OLEH :
NAMA : ERNI
RISMAULI
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan karunia-Nya
Dalam penulisan proposal penelitian ini penulis memperoleh banyak bimbingan, saran,
dan bantuan dari berbagai pihak. Sehubungan dengan itu penulis ingin menyampaikan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi - tingginya kepada dosen mata kuliah epidemiologi
Penulis
DAFTARISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Penyakit diare masih merupakan salah satu penyebab utama masalah kesehatan
masyarakat Indonesia, baik ditinjau dari segi angka kesakitan maupun angka kematiannya.
Penyakit ini dapat menyerang semua golongan umur dengan angka kesakitan berkisar 280 per
1000 penduduk dan untuk balita menderita satu sampai satu setengah kali episode diare setiap
Angka kematian diare pada semua umur selama dasawarsa terakhir dapat diturunkan dari
( 1995). Sedangkan kematian karena diare pada kelompok balita diturunkan dari 5,7 per seribu
balita menjadi 2,5 per seribu balita pada episode yang sama. (Dep. Kes.RI,1998)
hidup sehat bagi seiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan
dengan pendekatan pemeliharaan kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan.
Diare dapat timbul dalam bentuk KLB dengan jumlah penderita dan kematian yang besar.
Menurut hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 proporsi penyakit
infeksi dan parasit sebagai penyebab kematian adalah 22,7%. Kematian bayi dibawah umur 1
tahun 33,5% disebabkan oleh gangguan prenatal dan 32,1% oleh penyakit sistem pernapasan.
Diare sebagai bagian dari kelompok penyakit infeksi dan parasit, proporsinya sebesar 9,6 %
Pada kematian anak balita golongan umur 1-4 tahun, proporsi penyebab kematian paling
tinggi adalah penyakit sistem pernapasan yaitu sebesar 38,8%, kemudian penyakit diare serta
Kematian anak pada kelompok umur 1-4 tahun terutama disebabkan oleh penyakit infeksi
dan parasit dengan proporsi sebesar 44,7%, pernapasan 13%. Sedangkan pada kelompok umur
15-34 tahun, penyakit infeksi dan parasit menduduki peringkat pertama sebagai penyebab
kematian yaitu sebesar 36,5%, berturut-turut infeksi dan parasit lain 16,8%, kemudian TBC
13,9%.
Tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu antara lain kesehatan lingkungan yang belum memadai, keadaan gizi, kependudukan,
pendidikan, faktor musim dan geografi daerah, keadaan sosial pencegahan pemberantasan
penyakit diare tidak akan berhasil baik tanpa adanya kesadaran yang tinggi dari masyarakat
untuk ikut berpartisipasi didalamnya serta kesiapan petugas kesehatan dilapangan. yang ditandai
Gambaran Epidemiologi Penyakit Diare di Pulau laut RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta
pusat pada tahun 2004 menunjukkan bahwa angka kesakitan diare sebanyak 1.066 kasus.
Dengan melihat data di atas maka sangat penting sekali untuk dilakukan penelitian
tentang Gambaran Epidemiologi Penyakit Diare berdasarkan tempat, orang dan waktu
pemberantasan penyakit diare di Pulau laut RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta pusat.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dibuat suatu
Rumusan masalah sebagai berikut : bagaimana gambaran epidemiologi dan faktor-faktor yang
C. Tujuan
1) Diketahui hubungan antara karakteristik balita (umur, jenis kelamin, status gizi)
3) Diketahui hubungan antara faktor lingkungan (sumber air minum, jamban keluarga)
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan
konsistensi tinja melembek sampai mencair dan bertambahnya frekwensi gerak lebih dari
biasanya, lazimnya tiga kali atau lebih dalam sehari (Depkes RI, 1993).
