LAPORAN II
RANCANGAN KONSEPTUAL
D2.2021.K.15
Rizal Abdan Syakuron 13016056
Nazhifa Nabila Qonita 13017049
Widi Nur Pardiyawan 13017050
Revisi ke- :
LAPORAN II 1 32
Pemanfaatan Emisi CO2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk
D2.2021.K.15
Peningkatan Produksi Gas Bumi
LEMBAR REVISI
2 dari 32
Pemanfaatan Emisi CO2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk
D2.2021.K.15
Peningkatan Produksi Gas Bumi
Daftar Isi
3 dari 32
Pemanfaatan Emisi CO2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk
D2.2021.K.15
Peningkatan Produksi Gas Bumi
1 INFORMASI UMUM
1.1 Pengantar
Proses pemanfaatan CO2 untuk peningkatan produksi gas bumi yang dilakukan adalah CCUS
(Carbon Capture, Utilization, and Storage). Proses CCUS ini meliputi proses pemisahan CO2 dari
flue gas, kemudian proses dehidrasi untuk penghilangan water content, yang dilanjutkan dengan
serangkaian proses kompresi untuk menjadikan CO2 dalam fasa superkritiknya untuk
ditransportasikan dan diinjeksikan ke sumur gas yang ingin ditingkatkan produksinya. Proses
paling penting dalam pelaksanaan CCUS ini adalah pemisahan CO2 dari aliran flue gas. Oleh
karena itu, laporan ini akan mengkaji berbagai metode pemisahan CO2 dari aliran flue gas dan
menentukan metode terbaik yang akan digunakan.
1.2 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai pada laporan ini adalah untuk mengevaluasi teknologi yang akan
digunakan dalam proses pemisahan CO2 dari flue gas hasil pembakaran pembangkitan energi
menggunakan energi fosil, dalam hal ini PLTU.
4 dari 32
Pemanfaatan Emisi CO2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk
D2.2021.K.15
Peningkatan Produksi Gas Bumi
1.4 Referensi
5 dari 32
Pemanfaatan Emisi CO2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk
D2.2021.K.15
Peningkatan Produksi Gas Bumi
2.2.1 Absorbsi
Teknologi absorpsi mengacu pada peralatan penghubung dan pemisah gas-cair dimana aliran gas
dan cairan mengalir dengan sistem counter current dalam sebuah kolom vertikal, pencampuran
dan kontak yang memadai diatur melalui jenis tray horizontal atau unggun di dalam kolom. Proses
ini biasanya terdiri dari dua unit operasi yang berbeda yakni absorpsi dan desorpsi (atau proses
regenerasi pelarut). Secara umum pelarut “lean” mengalir dari bagian atas kolom menuju bawah
kolom, sedangkan kondisi“lean” yang dimaksud adalah pelarut yang dialirkan dari atas kolom
mengandung sedikit bahka tidak ada kandungan dari senyawa yang akan diabsorpsi, secara
konteks ini berarti pelarut memiliki kandungan CO2 yang rendak bahkan tidak ada. Setelah aliran
pelarut mencapai bagian bawah kolom, pelarut kemudian disebut dalam keadaan "rich", dan
diumpankan ke proses regenerasi pelarut, yang terdiri dari kolom untuk kontak antara fasa gas-
cair dengan tambahan pada kolom berupa reboiler di bagian bawah dan kondensor di atas.
Tujuan dari reboiler adalah untuk memanaskan aliran cairan yang masuk kembali dalam kolom
regenerator agar diperoleh temperatur aliran yang sesuai untuk memutuskan ikatan kimia yang
terbentuk dalam kolom absorpsi, selain itu reboiler juga menyediakan aliran uap yang bertindak
sebagai fluida stripping. Tujuan dari adanya kondensor overhead adalah untuk menyediakan aliran
6 dari 32
Pemanfaatan Emisi CO2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk
D2.2021.K.15
Peningkatan Produksi Gas Bumi
cairan refluks ke kolom dan untuk memastikan bahwa aliran produk atas dalam keadaan semurni
mungkin.
