Anda di halaman 1dari 110

KAJIAN EMISI CO2 DARI PEMBAKARAN BATUBARA DI INDONESIA

Oleh :
Herni Khaerunisa
Miftahul Huda
Retno Damayanti
Adhi Wibowo
Harry Tetra Antono
Komarudin
Dedy Yaskuri
M. Lutfi
Endang Suryati
Marsen Alimano
Nurhadi
Nia Rosnia H.
Lasmaria Sibarani
Iis Hayati
Supriatna Mujahidin

PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA


BADAN LITBANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
2009
PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA
PROGRAM PENERAPAN TEKNOLOGI PENAMBANGAN
MINERAL DAN BATUBARA
Jl. Jend. Sudirman No. 623 Bandung 40211
Telpon : (022)60304835 Faksimili : (022)6003373
e-mail : info@tekmira.esdm.go.id
http://www.tekmira.esdm.go.id

KATA PENGANTAR
Perubahan iklim (Climate Change) kaitannya dengan pemanasan global akibat meningkatnya
konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir semakin menjadi perhatian dunia internasional
sehingga rutin dibahas pemantauan dan penanganannya. Penyumbang terbesar terhadap
meningkatnya suhu adalah gas karbondioksida. Batubara termasuk bahan bakar fosil yang
menghasilkan CO2.
Puslitbang tekMIRA sebagai instansi di bawah Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral
ikut aktif memberikan masukan dalam kebijakan energi terutama berkaitan dengan
pemanfaatan batubara. Salah satunya adalah dengan memberikan data dasar efisiensi
pemanfaatan batubara di industri pengguna batubara.
Evaluasi performa efisiensi pembakaran batubara di industri pengguna batubara dan mencari
teknologi tepat guna merupakan wujud dari upaya pengurangan CO2.
Informasi
perhitungan efisiensi yang tepat akan menjadi masukan untuk industri pengguna batubara
terutama industri menengah untuk lebih meningkatkan efisiensi pembakaran sehingga dapat
lebih hemat energi.

Bandung, Desember 2009


Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Mineral dan Batubara

DR. Bukin Daulay, M.Sc.


NIP. 19510605 197803 1 001

ii

SARI

Saat ini sumber daya batubara adalah sekitar 104 milyar ton yang tersebar di seluruh Nusantara.
Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan energi maka batubara sebagai sumber energi alternatif
pemanfaatannya semakin meningkat. Batubara termasuk bahan bakar fosil yang mengandung
hidrokarbon. Hidrokarbon ini jika dibakar sempurna akan menghasilkan gas CO 2, salah satu gas rumah
kaca. Karbondioksida di atmosfir dapat berkurang secara alami karena terserap oleh lautan

dan diserap tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis, namun aktifitas manusia
yang melepaskan karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk
menguranginya.
Maksud kegiatan Kajian Emisi CO2 dari Pembakaran Batubara ini adalah melihat sejauhmana
tingkat efisiensi pembakaran batubara di Indonesia kaitannya dengan emisi CO2. Adapun
tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah mendapatkan data tentang efisiensi pembakaran
batubara dan tingkat keefektifan peralatan pada berbagai industri pengguna batubara, mengetahui
tingkat CO2 dari pembakaran batubara, dan memperoleh rancangan awal alat pengurang dan

suatu adsorben CO2.

Selama kegiatan, telah dilaksanakan pengambilan data primer dan sekunder, praperancangan alat dan pembuatan adsorben pengurang CO2. Data primer dan sekunder
dilakukan di 7 PLTU batubara (pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan), 25 perusahaan di
sekitar Kabupaten Bandung, dan 2 pabrik semen (PT. Indocement Cirebon dan PT. Semen
Padang). Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan dievaluasi serta dijadikan masukan
dalam perhitungan efisiensi dan prediksi emisi CO 2. Perhitungan efisiensi mengacu pada
neraca massa dan energi, sedangkan prediksi emisi CO2 mengikuti metode dalam IPCC.
Perancangan alat dibuat dengan teknologi fluidisasi sedangkan pembuatan adsorben
dengan pengaktifan zeolit menggunakan asam dan larutan monoetanolamin dalam metanol.

Hasil kegiatan diperoleh hal-hal berikut, yaitu: dari 7 PLTU yang ditinjau diketahui
ada 2 teknologi pembakaran batubara yang diterapkan, yakni Pulverized Coal
Combustion dan Circulating Fluidized Bed Combustion. Pengurangan emisi CO2
melalui penerapan teknologi yang lebih efisien pada PLTU batubara mempunyai
potensi sangat besar. Nilai efisiensi di 7 PLTU diperoleh antara 27 - 36 %. Adapun
nilai efisiensi boiler di industri tekstil antara 78-91 % dengan teknologi pembakaran
diterapkan adalah chain grate dan fluidized bed. Sedangkan penerapan CDM di
industri semen belum ada yang sesuai dengan Benchmarking Approach dan
berdasarkan konsumsi batubara domestik maka pada tahun 2025 diprediksikan total
konsumsi batubara akan mencapai 270,5 juta ton dengan total emisi dapai mencapai 900-an
juta ton. Hasil studi pendahuluan pengurangan CO2 skala laboratorium diperoleh pra-

rancangan alat dan adsorben zeolit yang telah siap untuk diujicobakan pada kegiatan
lanjutan di tahun 2010.

iii

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .
SARI
DAFTAR ISI ..
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR ..

i
ii
iii
iv
v

BAB I

PENDAHULUAN .
1.1
Latar Belakang ..
1.2
Ruang Lingkup Kegiatan .
1.3
Maksud dan Tujuan ..
1.4
Sasaran Kegiatan
1.5
Lokasi Kegiatan . .

1
1
2
3
3
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA .
2.1
Pemanasan Global ...........................................................
2.1.1
Efek Rumah Kaca ..........................................................
2.1.2
Gas Rumah Kaca ...............................................................
2.1.3
Pengendalian Pemanasan Global ..........................................
2.2
Pemanfaatan Batubara di Industri ......................
2.2.1
Batubara Sebagai Bahan Bakar Boiler
2.2.1.1
Pemanfaatan Steam ....
2.2.1.2
Sistem Boiler ..
2.2.1.3
Cara Pembakaran Bahan Bakar Batubara ..
2.2.1.4
Kinerja Boiler .....
2.2.1.5
Pengguna Batubara ...
2.2.2
Batubara Sebagai Bahan Bakar Tungku .

9
9
9
10
11
13
14
14
14
15
19
20
27

BAB III

PROGRAM KEGIATAN ....................................................................


3.1
Kajian Teknologi Pemanfaatan Batubara di Indonesia Saat Ini
.

29
29

3.1.1

Pengumpulan Data ..

3.1.2
3.2

Evaluasi Data .. ..........................................................


Persiapan Desain Alat Dan Adsorben CO2 ..............................

29
31
31

iv

BAB IV

METODOLOGI

33

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................


5.1
Kajian Teknologi Pemanfaatan Batubara di Indonesia Saat
ini..
5.1.1
Efisiensi Peralatan/Efisiensi Energi Pemanfaatan Batubara

36
36

5.1.2
5.2

Prediksi CO2 Secara Umum di Indonesia

Persiapan Design Alat Pengurang dan Adsorben Gas CO2 .

36
45
48

BAB VI

PENUTUP..
6.1
Kesimpulan....
6.2
Saran.

53
53
55

BAB VI

KENDALA DAN TINDAK LANJUT...

56

DAFTAR PUSTAKA....

57

LAMPIRAN 1

Perhitungan Neraca Massa........................................................

60

LAMPIRAN 2

Tabel Hasil Analisis dan Pengolahan Data....

71

LAMPIRAN 3

Gambar Rancangan Alat Fluidisasi..............................................

77

LAMPIRAN 4

Foto Kegiatan ..

88

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.1
Tabel 1.2
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.3

Daftar Lokasi Kegiatan di Pembangkit Listrik


Daftar Lokasi Kegiatan di Industri Tekstil
Keuntungan dan Kerugian Boiler Berdasarkan Pembakaran
Pengurangan CO Melalui Peningkatan Efisiensi
Nilai Kinerja Pembandingan untuk Produksi Semen
Data Umum PLTU Batubara
Data PLTU-B Hasil Evaluasi
Prediksi Emisi Co2 Berdasarkan Konsumsi Batubara Pada PLTU
v

4
4
16
24
28
37
37
41

Tabel 5.4
Tabel 5.5
Tabel 5.6
Tabel 5.7
Tabel 5.8
Tabel 5.9
Tabel 5.10

Data Efisiensi di Beberapa Perusahaan Tekstil Kabupaten


Bandung
Prediksi Emisi CO2 di Beberapa Perusahaan Tekstil
Hasil Evaluasi CDM di Pabrik Semen
Konsumsi Domestik Batubara (ton)
Hasil Analisis Luas Permukaan dan Volume serta Ukuran Pori
Zeolit
Analisis Kandungan Amin pada MEA
Luas Permukaan Zeolit Aktivasi MEA Variasi Waktu Pengadukan

42
44
45
46
50
50
52

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1.1
Gambar 1.2
Gambar 1.3
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 2.9
Gambar 2.10
Gambar 5.1
Gambar 5.2
Gambar 5.3
Gambar 5.4
Gambar 5.5
Gambar 5.6
Gambar 5.7

Gambar 5.8

Peta Lokasi Kegiatan di PLTU Batubara


Peta Lokasi Kegiatan di Industri Tekstil Kabupaten Bandung
Peta Lokasi Kegiatan di Industri Semen
Proses Efek Rumah Kaca
Proses Pelarutan CO2 dan Gas-Gas Atmosfer di Air
Tipe Boiler Berdasarkan Metode Pembakaran
Tipe Boiler FBC
Diagram Neraca Energi Boiler
Kehilangan pada Boiler yang Berbahan Bakar Batubara
Skema PLTU Berbahan Bakar Batubara
Penempatan Teknologi Pembakaran Batubara Jenis Lignit
Diagram Pohon Untuk Beberapa Jenis Produk Tekstil
Proses Produksi Semen
Grafik Hubungan Kapasitas PLTU dengan Efisiensi Total
Grafik Hubungan Nilai Kalor dengan Efisiensi PLTU-B
Grafik Hubungan Kapasitas Boiler dengan Efisiensi Boiler
Grafik Hubungan Nilai Kalor dengan Efisiensi Boiler
Emisi CO2 dari Pembakaran Batubara
Prediksi Emisi CO2 dari Pembakaran Batubara sampai 2025
Berdasarkan BaU
Grafik Analisis XRD Zeolit Asli dan Zeolit Aktivasi Variasi
Konsentrasi Asam

6
7
8
9
11
16
18
19
20
21
24
26
27
38
38
43
43
47
47

Grafik Analisis XRD Zeolit Aktivasi MEA

51

vi

49

vii

1.

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Perubahan iklim yang akan berdampak buruk pada kelangsungan kehidupan di bumi

sudah menampakkan tanda-tandanya. Suhu rata-rata dunia telah meningkat, pada kurun
waktu 1995-2006 (12 tahun) sebelas tahun di antaranya mempunyai suhu paling panas
dibandingkan suhu rata-rata dunia sejak 1850. Akibat kenaikan suhu tersebut, ketinggian air
laut meningkat rata-rata 1,8 mm per tahun sejak tahun 1961(www.cml.ui.ac.id Home RDM
Semester 2007_GASAL).

Meningkatnya suhu rata-rata bumi disebabkan oleh meningkatnya jumlah gas rumah kaca di
atmosfir. Gas rumah kaca adalah gas yang berfungsi sebagai selimut, tanpa gas rumah kaca
suhu bumi akan sangat dingin (sekitar -18oC) sebaliknya terlalu banyak gas rumah kaca bumi
akan semakin panas (Wikipedia, 2009). Yang termasuk gas rumah kaca antara lain adalah uap
air, CO2, metan dan nitrous oksida. Gas karbon dioksida adalah gas yang paling
mempengaruhi pemanasan global.

Pemerintah telah menetapkan batubara sebagai energi alternatif pengganti minyak bumi dan
gas alam seperti tertuang dalam Peraturan Presiden No.5 tahun 2006 tentang kebijakan
energi nasional karena sumber daya batubara yang cukup melimpah. Saat ini sumber daya
batubara adalah sekitar 104 milyar ton yang tersebar di seluruh Nusantara, terutama di Pulau
Kalimantan dan Sumatera (Badan Geologi, 2009). Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan
akan energi maka pemanfaatan batubara sebagai sumber energi alternatif diperkirakan juga
akan semakin meningkat. Saat ini pemakai batubara terbesar adalah sektor pembangkit
listrik, dimana PLTU berbahan batubara mulai banyak dibangun di hampir seluruh Indonesia.