Penyebab penyakit diare bisa bermacam-macam yaitu antara lain infeksi, intoxikasi,
Bakteri, virus dan parasit adalah merupakan penyebab utama diare infeksius. Penyebab
diare karena infeksi dapat disebabkan oleh organisme yang berbeda-beda serta gejalanya sulit
a. Bakteri
Ada beberapa jenis bakteri yang merupakan penyebab paling penting penyakit diare
Vibrio cholera mempunyai 2 biotope yaitu tipe El Tor dan Mask selain itu ada 2 serotipe
yaitu Ogawa dan Inaba. Pada tauhn 1961 biotipe El Tor pernah menyebabkan pandemi ketujuh.
c. Shigella:
– Shigella flexneri, adalah kelompok yang paling sering terdapat di Negara berkembang.
– Shigella dysentriae tipe 1 adalah penyebab epidemi dengan angka kematian tinggi.
Pada umumnya Shigella hanya ditemukan pada manusia dan beberapa jenis
binatang primata. Penyebarannya melalui kontak langsung antara orang yang satu dengan orang
yang lainnya. Dengan dosis infeksius yang rendah (10 s.d 100 organisma) sudah dapat
menyebabkan sakit. Penularan penyakit terjadi melalui makanan dan minuman yang
d. Salmonella
Terdapat lebih dari 2.000 serotipe Salmonella, dimana sekitar 6 s.d 10 diantaranya
menyebabkan gastroenteritis pada manusia. Dalam hal ini binatang seperti misalnya unggas
adalah reservoir utama. Oleh karena itu penularan penyakit oleh Salmonella dapat terjadi apabila
mengkonsumsi makanan yang berasal dari hewan unggas, daging, telur dan susu. Gastroenteritis
yang diakibatkan Salmonella yang menyerang anak kecil relatif jarang terjadi di negara
berkembang dibanding dengan daerah industri. Hal ini dimungkinkan karena di negara
berkembang pada umumnya anak kecil jarang diberi makanan dalam kaleng yang merupakan
media bagi salmonella. Gastroenteritis yang diakibatkan Salmonella biasanya berbentuk diare
cair akut dengan diikuti rasa mual, nyeri perut dan demam (Depkes RI, (990).
Sampai saat ini sudah ditemukan lima kelampok Ecoli yaitu enterotoxigenic (ETEC),
enterohaemorrhagic (EPEC), enteroadherent (EAEC), enteroinvasive (EIEC), dan
enterohaemorrhagic (EHEC).
Virus menyebabkan 50 % semua diare pada anak yang datang berobat kesarana
kesehatan. Rotavirus dapat menyerang sel-sel usus, mengubah fungsi dan regenerasinya.
Keadaan ini menyebabkan diare dan gejala umum misalnya malaise dan demam. Penyembuhan
Menurut Sunoto (1990) ada beberapa golongan protozoa yang dapat menyebabkan diare yaitu :
Insiden penyakit ini bertambah sesuai dengan pertambahan usia. Infeksi ini sering salah
diagnosiskan sebab menentukan ptotozoa ini tidak mudah dan parasit ini sering dikira leukosit
polimorfonuklear. Penyebaran terjadi melalui makanan dan minuman. Kista E.histolytica sangat
2. Cyptosporidium
Cyptosporidium adalah parasit bentuk kokus yang ada pada awalnya dikenal sebagai
penyebab diare pada binatang. Mula-mula ditemukan sebagai penyebab diare cair pada yang
menurun kekebalan tubuhnya, khususnya penderita AIDS. Di negara berkembang parasit ini
menyebabkan 4-11 % kasus diare pada anak Cryptosporidiasis ditularkan melalui jalur fekal-
Giardia lamblia tersebar luas di seluruh dunia, dengan angka prevalensi infeksi sampai
100 % pada beberapa penduduk. Anak berumur 1-5 tahun paling sering dijangkiti. Infeksi
Giardia lamblia biasanya melalui makanan, minuman atau manular dari orang ke orang.
