Anda di halaman 1dari 14

Warta Penelitian Perhubungan 2022, 34 (1): 9-22

Umiyatun Hayati Triastuti*1, Khotimatus Sholihah2, Brian Nararya Nugraha3,


Dio Agro Nugroho3
Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur Perhubungan, BPSDMP1
Jl. Raya Parung – Bogor KM. 26,4, Kab. Bogor 16310, Indonesia

Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan, Badan Litbang Perhubungan2


Jl. Medan Merdeka Timur No. 5, Gambir, Jakarta Pusat, 10110, Indonesia

Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Udara, Badan Litbang Perhubungan3


Jl. Medan Merdeka Timur No. 5, Gambir, Jakarta Pusat, 10110, Indonesia
E-mail: uhayati@yahoo.com*
Diterima: 7 Februari 2022, disetujui: 10 Maret 2022, diterbitkan online: 30 Juni 2022

Abstrak
Sebagai upaya pengendalian dampak perubahan iklim, pemerintah Indonesia mendukung berbagai upaya mitigasi dampak
perubahan iklim melalui komitmen nasional dalam Nationally Determined Contribution (NDC). Sektor transportasi yang
merupakan bagian dari subsektor energi berkontribusi penting dalam penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sehingga
menjadi bagian utama dari program mitigasi perubahan iklim. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui integrasi
pengarusutamaan komitmen dan program perubahan iklim pada sektor transportasi berdasarkan prinsip pembangunan
berkelanjutan dan penerapan prinsip Whole of Government (WOG) dengan studi kasus pada sektor transportasi udara.
Kajian ini menggunakan data primer hasil Focus Grup Discussion (FGD) dan data sekunder dari berbagai dokumen yang
relevan. Metode analisis menggunakan pendekatan analisis kesenjangan. Hasil Kajian menunjukkan bahwa diperlukan
sistem pengukuran, pelaporan, dan verifikasi yang akuntabel. Perencanaan dan koordinasi yang komprehensif
antarpemangku kepentingan dan sumber daya manusia yang mampu menjalankan program secara optimal diperlukan
sehingga dapat menjamin akurasi laporan penurunan emisi untuk menghindari perhitungan ganda. Di masa mendatang,
keberhasilan pengarusutamaan program perubahan iklim di subsektor transportasi udara dapat menjadi patokan
pembanding (benchmark ) bagi subsektor transportasi lainnya.
Kata kunci: Pengarusutamaan, perubahan iklim, transportasi, whole of government .

Abstract
Mainstreaming of Climate Change Mitigation Program Plan with Institutional Approach at the Ministry of
Transportation: To control the impact of climate change, the Indonesian government supports various mitigation efforts
through national commitments in the Nationally Determined Contribution (NDC). The transportation sector, which is a
part of the energy subsector, contributes significantly to reducing Greenhouse Gas (GHG) emissions, so it becomes a major
part of climate change mitigation programs. This study aims to determine the integration of mainstreaming climate change
commitments and programs in the transportation sector based on the principles of sustainable development and the
application of the Principles of Whole of Government (WOG) with the air transportation subsector as an example case. The
study used primary data from Focus Group Discussion (FGD) results and secondary data from various relevant documents.
The analysis method used a gap analysis approach. The results showed that an accountable measurement, reporting, and
verification (MRV) system is needed. Comprehensive planning and coordination between stakeholders and human
resources who can run the program optimally are needed to ensure the accuracy of emission mitigation reports to avoid
double counting. In the future, the successful mainstreaming of climate change programs in the air transportation
subsector can be used as a benchmark for other transportation subsectors.
Keywords : Mainstreaming, climate change, transportation, whole of government.

1. Pendahuluan terakhir. Diproyeksikan pada tahun 2050 kerugian


ekonomi yang mungkin akan terjadi akibat dampak
Indonesia memiliki kerentanan yang cukup
perubahan iklim mencapai 1,4 persen dari nilai
tinggi akan dampak perubahan iklim. Kerentanan
Pendapatan Domestik Bruto (PDB) saat ini [1].
tersebut tercermin melalui kenaikan peringkat
Menyadari risiko perubahan iklim yang semakin
Global Climate Risk Index (CRI) Indonesia yang meningkat dan mempengaruhi berbagai aspek
dianalisis oleh Germanwatch selama dua dekade
kehidupan masyarakat, pemerintah Indonesia
doi: http://dx.doi.org/10.25104/warlit.v34i1.2094
0852-1824/ 2580-1082 ©2022 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan.
Artikel ini open access dibawah lisensi CC BY-NC-SA (https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/)
Nomor akreditasi: (RISTEKDIKTI) 10/E/KPT/2019 (Sinta 2).
Umiyatun Hayati T, dkk Warta Penelitian Perhubungan 2022, 34 (1): 9-22

melakukan usaha pengendalian perubahan iklim kandungan sulfur dalam bahan bakar dan efisiensi
termasuk di antaranya berkontribusi aktif pada energi oleh International Maritime Organization
perundingan dan pencapaian kesepakatan di tingkat (IMO) di subsektor transportasi laut. Dalam
global. pelaksanaannya, ketiga pengaturan ini tidak
sepenuhnya memiliki uraian dan prioritas serta
Salah satu kesepakatan awal yang dicapai oleh
mekanisme yang sama, termasuk dalam subsektor
Indonesia adalah ratifikasi atas Protokol Kyoto (Kyoto
transportasi udara.
Protocol) tahun 2004. Komitmen Indonesia di dalam
kesepakatan tersebut melahirkan upaya mitigasi Pada subsektor transportasi udara, Direktorat
perubahan iklim berskala nasional, yakni Rencana Jenderal Perhubungan Udara (DJPU) - Kementerian
Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN Perhubungan menjalankan kebijakan dari ICAO
GRK) tahun 2011. Indonesia kemudian memperbarui terkait mitigasi perubahan iklim di sektor
targetnya dalam Persetujuan Paris yang disepakati transportasi udara. Di sisi lain, Kementerian
dalam United Nations Climate Change Conference of Perhubungan juga memiliki unit kerja Pusat
the Parties (COP) ke-21 tahun 2016 dalam Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan (PPTB) di
kesepakatan Nationally Determined Contribution bawah Sekretariat Jendral Kementerian yang
(NDC), yang kemudian disahkan oleh pemerintah menjalankan kebijakan terkait perubahan iklim
Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun dengan mengacu pada dokumen NDC. PPTB ini juga
2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the melaksanakan koordinasi dengan stakeholder lain
United Nations Framework Convention on Climate yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Change (UNFCCC). Negara yang terlibat dalam (KLHK) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya
UNFCCC berkewajiban untuk melindungi sistem Mineral (KESDM) dalam menjalankan NDC. Di tahap
iklim demi kepentingan generasi sekarang dan perencanaan, koordinasi penyusunan target dan
generasi yang akan datang atas dasar asas kesetaraan prioritas program dilaksanakan di Biro Perencanaan
yang sesuai dengan tanggung jawab dan kemampuan dan Sekretariat Jendral masing-masin subsektornya.
yang dimiliki. Dalam hal ini, negara maju harus
DJPU dan PPTB memiliki target masing-masing,
memimpin dalam mengatasi perubahan iklim dan
namun diperlukan landasan yang terpadu di tingkat
dampak merugikan yang ditimbulkan [2]. Indonesia
roadmap dan perencanaan agar menjadi acuan
kemudian memperbarui target dalam dokumen
bersama sehingga lebih komprehensif dan tidak
Updated NDC yang disahkan dalam rangka
terjadi double counting. Hal ini menunjukkan adanya
menyambut Glasgow Climate Pact pada COP ke-26
kompleksitas pada aspek kerangka program, regulasi,
tahun 2021, di mana Indonesia menambahkan
dan kelembagaan di Kementerian Perhubungan.
skenario yang lebih ambisius melalui Low Carbon
Compatible with Paris Agreement (LCCP) untuk Selain kompleksitas regulasi dan koordinasi antar
membatasi kenaikan temperatur global di bawah 1,5 lembaga tersebut, pencapaian target penurunan
derajat Celcius (Gambar 1). Komitmen global tersebut emisi GRK ini juga membutuhkan biaya yang tidak
tentunya perlu diturunkan ke dalam rencana aksi dan sedikit. Perlu adanya sebuah kerangka pendanaan
program yang dapat dilaksanakan pada target, untuk mendukung upaya yang sinergis dan
sasaran, kebijakan hingga prioritas program dan keterpaduan program pembangunan yang rendah
kegiatannya di masingmasing tingkat sektoralnya, karbon di berbagai sektor yang berperan dalam
termasuk salah satunya di sektor energi dan pelaksanaan kebijakan perubahan iklim di Indonesia.
transportasi.
Tuntutan untuk pembuatan kebijakan terpadu
Pada tahun 2018, sektor transportasi merupakan telah dilaksanakan di berbagai negara barat sejak
kategori penyumbang kedua terbesar emisi GRK awal 1990-an. Sebelum itu banyak negara barat telah
sektor energi yaitu sebesar 26,4 persen atau sekitar menghadapi konsekuensi yang tidak diinginkan dari
157.325 Gg CO2e dengan peningkatan rata-rata ketergantungan yang kuat pada legislasi dan
sebesar 7.88 persen per tahun selama satu dekade kebijakan sektoral. Dampak dari kebijakan ego
terakhir [3]. Dalam sektor transportasi, hingga saat sektoral yang kurang terpadu dapat mengakibatkan
ini terdapat tiga pengaturan internasional dalam
kebijakan dan program penurunan emisi, yaitu target
penurunan emisi di tingkat nasional dalam dokumen
NDC/Updated NDC yang ditetapkan mengacu pada
mekanisme COP UNFCC bagi sektor energi (termasuk
transportasi), program Carbon Offsetting and
Reduction Scheme for International Aviation
(CORSIA) yang ditetapkan sesuai mekanisme dalam
International Civil Aviation Organization (ICAO) bagi
emisi penerbangan internasional, subsektor Sumber: Dokumen terkait (RAN-GRK, NDC, Updated NDC)
transportasi udara, dan roadmap pengurangan Gambar 1. Target Migitasi Perubahan Iklim Indonesia

