Oleh :
Herni Khaerunisa
Miftahul Huda
Retno Damayanti
Adhi Wibowo
Harry Tetra Antono
Komarudin
Dedy Yaskuri
M. Lutfi
Endang Suryati
Marsen Alimano
Nurhadi
Nia Rosnia H.
Lasmaria Sibarani
Iis Hayati
Supriatna Mujahidin
KATA PENGANTAR
Perubahan iklim (Climate Change) kaitannya dengan pemanasan global akibat meningkatnya
konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir semakin menjadi perhatian dunia internasional
sehingga rutin dibahas pemantauan dan penanganannya. Penyumbang terbesar terhadap
meningkatnya suhu adalah gas karbondioksida. Batubara termasuk bahan bakar fosil yang
menghasilkan CO2.
Puslitbang tekMIRA sebagai instansi di bawah Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral
ikut aktif memberikan masukan dalam kebijakan energi terutama berkaitan dengan
pemanfaatan batubara. Salah satunya adalah dengan memberikan data dasar efisiensi
pemanfaatan batubara di industri pengguna batubara.
Evaluasi performa efisiensi pembakaran batubara di industri pengguna batubara dan mencari
teknologi tepat guna merupakan wujud dari upaya pengurangan CO2.
Informasi
perhitungan efisiensi yang tepat akan menjadi masukan untuk industri pengguna batubara
terutama industri menengah untuk lebih meningkatkan efisiensi pembakaran sehingga dapat
lebih hemat energi.
ii
SARI
Saat ini sumber daya batubara adalah sekitar 104 milyar ton yang tersebar di seluruh Nusantara.
Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan energi maka batubara sebagai sumber energi alternatif
pemanfaatannya semakin meningkat. Batubara termasuk bahan bakar fosil yang mengandung
hidrokarbon. Hidrokarbon ini jika dibakar sempurna akan menghasilkan gas CO 2, salah satu gas rumah
kaca. Karbondioksida di atmosfir dapat berkurang secara alami karena terserap oleh lautan
dan diserap tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis, namun aktifitas manusia
yang melepaskan karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk
menguranginya.
Maksud kegiatan Kajian Emisi CO2 dari Pembakaran Batubara ini adalah melihat sejauhmana
tingkat efisiensi pembakaran batubara di Indonesia kaitannya dengan emisi CO2. Adapun
tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah mendapatkan data tentang efisiensi pembakaran
batubara dan tingkat keefektifan peralatan pada berbagai industri pengguna batubara, mengetahui
tingkat CO2 dari pembakaran batubara, dan memperoleh rancangan awal alat pengurang dan
Selama kegiatan, telah dilaksanakan pengambilan data primer dan sekunder, praperancangan alat dan pembuatan adsorben pengurang CO2. Data primer dan sekunder
dilakukan di 7 PLTU batubara (pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan), 25 perusahaan di
sekitar Kabupaten Bandung, dan 2 pabrik semen (PT. Indocement Cirebon dan PT. Semen
Padang). Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan dievaluasi serta dijadikan masukan
dalam perhitungan efisiensi dan prediksi emisi CO 2. Perhitungan efisiensi mengacu pada
neraca massa dan energi, sedangkan prediksi emisi CO2 mengikuti metode dalam IPCC.
Perancangan alat dibuat dengan teknologi fluidisasi sedangkan pembuatan adsorben
dengan pengaktifan zeolit menggunakan asam dan larutan monoetanolamin dalam metanol.
Hasil kegiatan diperoleh hal-hal berikut, yaitu: dari 7 PLTU yang ditinjau diketahui
ada 2 teknologi pembakaran batubara yang diterapkan, yakni Pulverized Coal
Combustion dan Circulating Fluidized Bed Combustion. Pengurangan emisi CO2
melalui penerapan teknologi yang lebih efisien pada PLTU batubara mempunyai
potensi sangat besar. Nilai efisiensi di 7 PLTU diperoleh antara 27 - 36 %. Adapun
nilai efisiensi boiler di industri tekstil antara 78-91 % dengan teknologi pembakaran
diterapkan adalah chain grate dan fluidized bed. Sedangkan penerapan CDM di
industri semen belum ada yang sesuai dengan Benchmarking Approach dan
berdasarkan konsumsi batubara domestik maka pada tahun 2025 diprediksikan total
konsumsi batubara akan mencapai 270,5 juta ton dengan total emisi dapai mencapai 900-an
juta ton. Hasil studi pendahuluan pengurangan CO2 skala laboratorium diperoleh pra-
rancangan alat dan adsorben zeolit yang telah siap untuk diujicobakan pada kegiatan
lanjutan di tahun 2010.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .
SARI
DAFTAR ISI ..
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR ..
i
ii
iii
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN .
1.1
Latar Belakang ..
1.2
Ruang Lingkup Kegiatan .
1.3
Maksud dan Tujuan ..
1.4
Sasaran Kegiatan
1.5
Lokasi Kegiatan . .
1
1
2
3
3
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA .
2.1
Pemanasan Global ...........................................................
2.1.1
Efek Rumah Kaca ..........................................................
2.1.2
Gas Rumah Kaca ...............................................................
2.1.3
Pengendalian Pemanasan Global ..........................................
2.2
Pemanfaatan Batubara di Industri ......................
2.2.1
Batubara Sebagai Bahan Bakar Boiler
2.2.1.1
Pemanfaatan Steam ....
2.2.1.2
Sistem Boiler ..
2.2.1.3
Cara Pembakaran Bahan Bakar Batubara ..
2.2.1.4
Kinerja Boiler .....
2.2.1.5
Pengguna Batubara ...
2.2.2
Batubara Sebagai Bahan Bakar Tungku .
9
9
9
10
11
13
14
14
14
15
19
20
27
BAB III
29
29
3.1.1
Pengumpulan Data ..
3.1.2
3.2
29
31
31
iv
BAB IV
METODOLOGI
33
BAB V
36
36
5.1.2
5.2
36
45
48
BAB VI
PENUTUP..
6.1
Kesimpulan....
6.2
Saran.
53
53
55
BAB VI
56
DAFTAR PUSTAKA....
57
LAMPIRAN 1
60
LAMPIRAN 2
71
LAMPIRAN 3
77
LAMPIRAN 4
Foto Kegiatan ..
88
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1
Tabel 1.2
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.3
4
4
16
24
28
37
37
41
Tabel 5.4
Tabel 5.5
Tabel 5.6
Tabel 5.7
Tabel 5.8
Tabel 5.9
Tabel 5.10
42
44
45
46
50
50
52
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1
Gambar 1.2
Gambar 1.3
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 2.9
Gambar 2.10
Gambar 5.1
Gambar 5.2
Gambar 5.3
Gambar 5.4
Gambar 5.5
Gambar 5.6
Gambar 5.7
Gambar 5.8
6
7
8
9
11
16
18
19
20
21
24
26
27
38
38
43
43
47
47
51
vi
49
vii
1.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Perubahan iklim yang akan berdampak buruk pada kelangsungan kehidupan di bumi
sudah menampakkan tanda-tandanya. Suhu rata-rata dunia telah meningkat, pada kurun
waktu 1995-2006 (12 tahun) sebelas tahun di antaranya mempunyai suhu paling panas
dibandingkan suhu rata-rata dunia sejak 1850. Akibat kenaikan suhu tersebut, ketinggian air
laut meningkat rata-rata 1,8 mm per tahun sejak tahun 1961(www.cml.ui.ac.id Home RDM
Semester 2007_GASAL).
Meningkatnya suhu rata-rata bumi disebabkan oleh meningkatnya jumlah gas rumah kaca di
atmosfir. Gas rumah kaca adalah gas yang berfungsi sebagai selimut, tanpa gas rumah kaca
suhu bumi akan sangat dingin (sekitar -18oC) sebaliknya terlalu banyak gas rumah kaca bumi
akan semakin panas (Wikipedia, 2009). Yang termasuk gas rumah kaca antara lain adalah uap
air, CO2, metan dan nitrous oksida. Gas karbon dioksida adalah gas yang paling
mempengaruhi pemanasan global.
Pemerintah telah menetapkan batubara sebagai energi alternatif pengganti minyak bumi dan
gas alam seperti tertuang dalam Peraturan Presiden No.5 tahun 2006 tentang kebijakan
energi nasional karena sumber daya batubara yang cukup melimpah. Saat ini sumber daya
batubara adalah sekitar 104 milyar ton yang tersebar di seluruh Nusantara, terutama di Pulau
Kalimantan dan Sumatera (Badan Geologi, 2009). Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan
akan energi maka pemanfaatan batubara sebagai sumber energi alternatif diperkirakan juga
akan semakin meningkat. Saat ini pemakai batubara terbesar adalah sektor pembangkit
listrik, dimana PLTU berbahan batubara mulai banyak dibangun di hampir seluruh Indonesia.
Dengan meningkatnya pemakaian batubara sebagai bahan bakar maka akan memberikan
dampak pada lingkungan terutama kualitas udara di sekitarnya. Hal ini dikarenakan batubara
termasuk bahan bakar fosil yang mengandung hidrokarbon. Hidrokarbon ini jika dibakar
sempurna akan menghasilkan gas CO2 yang merupakan salah satu gas rumah kaca.
Karbondioksida di atmosfir dapat berkurang secara alami karena terserap oleh lautan dan
1
diserap tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis, namun aktifitas manusia yang
melepaskan karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk
menguranginya.
Saat ini teknologi pembakaran batubara di PLTU di Indonesia rata-rata memiliki efisiensi 3336 % (Buana, 2009).
Untuk menurunkan CO2 yang sangat efektif adalah dengan meningkatkan efisiensi
pembakaran menjadi sekitar 40 %. (http://www.iea.org/textbase/nppdf/free/2005/ciab.pdf).
Teknologi-teknologi untuk peningkatan efisiensi pembakaran sudah tersedia. Namun, jika
PLTU batubara
Untuk mengurangi jumlah CO2 yang dihasilkan dari pemanfaatan batubara, dalam jangka
pendek harus dilakukan upaya-upaya pencegahan penurunan efisiensi dan dalam jangka
panjang perlu dilakukan penggantian teknologi dengan bantuan pendanaan melalui CDM
(Clean Development Mechanism). Penurunan efisiensi suatu peralatan bisa terjadi bila usia
PLTU telah cukup tua atau tidak ada perawatan (maintenance) yang memadai. Penurunan
efisiensi juga dapat terjadi bila kualitas batubara yang dipakai tidak sesuai dengan
persyaratan teknis yang ada.
Puslitbang tekMIRA merupakan bagian dari institusi pemerintah yang salah satunya
melakukan dalam kajian pemanfaatan energi kaitannya dalam pemanfaatan batubara sebagai
bahan bakar. Pada tahun anggaran 2009, Kelompok Kegiatan Lingkungan Pertambangan
akan melakukan kegiatan Kajian Emisi CO2 dari Pembakaran Batubara sebagai implementasi
dari misi Puslitbang tekMIRA di atas
1.2.
1)
Kajian teknologi pemanfaatan batubara di Indonesia saat ini. Kajian ini meliputi :
-
Prediksi emisi CO2 dari pemakaian energi fosil di Indonesia sampai tahun 2025
(berdasarkan prediksi pemakaian energi fossil yang dibuat oleh ESDM)
2)
1.3.
1.4.
Sasaran Kegiatan
Sasaran kegiatan adalah
1.5.
Lokasi Kegiatan
Lokasi kegiatan terbagi atas sektor pengguna batubara, yaitu pembangkit listrik,
industri tekstil dan industri semen. Selama kegiatan berlangsung dilakukan pengambilan data
primer dan sekunder kecuali industri semen hanya mengumpulkan data sekunder mengingat
adanya keterbatasan waktu. Pengambilan data primer berupa pengambilan contoh batubara,
abu batubara dan gas buang serta pengukuran beberapa parameter kondisi operasional.