Dengan meningkatnya pemakaian batubara sebagai bahan bakar maka akan memberikan
dampak pada lingkungan terutama kualitas udara di sekitarnya. Hal ini dikarenakan batubara
termasuk bahan bakar fosil yang mengandung hidrokarbon. Hidrokarbon ini jika dibakar
sempurna akan menghasilkan gas CO2 yang merupakan salah satu gas rumah kaca.
Karbondioksida di atmosfir dapat berkurang secara alami karena terserap oleh lautan dan
1

diserap tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis, namun aktifitas manusia yang
melepaskan karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk
menguranginya.

Saat ini teknologi pembakaran batubara di PLTU di Indonesia rata-rata memiliki efisiensi 3336 % (Buana, 2009).
Untuk menurunkan CO2 yang sangat efektif adalah dengan meningkatkan efisiensi
pembakaran menjadi sekitar 40 %. (http://www.iea.org/textbase/nppdf/free/2005/ciab.pdf).
Teknologi-teknologi untuk peningkatan efisiensi pembakaran sudah tersedia. Namun, jika
PLTU batubara

yang ada harus mengimplementasikan teknologi tersebut maka akan

membutuhkan investasi yang sangat mahal.

Untuk mengurangi jumlah CO2 yang dihasilkan dari pemanfaatan batubara, dalam jangka
pendek harus dilakukan upaya-upaya pencegahan penurunan efisiensi dan dalam jangka
panjang perlu dilakukan penggantian teknologi dengan bantuan pendanaan melalui CDM
(Clean Development Mechanism). Penurunan efisiensi suatu peralatan bisa terjadi bila usia
PLTU telah cukup tua atau tidak ada perawatan (maintenance) yang memadai. Penurunan
efisiensi juga dapat terjadi bila kualitas batubara yang dipakai tidak sesuai dengan
persyaratan teknis yang ada.

Puslitbang tekMIRA merupakan bagian dari institusi pemerintah yang salah satunya
melakukan dalam kajian pemanfaatan energi kaitannya dalam pemanfaatan batubara sebagai
bahan bakar. Pada tahun anggaran 2009, Kelompok Kegiatan Lingkungan Pertambangan
akan melakukan kegiatan Kajian Emisi CO2 dari Pembakaran Batubara sebagai implementasi
dari misi Puslitbang tekMIRA di atas

1.2.

Ruang Lingkup Kegiatan


Kegiatan akan mencakup hal sebagai berikut :

1)

Kajian teknologi pemanfaatan batubara di Indonesia saat ini. Kajian ini meliputi :
-

Identifikasi teknologi pemanfaatan batubara yang dipakai pada beberapa industri


Indonesia (antara lain pembangkit listrik, semen, dan lain-lain).
2

Perhitungan tingkat efisiensi peralatan /efisiensi energi pemanfaatan batubara.

Prediksi emisi CO2 dari pemakaian energi fosil di Indonesia sampai tahun 2025
(berdasarkan prediksi pemakaian energi fossil yang dibuat oleh ESDM)

2)

Prospek pengembangannya ke depan berkaitan dengan pengurangan CO2 yang berupa


studi pendahuluan pengurangan CO2 dari pembakaran batubara skala laboratorium
tahap persiapan desain alat dan adsorben.

1.3.

Maksud dan Tujuan


Maksud kegiatan Kajian Emisi CO2 dari Pembakaran Batubara ini adalah melihat

sejauhmana tingkat efisiensi pembakaran batubara di Indonesia kaitannya dengan emisi CO 2.


Dari ruang lingkup yang disebut atas, maka tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah:
1) Mendapatkan data tentang efisiensi pembakaran batubara pada berbagai industri
pengguna batubara dan memperoleh tingkat keefektifan peralatan yang digunakan
berdasarkan jenis batubara yang dipakai serta mengetahui tingkat CO2 dari
pembakaran batubara.
2) Memperoleh rancangan awal alat pengurang dan suatu adsorben CO2.

1.4.

Sasaran Kegiatan
Sasaran kegiatan adalah

1) Diketahuinya tingkat efisiensi peralatan yang digunakan dalam pembakaran batubara


dan tingkat emisi CO2 yang dihasilkan batubara berdasarkan data konsumsi batubara
di Indonesia.
2) Diperolehnya suatu model alat pengurang dan adsorben gas CO2.

1.5.

Lokasi Kegiatan
Lokasi kegiatan terbagi atas sektor pengguna batubara, yaitu pembangkit listrik,

industri tekstil dan industri semen. Selama kegiatan berlangsung dilakukan pengambilan data
primer dan sekunder kecuali industri semen hanya mengumpulkan data sekunder mengingat
adanya keterbatasan waktu. Pengambilan data primer berupa pengambilan contoh batubara,
abu batubara dan gas buang serta pengukuran beberapa parameter kondisi operasional.

Adapun data sekunder yang dikumpulkan berupa data proses yang berkaitan dengan
perhitungan efisiensi dan teknologi pembakaran batubara.

Pembangkit Listrik yang menjadi lokasi kegiatan dapat dilihat pada Tabel 1.1. Untuk industri
tekstil dilakukan di daerah Kabupaten Bandung dan nama perusahaan disajikan dalam Tabel
1.2.
Adapun industri semen yang dikunjungi adalah PT. Indocement Tunggal Prakarsa pabrik
Palimanan Cirebon dan PT. Semen Padang Sumatra Barat.

Peta lokasi kegiatan masing-

masing dicantumkan pada Gambar 1.1, Gambar 1.2, dan Gambar 1.3.

Analisis beberapa parameter emisi gas buang dan persiapan desain alat dan adsorben CO2
dilakukan di laboratorium Teknologi Lingkungan Puslitbang tekMIRA.

Tabel 1.1 Daftar Lokasi Kegiatan di Pembangkit Listrik


No.

PLTU

JUMLAH
UNIT

DAYA
TERPASANG

PEMAKAIAN
BATUBARA PER
TAHUN (TON)

Tanjung Jati B

2 X 660 MW

4.560.000

Paiton Unit 1 & 2

2 X 400 MW

3.000.000

PLTU Labuhan Angin

2 X 115 MW

1.050.000

Ombilin

2 X 100 MW

630.720

Bukit Asam

4 X 65 MW

986.000

Tarahan Unit 3-4

2 X 100 MW

706.000

Asam Asam

2 X 65 MW

750.000

Sumber : PLN Pusat Jakarta, 2009

Tabel 1.2 Daftar Lokasi Kegiatan di Industri Tekstil

NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

NAMA PABRIK
Dactex
Adetex
Famatex
BSTM
Sinar Majalaya
Alenatex
Sipatex
Nagamas
Daliatex
Panca Agung
Badjatex
Dhanar Mas
BCP
RCP
Himalaya

NO
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

NAMA PABRIK
Bima Jaya
Vonex
Sinar Sari
Cemara Agung
Budi Agung
Anugrah
Naga Sakti
Sinar Baru
Tastex
Delimatex

Gambar 1.1 Peta Lokasi Kegiatan di PLTU Batubara

Gambar 1.2 Peta Lokasi Kegiatan di Industri Tekstil Kabupaten Bandung

Gambar 1.3 Peta Lokasi Kegiatan di Industri Semen

2. TINJAUAN PUSTAKA

Karbon dioksida merupakan salah satu komponen atmosfir yang memiliki beberapa
peranan penting kaitannya dengan lingkungan. Karbon dioksida termasuk gas rumah kaca
yang menerangkap panas radiasi sinar merah di atmosfir, berperan dalam pelapukan batuan,
sumber karbon bagi tanaman, dan karbon dioksida ini tersimpan dalam biomassa, bahan
organik dalam sedimen juga batuan karbonat seperti kapur.

2.1. Pemanasan Global


Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut
dan daratan Bumi. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa,
"sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20
kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat
aktivitas manusia" melalui efek rumah kaca (Wikipedia Indonesia, 2009).

2.1.1 Efek Rumah Kaca


Efek rumah kaca, pertama kali ditemukan oleh Joseph Fourier pada 1824, merupakan
sebuah proses di mana atmosfer memanaskan sebuah planet.

Angkasa

Atmosfer

Bumi

Sumber : http://www.columbia.edu/~vjd1/carbon.htm
9

Gambar 2.1 Proses Efek Rumah Kaca

Mekanisme terjadinya efek rumah kaca adalah sebagai berikut (gambar 2.1). Bumi secara
konstan menerima energi, kebanyakan dari sinar matahari tetapi sebagian juga diperoleh
dari bumi itu sendiri, yakni melalui energi yang dibebaskan dari proses radioaktif (Holum,
1998:237). Sinar tampak dan sinar ultraviolet yang dipancarkan dari matahari. Radiasi sinar
tersebut sebagian dipantulkan oleh atmosfer dan sebagian sampai di permukaan bumi. Di
permukaan bumi sebagian radiasi sinar tersebut ada yang dipantulkan dan ada yang diserap
oleh permukaan bumi dan menghangatkannya.
Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca
perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda.

Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbondioksida (CO2) dan gasgas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO 2 ini disebabkan oleh kenaikan
pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batubara dan bahan bakar organik lainnya yang
melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk mengabsorbsinya (Wikipedia
Indonesia,

2009).

2.1.2. Gas Rumah Kaca


Gas rumah kaca adalah gas-gas yang ada di atmosfer yang menyebabkan efek
rumah kaca. Gas-gas tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi dapat
juga timbul akibat aktifitas manusia.
Gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang mencapai atmosfer akibat
penguapan air dari laut, danau dan sungai. Karbondioksida adalah gas terbanyak kedua. Ia
timbul dari berbagai proses alami seperti: letusan vulkanik; pernafasan hewan dan manusia
(yang menghirup oksigen dan menghembuskan karbondioksida); dan pembakaran material
organik (seperti tumbuhan).
Karbon dioksida merupakan salah satu komponen atmosfir yang memiliki beberapa peranan
penting kaitannya dengan lingkungan. Karbon dioksida termasuk gas rumah kaca yang
menerangkap panas radiasi sinar merah di atmosfir, berperan dalam pelapukan batuan,

10

sumber karbon bagi tanaman, dan karbon dioksida ini tersimpan dalam biomassa, bahan
organik dalam sedimen juga batuan karbonat seperti kapur.

Atmosfir

Air

Hasil pelapukan
Pelapukan
kimia
Batua
n

Sumber : http://www.columbia.edu/~vjd1/carbon.htm
Gambar 2.2 Proses Pelarutan CO2 dan Gas-Gas Atmosfer di Air

Karbondioksida dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan diserap tanaman untuk
digunakan dalam proses fotosintesis.
Karbon dioksida dan gas-gas atmosfer lainnya larut dalam air permukaan. Gas-gas terlarut
dalam kesetimbangan dengan gas di atmosfer. Karbon dioksida bereaksi dengan air dalam
larutan membentuk asam lemah, asam karbonat (Gambar 2.2). Asam karbonat diurai menjadi
ion hidrogen dan ion bikarbonat. Ion hidrogen dan air bereaksi dengan kebanyakan mineral
(silikat dan karbonat) dan mengubahnya. Hasil pelapukan umumnya lempung (kelompok
mineral silikat) dan ion mudah larut seperti kalsium, besi, natrium, dan kalium. Ion bikarbonat
juga tetap berada dalam larutan; merupakan sisa dari asam karbonat yang digunakan untuk
melapukkan bebatuan.

Meskipun lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi karbondioksida di atmosfer,
namun aktifitas manusia yang melepaskan karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari
kemampuan alam untuk menguranginya.

11

2.1.3. Pengendalian Pemanasan Global


Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia meningkat sebesar 1 persen per-tahun.
Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang diskusikan saat ini tidak ada yang dapat
mencegah pemanasan global di masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi
efek yang timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya
iklim di masa depan.
Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca.
Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut
atau komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration
(menghilangkan/mengasingkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca
(Wikipedia Indonesia, Indonesia).

