Al-Quran” (H.R Muslim dari ‘Aisyah). Kiranya terlalu pantas jika idola
pertama seluruh umat Islam adalah Rasulullah. Hingga sekarang Rasulullah adalah orang yang
paling berpengaruh di dunia (rangking pertama) dari seratus orang yang paling berpengaruh di
dunia (Hart, 1982:4). Cukup banyak contoh-contoh sikap adil yang ditampakkan oleh
Rasulullah, antara lain :

An-Nu’man bin Basyir mengatakan, “Ayahku memberi sesuatu pemberian kepadaku. Lalu
ibuku Amrah bin Rawahah berkata, “Aku tidak rela sebelum engkau persaksikan hadiah itu di
hadapan Rasulullah SAW”.

Ayahku lalu menghadap Rasulullah SAW dan berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku
telah membarikan suatu pemberian kepada anakku dari Amrah bin Rawahah. Kemudian aku
diperintahkannya supaya bersaksi kepada Tuan!”

Rasulullah SAW lalu berkata, “Apakah engkau juga telah memberi kepada semua anakmu
pemberian seperti ini?”

An-Nu’man menjawab, “Tidak”.

Beliau lalu bersabda, “bertaqwalah kepada Allah dan berlaku adillah terhadap anak-
anakmu!”

Kemudian ayahku pulang dan menarik kembali pemberiannya.

Dan ada orang perempuan Makhdzumiyyah mencuri. Mereka berkata, “Siapakah yang akan
membicarakan hal ini kepada Rasulullah SAW?”

Tidak ada seorangpun yang berani kecuali (kekasih wanita itu) Usman bin Zaid r.a. Lalu ia
membicarakan hal tersebut dengan Rasulullah SAW.

Beliau berkata, “Apakah kamu akan bertindak sebagai pembela dalam pelanggarana hukum
Allah?” Kemudian Rasulullah SAW berdiri serta berkhotbah. Di antara isi khotbahnya beliau
bersabda, “Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kamu adalah apabila ada
seorang dari golongan bangsawan mencuri, mereka biarkan saja, tetapi bila yang mencuri itu
dari golongan bawah (lemah), dia dijatuhi hukuman. Demi Allah andaikata Fatimah putri
Muhammad mencuri, pasti akan kupotong tangannya.” (Al-hufiy, 2000:189)

C. Kehidupan Berpolitik Serta Peresatuan Dan Kesatuan Bangsa


1. Pengertian Politik dalam Islam

Sistem politik dalam pandangan islam adalah hukum atau pandangan yang
berkenaan dengan cara bagaimana urusan masyarakat diurus dan diatur dengan hukum
Islam. Sebab, politik itu sendiri dalam pandangan islam adalah mengurus urusan umat
dengan menerapkan hukum islam baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Pandangan beberapa orang mengenai politik dalam islam, salah satunya yaitu yang
dikemukakan oleh Saudara Abshar-Abdalla dalam kajian di Jawa Pos, 1 Juni 2003
diantaranya :

a. Sistem poltik dalam islam adalah system khalifah (pemimpin) yaitu sistem
politik yang telah dilaksanakan Nabi Muhammad SAW dan para Khulafaur
rasyidin yang dijadikan sebagai teladan bagi umat islam.
b. Sistem poltik dalam islam sejatinya tidak ada. Karena Nabi Muhammad
hanyalah seorang rasul yang misinya mensyiarkan agama islam bukan sebagai
pemimpin dan pengatur agama.
c. Sistem politik atau system ketatanegaraan dalam islam tidak ada, tapi terdapat
seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara

Lepas dari pendapat-pendapat diatas, dalam kenyataannya, pada masa Nabi


Muhammad SAW, dimana dalam masa itu beliau tidak hanya sebagai rasul tetapi juga
sebagai pemimpin Negara, sebagai buktinya yaitu aturan dasar Negara yang berupa
Piagam Madinah, yang oleh Hamidullah disebut sebagai konstitusi tertulis pertama dalam
sejarah pada awal decade ketiga abad VIIM (622) atau tahun 1 H. Dan kepemimpinan ini
terus berlanjut sampai dibawah kepemimpinan Ali bin Abi Thalib.