Adapun data sekunder yang dikumpulkan berupa data proses yang berkaitan dengan
perhitungan efisiensi dan teknologi pembakaran batubara.
Pembangkit Listrik yang menjadi lokasi kegiatan dapat dilihat pada Tabel 1.1. Untuk industri
tekstil dilakukan di daerah Kabupaten Bandung dan nama perusahaan disajikan dalam Tabel
1.2.
Adapun industri semen yang dikunjungi adalah PT. Indocement Tunggal Prakarsa pabrik
Palimanan Cirebon dan PT. Semen Padang Sumatra Barat.
masing dicantumkan pada Gambar 1.1, Gambar 1.2, dan Gambar 1.3.
Analisis beberapa parameter emisi gas buang dan persiapan desain alat dan adsorben CO2
dilakukan di laboratorium Teknologi Lingkungan Puslitbang tekMIRA.
PLTU
JUMLAH
UNIT
DAYA
TERPASANG
PEMAKAIAN
BATUBARA PER
TAHUN (TON)
Tanjung Jati B
2 X 660 MW
4.560.000
2 X 400 MW
3.000.000
2 X 115 MW
1.050.000
Ombilin
2 X 100 MW
630.720
Bukit Asam
4 X 65 MW
986.000
2 X 100 MW
706.000
Asam Asam
2 X 65 MW
750.000
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
NAMA PABRIK
Dactex
Adetex
Famatex
BSTM
Sinar Majalaya
Alenatex
Sipatex
Nagamas
Daliatex
Panca Agung
Badjatex
Dhanar Mas
BCP
RCP
Himalaya
NO
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
NAMA PABRIK
Bima Jaya
Vonex
Sinar Sari
Cemara Agung
Budi Agung
Anugrah
Naga Sakti
Sinar Baru
Tastex
Delimatex
2. TINJAUAN PUSTAKA
Karbon dioksida merupakan salah satu komponen atmosfir yang memiliki beberapa
peranan penting kaitannya dengan lingkungan. Karbon dioksida termasuk gas rumah kaca
yang menerangkap panas radiasi sinar merah di atmosfir, berperan dalam pelapukan batuan,
sumber karbon bagi tanaman, dan karbon dioksida ini tersimpan dalam biomassa, bahan
organik dalam sedimen juga batuan karbonat seperti kapur.
Angkasa
Atmosfer
Bumi
Sumber : http://www.columbia.edu/~vjd1/carbon.htm
9
Mekanisme terjadinya efek rumah kaca adalah sebagai berikut (gambar 2.1). Bumi secara
konstan menerima energi, kebanyakan dari sinar matahari tetapi sebagian juga diperoleh
dari bumi itu sendiri, yakni melalui energi yang dibebaskan dari proses radioaktif (Holum,
1998:237). Sinar tampak dan sinar ultraviolet yang dipancarkan dari matahari. Radiasi sinar
tersebut sebagian dipantulkan oleh atmosfer dan sebagian sampai di permukaan bumi. Di
permukaan bumi sebagian radiasi sinar tersebut ada yang dipantulkan dan ada yang diserap
oleh permukaan bumi dan menghangatkannya.
Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca
perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda.
Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbondioksida (CO2) dan gasgas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO 2 ini disebabkan oleh kenaikan
pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batubara dan bahan bakar organik lainnya yang
melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk mengabsorbsinya (Wikipedia
Indonesia,
2009).
10
sumber karbon bagi tanaman, dan karbon dioksida ini tersimpan dalam biomassa, bahan
organik dalam sedimen juga batuan karbonat seperti kapur.
Atmosfir
Air
Hasil pelapukan
Pelapukan
kimia
Batua
n
Sumber : http://www.columbia.edu/~vjd1/carbon.htm
Gambar 2.2 Proses Pelarutan CO2 dan Gas-Gas Atmosfer di Air
Karbondioksida dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan diserap tanaman untuk
digunakan dalam proses fotosintesis.
Karbon dioksida dan gas-gas atmosfer lainnya larut dalam air permukaan. Gas-gas terlarut
dalam kesetimbangan dengan gas di atmosfer. Karbon dioksida bereaksi dengan air dalam
larutan membentuk asam lemah, asam karbonat (Gambar 2.2). Asam karbonat diurai menjadi
ion hidrogen dan ion bikarbonat. Ion hidrogen dan air bereaksi dengan kebanyakan mineral
(silikat dan karbonat) dan mengubahnya. Hasil pelapukan umumnya lempung (kelompok
mineral silikat) dan ion mudah larut seperti kalsium, besi, natrium, dan kalium. Ion bikarbonat
juga tetap berada dalam larutan; merupakan sisa dari asam karbonat yang digunakan untuk
melapukkan bebatuan.
Meskipun lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi karbondioksida di atmosfer,
namun aktifitas manusia yang melepaskan karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari
kemampuan alam untuk menguranginya.
11
1)
Carbon Sequestration
Sebelum gas karbon dioksida (CO2) hasil dari pembangkit listrik dan sumber-sumber
titik lain diasingkan (sequestration), CO2 harus ditangkap dalam kondisi relatif murni.
Di Amerika, CO2 hasil produk samping dari proses-proses industri seperti produksi amonia
sintetis, produksi H2, dan kalsinasi kapur telah secara rutin diasingkan.
Teknologi penangkapan yang ada, biayanya tidak efektif bila dipertimbangkan dalam
konteks pengasingan CO2 dari pembangkit listrik. Gas buang dari pembangkit listrik
batubara mengandung CO2 10-12 % volum, sementara gas buang dari pabrik siklus
gabungan gas alam hanya mengandung 3-6 %CO2. Untuk pengasingan CO2 yang efektif,
maka CO2 dari gas buang ini harus dipisah dan dipekatkan (dikonsentrasikan) terlebih
dahulu.
Baru-baru ini, pengambilan CO2 dari gas buang dilakukan dengan menggunakan penyerap
amin dan pendingin kriogenik. Adanya penambahan teknologi pengurangan emisi karbon ini
tentunya akan meningkatkan pula biaya listrik, tergantung tipe proses.
Secara umum, biaya estimasi penangkapan karbon ini hamper dari total keseluruhan
sistem (penangkapan, penyimpanan, transportasi dan pengasingan CO 2).
Identifikasi pemilihan untuk pemisahan dan penangkapan CO 2 yang paling mungkin,
meliputi:
-
Kesempatan untuk pengurangan biaya secara signifikan masih terbuka dengan beberapa
inovasi riset yang dikhususkan pada CO2 captured dan separation technologies.
Contoh kegiatan program ini adalah :
Penelitian mengenai perbaikan revolusioner dalam teknologi pemisahan dan menangkap
CO2
o
(http://www.fossil.energy.gov/programs/sequestration/capture/index.html)
2)
emisi karbon di dunia menyebakan kadar CO2 di atmosfer tidak stabil. Oleh karena itu,
negara-negara maju yang tergabung dalam Annex1 berkomitmen untuk mengurangi emisi
CO2 sehingga tercetuslah Protokol Kyoto pada tahun 1997. Dengan adanya Protokol Kyoto
tersebut diharapkan mampu mengurangi efek dari Gas Rumah Kaca (GRK) di dunia. Selain itu
Protokol Kyoto diharapkan dapat meningkatkan kesadaran negara-negara di dunia terutama
negara maju untuk mengurangi emisi karbon di dunia.
Clean Development Mechanism (CDM) adalah salah satu dari tiga mekanisme fleksibel dalam
Protokol Kyoto yang dirancang untuk membantu negara industri/Annex1 untuk memenuhi
komitmennya mengurangi efek GRK dan membantu negara berkembang dalam mencapai
pembangunan berkelanjutan. CDM adalah satu-satunya mekanisme fleksibel yang
melibatkan negara berkembang. Berdasarkan Protokol Kyoto, negara berkembang tidak
13
memiliki kewajiban membatasi emisi GRK-nya, akan tetapi dapat secara sukarela
berkontribusi dalam pengurangan emisi global dengan menjadi tempat pelaksanaan proyek
CDM.
Indonesia meratifikasi Konvensi Perubahan Iklim melalui UU No. 6 tahun 1994. Dengan
meratifikasi Protokol Kyoto berarti membuka peluang bagi Indonesia untuk menarik lebih
banyak investor. Mengembangkan proyek CDM, akan bermanfaat dalam upaya menuju
pembangunan berkelanjutan. Sebagai konsekuensinya, akan diperlukan persiapan di
berbagai aspek mulai dari kebijakan dan regulasi, keuangan dan aspek teknis dalam
implementasi CDM.
Batubara pada sektor industri dapat dipergunakan secara langsung sebagai bahan bakar
tungku (furnace), maupun secara tidak langsung sebagai bahan bakar boiler, namun
sebagian besar atau sekitar 70 % batubara dipergunakan sebagai bahan bakar tungku.
Industri semen merupakan konsumen batubara yang utama diikuti oleh industri kertas,
makanan, tekstil, logam dasar, dan pupuk (BPPT, 2009). Dalam bab ini yang akan diuraikan
adalah pemanfaatan batubara di pembangkit listrik tenaga uap, industri tekstil, dan industri
semen.
14
mengalirkan panas ke suatu proses. Jika air dididihkan sampai menjadi steam, volumnya
akan meningkat sekitar 1.600 kali, menghasilkan tenaga yang menyerupai bubuk mesiu yang
mudah meledak, sehingga boiler merupakan peralatan yang harus dikelola dan dijaga
dengan sangat baik. (http://www.energyefficiencyasia.org/)
suatu proses dimana steam tersebut digunakan untuk memanaskan cairan dan
menjalankan suatu mesin (commercial and industrial boilers), atau
membangkitkan energi listrik dengan merubah energi kalor menjadi energi mekanik
kemudian memutar generator sehingga menghasilkan energi listrik (power boilers),
dan
menggabungkan kedua sistem boiler tersebut (LP dan HP). Sistem boiler keadaan
tekanan-temperatur tinggi untuk membangkitkan energi listrik, kemudian sisa steam
dari turbin dengan keadaan tekanan-temperatur rendah dapat dimanfaatkan ke
dalam
proses
industri
dengan
bantuan
heat
recovery
boiler.
(http://febriantara.wordpress.com/2008/10/24/klasifikasi-boiler/)
Furnace
Komponen ini merupakan tempat pembakaran bahan bakar. Beberapa bagian dari
furnace di antaranya: refractory, ruang perapian, burner, exhaust for flue gas, charge
and discharge door .
Steam Drum
15
Komponen ini merupakan tempat penampungan air panas dan pembangkitan steam.
Steam masih bersifat jenuh (saturated steam).
-
Superheater
Komponen ini merupakan tempat pengeringan steam dan siap dikirim melalui main
steam pipe dan siap untuk menggerakkan turbin uap atau menjalankan proses
industri.
Air Heater
Komponen ini merupakan ruangan pemanas yang digunakan untuk memanaskan
udara luar yang diserap untuk meminimalisasi udara yang lembab yang akan masuk
ke dalam tungku pembakaran.
Economizer
Komponen ini merupakan ruangan pemanas yang digunakan untuk memanaskan air
dari air yang terkondensasi dari sistem sebelumnya maupun air umpan baru.
Safety valve
Komponen ini merupakan saluran buang steam jika terjadi keadaan dimana tekanan
steam melebihi kemampuan boiler menahan tekanan steam.
Blowdown valve
Komponen ini merupakan saluran yang berfungsi membuang endapan yang berada
di dalam pipa steam.
16
batubar
batubara
a
batubar
a
udara
a. Stoker Boiler
udara
b. PCC Boiler
udara
c. FBC Boiler
Tipe Boiler
Stoker
Kelebihan
Konstruksinya relatif sederhana.
