“REVA RUBIN”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Konsep, Sejarah, dan Politik
Dosen Pengampu : DR. Runjati M.Mid
1. Zubaeda (P1337424718001)
2. Widyaning Dara Utami (P1337424718005)
3. Maya Erisna (P1337424718006)
4. Rizqi Dian Pratiwi (P1337424718007)
5. Ica Maulina Rifkiyatul Utami (P1337424718010)
6. Hilma Triana (P1337424718011)
7. Merisa Restiani Arma (P1337424718013)
8. Meisha Julian Angraini (P1337424718016)
9. Friska Oktaviana (P1337424718018)
10. Stevani Basuki Putri (P1337424718022)
11. Andriana (P1337424718027)
12. Siti Nadirah (P1337424718028)
A. Latar Belakang
Periode Perinatal merupakan salah satu periode dalam kehidupan seorang wanita
yang secara universal dianggap paling signifikan yang dimulai dari proses
kehamilan hingga tahun pertama kehidupan anaknya [1] . Dalam periode perinatal
tersebut, ada beberapa gangguan yang paling sering dialami oleh seorang wanita
yaitu kecemasan dan depresi. Dalam studinya Fairbrother [2] menyatakan bahwa
satu dari enam wanita pada periode perinatal memilki gejala kecemasan dan
Milgrom et al [3] dalam studinya menyebutkan bahwa satu dari sepuluh wanita
pada periode perinatal memiliki gejala depresi. Prevalensi deperesi antenatal secara
khusus diperkirakan berkisar antara 7%-20% terjadi di Negara-negara
berpengahasilan tinggi [4][5] serta dengan jumlah kasus yang lebih tinggi terjadi
pada wanita dengan tingkat sosial-ekonomi yang rendah dan para wanita imigran
[6]. Sedangkan untuk prevalensi depresi postpartum, sebelumnya Halbreich dan
Karkun [7] telah melakukan evaluasi dari 143 studi di 40 negara yang hasilnya
menunjukkan bahwa prevalensi depresi postpartum berkisar antar 0 – 60 %. O’Hara
dan McCabe [8] menyebutkan depresi postpartum merupakan depresi minor atau
berat yang terjadi hingga satu tahun setelah melahirkan dan diperkirakan
mempengaruhi 5 – 25 % ibu baru.
Beberapa studi telah menghasilkan bukti yang menunjukkan bahwa depresi dan
kecemasan antenatal adalah faktor risiko paling signifikan yang dapat
menyebabkan terjadinya depresi pascanatal di Negara maju dan berkembang[9]
[10]. Hal ini di tambah dengan beberapa faktor pendukung lainnya seperti riwayat
penyakit kejiwaan sebelumnya, hubungan pernikahan yang buruk, mengalami
banyak tekanan dalam kehidupannya, kehamilan yang tidak diinginkan serta
kurunganya dukungan sosial [1] Unsal Atan et al [11] menyebutkan dalam studinya
bahwa sekitar setengah dari wanita melakukan evaluasi terhadap riwayat proses
persalinan mereka sebelumnya dan di kategorikan pada tingkat sedang, buruk dan
sangat buruk, hasilnya menunjukkan bahwa sekitar sepertiga dari wanita tersebut
mengalami depresi postpartum, hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan
tentang jenis persalinan selama kehamilan dan ada yang mendapat intervensi
tambahan seperti induksi dengan oksitosin, dan amniotomi selama proses
persalinan. Oleh karena itu Unsal Atan menekankan perlunya edukasi kepada para
ibu tentang jenis-jenis persalinan sejak awal kehamilan dan intervensi selama
proses persalinan tidak boleh dilakukan secara rutin mengingat akan terjadinya
risikko depresi postpartum.