Opsi teknologi ini memiliki keunggulan yang melekat sebagai teknologi ''end-of-pipe”, serupa
dengan teknologi yang sudah ada untuk mitigasi emisi SO2. Chemical absorption adalah teknologi
komersial, yang telah digunakan secara luas dalam skala besar di beberapa industri.
monoethanolamine (MEA) biasanya digunakan sebagai pelarut patokan atau refrensi pembanding
yang dibandingkan dengan alternatif pelarut lain. Reaksi utama antara CO2 dan amina primer atau
sekunder (dalam air) adalah pembentukan karbamat, yang biasanya dianggap terjadi melalui
pembentukan dari zwitterion, dan kelanjutan deprotonasi katalis dasar dari zwitterion. Namun
proses chemisorption memiliki cost yang relatif tinggi dibanding dengan usulan proses lain. Cost
ini termasduk biaya modal (CAPEX) dan biaya operasional (OPEX) yang terkait dengan
deployment dan pengoperasian. Menurut penelitian (Feron, 2005). proses ini diperkirakan
mengkonsumsi antara 0,35 dan 2,0 kg pelarut per ton CO2 yang ditangkap. Amina rentan terhadap
degradasi dengan adanya O2, SOx dan CO2 serta rentan terhadap degradasi termal, produk
degradasi utama adalah senyawa volatil, amina, aldehida dan juga asam karboksilat.
2.2.2 Membran
Penggunaan membran untuk melakukan pemisahan CO2 dari flue gas adalah teknologi yang
menjanjikan. Keunggulannya sama seperti penggunaan membran pada proses-proses lain, yaitu
kemudahan operasi, modularitas, ukuran yang kecil/kompak, dan tidak ada produk samping yang
berbahaya. Pada umumnya, terdapat dua jenis proses yang dilakukan. Jenis proses yang pertama
adalah proses dimana membrane berfungsi memisahkan gas CO2 secara langsung dari gas lain
7 dari 32
Pemanfaatan Emisi CO2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk
D2.2021.K.15
Peningkatan Produksi Gas Bumi
(membrane gas separation). Jenis proses yang kedua adalah proses dimana membrane hanya
berfungsi sebagai kontaktor antara cairan pengabsorpsi dengan flue gas, sehingga proses ini juga
bisa disebut hybrid antara proses absorpsi dengan membran (membrane contactor/membrane gas
absorption). Skema dari jenis proses kedua tertera pada Gambar 2.2, sedangkan jenis proses
yang pertama akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian berikutnya.
Skema proses pemisahan CO2 dengan membrane contactor (Norahim et al., 2018)
Pada proses pemisahan CO2 menggunakan membrane, driving force berupa tekanan dan bekerja
dengan prinsip permeasi. Gas CO2 yang diinginkan akan berada posisi permeat. Karena bekerja
dengan prinsip perbedaan tekanan, maka tekanan antara bagian umpan dengan bagian permeat
harus dibuat cukup besar agar proses pemisahan dapat terlaksana secara baik. Untuk itu,
biasanya pada bagian umpan akan ditambahkan kompresor untuk meningkatkan tekanan umpan
atau pada bagian permeat akan ditambahkan pompa vakum untuk menurunkan tekanan permeat.
Bahkan bisa saja keduanya dilakukan, pada beberapa kasus tertentu.
Skema proses pemisahan CO2 dengan membrane single-stage (Xu et al., 2018)
Selain itu, Xu et al. juga menyebutkan bahwa performa proses pemisahan dengan membran ini
dapat ditingkatkan menggunakan multi-stage membrane separation. Xu et al. juga menjelaskan
bahwa jumlah stage optimum adalah 2, dimana peningkatan lebih dari 2 tidak memberikan
peningkatan yang signifikan. Skema proses yang dimaksud tertera pada Gambar 2.4 berikut.
8 dari 32
Pemanfaatan Emisi CO2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk
D2.2021.K.15
Peningkatan Produksi Gas Bumi
Skema proses pemisahan CO2 dengan membran multi-stage (Xu et al., 2018)
Akan tetapi kelemahan dari penggunaan membran dalam memisahkan CO2 dari flue gas adalah
hasil pemisahan yang sulit memenuhi target. Standar mengenai target pemisahan CO2 contohnya
ditetapkan oleh U.S. Departmenet of Energy, yaitu dengan target kemurnian CO2 minimal 95% dan
recovery rate minimal 90%. Berbagai riset yang telah dilakukan mampu meningkatkan performa
membrane untuk mencapai target tersebut, akan tetapi konsumsi energi serta biaya meningkat
secara drastis sehingga proses menjadi tidak feasible. Masalah ini utamanya disebabkan oleh
kenyataan bahwa dalam proses pemisahan CO2 dari flue gas (sistem post-combustion) memiliki
konsentrasi CO2 yang rendah.
9 dari 32
Pemanfaatan Emisi CO2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk
D2.2021.K.15
Peningkatan Produksi Gas Bumi
electrical swing adsorption (ESA), ataupun temperature swing adsorption (TSA). Skema proses
adsorpsi ditunjukkan pada Gambar 2.5.