Combustion
Pulverized
Fluidized Bed
Kelemahan
- Limbah yang diproduksi pembakaran
lebih banyak
- Panas yang dihasilkan kurang merata
jika tidak ada komponen pendukung
- Effisiensi relatif rendah
Konstruksinya rumit dan membutuhkan
dana investasi yang mahal
Konstruksinya rumit dan membutuhkan
dana investasi yang mahal
Sumber : http://febriantara.wordpress.com/2008/10/24/klasifikasi-boiler/
di atas kisi api (traveling fire grate) pada stoker boiler. Bila kadar abunya sangat sedikit,
lapisan abu tidak akan terbentuk di atas kisi tersebut sehingga pembakaran akan
langsung terjadi pada kisi, yang dapat menyebabkan kerusakan yang parah pada bagian
tersebut. Oleh karena itu, kadar abu batubara yang disukai untuk tipe boiler ini adalah
sekitar 10 15%. Adapun tebal minimum lapisan abu yang diperlukan untuk pembakaran
adalah 5cm.
pembakaran, butiran batubara dijaga agar dalam posisi mengambang, dengan cara
melewatkan angin berkecepatan tertentu dari bagian bawah boiler. Keseimbangan antara
gaya dorong ke atas dari angin dan gaya gravitasi akan menjaga butiran batubara tetap
dalam posisi mengambang sehingga membentuk lapisan seperti fluida yang selalu
bergerak. Kondisi ini akan menyebabkan pembakaran bahan bakar yang lebih sempurna
karena posisi batubara selalu berubah sehingga sirkulasi udara dapat berjalan dengan
baik dan mencukupi untuk proses pembakaran.
Karena sifat pembakaran yang demikian, maka persyaratan spesifikasi bahan bakar yang
akan digunakan untuk FBC tidaklah seketat pada metode pembakaran yang lain. Secara
umum, tidak ada pembatasan yang khusus untuk kadar zat terbang (volatile matter), rasio
bahan bakar (fuel ratio) dan kadar abu. Bahkan semua jenis batubara termasuk peringkat
rendah sekalipun dapat dibakar dengan baik menggunakan metode FBC ini. Hanya saja
ketika batubara akan dimasukkan ke boiler, kadar air yang menempel di permukaannya
(free moisture) diharapkan tidak lebih dari 4%. Selain kelebihan di atas, nilai tambah dari
metode FBC adalah alat peremuk batubara yang dipakai tidak terlalu rumit, serta ukuran
boiler dapat diperkecil dan dibuat kompak.
Berdasarkan mekanisme kerja pembakaran, metode FBC terbagi 2 yaitu Bubbling FBC dan
Circulating FBC (CFBC), seperti ditampilkan pada gambar 2.4. Dapat dikatakan bahwa
Bubbling
FBC
merupakan
prinsip
dasar
FBC,
sedangkan
CFBC
merupakan
pengembangannya.
Pada FBC, bila tekanan di dalam boiler sama dengan tekanan udara luar, disebut dengan
Atmospheric FBC (AFBC), sedangkan bila tekanannya lebih tinggi dari pada tekanan udara
luar, sekitar 1 MPa, disebut dengan Pressurized FBC (PFBC).
Circulating FBC
Bubling FBC
Gelemb
ung
udara
Partikel
Udara
Udara
19
Sumber : (http://www.energyefficiencyasia.org/)
20
Parameter kinerja boiler, antara lain efisiensi dan rasio penguapan berkurang
terhadap waktu. Penurunan ini dapat disebabkan buruknya pembakaran kotornya
permukaan penukar panas serta buruknya operasi dan pemeliharaan. Bahkan, boiler yang
baru sekalipun jika kualitas bahan bakar dan kualitas air tidak sesuai dapat mengakibatkan
buruknya kinerja boiler.
Neraca panas dapat membantu mengidentifikasi kehilangan panas yang dapat atau tidak
dapat dihindari. Uji efisiensi boiler dapat membantu dalam menemukan penyimpangan
efisiensi boiler dari efisiensi terbaik dan target area permasalahan untuk tindakan perbaikan.
Proses pembakaran dalam boiler dapat digambarkan dalam bentuk diagram alir energi
(Gambar 2.5). Diagram ini menggambarkan tentang bagaimana energi masuk dari bahan
bakar diubah menjadi aliran energi dengan berbagai kegunaan dan menjadi aliran
kehilangan panas dan energi. Panah tebal menunjukkan jumlah energi yang dikandung
dalam aliran masing-masing.
Sumber : (http://www.energyefficiencyasia.org/)
Kehilangan energi dapat dibagi ke dalam kehilangan yang tidak atau dapat dihindarkan
(Gambar 2.6).
Tujuan dari produksi bersih dan/atau pengkajian energi harus mengurangi kehilangan panas
yang dapat dihindari, yaitu dengan meningkatkan efisiensi energi. Kehilangan panas yang
dapat dihindari atau dikurangi adalah sebagai berikut:
Udara berlebih (diturunkan hingga ke nilai minimum yang tergantung dari teknologi
Kehilangan dari blowdown (pengolahan air umpan segar, daur ulang kondensat)
Kehilangan konveksi dan radiasi (dikurangi dengan isolasi boiler yang lebih baik)
1)
mengubah air dalam pipa yang dilewatkan di boiler tersebut menjadi uap yang memiliki
tekanan dan temperatur tinggi, yang selanjutnya digunakan untuk menggerakkan turbin
dan memutar generator (konversi energi panas menjadi energi mekanik). Perubahan energi
panas menjadi mekanikal dan energi listrik ini melalui suatu siklus konversi energi (Siklus
Rankine) yang sangat bergantung pada jumlah panas, pola suhu, dan suhu lingkungan atau
suhu penerima panas yang tersedia (dalam hal ini boiler). Gambar 2.7 menunjukkan alur
proses di PLTU batubara.
Batubara
Cerobong
Kolam
Sistem pembuangan abu
Sistem pengolahan air
22
Sumber : www.canadiancleanpowercoalition.com
Keterangan gambar:
1. Batubara ; sebagai bahan bakar utama Pembangkit
2. Pulverizer ; untuk menghaluskan batubara hingga menyerupai butir-butir beras
3. Boiler ;
4. Cerobong, pengendap
5. Turbin
6. Sistem kondensor dan pendingin
7. Sistem pengolahan air
8. Sistem pembuangan abu
9. Substasiun/ transformer
Komponen-komponen terpenting pada sebuah PLTU adalah boiler, turbin uap dan
generator. Siklus Rankine terkadang diaplikasikan sebagai siklus Carnot, terutama dalam
menghitung efisiensi. Sebuah mesin nyata (real) yang beroperasi dalam suatu siklus pada
temperatur TH (temperature high) and TC (temperature cold) tidak mungkin melebihi efisiensi
mesin Carnot (Wikipedia Indonesia, 2009). Persamaan efisiensi Carnot dituliskan berikut ini:
kondenser bertemperatur sekitar 30 oC. Hal ini memberikan efisiensi Carnot secara teoritis
sebesar 63 %, namun kenyataannya efisiensi pada pembangkit listrik tenaga batubara
sebesar 42 % (Wikipedia Indonesia, 2009).
Dengan demikian, agar efisiensi menjadi setinggi mungkin pada sebuah PLTU, maka
perbandingan T2/T1 harus sekecil mungkin. Tetapi, meningkatkan efisiensi akan sangat sulit,
karena suhu lingkungan adalah fakta, sedangkan menaikkan suhu uap akan terbentur pada
daya tahan materialnya. Sehingga dalam siklus energi, sangat penting memperhatikan faktor
jenis sumber energi yang dipakai untuk proses pembakaran, siklus uap, mesin yang
digunakan (misalnya boiler uap), serta medium penerima panas dengan suhu terendah
(kondensor) (Murti, tanpa tahun).
Untuk itu, kinerja pembangkitan listrik pada PLTU sangat ditentukan oleh efisiensi panas
pada proses pembakaran batubara tersebut, karena selain berpengaruh pada efisiensi
pembangkitan, juga dapat menurunkan biaya pembangkitan.
23
Dengan
demikian, efisiensi panas yang meningkat akan dapat mengurangi beban lingkungan secara
signifikan akibat pembakaran batubara. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa teknologi
pembakaran (combustion technology) merupakan bagian utama upaya peningkatan efisiensi
pemanfaatan batubara secara langsung sekaligus upaya antisipasi isu lingkungan ke
depannya (Imam, 2009).
Saat ini, teknologi pembakaran batubara (lihat Bab 2.2.1/Cara Pembakaran Bahan Batubara)
mengalami perkembangan terutama akibat pengaruh faktor tekanan udara pembakaran.
Untuk Bubbling FBC berkembang dari PFBC menjadi Advanced PFBC (A-PFBC), sedangkan
untuk CFBC selanjutnya berkembang menjadi Internal CFBC (ICFBC) dan kemudian
Pressurized ICFBC (PICFBC).
Efisiensi netto pembangkitan (net efficiency) yang dihasilkan pada A-PFBC ini sangat tinggi,
dapat mencapai 46%.
Peningkatan efisiensi pembangkitan dengan mekanisme kombinasi melalui pemanfaatan gas
sintetis hasil proses gasifikasi seperti pada A-PFBC, selanjutnya mengarahkan teknologi
pembangkitan untuk lebih mengintensifkan penggunaan teknologi gasifikasi batubara ke
dalam sistem pembangkitan. Upaya ini akhirnya menghasilkan system pembangkitan yang
disebut dengan Integrated Coal Gasification Combined Cycle (IGCC) (Imam, 2009).
Dalam laporan Coal Industry Advisory Board yang ditulis tahun 2005 berjudul Reducing
Greenhouse Gas Emissions mengenai The Potensial of Coal, disebutkan bahwa pengurangan
emisi CO2 melalui penerapan teknologi yang lebih efisien pada pembangkit listrik tenaga
uap berbahan bakar batubara (PLTU batubara) mempunyai potensi sangat besar. PLTUbatubara modern saat ini mampu mencapai tingkat efisiensi lebih dari 40% atau mempunyai
tingkat efisiensi 30% lebih tinggi dibandingkan dengan efisiensi PLTU-batubara yang
24
Efisiensi PLTU baik berbahan bakar lignit (LG) atau Hard coal (HG) diprediksi akan terus
mengalami peningkatan (Gambar 2.8) dengan diterapkannya teknologi pengeringan
batubara dan digunakannya turbin dengan suhu uap air lebih tinggi pada beberapa tahun ke
depan.
Saat ini terdapat sekitar 1000 GW PLTU-batubara d di seluruh dunia. Hampir dua pertiga dari
PLTU tersebut telah berumur lebih dari 20 tahun dan memiliki efisiensi rata-rata sekitar 29%.
Pembangkit listrik ini mengeluarkan CO2 sebesar 3,9 milyar ton per tahun.
Jika diasumsikan PLTU tua ini akan memiliki usia sampai 40 tahun, dan akan dilakukan
penggantian dengan pembangkit listrik modern (ultra-supercritical/USC plant) yang memiliki
efisiensi sekitar 45% ketika mencapai usia 40 tahun tersebut, maka total emisi gas rumah
kaca (GHG) berkapasitas 1000 GW akan berkurang sebesar 1,4 milyar ton CO 2 per tahun,
atau terjadi pengurangan emisi gas rumah kaca (GHG) sebesar 36%. Bila jumlah emisi CO2
dari sektor energi sebesar 23,4 miliar ton, seperti dilaporkan oleh IEA tahun 2002, maka ini
berarti penggantian PLTU lama dengan PLTU baru berefisiensi tinggi akan mengurangi
jumlah CO2 dari sektor energi sekitar 6%. Ini berarti terjadi pengurangan emisi CO 2 melebihi
target Protokol Kyoto sebesar 5%.
penting, meskipun harus diakui bahwa pengurangan CO 2 yang lebih besar masih diperlukan.