Depresi yang dialami oleh ibu selama kehamilan dan masa nifas tidak hanya
mempengaruhi kesehatan ibu, namun juga dapat mengganggu perkembangan janin
dalam kandungan maupun anak selama tahun pertama kehidupannya. Lyons-Ruth
et al [12] menyebutkan bahwa fondasi kesehatan mental seumur hidup ditentukan
selama periode perkembangan yang sangat sensitif selama kehamilan, bayi yang
baru lahir, serta anak usia dini dimana proses pertumbuhan dan perkembangan oleh
otak terjadi sangat cepat yang dipengaruhi oleh lingkungan yang ada disekitarnya.
Lingkungan paling dini seorang anak baik di dalam kandungan maupun setelah
lahir menjadi peran yang sangat penting dalam pembentukan kersehatan mental dan
masa depan anak. Depresi ibu selama periode perinatal merupakan salah satu
paparan lingkungan paling dini yang dapat mempengrauhi kesehatan mental anak,
sehingga O’Hara dan Wisner [13] dalam studinya menyebutkan bahwa satu dari
lima bayi mengalami depresi yang ditimbulkan oleh ibunya baik dalam kandungan
dan atau pada bulan-bulan awal setelah kelahiran.
Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, maka bidan sebagai seorang tenaga
kesehatan dalam melakukan asuhan kepada ibu selama periode perinatal perlu
mempersiapkan ibu untuk menerima peran barunya sebagai seorang ibu. Hal ini
sesuai dengan teori Reva Rubin yang mempengaruhi model asuhan kebidanan yang
dilakukan oleh bidan. Dalam teori Reva Rubin disebutkan bahwa seorang wanita
memerlukan proses belajur melalui serangkaian aktivitas atau latihan untuk dapat
mempelajari peran yang akan dialaminya sebagai seorang ibu sehingga mampu
beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi khususnya perubahan
psikologis dalam kehamilan dan persalinan [14]. Oleh karena itu dalam makalah
ini, kami akan menganalisis pengaplikasian prinsip dari teori Reva Rubin dalam
model asuhan kebidanan yang diberikan oleh bidan kepada ibu selama periode
perinatal.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dari teori Reva Rubin?
2. Perubahan umum apa saja dalam periode kehamilan yang terkait dengan teori
Reva Rubin?
3. Bagaimana proses kehamilan mempengaruhi pasangan terkait dengan teori
Reva Rubin?
4. Bagaimana adaptasi Psikososial yang terjadi selama masa postpartum?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dari teori Reva Rubin
2. Untuk mengetahui perubahan umum yang terjadi dalam periode kehamilan
terkait dengan teori Reva Rubin
3. Untuk mengetahui konsep dari proses kehamilan mempengaruhi pasangan
terkait dengan teori Reva Rubin
4. Untuk mengetahui adaptasi Psikososial yang terjadi selama masa postpartum
D. Maanfaat
a. Bagi Institusi
Untuk menambah literasi mengenai Teori Reva Rubin yang penerapan
praktiknya dijelaskan melalui jurnal penelitian
b. Bagi Mahasiswa Kebidanan
Sebagai acuan bagi mahasiswa kebidanan dalam melakukan praktik asuhan
kebidanan.
c. Bagi Penulis
Sebagai penambah wawasan bagi penulis dan pemenuhan tugas mata kuliah
konsep, sejarah, dan politik dalam pelayanan kebidanan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Anticipatory stage
Seorang ibu mulai melakukan latihan peran dan memerlukan interaksi dengan
anak lain.
2. Honeymoon Stage
Ibu mulai memahami sepenuhnya peran dasar yang dijalaninya. Pada tahap ini
memerlukan bantuan dari anggota keluarga yang lain.
3. Plateu Stage
Ibu akan mencoba apakah ia mampu berperan sebagai seorang ibu. pada tahap
ini ibu memerlukan waktu beberapa minggu sampai ia kemudia melanjutkan
sendiri.
4. Disengagement
Merupakan tahap penyelesaian latihan peran sudah berakhir.
