Dokumen Roadmap NDC Adaptasi Perubahan Iklim ini tersusun atas kontribusi dari
berbagai pihak dan pemangku kepentingan melalui, kelompok diskusi terfokus, ulasan
sejawat dan berbagai masukan lainnya. Oleh karena itu, penghargaan dan ucapan terima
kasih diberikan kepadaꓽ
Pengarah
Dr. Ir. Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc.
Dra. Sri Tantri Arundhati, M.Sc.
Ir. Arif Wibowo, M.Sc.
Asisten Teknis
Ikrom Mustofa, M.Sc.
Syafararisa Dian Pratiwi, S.Si.
Shabrina Oktaviani, M.Si.
Ryco Farysca Adi, S.Si.
Rizki Abdul Basit, S.Si.
Suvany Aprilia, S.Si.
Raden Eliasar Prabowo, S.Si.
Anita Komalasari, S.Si.
Kementerian/Lembaga
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional, Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Kelautan dan
Perikanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Keuangan,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial,
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Badan Nasional
Penanggulangan Bencana, Badan Meteorologi dan Geofisika, Badan Pusat Statistik, Badan
Informasi Geospasial, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Perguruan Tinggi
Lilik Sofitri (Universitas Indonesia), Akhmad Faqih (Institut Pertanian Bogor), Institut
Teknologi Bandung
Lembaga Non-Pemerintah
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada mitra pembangunan Deutsche Gesellschaft
für Internationale Zusammenarbeit GmbH (GIZ) yang telah membantu penyusunan
dokumen ini melalui mekanisme hibah pendanaan untuk Climate Governance Project.
Semoga dokumen ini dapat menjadi panduan yang baik dalam merencanakan dan
menimplementasikan upaya adaptasi baik di tingkat nasional dan daerah, sebagai upaya
mencapai target NDC 2030 dalam resilensi iklim berbagai bidang pembangunan
berkelanjutan.
Sebagai dokumen komitmen nasional, NDC berdasarkan Fransen et al. (2019) merupakan
referensi target dan strategi implementasi yang perlu dilakukan untuk merancang,
melaksanakan, dan melaporkan adaptasi, bukan diarahkan untuk menyusun pilihan
adaptasi setiap bidang atau sektor yang dikenal dengan dokumen Rencana Aksi Nasional
(RAN – API)) atau National Adaptation Plan (NAP). Selanjutnya NAP dapat dimanfaatkan
dalam penyusunan program adaptasi
perubahan iklim secara lebih
teknis dan rinci dalam
berbagai sektor rencana
pembangunan
nasional.
Komponen
dokumen NDC
diarahkan
lebih umum untuk
merumuskan dampak
perubahan iklim terhadap
pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat sesuai amanat UU
No. 16/2016 dan perlunya
delineasi kriteria baku
kerusakan ekosistem dan perubahan iklim (UU No. 32/2009 Pasal 21). Setiap komponen
dalam NDC dapat dielaborasi lebih lanjut
kedalam sektor terkait, misalnya: pangan Gambar 2 Keterkaitan posisi NDC, NAP, roadmap
NDC, serta renrcana pembangunan
berkaitan dengan pertanian, pesisir dan pulau
Untuk efektivitas implementasi NDC, perlu dirancang peta jalan (roadmap) rencana
implementasi NDC yang menjembatani dokumen NDC dengan dokumen NAP. Roadmap
NDC diarahkan sebagai pedoman bagi berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah
maupun non-pemerintah dengan KLHK selaku National Focal Point dalam implementasi
program dan aksi adaptasi yang komprehensif terhadap target NDC. Roadmap NDC juga
diarahkan untuk menjadi jembatan dalam komunikasi pelaporan pencapaian aksi adaptasi
yang dirancang dalam NAP sehingga target dalam NAP dapat dipantau kontribusinya
dalam pencapaian target NDC.
Roadmap NDC sebagai arahan untuk dokumen NDC dalam menjalankan komitmen dari
berbagai aksi adaptasi dalam NAP perlu memperhatikan bidang dan sektor terkait.