Skema proses pemisahan CO2 dengan adsorpsi (Sifat dan Haseli, 2019)
Pemisahan dengan proses adsorpsi memiliki konsumsi energi yang rendah dan cocok untuk
memisahkan CO2 dengan konsentrasi rendah. Namun, proses ini tidak terlalu cocok untuk post-
combustion gas treatment dikarenakan dibutuhkan temperatur rendah dan tekanan tinggi. Oleh
karena itu, skala pembangunan proses ini belum mencapai tahap komersial untuk memisahkan
CO2 dari gas buang pembangkit listrik (post-combustion).
10 dari 32
Pemanfaatan Emisi CO2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk
D2.2021.K.15
Peningkatan Produksi Gas Bumi
Adapun keuntungan dari proses pemisahan kriogenik yaitu tidak dibutuhkan sorben kimia serta
CO2 yang diperoleh sudah dalam fasa cair yang mana siap untuk ditransportasikan melalui pipa
atau tanker. Namun, kelemahan proses pemisahan kriogenik yaitu dibutuhkan energi yang sangat
besar untuk membuat sistem beroperasi pada temperatur rendah. Oleh karena itu, proses ini tidak
efektif dari segi biaya dibandingkan dengan proses pemisahan dengan absorpsi dan adsorpsi.
Selain itu, teknologi ini masih cukup baru dan membutuhkan banyak pengembangan serta
pengoptimalan sebelum penerapannya pada skala industri.
11 dari 32
Pemanfaatan Emisi CO2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk
D2.2021.K.15
Peningkatan Produksi Gas Bumi
Kandungan air pada aliran produk atas regenerator masih mengandung lebih dari 10.000 ppmv.
Berdasarkan Gambar 2.7, masing-masing teknologi memiliki rentang pemisahan air sehingga
diperlukan beberapa tahap dehidrasi. Tahap pertama yang dapat dilakukan yaitu proses
compression dan cooling sehingga kandungan air dapat turun hingga sekitar 2.000 ppmv. Tahap
berikutnya yaitu teknologi absorbsi menggunakan desikan cair berupa larutan TEG. Larutan TEG
merupakan larutan glikol yang paling umum digunakan di industri untuk proses dehidrasi
dikarenakan TEG memiliki titik didih dan temperatur dekomposisi yang tinggi sehingga lebih mudah
teregenerasi daripada MEG dan DEG (Okoli, 2017). Skema proses absorbsi menggunakan TEG
ditunjukkan pada Gambar 2.8.
12 dari 32
Pemanfaatan Emisi CO2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk
D2.2021.K.15
Peningkatan Produksi Gas Bumi
Hasil dehidrasi dengan absorbsi menggunakan TEG masih mengandung sekitar 150 ppmv air
sehingga diperlukan pemisahan lanjutan menggunakan molecular sieve. Molecular sieve
merupakan zeolite sintetik yang mampu memisahkan hingga 0,1 ppmv air (Okoli, 2017). Molecular
sieve 3A (potassium zeolite) dan 4A (sodium zeolite) merupakan tipe yang paling cocok untuk
dehidrasi CO2 (Kemper, et. al., 2014). Skema proses dehidrasi dengan adsorpsi menggunakan
molecular sieve ditunjukkan pada Gambar 2.9.
berbahaya
13 dari 32
Pemanfaatan Emisi CO2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk
D2.2021.K.15
Peningkatan Produksi Gas Bumi
Tabel 2.1 Perbandingan teknologi proses pemisahan CO2 dari gas buang (lanjutan)
Pemisahan - Produk sudah dalam fasa cair - Membutuhkan energi yang sangat
Kriogenik - Kemurnian CO2 sangat baik besar
14 dari 32
Pemanfaatan Emisi CO2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk
D2.2021.K.15
Peningkatan Produksi Gas Bumi
Berdasarkan hasil pairwise comparison masing-masing kriteria, kemurnian produk dan kapasitas
produksi merupakan kriteria penting karena bobotnya yang tinggi. Hal ini berarti kemurnian produk
dan kapasitas produksi memberikan pengaruh yang besar terhadap pengambilan keputusan.
Selanjutnya, dilakukan penentuan teknologi proses pemisahan CO2 yang paling memenuhi semua
kriteria secara optimum. Pada tahap ini dilakukan kalkulasi matriks anatara bobot semua alternatif
dengan bobot kriteria yang ada. Hasil pembobotan tiap alternatif pada masing-masing kriteria
ditunjukkan pada Tabel 2.3.