1)

Carbon Sequestration
Sebelum gas karbon dioksida (CO2) hasil dari pembangkit listrik dan sumber-sumber

titik lain diasingkan (sequestration), CO2 harus ditangkap dalam kondisi relatif murni.
Di Amerika, CO2 hasil produk samping dari proses-proses industri seperti produksi amonia
sintetis, produksi H2, dan kalsinasi kapur telah secara rutin diasingkan.
Teknologi penangkapan yang ada, biayanya tidak efektif bila dipertimbangkan dalam
konteks pengasingan CO2 dari pembangkit listrik. Gas buang dari pembangkit listrik
batubara mengandung CO2 10-12 % volum, sementara gas buang dari pabrik siklus
gabungan gas alam hanya mengandung 3-6 %CO2. Untuk pengasingan CO2 yang efektif,
maka CO2 dari gas buang ini harus dipisah dan dipekatkan (dikonsentrasikan) terlebih
dahulu.
Baru-baru ini, pengambilan CO2 dari gas buang dilakukan dengan menggunakan penyerap
amin dan pendingin kriogenik. Adanya penambahan teknologi pengurangan emisi karbon ini
tentunya akan meningkatkan pula biaya listrik, tergantung tipe proses.
Secara umum, biaya estimasi penangkapan karbon ini hamper dari total keseluruhan
sistem (penangkapan, penyimpanan, transportasi dan pengasingan CO 2).
Identifikasi pemilihan untuk pemisahan dan penangkapan CO 2 yang paling mungkin,
meliputi:
-

Penyerapan/absorption (secara kimia dan fisika)


12

Adsorpsi (secara fisika dan kimia)

Distilasi suhu rendah (Low-temperature distillation)

Pemisahan gas dengan membrane (Gas separation membranes)

Mineralisasi dan biomineralisasi

Kesempatan untuk pengurangan biaya secara signifikan masih terbuka dengan beberapa
inovasi riset yang dikhususkan pada CO2 captured dan separation technologies.
Contoh kegiatan program ini adalah :
Penelitian mengenai perbaikan revolusioner dalam teknologi pemisahan dan menangkap
CO2
o

Pengembangan material baru (mis: absorben fisika/kimia, carbon fiber molecular


sieve, membran polimer)

Unit proses micro-channel dengan kinetika cepat

Proses pemisahan dan pembentukan hidrat CO2

Pendekatan pembakaran oksigen yang disempurnakan

(http://www.fossil.energy.gov/programs/sequestration/capture/index.html)

2)

Mengurangi Produksi Gas Rumah Kaca


Menurut sebuah artikel dalam situs http://www.kamase.org/?p=932, meningkatnya tingkat

emisi karbon di dunia menyebakan kadar CO2 di atmosfer tidak stabil. Oleh karena itu,
negara-negara maju yang tergabung dalam Annex1 berkomitmen untuk mengurangi emisi
CO2 sehingga tercetuslah Protokol Kyoto pada tahun 1997. Dengan adanya Protokol Kyoto
tersebut diharapkan mampu mengurangi efek dari Gas Rumah Kaca (GRK) di dunia. Selain itu
Protokol Kyoto diharapkan dapat meningkatkan kesadaran negara-negara di dunia terutama
negara maju untuk mengurangi emisi karbon di dunia.

Clean Development Mechanism (CDM) adalah salah satu dari tiga mekanisme fleksibel dalam
Protokol Kyoto yang dirancang untuk membantu negara industri/Annex1 untuk memenuhi
komitmennya mengurangi efek GRK dan membantu negara berkembang dalam mencapai
pembangunan berkelanjutan. CDM adalah satu-satunya mekanisme fleksibel yang
melibatkan negara berkembang. Berdasarkan Protokol Kyoto, negara berkembang tidak
13

memiliki kewajiban membatasi emisi GRK-nya, akan tetapi dapat secara sukarela
berkontribusi dalam pengurangan emisi global dengan menjadi tempat pelaksanaan proyek
CDM.

Indonesia meratifikasi Konvensi Perubahan Iklim melalui UU No. 6 tahun 1994. Dengan
meratifikasi Protokol Kyoto berarti membuka peluang bagi Indonesia untuk menarik lebih
banyak investor. Mengembangkan proyek CDM, akan bermanfaat dalam upaya menuju
pembangunan berkelanjutan. Sebagai konsekuensinya, akan diperlukan persiapan di
berbagai aspek mulai dari kebijakan dan regulasi, keuangan dan aspek teknis dalam
implementasi CDM.

2.2 Pemanfaatan Batubara di Industri


Sebagian besar pemanfaatan batubara adalah untuk sektor industri dan
pembangkit listrik, baik pembangkit listrik milik PT. PLN maupun non PLN,
sedangkan sisanya dibuat briket batubara untuk dipergunakan pada sektor rumah
tangga (BPPT, 2009).

Batubara pada sektor industri dapat dipergunakan secara langsung sebagai bahan bakar
tungku (furnace), maupun secara tidak langsung sebagai bahan bakar boiler, namun
sebagian besar atau sekitar 70 % batubara dipergunakan sebagai bahan bakar tungku.
Industri semen merupakan konsumen batubara yang utama diikuti oleh industri kertas,
makanan, tekstil, logam dasar, dan pupuk (BPPT, 2009). Dalam bab ini yang akan diuraikan
adalah pemanfaatan batubara di pembangkit listrik tenaga uap, industri tekstil, dan industri
semen.

2.2.1 Batubara Sebagai Bahan Bakar Boiler


Boiler adalah bejana tertutup dimana panas pembakaran dialirkan ke air sampai
terbentuk air panas atau steam. Air panas atau steam pada tekanan tertentu kemudian
digunakan untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Air adalah media yang berguna dan
murah untuk

14

mengalirkan panas ke suatu proses. Jika air dididihkan sampai menjadi steam, volumnya
akan meningkat sekitar 1.600 kali, menghasilkan tenaga yang menyerupai bubuk mesiu yang
mudah meledak, sehingga boiler merupakan peralatan yang harus dikelola dan dijaga
dengan sangat baik. (http://www.energyefficiencyasia.org/)

2.2.1.1 Pemanfaatan Steam


Energi kalor yang dibangkitkan dalam sistem boiler memiliki nilai tekanan,
temperatur, dan laju aliran yang menentukan pemanfaatan steam yang akan digunakan.
Berdasarkan ketiga hal tersebut sistem boiler mengenal keadaan tekanan-temperatur rendah
(low pressure/LP), dan tekanan-temperatur tinggi (high pressure/HP). Dengan perbedaan itu,
maka steam yang keluar dari sistem boiler dapat dimanfaatkan untuk:
-

suatu proses dimana steam tersebut digunakan untuk memanaskan cairan dan
menjalankan suatu mesin (commercial and industrial boilers), atau

membangkitkan energi listrik dengan merubah energi kalor menjadi energi mekanik
kemudian memutar generator sehingga menghasilkan energi listrik (power boilers),
dan

menggabungkan kedua sistem boiler tersebut (LP dan HP). Sistem boiler keadaan
tekanan-temperatur tinggi untuk membangkitkan energi listrik, kemudian sisa steam
dari turbin dengan keadaan tekanan-temperatur rendah dapat dimanfaatkan ke
dalam

proses

industri

dengan

bantuan

heat

recovery

boiler.

(http://febriantara.wordpress.com/2008/10/24/klasifikasi-boiler/)

2.2.1.2 Sistem Boiler


Sistem boiler terdiri dari sistem air umpan, sistem steam, dan sistem bahan bakar.
Komponen-komponen dari boiler yang mendukung terciptanya steam adalah sebagai
berikut:
-

Furnace
Komponen ini merupakan tempat pembakaran bahan bakar. Beberapa bagian dari
furnace di antaranya: refractory, ruang perapian, burner, exhaust for flue gas, charge
and discharge door .

Steam Drum
15

Komponen ini merupakan tempat penampungan air panas dan pembangkitan steam.
Steam masih bersifat jenuh (saturated steam).
-

Superheater
Komponen ini merupakan tempat pengeringan steam dan siap dikirim melalui main
steam pipe dan siap untuk menggerakkan turbin uap atau menjalankan proses
industri.

Air Heater
Komponen ini merupakan ruangan pemanas yang digunakan untuk memanaskan
udara luar yang diserap untuk meminimalisasi udara yang lembab yang akan masuk
ke dalam tungku pembakaran.

Economizer
Komponen ini merupakan ruangan pemanas yang digunakan untuk memanaskan air
dari air yang terkondensasi dari sistem sebelumnya maupun air umpan baru.

Safety valve
Komponen ini merupakan saluran buang steam jika terjadi keadaan dimana tekanan
steam melebihi kemampuan boiler menahan tekanan steam.

Blowdown valve
Komponen ini merupakan saluran yang berfungsi membuang endapan yang berada
di dalam pipa steam.

2.2.1.3 Cara Pembakaran Bahan Bakar Batubara


Pada dasarnya metode pembakaran terbagi 3, yaitu pembakaran lapisan tetap
(fixed bed combustion), pembakaran batubara serbuk (pulverized coal combustion /PCC), dan
pembakaran lapisan mengambang (fluidized bed combustion / FBC). Gambar 2.3 di bawah ini
menampilkan jenis jenis boiler yang digunakan untuk masing masing metode
pembakaran (Imam, 2009). Adapun keuntungan dan kerugian masing-masing metode
disajikan pada tabel 2.1.

16

batubar

batubara

a
batubar
a

udara
a. Stoker Boiler

udara
b. PCC Boiler

udara
c. FBC Boiler

sumber : Idemitsu Kosan Co., Ltd; Imam, 2009

Gambar 2.3 Tipe Boiler Berdasarkan Metode Pembakaran

Tabel 2.1 Keuntungan dan Kerugian Boiler Berdasarkan Pembakaran


No
1

Tipe Boiler
Stoker

Kelebihan
Konstruksinya relatif sederhana.

Combustion

Pulverized

Fluidized Bed

- Efisiensi relatif tinggi


- Proses pembakaran lebih merata
pada tungku pembakaran
- Efisiensi relatif tinggi
- Suhu pembakaran tidak mencapai
o
suhu 1000 C sehingga tidak
menimbulkan NOx

Kelemahan
- Limbah yang diproduksi pembakaran
lebih banyak
- Panas yang dihasilkan kurang merata
jika tidak ada komponen pendukung
- Effisiensi relatif rendah
Konstruksinya rumit dan membutuhkan
dana investasi yang mahal
Konstruksinya rumit dan membutuhkan
dana investasi yang mahal

Sumber : http://febriantara.wordpress.com/2008/10/24/klasifikasi-boiler/

- Pembakaran Lapisan Tetap (Fixed Bed Combustion)


Metode lapisan tetap menggunakan stoker boiler untuk proses pembakarannya. Sebagai
bahan bakarnya adalah batubara dengan kadar abu yang tidak terlalu rendah dan
berukuran maksimum sekitar 30 mm. Selain itu, karena adanya pembatasan sebaran
ukuran butiran batubara yang digunakan, maka perlu dilakukan pengurangan jumlah fine
coal yang ikut tercampur ke dalam batubara tersebut. Bahan bakar dimasukkan ke dalam
ruang pembakaran melalui ban berjalan (conveyor) ataupun manual.
Alasan tidak digunakannya batubara dengan kadar abu yang terlalu rendah adalah karena
pada metode pembakaran ini, batubara dibakar di atas lapisan abu tebal yang terbentuk
17

di atas kisi api (traveling fire grate) pada stoker boiler. Bila kadar abunya sangat sedikit,
lapisan abu tidak akan terbentuk di atas kisi tersebut sehingga pembakaran akan
langsung terjadi pada kisi, yang dapat menyebabkan kerusakan yang parah pada bagian
tersebut. Oleh karena itu, kadar abu batubara yang disukai untuk tipe boiler ini adalah
sekitar 10 15%. Adapun tebal minimum lapisan abu yang diperlukan untuk pembakaran
adalah 5cm.