Penularan dari orang ke orang terjadi terutama pada anak yang tinggal di keluarga yang terlalu
Selain beberapa penyebab di atas, diare juga bisa disebabkan oleh faktor faktor lain
misalnya obat, keadaan karena pembedahan, penyakit lain dan infeksi sistematik serta intoleransi
makanan.
lntoleransi makanan karena kekurangan laktase atau alergi terhadap makanan dapat
misalnya penyakit crohn dan beberapa jenis tumor dapat juga menimbulkan diare. (Depkes RI,
1990).
Agen infeksius yang menyebabkan penyakit diare biasanya ditularkan melalui jalur fecal-
1. Menelan makanan yang terkontaminasi (terutama makanan sapihan) atau air.
3. Beberapa faktor dikaitkan dengan bertambahnya penularan kuman enteropatogen perut
9. Tindakan penyapihan yang jelek (penghentian ASI yang terlaiu dini, susu botol, pemberian
ASI yang diselang-seling dengan susu botol pada 4-6 bulan pertama).
Ditinjau dari sudut epidemiologi, upaya mengukur frekwensi masalah kesehatan ini
termasuk dalam epidemiologi deskrihtif karena hanya sersifat menggambarkan tentang jumlah
Beberapa ukuran frekwensi penyakit menurut Azrul Azwar adalah sebagai berikut :
1. Rate
"Rate" ialah perbandingan suatu peristiwa dibagi dengan jumlah penduduk memungkin
terkena peristiwa yang dimaksud (population at risk) dalam waktu yang sama yang dinyatakan
dalam persen atau permil. Rate biasanya digunakan untuk menggambarkan morbiditas
pendudukmenderita suatu penyakit naik atau turun disuatu daerah pada waktu tertentu.Beberapa
ukuran rate yang biasanya digunakan adalah sebagai berikut (AzrulAzwar, 1999).
Insiden rate adalah jumlah penderita baru suatu, penyakit yang ditemukan pada suatu
jangka waktu tertentu (umunnya satu tahun) dibandingkan dengan jumlah penduduk yang
mungkin terkena penyakit baru tersebut pada pertengahan jangka waktu yang bersangkutan
Isidenrate
contoh : pada suatu daerah dengan jumlah penduduk pada tanggal 30 Juli 1999 sebanyak
seratus ribu orang yang semuanya rentang terhadap penyakit, ditemukan laporan penderita
baru sebagai berikut : Bulan Januari 50 orang, Maret 100 orang, Juni 150 orang, September
b. Prevalen
Prevalen ialah gambaran tentang frekwensi penderita lama dan baru yang ditemukan pada
suatu jangka tertentu ,disekelompok masyarakat tertentu. Dengan perkataan lain pada
perhitungan nilai prvalen dipergunakan jumlah seluruh penduduk. Ditinjau dari sudut ini,
jelas bahwa angka prevalen sebenamya bukan suatu rate yang murni, karena mereka yang
tidak mungkin terkena penyakit, juga dimasukkan dalam perhitungan. Secara umum
Rumus yang dipergunakan untuk menghitung nilai period prevalen rate ialah:
contoh : suatu kantor dengan jumlah karyawarv sebanyak 100 orang, 20 orang diantaranya sejak
2 bulan yang lalu tidak masuk kantor karena menderita penyakit A, dan selanjutnya pada hari ini
30 orang lainnya terpaksa pulang karena juga menderita penyakit, Maka jawabnya:
Contoh: satu Fakultas Kesehatan Masyarakat dengan mahasiswa sebanyak 100 orang, kemarin 5
orang mahasiswa menderita penyakit diare, dan hari ini 5 orang lainnya menderita penyakit
diare. Maka jawabnya
Rate
Contoh Dari 500 orang mahasiswa yang tercatat pacta FKM X temyata 100
Atteck Rate =
Atteck Rate atau angka serangan sebetulnya adalah suatu angka insiden tetapi ada angka
serangan resiko seseorang untuk mendapatkan penyakit eriangsung dalam waktu singkat, ini
mungkin karena faktor penyebab penyakit tersebut hanya bereaksi dalam tempo yang singkat
CFR =
Angka fatalitas biasa digunakan untuk melihat keganasan suatu penyakit dan dapat pula
e. Ratio
"Ratio" merupakan suatu perbandingan yang pada umumnya dinyatakan sebagai berikut :
Ratio =
Misalnya sex ratio, yaitu perbandingan antara jumlah penduduk perempuan. Ratio biasanya
digunakan untuk melihat kecenderungan ratio jumlah laki-laki terhadap jumlah perempuan pada
tahun tertentu, apakah lebih sedikit atau lebih banyak (Azrul Azwar, 1999).