Hasil pembobotan tiap alternatif pada masing-masing kriteria
Parameter Absorbsi Adsorpsi Membran Kriogenik
Kemurnian produk 1,221 0,611 0,611 1,221
Biaya operasi 1,221 0,382 0,509 0,127
Kematangan Teknologi 1,527 0,280 0,140 0,140
Dampak Lingkungan 0,305 0,137 0,229 0,137
Kapasitas produksi 1,527 0,611 0,305 0,305
Harga Teknologi (lisensi) 1,221 0,229 0,076 0,076
Total 7,023 2,249 1,870 2,008
Berdasarkan hasil AHP, teknologi proses pemisahan CO2 dengan proses absorbsi menunjukkan
bobot yang paling besar. Absorbsi pada alternatif solusi tersebut merupakan absorbsi kimiawi
karena memiliki kemampuan mengolah CO2 yang lebih baik daripada absorbsi fisik. Meski
kebutuhan energi pada proses absorbsi cukup besar, tetapi proses ini memiliki kapasitas produksi
yang besar dengan kemurnian produk hingga 95% (Aaron dan Tsouris, 2012) serta efisiensi
recovery CO2 sebesar 80-95% (IPCC Report, 2005). Kematangan teknologi proses ini pun sudah
berskala industri dan tahap komersial. Pemisahan menggunakan proses absorbsi juga dapat
menangani gas buang dengan kadar CO2 yang cukup tinggi mengingat pabrik pemisahan CO2 dari
gas buang ini akan mengumpulkan gas buang dari beberapa PLTU yang berada di Kalimantan
Timur. Dengan ini, dapat disimpulkan bahwa proses absorbsi merupakan alternatif solusi yang
paling optimal.
Absorbsi kimiawi pada alternatif solusi tersebut membutuhan larutan absorben dalam
pengoperasiannya. Larutan absorben yang banyak digunakan di industri dan telah komersial
adalah larutan K2CO3 dan larutan amine, dimana larutan amine terdapat dalam bentuk amine
primer, sekunder dan tersier. Tiap pelarut memiliki karakteristiknya masing-masing dan ditunjukkan
pada Tabel 2.4.
15 dari 32
Pemanfaatan Emisi CO2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk
D2.2021.K.15
Peningkatan Produksi Gas Bumi
Perbandingan jenis larutan amine (Wong dan Bioletti, 2002; Vega et. al, 2017; Raksajati
et. al, 2013)
Berdasarkan Tabel 2.4, amine primer dan K2CO3 merupakan larutan absorben terbaik berdasarkan
selektivitas dan reaktivitas terhadap CO2 dengan harga yang terjangkau, mengingat umpan yang
digunakan dalam pabrik ini adalah flue gas yang sudah bersih dari H2S. Meski begitu penggunaan
K2CO3 memiliki kelemahan pada bagian laju absorpsi dan kebutuhan energi regenerasi. Mengingat
kapasitas umpan yang digunakan dalam jumlah besar dan kontinyu, maka amine primer lebih
cocok untuk digunakan karena selain sangat selektif terhadap CO2, juga memiliki laju absorpsi
tinggi dan kebutuhan energi regenerasi yang rendah. Selain itu, amine primer sangat cocok untuk
flue gas yang berasal dari pulverized combustion. Pabrik ini memilih menggunakan MEA karena
telah lebih umum digunakan di industri daripada DGA. Namun, MEA memiliki sifat korosif yang
relatif tinggi. Untuk itu, penggunaan perlu MEA dibatasi sebesar 15-30% dalam larutan dan perlu
ditambahkan inhibitor korosi.
16 dari 32
Pemanfaatan Emisi CO2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk
D2.2021.K.15
Peningkatan Produksi Gas Bumi
Simulasi Proses 2 menggunakan thermodynamic package Glycol Package. Hal ini karena proses
utama dari proses ini adalah dehidrasi menggunakan TEG (TriEthylene Glycol). Thermodynamic
package ini memang didesain untuk proses dehidrasi menggunakan berbagai senyawa glikol. Unit
yang kami gunakan dalam simulasi ini ada kompresor, penukar panas, pendingin, separator 2 fasa,
dan pompa.
Variasi proses dilakukan pada Proses 1, dengan variasi-1 adalah varian yang menggunakan
simulasi standar dan variasi-2 adalah varian yang memanfaatkan heat-pump effect (efek
peningkatan temperatur akibat proses kompresi) untuk mengurangi beban kerja reboiler pada
kolom regenerator MEA. Deskripsi lebih lengkap dijelaskan pada bab-bab berikutnya.
