Anda di halaman 1dari 15

SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

BIOGRAFI DAN KONTRIBUSI ABU


HASAN
AL-ASYARI

Guru Pembimbing : Mariani, S. Hum

Disusun Oleh:
Teteh Intan Lestari
XI MIA 2

MAN 2 MATARAM
Tahun Pelajaran 2020/2021
1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kami kesempatan serta
kemudahan sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu
yang di tentukan. Tanpa pertolongan-Nya tentunya tidak akan bisa
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di dunia dan akhirat nanti.
Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
sehingga mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas selama
belajar di rumah dari mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dengan judul
“BIOGRAFI DAN KONTRIBUSI ABU HASAN AL-ASYARI”.

Saya tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan. Apabila ada kesalahan pada
makalah ini saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini bermanfaat. Terima kasih.

Mataram, 29 Maret 2020

Daftar Isi
2
HALAMAN JUDUL………………………………………….(1)
KATA PENGANTAR ……………………………………….(2)
DAFTAR ISI……………………………………………………
(3)
ISI………………………………………………………………
…(4)-(13)
PENUTUP……………………………………………………..
(14)
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………
(15)

3
BIOGRAFI DAN KONTRIBUSI ABU
HASAN
AL-ASYARI
Abu al-Hasan bin Isma'il al-Asy'ari (Bahasa Arab ‫ن بن‬CC‫و الحس‬CC‫اب‬
‫عري‬CC‫ماعيل اﻷش‬CC‫( )إس‬lahir: 873- wafat: 935), atau lebih dikenal
sebagai Imam Asy'ari merupakan seorang mutakallim yang
berperan penting sebagai filsuf muslim sekaligus pendiri Mazhab
Asy'ariyah atau Asya'irah, mazhab kalam ahlussunnah wal
jama'ah di samping Mazhab Al-Maturidiyah. Berbeda dengan
mazhab fikih yang memiliki empat imam besar yang dianggap
sebagai ahlussunnah wal jama'ah, yaitu Imam Syafi'i, Imam
Hambali, Imam Maliki, dan Imam Hanafi, mazhab besar dalam
ilmu kalam ada dua, yaitu Asy'ariyah (oleh Imam Abu Al-Hasan
Al-Asy'ari) dan Al-Maturidiyah (oleh Imam Abu Mansur Al-
Maturidi), di mana ajaran keduanya sejalan dan hampir sama
alias sangat sedikit perbedaannya, sehingga sering kali dianggap
memuat ajaran yang sama. Perbedaan itu hanyalah dari sisi
istilah ataupun hal-hal kecil saja. Namun ada yang menyangka
kalau mazhab Asy'ariyah adalah mazhab kalam ahlussunnah wal
jama'ah, hal ini dikarenakan kelompok yang banyak melawan
mu'tazilah pada masa itu adalah Asy'ariyah. Hal itu dikarenakan
Asy'ariyah adalah mazhab kalam terbesar sejak satu milenia
terakhir dan paling banyak dianut oleh umat muslim, baik di
Indonesia maupun di beberapa belahan dunia. Ajaran Imam
Asy'ari yang menjadi ciri khas dari aliran Asy'ariyah yang paling
terkenal adalah tentang pembagian sifat Allah dan Nabi
4
menggunakan hukum akal yang dikenal sebagai akidah 50, di
mana Allah memiliki 20 sifat wajib, 20 sifat mustahil, dan 1 sifat
ja'iz, sementara nabi memiliki 4 sifat wajib, 4 sifat mustahil, dan
1 sifat ja'iz. Ajaran ini juga dikenal dengan sifat 20 ketika
dinisbatkan kepada Allah. Meski dahulunya berasal dari
golongan Mu'tazilah, Imam Asy'ari meninggalkan paham-paham
Mu'tazilah (seperti mendahulukan akal daripada dalil dalam Al-
Qur'an dan Hadis; menganggap Al-Qur'an sebagai makhluk;
memfasikkan pelaku dosa besar; dan memungkiri kemungkinan
melihat Allah karena beranggapan bila melihat Allah adalah
mungkin, maka Allah bertempat) lalu kembali ke arah
ahlussunnah wal jama'ah dan menghancurkan Teologi
Mu'tazilah.