10
Warta Penelitian Perhubungan 2022, 34 (1): 9-22 Umiyatun Hayati T, dkk

kebijakan yang tidak efisien, duplikasi, bahkan Report-Verification (MRV), di mana tahun 2019
kelembaman institusional [4]. Oleh karena itu, terdapat 8 (delapan) operator maskapai yang
berdasarkan latar belakang dan urgensi tersebut, berpartisipasi dan mengajukan Emission Monitoring
diperlukan pelaksanaan Kajian mengenai integrasi Plan (EMP) masing-masing, yang kemudian disetujui
pengarusutamaan komitmen dan program oleh DJPU. Implementasi ICAO CORSIA ini kemudian
perubahan iklim dengan pendekatan prinsip dilaporkan oleh DJPU.
pembangunan berkelanjutan dan penerapan prinsip
Pengarusutamaan komitmen dan perencanaan
Whole of Government (WOG) temasuk pada sektor
program perubahan iklim perlu dilakukan dengan
transportasi. Dengan adanya kolaborasi antarinstansi
pendekatan prinsip WOG pada sektor transportasi.
sesuai prinsip WOG, pada setiap tahapannya,
WOG pada dasarnya merupakan sebuah pendekatan
diharapkan kendala-kendala yang terjadi dapat
penyelenggaraan pemerintahan yang menyatukan
dihadapi secara terpadu dan optimal dalam rangka
upaya-upaya kolaboratif pemerintahan dari seluruh
mencapai tujuan bersama.
sektor dalam ruang lingkup koordinasi yang lebih
Kajian ini bertujuan untuk mengetahui integrasi luas guna mencapai tujuan pembangunan kebijakan,
pengarusutamaan komitmen dan program manajemen program, dan pelayanan publik. WOG
perubahan iklim pada sektor transportasi juga dikenal sebagai pendekatan inter-agency yang
berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan melibatkan sejumlah kelembagaan yang terkait
dan penerapan prinsip WOG. Dalam Kajian ini, ruang dengan berbagai urusan yang relevan [5]. Pendekatan
lingkup studi difokuskan pada pengarusutamaan isu WOG ini sudah berkembang terutama di negara-
perubahan iklim dalam tahap perencanaan program negara Anglo-Saxon seperti Inggris, Australia, dan
di sektor transportasi dengan pendekatan studi kasus Selandia Baru. Di Inggris, WOG dilakukan dengan cara
pada subsektor transportasi udara. Subsektor mengintegrasikan sektor-sektor ke dalam satu cara
transportasi udara merupakan salah satu subsektor pandang dan sistem. Hal ini sudah dilakukan sejak
transportasi yang sarat dengan berbagai regulasi, pemerintahan partai buruh milik Tony Blair sekitar
dengan kompleksitas dan koordinasi kelembagaan tahun 1990 melalui gerakan modernisasi program
yang tinggi, dan mengikuti standar penerbangan pemerintahan dan sering kali dikenal dengan istilah
internasional, termasuk dalam upaya penurunan “joined-up government” [5].
emisinya. Oleh karena itu, subsektor ini diharapkan
Dalam konteks perubahan iklim, sumber daya
dapat menjadi benchmarking untuk peningkatan
manusia sebagai komponen kunci dalam
pada subsektor transportasi lainnya.
pengembangan organisasi pembelajar yang memiliki
Pada praktik menghadapi perubahan iklim, ICAO keahlian di bidang perubahan iklim masih sedikit
telah mengeluarkan Dokumen Nomor 9988 berjudul sekali. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan
Guidance on the Development of States’ Action Plans kapasitas agar penanganan perubahan iklim dapat
on CO2 Emissions Reduction Activities. Dalam menyeluruh mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pelaksanaannya, negara-negara sukarelawan dapat dan pemantauan yang didukung dengan sistem
mengikuti panduan dan rekomendasi yang dapat pengukuran, verifikasi, dan pelaporannya (MRV).
diadaptasi sebagai State Action Plans. State Action Selain kompetensi sumber daya manusia,
Plans merupakan alat perencanaan dan pelaporan manajemen perubahan juga turut mendukung dalam
secara sukarela bagi negara anggota untuk pengembangan learning organization.
mengomunikasikan informasi tentang kegiatan
Perubahan memerlukan pengelolaan untuk
negara anggota untuk mengatasi emisi CO2 dari
mencapai keberhasilan melalui implementasi
penerbangan sipil internasional kepada ICAO.
manajemen perubahan. Beberapa konsep
Selain itu, ICAO juga mengeluarkan kebijakan manajemen perubahan menurut Green: “Change
untuk mengurangi emisi GRK berjudul CORSIA yang management can be defined as a style of
berisi skema pengimbangan karbon dan management that aims at encouraging organizations
pengurangan karbon untuk menurunkan emisi CO 2 and individuals to deal effectively with the changes
untuk penerbangan internasional yang betujuan taking place in their work organizational change
untuk membatasi dampak penerbangan terhadap includes mission changes, strategic changes,
perubahan iklim. Implementasi ICAO CORSIA ini operational changes (including structural change),
tercermin dalam dokumen ICAO berjudul CORSIA technological changes, changing the attitudes and
States for Chapter 3 State Pairs yang dirujuk dalam behaviors of personnel, countering resistance from
Annex 16, Volume IV. different employees of companies and aligning them
to strategic directions of the organization” [6].
Secara resmi DJPU telah mengumumkan
posisinya untuk secara sukarela bergabung dengan Konsep tersebut mengandung makna bahwa
manajemen perubahan merupakan gaya manajemen
implementasi CORSIA pada fase percontohan di
yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas
tahun 2021. Sebelumnya, DJPU melaporkan hasil
implementasinya melalui mekanisme Monitoring-

11
Umiyatun Hayati T, dkk Warta Penelitian Perhubungan 2022, 34 (1): 9-22

organisasi dan individu agar melakukan perubahan


dalam lingkup kerjanya.