Rubin mengatakan sejak hamil wanita sudah mempunyai harapan yang
mencakup sebagai Kesejahteraan ibu dan bayi, penerimaan masyarakat, penentuan
identitas diri, mengerti tentang arti dan menerima. Perubahan umum yang terjadi
selama kehamilan yaitu cenderung lebih tergantung dan membutuhkan perhatian
orang lain dan membutuhkan sosialisasi [15, 19]. Sedangkan menurut Suryani [20]
keberhasilan masa transisi menjadi orang tua pada masa post partum dipengaruhi
oleh respon dan dukungan dari keluarga, hubungan antara melahirkan dengan
harapan-harapan, pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu dan
Budaya.
Arti dan efek kehamilan pada pasangan adalah sebagai berikut [19] :
1. Pasangan merasakan perubahan tubuh pasanganya pada kehamilan 8 (delapan)
bulan sampai dengan tiga bulan setelah melahirkan.
2. Lelaki juga mengalami perubahan fisik dan psikososial selama pasangannya
hamil.
3. Anak-anak akan dilahirkan merupakan gabungan dari tiga macam perbedaan,
yaitu:
a. Hubungan ibu dengan pasangan
b. Hubungan ibu dengan janin yang berkembang
c. Hubungan ibu dengan individu yang unik dan anak.
4. Ibu tidak pernah lagi menjadi sendiri.
5. Tugas yang harus dilakukan ibu atau pasangan dalam kehamilan:
a. Percaya bahwa ia hamil dan berhubungan janin dalam satu tubuh.
b. Persiapan terhadap pemisahan secara fisik pada kelahiran janin
c. Penyelesaian dan identifikasi kebingungan dengan peran transisi
6. Reaksi umum terhadap kehamilan :
a. Trimester I : Ambivalen, takut, fantasi, khawatir.
b. Trimester II : Perasaan lebih enak, meningkatkan perlunya mempelajari
tentang, perkembangan dan pertumbuhan janin , kadang terlihat egosentris
dan self centered.
c. Trimester III : Berperasaan aneh, semborono, dan tidak suka berdandan,
menjadi lebih introvert, berefleksi terhadap pengalaman masa kecil.
Tiga aspek yang teridentifikasi dalam peran ibu adalah gambaran tentang
idaman, gambaran tentang diri, dan gambaran tubuh. Gambaran diri seorang wanita
adalah wanita memandang dirinya sebagai bagian dari pengalaman dirinya.
Gambaran tentang tubuh berhubungan dengan perubahan fisik yang terjadi selama
kehamilan dan perubahan spesifik yang terjadi selama kehamilan dan setelah
melahirkan [15].
Rubin menyimpulkan bahwa tujuan dari usaha ibu selama kehamilan adalah
meyakinkan adanya keamanan bagi diri dan bayinya selama kehamilan dan
persalinan, meyakinkan adanya penerimaan sosial bagi diri dan bayinya,
meningkatkan ikatan tarik-menarik dalam konstruksi dari image dan identitas dari,
mencari kedalaman dari arti tindakan transitif dari memberi dan menerima [21].
2. Taking In
Seorang wanita sudah membayangkan peran yang dilakukannya. introjektion,
projektion dan rejektion merupakan tahap dimana wanita membedakan model –
model yang sesuai dengan keinginannya.
3. Letting Go
Wanita mengingat kembali proses dan aktivitas yang sudah dilakukannya. Pada
tahap ini seorang wanita akan meninggalkan perannya di masa lalu.
3. Periode Letting Go
Terjadi setelah ibu pulang ke rumah dan dipengaruhi oleh dukungan serta
perhatian keluarga, ibu sudah mengambil tanggung jawab dalam merawat bayi
dan memahami, kebutuhan bayi sehingga akan mengurangi hak ibu dalam
kebebasan dan hubungan sosial. Periode ini umumnya depresi postpartum terjadi
disebabkan oleh pengalaman waktu hamil yang bermasalah, proses persalinan
dan keraguan akan kemampuan untuk mengatasi dan membesarkan anak[20].