- Pembakaran Batubara Serbuk (Pulverized Coal Combustion/PCC)


Saat ini, kebanyakan PLTU terutama yang berkapasitas besar masih menggunakan
metode PCC pada pembakaran bahan bakarnya. Hal ini karena sistem PCC merupakan
teknologi yang sudah terbukti dan memiliki tingkat kehandalan yang tinggi. Upaya
perbaikan kinerja PLTU ini terutama dilakukan dengan meningkatkan suhu dan tekanan
dari uap yang dihasilkan selama proses pembakaran. Perkembangannya dimulai dari sub
critical steam, kemudian super critical steam, serta ultra super critical steam (USC).
Pada PCC, batubara diremuk dulu dengan menggunakan coal pulverizer (coal mill) sampai
berukuran 200 mesh (diameter 74m), kemudian bersama sama dengan udara
pembakaran disemprotkan ke boiler untuk dibakar.
Pembakaran metode ini sensitif terhadap kualitas batubara yang digunakan, terutama
sifat ketergerusan (grindability), sifat slagging, sifat fauling, dan kadar air (moisture
content).
Batubara yang disukai untuk boiler PCC adalah yang memiliki sifat ketergerusan dengan
HGI (Hardgrove Grindability Index) di atas 40 dan kadar air kurang dari 30%, serta rasio
bahan bakar (fuel ratio) kurang dari 2. Pembakaran dengan metode PCC ini akan
menghasilkan abu yang terdiri diri dari clinker ash (bottom ash) sebanyak 15% dan sisanya
berupa abu terbang (fly ash).

- Pembakaran Lapisan Mengambang (Fluidized Bed Combustion/FBC)


Pada pembakaran dengan metode FBC, batubara diremuk terlebih dulu dengan
menggunakan crusher sampai berukuran maksimum 25 mm. Tidak seperti pembakaran
menggunakan stoker yang menempatkan batubara di atas kisi api selama pembakaran
atau metode PCC yang menyemprotkan campuran batubara dan udara pada saat
18

pembakaran, butiran batubara dijaga agar dalam posisi mengambang, dengan cara
melewatkan angin berkecepatan tertentu dari bagian bawah boiler. Keseimbangan antara
gaya dorong ke atas dari angin dan gaya gravitasi akan menjaga butiran batubara tetap
dalam posisi mengambang sehingga membentuk lapisan seperti fluida yang selalu
bergerak. Kondisi ini akan menyebabkan pembakaran bahan bakar yang lebih sempurna
karena posisi batubara selalu berubah sehingga sirkulasi udara dapat berjalan dengan
baik dan mencukupi untuk proses pembakaran.
Karena sifat pembakaran yang demikian, maka persyaratan spesifikasi bahan bakar yang
akan digunakan untuk FBC tidaklah seketat pada metode pembakaran yang lain. Secara
umum, tidak ada pembatasan yang khusus untuk kadar zat terbang (volatile matter), rasio
bahan bakar (fuel ratio) dan kadar abu. Bahkan semua jenis batubara termasuk peringkat
rendah sekalipun dapat dibakar dengan baik menggunakan metode FBC ini. Hanya saja
ketika batubara akan dimasukkan ke boiler, kadar air yang menempel di permukaannya
(free moisture) diharapkan tidak lebih dari 4%. Selain kelebihan di atas, nilai tambah dari
metode FBC adalah alat peremuk batubara yang dipakai tidak terlalu rumit, serta ukuran
boiler dapat diperkecil dan dibuat kompak.
Berdasarkan mekanisme kerja pembakaran, metode FBC terbagi 2 yaitu Bubbling FBC dan
Circulating FBC (CFBC), seperti ditampilkan pada gambar 2.4. Dapat dikatakan bahwa
Bubbling

FBC

merupakan

prinsip

dasar

FBC,

sedangkan

CFBC

merupakan

pengembangannya.
Pada FBC, bila tekanan di dalam boiler sama dengan tekanan udara luar, disebut dengan
Atmospheric FBC (AFBC), sedangkan bila tekanannya lebih tinggi dari pada tekanan udara
luar, sekitar 1 MPa, disebut dengan Pressurized FBC (PFBC).

Circulating FBC

Bubling FBC

Gelemb
ung
udara

Partikel
Udara

Udara

19

Sumber : Coal Science Handbook, 2005; Imam, 2009

Gambar 2.4 Tipe Boiler FBC

2.2.1.4 Kinerja Boiler

Sumber : (http://www.energyefficiencyasia.org/)

Gambar 2.5 Diagram Neraca Energi Boiler

20

Parameter kinerja boiler, antara lain efisiensi dan rasio penguapan berkurang
terhadap waktu. Penurunan ini dapat disebabkan buruknya pembakaran kotornya
permukaan penukar panas serta buruknya operasi dan pemeliharaan. Bahkan, boiler yang
baru sekalipun jika kualitas bahan bakar dan kualitas air tidak sesuai dapat mengakibatkan
buruknya kinerja boiler.

Neraca panas dapat membantu mengidentifikasi kehilangan panas yang dapat atau tidak
dapat dihindari. Uji efisiensi boiler dapat membantu dalam menemukan penyimpangan
efisiensi boiler dari efisiensi terbaik dan target area permasalahan untuk tindakan perbaikan.
Proses pembakaran dalam boiler dapat digambarkan dalam bentuk diagram alir energi
(Gambar 2.5). Diagram ini menggambarkan tentang bagaimana energi masuk dari bahan
bakar diubah menjadi aliran energi dengan berbagai kegunaan dan menjadi aliran
kehilangan panas dan energi. Panah tebal menunjukkan jumlah energi yang dikandung
dalam aliran masing-masing.

Sumber : (http://www.energyefficiencyasia.org/)

Gambar 2.6 Kehilangan pada Boiler yang Berbahan Bakar Batubara

Kehilangan energi dapat dibagi ke dalam kehilangan yang tidak atau dapat dihindarkan
(Gambar 2.6).
Tujuan dari produksi bersih dan/atau pengkajian energi harus mengurangi kehilangan panas
yang dapat dihindari, yaitu dengan meningkatkan efisiensi energi. Kehilangan panas yang
dapat dihindari atau dikurangi adalah sebagai berikut:

Kehilangan gas cerobong:


21

Udara berlebih (diturunkan hingga ke nilai minimum yang tergantung dari teknologi

burner, operasi (kontrol), dan pemeliharaan).


Suhu gas cerobong (diturunkan dengan mengoptimalkan perawatan (pembersihan),

beban; burner yang lebih baik dan teknologi boiler).


Kehilangan karena bahan bakar yang tidak terbakar dalam cerobong dan abu

(mengoptimalkan operasi dan pemeliharaan; teknologi burner yang lebih baik).

Kehilangan dari blowdown (pengolahan air umpan segar, daur ulang kondensat)

Kehilangan kondensat (manfaatkan sebanyak mungkin kondensat)

Kehilangan konveksi dan radiasi (dikurangi dengan isolasi boiler yang lebih baik)

2.2.1.5 Pengguna Batubara


Pengguna batubara paling besar untuk boiler adalah pembangkit listrik (PLTU).
Adapun salah satu contoh di industri yaitu industri tekstil.

1)

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)


Pada PLTU, batubara dibakar di boiler menghasilkan panas yang digunakan untuk

mengubah air dalam pipa yang dilewatkan di boiler tersebut menjadi uap yang memiliki
tekanan dan temperatur tinggi, yang selanjutnya digunakan untuk menggerakkan turbin
dan memutar generator (konversi energi panas menjadi energi mekanik). Perubahan energi
panas menjadi mekanikal dan energi listrik ini melalui suatu siklus konversi energi (Siklus
Rankine) yang sangat bergantung pada jumlah panas, pola suhu, dan suhu lingkungan atau
suhu penerima panas yang tersedia (dalam hal ini boiler). Gambar 2.7 menunjukkan alur
proses di PLTU batubara.

Batubara

Cerobong

Kolam
Sistem pembuangan abu
Sistem pengolahan air

Sistem kondensor dan pendingin

22

Sumber : www.canadiancleanpowercoalition.com
Keterangan gambar:
1. Batubara ; sebagai bahan bakar utama Pembangkit
2. Pulverizer ; untuk menghaluskan batubara hingga menyerupai butir-butir beras
3. Boiler ;
4. Cerobong, pengendap
5. Turbin
6. Sistem kondensor dan pendingin
7. Sistem pengolahan air
8. Sistem pembuangan abu
9. Substasiun/ transformer

Gambar 2.7 Skema PLTU Berbahan Bakar Batubara

Formatted: Space After: 0 pt, Line spacing:


single

Komponen-komponen terpenting pada sebuah PLTU adalah boiler, turbin uap dan
generator. Siklus Rankine terkadang diaplikasikan sebagai siklus Carnot, terutama dalam
menghitung efisiensi. Sebuah mesin nyata (real) yang beroperasi dalam suatu siklus pada
temperatur TH (temperature high) and TC (temperature cold) tidak mungkin melebihi efisiensi
mesin Carnot (Wikipedia Indonesia, 2009). Persamaan efisiensi Carnot dituliskan berikut ini:

Uap memasuki turbin pada temperatur 565

C (batas ketahanan stainless steel) dan

kondenser bertemperatur sekitar 30 oC. Hal ini memberikan efisiensi Carnot secara teoritis
sebesar 63 %, namun kenyataannya efisiensi pada pembangkit listrik tenaga batubara
sebesar 42 % (Wikipedia Indonesia, 2009).

Dengan demikian, agar efisiensi menjadi setinggi mungkin pada sebuah PLTU, maka
perbandingan T2/T1 harus sekecil mungkin. Tetapi, meningkatkan efisiensi akan sangat sulit,
karena suhu lingkungan adalah fakta, sedangkan menaikkan suhu uap akan terbentur pada
daya tahan materialnya. Sehingga dalam siklus energi, sangat penting memperhatikan faktor
jenis sumber energi yang dipakai untuk proses pembakaran, siklus uap, mesin yang
digunakan (misalnya boiler uap), serta medium penerima panas dengan suhu terendah
(kondensor) (Murti, tanpa tahun).
Untuk itu, kinerja pembangkitan listrik pada PLTU sangat ditentukan oleh efisiensi panas
pada proses pembakaran batubara tersebut, karena selain berpengaruh pada efisiensi
pembangkitan, juga dapat menurunkan biaya pembangkitan.
23

Pengaruh Teknologi Pembakaran Terhadap Efisiensi dan Emisi CO2


Dari segi lingkungan, jumlah emisi CO2 per satuan kalori dari batubara adalah yang
terbanyak bila dibandingkan dengan bahan bakar fosil lainnya. Perbandingan batubara,
minyak, dan gas adalah 5:4:3. Sehingga berdasarkan uji coba, diketahui bahwa kenaikan
efisiensi panas sebesar 1% akan dapat menurunkan emisi CO2 sebesar 2,5 %.

Dengan

demikian, efisiensi panas yang meningkat akan dapat mengurangi beban lingkungan secara
signifikan akibat pembakaran batubara. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa teknologi
pembakaran (combustion technology) merupakan bagian utama upaya peningkatan efisiensi
pemanfaatan batubara secara langsung sekaligus upaya antisipasi isu lingkungan ke
depannya (Imam, 2009).

Saat ini, teknologi pembakaran batubara (lihat Bab 2.2.1/Cara Pembakaran Bahan Batubara)
mengalami perkembangan terutama akibat pengaruh faktor tekanan udara pembakaran.
Untuk Bubbling FBC berkembang dari PFBC menjadi Advanced PFBC (A-PFBC), sedangkan
untuk CFBC selanjutnya berkembang menjadi Internal CFBC (ICFBC) dan kemudian
Pressurized ICFBC (PICFBC).
Efisiensi netto pembangkitan (net efficiency) yang dihasilkan pada A-PFBC ini sangat tinggi,
dapat mencapai 46%.
Peningkatan efisiensi pembangkitan dengan mekanisme kombinasi melalui pemanfaatan gas
sintetis hasil proses gasifikasi seperti pada A-PFBC, selanjutnya mengarahkan teknologi
pembangkitan untuk lebih mengintensifkan penggunaan teknologi gasifikasi batubara ke
dalam sistem pembangkitan. Upaya ini akhirnya menghasilkan system pembangkitan yang
disebut dengan Integrated Coal Gasification Combined Cycle (IGCC) (Imam, 2009).

Dalam laporan Coal Industry Advisory Board yang ditulis tahun 2005 berjudul Reducing
Greenhouse Gas Emissions mengenai The Potensial of Coal, disebutkan bahwa pengurangan
emisi CO2 melalui penerapan teknologi yang lebih efisien pada pembangkit listrik tenaga
uap berbahan bakar batubara (PLTU batubara) mempunyai potensi sangat besar. PLTUbatubara modern saat ini mampu mencapai tingkat efisiensi lebih dari 40% atau mempunyai
tingkat efisiensi 30% lebih tinggi dibandingkan dengan efisiensi PLTU-batubara yang
24

dibangun pada tahun 1950-1960-an. Disamping itu PLTU-batubara modern menghasilkan


debu, belerang dan NOx dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan PLTU lama.