Di dalam Al-Qur’an sendiri tidak disebutkan secara tegas mengenai wujud dari suatu
system politik dalam islam, hanya dalam beberapa ayat disebutkan bahwa islam terkait
dalam dua faktor yaitu kekuasaan politik hanya akan dijanjikan kepada orang-orang yang
beriman dan beramal shaleh. Tidak hanya itu, system politik dalam islam juga berkaitan
dengan ruang dan waktu, dengan kata lain dihubungkan dengan peristiwa bersejarah,
yang salah satu bentuknya yaitu Piagam Madinah tersebut.

2. Prinsip Dasar Politik dalam Islam

Prinsip dasarnya dan yg menjadi obyek pembahasan system politik dalam islam
diantaranya :

1) Fikih modern (siyasah dusturiyah)


Dengan kata lain yaitu hukum tata Negara yang membahas hubungan pemimpin
dengan rakyatnya serta institusi yang ada di Negara itu sesuai dengan kebutuhan rakyat
untuk kemaslahatan dan pemenuhan kebutuhan rakyat itu sendiri.

2) Hukum internasional dalam islam (siyasah dauliyah), diantaranya yaitu:


a) Kesatuan islam
b) Keadilan (al adalah)
c) Persamaan (al musawah)
d) Kehormatan manusia (karomah insaniyah)
e) Toleransi (al tasamuh)
f) Kerjasama kemanusiaan
g) Kebebasan, kemerdekaan (al akhlak al karomah)
h) Musyawarah
i) Hak Menghisab Pihak Pemerintah

Prinsip ini berdasarkan kepada firman Allah yang mafhumnya: "Dan apabila ia
berpaling (daripada kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerosakan padanya,
dan merosak tanaman tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai
kebinasaan."

(Al-Baqarah:205)

"..maka berilah keputusan di antara manusia dengan 'adil dan janganlah kamu
mengikut hawa nafsu, kerana ia akan menyesatkan kamu daripada jalan Allah.
Sesungguhnya orang orang yang sesat daripada jalan Allah akan mendapat 'azab yang
berat, kerana mereka melupakan hari perhitungan."

(Sad: 26)

3) Siyasah Maliyah
a) Prinsip-prinsip kepemilikan harta
b) Tanggung jawab sosial yang kokoh tanggung jawab terhadap diri sendiri,
keluarga, masyarakat dan sebaliknya
c) Zakat, hasil bumi, emas perak, ternak dan zakat fitrah
d) Khoroj
e) Harta peninggalan dari orang yang tidak meninggalkan ahli waris
f) Jizyah (harta temuan)
g) Ghoniyah (harta rampasan perang)
h) Bea cukai barang impor
i) Eksploitasi sumber daya alam yang berwawasan lingkungan.
• Kontribusi Agama dalam Kehidupan Berpolitik
Politik dalam arti yang sesungguhnya adalah cara atau strategi mencapai
kekuasaaan untuk kesejahteraan bersama (bonum communae). Lembaga agama dan
negara menjalin hubungan dalam pelayanan pada manusia yang sama. Semua
mempunyai interese (tujuan dan kepentingan) bahwa dalam struktur negara setiap orang
mendapat kelonggaran untuk menjalankan keterlibatan politiknya, agar relasi manusia
dengan Allah sebenarnya terwujud. Negara mempunyai interese, supaya relasi dengan
Allah yang diungkapkan dalam setiap agama itu tidak mengasingkan orang dari tugasnya
yang politik, tidak membuat orang menjadi pion dari kuasa politik mana pun melainkan
mendorong orang untuk memikul tanggung jawabnya dalam hidup kenegaraan.
Agama secara kelembagaan tidak berpolitik, akan tetapi menyuarakan dan
membangun poltik yang bermartabat. Para uskup dan para imam tidak berpolitik.
Tanggung-jawab politik praktis ada pada kaum awam. Indonesia merupakan satu
masyarakat majemuk (pluralistis). Ada keanekaan suku, budaya dan agama, akan tetapi,
ada kesatuan dan persatuan berdasarkan filsafat hidup dan ideologi bangsa. Keanekaan
bukan berarti sengketa, Sebaliknya keanekaan merupakan kekayaan kepribadian bangsa.
Demi kesatuan dan persatuan kita harus membina keterbukaan, komunikasi dan kerja
sama. Dengan demikian, akan ada iklim persaudaraan dan kekeluargaan. Di dalam
suasana persaudaraan dan kekeluargaan kita berusaha saling melayani dan bersama-sama
bergotong royong dalam melayani kepentingan umum. Dengan turut membina dan
meningkatkan persaudaraan kita menjadi tanda keselamatan.