Latar Belakang

namanya Abul al-Hasan Ali bin Ismail al-Asy'ari keturunan dari


Abu Musa al-Asy'ari, salah seorang perantara dalam sengketa
antara,Ali bin Abi Thalib dan Mu'awiyah. Al-Asy'ari lahir tahun
260 H/873 M dan wafat pada tahun 324 H/935 M [1] Al-Asy'ari
lahir di Basra, tetapi sebagian besar hidupnya di Baghdad. pada
waktu kecilnya ia berguru pada seorang Mu'tazilah terkenal,
yaitu Al-Jubbai, mempelajari ajaran-ajaran Muktazilah dan
mendalaminya. Aliran ini diikutinya terus ampai berusia 40
tahun, dan tidak sedikit dari hidupnya digunakan untuk
mengarang buku-buku kemuktazilahan. namun pada tahun 912
dia mengumumkan keluar dari paham Mu'tazilah, dan
mendirikan teologi baru yang kemudian dikenal sebagai
Asy'ariah.Ketika mencapai usia 40 tahun ia bersembunyi di
rumahnya selama 15 hari, kemudian pergi ke Masjid Basrah. Di
5
depan banyak orang ia menyatakan bahwa ia mula-mula
mengatakan bahwa Quran adalah makhluk; Allah Swt tidak
dapat dilihat mata kepala; perbuatan buruk adalah manusia
sendiri yang memperbuatnya (semua pendapat aliran
Muktazilah). Kemudian ia mengatakan: "saya tidak lagi
memegangi pendapat-pendapat tersebut; saya harus menolak
paham-paham orang Muktazilah dan menunjukkan keburukan-
keburukan dan kelemahan-kelemahanya".

Dia cenderung kepada pemikiran Aqidah Ahlussunnah Wal


jama'ah dan telah mengembangkan ajaran seperti sifat Allah 20.
Pada akhir masa hidupnya beliau benar-benar kembali ke
pemikiran ahlusunnah Wal jama'ah, yang bisa dilihat dari
bukunya al-ibanah 'an ushuli ad-diyanah. Banyak tokoh pemikir
Islam yang mendukung pemikiran-pemikiran dari imam ini,
salah satunya yang terkenal adalah "Sang hujjatul Islam" Imam
Al-Ghazali, terutama di bidang ilmu kalam/ilmu
tauhid/ushuludin.

Walaupun banyak juga ulama yang menentang


pamikirannya,tetapi banyak masyarakat muslim yang mengikuti
pemikirannya. Orang-orang yang mengikuti/mendukung
pendapat/paham imam ini dinamakan kaum/pengikut
"Asyariyyah", dinisbatkan kepada nama imamnya. Di Indonesia
yang mayoritas penduduknya muslim banyak yang mengikuti
paham imam ini, yang dipadukan dengan paham ilmu Tauhid
yang dikembangkan oleh Imam Abu Manshur Al-Maturidi. Ini
terlihat dari metode pengenalan sifat-sifat Allah yang terkenal
dengan nama "20 sifat Allah", yang banyak diajarkan di