17 dari 32
Pemanfaatan Emisi CO2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk
D2.2021.K.15
Peningkatan Produksi Gas Bumi
18 dari 32
Pemanfaatan Emisi CO2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk
D2.2021.K.15
Peningkatan Produksi Gas Bumi
variasi-1 dan variasi-2 sama-sama terbagi menjadi dua proses yakni penyiapan umpan karbon
dioksida (absorpsi gas CO2 dari flue gas menggunakan MEA) dan penyiapan injeksi CO2 melalui
proses dehidrasi dilanjutkan dengan kompresi hingga mencapai kondisi superkritik. Pada bagian
penyiapan umpan karbon dioksida, flue gas dari PLTU Embalut akan diabsorbsi untuk diambil gas
karbon dioksidanya. Gas buang PLTU memiliki temperatur 50oC dan tekanan 1,3 bar ketika
diumpankan ke dalam kolom absorbsi (01-T-100). Dalam perancangan proses di pabrik ini, larutan
amine yang digunakan adalah monoethanolamine (MEA) dengan konsentrasi 30%-massa.
Larutan MEA masuk melalui bagain atas kolom absorber pada temperatur 31,6oC dan tekanan 2
bar. Keluaran kolom absorpsi berupa overhead sweet gas dan aliran rich amine, dimana aliran rich
amine bertekanan 1,2 bar dan temperatur 61,7oC kemudian ditekan menjadi 2,5 bar sebelum
menerima panas dari aliran produk bawah (lean amine) kolom stripper CO2 (01-T-101) melalui unit
economizer (01-E-100). Aliran rich amine yang telah terpanaskan akan memasuki kolom T-101
dan melepaskan gas CO2 yang merupakan produk atas kolom. Produk bawah dari kolom T-101
berupa lean amine dan mengalir menuju unit econimizer E-100. Lean amine yang temperaturnya
telah turun akan dikembalikan (recycle) menuju ke kolom CO2 absorber (01-T-100) dan
ditambahkan dengan aliran make up. Make up ditujukan untuk menjaga konsentrasi larutan MEA
sedemikian rupa sehingga performa proses absorpsi CO2 dapat dipertahankan untuk setiap
cyclenya. Pada sistem recycle MEA, juga dilakukan purge agar pengotor dalam sistem absorpsi
tidak terakumulasi. Untuk mengantisipasi degradasi termal dari MEA dilakukan dengan cara
mengatur temperatur regenerasi MEA tidak lebih dari 130oC. Pengaturan temperatur ini dilakukan
agar mencegah terbentuknya heat stable salt yang berlebihan dan mampu menurunkan performa
pemisahan CO2. Produk atas kolom T-101 berupa fasa gas campuran CO2 dengan komposisi
94,09%-massa dan air sebesar 5,9%-massa, yang akan menjadi umpan untuk proses dehidrasi.
Produk gas campuran harus dikeringkan terlebih dahulu karena gas CO2 apabila bertemu dengan
air akan membentuk asam yang akan berdampak buruk pada perpipaan maupun pada unit-unit
proses berikutnya. Oleh karena itu produk gas campuran ini dimasukkan ke dalam proses
dehidrasi. Proses dehidrasi yang dilakukan sendiri dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama yaitu
compression-cooling, tahap kedua yaitu dehidrasi menggunakan TEG (TriEthylene Glycol), dan
tahap ketiga yaitu dehidrasi menggunakan molecular sieve. Tahap pertama proses dehidrasi
memanfaatkan kondensasi air sebagai akibat adanya peningkatan tekanan oleh kompresi yang
dilanjutkan oleh pendinginan. Tahap ini dilakukan karena produk gas campuran masih memiliki
tekanan yang rendah (2 bar), sedangkan untuk masuk ke dalam kolom absorpsi TEG dibutuhkan
tekanan tinggi (50 bar) sehingga sudah pasti dilakukan kompresi. Agar proses kompresi ini bisa
mendapat nilai lebih serta mengurangin beban dehidrasi dari tahap-tahap selanjutnya, proses
19 dari 32
Pemanfaatan Emisi CO2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk
D2.2021.K.15
Peningkatan Produksi Gas Bumi
kompresi ini diselingi dengan pemisahan menggunakan separator 2 fasa setiap setelah kompresi
dan pendinginan. Tahap kedua proses dehidrasi adalah jenis dehidrasi yang umum digunakan di
industri khususnya industri pengolahan gas alam. Penggunaan senyawa glikol khususnya TEG
memiliki produk dengan kandungan hingga serendah 100 ppm. Karena untuk kebutuhan injeksi
EGR kandungan air harus dibawah 50 ppm diperlukan tahap ketiga yaitu dehidrasi menggunakan
molecular sieve. Penggunaan molecular sieve mampu menurunkan kandungan air hingga
mencapai 0,1 ppm.
Tahap pertama dehidrasi pada pabrik ini dilakukan kompresi dua tahap. Pertama-tama produk gas
campuran masuk ke dalam separator 2 fasa (01-V-102) untuk diambil air yang terkondensasi.