Adaptasi psikologis ibu postpartum terjadi dalam 3 fase yaitu, fase taking in,
fase takinghold, dan fase letting-go. Fase 1-2 hari postpartum merupakan fase
ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah
melahirkan. Pada saat ini fokus perhatian ibu terutama pada bayinya sendiri.
Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahan
membuat ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti
mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap
lingkungannya. Kondisi ini perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik.
Pada fase ini, perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk proses
pemulihannya, disamping nafsu makan ibu yang memang sedang meningkat. Fase
ini merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari
kedua setelah melahirkan. Pada saat ini fokus perhatian ibu terutama pada bayinya
sendiri. Kelelahannya membuat ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala
kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Periode taking in (1-2 hari postpartum) Ibu
masih pasif dan tergantung pada orang lain, perhatian ibu tertuju pada kekhawatiran
pada perubahan bentuk tubuh, ibu mungkin akan bercerita tentang pengalamannya
bersalin berulang-ulang, memerlukan ketenangan dalam tidur untuk memulihkan
keadaan tubuh pada kondisi awal/semula, nafsu makan ibu bertambah sehingga
membutuhkan peningkatan nutrisi. Kurangnya nafsu makan menandakan proses
pengembalian kondisi tubuh tidak berlangsung normal. Bagi beberapa ibu baru
tahap ini terjadi pada hari ke-1 dan ke-2 setelah melahirkan, bahwa hari tersebut
merupakan fase “taking-in” (menerima), waktu dimana ibu membutuhkan
perlindungan dan pelayanan. Ibu memfokuskan energinya pada bayinya yang baru
lahir. Ibu mungkin akan selalu selalu membicarakannya berulang-ulang, “taking-in”
merupakan fakta bagi perannya yang baru. Preokupasi ini mempersempit
persepsinya dan mengurangi kemampuannya untuk berkonsentrasi pada informasi
baru. Perawat mungkin harus mengulang-ulang instruksi yang berikan pada tahap
ini. Hal ini respon ibu terhadap perubahan yang ada pada lingkungan dapat
mempengaruhi kebutuhan tubuh baik secara fisiologis ataupun secara psikologis
dalam perilaku cukup, hasil dari perilaku ini dapat berupa usaha untuk
mempertahankan keseimbangan dari suatu keadaan agar dapat beradaptasi dengan
biak. Setiap orang akan berbeda dalam beradaptasi dan ada yang berjalan dengan
cepat namun adapula yang memerlukan waktu yang tergantung dari kematangan
seseorang. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungan.
Kondisi ini perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik, menyarankan
ibu untuk lebih banyak beristirahat dan pada fase ini, perlu diperhatikan pemberian
ekstra makanan untuk proses pemulihannya disamping nafsu makan ibu yang
memang sedang meningkat[23].
Keberhasilan masa transisi menjadi orang tua pada masa post partum
dipengaruhi oleh respon dan dukungan dari keluarga, hubungan antara melahirkan
dengan harapan – harapan, pengalaman melahirkan dan mambesarkan anak yang
lalu, dan budaya [22].