6
pesantren-pesantren yang berbasiskan Nahdhatul Ulama (NU)
khususnya, dan sekolah-sekolah formal pada umumnya.
A. Doktrin-doktrin Teologi Al-asy’ari
Formulasi pemikiran Al-Asy’ari, secara esensial menampilkan
sebuah upaya sintesis antara formulasi ortodoks extrim pada satu
sisi lain. Dari segi etosnya, pergerakan tersebut memiliki
semangat ortodoks. Aktualitas formulasinya jelas menampakkan
sifat yang reaksonis terhadap Mu’tazilah, sebuah reaksi yang
tidak bisa 100% menghindarinya.
Pemikiran-pemikiran Al-asy’ari yang terpenrinng adalah ,
sebagai berikut :
 Tuhan dan sifat-sifatnya
Al-asy’ari dihadapkan pada dua pandangan yang ekstrim. Pada
satu pihak, ia berhadapan dengan klompok sifatiah (pemberi
sifat), klompok mujassimah (antropomorfis), dan klompok
musyabbihah.
Menghadapi kelompok yang berbeda tersebut, Al-asy’ari
berpendapat bahwa Allah memiliki sifat-sifat (bertentangan
dengan Mu’tazilah), sperti mempunyai tangan dan kaki, tidak
boleh diartikan secara harfiah, tetapi secara simbolis. selanjutnya
beliau berpendapat bahwa sifat-sifat Allah unik dan tidak dapat
dibandingkan dengan sifat-sifat manusia pada umumnya. Sifat-
sifat Allah berbeda dengan Allah, tetapi sejauh menyangkut
realitasnya (haqiqah) tidak terpisah dara esensi-Nya. Dengan
demikian, tidak berbeda dengan-Nya.

 Kebebasan dalam berkehendak (free-will)


Al-asy’ari mengambil pendapat menengah diantara dua pendapat
yang ekstrem, yaitu Jabariah yang fatalistik dan menganut
7
paham pra-determinisme, dan Mu’tazilah menganut paham
kebebasan mutlak dan berpendapat bahwa manusia menciptakan
perbuatannya sendiri.
Untuk menengahi kedua pendapat diatas, beliau membedakan
anatara khaliq dan kasb. Menurutnya Allah adalah pencipta
perbuatan manusia, sedangkan manusia adalah yang
mengupayakannya . Hanya Allah yang mampu menciptakan
segala sesuatu.(termasuk keinginan manusia).

 Akal wahyu dan kriteria baik buruk


Meskipun Al-asy’ari dan orang-orang Mu’tazilah menakui
pentingnya akal dan wahyu, tetapi berbeda dalam menghadapi
persoalan yang memperoleh penjelasan kontradiktif dari akal dan
wahyu. Al-asy’ari mengutamakan wahyu, sementara Mu’tazilah
mengutamakan akal.
Dalam menentukan baik buruk pun terjadi perbedaan pendapat
diantara mereka. Al-Asy’ari berpendapat bahwa baik dan buruk
harus berdasarkan wahyu, sedangkan Mu’tazilah
mendasarkannya pada akal.