Berikut adalah contoh-contoh PLTU-batubara modern di dunia. Di Jerman terdapat PLTU


lignit berkapasitas 965 MW menggunakan turbin dengan uap superkritis (supercritical
steam). PLTU ini beroperasi pada tahun 2003 di Niederauem / Rheinland dan mempunyai
efisiensi lebih dari 43%. Di Australia terdapat PLTU batubara (Millmerran black coal power
station) berkapasitas 860 MW dengan efisiensi sekitar 40%. Di Jepang terdapat PLTU
batubara (Tachibanawan-2 black coal power station) berkapasitas 1,050 MW dan memiliki
efisiensi sekitar 42%.

Efisiensi PLTU baik berbahan bakar lignit (LG) atau Hard coal (HG) diprediksi akan terus
mengalami peningkatan (Gambar 2.8) dengan diterapkannya teknologi pengeringan
batubara dan digunakannya turbin dengan suhu uap air lebih tinggi pada beberapa tahun ke
depan.

Saat ini terdapat sekitar 1000 GW PLTU-batubara d di seluruh dunia. Hampir dua pertiga dari
PLTU tersebut telah berumur lebih dari 20 tahun dan memiliki efisiensi rata-rata sekitar 29%.
Pembangkit listrik ini mengeluarkan CO2 sebesar 3,9 milyar ton per tahun.
Jika diasumsikan PLTU tua ini akan memiliki usia sampai 40 tahun, dan akan dilakukan
penggantian dengan pembangkit listrik modern (ultra-supercritical/USC plant) yang memiliki
efisiensi sekitar 45% ketika mencapai usia 40 tahun tersebut, maka total emisi gas rumah
kaca (GHG) berkapasitas 1000 GW akan berkurang sebesar 1,4 milyar ton CO 2 per tahun,
atau terjadi pengurangan emisi gas rumah kaca (GHG) sebesar 36%. Bila jumlah emisi CO2
dari sektor energi sebesar 23,4 miliar ton, seperti dilaporkan oleh IEA tahun 2002, maka ini
berarti penggantian PLTU lama dengan PLTU baru berefisiensi tinggi akan mengurangi
jumlah CO2 dari sektor energi sekitar 6%. Ini berarti terjadi pengurangan emisi CO 2 melebihi
target Protokol Kyoto sebesar 5%.

Ini adalah kontribusi pengurangan CO 2 yang sangat

penting, meskipun harus diakui bahwa pengurangan CO 2 yang lebih besar masih diperlukan.

25

Tingkat teknologi

Efisiens
i

Aliran secara komersial


Sumber : CIAB, 2005

Gambar 2.8 Penempatan Teknologi Pembakaran Batubara Jenis Lignit

Di beberapa negara berkembang, efisiensi PLTU-batubara jauh lebih rendah dibandingkan di


negara-negara OECD. Seperti yang tercantum dalam World Energy Outlook 2004, rata-rata
efisiensi batubara pada tahun 2002 di OECD adalah sebesar 36%, lebih besar dibandingkan
efisiensi di negara berkembang, yaitu sekitar 30%. Ini berarti bahwa satu unit listrik yang
dihasilkan di negara-negara berkembang menghasilkan karbon dioksida 20% lebih banyak
dibandingkan listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik Negara-negara OECD.

Tabel 2.2 Pengurangan CO2 melalui Peningkatan Efisiensi

Kapasitas Batubara
Efisiensi Rata-Rata
Emisi CO2 Rata-Rata
Emisi CO2 (Efisiensi = 30%)
Pengurangan Emisi CO2

Satuan

China

India

Russia

Total

TWh/tahun
%
Ton CO2/MWh
Ton CO2/MWh
Miliar
ton/tahun

1139
30
1202
1090
127,6

435,8
30
1120
1120
43,6

544,6
27,9
1325
1120
111,6

2119,4
29,5
1216
1083
282,8

Sumber : CIAB, 2005


Keterangan : Potensi Pembangkitan Listrik Berbahan Bakar Batubara di China, India dan
Rusia
26

Yang diperhitungkan sebesar 40% dari Kapasitas Pembangkit Listrik Global


Berbahan Bakar Batubara

Peningkatan efisiensi PLTU batubara di China, India dan Rusia walaupun hanya beberapa
persen (seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.2), akan mengurangi emisi CO2 sebesar 283
juta ton per tahun. Jumlah ini sama dengan sepertiga dari total emisi CO 2 di Jerman.

Dalam jangka panjang, setelah tahun 2020, efisiensi teknologi pembakaran batubara dapat
mencapai hingga 50%. Pembangkit listrik modern dengan efisiensi 50% ini, berarti dapat
mengurangi emisi CO2 sebesar 28% dibandingkan dengan efisiensi pembangkit listrik dalam
keadaan normal, yaitu sekitar 36%.
Penggantian pembangkit listrik yang lebih tua dengan pembangkit listrik baru (modern) juga
akan menghasilkan berbagai manfaat tambahan, yaitu di antaranya efisiensi penggunaan
batubara yang lebih besar, pengurangan polutan konvensional seperti emisi SO 2, NOx dan
partikulat serta pengurangan biaya untuk menerapkan kontrol emisi udara yang mungkin
akan diwajibkan di masa mendatang. PLTU baru juga dapat di desain untuk dikombinasikan
dengan Carbon Capture and Storage apabila secara teknologi dan ekonomi memungkinkan.

1)

Industri Tekstil
Pengertian industri tekstil adalah industri yang memproduksi atau mengolah bahan

mentah, bahan baku dan atau bahan setengah jadi menjadi produk tekstil yang bernilai
tinggi. Industri tekstil di Indonesia menghasilkan berbagai macam produk, baik untuk pasar
dalam negeri maupun ekspor. Proses pembuatannya dilakukan secara konvensional maupun
secara modern (http://one.indoskripsi.com/node/4177). Diagram proses dasar untuk
berbagai jenis produk tekstil dapat dilihat pada gambar 2.8.

Menurut Sakti A. Siregar (2005: 86), proses pembuatan tekstil dibedakan menjadi dua, proses
kering dan basah.
1) Proses kering.
27

Proses kering meliputi pemintalan benang (yarn) pada spinning mill, pelilitan benang
pada kumparan (gulungan), penenunan pada weaving mill, knitting (pekerjaan rajutan).
2) Proses basah
Proses produksi tekstil dengan proses basah meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pencucian.
Pencucian adalah proses pengeluaran kotoran-kotoran industri dan anorganik yang
dapat mengganggu proses-proses selanjutnya. Pencucian dilakukan dengan
menggunakan bahan pencuci yang dilarutkan ke dalam air, misalnya surfaktan.

b. Pemrosesan (Processing)
Dalam industri tekstil, processing adalah pemberian bahan pelapis pada permukaan
produk-produk tekstil atau pemindahan bahan-bahan dari serat (fiber) secara kimia.

BAHAN

PEMBUATAN

KEGUNAAN

PEMBUANGA
N

Pemintalan
Katun

Insenerasi

Perajutan

Wol

Penenunan

Viskos

Pencucian

Pengkomposan

Penatu kimia
(dry-cleaning)

TPA/Landfill

Pra-perlakuan
Poliester
Pencelupan
Poliamida
Pencapan
Elastan
Penyelesaian
Kancing

Reuse

Penambahan

Sumber : EDIPTEX, 2007


28

Gambar 2.9 Diagram Pohon Untuk Beberapa Jenis Produk Tekstil

Batubara di dalam industri tekstil dipakai sebagai bahan bakar boiler untuk menghasilkan
uap panas (steam) yang digunakan untuk memanaskan cairan dan menjalankan suatu mesin
dalam tahapan proses terutama pada tahap :

- Pemasakan (caustic scouring). Proses pemasakan untuk memindahkan kotoran. Proses ini
dibantu dengan penambahan surfaktan. Pemasakan untuk memindahkan kotoran
memberikan hasil yang lebih baik daripada pencucian dengan air dingin.
- Pemutihan (bleaching). Proses ini dilakukan dengan menggunakan larutan peroksida atau
khlorin dikombinasikan dengan sodium silikat dan soda kaustik.

- pencelupan/pewarnaan (Dyeing), merupakan proses pemberian warna.


- Pencucian, terutama pada pencucian dengan bahan kimia (dry cleaning).
- Pencetakan. Proses di mana catatan-catatan berwarna diletakkan pada kain menggunakan
roller

atau

mesin

pencetak

dengan

screen.

Warna-warna

dilekatkan

dengan

menggunakan proses penguapan atau cara pengolahan yang lain

2.2.2 Batubara Sebagai Bahan Bakar Tungku


Industri terbesar yang memanfaatkan batubara sebagai bahan bakar tungku adalah
industri semen.
Semen dihasilkan dengan membakar campuran bahan baku terutama dari batu kapur dan
tanah liat dalam suatu tanur putar (rotary kiln) pada temperatur di atas 1450oC. Proses ini
membentuk klinker yang dengan gipsum dan bahan-bahan lain digiling halus menjadi
semen. Kemudian semen dikemas dan diangkut untuk dijual, atau diangkut dalam ukuran
besar.
Langkah-langkah utama dalam produksi semen diilustrasikan dalam gambar 2.4.

29

Bahan baku
hasil
tambang

Persiapan bahan
bakar tanur

Penghalusan
dan
pencampura
n bahan
baku

Produksi klinker
(Pyro-processing)

Peremukan dan pengeringan


zat aditif (gips, abu terbang,
dll)

Penghalusan
akhir

Pengemasan dan
transportasi

Sumber: http://ies.lbl.gov/iespubs/Process_Step_Benchmarking_ACEEE_LBNL-50444.doc

Gambar 2.10 Proses Produksi Semen

Dalam industri semen, energi panas merupakan kebutuhan yang paling utama terutama
untuk operasi pembakaran dalam tanur putar. Operasi pembakaran di tanur putar
menentukan operasi pada unit-unit yang lain serta memerlukan energi panas yang nilainya
dapat mencapai 30% dari biaya operasi keseluruhan sehingga produktifitas dari industri
semen umumnya ditentukan oleh produktifitas unit tanur putar. Sedangkan produktifitas
tanur putar sering ditentukan oleh faktor berjalan yang biasanya ditentukan oleh ketahanan
lapisan batu tahan api.
Aspek utama yang paling berpengaruh terhadap ketahanan lapisan batu tahan api dan
efisiensi operasi pembakaran dalam tanur putar, adalah jenis bahan bakar yang dipakai.
Untuk kedua tujuan tersebut diperlukan operasi pembakaran yang dapat menghasilkan nyala
yang

stabil

dan

suhu

yang

setinggi

mungkin

http://bosstambang.com/minerals/coal/batubara-dalam-industri-semen.html).

Emisi CO2 yang dihasilkan dalam proses pembuatan semen berasal dari :
-

Proses kalsinasi bahan baku


CaCO3 CaO + CO2

Pembakaran bahan bakar karena karbon dalam bahan bakar fosil akan menghasilkan
CO2
30

CO2 dari konsumsi listrik

Sebagian kecil dari proses transportasi , penerangan, dan lain-lain

Dalam menentukan suatu alat evaluasi CDM (clean development mechanism) dalam rangka
mengurangi emisi CO2 pada produksi semen, perlu ditetapkan suatu patokan nilai kinerja
untuk masing-masing tahapan. Tahapan yang paling banyak menyerap energi dari proses
produksi semen diidentifikasi ada tiga tahap, yakni:
-

Proses produksi klinker

Penggilingan bahan baku

Penghalusan semen.

Nilai kinerja masing-masing tahap berdasarkan teknologi pendekatan pembandingan


(Benchmarking Value) disajikan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Nilai Kinerja Pembandingan untuk Produksi Semen


Tahapan Proses
Persiapan (penggilingan) bahan baku
Produksi klinker
Penghalusan semen

Nilai Kinerja
20
kWh/ton bahan baku
3200
MJ/ton klinker
36
kWh/ton semen

Sumber : Michael, 2000

Suatu proyek CDM di suatu pabrik semen dapat dibandingkan terhadap nilai kerja di atas
untuk menentukan tingkat proyeksi pengurangan karbon dioksida yang akan dicapai.

31

3. PROGRAM KEGIATAN

Pelaksanaan kegiatan kajian emisi CO 2 dari pembakaran batubara di Indonesia


meliputi:
1)

Kajian teknologi pemanfaatan batubara di Indonesia saat ini yang meliputi


identifikasi teknologi, perhitungan efisiensi peralatan, dan prediksi emisi CO 2 .