• Peranan Agama dalam Mewujudkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa


Semua umat agama di Indonesia adalah bagian integral bangsa Indonesia. Kita
mengambil bagian dan turut aktif dalam kehidupan dan perkembangan bangsa.
Keterlibatan kita menjadi bukti sebagai warga bangsa Indonesia. Bersama seluruh
masyarakat umat beragama hendaknya berikhtiar agar bumi Indonesia berkembang
menjadi bumi yang lebih manusiawi untuk dihuni. Banyak tokoh-tokoh agama yang
berperan/berjasa dalam perjuangan dan pembangunan bangsa.
Lebih dari itu semua kita mempunyai perjuangan yang sama dalam menghayati
ajaran iman kita, dan dalam hal ini kita dapat saling belajar, saling meneguhkan dan
saling memperkaya. Sebagai umat beragama, kita dapat memberikan kesaksian iman kita
tentang bagaimana kita menghayati nilai-nilai agama, seperti cinta kasih, solidaritas,
pengampunan, permaafan, kebenaran, kejujuran dan perdamaian.
Dalam memantapkan kerukunan hidup umat beragama perlu dilakukan suatu upaya-
upaya yang mendorong terjadinya kerukunan hidup umat beragama secara mantap dalam
bentuk :
1. Memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama, serta antar
umat beragama dengan pemerintah.

2. Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk upaya


mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam
bingkai teologi dan implementasi dalam menciptakan kebersamaan dan sikap
toleransi.

3. Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif dalam rangka


memantapkan pendalaman dan penghayatan agama serta pengamalan agama yang
mendukung bagi pembinaan kerukunan hidup intern dan antar umat beragama.

4. Melakukan eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dari


seluruh keyakinan plural umat manusia yang fungsinya dijadikan sebagai pedoman
bersama dalam melaksanakan prinsip-prinsip berpolitik dan berinteraksi sosial satu
sama lainnya dengan memperlihatkan adanya sikap keteladanan. Dari sisi ini maka
kita dapat mengambil hikmahnya bahwa nilai- nilai kemanusiaan itu selalu tidak
formal akan mengantarkan nilai pluralitas kearah upaya selektifitas kualitas moral
seseorang dalam komunitas masyarakat mulya (Makromah), yakni komunitas
warganya memiliki kualitas ketaqwaan dan nilai-nilai solidaritas sosial.

5. Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementatif bagi kemanusiaan


yang mengarahkan kepada nilai-nilai Ketuhanan, agar tidak terjadi penyimpangan-
penyimpangan nilai-nilai sosial kemasyarakatan maupun sosial keagamaan.

6. Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama dengan cara
menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan
tercipta suasana kerukunan yang manusiawi tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor
tertentu.
7. Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat,
oleh sebab itu hendaknya hal ini dijadikan mozaik yang dapat memperindah
fenomena kehidupan beragama.
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Budaya akademik dalam pandangan Islam adalah suatu tradisi atau kebiasaan yang
berkembang dalam dunia Islam menyangkut persoalan keilmuan. Atau dalam bahasa
yang lebih sederhana adalah tradisi ilmiah yang dikembangkan Islam. Di antara poin-
poin pentingnya adalah pertama, tentang penghargaan Al- quran terhadap orang-orang
yang berilmu, di antaranya adalah :
a. Wahyu Al-quran yang turun pada masa awal mendorong manusia untuk
memperoleh ilmu pengetahuan.
b. Tugas Manusia sebagai khalifah Allah di Bumi akan sukses kalau memiliki ilmu
pengetahuan.
c. Muslim yang baik tidak pernah berhenti untuk menambah ilmu.
d. Orang yang berilmu akan dimuliakan oleh Allah SWT.
Di samping memberikan apresiasi terhadap orang yang berilmu poin penting lain
yang dijelaskan Al-quran adalah bahwa :
 Iman seorang muslim tidak akan kokoh kalau tidak ditopang dengan ilmu,
demikian juga dengan amal shalih.
 Tugas kekhalifahan manusia tidak akan dapat sukses kalau tidak dilandasi dengan
ilmu.
 Karakter seorang muslim yang berbudaya akademik adalah; orang yang selalu
mengingat Allah yang disertai dengan ikhtiar untuk selalu menggunakan akalnya
untuk memikirkan ciptaan Allah SWT. Serta selalu berusaha menambah ilmu
dengan membuka diri terhadap setiap informasi yang baik dan kemudian memilih
yang terbaik untuk dijadikan pegangan dan diikutinya.
Budaya akademik akan dapat terwujud dengan syarat sikap-sikap positif juga
dimiliki. Di antara sikap positif yang harus dimiliki adalah etos kerja yang tinggi, sikap
terbuka dan berlaku adil. Arti penting dari ketiga sikap tersebut dapat diringkas sebagai
berikut :
Untuk dapat meningkatkan etos kerja seorang muslim harus terlebih dahulu
memahami tugasnya sebagai manusia yaitu sebagai khalifah Allah SWT di muka
dan juga sebagai hamba yang berkewajiban untuk beribadah kepada Allah SWT.