f. Porsi
Proporsi" merupakan suatu perbandingan yang pada umumnya dinyatakan sebagai berikut :
Proporsi =
Misalnya, "proporsi penyakit diare di Rumah sakit A tahuan 1999 adalah 10 berarti jumlah
kejadian penyakit diare di Rumah sakit A tahun 1999 adalah dari seluruh kasus penyakit yang
ada di wilayah Rumah sakit A. Proporsi biasanya digunakan untuk mengukur angka suatu
penyakit terhadap penyakit lainnya. Semakin tinggi angka proporsi ini berarti semakin banyak
kejadian penyakit tersebut dibandingkan dengan penyakit lainnya dalam suatu wilayah dan
Epidemiologi diare dapat diartikan sehagai suatu study menganai kejadian diare,
penyebarannya dan faktor-faktor yang menentukan terjadinya diare pada kelompok penduduk.
Penyakit diare lebih banyak menyerang golongan umur anak balita pada daerah endemis,
sedangkan pada waktu terjadinya kejadian luar biasa (KLB) dapat menyerang semua golongan
semua umur. Kejadian diare di Indonesia diperkirakan 40-50 per 100 penduduk per tahun,
dimana 70 % - 80 % dari padanya terjadi pada golongan umur balita. Insiden tertinggi terdapat
pada usia dibawah 2 tahun (Sunoto, 1979 ; dalam Asnil dkk, 1982).
2. Penyebaran Diare Menurut Ternpat
Penyebaran diare di suatu ternpat dengan tempat lainnya berbeda. Perbedaan tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian diare itu diataranya keadaan
1990).
Secara teoritis diketahui bahwa penularan diare dipengaruhi oleh sanitasi dan hygiene
perorangan, namun adanya perbedaan insiden di suatu tempat juga dipengaruhi oleh spesifikasi
tempat tersebut. Misalnya tempat pemukiman kumuh dengan jumlah penduduk yang padat akan
lebih mudah terjadi penularan secara cepat bila dibandingkan dengan pemukiman lain yang tidak
padat.
Penyebaran diare dapat berada dalam frekwensi dan waktu tertentu. Variasi kajadian
diare rnenurnt waktu berbeda antara daerah satu dengan yang lainnya. WHO pemah mengadakan
penelitian dimana diketahui bahwa insiden diare dipengaruhi oleh iklim (WHO, 1985).
ke Rumah Sakit, Balai Pengobatan, Puskesmas, berdasarkan laporan dari seluruh Indonesia
adalah penderita penyaklit diare serta terlihat pula adanya variasi musim hujan (September -
Januari).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare antara lain faktor gizi. kepadatan
Beratnya dan lamanya diare sangat dipengaruhi oleh status gizi penderita. Pada
penelitian yang cermat insiden diare pada anak bergizi kurang ternyata saran dengan anak yang
gizinya baik. Namun anak yang gizinya menderita diare lebih berat dan keluaran tinja lebih
banyak sehingga dehidrasi lebih berat. Juga diare pada anak bergizi kurang berlangsung lebih
lama, sebagian karena penyembuhan dan perbaikan kerusakan usus akibat infeksi lebih lambat
Jadi proses diare dan gizi kurang merupakan lingkaran setan. Diare mendorong anak
ke arah gizi kurang, dan gizi kurang mendorong anak ke arah diare yang lebih berat. Bila
lingkaran ini tidak diputus pada waktunya mungkin dapat amat berat atau karena infeksi lain
menimbulkan kematian, karena diare yang misalnya penemonia. (Depkes RI, 1990).