2)

Prospek pengembangannya ke depan berkaitan dengan pengurangan CO 2


berupa tahap persiapan desain alat dan adsorben.

3.1 Kajian Teknologi Pemanfaatan Batubara di Indonesia Saat Ini


Kegiatan untuk mendukung hal ini dilakukan dengan cara pengumpulan dan
evaluasi

data

untuk

batubara/efisiensi

membuat

energi

dan

perhitungan
prediksi

emisi

efisiensi
CO 2

peralatan
berdasarkan

pembakaran
data

yang

dikumpulkan.

3.1.1 Pengumpulan Data


Data yang diperoleh merupakan hasil kegiatan di lapangan dan hasil
percobaan di Laboratorium Lingkungan Pertambangan.
Data yang dikumpulkan di lapangan adalah data primer dan sekunder. Pengambilan
data primer berupa pengambilan contoh batubara, abu batu bara dan gas buang
serta pengukuran beberapa parameter kondisi operasional di lapangan seperti
temperatur dan laju alir gas buang, serta tekanan gas buang. Selanjutnya contoh
batubara, abu batubara dan gas buang dianalisis di laboratorium pengujian dan
laboratorium penelitian. Pengumpulan data sekunder yang dilakukan mencakup
data konsumsi batubara (konsumsi batubara per hari atau per jam ), kualitas
batubara yang digunakan, jumlah abu batubara yang dihasilkan, jumlah abu
terbang, jumlah abu dasar, jumlah karbon tak terbakar dalam abu batubara,
temperatur pembakaran batubara, jumlah uap air yang dihasilkan, suhu uap air,
kapasitas terpasang, efisiensi panas peralatan dan sistem pembakaran batubara.
29

Penggabungan data primer dan sekunder ini dijadikan sebagai bahan dalam
perhitungan efisiensi dan prediksi emisi CO 2 dari pemanfaatan batubara.

Bahan dan Peralatan Penelitian


Peralatan yang digunakan pada kegiatan pengambilan contoh (sampling) dan
pengukuran kondisi operasional proses di PLTU dan perusahaan tekstil adalah
sebagai berikut:

Stack Sampler

Thermocouple

Vacuum pump

GPS (Global Positioning System)

Adapun, alat-alat untuk percobaan studi pendahuluan pengurangan CO 2 berupa


persiapan adsorben terdiri dari :

Peralatan gelas laboratorium

Alat penggerus

Ayakan

Shaker

Pemanas

Oven

Bahan-bahan yang dipakai untuk percobaan, adalah :

Zeolit alam di pasaran

Larutan HCl teknis

Larutan monoetanolamin (MEA) dari Merck

Larutan Metanol dari Merck

Kertas saring teknis

Pengujian Laboratorium
30

Pengujian laboratorium dilakukan terhadap contoh batubara, abu batubara, gas


buang, dan hasil percobaan adsorben.
Pengujian kualitas batubara, abu batubara, dan gas buang ber dasarkan
standar yang berlaku. Pengujian yang dilakukan terhadap masing -masing contoh
tersebut adalah sebagai berikut :
-

Batubara : nilai kalor, ultimate dan proximate analysis

Abu Batubara : LOI dan nilai kalor

Gas buang : kandungan gas O 2 , CO 2 , N 2

Adapun pengujian laboratorium pada percobaan persiapan adsorben meliputi


analisis karakteristik zeolit alam asal, analisis luas permukaan dan analisis XRD
zeolit hasil aktivasi asam dan zeolit hasil aktivasi amin serta kandungan amin dalam
zeolit aktivasi amin

3.1.2 Evaluasi Data


Untuk mengetahui nilai efisiensi boiler dengan pembakaran batubara
dilakukan perhitungan berdasarkan neraca massa dan neraca energi. Hasil -hasil
pengujian/analisis dari masing-masing contoh dipergunakan untuk menentukan
nilai efisiensi yang diperoleh.

3.2. Persiapan Desain Alat Dan Adsorben CO 2


Dalam pelaksanaannya telah dilakukan desain alat dan pemodelannya serta
pembuatan satu adsorben CO 2 dari zeolit alam. Kegiatan studi pendahuluan
pengurangan CO 2 yang dilakukan berdasarkan teknologi Post Combustion, yaitu
penangkapan CO 2 dari gas buang hasil pembakaran batubara.
Adapun tahapan studi pendahuluan pengurangan emisi CO2 pada kegiatan tahun anggaran
2009 baru meliputi sebagai berikut:
(i)

Pemilihan desain dan pra-perancangan alat pengurang CO2


Desain alat yang dirancang mengacu pada beberapa literature (Carlos, 2004; David,
2005). Untuk tahap pertama ini dipilih alat pengurang CO2 dengan prinsip fluidized bed.
Detil rancangan disajikan pada lampiran 2.

(ii) Pemilihan adsorben dan karakterisasinya


31

Adsorben pertama yang dipilih adalah zeolit dengan alasan keberadaannya


yang mudah didapat, harga yang terjangkau, dan telah ada eksperimen yang
telah dilakukan sebelumnya terhadap zeolit sintetis 13X (Ravikrishna Chatti dkk,
2009). Tahapan kegiatan yang dilakukan adalah :
-

Pengecilan ukuran zeolit.


Zeolit dipreparasi sampai diperoleh ukuran partikel sekitar 1,5 mm.

Aktivasi zeolit alam dengan asam.


Asam yang dipergunakan adalah larutan asam klorida (HCl) dengan 3 macam
konsentrasi, yaitu : 1 M, 2 M, 3 M.
Zeolit alam direndam dan sesekali diaduk sambil dipanaskan selama 1 jam,
lalu disaring dan dikeringkan di udara terbuka. Kemudian dipanaskan pada
suhu 200-300 o C di oven sampai kering sekal i.

Karakterisasi hasil aktivasi zeolit dengan asam mineral.


Zeolit yang telah diaktivasi dengan HCl ini dianalisis luas permukaan dengan
surface area meter dan komposisi mineralnya dengan XRD. Hasil analisis
tersebut dipakai untuk memilih zeolit dengan luas permukaan paling besar
dan selanjutnya zeolit tersebut akan diaktivasi dengan larutan amin.

Aktivasi zeolit dengan larutan amin alkohol.


Zeolit yang telah diaktivasi asam selanjutnya diaktivasi dengan amin yang
diencerkan dengan pelarut alkohol. Larutan amin yang dipilih adalah
Monoethanolamin atau dikenal dengan MEA. Larutan MEA ini dilarutkan dan
diaduk dengan bantuan shaker dalam methanol dengan konsentrasi 50 %
selama 15 menit dan 4 jam. Perbandingan zeolit dan larutan amin alkohol
adalah 1:2. Selama pengadukan, perbandingan zeolit dan larutan amin
alkohol tetap dipertahankan. Kemudian, disaring lalu dikeringkan di udara
terbuka.

Karakterisasi zeolit hasil aktivasi amin.


Zeolit yang telah diaktivasi dengan amin alkohol ini dianalisis luas
permukaan, komposisi mineralnya dengan XRD, dan kandungan aminnya
secara titrimetri.

32

4. METODOLOGI

Metode penelitian yang digunakan dalam kegiatan k ajian emisi CO 2 dari


pembakaran batubara di Indonesia, terdiri dari:
1. Kajian teknologi pemanfaatan batubara di Indonesia saat ini, meliputi :
1)

Identifikasi

teknologi

dan

efisiensi

peralatan

dari

industri

pengguna

batubara.
Kegiatan ini dilaksanakan dengan kunjungan langsung ke lokasi dan
memberikan daftar isian (metode survey research). Industri yang dikunjungi
adalah pembangkit listrik tenaga uap, tekstil, dan semen.

Perhitungan Efisiensi Boiler


Efisiensi termis boiler didefinisikan sebagai persen energi (panas) masuk
yang digunakan secara efektif pada steam yang dihasilkan.
Terdapat dua metode pengkajian efisiensi boiler:
a)

Metode Langsung: energi yang didapat dari fluida kerja (air dan s team)
dibandingkan dengan energi yang terkandung dalam bahan bakar boiler.
Metodologi
33

Dikenal juga sebagai metode input-output karena kenyataan bahwa


metode ini

hanya memerlukan keluaran/output

(steam)

dan panas

masuk/input (bahan bakar) untuk evaluasi efisiensi. Efisiensi ini dapat


dievaluasi dengan menggunakan rumus:

Parameter yang dipantau untuk perhitungan efisiensi boiler dengan


metode langsung adalah:
- Jumlah steam yang dihasilkan per jam (Q) dalam kg/jam
- Jumlah bahan bakar yang digunakan per jam (q) dalam kg/jam
- Tekanan kerja (dalam kg/cm2(g)) dan suhu lewat panas ( o C), jika ada
-

Suhu air umpan (oC)

- Jenis bahan bakar dan nilai panas kotor bahan bakar (G CV) dalam kkal/kg
bahan Bakar

b) Metode

Tidak

Langsung:

efisiensi

merupakan

perbedaan

antara

kehilangan dan energi yang masuk.


Metodologi
Standar acuan untuk Uji Boiler di Tempat dengan menggunakan metode
tidak langsung adalah British Standard, BS 845:1987 dan USA Standard
ASME PTC-4-1 Power Test Code Steam Generating Units.
Metode tidak langsung juga dikenal dengan metode kehilangan panas.
Efisiensi dapat dihitung dengan mengurangkan bagian kehilangan panas
dari 100 sebagai berikut:
Efisiensi boiler (n) = 100 - (i + ii + iii + iv + v + vi + vii)
Dimana kehilangan yang terjadi dalam boiler adalah kehilangan panas
yang diakibatkan oleh:
i. Gas cerobong yang kering
34

ii. Penguapan air yang terbentuk karena H 2 dalam bahan bakar


iii. Penguapan kadar air dalam bahan bakar
iv. Adanya kadar air dalam udara pembakaran
v. Bahan bakar yang tidak terbakar dalam abu terbang/ fly ash
vi. Bahan bakar yang tidak terbakar dalam abu bawah/ bottom ash
vii. Radiasi dan kehilangan lain yang tidak terhitung
Kehilangan yang diakibatkan oleh kadar air dalam bahan bakar dan yang
disebabkan oleh
pembakaran hidrogen tergantung pada bahan bakar, dan tidak dapat
dikendalikan oleh
perancangan.
Data

yang

diperlukan

untuk

perhitungan

efisiensi

boiler

dengan

menggunakan metode tidak langsung adalah:


- Analisis ultimate bahan bakar (H 2 , O 2 , S, C, kadar air, kadar abu)
- Persentase oksigen atau CO 2 dalam gas buang
- Suhu gas buang dalam o C (Tf)
-

Suhu ambien dalam o C (Ta) dan kelembaban udara dalam kg/kg udara
kering

- GCV bahan bakar dalam kkal/kg


- Persentase bahan yang dapat terba kar dalam abu (untuk bahan bakar
padat)

2)

Prediksi emisi CO 2 dari pemanfaatan batubara.


Perhitungan prediksi emisi CO 2 berdasarkan data statistik penggunaan
batubara per sektor (ESDM/BPPT) dan faktor emisi yang diperoleh dari
pengumpulan data primer yang mengacu metode IPCC ( Intergovernmental
Panel on Climate Change).
Perhitungan emisi CO 2 berdasarkan persamaan berikut :

Emisi CO 2 = Data aktivitas(konsumsi) x Faktor emisi x Faktor Oksidasi

35

2.

Prospek pengembangannya ke depan berkaitan dengan pengurangan CO 2 .


Kegiatan ini baru berupa studi pendahuluan pengurangan CO 2 dari pembakaran
batubara skala laboratorium yang dibagi menjadi dua tahap, yaitu :
1)

Persiapan alat pengurang CO 2 berupa pra-perancangan alat dengan


prinsip fluidisasi.

2)

Persiapan material adsorben CO 2 berupa aktivasi zeolit alam dengan asam


dan larutan aminalkohol berikut karektarisasinya yang meliputi:
- Luas permukaan dengan alat surfacemeter
- Komposisi adsorben menggunakan X-RD analyzer
- Kandungan amin secara titrimetri

36

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil pelaksanaan kegiatan di beberapa industri pengguna batubara dan kegiatan di
studio serta laboratorium Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara diperoleh beberapa hal
yang meliputi:
1)

Kajian teknologi pemanfaatan batubara di Indonesia saat ini.