25
Tingkat teknologi
Efisiens
i
Kapasitas Batubara
Efisiensi Rata-Rata
Emisi CO2 Rata-Rata
Emisi CO2 (Efisiensi = 30%)
Pengurangan Emisi CO2
Satuan
China
India
Russia
Total
TWh/tahun
%
Ton CO2/MWh
Ton CO2/MWh
Miliar
ton/tahun
1139
30
1202
1090
127,6
435,8
30
1120
1120
43,6
544,6
27,9
1325
1120
111,6
2119,4
29,5
1216
1083
282,8
Peningkatan efisiensi PLTU batubara di China, India dan Rusia walaupun hanya beberapa
persen (seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.2), akan mengurangi emisi CO2 sebesar 283
juta ton per tahun. Jumlah ini sama dengan sepertiga dari total emisi CO 2 di Jerman.
Dalam jangka panjang, setelah tahun 2020, efisiensi teknologi pembakaran batubara dapat
mencapai hingga 50%. Pembangkit listrik modern dengan efisiensi 50% ini, berarti dapat
mengurangi emisi CO2 sebesar 28% dibandingkan dengan efisiensi pembangkit listrik dalam
keadaan normal, yaitu sekitar 36%.
Penggantian pembangkit listrik yang lebih tua dengan pembangkit listrik baru (modern) juga
akan menghasilkan berbagai manfaat tambahan, yaitu di antaranya efisiensi penggunaan
batubara yang lebih besar, pengurangan polutan konvensional seperti emisi SO 2, NOx dan
partikulat serta pengurangan biaya untuk menerapkan kontrol emisi udara yang mungkin
akan diwajibkan di masa mendatang. PLTU baru juga dapat di desain untuk dikombinasikan
dengan Carbon Capture and Storage apabila secara teknologi dan ekonomi memungkinkan.
1)
Industri Tekstil
Pengertian industri tekstil adalah industri yang memproduksi atau mengolah bahan
mentah, bahan baku dan atau bahan setengah jadi menjadi produk tekstil yang bernilai
tinggi. Industri tekstil di Indonesia menghasilkan berbagai macam produk, baik untuk pasar
dalam negeri maupun ekspor. Proses pembuatannya dilakukan secara konvensional maupun
secara modern (http://one.indoskripsi.com/node/4177). Diagram proses dasar untuk
berbagai jenis produk tekstil dapat dilihat pada gambar 2.8.
Menurut Sakti A. Siregar (2005: 86), proses pembuatan tekstil dibedakan menjadi dua, proses
kering dan basah.
1) Proses kering.
27
Proses kering meliputi pemintalan benang (yarn) pada spinning mill, pelilitan benang
pada kumparan (gulungan), penenunan pada weaving mill, knitting (pekerjaan rajutan).
2) Proses basah
Proses produksi tekstil dengan proses basah meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pencucian.
Pencucian adalah proses pengeluaran kotoran-kotoran industri dan anorganik yang
dapat mengganggu proses-proses selanjutnya. Pencucian dilakukan dengan
menggunakan bahan pencuci yang dilarutkan ke dalam air, misalnya surfaktan.
b. Pemrosesan (Processing)
Dalam industri tekstil, processing adalah pemberian bahan pelapis pada permukaan
produk-produk tekstil atau pemindahan bahan-bahan dari serat (fiber) secara kimia.
BAHAN
PEMBUATAN
KEGUNAAN
PEMBUANGA
N
Pemintalan
Katun
Insenerasi
Perajutan
Wol
Penenunan
Viskos
Pencucian
Pengkomposan
Penatu kimia
(dry-cleaning)
TPA/Landfill
Pra-perlakuan
Poliester
Pencelupan
Poliamida
Pencapan
Elastan
Penyelesaian
Kancing
Reuse
Penambahan
Batubara di dalam industri tekstil dipakai sebagai bahan bakar boiler untuk menghasilkan
uap panas (steam) yang digunakan untuk memanaskan cairan dan menjalankan suatu mesin
dalam tahapan proses terutama pada tahap :
- Pemasakan (caustic scouring). Proses pemasakan untuk memindahkan kotoran. Proses ini
dibantu dengan penambahan surfaktan. Pemasakan untuk memindahkan kotoran
memberikan hasil yang lebih baik daripada pencucian dengan air dingin.
- Pemutihan (bleaching). Proses ini dilakukan dengan menggunakan larutan peroksida atau
khlorin dikombinasikan dengan sodium silikat dan soda kaustik.
atau
mesin
pencetak
dengan
screen.
Warna-warna
dilekatkan
dengan
29
Bahan baku
hasil
tambang
Persiapan bahan
bakar tanur
Penghalusan
dan
pencampura
n bahan
baku
Produksi klinker
(Pyro-processing)
Penghalusan
akhir
Pengemasan dan
transportasi
Sumber: http://ies.lbl.gov/iespubs/Process_Step_Benchmarking_ACEEE_LBNL-50444.doc
Dalam industri semen, energi panas merupakan kebutuhan yang paling utama terutama
untuk operasi pembakaran dalam tanur putar. Operasi pembakaran di tanur putar
menentukan operasi pada unit-unit yang lain serta memerlukan energi panas yang nilainya
dapat mencapai 30% dari biaya operasi keseluruhan sehingga produktifitas dari industri
semen umumnya ditentukan oleh produktifitas unit tanur putar. Sedangkan produktifitas
tanur putar sering ditentukan oleh faktor berjalan yang biasanya ditentukan oleh ketahanan
lapisan batu tahan api.
Aspek utama yang paling berpengaruh terhadap ketahanan lapisan batu tahan api dan
efisiensi operasi pembakaran dalam tanur putar, adalah jenis bahan bakar yang dipakai.
Untuk kedua tujuan tersebut diperlukan operasi pembakaran yang dapat menghasilkan nyala
yang
stabil
dan
suhu
yang
setinggi
mungkin
http://bosstambang.com/minerals/coal/batubara-dalam-industri-semen.html).
Emisi CO2 yang dihasilkan dalam proses pembuatan semen berasal dari :
-
Pembakaran bahan bakar karena karbon dalam bahan bakar fosil akan menghasilkan
CO2
30
Dalam menentukan suatu alat evaluasi CDM (clean development mechanism) dalam rangka
mengurangi emisi CO2 pada produksi semen, perlu ditetapkan suatu patokan nilai kinerja
untuk masing-masing tahapan. Tahapan yang paling banyak menyerap energi dari proses
produksi semen diidentifikasi ada tiga tahap, yakni:
-
Penghalusan semen.
Nilai Kinerja
20
kWh/ton bahan baku
3200
MJ/ton klinker
36
kWh/ton semen
Suatu proyek CDM di suatu pabrik semen dapat dibandingkan terhadap nilai kerja di atas
untuk menentukan tingkat proyeksi pengurangan karbon dioksida yang akan dicapai.
31
3. PROGRAM KEGIATAN
2)
data
untuk
batubara/efisiensi
membuat
energi
dan
perhitungan
prediksi
emisi
efisiensi
CO 2
peralatan
berdasarkan
pembakaran
data
yang
dikumpulkan.
Penggabungan data primer dan sekunder ini dijadikan sebagai bahan dalam
perhitungan efisiensi dan prediksi emisi CO 2 dari pemanfaatan batubara.
Stack Sampler
Thermocouple
Vacuum pump
Alat penggerus
Ayakan
Shaker
Pemanas
Oven
Pengujian Laboratorium
30
32
4. METODOLOGI
Identifikasi
teknologi
dan
efisiensi
peralatan
dari
industri
pengguna
batubara.
Kegiatan ini dilaksanakan dengan kunjungan langsung ke lokasi dan
memberikan daftar isian (metode survey research). Industri yang dikunjungi
adalah pembangkit listrik tenaga uap, tekstil, dan semen.
Metode Langsung: energi yang didapat dari fluida kerja (air dan s team)
dibandingkan dengan energi yang terkandung dalam bahan bakar boiler.
Metodologi
33
(steam)
dan panas
- Jenis bahan bakar dan nilai panas kotor bahan bakar (G CV) dalam kkal/kg
bahan Bakar
b) Metode
Tidak
Langsung:
efisiensi
merupakan
perbedaan
antara
yang
diperlukan
untuk
perhitungan
efisiensi
boiler
dengan
Suhu ambien dalam o C (Ta) dan kelembaban udara dalam kg/kg udara
kering
2)
35
2.
2)
36
Dari hasil pelaksanaan kegiatan di beberapa industri pengguna batubara dan kegiatan di
studio serta laboratorium Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara diperoleh beberapa hal
yang meliputi:
1)
2)
Adapun data lengkap hasil analisis dan perhitungan disajikan pada lampiran.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tabel 5.1 merupakan data umum dari PLTU dan tabel 5.2 menyajikan data hasil evaluasi dari
data primer dan sekunder masing-masing PLTU-B.
Tabel 5.1 Data Umum PLTU Batubara
Nama
PLTU-B
Lokasi
Operator/Pemilik
Sumbar
PLN Pikitring
Sumbagsel
Bukit Asam
Sumsel
PLN Pikitring
Sumbagsel
Paiton PLN
Jatim
Asam-Asam
Kalsel
Ombilin
PT. PJB
Tarahan 3 & 4
Lampung
Tanjung Jati B
Jateng
Labuhan
Angin
Sumut
PLN Pikitring
Kalselteng
PLN Pikitring
Sumbagsel
PLN UB Tanjung
Jati/PT. Central
Java Power
PLN Pikitring
SUAR
Tahun Operasi
Daya
Terpasang
Teknologi
Pembakaran
1996
2 x 100 MW
PCC
4 x 65 MW
PCC
2 x 400 MW
PCC
2000
2 x 65 MW
PCC
2007
2 x 100 MW
CFBC
2006
2 x 660 MW
PCC
2 x 115 MW
CFBC
2008 (unit 2)
2009 (unit 1)
Keterangan :
- PCC : Puverizer Coal Combustion
-
Nama PLTU-B
Kapasitas
Listrik
(MW)
Laju Alir
Batubara
(kg/jam)
Nilai Kalor
(kkal/kg)
Efisiensi
Boiler (%)
Efisiensi
Total (%)
Turbin Heat
Rate
(kkal/KWH)
92
89
90
88
91
33
3223
27
2615
34
2136
27
3662
34
2975
Ombilin
100
41100
6387
Bukit Asam
62
39600
5000
Paiton PLN
398
207050
4833
Asam-Asam
59
44200
4212
Tarahan 3 & 4
100
52000
4861
93
36
89
7
Labuhan Angin
115
70104
4018
35
Keterangan: Nilai efisiensi diperoleh berdasarkan perhitungan dengan beberapa asumsi
(termasuk mengabaikan hilang panas akibat radiasi & konveksi) .
6
Tanjung Jati B
661
270885
5763
1922
2148
37
Menurut data umum dari masing-masing PLTU-B, terlihat PLTU-B paling lama
beroperasi adalah PLTU-B Bukit Asam (awal operasi tahun 1987) dan yang masih baru
adalah PLTU-B Labuhan Angin yang menerapkan teknologi CFBF yang secara teori
tidak memerlukan persyaratan spesifikasi bahan bakar yang seketat teknologi PCC.
Adapun PLTU-B Tanjung Jati B didesain untuk menjadi pembangkit listrik modern, dengan
dilengkapi instalasi pengendali dampak lingkungan yang lengkap termasuk peralatan
pemantau dan pengendali kandungan SOx dan NOx. Kaitannya dengan nilai efisiensi (versi
Puslitbang Tekmira) yang tercantum pada tabel 5.2, terlihat adanya pengaruh usia PLTU-B
dan pembaharuan teknologi terhadap efisiensi peralatan yang mana PLTU-B Tanjung Jati
dengan usia relatif baru dan teknologi PCC yang modern serta daya terpasang paling besar
menunjukkan efisiensi paling tinggi dengan nilai 36 %.
37
36
35
34
33
35
Efisiensi Total, %
33
34
31
29
27
27
27
25
50
250
450
650
Menurut gambar 5.1, terlihat adanya kecenderungan semakin tinggi kapasitas terpasang
efisiensi akan semakin tinggi.