2. Metodologi
Kajian ini menggunakan data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh dari kegiatan focus
group discussion (FGD), sedangkan data sekunder
sebagai data pendukung diperoleh melalui
pencatatan dokumen-dokumen yang mempunyai
keterkaitan dengan pembahasan kajian. Nantinya,
akan dilakukan analisis lebih lanjut dengan penilaian
dari variabel dan indikator pengarusutamaan dan
analisis kesenjangan (gap analysis). Sumber: Hasil analisis, 2022
Gambar 2. Kerangka Kebijakan dalam Pelaksanaan
FGD adalah suatu metode pengumpulan data Gap Analysis
secara kualitatif yang dilakukan untuk mendapatkan
informasi mendalam di mana sumber informasi 2.1 Gap Analysis
individu atau lembaga dipilih secara khusus, bukan
dari suatu sampel besar atau secara statistik. FGD Analisis kesenjangan atau gap analysis diartikan
terdiri dari empat langkah yaitu perencanaan sebagai perbandingan kinerja aktual dengan kinerja
penelitian (research design), pengumpulan data (data potensial atau yang diharapkan. Analisis kesenjangan
collection), analisis (analysis), dan penyusunan hasil digunakan untuk mengevaluasi bisnis dengan
dan pelaporan (results and reporting) [7]. membandingkan kinerja perusahaan saat ini dengan
kinerja yang sudah ditargetkan sebelumnya serta
Adapun variabel dan indikator yang digunakan menentukan langkah-langkah apa yang perlu
dalam kajian ini mengacu pada kriteria yang dilakukan untuk mengurangi kesenjangan tersebut
digunakan untuk melakukan penilaian dan mencapai kondisi yang diinginkan di masa
pengarusutamaan kebijakan terkait perubahan iklim depan. Model analisis ini didasarkan pada asumsi
yakni kriteria inklusi, konsistensi, pembobotan, konsumen dengan membandingkan kinerja
pelaporan, dan sumber daya seperti tercantum pada perusahaan dengan standar tertentu atau ekspektasi
Tabel 1 [8]. konsumen [9]. Kajian ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Pendekatan kualitatif mendorong
Tabel 1. Kriteria Penilaian Pengarusutamaan Kebijakan pemahaman atas substansi dari suatu peristiwa.
Dengan demikian, penelitian kualitatif tidak hanya
Kriteria Sasaran Kriteria bertujuan untuk memenuhi keinginan peneliti untuk
Inklusi Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana mendapatkan gambaran/ penjelasan, tetapi juga
tujuan dan/atau dampak kebijakan iklim membantu untuk mendapatkan penjelasan yang
telah dipertimbangkan lebih dalam [10]. Untuk memudahkan analisis yang
Konsistensi Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana akan dilakukan, dibuat suatu kerangka kebijakan
telah dilakukan identifikasi terkait untuk mengetahui gap analysis dalam bentuk alur
kontradiksi antara tujuan kebijakan (terkait yang ditunjukkan pada Gambar 2.
iklim dan tujuan sektoral lainnya) dan
berdasarkan hal tersebut telah dilakukan 3. Hasil dan Pembahasan
upaya untuk meminimalkan kontradiksi
3.1 Kebijakan Penanganan Isu Perubahan Iklim di
yang telah teridentifikasi sebelumnya.
Subsektor Transportasi Udara
Pembobotan Bertujuan untuk mengetahui prioritas
sasaran dari kebijakan perubahan iklim Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dihadiri
dibandingkan kebijakan lainnya yang telah oleh Pusat Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan,
diputuskan dalam dokumen perencanaan Staf Ahli Menteri Bidang Teknologi Lingkungan dan
Pelaporan Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
Energi Perhubungan, dan perwakilan dari Bagian
mitigasi dan adaptasi perubahan iklim telah
Perencanaan di Subsektor Kementerian
dirumuskan dalam informasi kinerja dan
dievaluasi secara kontinu.
Perhubungan. Dari kegiatan Focus Group Discussion
Sumber Bertujuan untuk mengetahui apakah yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa
Daya pengetahuan internal maupun eksternal pemerintah Republik Indonesia telah berusaha
tentang mitigasi dan adaptasi perubahan menangani isu perubahan iklim melalui jalur
iklim tersedia dan digunakan, serta apakah kebijakan yang diimplementasikan kepada masing-
sumber daya (kerangka kelembagaan, SDM, masing Kementerian/ Lembaga (K/L). Perencanaan
kerangka pendanaan, dan waktu) telah untuk menangani perubahan iklim tersebut
dialokasikan secara optimal. dituangkan dalam Rencana Strategis K/L yang
Sumber: [8]

12
Warta Penelitian Perhubungan 2022, 34 (1): 9-22 Umiyatun Hayati T, dkk

diturunkan sebagai bagian dari action plan, termasuk 3.1.4 Airspace System Management Improvement
di dalamnya hingga su sektor transportasi udara. Aksi ini dilaksanakan dengan meningkatkan
Dalam Renstra Kementerian Perhubungan, efisiensi manajemen lalu lintas udara dan
terdapat lima agenda prioritas dan tiga fokus utama, memberikan kontribusi untuk keselamatan
di antaranya adalah menyediakan sarana dan penerbangan melalui Indonesia Air Traffic Flow
prasarana transportasi untuk mewujudkan Management (ATFM), penerapan prosedur Point of
konektivitas nasional dengan membangun fasilitas Merge System (PMS) untuk menggantikan RNAV 1
infrastruktur dan sarana transportasi. Pentingnya STAR untuk mengantisipasi peningkatan traffic di
peran subsektor transportasi udara dalam penurunan bandara, dan pembuatan Indonesia Air Navigation
emisi tercermin dalam dokumen Peraturan Presiden Carbon Emission Calculator (INAVCEC) untuk
nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJMN Tahun 2020- menghitung emisi karbon pesawat udara.
2024 di mana direncanakan pembangunan 21
3.1.5 Bahan Bakar Alternatif
bandara udara baru dalam periode 2020-2024. Dalam
rangka membangun sarana prasarana transportasi Pemanfaatan bahan bakar alternatif berupa biojet
tersebut, terdapat manfaat sampingan berupa fuel dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri
potensi pengurangan emisi GRK sebagai dampak atas ESDM No 12 Tahun 2015 yang mengatur target
perencanaan dan pembangunan moda angkutan yang campuran sebanyak 2% pada 2016, 3% pada 2020, dan
efisien dan ramah lingkungan [11]. 5% pada 2025. Telah dilakukan uji coba biojet fuel J2.4
yang memiliki campuran 2,4% biojet fuel buatan
Selain itu, dokumen perencanaan Kementerian Pertamina yang bekerjasama dengan ITB pada
Perhubungan dipetakan menjadi dokumen rencana pesawat CN-235 buatan PT Dirgantara Indonesia.
strategis dan rencana induk pada tiap direktorat. Performa J2.4 dari hasil uji coba ini menunjukkan
Khusus untuk transportasi udara, hal ini tertuang hasil yang hampir serupa dengan bahan bakar
dalam Keputusan Dirjen Perhubungan Udara nomor konvensional.
KP 13 Tahun 2021 tentang Renstra Ditjen
Perhubungan Udara Tahun 2020-2024 di mana 3.1.6 Renewable Energy Using Solar-cell for Airport
efisiensi pemanfaatan energi dan emisi gas buang Facilities dan Ecoairport
menjadi bagian dari dampak pelayanan dalam isu Implementasi program renewable energy di
strategis transportasi udara [11]. bandara telah meningkat sejak 2011, yang dilakukan
Sebagai upaya mitigasi penurunan emisi GRK di melalui kegiatan pemasangan sistem solar cell dan
sektor transportasi udara, Kementerian Perhubungan penggunaan sistem penerangan solar cell. Instalasi
melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sistem solar cell diimplementasikan pada 47 bandara
melakukan beberapa aksi di antaranya [11]: dengan penerangan jalan berbasis solar cell pada 106
bandara dan tiga kantor otoritas bandara. Sementara
3.1.1 Peremajaan Pesawat Udara itu, eco airport mencakup 3 (tiga) kegiatan yaitu
Pada tahun 2015-2020, rata-rata 110 jumlah penggunaan renewable energy, penggunaan LED, dan
pesawat didaftarkan per tahun dengan 40-50% implementasi program penghijauan yang telah
merupakan pesawat baru, dengan kualifikasi rendah terimplementasi pada 126 bandara dan tiga otoritas
karbon. bandara.

