Anda di halaman 1dari 15

SEKOLAH PASCA SARJANA

JUDUL :

PENCAPAIAN GOAL SDG NO.9.4.1


DAN KETERKAITANNYA DENGAN GOAL SDG NO.
11.6.2 ,12.4.1 DAN 13.2.1

JURUSAN : ILMU BERKELANJUTAN

NAMA : IMAN JUNIANTO

NPM : 25082020002

TUGAS HOME WORK KE-3 MATA KULIAH EKOLOGI

DOSEN : Prof. Dr. Ir. Tb. Benito A. Kurnani, Dipl.EST

1
PENDAHULUAN

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) dideklarasikan


pada tanggal 25 September 2015 di Kantor Pusat PBB New York oleh 193 negara sebagai
komitmen Agenda Pembangunan Global. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan merupakan
kelanjutan dan penyempurnaan dari Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium
Development Goals (MDGs) yang sudah dilaksanakan selama periode 2000-2015. SDGs
merupakan penyempurnaan dari Agenda Pembangunan Global sebelumnya, karena komitmen
pembangunan tidak hanya berfokus pada pembangunan manusia, namun juga pembangunan
ekonomi ramah lingkungan serta pembangunan lingkungan hidup. SDGs menempatkan
manusia sebagai pelaku sentral dan penikmat hasil pembangunan yang bertujuan untuk
kesejahteraan manusia atau human wellbeing. Apakah pembangunan akan menghasilkan
kesejahteraan yang diinginkan manusia tergantung dari perilaku manusia itu sendiri terhadap
alam dan pemanfaatannya untuk tujuankesejahteraan saat ini dan untuk generasi mendatang.

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan sebagian diperlambangkan dalam 17 Tujuan atau Goals


yang terukur untuk memudahkan dalam pelaksanaannya. Meskipun demikian,pembangunan
berkelanjutan menuntut manusia untuk memperhatikan keterkaitan (interlinkages) antar ke 17
Tujuan, dan saling ketergantungan antar 167 Target yang diukur melalui 241 indikator dan
dengan memperhatikan bahwa alam dan seisinya adalah pembatas kelangsungan kehidupan.

Berikut adalah 17 Sustainable Development Goals dalam bentuk gambar :

2
Sustainable Development Goals bertumpu pada tiga pilar:

(1) pilar Sosial, pembangunan manusia dalam ruang lingkup sosial;

(2) pilar Ekonomi, pembangunan ekonomi;

(3) pilar Lingkungan, termasuk Keanekaragaman hayati.

Dan ketiga-tiga pilar ditopang oleh landasan institusi TATA-KELOLA sehingga terdapat 1 Goal
SDG yang termasuk dalam TATA-KELOLA ini . Tampak dalam pola pendekatan Sustainable
Development Goals agar pembangunan ekonomi dilaksanakan dalam konteks sosial masyarakat
dan semua ini kemudian bermuara dalam ruang lingkup ekosistem sumber daya alam dan
lingkungan hidup. Masing-masing pilar turut mempengaruhi perkembangan pilar lainnya dalam
hubungan serasi, utuh, lestari dan berlanjut.

Berikut adalah ringkasan Tiga Pilar Pembangunan Nasional dan Tata Kelola dalam bentuk table

3
RUMUSAN ESSAI TUGAS MATAKULIAH EKOLOGI

Pada tugas essai matakuliah ekologi Sekolah Pasca Sarjana adalah mendefinisikan keterkaitan
SUBGOAL dari salah satu target SDG’s goal yang dipilih dan hubungannya (linkages) dengan
subgoal dari SDG’s lainnya.

KERANGKA PEMIKIRAN ESSAI

Pada saat akan dipilih Goal SDG’s no. 9 Industri, Inovasi dan Infrastruktur pada subgoal
no.9.4.1 tentang rasio emisi CO2 / emisi gas rumah kaca dengan nilai tambah pada industry
yang berada di pilar pembangunan Ekomomi yang mempunyai berhubungan pada 3 sub goal
lainnya di pilar Lingkungan yaitu : (sumber Buku Ringkasan Metadata SDG’s Indonesia,
Bappenas)

1. Goal 11 Kemitraan untuk mencapai Tujuan : Sub Goal 11.6.2 (b) Indeks Kualitas Udara
2. Goal 12 Konsumsi dan produksi berkelanjutan : Sub Goal 12.4.1 (b) Persentase
penurunan tingkat konsumsi perusak ozon dari baseline
3. Goal 13 Penanganan Perubahan Iklim : Sub Goal 13.2.1 Terwujudnya penyelenggaraan
inventarisasi gas rumah kaca (GRK), serta monitoring, pelaporan dan verifikasi emisi GRK
yang dilaporkan dalam dokumen Biennial Update Report (BUR) dan National
Communications.