38
37
Efisiensi Total, %
35
36
35
34
34
33
33
31
29
27
27
25
4000
4500
27
5000
5500
6000
6500
Nilai Kalor
Hasil pengambilan contoh batubara di 7 PLTU-B diperoleh nilai kalornya antara 4212
6387 kkal/kg. Nilai kalor yang mencapai sekitar 6000 kkal/kg adalah PLTU-Ombilin dan
Tanjung Jati B, sedangkan yang nilai kalori sekitar 4000-an adalah PLTU-B Labuhan Angin
dan nilai kalor di PLTU-B lainnya mencapai sekitar 5000-an.
Pada umumnya, PLTU-B di Indonesia memang memakai batubara dengan nilai kalori
5000-an.
Hubungan antara nilai kalor dengan efisiensi seharusnya semakin tinggi nilai kalor maka
efisiensi akan semakin tinggi, namun dari gambar 5.2 kecenderungan tersebut tidak
begitu terlihat. Hal ini dapat disebabkan banyaknya faktor lain yang mempengaruhi nilai
efisiensi.
Efisiensi
Hasil perhitungan neraca massa dan neraca energi yang telah dilakukan terhadap
masing-masing PLTU-B diperoleh nilai efisiensi boiler antara 88 92 %, dan efisiensi
total antara 27 36 %. Dari data yang tersaji, terlihat bahwa nilai efisiensi tertinggi ada
di PLTU-B Tanjung Jati B.
Evaluasi efisiensi total masing-masing PLTU-B berdasarkan data primer adalah sebagai
berikut :
PLTU-B Ombilin
39
Jika dilihat dari hasil pengujian komposisi kimia (Tabel II.1.1 pada lampiran II), hasilnya
menunjukkan kualitas batubara yang tinggi sehingga efisiensi totalnya bisa lebih
ditingkatkan lagi dengan menurunkan laju panas turbin, yaitu dengan mengatasi
kehilangan panas akibat blowdown dan kondensat (dpt dilihat di bab 2.2.1.4)
Laju panas turbin (Turbine heat rate) adalah banyaknya panas yang keluar per KWH
listrik. Semakin tinggi nilai turbine heat rate maka boiler tersebut akan kurang baik
sehingga akan mengakibatkan penurunan efisiensi.
Dilihat dari tabel 5.2, PLTU-B Tanjung jati memiliki nilai turbine heat rate paling kecil dan
efisiensinya pun paling tinggi, sedangkan PLTU-B yang lain turbine heat rate-nya di atas
2000 kkal/KWH.
(tidak
semua
karbon terbakar).
Hal
ini
bisa
ditangani
dengan
PLTU-B Asam-Asam
Dari data primer (Tabel II.1.2) hasil kualitas batubara diperoleh nilai kalor batubara cukup
rendah (4200 kkal/kg) dan nilai kalor di abu batubara sangat rendah (kkal/kg). Tetapi
efisiensi total PLTU cukup rendah (27 %). Hal ini bisa saja disebabkan karena kriteria
batubara yang belum memenuhi spesifikasi peralatan.
PLTU-B Tarahan 3 &4, PLTU-B Tanjung Jati B, dan PLTU-B Labuhan Angin
40
Tabel 5.3 Prediksi Emisi CO2 Berdasarkan Konsumsi Batubara di Beberapa PLTU
No
Nama PLTU
Kapasitas Listrik
(MW)
Efisiensi
(%)
CO2
Total
(ton/jam)
Ombilin
100
33
41
90
Bukit Asam
62
27
Paiton PLN
398
34
40
207
79
378
Asam-Asam
59
27
Tarahan 3 & 4
100
34
44
52
69
101
Tanjung Jati B
661
36
Labuhan Angin
115
35
271
70
530
103
Industri Tekstil
41
Kajian efisiensi industri tekstil dilakukan di wilayah Kabupaten Bandung. Dari 116 perusahaan
tekstil yang terdata berdasarkan Laporan BPLHD Kabupaten Bandung Tahun 2008, telah
dipilih 25 perusahaan tekstil yang dianggap memiliki data lengkap. Hasil perhitungan
disajikan pada Tabel 5.4. Pada umumnya, perusahaan tekstil menerapkan cara pembakaran
antara chain grate dan fluidized dengan berbagai merk lokal maupun impor.
Dari 25 perusahaan tekstil yang dikunjungi, PT. Daliateks merupakan pengguna batubara
terbesar karena batubara tersebut digunakan untuk menggabungkan dua sistem boiler
dimana sistem boiler keadaan tekanan-temperatur tinggi (HP) untuk membangkitkan energi
listrik bagi keperluan operasional pabrik. Kemudian sisa steam dari turbin dengan keadaan
tekanan-temperatur rendah (LP) dimanfaatkan ke dalam proses industri dengan bantuan
heat recovery boiler.
Dari Tabel 5.4, efisiensi boiler yang diperoleh antara 78 91 %. Nilai tersebut tidak jauh
berbeda dengan nilai efisiensi boiler di PLTU-B. Adapun nilai kalor dari hasil pengambilan
contoh batubara diperoleh kisaran antara kualitas batubara rendah (low rank coal, < 5100
kkal), dan kualitas batubara menengah (medium coal rank, 5100 6100 kkal) serta ada 2
perusahaan (PT. Dactex dan PT. Daliatex) yang memakai batubara kualitas tinggi (high rank
coal, > 7100).
42
Effisiensi
Boiler (%)
Nilai Kalor
(kkal/kg)
Kapasitas Boiler
(ton steam/jam)
Dactex
91
6229
1063,95
38,21
Adetex
88
4578
1050,14
27,71
BSTM
89
4366
1210,35
30,46
Sinar Majalaya
88
4931
891,54
25,34
Sipatex
78
4322
2055,31
51,21
Nagamas
88
5024
755,24
21,87
Dhanar Mas
89
5822
667,30
22,40
RCP
86
4248
3312,50
81,12
Bima Jaya
82
4642
2246,85
60,13
10
Anugrah
82
4951
1360,81
38,84
11
Naga Sakti
85
4484
2764,38
71,46
12
Sinar Baru
86
5010
2647,23
76,46
13
Tastex
87
4913
785,20
22,24
14
Famatex
89
4977
1294,33
37,14
15
Alenatex
89
4470
704,81
18,16
16
Panca Agung
87
5332
3463,32
106,46
17
Badjatex
90
5648
1213,52
39,51
18
BCP
90
6106
721,88
25,41
19
Himalaya
85
4568
1574,30
41,46
20
Vonex
87
4836
1186,83
33,09
21
Sinar Sari
81
5367
1190,83
36,84
22
Cemara Agung
89
4734
746,32
20,37
23
Budi Agung
84
5172
1416,61
42,24
24
Delimatex
89
5520
1049,04
33,38
25
Daliatex
90
6203
16956,30
606,34
Efisiensi boiler, %
Teknologi
Chain Grate
Nama Pabrik
Fluidized
No
Power Plant
92
90
88
86
84
82
80
78
76
10
30
50
70
90
110
Fluidized
43
Gambar 5.3 memperlihatkan hubungan antara kapasitas boiler dengan nilai efisiensi dengan
teknologinya. Dari gambar tersebut tidak bisa dipastikan bahwa salah satu teknologi
pembakaran lebih baik efisiensinya. Namun, dari hasil pengamatan temperatus gas buang
pada Tabel II.2.4 pada lampiran, terlihat pada umumnya boiler dengan teknologi fluidized
bed menghasilkan temperatur gas buang lebih kecil (selisih temperatur dengan chain grate
mencapai 30 oC lebih rendah). Sehingga hilang panas akibat gas buang lebih kecil juga.
Tetapi pada prinsipnya, efisiensi boiler sangat tergantung bagaimana pengoperasian dan
pemeliharaan dari boiler tersebut.
92
Efisiensi Boiler, %
90
88
86
84
Chain Grate
82
Fluidized
80
Power Plant
78
76
4000
4500
5000
5500
6000
6500
Gambar 5.4 Grafik Hubungan dengan Nilai Kalor dengan Efisiensi Boiler
Dan dari Gambar 5.4, tidak terlihat pengaruh nilai kalor terhadap perolehan efisiensi boiler.
Tetapi berdasarkan Tabel 5.4, nilai kalor yang mendekati kualitas batubara tinggi (6100-7100
kkal/kg) efisiensinya mencapai 90 % lebih.
Berdasarkan Tabel 5.5 jelas terlihat bahwa penggunaan batubara di industri tekstil masih
jauh lebih kecil dibandingkan di PLTU-B.
Nama Perusahaan
CO2 Total
44
(kg/jam)
(kg/jam)
Dactex
1063.95
1309
Adetex
1050.14
1286
Famatex
1294.33
1796
BSTM
1210.35
1484
Sinar Majalaya
891.54
1162
Alenatex
704.81
958
Sipatex
2055.31
2647
Nagamas
755.24
1192
Panca Agung
3463.32
5430
10
Badjatex
1213.52
2017
11
Dhanar Mas
667.30
1176
12
BCP
721.88
1484
13
RCP
3312.50
3797
14
Himalaya
1574.30
2075
15
Bima Jaya
2246.85
2753
16
Vonex
1186.83
1397
17
Sinar Sari
1190.83
1819
18
Cemara Agung
746.32
955
19
Budi Agung
1416.61
2245
20
Anugrah
1360.81
1963
21
Naga Sakti
2764.38
4249
22
Sinar Baru
2647.23
3522
23
Tastex
785.20
1119
24
Delimatex
1049.04
1993
25
Daliatex
16956.30
35215
Industri Semen
Berbeda dengan industri sebelumnya (PLTU-B dan tekstil). Di industri semen ini, pembahasan
hanya difokuskan pada efisiensi penggunaan energi. Kaitannya dengan pengurangan emisi
CO2, industri semen di Indonesia sudah ada beberapa yang sedang mempersiapkan
penerapan program CDM.
Industri semen yang disurvei pada kegiatan penelitian adalah PT. Indocement Tunggal
Prakarsa, Tbk pabrik Palimanan dan PT. Semen Padang.
Seperti telah disebutkan di bab sebelumnya (Bab 2.2.), bahwa keberhasilan proyek CDM
suatu pabrik semen dapat dievaluasi dengan mengacu pada patokan nilai kinerja
berdasarkan pendekatan pembandingan (Benchmarking Approach).
45
Tabel 5.5 merupakan hasil evaluasi data dari kedua pabrik semen tersebut.
Tahapan Proses
Persiapan
(penggilingan) bahan
baku
Produksi klinker
Penghalusan semen
Nilai Kinerja
20
kWh/ton bahan baku
3200
MJ/ton klinker
36
kWh/ton semen
PT.
PT. Semen
Indocement
Padang
21
kWh/ton bahan
baku
4082
MJ/ton klinker
39
kWh/ton semen
3150
MJ/ton klinker
105
kWh/ton
semen
Dari Tabel 5.5 di atas, CDM di PT. Indocement telah lebih jauh penerapannya dibandingkan
di PT. Semen Padang. Perbedaan ini disebabkan di PT. Indocement, untuk mengurangi emisi
CO2 ini selain menerapkan pencampuran bahan baku dengan menggunakan kapur, abu
terbang batubara, dan batu trass (Pozzolan) juga meningkatkan pemakaian bahan bakar
alternatif seperti sekam padi, serbuk gergaji, abu dasar batubara, minyak bekas, ampas
kelapa, dll.
Sedangkan di PT. Semen Padang baru pada penerapan pencampuran bahan baku.
