PERUBAHAN KOGNITIF PADA MENOPAUSE : PERANAN ESTROGEN
dr. Ketut Widyastuti, Sp.S
PENDAHULUAN Menopause merupakan salah satu tahapan kehidupan pada seorang wanita saat terjadinya fase transisi dari masa reproduktif menjadi non reproduktif. Menopause didefinisikan sebagai masa penghentian haid untuk selamanya yang rata-rata terjadi pada usia 51 tahun. Diagnosis menopause ditegakkan secara retrospektif setelah amenore selama 12 bulan diikuti dengan penurunan hormon estrogen dalam sirkulasi akibat berhentinya fungsi ovarium (Bulun, 2012). Kecenderungan meningkatnya usia harapan hidup wanita Indonesia pada usia lebih dari 70 tahun sedangkan menopause relatif stabil pada usia 50-51 tahun maka wanita akan menghabiskan lebih dari sepertiga kehidupannya dalam masa menopause (Baziad A, 2003). Menopause terdiri dari beberapa tahapan, yaitu pre menopause, menopause, dan post menopause. Penurunan estrogen pada fase tersebut menimbulkan berbagai keluhan dan permasalahan pada wanita yang berdampak terhadap penurunan kualitas hidup dan ketidaknyamanan dalam aktivitas harian (Thurston, 2011). Beberapa keluhan yang sering dikeluhkan oleh wanita pasca menopause seperti penurunan daya ingat (defisit memori), gangguan konsentrasi, perubahan mood dan perilaku (Henderson VW, 2008). Selain akibat kekurangan estrogen, perubahan fungsi memori dan kognitif pada wanita menopause juga berhubungan dengan penurunan ekspresi BDNF (brain-derived neurotropic factor) di hipokampus dan korteks serebri yang berkorelasi positif dengan efek estrogen di otak (Erickson KI, 2012). FISIOLOGI MENOPAUSE Siklus menstruasi dikontrol oleh 2 hormon yang diproduksi kelenjar hipofisis di otak yaitu Follicle Stimulating Hormon (FSH) dan Luteinizing Hormon (LH), serta 2 hormon yang diproduksi ovarium yaitu estrogen dan progesteron. Saat dilahirkan wanita mempunyai kurang lebih 750.000 folikel primordial. Jumlah folikel tersebut akan berkurang seiring dengan meningkatnya usia. Jumlah folikel primordial menurun sampai 8300 buah pada usia 40-44 tahun disebabkan oleh adanya proses ovulasi pada setiap siklus dan juga akibat proses apoptosis yaitu folikel primordial mati dan terhenti pertumbuhannya (Baziad A, 2003). Menopause terjadi ketika kadar estrogen dan progesteron yang diproduksi oleh ovarium turun dengan dramatis diikuti kenaikan hormon gonadotropin (LH dan FSH) yang diproduksi kelenjar hipofisis anterior. Kadar hormon gonadotropin tetap tinggi sampai kira-kira 15 tahun setelah menopause. Tingginya kadar hormon gonadotropin disebabkan oleh negative feedback terhadap produksi gonadotropin akibat berkurangnya produksi estrogen. Peningkatan kadar FSH dan LH merangsang pembentukan stroma dari ovarium. Kadar estradiol menurun signifikan akibat penurunan produksi folikel pada wanita menopause, tetapi estron yang diaromatisasi androstenedion bersumber dari non folikel (seperti stroma ovarium, sekresi adrenal) masih diproduksi dan merupakan sumber utama sirkulasi estrogen pada wanita menopause. Aromatisasi androstenedion menjadi estrogen dapat terjadi di jaringan adipose, otot, hati, sumsum tulang, fibroblast dan akar rambut. Perubahan fisiologi, psikologi dan hormonal dialami wanita terkait dengan menopause. Sekitar 70% wanita peri dan pasca menopause mengalami keluhan vasomotor, psikis dan somatik (Baziad A, 2003). Produksi estrogen ovarium mulai menurun 1-2 tahun sebelum menopause dan mencapai kadar nadir 2 tahun setelah menopause. Bila dibandingkan dengan kadar estrogen pada wanita masa reproduktif, konsentrasi serum estradiol dan estrone (estrogen primer yang ada disirkulasi) sangat rendah pada masa setelah menopause. Otak merupakan target organ penting bagi estrogen. Estrogen memiliki efek langsung dan efek tidak langsung pada otak melalui efeknya pada sistem vaskular dan imun. Dua kelompok reseptor estrogen