4
4. Interlinkages antara sub goal digambarkan dalam diagram berikut :

9. 4 Rasio Emisi
CO2/Emisi Gas Rumah
Kaca dengan nilai
tambah sektor industri.

13.2.1 inventarisasi gas


12.4.1(b) Persentase rumah kaca (GRK), dalam
11.6.2(b) Indeks dokumen Biennial Update
penurunan tingkat
Kualitas Udara . Report (BUR) dan National
konsumsi perusak ozon
Communications
dari baseline
industri.

Dengan deskripsi sesuai dengan Metadata TPB Bappenas adalah dijelaskan pada table berikut
ini :

Target Indikator
9.4 Pada tahun 2030, meningkatkan infrastruktur dan Rasio Emisi
9.4.1 CO2/Emisi Gas
retrofit industri agar dapat berkelanjutan, dengan Rumah Kaca
peningkatan efisiensi penggunaan sumberdaya dan dengan nilai
adopsi yang lebih baik dari teknologi dan proses tambah sektor
industri bersih dan ramah lingkungan, yang industri.
dilaksanakan semua negara sesuai kemampuan
masing-masing.

11.6 Pada tahun 2030, mengurangi dampak lingkungan 11.6.2 (b) Indeks Kualitas
perkotaan per kapita yang merugikan, termasuk dengan
Udara
memberi perhatian khusus pada kualitas udara, termasuk
penanganan sampah kota.

12.4 Pada tahun 2020 mencapai pengelolaan bahan Persentase


kimia dan semua jenis limbah yang ramah lingkungan, di 12.4.1. penurunan tingkat
sepanjang siklus hidupnya, sesuai kerangka kerja (b) konsumsi perusak
internasional yang disepakati dan secara signifikan ozon dari baseline
mengurangi pencemaran bahan kimia dan limbah
tersebut ke udara, air, dan tanah untuk meminimalkan

5
dampak buruk terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan.

13.2 Mengintegrasikan tindakan antisipasi perubahan Terwujudnya


iklim ke dalam kebijakan, strategi dan perencanaan 13.2.1 penyelenggaraan
nasional inventarisasi gas
rumah kaca (GRK),
serta monitoring,
pelaporan dan
verifikasi emisi
GRK yang
dilaporkan dalam
dokumen Biennial
Update Report
(BUR) dan
National
Communications

LANDASAN TEORI ESSAI

Seperti telah dijelaskan pada kerangka pemikiran bahwa seluruh subgoal yang dipilih
berhubungan satu dengan lainnya pada obyek Kualitas Udara dan tepatnya adalah Gas rumah
kaca termasuk tingkat konsumsi bahan perusak ozon yang akan meningkat GAS RUMAH KACA
(GRK).

Menurut Panduan Inventori Gas Rumah Kaca dan Mitigasi Perubahan Iklim Sektor Pertanian,
Gas Rumah Kaca (GRK) adalah gas yang terkandung dalam atmosfer baik alami maupun
antropogenik, yang menyerap dan memancarkan kembali radiasi inframerah. Sedangkan emisi
GRK adalah lepasnya gas rumah kaca ke atmosfer pada area tertentu dalam jangka waktu
tertentu. Gas rumah kaca yang disepakati dalam Protokol Kyoto, yaitu karbondioksida (CO2),
metana (CH4), nitrotiga Oksida (N2O), chloro-flouro- carbon (CFC), hidro-flourocarbon (HFCs),
dan sulfur heksafluorida (SF). Sedangkan berdasarkan Peraturan Presiden RI No.71 Tahun 2011
tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional disebutkan bahwa terdapat
enam jenis gas yang digolongkan sebagai gas rumah kaca yaitu : 1. Karbondioksida (CO2), 2.

6
Dinitro oksida (N2O), 3. Metana (CH4), 4. Sulfur heksafluorida (SF6), 5. Perfluorokarbon (PFCs),
6. Hidroclorofluorokarbon (HCFCs).