46
Total
Iron&Steel
Power Plant
Ceramic&Cement
Pulp&Paper
Briquette
Others
2000
22.340.845
30.893
13.718.285
2.228.583
780.676
36.799
5.545.609
2001
27.387.916
220.666
19.517.366
4.142.737
822.818
31.265
2.628.333
2002
29.257.003
236.802
20.018.456
4.684.970
499.585
24.708
3.792.481
2003
30.657.940
201.907
22.995.614
4.773.621
1.704.498
24.976
957.323
2004
36.081.734
119.181
22.882.190
5.549.309
1.160.909
22.436
6.347.709
2005
41.350.736
221.309
25.669.226
5.152.162
1.188.323
28.216
9.091.501
2006
48.995.069
299.990
27.758.317
5.300.552
1.216.384
36.018
14.383.808
2007
61.470.000
376.372
32.420.000
6.500.000
2.000.000
50.000
20.123.628
Total
297.541.243
1.707.120
184.979.454
38.331.934
9.373.193
254.418
62.870.392
Emisi CO2
47
Emisi CO2 di dalam negeri mengalami peningkatan dari 41,78 juta ton pada tahun 2000
menjadi 114,95 juta ton pada tahun 2007. Emisi CO 2 pada tahun 2007 terdiri atas
pembangkit listrik 60,63 juta ton, semen dan keramik 12,16 juta ton, pulp dan kertas 3,74 juta
ton, industri logam 0,70 juta ton, briket 0,09 juta ton, dan penggunaan lain 37,63 juta ton
(Gambar 2.9.).
Pembangkit listrik yang ada saat ini memakai batubara dengan nilai kalor sekitar 5.200
kkal/kg dan kandungan karbon rata-rata 54 %, atau mempunyai faktor emisi sebesar 24,9
tC/TJ. Pembangkit listrik program percepatan menggunakan batubara dengan nilai kalori
sekitar 4.200 kkal/kg dan kandungan karbon rata-rata 47 %, atau faktor emisi 27,1 tC/TJ.
Dengan demikian, emisi CO2 dari pembangkit listrik akan mengalami peningkatan akibat
penggunaan batubara kalori lebih rendah. Perhitungan emisi CO 2 menggunakan batubara
dengan rata-rata kadar karbon 51 %.
120
100
total Emisi CO2
80
Iron&steel
60
Power Plant
40
Ceramic&Cement
20
0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Tahun
Others
48
1000
Juta Ton
800
600
400
200
0
2008
2009
2010
2015
Tahun
2020
2025
Gambar 5.6 Prediksi Emisi CO2 dari Pembakaran Batubara sampai 2025 berdasarkan BaU
Adapun berdasarkan data dari BaU, prediksi emisi CO 2 dari batubara tahun 2025 tanpa
efisiensi akan mencapai 900-an juta ton (Gambar 5.6).
Hasil karakterisasi tahapan persiapan pembuatan adsorben gas CO2, ditampilkan pada
Gambar 5.7, Gambar 5.8, Tabel 5.7, Tabel 5.8 dan Tabel 5.9.
Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada zeolit setelah diaktivasi asam telah
dilakukan analisis XRD dan analisis luas permukaan (BET), volume pori, serta ukuran pori.
Dari Hasil XRD (Gambar 5.7), terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan antara grafik zeolit
asli (tanpa aktivasi asam) dan zeolit aktivasi asam pada konsentrasi 1M, 2M, dan 3M .
Ketiganya menunjukkan komposisi mineral yang sama dengan zeolit asli, yaitu kuarsa dan
mordenit.
49
Zeolit asli
Zeolit asam 1M
Zeolit asam 2 M
Zeolit asam 3M
50
Gambar 5.7 Grafik Analisis XRD Zeolit Asli dan Zeolit Aktivasi Variasi Konsentrasi Asam
Adapun hasil analisis dengan surface meter (Tabel 5.7), menunjukkan bahwa zeolit aktivasi
asam mengalami perubahan dan kondisi optimum diperoleh pada zeolit aktivasi asam 2 M
dengan nilai sebagai berikut:
-
: 159,5
: 0,1794
Ukuran pori,
: 22,49
Meningkatnya luas permukaan partikel zeolit menunjukkan bahwa perlakuan awal dengan
asam memberikan sifat zeolit yang lebih baik.
Tabel 5.7 Hasil Analisis Luas Permukaan dan Volume serta Ukuran Pori Zeolit
Kode
Luas Permukaan/
Multi Poit BET
(m2/gr)
93,90
0,1396
29,74
140,5
0,1764
25,12
159,5
0,1794
22,49
140,5
0,1756
25,00
Setelah zeolit diaktvasi asam dan ditemukan kondisi optimum pada zeolit aktivasi asam 2M,
selanjutnya zeolit optimum tersebut diaktivasi dengan larutan aminalkohol, yaitu
monoethanolamin dengan pelarut methanol pada konsentrasi 50 % berat. Pada aktivasi MEA
dilakukan variasi pengadukan, yaitu selama 15 menit dan 240 menit (4 jam).
Karakterisasi yang dilakukan setelah aktivasi dengan MEA adalah analisis perubahan
konsentrasi amin pada MEA, analisis XRD dan analisis luas permukaan.
51
MEA 50 %, awal
MEA 50 %, sisa aktivasi
N-NH3
(ppm)
0,20
<0,016
Dari Tabel 5.8 terlihat adanya penurunan konsentrasi amin dari larutan MEA 50% awal dan
larutan 50% sisa hasil aktivasi. Penurunan konsentrasi amin (dihitung sebagai N-NH3) lebih
dari 90 %. Hal ini memperlihatkan bahwa ada amin yang terserap ke dalam pori-pori zeolit.
Hasil analisis XRD terhadap zeolit aktivasi asam 2 M (zeolit optimum) dilakukan untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan struktur setelah mengalami aktivasi lanjutan dengan
larutan MEA 50%. Gambar 5.8 memperlihatkan grafik hasil analisis dengan XRD antara zeolit
aktivasi asam 2M dengan zeolit yang mengalami aktivasi lanjutan dengan larutan MEA.
Dari grafik tersebut terlihat ada sedikit perbedaan tinggi puncak dari bagian tengah sampai
akhir antara zeolit aktivasi asam dengan zeolit aktivasi lanjutan dengan MEA. Adapun grafik
antara zeolit yang diaktivasi larutan MEA 15 menit dan 240 menit tidak menunjukkan adanya
perbedaan.
Hasil identifikasi grafik XRD menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan komposisi mineral
dalam zeolit hasil aktivasi MEA. Komposisinya menjadi Trydimite, Mordenite, dan
Clinoptilolit.
Zeolit asam 2 M
Zeolit asam 2 M
+ MEA 15 menit
52
Adapun dari hasil analisis luas permukaan, semakin terlihat bahwa senyawa amin telah
memenuhi pori-pori zeolit dengan menurunnya nilai luas permukaan. Semakin lama
pengadukan, nilai luas permukaan pun semakin kecil yang berarti semakin banyak amin yang
mengisi pori-pori zeolit.
Tabel 5.9 Luas Permukaan Zeolit Aktivasi MEA Variasi Waktu Pengadukan
Kode
Luas Permukaan/
Multi Poit BET
(m2/gr)
159,5
19,38
13,79
53
Hasil analisis luas permukaan terhadap zeolit optimum aktivasi MEA dicantumkan pada Tabel
5.9. Nilainya memperlihatkan adanya penurunan yang cukup tajam antara zeolit optimum
asam dengan zeolit optimum asam aktivasi MEA, sedangkan nilai luas permukaan antara
pengadukan MEA 15 menit dengan 240 menit tidak terlalu signifikan. Dengan demikian,
waktu kontak dengan larutan MEA cukup dilakukan selama15 menit .
Selanjutnya, pada kegiatan berikutnya zeolit ini akan diujicobakan penyerapannya terhadap
gas CO2 sintetis dan gas CO2 hasil pembakaran untuk mengetahui tingkat efisiensi dan
efektifnya.
54
6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Hasil kegiatan menunjukkan beberapa hal sebagai berikut:
PLTU batubara yang ditinjau ada 7, yaitu PLTU Ombilin (2 x 100 MW),
PLTU Bukit Asam (4 x 65 MW), PLTU Paiton PLN (2 x 400 MW), PLTU
Asam-Asam (2 x 65 MW), PLTU Tarahan 3 & 4 (2 x 100 MW), PLTU
Tanjung Jati B (2 x 660 MW), dan PLTU Labuhan Angin (2 x 115).
Rendahnya nilai efisiensi ada kaitannya dengan nilai laju panas turbin
(turbine heat rate), dimana semakin kecil nilai laju panas turbin maka
boiler tersebut lebih baik. Nilai turbine heat rate yang diperoleh umumnya
di atas 2000-an kkal/KWH kecuali PLTU-B Tanjung Jati B (1922 kkal/KWH).
53
Penurunan efisiensi suatu peralatan bisa terjadi karena usia PLTU telah
cukup tua atau tidak ada perawatan (maintenance) yang memadai serta
bila kualitas batubara yang dipakai tidak sesuai dengan persyaratan teknis
yang ada.
Industri Tekstil
- Efisiensi boiler 25 perusahaan tekstil berkisar antara 78 91 %.
- Pengaruh teknologi terlihat pada nilai temperatur gas buang. Hasil survei
diperoleh umumnya boiler dengan teknologi fluidized bed menghasilkan
temperatur gas buang lebih kecil (selisih temperatur dengan chain grate
mencapai 30 oC lebih rendah). Sehingga hilang panas akibat gas buang
lebih kecil juga.
- Perusahaan tekstil yang menggunakan nilai kalor yang mendekati kualitas
batubara tinggi (6100-7100 kkal/kg) efisiensinya mencapai 90 % lebih.
Akan tetapi,
tergantung
Industri Semen
Keberhasilan proyek Clean Development Mechanism (CDM) dalam rangka
pengurangan emisi CO2 suatu pabrik semen dapat dievaluasi dengan
mengacu pada patokan nilai kinerja berdasarkan pendekatan pembandingan
(Benchmarking Approach).
Hasil evaluasi data sekunder terhadap 2 pabrik semen (PT. Indocement dan
PT. Semen Padang) yang sedang menerapkan proyek CDM, menunjukkan
keduanya belum memenuhi patokan nilai kinerja Benchmarking Approach.
54
2)
Komposisi mineral zeolit yang dipakai adalah kuarsa dan mordenit. Setelah
diberi perlakuan aktivasi asam, tidak terjadi perubahan komposisi mineral
melainkan
terjadi
penambahan
luas
permukaan
partikel
yang
nilai
6.2 Saran
55
Setelah kegiatan penelitian tentang kajian emisi CO2 dilakukan, maka sebaiknya
adanya
sosialisasi
terutama
di
perusahaan-perusahaan
tekstil
mengenai
2)
3)
4)
5)
56
Sebagai tindak lanjut dari kendala yang telah dihadapi ini, maka sebaiknya untuk
kendala:
1)
2)
3)
4)
5)
57
DAFTAR PUSTAKA
1. Adhi Dharma Permana, dkk., 2009. Outlook Energi Indonesia. Teknologi Energi Untuk
Mendukung Keamanan Pasokan Energi. BPPT Press. Jakarta.
2. Buana Natanegara, Bayu., 2009. Teknologi Underground Coal Gasification. 20 Desember
2009. http://www.kamase.org/?p=913.
3. Budi Raharjo, Imam., 2009. Teknologi Pembakaran Pada PLTU Batubara. 5 November
2009. http://imambudiraharjo.wordpress.com/2009/03/06/teknologi-pembakaran-padapltu-batubara/.
4. Coal Industry Advisory Board., 2005. Reducing Greenhouse Gas Emissions. The Potensial
of Coal. International Energy Agency. Paris.
http://www.iea.org/textbase/nppdf/free/2005/ciab.pdf.
5. David A. Green, Thomas Nelson, and friens., 2005. Carbon Dioxide Capture From Flue Gas
Using Dry Regenerable Sorbents. Research Triangle Institute Post Office Box 12194. 30
Desember 2008.
http://www.osti.gov/bridge/servlets/purl/841299-GOwkfW/native/841299.pdf.
6. EDIPTEX. 2007. Environmental Assessment of Textile. Working Report No. 24.
http://www2.mst.dk/common/Udgivramme/Frame.asp?http://www2.mst.dk/Udgiv/public
ations/2007/978-87-7052-515-2/html/helepubl_eng.htm#16.1.