intraselular yaitu α dan β, diekspresikan pada area spesifik di otak manusia. Sedangkan reseptor lain yang terletak di dalam membran plasma membantu meregulasi kaskade sinyal intraselular dan memberikan efek cepat tanpa melibatkan aktivasi genomik (Henderson VW, 2008). ESTROGEN DAN OTAK Sintesis estrogen pada wanita usia reproduktif lebih dari 95% diperoleh dari ovarium untuk menjaga homeostasis pertumbuhan dan perkembangan organ, termasuk perkembangan sel neuron di otak. Akan tetapi setelah masa menopause keseimbangan tersebut akan terganggu akibat berhentinya fungsi ovarium. Estrogen berperan penting dalam menjaga kesehatan fungsi otak karena bersifat neuroprotektif dan neurotropik. Peran neuroproteksi dari estrogen melalui perbaikan memori spatial di hipokampus dengan melibatkan insulin-like growth factor-I (IGF-I). Estradiol di otak berinteraksi dengan growth factor, sama seperti pada jaringan lainnya. Estradiol dan IGF-I pada susunan saraf pusat bekerja sama untuk meregulasi perkembangan neuron, plastisitas sinap, fungsi neuroendokrin dan respon terhadap kerusakan jaringan neuron. Interaksi tersebut terjadi pada tingkat selular dimana terdapat banyak neuron yang mengekspresikan kedua reseptor tersebut. Pada susunan saraf pusat diduga terdapat ko- ekspresi dari reseptor estrogen (ERs) dan reseptor IGF-I (IGF-IRs) pada sel yang sama, yang selanjutnya diikuti dengan regulasi silang (Cardona-Gómez, 2003). Aksi estrogen didalam otak terjadi melalui mekanisme genomik dan non- genomik. Mekanisme genomik melibatkan transkripsi gen yang diperantarai oleh aktivitas estrogen reseptor alpha dan beta (ERα dan ERβ). Jalur genomik ada yang bersifat direct dan indirect. Pada mekanisme direct genomic, aktivasi reseptor estrogen (ER) menginduksi perubahan bentuk reseptor menjadi homo/heterodimer dan terjadi translokasi ke dalam nukleus. Selanjutnya dimer reseptor berinteraksi dengan urutan DNA spesifik pada EREs (estrogen respon elements) didalam promotor gen target, dan selanjutnya menstimulasi terjadinya transkripsi gen. Pada mekanisme indirect genomic, aktivasi ER melibatkan sistem second messenger seperti cAMP/protein kinase A (PKA), AC/protein kinase C (PKC), dan mitogen-activated protein kinase (MAPK)/extracellular signal-regulated kinase (ERK). Jalur indirect selanjutnya akan berinteraksi dengan jalur direct genomic untuk translokasi kedalam nukleus. Sedangkan pada jalur non-genomik, melibatkan efek anti oksidan tanpa diperantarai oleh reseptor estrogen intraselular, dan biasanya membutuhkan konsentrasi yang tinggi. Namun hal yang menarik adalah tanpa estrogen, faktor pertumbuhan seperti IGF-1 juga mampu menginduksi transkripsi gen yang diperantarai oleh ERα melalui mekanisme independen ligan (Witty CF et al, 2013). Efek menguntungkan dari estrogen pada otak dapat dimediasi oleh BDNF (brain-derived neurotropic factor). Estrogen meregulasi ekspresi gen BDNF untuk meningkatkan kemampuan neurotropik. Protein BDNF merupakan suatu neurotropin yang berperan dalam menginduksi neurogenesis, plastisitas sinaps dan memodulasi organisasi struktur sinaps, sehingga berperan penting dalam proses belajar, berpikir, regulasi mood dan afek. Neurotrophin dapat meningkatkan aksi estrogen dengan cara meningkatkan ketersediaan reseptor/ligan estrogen, begitu juga dengan estrogen yang mampu meningkatkan aksi neurotrophin maupun ekspresi reseptornya. Penurunan kadar estrogen dan neurotropin pasca menopause menyebabkan gangguan struktur sinaps dan fungsi sel neuron, yang berakhir dengan kematian sel neuron didaerah hipokampus, korteks serebri dan talamus. Rendahnya kadar BDNF serum pada usia lanjut berkaitan erat dengan penyusutan volume hipokampus dan penurunan fungsi memori. Kadar BDNF dalam sirkulasi juga dipengaruhi status hormonal, yang menunjukkan bahwa pada wanita yang memasuki usia