-

Efisiensi peralatan pembakaran batubara di PLTU, industri tekstil, dan penggunaan


energi industri semen.

2)

Prediksi emisi CO2 di Indonesia secara umum.

Persiapan desain alat pengurang dan adsorben gas CO2

Adapun data lengkap hasil analisis dan perhitungan disajikan pada lampiran.

5.1 Kajian Teknologi Pemanfaatan Batubara di Indonesia Saat Ini.

Berikut adalah uraian hasil pengumpulan dan evaluasi data mengenai


pemanfaatan batubara di Indonesia.

5.1.1 Efisiensi Peralatan/Efisiensi Energi Pemanfaatan Batubara


Teknologi dan efisiensi peralatan/efisiensi energi pemanfaatan batubara yang akan
dibahas dalam sub bab ini hanya untuk pengguna batubara di PLTU, industri tekstil, dan
industri semen.

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)


Dalam rangka mengetahui efisiensi di PLTU Batubara yang ada di Indonesia. Maka telah
dilakukan kegiatan pengambilan data di beberapa PLTU-B, yaitu :
1.

PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sumbagsel Sektor Pembangkitan Ombilin

2.

PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sumbagsel Sektor Pembangkitan Bukit Asam

3.

PT. Pembangkitan Jawa-Bali Unit Pembangkitan Paiton

4.

PT. PLN Sektor Pembangkitan Asam Asam

5.

PT. PLN Sektor Pembangkitan Tarahan

6.

PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B


36

7.

PT. PLN Sektor Pembangkitan Labuhan Angin

Tabel 5.1 merupakan data umum dari PLTU dan tabel 5.2 menyajikan data hasil evaluasi dari
data primer dan sekunder masing-masing PLTU-B.
Tabel 5.1 Data Umum PLTU Batubara
Nama
PLTU-B

Lokasi

Operator/Pemilik

Sumbar

PLN Pikitring
Sumbagsel

Bukit Asam

Sumsel

PLN Pikitring
Sumbagsel

Paiton PLN

Jatim

Asam-Asam

Kalsel

Ombilin

PT. PJB

Tarahan 3 & 4

Lampung

Tanjung Jati B

Jateng

Labuhan
Angin

Sumut

PLN Pikitring
Kalselteng
PLN Pikitring
Sumbagsel
PLN UB Tanjung
Jati/PT. Central
Java Power
PLN Pikitring
SUAR

Tahun Operasi

Daya
Terpasang

Teknologi
Pembakaran

1996

2 x 100 MW

PCC

4 x 65 MW

PCC

2 x 400 MW

PCC

2000

2 x 65 MW

PCC

2007

2 x 100 MW

CFBC

2006

2 x 660 MW

PCC

2 x 115 MW

CFBC

1987 (unit 1 &


2)
1994 (unit 3)
1995 (unit 4)
1993 (unit 2)
1994 (unit 1)

2008 (unit 2)
2009 (unit 1)

Keterangan :
- PCC : Puverizer Coal Combustion
-

CFBC : Circulating Fludized Bed Combustion

Tabel 5.2 Data PLTU-B Hasil Evaluasi


No

Nama PLTU-B

Kapasitas
Listrik
(MW)

Laju Alir
Batubara
(kg/jam)

Nilai Kalor
(kkal/kg)

Efisiensi
Boiler (%)

Efisiensi
Total (%)

Turbin Heat
Rate
(kkal/KWH)

92
89
90
88
91

33

3223

27

2615

34

2136

27

3662

34

2975

Ombilin

100

41100

6387

Bukit Asam

62

39600

5000

Paiton PLN

398

207050

4833

Asam-Asam

59

44200

4212

Tarahan 3 & 4

100

52000

4861

93
36
89
7
Labuhan Angin
115
70104
4018
35
Keterangan: Nilai efisiensi diperoleh berdasarkan perhitungan dengan beberapa asumsi
(termasuk mengabaikan hilang panas akibat radiasi & konveksi) .
6

Tanjung Jati B

661

270885

5763

1922
2148

37

Menurut data umum dari masing-masing PLTU-B, terlihat PLTU-B paling lama
beroperasi adalah PLTU-B Bukit Asam (awal operasi tahun 1987) dan yang masih baru
adalah PLTU-B Labuhan Angin yang menerapkan teknologi CFBF yang secara teori
tidak memerlukan persyaratan spesifikasi bahan bakar yang seketat teknologi PCC.
Adapun PLTU-B Tanjung Jati B didesain untuk menjadi pembangkit listrik modern, dengan
dilengkapi instalasi pengendali dampak lingkungan yang lengkap termasuk peralatan
pemantau dan pengendali kandungan SOx dan NOx. Kaitannya dengan nilai efisiensi (versi
Puslitbang Tekmira) yang tercantum pada tabel 5.2, terlihat adanya pengaruh usia PLTU-B
dan pembaharuan teknologi terhadap efisiensi peralatan yang mana PLTU-B Tanjung Jati
dengan usia relatif baru dan teknologi PCC yang modern serta daya terpasang paling besar
menunjukkan efisiensi paling tinggi dengan nilai 36 %.

Adapun berdasarkan tabel 5.2, menunjukkan hal-hal sebagai berikut:


Kapasitas Listrik
Dari 7 PLTU-B yang ditinjau, kapasitas listrik yang terpasang paling tinggi adalah PLTU-B
Tanjung Jati B sebesar 661 MWH dan terendah adalah PLTU-B Asam-Asam, 59 MWH.

37

36
35
34
33

35
Efisiensi Total, %

33

34

31

29
27
27

27
25
50

250

450

650

Kapasitas PLTU, MWH

Gambar 5.1 Grafik Hubungan Kapasitas PLTU dengan Efisiensi Total

Menurut gambar 5.1, terlihat adanya kecenderungan semakin tinggi kapasitas terpasang
efisiensi akan semakin tinggi.

38

37
Efisiensi Total, %

35

36
35

34
34

33

33

31
29

27

27

25
4000

4500

27
5000

5500

6000

6500

Nilai kalor, kkal/kg

Gambar 5.2 Grafik Hubungan Nilai Kalor dengan Efisiensi PLTU-B

Nilai Kalor
Hasil pengambilan contoh batubara di 7 PLTU-B diperoleh nilai kalornya antara 4212
6387 kkal/kg. Nilai kalor yang mencapai sekitar 6000 kkal/kg adalah PLTU-Ombilin dan
Tanjung Jati B, sedangkan yang nilai kalori sekitar 4000-an adalah PLTU-B Labuhan Angin
dan nilai kalor di PLTU-B lainnya mencapai sekitar 5000-an.
Pada umumnya, PLTU-B di Indonesia memang memakai batubara dengan nilai kalori
5000-an.
Hubungan antara nilai kalor dengan efisiensi seharusnya semakin tinggi nilai kalor maka
efisiensi akan semakin tinggi, namun dari gambar 5.2 kecenderungan tersebut tidak
begitu terlihat. Hal ini dapat disebabkan banyaknya faktor lain yang mempengaruhi nilai
efisiensi.

Efisiensi
Hasil perhitungan neraca massa dan neraca energi yang telah dilakukan terhadap
masing-masing PLTU-B diperoleh nilai efisiensi boiler antara 88 92 %, dan efisiensi
total antara 27 36 %. Dari data yang tersaji, terlihat bahwa nilai efisiensi tertinggi ada
di PLTU-B Tanjung Jati B.
Evaluasi efisiensi total masing-masing PLTU-B berdasarkan data primer adalah sebagai
berikut :

PLTU-B Ombilin

39

Jika dilihat dari hasil pengujian komposisi kimia (Tabel II.1.1 pada lampiran II), hasilnya
menunjukkan kualitas batubara yang tinggi sehingga efisiensi totalnya bisa lebih
ditingkatkan lagi dengan menurunkan laju panas turbin, yaitu dengan mengatasi
kehilangan panas akibat blowdown dan kondensat (dpt dilihat di bab 2.2.1.4)
Laju panas turbin (Turbine heat rate) adalah banyaknya panas yang keluar per KWH
listrik. Semakin tinggi nilai turbine heat rate maka boiler tersebut akan kurang baik
sehingga akan mengakibatkan penurunan efisiensi.
Dilihat dari tabel 5.2, PLTU-B Tanjung jati memiliki nilai turbine heat rate paling kecil dan
efisiensinya pun paling tinggi, sedangkan PLTU-B yang lain turbine heat rate-nya di atas
2000 kkal/KWH.

PLTU-B Bukit Asam


Pada tabel II.1.1, terlihat nilai kalor batubara hampir 5000 kkal dengan kandungan
karbon total yang cukup signifikan (54,38 %), LOI di abu batubara 0,62% tetapi nilai kalor
dalam abu batubara cukup besar (486 kkal/kg). Ini berarti ada ketidaksempurnaan saat
pembakaran

(tidak

semua

karbon terbakar).

Hal

ini

bisa

ditangani

dengan

mengoptimalkan operasi dan pemeliharaan serta menerapkan teknologi burner yang


lebih baik.

PLTU-B Paiton PLN


Hasil perhitungan efisien terhadap PLTU-B Paiton PLN menunjukkan nilai 34 %. Dilihat
dengan usia PLTU yang lebih 15 tahun maka nilai efisiensi ini masih sebanding dengan
kondisi peralatan operasionalnya.

PLTU-B Asam-Asam
Dari data primer (Tabel II.1.2) hasil kualitas batubara diperoleh nilai kalor batubara cukup
rendah (4200 kkal/kg) dan nilai kalor di abu batubara sangat rendah (kkal/kg). Tetapi
efisiensi total PLTU cukup rendah (27 %). Hal ini bisa saja disebabkan karena kriteria
batubara yang belum memenuhi spesifikasi peralatan.

PLTU-B Tarahan 3 &4, PLTU-B Tanjung Jati B, dan PLTU-B Labuhan Angin

40

Nilai efisiensi dari ketiga PLTU-B masing-masing secara berurutan adalah 34 %, 36 %,


dan 35 %. Nilai tersebut sesuai dengan penerapan kondisi peralatan PLTU dan teknologi
pembangkit yang masih baru.

Laju Alir Batubara


Laju alir batubara yang paling tinggi dikonsumsi PLTU-B adalah 270.885 kg/jam (PLTU-B
Tanjung Jati) dan terendah sebesar 207.050 kg/jam (PLTU-B Paiton). Berdasarkan laju alir
batubara ini dan dengan mengetahui kandungan karbon di dalamnya maka banyaknya
CO2 yang dilepaskan ke udara dapat diprediksi. Tabel 5.3 memperlihatkan nilai emisi CO2
menurut konsumsi batubara.
Meningkatnya efisiensi akan mengurangi jumlah batubara yang dikonsumsi sehingga
jumlah CO2 yang dihasilkan pun akan berkurang. Berdasarkan Tabel 5.3, jika efisiensi
masing-masing PLTU ditingkatkan 1 % maka prediksi emisi CO 2 yang dihasilkan akan
berkurang sebesar 39 ton/jam.

Tabel 5.3 Prediksi Emisi CO2 Berdasarkan Konsumsi Batubara di Beberapa PLTU

No

Nama PLTU

Kapasitas Listrik
(MW)

Efisiensi
(%)

Laju Alir Batubara


(ton/jam)

CO2
Total
(ton/jam)

Ombilin

100

33

41

90

Bukit Asam

62

27

Paiton PLN

398

34

40
207

79
378

Asam-Asam

59

27

Tarahan 3 & 4

100

34

44
52

69
101

Tanjung Jati B

661

36

Labuhan Angin

115

35

271
70

530
103

Industri Tekstil

41

Kajian efisiensi industri tekstil dilakukan di wilayah Kabupaten Bandung. Dari 116 perusahaan
tekstil yang terdata berdasarkan Laporan BPLHD Kabupaten Bandung Tahun 2008, telah
dipilih 25 perusahaan tekstil yang dianggap memiliki data lengkap. Hasil perhitungan
disajikan pada Tabel 5.4. Pada umumnya, perusahaan tekstil menerapkan cara pembakaran
antara chain grate dan fluidized dengan berbagai merk lokal maupun impor.

Dari 25 perusahaan tekstil yang dikunjungi, PT. Daliateks merupakan pengguna batubara
terbesar karena batubara tersebut digunakan untuk menggabungkan dua sistem boiler
dimana sistem boiler keadaan tekanan-temperatur tinggi (HP) untuk membangkitkan energi
listrik bagi keperluan operasional pabrik. Kemudian sisa steam dari turbin dengan keadaan
tekanan-temperatur rendah (LP) dimanfaatkan ke dalam proses industri dengan bantuan
heat recovery boiler.