Dampak ekonomi akibat perubahan iklim yang dikaji dalam dokumen NDC harus mampu
dielaborasi oleh NAP pada level sektoral dan daerah, maupun rencana pembangunan di
tingkat aktivitas dan kabupaten/kota. Mempertimbangkan hal tersebut, secara ambisius
maka upaya adaptasi perubahan iklim di Indonesia ditargetkan untuk dapat mengurangi
dampak perubahan iklim dengan membangun resiliensi dan meningkatkan kapasitas
adaptif untuk mengurangi risiko kerugian sekitar 2.87% PDB Nasional melalui resiliensi
ekonomi, sosial dan mata pencaharian, serta ekosistem dan lanskap dalam pemenuhan
kebutuhan dasar masyarakat: pangan, air, energi, dan lingkungan yang sehat.
Gambar 10 Ilustrasi konektivitas object target NDC (%budget) dan target penurunan risiko
Sumber Pendanaan
Pada Bali Action Plan para 1(e) disebutkan bahwa pendanaan perubahan iklim yang
disediakan untuk negara berkembang dapat berasal dari berbagai sumber, yaitu dana
publik dan dana swasta, baik dari kerjasama bilateral maupun multilateral, termasuk dari
sumber-sumber alternative lainnya (UNFCCC 2007). Merujuk pada keputusan-keputusan
tersebut, maka potensi pendanaan untuk pelaksanaan aksi mitigasi dan adaptasi yang
tertuang dalam NDC tidak hanya dibebankan pada
pendanaan domestik (nasional) melalui
mekanisme APBN, tetapi juga
pendanaan internasional.
Meski belum dapat memenuhi
kebutuhan pendanaan perubahan iklim, sumber pendanaan
dari APBN selalu meningkat setiap tahun. Selain
pendanaan APBN, pendanaan yang berasal dari NPS,
khususnya swasta juga telah berkontribusi pada pengendalian
perubahan iklim walaupun jumlah dan kontribusinya masih belum signifikan. Beberapa
sumber dana swasta dalam negeri diantaranya adalah perbankan, non-bank, Corporate
Social Responsibility (CSR), Public Private Partnership (PPP), dan asuransi.
Mekanisme pendanaan CSR (Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan/TJSL) merupakan
kontribusi dari badan usaha dalam rangka kewajibannya melaksanakan melestarikan
lingkungan dan telah diatur dalam Pasal 74 UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas,
Pasal 15 UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 68 UU No. 32/2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Untuk meningkatkan keterlibatan NPS dalam pengendalian perubahan iklim, salah satu
upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan menerapkan kebijakan inovasi
pendanaan, seperti carbon pricing dan green sukuk. Kebijakan carbon pricing merupakan
salah satu bentuk kebijakan pemberian insentif kepada pihak-pihak yang mendukung
pencapaian target NDC. Salah satu elemen kebijakan carbon pricing adalah perdagangan
karbon, baik perdagangan karbon domestik ataupun perdagangan karbon internasional
sebagai bentuk implementasi Artikel 6 Paris Agreement. Sementara untuk Green Sukuk,
D
okumen NDC sebagai sebuah komitmen negara memiliki konektivitas dengan
rencana aksi adaptasi (NAP) (Lihat Gambar 1). Target dan tujuan berbagai bidang
di dalam NDC dijabarkan melalui berbagai program kunci sebagai upaya
peningkatan resiliensi (ketahanan) baik dalam bidang ekonomi, sosial dan sumber
penghidupan, maupun jasa ekosistem dan lanskap (Gambar 14). Sebagai bentuk upaya
penerjemahan komitmen NDC ke dalam aksi adaptasi, maka disusunlah strategi roadmap
NDC yang terdiri dari pilar-pilar aksi adaptasi dengan indikator untuk melihat capaian
aktivitas adaptasi. Selanjutnya, pilar strategi roadmap tersebut dapat menjadi arahan untuk
perencanaan program aksi adaptasi yang tertuang di dalam NAP dengan kajian risiko dan
wilayah target berbasis climate hotspots.