menopause akan terjadi penurunan ekspresi BDNF di hipokampus (Erickson et al, 2012). Stimulasi BDNF dapat meningkatkan pertumbuhan dan proliferasi sel-sel dalam hipokampus yang berperan penting untuk pembentukan memori dan long-term potentiation (LTP). Aksi BDNF diperantarai oleh reseptor TrkB (tropomyosin receptor kinase B), yang diekspresikan dalam sel neuron pada sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Estrogen menginduksi ekspresi BDNF melalui estrogen reseptor element (ERE) pada gen BDNF. Estrogen menginduksi ekspresi gen BDNF melalui mekanisme non genomik. Kemampuan BDNF untuk menginduksi pembentukan neuropeptide Y (NPY) dimana NPY sebagai modulator interaksi estrogen-BDNF melalui kaskade molekular estrogen-BDNF-NPY untuk memfasilitasi terjadinya neurogenesis (Scharfman, 2006). FUNGSI KOGNITIF DAN MENOPAUSE : PERAN ESTROGEN Estrogen mampu meningkatkan plastisitas sinaptik, pertumbuhan neurit, neurogenesis hipokampus, dan long-term potentiation. Long-term potentiation merupakan suatu proses fisiologis dalam pembentukan memori episodik. Estrogen melindungi neuron dari apoptosis dan cedera neural, termasuk terjadinya toksisitas yang diinduksi oleh neurotransmiter eksitatorik, β-amyloid, stres oksidatif dan iskemia. Estrogen mempengaruhi beberapa sistem neurotransmiter, termasuk asetilkolin, serotonin, noradrenalin dan glutamat. Asetilkolin berperan penting dalam proses memori. Neuron kolinergik pada basal forebrain mengekspresikan reseptor estrogen dan estrogen meningkatkan fungsi kolinergik setelah ovariektomi (Henderson VW, 2008). Efek cepat estradiol pada konsolidasi memori melalui interaksi membran dan aktivasi jalur sinyal interseluler. Adanya pembentukan estradiol intra-neuronal dan kemungkinan cara kerjanya sebagai suatu neurosteroid dapat meningkatkan kemampuan memori. Efek kognitif estradiol tergantung dari lokasi atau sistem neuron pada kortek serebri, basal forebrain, hipokampus dan striatum yang mempengaruhi fungsi neuron lebih tinggi. Area otak yang paling berperan untuk memori dan secara khusus dipengaruhi oleh hormonal adalah kortek prefrontal medial dan hipokampus. Estradiol mempengaruhi beberapa aspek fungsi kognitif, namun efektivitas intervensi terapi menggunakan hormon tersebut belum dapat dijelaskan (Luine VN, 2014). Gangguan kognitif berupa gangguan memori dan atensi merupakan keluhan yang sering dilaporkan wanita yang mengalami masa transisi menopause. Sekitar 60% wanita menopause melaporkan gangguan memori. Penurunan kecepatan memproses informasi dan memori verbal episodik hanya bersifat sementara dan kembali normal pada periode pasca menopause, sementara memori kerja tidak dipengaruhi oleh masa transisi menopause. Beberapa studi menyatakan bahwa pemberian estrogen dalam bentuk terapi estrogen/hormonal meningkatkan kemampuan domain fungsi eksekutif dan atensi. Namun beberapa studi randomized controled trial menyatakan bahwa terapi hormonal tidak signifikan mempengaruhi domain tersebut (Shanmugan S,2014). Kadar estrogen rendah setelah menopause mempercepat proses penurunan fungsi kognitif yang dapat dinilai dari kemampuan memori, pemusatan atensi, dan kecepatan dalam memproses informasi. Proses penuaan normal akan diikuti dengan perubahan pada struktur, fungsi dan metabolisme otak. Terdapat perbedaan signifikan hilangnya jaringan otak di hipokampus dan lobus parietal lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki. Sebuah penelitian yang mengukur metabolisme glukosa menggunakan Positron Emission Tomography (PET) dan 18F-2-fluoro-2-deoxy-D- glucose (FDG), menunjukkan adanya penurunan metabolisme glukosa pada hipokampus wanita. Perbedaan gender ini berimplikasi pada gangguan neuropsikiatri seperti Alzheimer’s Disease (AD) dimana prevalensi dan keparahan penyakit dari AD pada wanita lebih besar dibandingkan