3.1.2 Aircraft Operational and Maintenance 3.1.7 Market-Based Measure – CORSIA


Improvement
Ditjen Perhubungan Udara secara resmi telah
Mitigasi penurunan emisi dalam hal operasi dan mengumumkan posisinya untuk secara sukarela
perawatan dilaksanakan dengan tujuan bergabung dengan implementasi CORSIA pada fase
penghematan bahan bakar maupun suku cadang. percontohan pada tahun 2021. Selama ini DGCA
Contoh tindakannya antara lain melalui Indonesia aktif mengikuti pembahasan CORSIA
implementasi single engine taxi, penerapan dilakukan di dalam Komite ICAO tentang
pendaratan pada bandar udara alternatif terdekat, Perlindungan Lingkungan Penerbangan (CAEP).
fuel tankering, dan fuel conservation. Program ini dimanfaatkan sebagai program
peningkatan kapasitas yang dilakukan oleh ICAO di
3.1.3 Performance-Based Navigation Indonesia berbagai daerah. Kegiatan MRV telah dimulai selama
Performance-Based Navigation (PBN) tahun 2019 dan 2020. Untuk tahun laporan 2019,
memberikan manfaat di antaranya menyediakan rute delapan operator maskapai telah berpartisipasi
dan prosedur terminal yang lebih fleksibel, dalam skema CORSIA. EMP telah diajukan oleh
mengurangi kepadatan lalu lintas di ruang udara, operator maskapai tersebut dan disetujui oleh Ditjen
konservasi bahan bakar, pengurangan kebisingan, Perhubungan Udara. Untuk mengimplementasikan
dan peningkatan kapasitas di dalam ruang udara. program ini, penting untuk mengikuti pembaruan
dari ICAO karena ini adalah skema baru. Pengetahuan
teknis, pelatihan, dan pengembangan kapasitas

13
Umiyatun Hayati T, dkk Warta Penelitian Perhubungan 2022, 34 (1): 9-22

(a) (b)
Sumber: [12]
Gambar 3. Proyeksi Kebutuhan Energi Final di Draf NZE Sektor Energi

tentang proses MRV, Akreditasi Badan Verifikasi, Beberapa target dalam draf NZE terkait sektor
Sustainable aviation claim, dan Emission Cancellation transportasi adalah pemberhentian impor minyak
Unit yang dibutuhkan maskapai, Badan Verifikasi, bumi di tshun 2030, mempertahankan pemanfaatan
dan otoritas seperti Badan Akreditasi Nasional dan biodiesel sebesar 30% (B30) di bahan bakar, dan target
Ditjen Perhubungan Udara (Direktorat Kelaikan penambahan Kendaraan Berbasis Listrik (KBL)
Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara). Secara sebesar 13 juta motor listrik, 2 juta mobil listrik, dan
keseluruhan, pelaksanaan aksi mitigasi gas rumah 6 ribu bus listrik pada tahun 2030. Diasumsikan
kaca pada tahun 2021 di sektor transportasi efisiensi penggunaan bahan bakar juga meningkat
berpotensi menurunkan emisi GRK sebanyak seiring berjalannya waktu.
370.148,76 Ton CO2 yang ditunjukkan pada Tabel 2
Selain NZE, pada tahun 2020 dibentuk Tim
[12].
Perumus Grand Strategi Energi Nasional (GSEN) oleh
Dalam kebijakan energi rendah karbon di sektor KESDM dan Dewan Energi Nasional untuk membuat
transportasi, rencana penerapan energi kendaraan dokumen penyesuaian RUEN dengan melibatkan
berbasis listrik di sektor transportasi merupakan Kemenko Perekonomian, Kemenko Maritim dan
salah satu prinsip utama dalam upaya pencapaian Investasi, Kementerian BUMN, Kementerian
target nol emisi atau Net Zero Emission (NZE) pada Keuangan, Kementerian Perindustrian, dan SKK
tahun 2060 yang telah ditetapkan oleh KLHK. Dalam Migas. Draf akhir GSEN telah dipresentasikan pada
dokumen Long Term Strategy for Low Carbon and Sidang Paripurna Dewan Energi Nasional, dan saat ini
Climate Resilience (LTS-LCCR), KLHK juga
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Monitoring Aksi Mitigasi
mengusulkan target baru NZE di tahun 2060 untuk
GRK (2021)
penurunan emisi sebesar 62 Juta Ton CO2e untuk
sektor transportasi melalui intensifikasi penggunaan Potensi
biofuel dan Bahan Bakar Gas (BBG). No Aksi Mitigasi Penurunan Emisi
GRK (Ton CO2e)
Hingga saat ini, peta jalan untuk pencapaian 1 Peremajaan angkutan udara 280.089,48
target NZE jangka panjang hingga tahun 2060 di 2 Penyempurnaan sistem dan 0
sektor energi masih dikembangkan dan masih dalam prosedur pengoperasian serta
tahap pembahasan antar K/L dengan dipimpin oleh perawatan pesawat udara
3 Penerapan Performanced-Based 0
KESDM. Berdasarkan hasil pemodelan jangka
Navigation (PBN)
panjang, pada draf awal dokumen NZE yang 4 Pemanfaatan energi baru dan
dilakukan KESDM berdasarkan LCCP, diperoleh terbarukan
bahwa target emisi dari sektor transportasi di tahun − Pembangunan pembangkit 4.474
2060 hanya bisa turun menjadi 65 Juta Ton CO2e, listrik tenaga surya
− Pemanfaatan solar cell untuk 30.824,25
sedikit lebih tinggi di atas batas dari KLHK. Akan penerangan jalan
tetapi, setelah melalui konsolidasi, diperoleh target 5 Penggunaan lampu Light Emitting 42.290,00
yang lebih ambisius yaitu penurunan sektor emisi Diode (LED) untuk penerangan
transportasi sekitar 41 Juta Ton CO2e. Namun, hal ini bandar udara dan rambu navigasi
penerbangan
ditargetkan dengan catatan memperoleh dukungan
6 Penghijauan lingkungan bandar 12.471,00
internasional termasuk secara pendanaan, studi, dan udara
capacity building termasuk sharing teknologi/ 370.148,76
Total
informasi [12].
Sumber: [11]