Gambar 14 Konektivitas komitmen (NDC) dan aksi adaptasi (NAP) (dikembangkan dari updated NDC, strategi
dan pilar strategi roadmap NDC, dan program aksi NAP)
Bidang dan
Program Kunci Strategi Pilar Strategi Indikator Program Aksi Adaptasi
Dampak
Pangan (Risiko Pertanian dan Strategi 2ꓽ Integrasi ke Integrasi kebijakan, rencana, dan Terselenggaranya perencanaan, Kebijakan sektor pertanian adaptif
0.68%) perkebunan dalam perencanaan program (KRP) pelaksanaan, dan evaluasi terkait aksi
berkelanjutan pembangunan & adaptasi perubahan iklim
mekanisme keuangan Mekanisme pembiayaan multi- Adanya mekanisme insentif finansial Pengembangan budidaya ikan di
pihak lahan gambut
Investasi usaha berbasis kode Jumlah bisnis dengan rencana manajemen Pencetakan sawah baru dan
risiko di berbagai wilayah strategis risiko mempertimbangkan aspek jaringan irigasi berkelanjutan
ekonomi perubahan iklim / atau opsi adaptasi
Meningkatkan pendanaan Jumlah mekanisme keuangan yang Pengembangan mekanisasi
adaptasi co-benefit mitigasi diidentifikasi untuk mendukung adaptasi pertanian
perubahan iklim
Pengarusutamaan adaptasi Tingkat integrasi perubahan iklim ke dalam Integrasi tanaman-ternak
perubahan iklim ke dalam sektor perencanaan pembangunan
strategis
Strategi 3ꓽ Peningkatan Menumbuhkan pemahaman Peningkatan kesadaran kerentanan dan Sosialisasi dan penyadaran
literasi iklim tentang komunal untuk melakukan risiko perubahan iklim dan masyarakat
kerentanan dan risiko tindakan berbasis kerentanan dan pengintegrasian ke dalam pendidikan dan
risiko perubahan iklim komunikasi melalui media
Penentuan standar kriteria aksi Adanya keputusan & tindakan politik, Pengembangan kelembagaan
adaptasi perubahan iklim pada sosial, budaya & ekologi yang konsisten
berbagai kegiatan pembangunan
Penentuan standar risiko Jumlah bisnis dengan pemanfaatan Asuransi indeks iklim
lingkungan pada berbagai asuransi untuk kejadian cuaca ekstrem
kegiatan pembangunan (struktur
dan infrastruktur)
Mendorong penelitian dan Jumlah penelitian tindakan partisipatif dan Penelitian dan pengembangan
publikasi dari praktik terbaik pembelajaran sosial kapasitas produksi pangan
Strategi 4ꓽ Pendekatan Integrasi kebijakan pembangunan Persentase wilayah ekosistem yang Pemanfaatan lahan terdegradasi
berbasis lanskap untuk tata ruang darat dan tata ruang diganggu dan dirusak
pemahaman pesisir dan laut
komprehensif Pengembangan mekanisme Jumlah kegiatan perekonomian dan Minapadi perikanan budidaya
skema investasi pembangunan pembangunan yang adaptif terhadap iklim
berbasis kode risiko perubahan
iklim
Menghindari konversi lahan Area lahan di bawah konservasi 'skala Mengurangi luas daerah puso,
produktif untuk penggunaan lain lanskap'
serta rehabilitasi lahan kritis
Membangun komunitas resilien Jumlah praktik terbaik adaptasi perkotaan Kawasan rumah pangan lestari
iklim yang terintegrasi dalam dan pedesaan disebarluaskan (KRPL)
berbagai program ketangguhan
Berbeda dengan NDC yang bersifat komitmen nasional, NAP sebagai aksi adaptasi
merupakan rencana pelaksanaan adaptasi yang fokus pada sektor dan kewilayahan. Setiap
wilayah dengan perbedaan risiko maupun dampak perubahan iklim memiliki pilihan
adaptasi yang berbeda dengan wilayah lainnya sebagai upaya implementasi adaptasi
berbasis kode risiko dan climate hotspots. Sebagai contoh, di beberapa wilayah di
Balikpapan, Kalimantan Timur, kejadian banjir merupakan dampak perubahan iklim yang
ditunjukkan dengan peningkatan curah hujan ekstrim >50 mm (Gambar 18). Sebagai upaya
implementasi aksi adaptasi dengan terlebih dahulu mengidentifikasi bahaya,
keterpaparan, sensitivitas, dan kapasitas adaptif, maka diperoleh beberapa pilihan adaptasi
dengan target penurunan risiko dan dampak perubahan iklim tersebut. Keseluruhan aksi
adaptasi tersebut kemudian dinamakan sebagai Kota Tangguh Iklim (genangan/banjir)
melalui beberapa strategi implementasi, di antaranya adalah taman atap, jalur hijau, dan
sumur resapan.