pria. Kemungkinan hal ini ada keterkaitannya dengan estrogen (Markou A, et al, 2005). Penurunan dan fluktuasi estrogen selama menopause merupakan mekanisme yang mendasari gangguan fungsi eksekutif, atensi dan memori. Daerah otak yang kaya reseptor estrogen berperan pada proses kognitif antara lain hipokampus bertanggung jawab terhadap konsolidasi memori jangka pendek dan kortek prefrontal berperan pada fungsi eksekutif seperti perencanaan, memori kerja, dan koordinasi tugas. Estrogen mempengaruhi kemampuan verbal fluency dan artikulasi, disamping kecepatan perseptual. Wanita seringkali menunjukkan hasil tes verbal fluency lebih baik pada saat ada siklus menstruasi yang berarti konsentrasi estrogennya cukup tinggi. Pemeriksaan imaging menunjukkan perubahan aktivitas kortek prefrontal seiring dengan siklus menstruasi. Hal ini berarti bahwa perubahan kadar estrogen dalam sirkulasi berdampak pada fungsi eksekutif dan memori verbal (Shanmugan S, 2014). Sebuah penelitian cross-sectional pada 63 wanita pre, peri dan post menopause untuk mengevaluasi efek kadar estrogen pada fungsi kognitif, terutama pada atensi dan memori kerja yang umumnya menurun pada usia pertengahan. Peneliti menggunakan tes konvensional untuk menilai fungsi kognitif antara lain :digit span, digit symbol, block design, penamaan objek dan recall menggunakan pengukuran Cogni Speed software. Hasilnya menunjukkan bahwa memori verbal dan visual, atensi dan kecepatan kognitif tetap terjaga pada wanita post menopause yang sehat. Fungsi atensi cukup resisten terhadap defisiensi estrogen pada wanita usia pertengahan. Konsentrasi estrogen yang tinggi belum tentu terkait dengan kinerja kognitif yang lebih baik (Markou A, et al, 2005) Penelitian yang dilakukan oleh The Study of Women’s Health Across the Nation (SWAN) menunjukan bahwa tahapan reproduksi, bukan umur, yang mempengaruhi skor kognitif. Secara spesifik didapatkan wanita peri menopause menunjukan kecepatan perbaikan memori episodik dan memori verbal kurang dari 4 tahun dibandingkan dengan wanita pada masa premenopasue atau postmenopasue (Greendale et al., 2009). Penelitian lain pada wanita postmenopause awal menunjukan bahwa kemampuan atensi dan memori kerja lebih buruk dibandingkan dengan wanita dalam masa transisi menopause lanjut (Weber, 2013). EFEK TERAPI PENGGANTI HORMON PADA FUNGSI KOGNITIF Masalah kesehatan yang timbul pada wanita menopause/pasca-menopause disebabkan karena kekurangan hormon estrogen, maka pengobatannya pun adalah dengan pemberian hormon pengganti estrogen, yang dikenal dengan istilah Hormone Replacement Therapy (HRT) atau Terapi Pengganti Hormon (TPH). Menopause merupakan peristiwa alamiah yang pasti dialami setiap wanita dan pemberian terapi pengganti hormon untuk mencegah dampak fisik dan psikologik akibat menopause baik keluhan jangka pendek maupun jangka panjang khususnya memberikan perlindungan terhadap gangguan osteoporosis dan penyakit jantung koroner. Hormon yang diberikan adalah hormon estrogen, namun pemberiannya selalu harus dikombinasikan dengan progesteron, yang dimulai dengan pemberian secara per oral dan dosis rendah untuk mengurangi kemungkinan timbulnya efek samping. Estrogen telah terbukti mempengaruhi sistem saraf dalam berbagai cara antara lain melalui penempelan pada reseptor estrogen. Hasil penelitian observasional menunjukkan efek menguntungkan penggunaan terapi estrogen pada fungsi kognitif wanita pasca menopause. Namun hasil the Women's Health Initiative Study (WHIMS) tidak mendukung hal ini terutama pada wanita di atas usia 65 tahun. Alzheimer's disease (AD) terjadi dua hingga tiga kali lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria. Berdasarkan data yang tersedia, penggunaan terapi rutin estrogen pada wanita dengan AD tidak dibenarkan namun mungkin memiliki peranan pada profilaksis