Kelompok usia di bawah lima tahun merupakan kelompok umur yang paling banyak menderita
diare. Penelitian tentang hubungan pengetahuan, sikap dengan kejadian diare pada anak balita
yang tinggal bersama ibu dan jumlah anggota keluarga banyak mempunyai hubungan yang
Selain itu rumah tinggal dengan kepadatan 10 meter persegi atau lebih untuk tiap
orang, didapati kejadian diare anak balita 10,3 % di kota dan 9,7 % di desa. Sedangkan
kepadatan kurang dari 10 meter persegi tiap orang 11,8 % dan 13,5 %.
Rumah tinggal merupakan kebutuhan pokok disamping sandang dan pangan. Demi
kenyamanan tinggal di rumah maha seharusnya rumah memenuhi kebutuhan kondisi tempat
tinggal yang sehat. Rumah yang sehat dengan memenuhi tata ruang yang memenuhi syarat dapat
menghindari terjadinya dan menularnya penyakit. Kepadatan hunian adalah satu unsure
kenyamanan tinggal di rumah, perlu dipikirkan dan diupayakan 10 meter persegi atau lebih tiap
orang, mengingat kepadatan hunian termasuk factor yang mempunyai pengaruh dominan
terhadap kejadian diare anak balita. Dalam analisis ini hampir 60,% anak balita tinggal di rumah
dengan kepadatan kurang dari 10 meter persegi tiap orang. Anilisis faktor ini menunjukkan anak-
anak balita yang tinggal di rumah dengan kepadatan kurang dari 10 meter persegi tiap orang
mempunyai resiko menderita diare 1,37 kali dibanding anak balita yang tinggal di rumah dengan
kepadatan 10 meter persegi atau lebih tiap orang. Risiko ini mengingat menjadi 1,85 setelah
kepadatan hunian berinteraksi dengan faktor sosial demografi dan lingkungan yang lain (Joko
Sosial ekonomi masyarakat yang rendah dapat mempengaruhi tingkat partisipasi aktif
kesehatan, meningkatkan status gizi masyarakat. Hal ini merupakan faktor yang berhubungan
dengan kejadian diare di masyarakat. Selain itu masyarakat yang berpenghasilan rendah pada
umumnya mempunyai keadaan sanitasi dan hygiene perorangan yang buruk (Tandiyo, 1984).
penularan kuman diare, mengubah kebiasaan tertentu seperti mencuci tangan dapat memutuskan
penularan. Mencuci tangan dengan sabun terutama sesudah buang air besar dan sebelum
menyiapkan makanan atau makan, telah dibuktikan mempunyai dampak dalam kejadian diare
dan harus menjadi sasaran utama dalam pendidikan kebersihan, Sebagai contoh rotavirus dapat
terdeteksi dalam air mencuci tangan dari 79 % perawat pasien yang datang dan dirawat di sebuah
Menurut Sunoto (1990) penurunan 14-48 % kejadian diare dapat diharapkan sebagai
hasil pendidikan tentang kebersihan dan perbaikan kebiasaan.