14
Warta Penelitian Perhubungan 2022, 34 (1): 9-22 Umiyatun Hayati T, dkk

Tabel 3. Program Penurunan Emisi Sektor Transportasi


dalam GSEN
Sisi Infrastruktur:
Sisi Demand: Pengurangan
Pengembangan Infrastruktur
Impor BBM
Gas dan Listrik
- Penerapan BBG untuk - Pengembangan pipa
transportasi, dengan transmisi dan distribusi gas,
target sebesar 440 ribu serta pengembangan
kendaraan dan 257 unit fasilitas mini regas LNG
kapal di tahun 2030 untuk penambahan
FSRU/FSU dan FRU untuk PT Sumber:[13]
- Penerapan Kendaraan
Listrik Berbasis Baterai PLN; Gambar 4. Renstra Kementerian Perhubungan
(KBLBB) sebesar 2 juta - Pengembangan 18 ruas
mobil dan 13 juta motor transmisi prioritas (IKU). Peta strategis Kementerian Perhubungan
di tahun 2030 ketenagalistrikan, 7 proyek
smart grid, pengembangan Tahun 2020-2024 dapat dilihat pada Gambar 4.
- Penerapan biofuel untuk
fasilitas Co-Firing PLTU dan
mempertahankan B30
419 GW potensi EBT untuk
3.2.2 Penyusunan Rencana Aksi Mitigasi Penurunan
dan mengoptimalkan
pembangkitan listrik. Emisi berbasis ICAO
produksi Bahan Bakar
Nabati sekitar 238 BOEPD Di sektor transportasi udara, DJU Kementerian
di tahun 2030.
Perhubungan memiliki kewajiban untuk
Sumber:[12] melaksanakan mitigasi dan melaporkan isu
sedang dikoordinasikan oleh KSP untuk menuju perubahan iklim kepada ICAO karena sektor
proses finalisasi dalam bentuk Peraturan Presiden. transportasi udara berada di bawah naungan
Beberapa program terkait pengurangan emisi di organisasi internasional tersebut. Dalam hal ini ICAO
sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel 3. memiliki target tersendiri terhadap perubahan iklim,
namun masih tetap berada di bawah naungan PBB
Di luar program akselerasi yang ditetapkan dalam
(UNFCCC) yang secara bersama-sama berusaha
lingkup draftGSEN tersebut, masih diperlukan usaha
mencapai target penurunan perubahan iklim dunia
dan program pendukung dalam sektor transportasi
yang sama.
yang mampu memenuhi selisih kuota target
penurunan emisi dari sektor energi, terutama melalui 3.2.3 Penyusunan Rencana Aksi Mitigasi Penurunan
inisiasi kebijakan fiskal dan manajemen karbon, dan Emisi berbasis NDC
upaya-upaya lain seperti efisiensi dan konservasi Kementerian Perhubungan memiliki unit kerja
energi secara massive. PPTB yang memiliki tugas melaksanakan pembinaan
3.2 Hasil Pelaksanaan Gap Analysis di Subsektor dan pengelolaan kebijakan lingkungan hidup,
Transportasi Udara peningkatan sistem dan inovasi pelayanan
transportasi berkelanjutan sesuai dalam PM 67 Tahun
3.2.1 Dokumen Perencanaan Terkait Perubahan 2021 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian
Iklim di Kementerian Perhubungan Perhubungan. PPTB memiliki kewajiban untuk
Penilaian integrasi kebijakan perubahan iklim mengelola dan melaporkan kebijakan terkait
dalam dokumen perencanaan dilihat dari aspek perubahan iklim di sektor transportasi kepada KLHK
inklusi dapat diperoleh dari informasi bahwa dampak bersama dengan KESDM. Data dalam laporan PPTB
dari perubahan iklim telah menjadi agenda prioritas tersebut berasal dari subsektor di Kementerian
dalam Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Perhubungan, salah satunya yaitu DJU.
Tahun 2020-2024. Dalam hal ini, terdapat sasaran
strategis Kementerian Perhubungan yaitu
Meningkatnya Kualitas Transportasi yang
Berkelanjutan. Sasaran strategis tersebut kemudian
dikerucutkan (cascading) ke unit kerja Eselon 1 yaitu
Sekretariat Jenderal Perhubungan, dengan Indikator
Kinerja Program (IKP) Penurunan Emisi GRK Sektor
Transportasi. Program tersebut hanya di cascading ke
unit kerja eselon 2 yaitu PPTB. Di sisi lain, Direktorat
Jenderal Perhubungan Udara (DJU) memiliki tugas
pokok dan fungsi berdasarkan PM 67 Tahun 2021
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Perhubungan yang salah satu aspeknya adalah Sumber: Hasil FGD, 2022
“kualitas lingkungan hidup penerbangan”. Namun, Gambar 5. Pelaksanaan Gap Analysis di Sektor
hanya satu subsektor saja yang memasukkan aspek Transportasi Udara
lingkungan hidup dalam Indikator Kinerja Utama

15
Umiyatun Hayati T, dkk Warta Penelitian Perhubungan 2022, 34 (1): 9-22

Tabel 4. Gap Analysis pada 5 (lima) Aspek Pengarusutamaan

Kondisi
Aspek
Ideal Gap Realita

Inklusi Sejauh mana tujuan, target, dan Penjabaran prioritas program Dalam dokumen perencanaan strategis
sasaran program perubahan iklim masih belum menyeluruh (RENSTRA) Kementerian Perhubungan
dan/atau kebijakan penanganan pada masing-masing (2020-2024) dan dokumen turunannya
dampak perubahan iklim telah subsektor transportasi di dalam Renstra di tingkat subsektor
dipertimbangkan. Indikator yang
Kementerian Perhubungan. transportasi, penjabaran prioritas
digunakan adalah program
Penjabaran hanya terdapat di program perubahan iklim (penurunan
perubahan iklim yang telah
satu unit kerja eselon 2 saja. emisi GRK sektor transportasi) hanya
dikerucutkan (di-cascading) Beberapa subsektor sudah dijabarkan dan diselaraskan di dalam
dalam dokumen perencanaan memiliki mekanisme target kinerja satu unit kerja eselon 2 di
setiap unit kerja. Hal ini bisa tersendiri karena ada bawah Sekretariat Jenderal saja yaitu di
dituangkan dalam sebuah keterlibatan organisasi unit PPTB.
peraturan tertulis yang sifatnya internasional, namun masih
mengikat pada unit kerja dalam Penjabaran dan pengarusutamaan
ada subsektor yang masih
lembaga terkait. Selain itu dapat program perubahan iklim di masing-
belum memiliki mekanisme
dilihat sejauh mana struktur atau masing subsektor, yang ditargetkan
tersebut.
pendekatan organisasi dapat dalam NDC untuk melaksanakan
mendukung integrasi kebijakan kebijakan mitigasi perubahan iklim di
perubahan iklim. Dapat dilihat tingkat nasional belum dijabarkan
pula sejauh mana tanggung jawab (cascading NDC), namun untuk
didistribusikan dalam subsektor transportasi laut dan udara
mengorganisir tujuan program yang juga harus memenuhi ketentuan
perubahan iklim. organisasi internasional terkait seperti
dengan IMO untuk moda laut (Ditjen
Perhubungan Laut), dan ICAO untuk
moda udara (Ditjen Perhubungan
Udara) telah memiliki mekanisme
koordinasi dan sistem pelaporan
tertentu, namun masih perlu
diintegrasikan dengan mekanisme
sistem perencanaan program dalam
Renstra ataupun sistem pelaporan
(MRV) ke UNFCCC.

Tindak lanjut: Perlu adanya


penyelarasan dokumen perencanaan
yang diturunkan dari Program Prioritas
nasional sampai dengan level unit kerja
(eselon 2). Selain itu, perlu adanya
organisasi dan distribusi tanggung
jawab yang seimbang dalam
menjalankan program penurunan gas
rumah kaca setiap unit kerja di
lingkungan Kementerian Perhubungan.

Konsistensi Sejauh mana telah dilakukan Penjabaran target pada Dalam tugas pokok dan fungsi
identifikasi terkait kontradiksi Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
antara tujuan kebijakan (terkait pada sektor yang diamati masih (DJU), terdapat istilah “kualitas
iklim dan tujuan sektoral lainnya) belum konsisten. Terdapat lingkungan hidup penerbangan”.
dan berdasarkan hal tersebut telah tugas pokok dan fungsi yang Namun dari pengamatan Indikator
dilakukan upaya untuk seharusnya dijalankan oleh Kinerja Utama (IKU) pada masing-
meminimalkan kontradiksi yang seluruh unit kerja, namun masing unit kerja DJU, hanya 1 (satu)
telah teridentifikasi sebelumnya. hanya beberapa unit kerja saja Direktorat saja yang memiliki IKU
Indikator yang digunakan adalah yang memiliki IKU sesuai terkait kebijakan lingkungan hidup. Hal
setiap unit kerja telah mengadopsi dengan tugas pokok dan fungsi ini menunjukkan penerapan kebijakan
dokumen perencanaan yang telah yang terkait dengan perubahan lingkungan hidup di subsektor
ditetapkan dalam mencapai target iklim. Selain itu, Kementerian Kementerian Perhubungan, terutama
mitigasi perubahan iklim dalam Perhubungan memiliki sasaran DJU, masih belum seluruhnya
Indikator Kinerja Utamanya. strategis untuk mewujudkan menerapkan kebijakan sesuai dengan
Namun, perlu diperhatikan bahwa konektivitas nasional. Namun, prinsip pembangunan berkelanjutan,
Indikator Kinerja Utama lainnya dapat diketahui bahwa terutama dari aspek lingkungan, dan
tidak berkontradiksi dengan peningkatan konektivitas dapat juga dalam menerapkan
Indikator Kinerja Utama terkait memberikan dampak yang pengarusutamaan program perubahan
mitigasi perubahan iklim. Oleh negatif 16 pada konteks iklim yang terintegrasi di setiap unit
karena itu, sasaran atau target perubahan iklim akibat terkait.
rencana strategis lembaga tersebut meningkatnya transportasi.
Warta Penelitian Perhubungan 2022, 34 (1): 9-22 Umiyatun Hayati T, dkk