Kemudian ditekan dari 2 bar menjadi 14 bar oleh unit kompresor (01-K-101) yang juga
meningkatkan temperatur dari 66°C menjadi 283,2°C. Aliran ini kemudian didinginkan oleh unit
pendingin (01-E-103) hingga mencapai temperatur 40°C. Sebelum masuk ke dalam tahap
compression-cooling selanjutnya aliran dimasukkan ke dalam separator 2 fasa (01-V-103) untuk
diambil air yang terkondensasi. Aliran keluarannya selanjutnya ditekan dari 13,9 bar menjadi 55,6
bar oleh unit kompresor (01-K-102) yang juga meningkatkan temperatur dari 40°C menjadi
180,5°C. Aliran ini kemudian didinginkan oleh unit pendingin (01-E-104) hingga mencapai
temperatur 45°C dilanjutkan masuk ke dalam separator 2 fasa (01-V-104) untuk diambil air yang
terkondensasi. Dari tahap pertama dehidrasi ini, kandungan air berhasil dikurangi dari 5,9%-massa
menjadi 0,12%-massa. Produk hasil dehidrasi tahap pertama ini kemudian masuk menjadi umpan
pada tahap dehidrasi kedua yaitu dehidrasi menggunakan TEG.
Tahap kedua dehidrasi pada pabrik ini adalah dehidrasi menggunakan senyawa glikol yaitu TEG.
Umpan pada tahap ini (temperatur 45°C dan tekanan 55,5 bar) masuk ke dalam kolom absorpsi
TEG (01-T-102). TEG yang digunakan memiliki kemurnian sebesar 98%-massa. Sistem dehidrasi
menggunakan TEG mirip dengan absorpsi CO2 menggunakan MEA dimana sistem regenerasi
digunakan agar TEG bisa diresirkulasi terus menerus, dengan sistem make-up untuk
mengkompensasi TEG yang terbuang/terdegradasi dan sistem purge untuk memastikan pengotor
tidak terakumulasi dalam aliran sirkulasi. Aliran bawah keluaran kolom absorpsi TEG (01-T-102)
dialirkan menuju kolom regenerator TEG (01-T-103), untuk dipisahkan air yang berhasil
diabsorpsinya dan TEGnya disirkulasikan kembali. Sebelum masuk ke dalam kolom regenerator
tersebut, alirannya diturunkan terlebih dahulu tekanannya karena proses desorpsi air akan lebih
baik pada tekanan rendah. Aliran diturunkan tekanannya oleh valve dari tekanan 51,71 bar menjadi
1,793 bar. Temperatur aliran yang rendah (dari sebelum valve 42,03°C menjadi 37,86°C setelah
valve) dimanfaatkan untuk mendinginkan aliran keluaran bawah regenerator, yaitu aliran TEG yang
20 dari 32
Pemanfaatan Emisi CO2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk
D2.2021.K.15
Peningkatan Produksi Gas Bumi
akan disirkulasikan kembali ke dalam sistem. Hasil absorpsi ini adalah gas CO2 dengan kemurnian
hingga 99,97%-massa dengan kandungan air sebesar 100 ppm.
Tahap ketiga dehidrasi pada pabrik ini adalah dehidrasi menggunakan molecular sieve (01-T-104
A/B). Molecular sieve adalah padatan berpori yang biasanya zeolit, yang memisahkan partikel
pada level molekular. Zeolit sendiri adalah senyawa aluminosilikat logam terhidrasi dengan struktur
kristalin. Silikat dan Aluminat membentuk grup kisi kristal tiga dimensi yang mengelilingi rongga
yang di dalamnya tedapat ion logam dan senyawa air yang tidak terlalu terikat dengan kuat. Zeolit
dapat melepaskan kandungan airnya tanpa merubah struktur kristalnya dengan bantuan
pemanasan. Molecular sieve umum digunakan dalam proses dehidrasi, terutama untuk produk
yang memiliki prasyarat kandungan air yang sangat rendah hingga mencapai 1 ppm. Umpan pada
tahap ini (temperatur 40°C dan tekanan 48,26 bar) masuk ke dalam molecular sieve untuk
dikeringkan hingga kandungan airnya dibawah 50 ppm untuk selanjutnya masuk ke tahap terakhir
kompresi sebelum di injeksi. Penggunaan molecular sieve dibutuhkan minimal 2 unit, karena
proses adsorpsi dan proses desorpsi harus dilaksanakan secara bergantian untuk tiap unitnya.