Pada fase Taking Hold, terjadi perubahan emosional yang dirasakan ibu
setelah menjadi ibu dan setelah melihat bayinya untuk pertama kalinya sebagian
besar ibu merasa senang dan mereka sangat tertarik dengan kehadiran bayi mereka,
walau rasa senang itu juga disertai dengan perasaan takut, cemas dan bingung
bagaimana memperlakukan bayi mereka untuk pertama kalinya. Seiring dengan
perubahan fisiologis yang cepat dan luas yang dialami oleh seorang wanita post
partum disertai adanya adaptasi psikologi. Terjadinya simulasi ini merupakan
perubahan secara emosional yang berhubungan dengan orang-orang biologis
sehingga membuat adaptasi ibu cukup kompleks. Meskipun ayah (suami) dan
anggota keluarga lainnya tidak mengalami reorganisasi fisiologis ini, mereka juga
harus menyesuaikan secara psikologis terhadap kehadiran bayi baru lahir, sedangkan
kesejahteraan psikologis ibu sendiri tergantung sebagian besar pada bagaimana
anggota keluarga dan pasangan menanggapi kelahiran bayi baru. Perubahan emosi
ibu post partum setelah ia menjadi seorang ibu untuk pertama kalinya sebagian besar
para partisipan mengatakan bahwa menjadi seorang ibu adalah hal yang
menyenangkan membahagiakan bagi ibu, selain perubahan emosi yang postif ada
juga beberapa partisipan mengatakan bingung karena ASI belum keluar, takut
memegang bayinya dan perasaan yang masih biasa saja karena perasaan keibuannya
belum muncul. Ibu juga belum bisa melakukan secara mandiri dalam merawat
bayinya selama di rumah sakit selain di rumah sakit ibu masih banyak dibantu oleh
tenaga kesehatan baik perawat dan bidan yang ada, selain itu karena para partisipan
merupakan ibu primigravida walaupun selama masa kehamilan sebagian besar
mereka sudah mendapat pengetahuan bagaimana merawat bayi tetapi untuk
menerapkan ibu masih banyak yang bingung. Berkembangnya kemampuan
seseorang terjadi melalui tahapan tertentu, yang dimulai dimulai dari pembentukan
pengetahuan, sikap, sampai dimilikinya keterampilan baru. Kemampuan ibu
merawat bayi baru lahir membutuhkan pelatihan khusus dan ibu juga harus
memahami beberapa prosedur dan manajemen perawatan bayi baru lahir. Oleh
sebab itu penting bagi ibu untuk mengetahui perawatan bayi baru lahir dan yakin
terhadap kemampuan sendiri, sehingga mampu merawat bayinya dengan baik dan
sehat Ketidakmampuan ibu saat pertama kali dalam merawat bayinya hal ini juga
bisa dipengaruhi karena ibu masih belum ada pengalaman sama sekali mereka
memang banyak membaca atau menerima pendapat dari orang lain tetapi pada saat
hau menerapkan sendiri mereka masih merasa bingung masih memiliki kecemasan,
takut kalau yang dilakukan oleh ibu salah atau bahkan mungkin akan melukai
bayinya [24].
Aspek-aspek yang diidentifikasi dalam peran ibu adalah gambaran tentang
idaman, gambran diri dan tubuh. Gambaran diri seorang wanita adalah pandangan
wanita tentang dirinya sendiri sebagai bagian dari pengalaman dirinya, sedangkan
gambaran tubuh adalah berhubungan dengan perubahan fisik yang terjadi selama
kehamilan.
Beberapa tahapan aktivitas penting sebelum seseorang menjadi ibu :
1. Taking On (Tahapan meniru).
2. Seorang wanita dalam pencapaian sebagai ibu akan memulainya dengan
meniru dan melakukan peran seorang ibu.
3. Taking In.
4. Seorang wanita sudah membayangkan peran yang dilakukannya. Introjection,
model yang sesuai dengan keinginannya.
5. Letting Go.
6. Wanita mengingat kembali proses dan aktivitas yang sudah dilakukannya. Pada
tahap ini seorang wanita akan meninggalkan perannya dimasa lalu [22].
Aspek-aspek yang diidentifikasi dalam peran ibu adalah gambaran tentang
idaman, gambaran diri dalam tubuh. Gambaran diri seorang wanita adalah
pandangan wanita tentang dirinya sendiri sebagai bagian dari pengalaman
dirinya,sedangkan gambaran tubuh adalah berhubungan dengan perubahan fisik
yang terjadi selama kehamilan.
C. Depresi Postpartum
Teori Reva Rubin dalam model asuhan kebidanan diberikan oleh bidan kepada
ibu selama periode perinatal. Menurut Rubin, setelah dilatasi serviks setinggi 4 cm,
wanita harus menerima perawatan secara terus menerus untuk mengurangi kecemasan
dan ketakutan mereka. Menurut kerangka kerja Rubin, ibu harus didampingi dan
dibantu, tidak ditinggalkan sendirian "untuk mengeluarkan tenaga".