Kondisi
Aspek
Ideal Gap Realita

tidak berkontradiksi dengan peningkatan konektivitas dapat juga dalam menerapkan


Indikator Kinerja Utama terkait memberikan dampak yang pengarusutamaan program perubahan
mitigasi perubahan iklim. Oleh negatif pada konteks iklim yang terintegrasi di setiap unit
karena itu, sasaran atau target perubahan iklim akibat terkait.
rencana strategis lembaga tersebut meningkatnya transportasi. Selain itu, setiap program kebijakan
dapat berjalan bersama tanpa berpotensi memiliki pengaruh dalam
membebani satu sama lain. perubahan iklim. Salah satu sasaran
strategis Kementerian Perhubungan
adalah terwujudnya konektivitas
nasional. Agar sasaran strategis tersebut
dapat terlaksana, maka diperlukan
konsistensi dalam penerapannya agar
tidak menimbulkan dampak pada
perubahan iklim.
Tindak lanjut: Perlu adanya
perencanaan secara bersama sehingga
masing-masing unit kerja secara
konsisten mengadopsi program dalam
mendukung pencapaian target mitigasi
perubahan iklim baik secara nasional
dalam NDC maupun internasional.
Kajian kelembagaan dapat dilakukan
untuk mendukung penerapan program
yang konsisten dan tidak saling bertolak
belakang.

Pembobotan Prioritas sasaran dari kebijakan Pembobotan target untuk Salah satu sasaran strategis
perubahan iklim dibandingkan membantu memitigasi isu Kementerian Perhubungan yaitu
kebijakan lainnya yang telah perubahan iklim masih belum Meningkatnya Kualitas Transportasi
diputuskan dalam dokumen merata. yang Berkelanjutan. Sasaran strategis
perencanaan. Indikator yang tersebut kemudian dikerucutkan
digunakan adalah masing-masing (cascading) ke unit kerja Eselon 1 yaitu
unit kerja memiliki prioritas sasaran Sekretariat Jenderal Perhubungan,
masing-masing sesuai dengan tugas dengan Indikator Kinerja Program
pokok dan fungsinya serta proses Penurunan Emisi GRK Sektor
bisnis unit kerja tersebut. Kriteria Transportasi. Program tersebut hanya di
mitigasi perubahan iklim juga dapat cascading ke unit kerja PPTB serta
dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu terdapat di beberapa unit eselon 2
untuk mencapai target nasional lainnya. Hal ini menunjukkan kebijakan
(NDC) dan target internasional. terkait perubahan iklim masih belum
terlalu menjadi prioritas.
Tindak lanjut: Perlu adanya sinkronisasi
terhadap rencana strategis lembaga
yang dituangkan dalam aksi mitigasi
masing-masing unit kerja dan target
NDC yang baru. Untuk menghindari
perhitungan ganda, perlu adanya
pembagian kerja berdasarkan ruang
lingkupnya yaitu dalam skala nasional
untuk mencapai target NDC dan skala
internasional untuk mencapai target
yang ditetapkan PBB melalui organisasi
internasional (ICAO, dan IMO).

17
Umiyatun Hayati T, dkk Warta Penelitian Perhubungan 2022, 34 (1): 9-22

Kondisi
Aspek
Ideal Gap Realita

Pelaporan Sejauh mana mitigasi dan adaptasi Masih ditemukan celah pada Masih terdapat potensi double counting
perubahan iklim telah dirumuskan sistem pelaporan akibat dengan adanya subsektor yang
dalam informasi kinerja dan struktur kelembagaan dan diharuskan melakukan pelaporan pada
dievaluasi secara kontinu. pembagian wewenang yang koordinator yang berbeda (Gambar 4).
Indikatornya adalah telah tersedia masih tumpang tindih dan Tindak lanjut: Perlu adanya kajian
sistem pelaporan dengan prosedur perlu diperjelas. terhadap pembuatan sistem pelaporan
yang standar pada lembaga. Sistem sehingga organisasi memiliki sistem
pelaporan ini didukung dengan pelaporan yang standar. Pihak ketiga
pembagian kriteria pencapaian seperti akademisi dapat dilibatkan
target mitigasi perubahan iklim dalam sistem pelaporan serta kajian
yaitu domestik dan internasional. yang dilakukan tersebut.

Sumber Pengetahuan internal maupun SDM yang memiliki Pada umumnya, SDM yang memiliki
Daya eksternal tentang mitigasi dan pengetahuan terkait isu pengetahuan mengenai perubahan iklim
adaptasi perubahan iklim tersedia perubahan iklim masih masih terbatas. Kerangka kelembagaan
dan digunakan, serta apakah terbatas. Di sisi lain, serta kewenangan dan pendanaannya
sumber daya (kerangka perpindahan SDM sangat juga perlu diperjelas kembali.
kelembagaan, SDM, kerangka lumrah ditemukan di
pendanaan, dan waktu) telah Kementerian Perhubungan
dialokasikan secara optimal. sehingga perpindahan ilmu Tindak lanjut: Perlu adanya kajian
Indikator yang diperlukan adalah: belum terfasilitasi dengan baik. terkait kerangka kelembagaan serta
Skema pendanaan yang jelas skema pendanaan untuk mengatasi
● Terdapat kerangka perubahan iklim. Selain itu, untuk
kelembagaan dan pendanaan juga masih belum ada.
penyesuaian target baru dapat dilakukan
yang jelas sehingga dalam midterm review rencana
kewenangan masing-masing strategis. Terkait terbatasnya SDM yang
lembaga dan skema memiliki pengetahuan terhadap isu
pendanaannya bisa diketahui. perubahan iklim, organisasi perlu
● Adanya sinkronisasi waktu menjalankan manajemen pengetahuan
antara dokumen perencanaan sehingga organisasi dapat menjalankan
(rencana strategis) dan target tugasnya dalam menghadapi isu
pemerintah Indonesia pada perubahan iklim secara berkelanjutan
NDC tahun 2030. dengan SDM yang terbatas.
● Adanya strategi manajemen
pengetahuan yang baik
sehingga SDM pada lembaga
terkait memiliki kemampuan
yang mumpuni dalam isu
perubahan iklim.

Sumber: Hasil FGD dan analisis, 2022

3.2.4 Matriks Perbandingan dan Gap Analysis Perjanjian Paris dan ICAO. Penghitungan ganda
berarti jumlah pengurangan emisi yang sama
Jika dilihat pada Gambar 5, DJPU dan PPTB secara
digunakan lebih dari satu kali untuk mencapai tujuan
bersama-sama berusaha memenuhi target terkait isu
iklim yang sama. Pandangan berbeda mengenai
perubahan iklim. Namun masing-masing unit kerja
bagaimana cara untuk menghindari perhitungan
tersebut memiliki kewajiban untuk melaporkan
ganda pada perhitungan emisi untuk mencapai target
action plan terkait perubahan iklim pada instansi
mitigasi iklim merupakan penghalang utama untuk
yang berbeda. Hal ini menunjukkan terdapat potensi
mencapai konsensus [14]. Dalam konteks CORSIA,
double counting pada pelaporan aksi mitigasi
risiko utamanya adalah bahwa pengurangan carbon
perubahan iklim antara PPTB dengan DJPU apabila
offset credits yang sama diklaim oleh operator
tidak disaring dan direncanakan dengan baik. Untuk
maskapai penerbangan untuk memenuhi
itu diperlukan suatu strategi yang komprehensif
persyaratan penyeimbangan (offset) di bawah
untuk mengatasi gap yang ada antara PPTB dan DJPU,
CORSIA, dan oleh negara yang menjadi tuan rumah
dengan menempatkan koordinasi antarunit kerja
proyek karbon-offset untuk mencapai NDC
sebagai prioritas utama yang nantinya diteruskan
berdasarkan Perjanjian Paris. Menghindari
hingga tahap pengarusutamaan maupun
penghitungan ganda semacam itu memerlukan
perencanaannya.
tindakan dan koordinasi antara Perjanjian Paris dan
Menghindari perhitungan ganda (double ICAO. Bagaimana menghindari penghitungan ganda
counting) adalah persyaratan utama di bawah