AD. Bukti yang ada mendukung penggunaan HRT hanya pada wanita dengan gejala menopause selama beberapa tahun setelah menopause (Markou A, et al, 2005). Efek spesifik terapi hormon pada wanita menopause tidak konsisten mempengaruhi gejala kognitif diantara penelitian yang satu dengan yang lain. The Seattle Midlife Women’s Health Study menemukan bahwa wanita perimenopause dan post menopause yang tidak menggunakan terapi hormonal memiliki recall angka dan kata yang lebih buruk serta mudah lupa. Tidak ada bukti kuat yang menjelasakan hubungan antara disfungsi kognitif dan terapi hormon (Shanmugan, 2012). Rendahnya kadar estrogen pada masa menopause dan pemberian terapi hormonal diduga sebagai penyebab terjadinya perbedaan variasi prevalensi atropi kortikal dan subkortikal serta penurunan fungsi kognitif pada usia lanjut. Suatu studi neuroimaging yang menilai hubungan antara estrogen dan morfologi hipokampus pada wanita post menopause menyatakan bahwa wanita yang mendapat terapi hormonal memiliki volume hipokampus lebih besar dibandingkan kontrol yang tidak mendapat terapi hormonal. Ada bukti bahwa terapi hormonal mempunyai efek protektif dan proliferatif terhadap volume hipokampus. Namun studi lainnya menyatakan bahwa wanita yang mendapat terapi hormon memiliki volume hipokampus lebih kecil dibandingkan wanita yang tidak mendapat terapi hormon. Perbedaan hasil penelitian ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga sulit untuk menyimpulkan efek terapi hormonal pada wanita post menopause (Wnuka et al, 2012). Penjelasan atas inkonsistensi ini adalah perbedaan pada terapi hormon yang digunakan seperti dosis, sediaan dan usia saat memulai terapi (Shanmugan, 2012). DAFTAR PUSTAKA Baziad, Ali. 2003. Menopause dan Andropause. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo Bulun SE, Adashi EY. 2012. The physiology and pathology of the female reproductive axis, In: Larsen PR, Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky KS (eds) Williams Textbook of Endocrinology. 12th edition. Philadephia: Saunders :587-620. Cardona-Gómez GP, Mendez P, DonCarlos LL, Azcoitia I, Garcia-Segura LM. 2003. Interactions of estrogen and insulin-like growth factor-I in the brain: molecular mechanisms and functional implications. Journal of Steroid Biochemistry & Molecular Biology: 83; 211–217 Erickson KI, Miller DL, and Roecklein KA. 2012. The Aging Hippocampus: Interactions between Exercise, Depression, and BDNF. Neuroscientist. February; 18(1): 82–97. Henderson VW. 2008. Cognitive Changes After Menopause: Influence of Estrogen. Clin Obset Gynecol: 51(3); 618–26. Luine VN. 2014. Estradiol and cognitive function : past, present and future. In : Hormones and behavior: 66; 602-618 Scharfman HE, MacLusky NJ. 2006. Estrogen and brain-derived neurotrophic factor (BDNF) in hippocampus: complexity steroid hormone-growth factor interactions in the adult CNS. Front Neuroendocrinol. December; 27(4): 415–435. Shanmugan S, Epperson CN.2014. Estrogen and the Prefrontal Cortex: Towards A New Understanding of Estrogen’s Effects on Executive Functions in the Menopause Transition. Hum Brain Mapp. March ; 35(3): 847–865. Thurston RC, Joffe H. 2011. Vasomotor Symptoms and Menopause: Findings from the Study of Women’s Health Across the Nation. Obstet Gynecol Clin North Am: 38(3); 489–501. Weber, MT, Rubin LH, Maki PM. 2013. Cognition in perimenopause: The effect of transition stage. Menopause.May ; 20(5) Witty CF, Gardella LP, Perez MC, Daniel JM. 2013. Short-term estradiol admistration in aging ovariectomized rats provides lasting benefits for memory and the hippocampus: a role for insulin-like growth factor-1. Endocrinology; 154(2):842-52. Wnuka A, Korol DL, Erickson KI. 2012. Estrogens, hormone therapy, and hippocampal volume in postmenopausal women. Maturitas. November ; 73(3): 186–190.