Pada konvensi Paris Climate Change (Dec, 2015) disepakati untuk menurunkan emisi GRK
global pada 2030 sebesar 55% oleh negara-negara penyumbang gas rumah kaca terbesar
terhadap total emisi GRK global. China merupakan negara terbesar penyumbang emisi gas
rumah kaca sebesar 20,09% dari total emisi GRK dunia. Selanjutnya, diikuti dengan Amerika
Serikat, Russia, India, Jepang, Kanada, Mexico, dan Indonesia berada di urutan ke-8 dengan
jumlah emisi GRK sebesar 1,49% dari total emisi GRK dunia.

Saat ini, pemerintah Indonesia telah memiliki komitmen untuk menurunkan emisi gas rumah
kaca sebesar 26% dengan usaha sendiri dan penurunan 41% dengan bantuan internasional yang
telah tertulis dalam Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (Setkab RI, 2011).

Perpres Nomor 61 Tahun 2011 berisi tentang institusi-institusi yang bertanggung jawab
terhadap target penurunan emisi GRK nasional, arahan kebijakan setiap sektor, dan aksi-aksi
mitigasi yang mungkin dapat dilaksanakan untuk mencapai target penurunan emisi GRK
nasional (ASI, 2014). Berdasarkan perpres tersebut target penurunan GRK meliputi 6 bidang
yaitu, bidang pertanian, kehutanan dan lahan gambut, energi dan transportasi, industri,
pengelolaan limbah dan kegiatan pendukung lainnya. Sektor industri memiliki target
penurunan sebesar 0.001 Gton-CO2-eq pada skenario 26 % dan sebesar 0.005 Gton-CO 2-eq
pada skenario 41%. Dalam sektor industri terdapat 8 sub-sektor industri yang memberikan
kontribusi pada emisi GRK, yaitu industri semen (27.97%), industri besi dan baja (7.29%),
industri pulp dan kertas (27.11%), industri tekstil (9.69%), industri petrokimia (10.02%), industri
keramik (1.19%), industri pupuk (9.82%), serta industri makanan dan minuman (6.91%). Industri
semen merupakan subsektor penyumbang emisi GRK tertinggi dalam bidang industri
(Kemenperin, 2012a).

Nilai tambah industri manufaktur merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir (pengurangan
output dengan input antara) yang dihasilkan pada sektor industri manufaktur. Nilai tambah
manufaktur di proyeksikan sebagai persentase dari produk domestik bruto (PDB) serta per

7
kapita untuk periode tertentu. Nilai tambah manufaktur di hitung menggunakan Atas Dasar
Harga Konstan. Produk Domestik Bruto (PDB) adalah total pendapatan yang diterima oleh
faktor-faktor produksi dalam kegiatan proses produksi di suatu negara selama satu periode
(setahun). Perhitungan indikator ini menggunakan PDB Atas Dasar Harga Konstan.

Senyawa kimia perusak ozon yang biasa disebut sebagai bahan perusak ozon (BPO) adalah
bahan bahan kimia yang berpotensi dapat bereaksi dengan molekul molekul ozon di stratosfer.
Senyawa tersebut mengandung berbagai kombinasi elemen kimia klorin, florin, bromine,
karbon, dan hydrogen dari kelompok halikarbon, secara garis besar BPO dapat dikelompokkan
menjadi beberapa jenis yaitu: 1. CloroFluorocarbons (CFCs) 2. Hydro- CloroFluorocarbons
(HCFCs) 3. Halon 4. Hydro- BromoFluorocarbons (HBFCs) 5. Bromochloromethane 6. Methyl
Chloroform 7. Carbon Tetrachloride 8. Methyl bromide, data BPO ini telah dipantau melalui
Badan Pusat Statistik (BPS). Bahan perusak ozon ini akan dapat meningkat temperature bumi.

Biennial Update Report (BUR) dan National Communications :

BUR adalah laporan yang akan disampaikan oleh pihak negara yang tergabung dalam United
Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) , yang berisi update dari
Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) nasional, termasuk laporan inventarisasi nasional dan
informasi tentang aksi mitigasi, kebutuhan dan dukungan yang diterima. Laporan tersebut
memberikan pembaruan tentang tindakan yang dilakukan oleh suatu Pihak untuk
mengimplementasikan Konvensi, termasuk status emisi dan serapan GRKnya oleh penyerap
(UNFCCC website) , serta tindakan untuk mengurangi emisi atau meningkatkan penyerap.
Indonesia sendiri melalui ditjen PPI (Pengendalian Perubahan Iklim) KLHK telah menyampaikan
laporan BUR pada tahun 2018 (laporan terakhir) dan harus dilaporakan kembali tahun 2020.