 Qadimnya Al-qur’an
Al-Asy’ari dihadapkan pada dua pandangan eksterm dalam
personal qadimnya Al-qur’an : Mu’tazilah mengatakan bahwa
Al-Qur’an mahluk, dan tidak Qodim ; serta pandangan Madzhab
Hambali dan zahiriah yang mengatakan bahwa Al-qur’an adalah
kalam Allah. Bahkan zahiriah berpendapat bahwa semua huruf,
kata-kata, dan bunyi Al-qur’an adalah qadim. Al-asy’ari
mengatakan bahwa walaupun Al-qur’an terdiri atas kata ,huruf,
dan bunyi, tetapi hal itu tidak melekat pada esensi Allah dan
8
tidak qadim. Nasuton mengatakan bahwa Al-qur’an bagi Al-
asy’ari tidak diciptakan, sesuai dengan Q.S. An Nahl : 16.
“Sesungguhnya firman kami terhadap sesuatu apabila kami
menghendakinya, kami hanya mengatakan kepadanya, jadilah !
maka jadilah sesuatu itu. “
 Melihat Allah
Al- asy’ari tidak sependapat dengan kelompok otodoks ekstrem,
terutama zahiriah yang mengatakan bahwa Allah dapat dilihat di
akhirat dan memercayai bahwa Allah bersemayam di ‘arsy.
Selain itu, Al-asy’ari tidak sependapat dengan Mu’tazilah yang
mengingkari ru’yatullah (melihat Allah) di akhirat. Al-asy’ari
yakin bahwa Allah dapat dilihat di Akhirat, tetapi tidak dapat
digambarkan. Kemungkinan ru’yat dapat terjadi ketika Allah
yang menyebabkan dapat dilihat atau ia menciptakan
kemampuan penglihatan manusia untuk melihat-Nya.
 Keadilan
Pada dasarnya Al-asy’ari dan Mu’tazilah setuju bahwa Allah itu
adil. Mereka hanya berbeda dalam cara pandang makna
keadilan. Al-asy’ari tidak sependapat dengan ajaran Mu’tazilah
yang mengharuskan Allah berbuat adil sehingga ia harus
menyiksa orang salah dan memberi pahala kepada orang yang
berbuat baik. Al-asy’ari berpendapat bahwa Allah tidak memiliki
keharusan apapun karena ia adlah penguasa Mutlak. Jika
Mu’tazilah mengartikan keadilan dari visi manusia yang
memiliki dirinya, sedangkan Al-asy’ari dari visi bahwa Allah
adalah pemilik mutlak.

9
 Kedudukan orang berdosa

Al-asy’ari menolak ajaran posisi menengah yang dianut


mu’tazilah. Mengingat kenyataan bahwa iman merupakan lawan
kufur, predikat bagi seseorang harus satu diantaranya. Jika tidak
mukmin ,ia kafir. Oleh karena itu, Al-asy’ari berpendapat bahwa
mukmin yang berbuat dosa besar adalah mukmin yang fasik
sebab iman tidak mungkin hilang karena dosa selain kufur.

B. Pokok-Pokok Pemikiran Al-Asy‘Ari


Pokok pemikiran abu hasan al-asy’ari yaitu:
1. Membenarkan teori Mu‘tazilah tentang berbagai istilah
dalam al-Quran seperti Yadul-lâh dan Wajhul-lâh yang
menurutnya tidak harus digambarkan bahwa Allah memiliki
tangan dan wajah.
2. Menentang Mu‘tazilah yang berpendapat bahwa al-Quran
adalah makhluk. Al-Asy‘ari sendiri dengan lantang menegaskan
kalau kalamullah itu qadîm. Dengan menyodorkan dalil naqlî
dan ‘aqlî dalam kitabnya, al-Luma‘ fî al-Radd ‘alâ Ahl al-Ziyâgh
wa al-bida‘ dan al-Ibânah ‘an Ushûl al-Diyânah.
3. Menentang Mu‘tazilah yang berpandangan bahwa manusia
bebas melakukan perbuatan yang diinginkannya
(Jabariah/Fatalisme). Sedangkan menurutnya, semua perbuatan
baik dan buruk bergantung kepada kehendak Allah yang
menciptakan semua perbuatan hamba-Nya.
4. Menentang Mu‘tazilah yang berpendapat bahwa orang Islam
yang melakukan dosa besar tidak lagi mukmin dan juga bukan
orang kafir. Menurut al-Asy‘ari, ia berada di tengah-tengah
antara keduanya. Artinya, Ia tetap muslim tapi diancam dengan
siksa neraka.
10
5. Dalam pandangan al-Asy‘ari, akal tidak memiliki
kedudukan seperti yang diyakini Mu‘tazilah. Kelompok ini
berpendapat bahwa kekuatan akal sanggup membedakan antara
hal yang baik dan yang buruk. Sedangkan menurutnya, wahyu
adalah satu-satunya perangkat untuk mengetahui Allah dan
syariat-Nya. Akal hanya berguna untuk mengetahui saja, tidak
lebih.