Kebiasaan adat istiadat dapat mempeugaruhi kesenatan individu. Oleh sebab itu faktor
kebiasaan merupakan faktor yang penting dalam penyebaran terjadinya penyakit diare antara lain
penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak saniter. Tindakan penyapihan yang jelek
(penghentian ASI yang terlalu dini, susu botol 4-6 bulan pertama) serta kebersihan perorangan
diare di masyarakat. Keadaan kesehatan lingkungan yang berkaitan erat dengan diare adalah
Menurut Warsito Sidik (1986) tidak rnereukupinya kebutuhan air bersih akan
menyebabkan masyarakat menggunakan air yang tidak memenuhi syarat kesehatan untuk
kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Hal ini dapat memudahkan masuknya kuman penyakit dan
terkontaminasinya rnakanan yang akan dikonsumsi masyarakat. penggunaan jamban yang tidak
saniter akan semudahkan cara penularan penyakit diare. Berdasarkan penelitian Sidik Wasito di
Sumedang menunjukkan bahwa pada kelompak keluarga yang membuang kotoran secara saniter
mempunyai angka terkena penyakit diare lebih rendah dibandingkan dengan keluarga yang
Angka kejadian penyakit diare ternyata dipengaruhi pula oleh kwalitas persediaan air
bersih (minum) Sutrisno Eram (1977) meingatakan bahwa kejadian tersangka kolera ternyata
lebih tinggi di wilayah air dangkal (Kabupaten Sleman, Bantul dan Kodya Yogyakarta).
Sedangkan Sumantri dkb: (1979) mendapatkan dari 68 keluarga di pinggiran kota Semarang,
sebanyak 17,65 % mempergunakan air minum "baik" dan 82,35 % air minum kotor (rakteri E.
Col' positif) dengan kejadian yang berbeda bermakna (ignatius SP; 1980).
Selain itu penggunaan jamban yang benar dapat mengurangi risiko diare lebih baik
dari pada perbaikan sumber air, walaupun dampak yang paling tinggi dapat diharapkan dari
gabungan kebersihan dan perbaikan sumber air. Hasil penelitian dampak proyek sumber air dan
kebersihan 28 negara menunjukkan penurunan angka kesakitan diare 22-27 % dan penurunan
Penyakit diare adakalanya dipengaruhi oleh musim. Pada daerah yang bermusim
tropis, diare oleh bakteri cenderung terjadi lebih sering pada musim panas. Sedangkan diare oleh
virus terutama oleh rotavirus cenderung terjadi Sepanjang tahun dengan peningkatan kekerapan
sepanjang bulan musim kemarau. Sedangkan diare oleh bakteri cenderung memuncak pada
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh kuman
Myocobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam
sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Kuman tersebut biasanya masuk
ke dalam tubuhmanusia melaui udara pernapasan kedalam paru. Kemudian kuman tersebut
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalu sistem peredaran darah, sistem saluran
limfe, melalui saluran napas (bronchus) atau menyebar langsung ke bagian tubuh lainnya. TB
dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru.
Menurut WHO, surveilans adalah proses pengumpulan,pengolahan, analisis, dan
interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit
yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. Oleh karena itu perlu di kembangkan
suatu definisi surveilans epidemiologi yang lebih mengedepankan analisis atau
kajianepidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa melupakan pentingnya
kegiatan pengumpulan dan pengolahan data.
Surveilans Epidemiologi dapat didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan yang
sistematis dan berkesinambungan dalam pengumpulan, analisis, interpretasi data dan
penyampaianinformasi dalam upaya menguraikan dan memantau suatu penyakit/peristiwa
kesehatan.Kaitannya dengan penyakit menular, kegiatan surveilans epidemiologi bertujuan
untuk mengidentifikasi kelompok risiko tinggi dalam masyarakat, memahami cara
penularan penyakit serta berusaha memutuskan rantai penularan. Dalam hal ini setiap
penyakit harusdilaporkan secara lengkap dan tepat, yang meliputi keterangan mengenai orang
(person),tempat (place) dan waktu (time) (Budioro dalam Sikumbang, 2012).