18
Warta Penelitian Perhubungan 2022, 34 (1): 9-22 Umiyatun Hayati T, dkk

sedang dibahas dalam forum yang relevan di bawah salah satu output penting NDC. Untuk mencapai hal
Perjanjian Paris dan ICAO. Lebih jauh, Tabel 4 tersebut, diperlukan sistem MRV (measurement,
menjelaskan perbandingan kondisi ideal dan realita reporting, and verification) yang dapat
di Kementerian Perhubungan dilihat dari 5 (lima) dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, diperlukan
aspek pengarusutamaan. perencanaan yang komprehensif untuk memastikan
bahwa indikator/parameter yang diukur serta dan
3.3 Pengarusutamaan Aksi Mitigasi Penurunan
dan informasi yang dikumpulkan dapat mendukung
Emisi berbasis Kelembagaan
dihasilkannya estimasi capaian penurunan emisi dan
Dokumen perencanaan program penurunan pelaporan yang akurat.
emisi GRK sektor transportasi di Kementerian
Perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan
Perhubungan hanya dijabarkan dan diselaraskan di
program penurunan emisi GRK dapat berjalan
satu unit kerja PPTB. Walaupun Direktorat Jenderal
optimal dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
Perhubungan Udara telah melakukan aksi mitigasi
mumpuni. SDM yang mumpuni memerlukan
serta memasukkan aspek efisiensi pemanfaatan
pengembangan SDM yang tidak terbatas pada
energi dan emisi gas buang menjadi bagian dari
pengembangan individu melainkan pengembangan
dampak pelayanan dalam isu strategis transportasi
kompetensi organisasi. Proses tersebut dapat
udara dalam rencana strategis tahun 2020-2024 (KP
dilakukan melalui Corporate University untuk
13 Tahun 2021), namun Indikator Kinerja Utama
mengatasi keterlambatan dan ketidakmampuan
(IKU) di DJU masih belum mempertimbangkan aspek
proses pembelajaran teoretis yang diperlukan dalam
perubahan iklim. Hal ini menimbulkan potensi belum
praktik kerja yang sebenarnya.
optimalnya aspek inklusi, konsistensi, dan
pembobotan dalam aksi mitigasi dan aksi adaptasi
3.4 Diskusi
kebijakan terkait perubahan iklim yang dilaksanakan
oleh subsektor di Kementerian Perhubungan. Pengarusutamaan kebijakan perubahan iklim di
Kementerian Perhubungan yang dianalisis
Koordinasi dan perencanaan yang komprehensif
berdasarkan lima aspek, yaitu inklusi, konsistensi,
antarsubsektor di Kementerian Perhubungan sangat
pembobotan, pelaporan, dan sumber daya, masih
diperlukan sehingga kewenangan kebijakan
menunjukkan adanya kesenjangan (gap) yang perlu
perubahan iklim masing-masing subsektor bisa
segera ditindaklanjuti. Tindak lanjut dibutuhkan agar
terlihat dan terlaksana dengan jelas. Dengan
arah kebijakan dan strategi dalam menerapkan
demikian, pengarusutamaan dapat dilakukan oleh
potensi aksi mitigasi dan adaptasi program
masing-masing subsektor internal di Kementerian
perubahan iklim yang dilaksanakan oleh masing-
Perhubungan dan stakeholder eksternal sehingga
masing subsektor Kementerian Perhubungan dapat
nantinya dapat terbentuk Indikator Kinerja terkait
dijalankan secara lebih komprehensif, efektif, efisien,
perubahan iklim yang dituangkan ke dalam dokumen
serta konsisten dan berkelanjutan (sustainable). Hal
perencanaan. Dalam hal ini, Kementerian
ini memerlukan suatu roadmap yang dapat
Perhubungan bisa bekerja sama dengan Kementerian
digunakan sebagai acuan bersama oleh masing-
Keuangan karena aktivitas ekonomi tidak bisa lepas
masing subsektor di Kementerian Perhubungan.
dari pengaruh perubahan iklim [15]. Di sisi lain,
Pelaksanaan mitigasi dan adaptasi program Terkait perhitungan emisi karbon di sektor
penurunan emisi GRK yang dilaksanakan secara transportasi, masih terdapat potensi perhitungan
sukarela dapat menyebabkan proses perhitungan ganda karena sistem pelaporan saat ini. Fokus
prosentase penurunan emisi GRK yang dilakukan perhitungan yang dilakukan oleh DJU adalah terkait
secara berulang (double counting). penerbangan internasional yang kemudian akan
dilaporkan ke ICAO. Sedangkan unit PPTB, selaku unit
Terdapat beberapa alasan mengapa kerangka
kerja yang bertanggung jawab terhadap pelaporan
pelaporan UNFCCC membutuhkan penggalian
program NDC di KLHK dan UNFCCC di Kementerian
informasi dari negara-negara terlibat. Alasan-alasan
Perhubungan, juga menerima laporan dari Direktorat
ini termasuk pemahaman individual atau komitmen
Jenderal Perhubungan Udara (DJU). Pelaporan ini
kolektif atau janji, melacak progress, memberikan
perlu disinergikan melalui kajian yang komprehensif
kepercayaan, dan meningkatkan akuntabilitas dari
serta disesuaikan dengan roadmap sektoral yang
informasi yang diukur dan dilaporkan, serta
ditetapkan bersama dan diperkuat dengan keputusan
menyediakan latar belakang informasi seperti ruang
di tingkat menteri dan lintas kementerian. Dengan
lingkup dan ambisi nasional untuk merespons
demikian diperlukan pendekatan WOG sejak tahap
perubahan iklim. Pelaporan yang lengkap dan
perencanaan program. Melalui pengarusutamaan
transparan, ditambah dengan pertimbangan dari
program-program perubahan iklim dan pendekatan
pihak ketiga, akan membantu untuk meningkatkan
pembangunan yang berkelanjutan akan bisa
kepercayaan terhadap informasi yang dilaporkan
dihindari kemungkinan terjadinya overlapping dan
[16]. Dalam hal ini, capaian penurunan emisi yang
penghitungan ganda (double counting) untuk
dihasilkan dari pelaksanaan aksi mitigasi merupakan
capaian penurunan emisi yang direncanakan dan