Program aksi adaptasi perubahan iklim secara langsung terintegrasi dengan sistem
keuangan, termasuk estimasi jumlah pendanaan yang dibutuhkan (Gambar 22). Hal ini juga
berhubungan dengan keterlibatan pemangku kepentingan maupun pengaturan
kelembagaan dalam mengidentifikasi sebuah kegiatan pembangunan adaptif apakah
membutuhkan pendanaan dari pemerintah pusat/daerah (melalui mekanisme tagging
anggaran APBN/APBD) atau menggunakan dana non-publik (private sector). Oleh karena
itu, pemerintah perlu untuk mempersiapkan beberapa arahan pengintegrasian aksi
adaptasi dengan sistem keuangan, seperti penyiapan standar prosedur akses pendanaan
perubahan iklim, penyiapan akses kelembagaan dana lingkungan, penggunaan dana
mitigasi perubahan iklim dari pajak karbon (10% untuk adaptasi), serta pengintegrasian
dengan target penurunan emisi. Sebagai contoh, aksi adaptasi yang harus terintegrasi
dengan sistem keuangan ini dapat dilihat pada sistem AKSARA sebagai perwujudan
transformasi Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan (PEP) Online dalam mengakomodir
upaya pemantauan indikator-indikator pembangunan rendah karbon seperti intensitas
emisi dengan tetap memantau potensi penurunan emisi karbon.
Gambar23 Kriteria evaluasi adaptasi perubahan iklim (dikembangkan dari BASE (2015))
Selain kriteria evaluasi, proses dari setiap tahapan dalam pengembangan roadmap NDC
Adaptasi juga memerlukan kriteria yang jelas. Kriteria proses dapat digunakan untuk
menilai kekuatan dan kelemahan dari proses itu sendiri (apakah akan terjadi di mana saja?)
dan fokus pada hasil dari proses yang diharapkan untuk memberikan adaptasi perubahan
Gambar 25 Strategi monitoring & evaluasi roadmap NDC (mengacu pada Permen LHK No. 33 Tahun 2016,
Permen LHK No. 72 Tahun 2017, SK MenLHK 679 tentang implementasi NDC, Naswa et al. 2015, dan Mathew
et al. 2016)
Tersedianya sistem monev yang handal diharapkan dapat memberikan informasi yang
akurat serta feedback bagi upaya perbaikan dalam roadmap NDC Adaptasi. Indikator
monev adalah berupa perangkat monev implementasi adaptasi perubahan iklim. Hal ini
juga didukung dengan adanya alat bukti yang handal, yaitu manual monev implementasi
adaptasi dan system berbasis web untuk Monev implementasi adaptasi. Hal ini akan
dijelaskan lebih lanjut dalam tahapan monev. Selanjutnya, faktor-faktor yang berpengaruh
dalam Monev juga perlu diperhatikan, di antaranya adalah: perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian. Dalam faktor perencanaan ini, alat
(tools) sangat dibutuhkan antara lain model dan alat terintegrasi, alat komunikasi, dan
system informasi peringatan dini. Poin-poin yang mendukung indikator pada level tapak
dalam faktor pengorganisasian antara lain: ketersediaan dana, kebutuhan ahli, kebutuhan
skenario, peran pemimpin masyarakat, dan ketersediaan alat ukur. Pelaksanaan juga
penting untuk melalui proses monev, terkait dengan wilayah yang dikenai aksi adaptasi,
baseline, endline, dan juga penghambat kelembagaan. Sedangkan dalam bagian
Monev aksi adaptasi secara umum merupakan proses pemantauan dan evaluasi dari aksi
adaptasi yang telah dilakukan, baik dari kebijakan, kajian ilmiah, perencanaan adaptasi, aksi
adaptasi, maupun pada peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM (Tabel 7). Proses ini
dibutuhkan untuk menindaklanjuti bagaimana pencapaian dan performa dari aksi-aksi, dan
pada tingkatan mana memberikan dampak dalam membangun resiliensi.