Karya-karyanya

Ia meninggalkan karangan-karangan, kurang lebih berjumlah 90


buah dalam berbagai lapangan.[1] Kitabnya yang terkenal ada
tiga:

1 Maqalat al-Islamiyyin

2 Al-Ibanah 'an Ushulid Diniyah

3 Al-Luma[1]

Kitab-kitab lainnya:

4 Idhāh al-Burhān fi ar-Raddi 'ala az-Zaighi wa ath-Thughyān

5 Tafsir al-Qur'ān (Hāfil al-Jāmi')

6 Ar-Radd 'ala Ibni ar-Rāwandi fi ash-Shifāt wa al-Qur'ān

7 Al-Fushul fi ar-Radd 'ala al-Mulhidin wa al-Khārijin 'an al-


Millah

11
8 Al-Qāmi' likitāb al-Khālidi fi al-Irādah

9 Kitāb al-Ijtihād fi al-Ahkām

10 Kitāb al-Akhbār wa Tashhihihā

11 Kitāb al-Idrāk fi Fununi min Lathif al-Kalām

12 Kitāb al-Imāmah

13 At-Tabyin 'an Ushuli ad-Din

14 Asy-Syarhu wa at-Tafshil fi ar-Raddi 'ala Ahli al-Ifki wa at-


Tadhlil

15 Al-'Amdu fi ar-Ru'yah

16 Kitāb al-Maujiz

17 Kitāb fi Khalqi al-A'māl

18 Kitāb ash-Shifāt

19 Kitāb ar-Radd 'ala al-Mujassimah

20 An-Naqdh 'ala al-Jubbā'i

21 An-Naqdh 'ala al-Balkhi

22 Jumal Maqālāt al-Mulhidin

23 Kitāb fi ash-Shifāt
12
24 Adab al-Jidal

25 Al-Funan fi ar-Raddhi 'ala al-Mulhidin

26 An-Nawādir fi Daqaiqi al-Kalām

27 Jawāz Ru'yat Allah bil Abshār

28 Risālah ila Ahli Ats-Tsughar]

PENUTUP
13
KESIMPULAN
Abu Musa Al-Asy’ari adalah salah seorang sahabat Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasallam yang masyhur. Beliau -Abul Hasan
Al-Asy’ari- Rahimahullah dilahirkan pada tahun 260 H di
Bashrah, Irak. Beliau Rahimahullah dikenal dengan
kecerdasannya yang luar biasa dan ketajaman pemahamannya.
Demikian juga, beliau dikenal dengan qana’ah dan
kezuhudannya. Al-Imam Abul Hasan al-Asy’ari wafat di
Baghdad pada tahun 324 H. Semoga Allah meridhoinya dan
menempatkannya dalam keluasan jannahNya.
Imam Abu Hasan Al-Asy’ari bermadzhab fiqih kepada Madzhab
Imam Syafi’i. Demikian tertulis dalam kitab Al-Habaik Fi
Akhbar Al-Malaik karangan Imam Jalaluddin As-Suyuthi. Dan
Ustadz Abu Ishaq dan Abubakar al-Furak dalam kitab “Thabaqat
Mutakallimin”.
Abu Hasan Al-Asy’ari meninggalkan karangan-karangan, kurang
lebih berjumlah 90 buah dalam berbagai lapangan. Kitabnya
yang terkenal ada empat :
1. Maqalat al-Islamiyyin
2. Al-Ibanah 'an Ushulid Diniyah
3. Kitab Al-Luma’ Fi al-Raddi ‘ala ahli al-zaighi wal al-bida
4. Risalah Fi isthisan al-kahaudl fi ilm Kalam

Daftar Pustaka
14
 https://id.wikipedia.org/wiki/Abu_al-Hasan_al-Asy%27ari
 http://mytnt13.blogspot.com/2015/03/makalah-ilmu-kalam-abu-

hasan-al-asyari.html

15

Anda mungkin juga menyukai