IMPLEMENTASI
Indikator dalam Survailens Epidemiologi TBC
Indikator dalam survei TBC (survey tuberkulin, studi tentang kematian, pengkajian pelaksanaan
DOTS di RS), antara lain:
1. Komitmen pemerintah untuk mempertahankan control terhadap TB;
2. Deteksi kasus TB di antara orang-orang yang memiliki gejala-gejala melalui pemeriksaan
dahak;
3. Enam hingga delapan bulan pengobatan teratur yang diawasi (termasuk pengamatan langsung
untuk pengkonsumsian obat setidaknya selama dua bulan pertama);
4. Persediaan obat TB yang rutin dan tidak terputus;
5. Sistem laporan untuk monitoring dan evaluasi perkembangan pengobatan dan program.
6. Memasukkan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Short-course) sebagai penilaian
akreditasi rumah sakit;
7. Menggunakan 18 alat Gene Xpert sebagai Rapid Diagnostic TB untuk TB MDR dan TB HIV;
8. Memperluas pelayanan TB MDR keseluruh Indonesia;
9. Melibatkan lintas sector Pemerintah dan asosiasi profesi untuk menjangkau seluruh kelompok
masyarakat;
10.Mengembangkan Sistem Informasi Terpadu Tuberkulosis;
11.Memberdayakan masyarakat dengan pembentukan Jaringan Peduli TB Indonesia dan
paguyuban masyarakat peduli TB;
12.Menyusun exit strategy agar tidak tergantung pada bantuan luar negeri; Menyepakati dengan
PT ASKES dan Jamsostek dalam penerapan standar pengobatan TB dan pembiayaan berbasis
asuransi bagi seluruh pasien TB.
b) permasalahan yang berkaitan dengan structural dan pendanaan , seperti:
1. Selama ini pelaksanaan surveilans masih bersifat vertikal, dan terpisah antar satu program
dengan program lainnya. Pemerintah pusat telah mengeluarkan Kepmenkes
No.1116/SK/VIII/2003 yang mengatur penyelenggaraan sistem surveilans.Kepmenkes ini
menyebutkan agar dibentuk unit surveilans dan unit pelaksana teknis surveilans serta
dibentuk jejaring surveilans antara unitunit tersebut.Pengamatan menunjukkan bahwa
pelaksanaan Kepmenkes belum berjalan secara maksimal di daerah.Belum ada Perda atau
Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota yang merujuk ke Kepmenkes.Surveilans saat ini banyak
didanai pemerintah pusat.Dana masuk dalam anggaran pusat yang bersifat program vertikal.
Tidak ada dana untuk pengembangan surveilans di daerah. Akibatnya jarang sekali dilakukan
pencegahan sekunderprimer oleh pemerintah daerah. Respons oleh pemerintah pusat dari
kegiatan surveilans lebih banyak ke pencegahan tersier yang mempunyai risiko keterlambatan
2. Perlu penguatan sistem surveilans di daerah dengan cara penguatan kedudukan unit surveilans
dalam tatanan struktural dinkes dan optimalisasi anggaran, terutama dari APBD. Ada
kemungkinan pemerintah daerah merasa bahwa urusan surveilans adalah urusan pemerintah
pusat, sehingga pemerintah daerah tidak memprioritaskan program surveilans dan
menganggap surveilans tidak terlalu penting.Persepsi pemerintah daerah seperti ini yang
menjadikan alokasi anggaran untuk pelaksanaan kegiatan surveilans sangat rendah.
c. Permaslahan yang menjadi kekurangan dalam surveilens dilihat dari prosesnya meliputi:
1. Input, meliputi kurangnya sumber daya manusia, kurangnya peranan kelompok jabfung,
minimnya dukungan anggaran, dan tidak adanya dukungan dari Perda
2. Segi proses, dinyatakan bahwa jejaring surveilans selama ini tidak ada, belum ada konfirmasi
kasus, belum terjadi koordinasi lintas program apalagi lintas sektoral, respon selama ini
hanya bersifat by case
3. Output, kelengkapan dan ketepatan data masih rendah, diseminasi buletin epidemiologi dan
umpan balik pun belum ada di semua daerah, hanya saja di beberapa daerah umpan balik
dilakukan dengan pertemuan bulanan dokter, atau ada pula yang memberi umpan balik
dengan menyebarkan edaran ke Puskesmas - Puskesmas.