19
Umiyatun Hayati T, dkk Warta Penelitian Perhubungan 2022, 34 (1): 9-22

yang akan dilaporkan. Studi kasus penanganan maupun stakeholder moda transportasi lain di
perubahan iklim di subsektor transportasi udara, Indonesia.
khususnya terkait penerbangan internasional dengan
ICAO, bisa menjadi benchmark bagi perbaikan sistem 4. Kesimpulan
dan mekanisme pelaksanaan program serupa untuk
Pengarusutamaan kebijakan perubahan iklim di
penerbangan domestik.
Kementerian Perhubungan yang dianalisis
Program perubahan iklim membutuhkan adanya berdasarkan lima aspek, yaitu inklusi, konsistensi,
perubahan cara pikir (mindset), pendekatan pembobotan, pelaporan, dan sumber daya, masih
interdisipliner, dinamika perkembangan IPTEK yang menunjukkan adanya kesenjangan (gap) yang perlu
pesat, dan hubungan antarlembaga yang kompleks. segera ditindaklanjuti dalam hal perhitungan emisi
Dengan demikian, perlu adanya dukungan karbon, program mitigasi, kelembagaan, sumber daya
perencanaan strategis dan manajemen perubahan manusia, dan kebijakan.
yang didukung kapasitas kelembagaan dan
Berkenaan dengan perhitungan emisi karbon di
leadership transformasional. Program perubahan
sektor transportasi, masih terdapat potensi
iklim dapat membuka peluang-peluang baru bagi
perhitungan ganda karena sistem pelaporan saat ini.
kepentingan nasional seperti dalam penerapan
Melalui pengarusutamaan program-program
IPTEK, pembangunan SDM, dukungan kerangka
perubahan iklim dan pendekatan pembangunan yang
pendanaan, kerangka kelembagaan, dan peraturan,
berkelanjutan, akan bisa dihindari terjadinya
serta pemanfaatan teknologi digital/sistem
overlapping dan penghitungan ganda (double
manajemen data dan informasi. Pengarusutamaan
counting) untuk capaian penurunan emisi yang
perencanaan program yang komprehensif
direncanakan dan yang akan dilaporkan. Berkenaan
diharapkan dapat lebih berorientasi pada program
dengan program mitigasi dampak perubahan iklim
dan kepentingan strategis nasional, meskipun ada
akan dibutuhkan adanya perubahan cara pikir
tanggung jawab bersama di tingkat global sehingga
(mindset), pendekatan interdisipliner, dinamika
sesuai dengan prinsip common but differentiated
perkembangan IPTEK yang pesat, serta hubungan
responsibility with respected capability (CBDR) dan
antar lembaga yang kompleks. Pengarusutamaan
lebih berkelanjutan.
perencanaan program yang komprehensif
Perlu adanya pembuatan Peraturan Menteri diharapkan dapat lebih berorientasi pada program
Perhubungan untuk kepentingan internal terkait dan kepentingan strategis nasional, sehingga sesuai
dengan kewenangan pelaksanaan aksi mitigasi dengan prinsip CBDR dan lebih berkelanjutan.
penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Hal ini Berkenaan dengan kelembagaan, diperlukan adanya
dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang tindih pembuatan Peraturan Menteri Perhubungan untuk
kewenangan maupun sistem pelaporan terkait isu kepentingan internal terkait dengan kewenangan
perubahan iklim di internal Kementerian pelaksanaan aksi mitigasi penurunan emisi Gas
Perhubungan. Perlu dilakukan tinjauan rencana Rumah Kaca (GRK). Hal ini dimaksudkan agar tidak
strategis 2020-2024, dan studi latar belakang untuk terjadi tumpang tindih kewenangan maupun sistem
renstra 2025-2029/2030 untuk memperbaiki celah pelaporan terkait isu perubahan iklim di internal
kebijakan yang ada. Kementerian Perhubungan. Berkenaan dengan
sumber daya manusia, diperlukan integrasi antara
Integrasi antara kebijakan pengurangan emisi
kebijakan pengurangan emisi dengan pengembangan
dengan pengembangan sumber daya manusia
sumber daya manusia melalui BPSDMP. Integrasi ini
melalui BPSDMP juga diperlukan. Integrasi ini dapat
dapat melalui pengenalan isu kepada SDM
melalui pengenalan isu kepada SDM perhubungan
perhubungan sedari pelatihan dini dan melakukan
sedari pelatihan dini dan melakukan simulasi untuk
simulasi untuk pelatihan terkait penanganan
pelatihan terkait penanganan pengurangan emisi.
pengurangan emisi. Sedangkan berkenaan dengan
Melalui integrasi yang diterima untuk setiap tahapan
kebijakan, perlu dilakukan adaptasi kebijakan
pendidikan ini diharapkan SDM perhubungan dapat
organisasi internasional terkait penanganan emisi,
memiliki kesadaran dan rencana penanganan yang
dalam hal ini dapat mencontoh dari kebijakan ICAO.
terkoordinasi untuk semua matra sehingga kelak
Kebijakan tersebut kemudian dapat diadopsi lebih
ketika menjadi pemimpin akan memiliki arah
lanjut dengan melibatkan stakeholder penerbangan
kebijakan yang sudah terintegrasi secara horizontal
maupun stakeholder moda transportasi lain di
dan vertikal.
Indonesia.
Adaptasi kebijakan organisasi internasional
Dalam hal pengarusutamaan program-program
terkait penanganan emisi perlu dilakukan, dalam hal
perubahan iklim dan pendekatan pembangunan yang
ini dapat mencontoh dari kebijakan ICAO. Kebijakan
berkelanjutan, saat ini perlu dilakukan reviu terhadap
tersebut kemudian dapat diadopsi lebih lanjut
Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun
dengan melibatkan stakeholder penerbangan
2020-2024. Selain itu, background study untuk
Renstra 2025-2029 juga perlu dipersiapkan untuk

20
Warta Penelitian Perhubungan 2022, 34 (1): 9-22 Umiyatun Hayati T, dkk

memperbaiki celah kebijakan yang ada. Penyusunan [9] Alan J. Stolzer, Implementing Safety Management
roadmap yang dapat digunakan sebagai acuan Systems in Aviation. United Kingdom: Routledge,
bersama oleh masing-masing subsektor di 2011.
Kementerian Perhubungan akan sangat membantu [10] S Sofaer, Qualitative methods: what are they and
dalam mencapai target secara nasional. why use them? Health Services Research, 1999.
[Online]. Available: https://www.ncbi.nlm.nih.gov
/pmc/articles/PMC1089055/.
Ucapan Terima Kasih
[11] Indonesia’s State Action Plan to reduce GHG from
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Aviation Sector. Kementerian Perhubungan (2021).
Kapala Badan Penelitian dan Pengembangan [12] Indonesia Net Zero Emission in Energy Sector and
Perhubungan beserta staf, Kapala Badan Consolidation Progress. Kementerian ESDM (Mei
Pengembangan SDM Perhubungan dan staf, 2022).
Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan [13] Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun
Perhubungan, Kepala Pusat Penelitian dan 2020 - 2024.
Pengembangan Transportasi Udara, Kepala Pusat [14] L. Schneider et al., “Double counting and the Paris
Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan, Kepala Pusat Agreement rulebook,” Science (80-. )., vol. 366, no.
Pengembangan SDM Aparatur Perhubungan, 6462, pp. 180–183, Oct. 2019, doi:
Sekretaris Badan Pengembangan SDM Aparatur 10.1126/science.aay8750.
Perhubungan, Direktur Jenderal Perhubungan Udara [15] Aldy, J. E. Trying a Whole-of-Government Approach
dan tim Corsia Direktorat Jenderal Udara, Mohamad to Climate Change. The Environmental Forum,
Hasan Bashory, Teguh Himawan Ronggosusanto dan (Jan/Feb), 2021, 15.
Estiara yang telah memberikan dukungan terhadap [16] Ellis, J., Moarif, S.. Identifying and Addressing Gaps in
kajian ini. the UNFCCC Reporting Framework. OECD. 2015(7).
https://doi.org/10.1787/2227779X.
Daftar Pustaka
[1] David Eckstein, “The Global Climate Risk Index,”
2021. https://www.germanwatch.org/en/cri.
[2] United Nations Framework Convention on Climate
Change, “Principles,” p. 4. [Online]. Available:
https://unfccc.int/resource/ccsites/tanzania/conven/
text/art03.htm.
[3] Pusat Data dan Teknologi Informasi Energi dan
Sumber Daya Mineral, “Inventarisasi Emisi GRK
Sektor Energi,” Jakarta, 2019. [Online]. Available:
https://www.esdm.go.id/assets/media/content/cont
ent-inventarisasi-emisi-gas-rumah-kaca-sektor-
energi-tahun-2019.pdf.
[4] J. Wu, C. Zuidema, and G. de Roo, “Climate policy
integration on energy transition: An analysis on
Chinese cases at the local scale,” Cities, vol. 120, p.
103469, Jan. 2022, doi: 10.1016/j.cities.2021.103469.
[5] A. M. Bissessar, Rethinking the Reform Question.
United Kingdom: Cambridge Scholars Publishing,
2009.
[6] Wanza L., Nkuraru J. K. (2016). Influence of Change
Management on Employee Performance: A Case of
University of Eldoret, Kenya. International Journal of
Business and Social Science. 7(4), 190-199. ISSN
2219-1933 (Print), 2219-6021 (Online).
[7] T. O.Nyumba, K. Wilson, C. J. Derrick, and N.
Mukherjee, “The use of focus group discussion
methodology: Insights from two decades of
application in conservation,” Methods Ecol. Evol.,
vol. 9, no. 1, pp. 20–32, Jan. 2018, doi: 10.1111/2041-
210X.12860.
[8] P. Kivima, P. Mickwitz, “Making the Climate Count.
Climate Policy Integration and Coherence in
Finland” The Finnish Environment 3, Edita Prima Ltd.
Edita: Syke, 2009.

21
Umiyatun Hayati T, dkk Warta Penelitian Perhubungan 2022, 34 (1): 9-22

Halaman ini sengaja dikosongkan

22

Anda mungkin juga menyukai