Teori ini menekan pada pencapaian peran sebagai ibu, untuk mencapai peran ini
seorang wanita memerlukan proses belajar melalui serangkaian aktivitas atau latihan.
Dengan demikian, seorang wanita atau calon ibu dapat mempelajari peran yang akan
dialaminya kelak sehingga ia mampu beradaptasi dengan perubahan – perubahan yang
terjadi khususnya perubahan psikologis dalam kehamilan dan sesudah persalinan.
Adaptasi psikologis ibu postpartum terjadi dalam 3 fase yaitu, fase taking in, fase
takinghold, dan fase letting-go.
Periode postpartum berkaitan erat dengan kondisi emosional calon ibu baru.
Faktor-faktor yang mempengaruhi postpartum ialah respons dan dukungan dari anggota
keluarga, teman, pengalaman melahirkan terhadap harapan, pengalaman melahirkan dan
membesarkan anak dan pengaruh budaya. Pada kondisi yang lebih parah dapat
menyebabkan terjadinya depression post partum. Temuan penelitian menunjukkan
bahwa ibu berisiko mengalami depresi selama kehamilan periode postpartum, depresi
pascapersalinan secara negatif mempengaruhi kualitas hidup, dan rumah kunjungan dan
pelatihan meningkatkan kualitas hidup mereka dan mengurangi risiko depresi.
Menurut Reva Rubin, seorang wanita sejak hamil sudah memiliki harapan-
harapan antara lain :
1. Kesejahteraan ibu dan bayi
2. Penerimaan dari masyarakat
3. Penentuan identitas diri
4. Mengetahui tentang arti memberi dan menerima.
5. Tahap-tahap psikologis yang biasa dilalui oleh calon ibu dalam mencapai perannya
(Anticipatory Stage, Honeymoon Stage, Plateu Syage, Disengagement).
B. Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca dapat mengerti tentang apa
yang di maksud dengan Teori Reva Rubin dan para ibu dapat mempersiapkan proses
kehamilan sampai dengan proses persalinan dengan baik dan terencana sehingga dapat
mengurangi angka kematian ibu dan anak. Di anjurkan kepada para calon ibu yang
sedang hamil untuk mempersiapkan kehamilan dan kelahiran secara fisik maupun
psikologis, menjaga kesehatan, dan dapat beradaptasi dengan perubahan yang akan
dihadapinya.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Cauli G, Iapichino E, Rucci P, et al. Promoting the well-being of mothers with
multidisciplinary psychosocial interventions in the perinatal period. Journal of
Affective Disorders 2019; 246: 148–156.
[2] Fairbrother N, Janssen P, Antony MM, et al. Perinatal anxiety disorder prevalence
and incidence. Journal of Affective Disorders 2016; 200: 148–155.
[3] Milgrom J, Gemmill AW, Bilszta JL, et al. Antenatal risk factors for postnatal
depression: A large prospective study. Journal of Affective Disorders 2008; 108:
147–157.
[4] Fong DYT, Lam SK, Lee AM, et al. Prevalence, Course, and Risk Factors for
Antenatal Anxiety and Depression. Obstetrics & Gynecology 2010; 110: 1102–
1112.
[5] Melville JL, Gavin A, Guo Y, et al. Depressive Disorders During Pregnancy:
Prevalence and Risk Factors in a Large Urban Sample. Obstetrics & Gynecology
2010; 116: 1064–1070.
[6] Corbani IE, Rucci P, Iapichino E, et al. Comparing the prevalence and the risk
profile for antenatal depressive symptoms across cultures. International Journal
of Social Psychiatry 2017; 63: 622–631.
[7] Halbreich U, Karkun S. Cross-cultural and social diversity of prevalence of
postpartum depression and depressive symptoms. Journal of Affective Disorders
2006; 91: 97–111.