Indeks Kualitas Udara adalah ukuran yang digunakan untuk menilai pencemaran udara. Indeks
ini biasa digunakan oleh badan pemerintah untuk memperlihatkan seberapa buruk kualitas
udara di suatu daerah (BMKG website). Negara-negara memiliki indeks berbeda, bergantung
pada standar kualitas udara di negara masing-masing. Tiap negara memiliki indeks kualitas
udara yang berbeda, sesuai dengan standar kualitas udara nasional yang telah ditetapkan
masing-masing. Beberapa contoh terhadap indeks itu di antaranya: the Air Quality Health Index

8
(AQHI, Canada), the Air Pollution Index (Malaysia), US AQI (United States), the Pollutant
Standards Index (PSI, Singapore), Common AQI (CAQI, Europa), serta Indeks Standar Pencemar
Udara (ISPU, Indonesia). Meskipun sama-sama berasal dari data konsentrasi partikel polutan,
rumusan yang berbeda akan menghasilkan indeks yang berbeda pula. Badan Kesehatan Dunia
(WHO) sendiri memiliki indeks yang berbeda sebagaimana ditentukan dalam inisiatif Platform
Global tentang Kualitas dan Kesehatan Udara. Indeks Kualitas Udara, AQI atau ISPU tersebut
merupakan nilai atau angka yang diperoleh dari pembandingan konsentrasi debu pada periode
rata-rata yang ditentukan (saat ini umumnya rata-rata harian, bulanan atau tahunan) terhadap
ambang batas acuan yang ditetapkan. AQI juga menggambarkan dosis polutan udara yang
berdampak pada kesehatan dan dikelaskan berdasarkan penelitian epidemiologis (ilmu yang
mempelajari pola kesehatan dan penyakit yang diakibatkan oleh faktor yang terkait polusi
udara). Berdasarkan regulasi Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 45 Tahun
1997, Standar Pencemar Udara di Indonesia (ISPU), dihitung salah satunya dari konsentrasi
PM10. PM10 adalah debu partikulat yang mengapung di udara yang memiliki ukuran <10
mikrogram, sekira 1/10 ukuran helai rambut. Sejauh ini MenLHK dan Pemda DKI, yang juga
didukung BMKG, telah mengukur kualitas udara di Jakarta dengan memasang alat pengukur
konsentrasi PM10 dan PM2.5. Pada saat ini ISPU dipantau oleh BKMG dan KLHK.

PEMBAHASAN

Definisi dari tiap-tiap indicator dijelaskan dalam Metadata Bappenas sebagai berikut :

1. Goal SDG’s no. 9 Industri, Inovasi dan Infrastruktur pada subgoal no.9.4.1 tentang
rasio emisi CO2 / emisi gas rumah kaca dengan nilai tambah pada industry :

9
Dari penelusuran internet diketahui bahwa data CO2dan GRK Nasional disedikan oleh
 BMKG (https://www.bmkg.go.id/kualitas-udara/?p=gas-rumah-kaca)
 KLHK (http://srn.menlhk.go.id/index.php?r=home%2Fstatistik)
 BPS (https://www.bps.go.id/statictable/2019/09/24/2072/emisi-gas-rumah-
kaca-menurut-jenis-sektor-ribu-ton-co2e-2001-2017.html)

Sedangkan Nilai tambah industry manufaktur (NTIM) disediakan oleh BPS pada laman
https://www.bps.go.id/indikator/indikator/view_data/0000/data/1215/sdgs_9/1

Sehingga Subgoal 9.4.1 secara nasional dari tahun 2015 -2020 sebagai berikut :

Tahun 2015 2016 2017 2018 2019 2020

GRK (Kton CO2 eq) 2,372,559 1,457,821 1,150,772 1,036,779 - -

NITM (%) 21,54 21.39 - - - -

Rasio (%) 110,147 68,154 - - - -

Ket : - Tidak ada data

Dengan asumsi bahwa data GRK akan semakin turun yang juga akan
menyebabkan tren turun pada tahun berikutnya