Apabila unit yang satu sudah jenuh dengan air, maka aliran umpan bisa dialihkan ke unit kedua
sementara unit pertama dilakukan desorpsi air. Hasil dehidrasi tahap ini adalah gas CO2 dengan
kemurnian mendekati 99,99%-massa dengan kandungan air di bawah 50 ppm.
Setelah melewati tahap dehidrasi, aliran gas CO2 tersebut disiapkan untuk injeksi ke dalam sumur
gas alam. Karena transportasi dan injeksi CO2 paling baik dilakukan ketika CO2 dalam kondisi
superkritik, maka aliran perlu ditekan kembali. Umpan pada tahap ini (temperatur 40°C dan
tekanan 47,26 bar) ditekan dengan unit kompresor (02-K-100) hingga 74,7 bar yang juga
meningkatkan temperatur hingga 81,18°C. Gas CO2 kemudian didinginkan dengan unit pendingin
(02-E-100) hingga suhu 31,5°C sebelum masuk ke unit pompa (02-P-100) untuk persiapan
transportasi dan injeksi. Keluaran unit pompa ini adalah aliran ga CO2 dengan kemurnian
mendekati 99,99%-massa, kandungan air dibawah 50 ppm, temperatur 49,18°C dan tekanan
111,5 bar.
Proses variasi-2 memiliki perbedaan dengan variasi-1 pada proses penyiapan umpan CO2.
Perbedannya terletak pada unit regenerator MEA (01-T-101) variasi-2. Aliran lean amine keluaran
unit regenator sebelum disirkulasikan kembali ke dalam sistem di ekspansi terlebih dahulu untuk
menciptakan aliran dua fasa, yang kemudian dipisahkan menggunakan separator 2 fasa. Fasa
cairnya ditekan kembali oleh unit pompa (01-P-102) untuk masuk ke dalam sistem absorpsi
melewati economizer (01-E-100). Sedangkan fasa uapnya akan diumpankan kembali ke dalam
21 dari 32
Pemanfaatan Emisi CO2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk
D2.2021.K.15
Peningkatan Produksi Gas Bumi
unit regenerator MEA, tepatnya pada pada stage sedikit diatas reboiler. Sebelum masuk ke unit
regenerator, aliran ini dikompresi oleh unit kompresor (01-K-100) terlebih dahulu hingga 2,3 bar.
Bagian kompresi ini adalah inti dari optimasi yang dilakukan oleh variasi-2. Variasi-2
memanfaatkan heat-pump effect (efek peningkatan temperatur sebagai akibat peningkatan
tekanan) untuk mengurangi beban kerja reboiler pada unit regenerator MEA dengan
memulihkan/mengambil sebagian panas sensibel dari aliran lean amine panas keluaran unit
regenerator MEA dalam bentuk panas laten sebagai hasil dari flashing pada unit separator 2 fasa.
Konfigurasi alternatif ini disebut Lean Vapor Recompression (LVR) (Gervasi et al., 2014). Pada
simulasi yang dilakukan untuk masing-masing proses diatur agar keduanya menghasilkan
kuantitas produk, komposisi produk, dan kondisi operasi yang sama agar kedua variasi tersebut
bisa dibandingkan dari segi konsumsi energi, CAPEX, dan OPEX. Dari perbandingan tersebut
nantinya bisa ditentukan mana variasi yang lebh baik untuk digunakan untuk proses perancangan
pabrik selanjutna. Gambar B.2 pada Lampiran B menunjukkan process flow diagram dari
penyiapan gas dan injeksi CO2 pada variasi 2. Neraca massa dan energi dari proses ini tertera
pada Tabel B.2 Lampiran B.
Sistem utilitas yang sama digunakan pada 2 variasi proses, utilitas yang digunakan antara lain,
instrument air, steam, air proses, dan listrik. Instrument air diperoleh dari udara bebas yang
kemudian dioleh untuk dimanfaatkan pada pengaplikasian control valve di dalam rangkaian
proses. Steam dan listrik tidak diproduksi dalam pabrik kami melainkan diperoleh dari kerja sama
dengan perusahaan lain. Steam dimanfaatkan untuk suplai kalor pada reboiler kolom regenerator,
sedangkan listrik digunkan untuk supplai energi kompresi pada kompresor. Karena lokasi pabrik
yang dipilih berdekatan dengan Sungai Mahakam, maka air proses yang digunakan sebagai
cooling water diperoleh dari pengolahan air sungai. Utility flow diagram dari pabrik ini dapat dilihat
pada Gambar C.1 di dalam Lampiran C.
Untuk membandingkan kedua variasi tersebut, digunakan dua parameter sebagai acuan evaluasi.