[8] O’Hara M, McCabe J. Postpartum Depression: Current Status and Future
Directions. Ssrn. Epub ahead of print 2013. DOI: 10.1146/annurev-clinpsy-
050212-185612.
[9] Lancaster CA, Gold KJ, Flynn HA, et al. Risk factors for depressive symptoms
during pregnancy: a systematic review. Obstetrics & Gynecology 2010; 202: 5–
14.
[10] Norhayati MN, Nik Hazlina NH, Asrenee AR, et al. Magnitude and risk factors
for postpartum symptoms: A literature review. Journal of Affective Disorders
2015; 175: 34–52.
[11] Unsal Atan, Ozturk R, Gulec Satir D, et al. Relation between mothers’ types of
labor, birth interventions, birth experiences and postpartum depression: A
multicentre follow-up study. Sexual and Reproductive Healthcare 2018; 18: 13–
18.
[12] Lyons-Ruth K, Todd Manly J, Von Klitzing K, et al. The Worldwide Burden of
Infant Mental and Emotional Disorder: Report of the Task Force of the World
Association for Infant Mental Health. Infant Mental Health Journal 2017; 38:
695–705.
[13] O’Hara MW, Wisner KL. Perinatal mental illness: Definition, description and
aetiology. Best Practice and Research: Clinical Obstetrics and Gynaecology
2014; 28: 3–12.
[14] Astuti KHE. Konsep kebidanan dan etikolegal dalam praktik kebidanan. Jakarta:
Pusat Pendidikan SDM Kesehatan, 2016.
[15] Purwandari A. Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC, 2008.
[16] Nurhayati, Aprina, Bustanti A. Konsep Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika,
2012.
[17] Susanti, Sujianti. Buku Ajar Konsep Kebidanan Teori & Aplikasi. Yogyakarta:
Nuha Medika, 2009.
[18] Sleutel MR. Intrapartum nursing: integrating Rubin’s framework with social
support theory. Journal of obstetric, gynecologic, and neonatal nursing : JOGNN
/ NAACOG 2003; 32: 76–82.
[19] Yanti E, Arma N, Karlinah N. Konsep Kebidanan. I. Yogyakarta: Deepublish,
2015.
[20] Suryani ES. Konsep Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika, 2011.
[21] Mufdillah. Konsep Kebidanan. Revisi. Yogyakarta: Nuha Medika, 2010.
[22] Astuti KHEW. Konsep Kebidanan dan Etikolegal Dalam Praktik Kebidanan.
Jakarta: PPSDM Kementerian Kesehatan, 2016.
[23] Rasmi NKG, Yusiana MA, Taviyanda D. Adaptasi Psikologis Ibu Postpartum
(Fase Taking- in) Di Rumah Sakit. Jurnal Penelitian Keperawatan 2018; 4: 159.
[24] Taviyanda D. Adaptasi Psikologis pada Ibu Post Partum Primigravida (Fase
Taking Hold) Sectio Caesarea dan Partus Normal. Jurnal Penelitian
Keperawatan; 5. Epub ahead of print 2019. DOI: 10.32660/jurnal.v5i1.339.
[25] Ariesya TM. PERANCANGAN MEDIA INFORMASI BAGI CALON IBU
DAN AYAH TENTANG PENTINGNYA BABY BLUES SYNDROME. 2018; 5:
735–803.
[26] Tel H, Ertekin Pinar S, Daglar G. Effects of Home Visits and Planned Education
on Mothers’ Postpartum Depression and Quality of Life. Journal of Clinical and
Experimental Investigations 2018; 9: 119–125.
[27] Papamarkou M, Niakas D, Tsounis A, et al. Investigation of the association
between quality of life and depressive symptoms during postpartum period: a
correlational study. BMC Women’s Health 2017; 17: 1–9.
[28] Małus A, Szyluk J, Galińska-Skok B, et al. Incidence of postpartum depression
and couple relationship quality. Psychiatria Polska 2016; 50: 1135–1146.