10
2. Goal 11 Kemitraan untuk mencapai Tujuan : Sub Goal 11.6.2 (b) Indeks Kualitas Udara
(IKU)

Data SO2, NO2 dan PM25 langsung dapat diakses melalui laman
 BMKG (https://www.bmkg.go.id/kualitas-udara)
 KLHK (http://iku.menlhk.go.id/aqms/)

Sedangkan dari hasil laporan kinerja ditjen PPKL (Pengendalian Pencemaran dan
Kerusakan lingkungan ) KLHK nilai IKU 2019 sbb :

3. Goal 12 Konsumsi dan produksi berkelanjutan : Sub Goal 12.4.1 (b) Persentase
penurunan tingkat konsumsi perusak ozon dari baseline.

11
Data untuk konsumsi bahan perusak ozon dapat dilihat pada laman BPS
https://www.bps.go.id/statictable/2019/09/24/2074/perkembangan-konsumsi-bahan-
perusak-ozon-di-indonesia-menurut-senyawa-kimia-dan-kode-hs-metrik-ton-2015-
2018.html
Dengan data sebagai berikut :

4. Goal 13 Penanganan Perubahan Iklim : Sub Goal 13.2.1 Terwujudnya penyelenggaraan


inventarisasi gas rumah kaca (GRK), serta monitoring, pelaporan dan verifikasi emisi GRK
yang dilaporkan dalam dokumen Biennial Update Report (BUR) dan National
Communications.

12
Laporan BUR tahun 2018 telah diterbitkan yang berisi tentang inventarisasi GRK di
Indonesia, dan akan dilaporkan kembali pada tahun 2020.

13
KESIMPULAN.

Dari keseluruhan data dan subgoal yang dipilih dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. 3 Subgoal yang dipilih mendukung subgoal 9.4.1 dengan terbuktinya penurunan emisi GRK
nasional sampai dengan tahun 2017

2. Indeks kualitas udara tercapai dengan meningkatknya IKU sebesar 103% dibandingkan
tahun 2018, dengan kata lain bahwa dari setiap stasiun pemantau secara rat-rata kualitas
udara membaik, termasuk konsentrasi CO2 sebagai gas rumah kaca menurun yang
mendukung penurunan Emisi GRK secara keseluruhan

3. Indonesia telah berkontribusi menyukseskan protokol montreal dengan menurunkan konsumsi


BPO, khususnya jenis HCFC dari tahun 2013-2018 sebesar 124,36 ODP (Ozone Depleting
Substances) Ton sehingga menyumbang penurunan emisi GRK dari BPO.

14
DAFTAR PUSTAKA.

1. http://srn.menlhk.go.id/index.php?r=home%2Fstatistik

2. http://iku.menlhk.go.id
3. https://www.bps.go.id

4. https://www.bmkg.go.id
5. Indonesia 2nd Biennial Report, 2018

6. [KLH] Kementrian Lingkungan Hidup, 2012. Pedoman Penyelenggaraan


Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional, Volume 1 Metodologi Perhitungan
Tingkat Emisi Gas Rumah Kaca Pengadaan dan Penggunaan Energi. KLH, Jakarta.
7. METADATA INDIKATOR EDISI II PILAR PEMBANGUNAN LINGKUNGAN PELAKSANAAN
PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNGAN BERKELANJUTAN/SUSTAINABLE
DEVELOPMENT GOALS (TPB/SDGs), BAPPENAS , 2020
8. METADATA INDIKATOR EDISI II PILAR PEMBANGUNAN EKONOMI PELAKSANAAN
PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNGAN BERKELANJUTAN/SUSTAINABLE
DEVELOPMENT GOALS (TPB/SDGs), BAPPENAS , 2020

9. LAPORAN GRK NASIONAL 2018, DITJEN PPI KLHK, 2019


10. Kajian Indikator Sustainable Development Goals (SDGs), BPS, 2014
11. Menyongsong SDGs Kesiapan Daerah-daerah di Indonesia, Armida Alisjahbana, et all ;
Bandung; Unpad Press; 2018
12. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia: Konsep,Target dan Strategi
ImplementasiArmida Salsiah Alisjahbana, Endah Murniningtyas ; Bandung;
UnpadPress; 2018

15

Anda mungkin juga menyukai