Parameter pertama adalah total biaya yang diperlukan. Aspen HYSYS memiliki fitur Aspen
Process Economic Analyzer yang mempermudah analisis biaya. Akan tetapi yang harus
diperhatikan adalah angka yang didapatkan dari alat ini bukanlah angka absolut, melainkan akan
digunakan untuk membandingkan kedua proses tersebut. Oleh karena itu, yang digunakan
sebagai parameter pembanding lebih tepatnya adalah selisih biaya antara kedua variasi tersebut.
Summary cost dari analisis ekonomi melalui Aspen HYSYS dapat dilihat pada Tabel 3.3,
sedangkan biaya operasi, biaya kapital masing-masing variasi beserta selisihnya kami tampilkan
dalam Tabel 3.4.
22 dari 32
Pemanfaatan Emisi CO2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk
D2.2021.K.15
Peningkatan Produksi Gas Bumi
Dari tabel tersebut, dapat diketahui bahwa variasi 1 memiliki biaya kapital yang sedikit lebih rendah
dibandingkan variasi 2, sedangkan biaya operasi per tahunnya lebih tinggi dibandingkan variasi 2.
Karena kedua proses mengolah umpan dan menghasilkan produk yang sama, maka dapat
disimpulkan bahwa variasi 2 (LVR) lebih ekonomis dibandingkan variasi 1.
Parameter kedua yang digunakan adalah kebutuhan energi yang diperlukan kolom regenerator T-
101 dan cooler E-101. Dalam proses absorpsi CO2 menggunakan larutan amina, kebutuhan energi
terbesar terletak pada proses regenerasi larutan amina. Untuk itu dibandingkan kebutuhan energi
kondensor serta reboiler pada kolom regenerator T-101 untuk masing-masing proses. Kemudian
untuk metode evaluasi yang sama digunakan untuk mebandingkan kebutuhan energi pada cooler
E-101. Angka yang didapatkan bukan merupakan angka absolut, tetapi dapat digunakan untuk
membandingkan dan mengevaluasi kedua variasi tersebut, Sehingga yang kami gunakan sebagai
evaluasi adalah selisih kebutuhan energi kedua proses tersebut. Kebutuhan energi kondensor,
reboiler, dan cooler E-101 masing-masing variasi beserta selisihnya kami tampilkan dalam Tabel
3.5 dan Tabel 3.6 sebagai berikut.
Rincian simulasi kebutuhan energi Aspen Hysys pada unit T-101 dan E-101
Condensor duty (MMBTU/jam) -665,7
T-101
Variasi 1 Reboiler duty (MMBTU/jam) 987,1
E-101 Duty (MMBTU/jam) 321,8
Condensor duty (MMBTU/jam) -637,9
T-101
Variasi 2 Reboiler duty (MMBTU/jam) 901,8
E-101 Duty (MMBTU/jam) 265,9
23 dari 32
Pemanfaatan Emisi CO2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk
D2.2021.K.15
Peningkatan Produksi Gas Bumi
Dari tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan energi baik untuk di kondensor, reboiler,
maupun cooler E-101 variasi 1 lebih tinggi dibandingkan variasi 2. Karena kedua proses mengolah
umpan dan menghasilkan produk dengan kuantitas, komposisi, dan kondisi aliran yang sama,
maka variasi 2 dapat dikatakan lebih hemat energi dibandingkan variasi 1.
24 dari 32
D2.2021.K.15 Pemanfaatan Emisi Co2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk Peningkatan Produksi Gas Bumi
25 dari 32
D2.2021.K.15 Pemanfaatan Emisi Co2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk Peningkatan Produksi Gas Bumi
26 dari 32
D2.2021.K.15 Pemanfaatan Emisi Co2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk Peningkatan Produksi Gas Bumi
27 dari 32
D2.2021.K.15 Pemanfaatan Emisi Co2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk Peningkatan Produksi Gas Bumi
28 dari 32
D2.2021.K.15 Pemanfaatan Emisi Co2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk Peningkatan Produksi Gas Bumi
29 dari 32
D2.2021.K.15 Pemanfaatan Emisi Co2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk Peningkatan Produksi Gas Bumi
Tabel B.3 Neraca massa dan energi proses dehidrasi dan kompresi menuju superkritik
30 dari 32
D2.2021.K.15 Pemanfaatan Emisi Co2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk Peningkatan Produksi Gas Bumi
Tabel B.3 Neraca massa dan energi proses dehidrasi dan kompresi menuju superkritik (lanjutan)
31 dari 32
D2.2021.K.15 Pemanfaatan Emisi Co2 Pembangkit Listrik Berbasis Fosil untuk Peningkatan Produksi Gas Bumi
32 dari 32