Surveilans epidemiologi Flu Burung merupakan upaya kewaspadaan dini KLB FB dan
sekaligus kewaspadaan dini pandemi influenza beserta faktor – faktor yang
mempengaruhinya dan dimamfaatkan untuk meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan,
upaya – upaya dan tindakan penanggulangannya yang cepat dan tepat.
DEFINISI KASUS
(Lihat Modul 5 Penatalaksanaan Kasus Flu Burung pada Manusia)
Kasus FB H5N1 pada manusia diklasifikasikan dalam 3 jenis kasus sesuai perkembangan
diagnosis, yaitu kasus suspek FB, kasus probable dan kasus konfirmasi.
Definisi kontak
Identifikasi dan diagnosis dari orang orang yang mungkin mempunyai kontak erat (kurang
dari 1 meter) dengan individu yang terinfeksi. Atau kontak erat dengan hewan yang positif
menderita flu burung, seperti memegang, memotong, mengolah unggas ataupun
membersihkan kandangnya.
Semua kasus yang dicurigai FB harus dilaporkan segera dan ditindaklanjuti dengan
penatalaksanaan klinis maupun epidemiologi.
1) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengirimkan formulir hasil Pelacakan Kasus FB, baik
Pelacakan Kasus di RS maupun Pelacakan Kasus di lapangan ke Dinas Kesehatan Provinsi
dan Direktur Jenderal PP&PL, Depkes, ub Posko FB, Ditjen PP&PL, Depkes melalui faks
021-42877588 atau email : poskofluburung@yahoo.com dan skdklb@depkes.go.id dan
skd_klb@yahoo.com.
2) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota membuat laporan hasil Penyelidikan Epidemiologi dan
mengirimkan ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Direktur Jenderal PP & PL Depkes RI ub.
Posko FB, Ditjen PP&PL melalui faks atau email.
3) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bersama Puskesmas tetap melakukan pemantauan
terhadap Kasus FB dan Kontak Kasus FB serta membuat laporan perkembangan KLB sampai
pemantauan kontak kasus FB berakhir. Laporan perkembangan KLB disampaikan ke Dinas
Kesehatan Provinsi dan Direktur Jenderal PP&PL ub. Posko FB pada hari Senin setiap
minggunya melalui faks atau email.
4) Puskesmas dan RS di daerah tertular membuat Pemantauan Wilayah Setempat Kasus ILI dan
FB dan secara teratur setiap minggu mengirimkan laporan PWS KLB tersebut ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Setiap penemuan Kasus FB di wilayah Kabupaten/Kota segera
dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Direktur Jenderal PP&PL melalui Posko KLB
FB dengan formulir KLB/Wabah 24 Jam (W1).
5) RS melaporkan adanya Kasus FB ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menggunakan
formulir KDRS.
6) RS Khusus Rawat Kasus FB melaporkan Perkembangan Harian ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Direktur Jenderal PP&PL, Depkes RI ub.
Posko FB Ditjen PP&PL, Depkes melalui faksimili atau email.
7) Alur pelaporan kasus dapat dilihat pada bagan di bawah ini :
Daftar Pustaka
Binongko, Adhien. 2012. Laporan Surveilans Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis di Puskesmas
Wajo Kota BauBau Tahun2006-2010. Makalah di Publikasikan. BauBau: Unidayan BauBau,
Sulawesi Tenggara.
Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. 2006. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Kumalasari, Tri Novia. 2013. Modul Mata Kuliah Surveilans Epidemiologi “Konsep Surveilans
Epidemiologi”.Indralaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sriwijaya.
http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2263