FILSAFAT LINGKUNGAN
Disusun Oleh :
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2020
Konsumsi Berkelanjutan: Berkorban untuk Masa Depan
1. Pendahuluan
Konsumerisme telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern (Miles,
2006). Konsumerisme merupakan ideologi yang menjadikan seseorang atau
kelompok yang menjalankan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang
hasil produksi secara berlebihan, tanpa sadar dan berkelanjutan. Konsumerisme dapat
melahirkan materialisme dan mengabaikan kebutuhan masa depan, daya tahan, asal
produk dan konsekuensi lingkungan. Tidak hanya ini, tetapi konsumerisme juga
memprovokasi penyakit sosial, seperti pemborosan, pemborosan belanja, tidak
memperhatikan yang membutuhkan, penghambat pembangunan nasional yang
berkelanjutan, dan lain sebagainya. Mempertimbangkan aspek negatif konsumsi,
makalah ini mencoba menyoroti perbedaannya antara konsumsi berkelanjutan dan
pandangan konsumsi tradisional/konvensional, serta untuk memeriksa sifat
kekurangan dari konsumerisme saat ini.
Saat membahas konsumerisme, dalam bukunya Miles (2006, p.1) menyatakan bahwa,
“Konsumerisme ada dimana-mana dan fana”. Dalam catatan lain, peneliti lain
(Heath, 2001; Borgmann, 2000; Mazurek & Hilton, 2007) menyebutkan bahwa
meskipun konsumerisme memberikan kebebasan memilih, namun juga dapat menjadi
penyebab penyalahgunaan kebebasan tersebut. Berdasarkan pembahasan ini, terlihat
jelas bahwa konsumsi memiliki dua sisi yaitu; konstruktif dan destruktif (Godazgar,
2007).
Terkait konsumsi berkelanjutan, fokusnya berorientasi pada masa depan. Sharifah dkk.
(2005) mengemukakan bahwa konsumsi berkelanjutan adalah tindakan hati-hati
dalam memperoleh, memanfaatkan, dan membuang barang-barang yang berkaitan
dengan kesejahteraan sosial dan lingkungan. Senada dengan itu, Peattie and Co llins
(2009) mendefinisikan konsumsi berkelanjutan sebagai praktik konsumsi yang
memenuhi keinginan dan kebutuhan individu saat ini tanpa menyabotase kebutuhan
generasi mendatang. Dalam contoh, ia menganjurkan untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan dengan bijak dan tidak berlebihan dalam pengeluaran.
Sebuah sintesis perbedaan umum antara pandangan tradisional dan modern tentang
konsumsi dan konsumsi dari pandangan berkelanjutan disajikan pada Tabel 1. Perlu
diperhatikan bahwa dalam menyusun tabel ringkasan ini, ide diambil dari Abd
Rahman (2010), Ahmed (1992), Al-Ghazali (1978), Campbell (1983, 1994) ,
Godazgar (2007), Pink (2009), Quasem (1975) dan Turner (1991).
Tabel 1. Mensintesiskan perbedaan antara pandangan konsumsi tradisional,
pandangan konsumsi modern dan konsumsi berkelanjutan dari perspektif Islam
Kompatibilitas dengan Kompatibel dengan Karena dapat Sesuai dengan ajaran dasar
pandangan keagamaan keyakinan agama apa menyebabkan iri hati, sebagian besar agama.
pun. keserakahan,
kesombongan dan
materialisme yang
ekstrim, itu mungkin
bertentangan dengan
banyak agama
fundamental.
Pandangan materialistik tentang konsumsi meningkatkan polusi udara dan air karena
produksi berlebih untuk memenuhi kebutuhan berlebih. Limbah padat maupun cair
berkontribusi terhadap pencemaran alam secara signifikan. Jika ini terus berlanjut
dengan cara ini, pasti seluruh dunia akan berakhir pada titik di mana ekosistem
hampir tidak dapat menopang kehidupan. Selain itu, sumber daya alam semakin
menipis dengan kecepatan yang mengkhawatirkan untuk memproduksi lebih banyak
barang konsumsi untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan yang tidak terbatas.
Dengan mempertimbangkan penyakit tersebut, konsumsi berkelanjutan telah muncul.
a. Tujuan utama dari studi ini adalah untuk menjelaskan perbedaan antara
konsumsi berkelanjutan dan praktik konsumsi konvensional.
b. Faktor yang menunjang konsumerisme adalah:
- ketersediaan barang dan jasa melalui produksi massal,
- ketersediaan informasi melalui media massa dan internet
- dan didorong oleh kemudahan penggunaan kartu kredit dan debit, serta
pembelian cicilan.
c. konsumsi berkelanjutan berbeda dari praktik konsumsi konvensional dalam
lima aspek: fokus, orientasi, jenis kebutuhan dan keinginan untuk dipenuhi,
kesesuaian dengan pandangan agama, dan karakteristik.
d. Selain itu, juga dipahami bahwa konsumsi berkelanjutan sangat bergantung
pada lima prinsip dasar, yaitu upaya sadar untuk memenuhi kebutuhan dasar,
moderasi dalam pengeluaran, fokus pada kualitas hidup daripada materialisme,
kepedulian terhadap generasi masa depan, dan kepedulian terhadap
konsekuensi lingkungan.
TINJAUAN PUSTAKA
Ali, A. J., & Al-Owaihan, A. (2008). Islamic work ethic: A critical review. Cross
Cultural Management: An International Journal, 15(1), 5-19. Ardichvili, A.,
Jondle. D., Kowske, B., Cornachione, E., Li, J., & Thakadipuram, T. (2012).
Ethical cultures in large business organizations in Brazil, Russia, India, and China,
Journal of Business Ethics, 105, 415–428.
Borgmann, A. (2000). The moral complexion of consumption. Journal of
Consumer Research, 26(4), 418-422.