Beberapa petunjuk Al-quran agar dapat meningkatkan etos kerja antara lain :
| Mengatur waktu dengan sebaik-baiknya.
| Bekerja harus sesuai dengan bidangnya dan ini harus diberi catatan bahwa
etos kerja yang tinggi tidak boleh menjadikan orang tersebut lupa kepada
Allah SWT.
Sikap positif selanjutnya adalah sikap terbuka atau jujur; Seseorang tidak mungkin
akan dapat meraih keberhasilan dengan cara mempunyai etos kerja yang tinggi kalau
tidak memiliki sikap terbuka dan jujur. Karena orang yang tidak terbuka maka akan
cenderung menutup diri sehingga tidak dapat bekerja sama dengan yang lain. Apalagi
kalau tidak jujur maka energinya akan tersita untuk menutupi ketidakjujuran yang
dilakukan. Maka Al-quran dan Hadis memberi apresiasi yang tinggi terhadap orang yang
terbuka dan jujur.
Buah dari keterbukaan seseorang maka akan melahirkan sikap adil. Makna adil yang
diperkenalkan Al-quran bukan hanya dalam aspek hukum melainkan dalam spektrum
yang luas. Dari segi kepada siapa sikap adil itu harus ditujukan Al- quran memberi
petunjuk bahwa sikap adil di samping kepada Allah SWT dan orang lain atau sesama
makhluk juga kepada diri sendiri.
Politik dalam arti yang sesungguhnya adalah cara atau strategi mencapai
kekuasaaan untuk kesejahteraan bersama (bonum communae). Lembaga agama dan
negara menjalin hubungan dalam pelayanan pada manusia yang sama. Semua
mempunyai interese (tujuan dan kepentingan) bahwa dalam struktur negara setiap orang
mendapat kelonggaran untuk menjalankan keterlibatan politiknya, agar relasi manusia
dengan Allah sebenarnya terwujud. Agama secara kelembagaan tidak berpolitik, akan
tetapi menyuarakan dan membangun poltik yang bermartabat. Indonesia merupakan satu
masyarakat majemuk (pluralistis).
Keanekaan bukan berarti sengketa, Sebaliknya keanekaan merupakan kekayaan
kepribadian bangsa. Demi kesatuan dan persatuan kita harus membina keterbukaan,
komunikasi dan kerja sama. Dengan demikian, akan ada iklim persaudaraan dan
kekeluargaan.

B. KESIMPULAN

Untuk menuntut dan mengamalkan budaya akademis, sikap etos kerja, sikap terbuka,
dan keadilan harus kita dasar dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt agar
dapat memberikan jaminan kemaslahatan bagi kehidupan serta lingkungan sekitar kita.

DAFTAR PUSTAKA
http://fenni-octafiyani.blogspot.co.id/2014/06/makalah-penerapan-wawasan-
nusantara.html
2009. “Implementasi Wawasan Nusantara”. diakses tanggal 15 Desember 2011 dari
www.wikipedia.com

Ayano, Suci. 2011. “Wawasan Nusantara”. diakses tanggal 16 Maret 2013 dari :
http://www.Hubungan Antara Wawasan Nusantara dengan Ketahanan Nasional « STUDI
TUR.htm,

Cristine, dkk. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta : PT


Prandnya Paramita

Sartini,dkk. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta


: Paradigma.

Santoso Budi, dkk. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Gramedia.


https://id-mg61.mail.yahoo.com/neo/launch?.rand=d01isdofqsjik#5091676060
http://dheanandika.blogspot.co.id/2012/01/contoh-makalah-pendidikan-agama-
islam.html
Buku Catatan Dhea Nandika, Buku catatan Peni Nurmalasari,
http://www.google.com
http://solikhaton.blogspot.co.id/2014/03/makalah-dasar-politik-dalam-islam.html
http://riau1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=499

Anda mungkin juga menyukai