7. J. Carlos Abanades et al., 2004. Capture of CO2 from Combustion Gases in a Fluidized
Bed of CaO. Environmental and Energy Engineering Vol. 50 No. 7. 22 April 2009.
www.interscience.wiley.com .
8. Michael Ruth et al., 2000. Evaluating Clean Development Mechanism Projects in the
Cement Industry Using a Process-Step Benchmarking Approach. Ernest Orlando Lawrence
Berkeley National Laboratory University of California. 13 Juli 2009.
http://ies.lbl.gov/iespubs/Process_Step_Benchmarking_ACEEE_LBNL-50444.doc.
9. Murti Susepto MS, Ade., (Tanpa tahun). Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). 20
Desember 2009.
http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&ct=res&cd=2&ved=0CAwQFjAB&url=h
ttp%3A%2F%2Finherentunib.net%2Findex.php%3Foption%3Dcom_docman%26task%3Ddoc_download%26gid%
3D1%26Itemid%3D117&rct=j&q=PLTU+di+Indonesia+rata57
rata+memiliki+efisiensi+33%25.&ei=3HE6S4TmOpeXkQWduNHwCA&usg=AFQjCNGlfn
KMPGPnKrFcKlF6m3nVty9oaQ .
10. Nitaenviro., 2008. Limbah Tekstil. 16 November 2009.
http://one.indoskripsi.com/node/4177 .
11. R. Chatti et al., 2009. Amine loaded zeolites for carbon dioxide capture: Amine loading
and adsorption studies. Microporous and Mesoporous Materials 121 p. 84-89.
http://www.elsevier.com/locate/micromeso.
12. R. Irons, G. Sekkapan, and friends., 2007. CO2 Capture Ready Plant. IEA Greenhouse R&D
Programme, Orchard Business Centre, Stoke Orchard, Cheltenham. 28 Februari 2009.
http://www.ieagreen.org.uk/glossies/co2capture.pdf.
13. Siregar, Sakti A., 2005. Instalasi Pengolahan Air Limbah. Kanisius. Yogyakarta.
14. Shiaoguo Chen, Yongqi Lu, Massoud Rostam-Abadi., 2006. Critical Review of CO2
Separation Technologies for Post Combustion Flue Gases. Hilton Alexandria Mark Center,
Alexandria, Virginia. 30 Desember 2008.
http://www.sequestration.org/publish/alexandria06_separation_tech.pdf.
15. Febriantara., 2008. Klasifikasi Boiler. 31 Desember 2008.
http://febriantara.wordpress.com/2008/10/24/klasifikasi-boiler/.
16. (Tanpa pengarang)., 2009. Batubara Dalam Industri Semen. 16 November 2009.
http://bosstambang.com/minerals/coal/batubara-dalam-industri-semen.html.
17. (Tanpa pengarang)., (Tanpa tahun). Carbon Capture Research. 29 Maret 2009.
http://www.fossil.energy.gov/programs/sequestration/capture/index.html.
18. (Tanpa pengarang)., (Tanpa tahun). Carbon Cycle and Earths Climate. 29 Maret 2009.
http://www.columbia.edu/~vjd1/carbon.htm.
19. (Tanpa Pengarang)., 2009. CDM Sebagai Alternatif Cara Pengurangan Emisi Karbon di
Dunia. 30 Desember 2009. http://www.kamase.org/?p=932 .
20. (Tanpa pengarang)., 2009. International Energy Outlook 2009.
http://www.eia.doe.gov/oiaf/ieo/index.html .
21. (Tanpa pengarang)., 2009. Handbook of Energy & Economic Statistic of Indonesia. 16
November 2009. http://www.esdm.go.id/publikasi/statistik.html.
58
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global.
28. (Tanpa pengarang). (Tanpa tahun). Wikipedia Indonesia. 16 November 2009.
http://id.wikipedia.org/wiki/Siklus_Rankine .
59
LAMPIRAN I
= 21.15 %
60
=
=
= 0.97 %
Dengan perhitungan yang sama, didapatkan :
Carbon (%, ar)
= 21.00 %
Hidrogen (%, ar)
= 1.61 %
Nitrogen (%, ar)
= 0.47 %
Oksigen (%, ar)
= 10.50 %
Total analisa ultimate & proksimate (%, ar) = (42.09+23.36+0.97+21.00+1.61+0.47+10.50)%
= 100 %
(komposisi ini yang dimasukan dalam perhitungan efisiensi boiler).
II. Perhitungan Komposisi Gas Buang, Excess & Ratio Gas buang/Batubara :
CO2
2H2O
2NO
SO2
=
=
= 0.4192 m
= 1.996 m
62
= 15.798 %
O2
= 5.92 %
N2
= 63.56 %
H2O
= 14 %
Total komposisi gas buang = 100%
63
III. Perhitungan Laju alir batubara, Laju alir abu, Laju alir karbon, dan emisi CO2
1. Laju alir Gas Buang (Nm/jam)
Diketahui : Laju alir stack
= 3.57 m/s = 12852 m/jam
Diameter stack = 80 cm
Laju alir gas buang =
=
= 6456.84 m3/jam
Laju alir Gas Buang dalam Nm/jam =
=
= 4518.30 Nm/jam
2. Laju alir Batubara (kg/jam)
=
=
= 1629.19 kg/jam
= 10148202 kkal
Q =
= 42490520 kjoule
Rumus Umum : Q =
64
Kapasitas boiler
=
=
= 58503 kg steam
= 59 ton steam
4. LOI, % Carbon
Diketahui : Nilai kalor abu batubara = 354 kkal/kg
Nilai kalor karbon = 8100 kkal/kg
% Carbon =
=
= 4.37 %
65
= 1629.19 kg/jam
= 6229 kkal/kg
Energi batubara =
=
= 10148202 kkal/jam
Heatloss Flue gas, (%) =
=
= 5.69 %
= 354 kkal/kg
= 717.060 kg/jam
=
=
= 253839.26 kkal/jam
=
=
= 8.19 %
67
Asumsi :
1. Suhu Cerobong
2. Excess udara
3. P Stack
4. Temp. Steam
= 160 C (tekstil)
=5%
= 1 atm (tekstil)
= 200 C (tekstil)
*****
68
Pada prinsipnya perhitungan neraca massa pada PLTU sama dengan perhitungan neraca massa pada
tekstil. Yang membedakan adalah :
Tekstil :
Perhitungan flowrate gas buang (m3/jam) berdasarkan data stack pabrik yang meliputi
diameter stack (m) dan laju alir stack (m/s). Sehingga akan didapatkan laju alir batubara
hitung.
PLTU :
Flowrate gas buang (m3/jam) didapatkan dari hasil perhitungan berdasarkan laju alir
batubara (kg/jam) pada data sekunder dan total gas buang dengan excess sebesar 5 %
(m3/kg batubara).
=
=
= 290287.34 m3/jam
Dengan cara yang sama pada perhitungan tekstil maka akan didapatkan efisiensi boiler pada PLTU
Ombilin sebesar 92.27 %.
Perhitungan Efisiensi Total
Diketahui : Kapasitas Listrik
= 100 MW
Nilai kalor batubara = 6387 kkal/kg
Laju alir batubara = 41100 kg/jam
1 MWh
= 859845.2 kkal
Efisiensi Total =
=
= 33 %
Perhitungan Turbine Heat Rate (kkal/kwh)
Contoh Perhitungan : PLTU Asam-Asam (PLTU Ombilin sudah ada data Turbin Heat Rate pada
performance test).
Diketahui : Kapasitas Listik
= 59 MW
1 MWh
= 859845.2 kkal
1 KWh
= 859.845 kkal
Laju alir main steam
= 264500 kg/jam
Temp. Steam
= 512.6 C
Tekanan Steam
= 81.5 bar
69
Entalpi pada temp. steam 500 C, tekanan 90 bar = 3387.4 kj/kg = 808.911 kkal/kg
Entalpi pada temp. steam 520 C, tekanan 90 bar = 3437.6 kj/kg = 820.899 kkal/kg
Entalpi pada temp. steam 512.6 C, tekanan 90 bar :
Efisiensi turbin
*****
70
LAMPIRAN II
II.1 Tabel Perhitungan PLTU
II.1.1 Tabel Hasil Analisa
No
Nama Perusahaan
C
Total
Ash
Moisture
(%)
Nilai Kalor
Batubara
(kkal/kg)
LOI Abu
Nilai Kalor
Abu
(kkal/kg)
Ombilin
59.52
4.58
1.18
0.72
17.31
8.68
100
6387
1.55
325
Tanjung Enim
54.38
4.83
17.47
0.79
0.25
3.98
18.3
100
5000
0.62
460
Paiton
49.83
4.11
18.59
0.47
0.09
2.29
24.62
100
4833
15.95
486
Asam-Asam
42.52
3.63
17.29
0.32
0.13
4.52
31.58
100
4212
1.84
Tarahan
52.77
4.08
15.1
0.59
0.39
4.86
22.21
100
4861
9.71
196
Tanjung Jati B
53.4
4.03
12.67
0.99
0.68
9.55
18.67
100
5763
1.10
84
Sibolga
40.25
4.07
17.31
0.67
0.37
9.22
28.12
100
4018
1.42
No
Nama
Perusahaan
LOI
Perhitungan
(% Karbon)
Laju alir
abu
(kg/jam)
Laju alir
LOI
(kg/jam)
Laju alir
karbon
dalam ash
(kg/jam)
Laju alir
total
(karbon +
abu)
kg/jam
LOI
(kg/jam)
CO2
(manfaat)
kg/jam
CO2
Total
(kg/jam)
CO2
hilang
(%)
CO2
O2
N2
H2O
Ombilin
313969
222601
4.01
7114.41
637.05
297.21
7412
115
1090
89697
1.21
15.62
4.38
65.57
14
Tanjung Enim
281187
186402
5.68
1576.08
245.52
94.91
1671
10
348
78960
0.44
15.04
3.62
65.30
16
Paiton
1320178
925062
6.00
4741.45
33024.48
302.65
5044
805
1110
378301
0.29
15.49
4.34
64.83
15
Asam-Asam
247249
172735
0.10
1997.84
813.28
2.00
2000
38
68911
0.01
15.39
4.69
64.15
16
Tarahan
349389
253950
2.42
2527.20
5049.20
62.67
2590
251
230
100615
0.23
15.62
3.35
66.53
14
Tanjung Jati B
1843549
1359962
1.04
25869.52
2979.74
271.87
26141
288
997
530393
0.19
15.60
2.78
67.50
14
Sibolga
389940
275570
0.00
6463.59
995.48
6464
103462
0.00
14.22
4.59
61.65
17
71
No.
Nama PLTU
Masuk
Energi
Batubara
(kkal/jam)
Keluar
Heatloss
Heatloss Flue
Abu
Gas
(kkal/jam)
(kkal/jam)
Effisiensi
Boiler (%)
Effisiensi
Total (%)
Ombilin
262505700
2408775
17888645
92
33
Tanjung Enim
198000000
768656
21720000
89
27
Paiton
1000714060
2451428
100516520
90
34
Asam-Asam
186170400
15999
21910014
88
27
Tarahan
252772000
507615
23140533
91
34
Tanjung Jati B
1561199647
2195877
110664607
93
36
Sibolga
281677872
0.00
32361229
89
35
72
No
Nama
Perusahaan
Ash
Moisture
(%)
Nilai Kalor
Batubara
(kkal/kg)
Total
LOI Abu
Nilai Kalor
Abu
(kkal/kg)
Dactex
6456.84
33.55
2.57
16.78
0.75
1.55
21.43
23.36
100
6229
15.46%
354
Adetex
6619.62
33.41
3.03
19.67
0.75
0.21
12.39
30.54
100
4578
17.40%
362
Famatex
9025.11
37.84
3.26
21.73
0.70
0.21
5.10
31.16
100
4977
2.20%
173
BSTM
7487.77
33.43
3.05
19.92
0.70
0.15
18.43
24.32
100
4366
2.27%
Sinar Majalaya
5859.99
35.56
3.12
20.76
0.66
0.19
10.59
29.12
100
4931
13.56%
523
Alenatex
4702.46
37.06
3.05
17.47
0.47
0.55
22.49
18.92
100
4470
4.71%
78
Sipatex
13197.42
35.13
3.17
19.53
0.57
0.28
21.50
19.83
100
4322
33.00%
1764
Nagamas
5841.91
43.03
3.60
21.41
0.82
0.59
9.75
20.80
100
5024
27.26%
744
Panca Agung
28567.47
42.76
4.23
18.51
1.00
0.45
11.34
21.72
100
5332
10.86%
1230
10
Badjatex
10484.46
45.32
4.32
19.38
0.61
0.13
4.90
25.33
100
5648
1.19%
103
11
Dhanar Mas
6058.94
48.06
4.36
16.43
0.94
0.65
10.54
19.01
100
5822
23.69%
768
12
BCP
7404.12
56.05
4.81
18.81
1.13
1.15
5.95
12.09
100
6106
12.34%
652
13
RCP
20771.10
31.26
3.52
20.54
0.49
0.70
14.97
28.51
100
4248
12.62%
592
14
Himalaya
11190.96
35.94
4.02
21.99
0.48
0.14
10.43
26.99
100
4568
8.36%
1164
15
Bima Jaya
14464.32
33.42
3.17
18.37
0.56
0.98
14.87
28.63
100
4642
33.03%
1712
16
Vonex
8082.36
32.10
4.00
21.53
0.43
0.10
3.35
38.49
100
4836
9.03%
697
17
Sinar Sari
8835.77
41.66
2.82
14.60
0.50
0.37
11.71
28.35
100
5367
64.99%
2672
18
Cemara Agung
5171.58
34.90
3.74
20.01
0.57
0.61
11.32
28.85
100
4734
41.00%
19
Budi Agung
11801.38
43.22
4.00
14.30
0.93
0.49
14.96
22.10
100
5172
35.45%
1446
20
Anugrah
10569.24
39.35
4.22
20.80
0.71
1.46
9.54
23.91
100
4951
77.42%
2515
21
Naga Sakti
21195.00
41.92
3.63
14.64
0.88
0.62
28.90
9.42
100
4484
34.52%
808
22
Sinar Baru
18962.46
36.28
3.79
20.80
0.55
0.16
5.74
32.68
100
5010
35.26%
1559
23
Tastex
5951.56
38.88
4.11
21.97
0.63
1.08
8.42
24.90
100
4913
23.20%
1140
24
Delimatex
9834.48
51.81
4.80
25.24
0.68
0.10
3.68
13.69
100
5520
26.01%
906
25
Daliatex
169066.30
56.64
4.08
13.47
1.02
1.90
17.71
5.19
100
6203
16.28%
433
73
No
Nama
Perusahaan
Laju alir
batubara
(kg/jam)
LOI
Perhitungan
(% Karbon)
Laju alir
abu
(kg/jam)
Laju alir
karbon
dalam ash
(kg/jam)
LOI
(kg/jam)
CO2
(manfaat)
kg/jam
CO2 Total
(kg/jam)
CO2
hilang
(%)
CO2
O2
N2
H2O
Dactex
4518.30
1063.95
4.37%
228.005
164.487
10.419
238.424
0.369
38.203
1309
2.92
15.90
5.96
63.94
14
Adetex
4632.21
1050.14
4.47%
130.113
182.725
6.088
136.201
0.237
22.323
1286
1.74
15.51
6.85
62.02
16
Famatex
6315.50
1294.33
2.14%
66.011
28.475
1.444
67.454
0.015
5.293
1796
0.29
15.68
6.75
62.13
15
5239.71
1210.35
0.00%
223.067
27.475
0.000
223.067
0.051
0.000
1484
0.00
15.89
7.10
63.40
14
BSTM
Sinar
Majalaya
4100.64
891.54
6.46%
94.415
120.893
6.520
100.935
0.137
23.908
1162
2.06
15.49
6.78
61.42
16
Alenatex
3290.64
704.81
0.96%
158.513
33.197
1.536
160.049
0.075
5.634
958
0.59
15.67
5.54
63.72
15
Sipatex
9235.15
2055.31
21.78%
441.891
678.251
123.043
564.934
1.864
451.156
2647
17.04
14.39
5.96
58.06
22
Nagamas
4087.99
755.24
9.19%
73.636
205.878
7.452
81.088
0.221
27.324
1192
2.29
16.84
6.28
68.26
Panca Agung
19990.63
3463.32
15.19%
392.741
376.117
70.342
463.083
0.503
257.922
5430
4.75
15.97
5.18
68.98
10
10
Badjatex
7336.70
1213.52
1.27%
59.462
14.441
0.765
60.227
0.007
2.805
2017
0.14
16.70
5.36
71.14
11
Dhanar Mas
4239.86
667.30
9.48%
70.334
158.084
7.366
77.699
0.184
27.008
1176
2.30
16.82
4.31
73.22
12
BCP
5181.17
721.88
8.05%
42.952
89.079
3.760
46.712
0.058
13.788
1484
0.93
16.59
4.18
71.66
13
RCP
14534.97
3312.50
7.31%
495.882
418.038
39.108
534.989
0.675
143.395
3797
3.78
15.03
7.40
62.54
15
14
Himalaya
7831.09
1574.30
14.37%
164.199
131.611
27.555
191.754
0.160
101.035
2075
4.87
14.76
6.77
61.83
17
15
Bima Jaya
10121.68
2246.85
21.14%
334.107
742.136
89.564
423.671
1.399
328.402
2753
11.93
16.62
6.85
68.55
16
Vonex
5655.79
1186.83
8.60%
39.759
107.171
3.741
43.500
0.039
13.717
1397
0.98
16.32
8.21
69.31
17
6183.00
1190.83
32.99%
139.446
773.918
68.651
208.097
1.352
251.721
1819
13.84
15.46
4.06
62.82
18
18
Sinar Sari
Cemara
Agung
3618.91
746.32
0.00%
84.483
305.990
0.000
84.483
0.346
0.000
955
0.00
14.31
6.15
60.30
19
19
Budi Agung
8258.24
1416.61
17.85%
211.925
502.188
46.048
257.973
0.915
168.843
2245
7.52
16.32
6.81
66.77
10
20
Anugrah
7396.03
1360.81
31.05%
129.821
1053.537
58.462
188.283
1.458
214.360
1963
10.92
16.14
6.40
69.52
21
Naga Sakti
14831.61
2764.38
9.98%
798.905
954.263
88.570
887.475
3.064
324.757
4249
7.64
16.98
4.45
73.04
22
Sinar Baru
13269.34
2647.23
19.25%
151.951
933.413
36.224
188.175
0.664
132.820
3522
3.77
15.04
6.47
62.62
16
23
Tastex
4164.71
785.20
14.07%
66.113
182.165
10.825
76.939
0.178
39.693
1119
3.55
15.11
6.40
63.80
15
24
Delimatex
6881.86
1049.04
11.19%
38.605
272.856
4.864
43.469
0.113
17.835
1993
0.89
16.60
6.06
68.78
25
Daliatex
118307.36
16956.30
5.35%
3002.960
1449.763
169.739
3172.700
2.713
622.378
35215
1.77
16.59
2.96
71.61
74
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Nama Pabrik
Dactex
Adetex
Famatex
BSTM
Sinar Majalaya
Alenatex
Sipatex
Nagamas
Panca Agung
Badjatex
Dhanar Mas
BCP
RCP
Himalaya
Bima Jaya
Vonex
Sinar Sari
Cemara Agung
Budi Agung
Anugrah
Naga Sakti
Sinar Baru
Tastex
Delimatex
Daliatex
Masuk
Energi
Batubara
(kkal/jam)
6627351
4807564
6441889
5284372
4396206
3150522
8883037
3794316
18466449
6853934
3885029
4407770
14071509
7191385
10429899
5739508
6391162
3533065
7326703
6737355
12395464
13262620
3857667
5790724
105179909
Keluar
Heatloss
Heatloss Flue
Abu
Gas
(kkal/jam)
(kkal/jam)
84402.03
488244
49304.82
546111
11669.62
721894
0.00
569242
52788.98
468153
12483.85
324508
996542.81
949013
60329.23
390213
569592.61
1900074
6203.39
712491
59673.21
376424
30456.14
417749
316713.66
1667031
223201.86
845723
725325.47
1132835
30319.34
693931
556034.75
672690
0.00
406057
373028.80
788056
473531.22
730015
717079.61
1194711
293364.18
1527648
87710.21
427225
39382.92
575616
1373778.92
8847034
Efisiensi Boiler
(%)
91
88
89
89
88
89
78
88
87
90
89
90
86
85
82
87
81
89
84
82
85
86
87
89
90
75
No
Nama Pabrik
Effisiensi
Boiler (%)
Teknologi
Temp. gas
buang ( C)
Dactex
91
181
Adetex
88
170
BSTM
89
160
Sinar Majalaya
88
Sipatex
78
Nagamas
88
Dhanar Mas
89
153
RCP
86
152
Bima Jaya
82
129,2
10
Anugrah
82
167
11
Naga Sakti
85
119
12
Sinar Baru
86
251
13
Tastex
87
87
14
Famatex
89
90
15
Alenatex
89
111
16
Panca Agung
87
81
17
Badjatex
90
18
BCP
90
19
Himalaya
85
81,6
20
Vonex
87
125
21
Sinar Sari
81
160,4
22
Cemara Agung
89
160
23
Budi Agung
84
136
24
Delimatex
89
89
Fluidized
Chain Grate
180
130
160
153
85
76
LAMPIRAN III
120 cm
Pipa stainless
Steel 316, 2,5 inch
600 cm
Lubang pengisian
partikular
Pintu pengeluaran
Partikular jenuh
Blower
Heater
Distributor
plate
77
Heater
Katup pengatur
Tekanan angin
Plat galvanish
2 mm
4 cm
120 cm
123 cm
Plat galvanish
3 mm
25 cm
25.7 cm
25 cm
78
Plat galvanish
2 mm
4 cm
100 cm
103 cm
Plat galvanish
3 mm
25 cm
25.7 cm
25 cm
79
Engsel
59,2 cm
8 cm
25 cm
25 cm
80
Flaness
Plat galvanish
27 cm
27 cm
Pipa stainless
2.5 inch
Pipa stainless
4 inch
Flaness
60 cm
70 cm
24.5 cm
81
Flaness
Pipa stainless
2.5 inch
20 cm
5 cm
Pipa stainless
4 inch
55 cm
5 cm
Flaness
82
TABUNG PEMANAS
Flaness
Heater
Glass wall/
Rock wall
Pipa
stainlesss
4 inch
Pipa
stainlesss
2.5 inch
Flaness
83
Drat
8 cm
Flaness
5 cm
40 cm
84
20 cm
10 cm
Shock drat
1 inch
Pipa stainless
1 inch
500 cm
Fiting/joint
1 inch
Drat
75 cm
2 buah
85
SYCLONE
30 cm
5 cm
20 cm
100 cm
120 cm
2.5 inch
1 buah
25 cm
86
SYCLONE
Pipa stainless
1 inch
Drat
Flanes
2.5 inch
Fiting/joint
4 2.5 inch
Pipa stainless
2.5 inch
Flanes
2.5 inch
87
LAMPIRAN 4
FOTO-FOTO KEGIATAN LAPANGAN
88
89
Keterangan gambar kegiatan di beberapa lokasi (dari atas ke bawah, kiri ke kanan) :
- PT. Bima Jaya
- PT. Dhanarmas Concern
- PT. Sinar Sari Sejati
- PT. Naga Sakti Kurnia
- PT. Himalaya Tunas Texindo
- PT. Warna Indah Samijaya
- PT. Waitex
- PT. Badjatex
- PT. Budi Agung
90
92