Dari Tabel 5.4, efisiensi boiler yang diperoleh antara 78 91 %. Nilai tersebut tidak jauh
berbeda dengan nilai efisiensi boiler di PLTU-B. Adapun nilai kalor dari hasil pengambilan
contoh batubara diperoleh kisaran antara kualitas batubara rendah (low rank coal, < 5100
kkal), dan kualitas batubara menengah (medium coal rank, 5100 6100 kkal) serta ada 2
perusahaan (PT. Dactex dan PT. Daliatex) yang memakai batubara kualitas tinggi (high rank
coal, > 7100).

Tabel 5.4 Data Efisiensi di Beberapa Perusahaan Tekstil Kabupaten Bandung

42

Effisiensi
Boiler (%)

Nilai Kalor
(kkal/kg)

Laju alir Batubara


(kg/jam)

Kapasitas Boiler
(ton steam/jam)

Dactex

91

6229

1063,95

38,21

Adetex

88

4578

1050,14

27,71

BSTM

89

4366

1210,35

30,46

Sinar Majalaya

88

4931

891,54

25,34

Sipatex

78

4322

2055,31

51,21

Nagamas

88

5024

755,24

21,87

Dhanar Mas

89

5822

667,30

22,40

RCP

86

4248

3312,50

81,12

Bima Jaya

82

4642

2246,85

60,13

10

Anugrah

82

4951

1360,81

38,84

11

Naga Sakti

85

4484

2764,38

71,46

12

Sinar Baru

86

5010

2647,23

76,46

13

Tastex

87

4913

785,20

22,24

14

Famatex

89

4977

1294,33

37,14

15

Alenatex

89

4470

704,81

18,16

16

Panca Agung

87

5332

3463,32

106,46

17

Badjatex

90

5648

1213,52

39,51

18

BCP

90

6106

721,88

25,41

19

Himalaya

85

4568

1574,30

41,46

20

Vonex

87

4836

1186,83

33,09

21

Sinar Sari

81

5367

1190,83

36,84

22

Cemara Agung

89

4734

746,32

20,37

23

Budi Agung

84

5172

1416,61

42,24

24

Delimatex

89

5520

1049,04

33,38

25

Daliatex

90

6203

16956,30

606,34

Efisiensi boiler, %

Teknologi

Chain Grate

Nama Pabrik

Fluidized

No

Power Plant

92
90
88
86
84
82
80
78
76
10

30

50

70

90

110

Kapasitas Boiler , ton steam/jam


Chain Grate

Fluidized

Gambar 5.3 Grafik Hubungan Kapasitas Boiler dengan Efisiensi Boiler

43

Gambar 5.3 memperlihatkan hubungan antara kapasitas boiler dengan nilai efisiensi dengan
teknologinya. Dari gambar tersebut tidak bisa dipastikan bahwa salah satu teknologi
pembakaran lebih baik efisiensinya. Namun, dari hasil pengamatan temperatus gas buang
pada Tabel II.2.4 pada lampiran, terlihat pada umumnya boiler dengan teknologi fluidized
bed menghasilkan temperatur gas buang lebih kecil (selisih temperatur dengan chain grate
mencapai 30 oC lebih rendah). Sehingga hilang panas akibat gas buang lebih kecil juga.
Tetapi pada prinsipnya, efisiensi boiler sangat tergantung bagaimana pengoperasian dan
pemeliharaan dari boiler tersebut.

92

Efisiensi Boiler, %

90
88
86
84

Chain Grate

82

Fluidized

80

Power Plant

78
76
4000

4500

5000

5500

6000

6500

Nilai Kalor, kkal/kg

Gambar 5.4 Grafik Hubungan dengan Nilai Kalor dengan Efisiensi Boiler

Dan dari Gambar 5.4, tidak terlihat pengaruh nilai kalor terhadap perolehan efisiensi boiler.
Tetapi berdasarkan Tabel 5.4, nilai kalor yang mendekati kualitas batubara tinggi (6100-7100
kkal/kg) efisiensinya mencapai 90 % lebih.

Berdasarkan Tabel 5.5 jelas terlihat bahwa penggunaan batubara di industri tekstil masih
jauh lebih kecil dibandingkan di PLTU-B.

Tabel 5.5 Prediksi Emisi CO2 di Beberapa Perusahaan Tekstil


No

Nama Perusahaan

Laju alir batubara

CO2 Total

44

(kg/jam)

(kg/jam)

Dactex

1063.95

1309

Adetex

1050.14

1286

Famatex

1294.33

1796

BSTM

1210.35

1484

Sinar Majalaya

891.54

1162

Alenatex

704.81

958

Sipatex

2055.31

2647

Nagamas

755.24

1192

Panca Agung

3463.32

5430

10

Badjatex

1213.52

2017

11

Dhanar Mas

667.30

1176

12

BCP

721.88

1484

13

RCP

3312.50

3797

14

Himalaya

1574.30

2075

15

Bima Jaya

2246.85

2753

16

Vonex

1186.83

1397

17

Sinar Sari

1190.83

1819

18

Cemara Agung

746.32

955

19

Budi Agung

1416.61

2245

20

Anugrah

1360.81

1963

21

Naga Sakti

2764.38

4249

22

Sinar Baru

2647.23

3522

23

Tastex

785.20

1119

24

Delimatex

1049.04

1993

25

Daliatex

16956.30

35215

Industri Semen
Berbeda dengan industri sebelumnya (PLTU-B dan tekstil). Di industri semen ini, pembahasan
hanya difokuskan pada efisiensi penggunaan energi. Kaitannya dengan pengurangan emisi
CO2, industri semen di Indonesia sudah ada beberapa yang sedang mempersiapkan
penerapan program CDM.
Industri semen yang disurvei pada kegiatan penelitian adalah PT. Indocement Tunggal
Prakarsa, Tbk pabrik Palimanan dan PT. Semen Padang.

Seperti telah disebutkan di bab sebelumnya (Bab 2.2.), bahwa keberhasilan proyek CDM
suatu pabrik semen dapat dievaluasi dengan mengacu pada patokan nilai kinerja
berdasarkan pendekatan pembandingan (Benchmarking Approach).

45

Tabel 5.5 merupakan hasil evaluasi data dari kedua pabrik semen tersebut.

Tabel 5.5 Hasil Evaluasi CDM di Pabrik Semen

Tahapan Proses
Persiapan
(penggilingan) bahan
baku
Produksi klinker
Penghalusan semen

Nilai Kinerja
20
kWh/ton bahan baku
3200
MJ/ton klinker
36
kWh/ton semen

PT.

PT. Semen

Indocement

Padang

21
kWh/ton bahan
baku
4082
MJ/ton klinker
39
kWh/ton semen

3150
MJ/ton klinker
105
kWh/ton
semen

Keterangan : - = belum diperoleh data yang jelas


Sumber data =
PT. Indocement dari http://www.osun.org/Indocement+Tunggal+Prakarsa-ppt.html
PT. Semen Padang dari pengolahan data sekunder perusahaan

Dari Tabel 5.5 di atas, CDM di PT. Indocement telah lebih jauh penerapannya dibandingkan
di PT. Semen Padang. Perbedaan ini disebabkan di PT. Indocement, untuk mengurangi emisi
CO2 ini selain menerapkan pencampuran bahan baku dengan menggunakan kapur, abu
terbang batubara, dan batu trass (Pozzolan) juga meningkatkan pemakaian bahan bakar
alternatif seperti sekam padi, serbuk gergaji, abu dasar batubara, minyak bekas, ampas
kelapa, dll.
Sedangkan di PT. Semen Padang baru pada penerapan pencampuran bahan baku.

5.1.2 Prediksi CO2 Secara Umum di Indonesia


Dalam Outlook Energy Indonesia 2009 yang dikeluarkan BPPT, disebutkan bahwa
konsumsi batubara pada kasus T30 (skenario tinggi dan harga minyak $30/barel) baik untuk
sektor industri, pembangkit listrik, dan rumah tangga diprakirakan akan meningkat dengan
pertumbuhan rata-rata sekitar 10,2 % per tahun. Total konsumsi batubara meningkat dari
hampir 42,8 juta ton pada tahun 2006 menjadi 270,5 juta ton pada tahun 2025. Pertumbuhan
konsumsi batubara pada kasus T30 lebih pesat daripada pertumbuhan konsumsi batubara
pada kasus R30 (neraca dasar). Perkembangan konsumsi batubara banyak dipengaruhi oleh

46

kenaikan pertumbuhan ekonomi karena pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan daya


beli masyarakat yang pada akhirnya konsumsi batubara menjadi lebih banyak.
Peningkatan pemakaian batubara di dalam negeri harus diantisipasi karena batubara
mempunyai faktor emisi CO2 lebih besar dibandingkan energi fosil lainnya.

Pemanfaatan Batubara Domestik


Batubara digunakan sebagai energi pada pembangkit listrik (power plant), industri keramik
dan semen, industri pulp dan kertas, industri logam, dan penggunaan lainnya. Penggunaan
batubara di dalam negeri mengalami peningkatan pada semua jenis industri, yaitu dari 22
juta ton pada tahun 2000 menjadi 61 juta ton pada tahun 2007.
Pada tahun 2007, sebagian besar batubara digunakan untuk pembangkit listrik (62,17%),
diikuti oleh keramik dan semen (12,88%) , pulp dan paper (3,15%), industri logam (0,57%),
briket (0,08%), dan lain-lain (21,13%). Pertumbuhan rata-rata konsumsi batubara dalam
negeri dari tahun 2000-2007 adalah 16% (Tabel 5.6.).

Tabel 5.6. Konsumsi Domestik Batubara (ton)


Tahun

Total

Iron&Steel

Power Plant

Ceramic&Cement

Pulp&Paper

Briquette

Others

2000

22.340.845

30.893

13.718.285

2.228.583

780.676

36.799

5.545.609

2001

27.387.916

220.666

19.517.366

4.142.737

822.818

31.265

2.628.333

2002

29.257.003

236.802

20.018.456

4.684.970

499.585

24.708

3.792.481

2003

30.657.940

201.907

22.995.614

4.773.621

1.704.498

24.976

957.323

2004

36.081.734

119.181

22.882.190

5.549.309

1.160.909

22.436

6.347.709

2005

41.350.736

221.309

25.669.226

5.152.162

1.188.323

28.216

9.091.501

2006

48.995.069

299.990

27.758.317

5.300.552

1.216.384

36.018

14.383.808

2007

61.470.000

376.372

32.420.000

6.500.000

2.000.000

50.000

20.123.628

Total

297.541.243

1.707.120

184.979.454

38.331.934

9.373.193

254.418

62.870.392

Sumber: Puslitbang tekMIRA

Emisi CO2

47

Emisi CO2 di dalam negeri mengalami peningkatan dari 41,78 juta ton pada tahun 2000
menjadi 114,95 juta ton pada tahun 2007. Emisi CO 2 pada tahun 2007 terdiri atas
pembangkit listrik 60,63 juta ton, semen dan keramik 12,16 juta ton, pulp dan kertas 3,74 juta
ton, industri logam 0,70 juta ton, briket 0,09 juta ton, dan penggunaan lain 37,63 juta ton
(Gambar 2.9.).
Pembangkit listrik yang ada saat ini memakai batubara dengan nilai kalor sekitar 5.200
kkal/kg dan kandungan karbon rata-rata 54 %, atau mempunyai faktor emisi sebesar 24,9
tC/TJ. Pembangkit listrik program percepatan menggunakan batubara dengan nilai kalori
sekitar 4.200 kkal/kg dan kandungan karbon rata-rata 47 %, atau faktor emisi 27,1 tC/TJ.
Dengan demikian, emisi CO2 dari pembangkit listrik akan mengalami peningkatan akibat
penggunaan batubara kalori lebih rendah. Perhitungan emisi CO 2 menggunakan batubara
dengan rata-rata kadar karbon 51 %.

emisi CO2 (juta ton)

120
100
total Emisi CO2

80

Iron&steel

60

Power Plant

40

Ceramic&Cement

20

Pulp & paper


Briquette

0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Tahun

Others

Gambar 5.5. Emisi CO2 dari Pembakaran Batubara

48

1000

Juta Ton

800
600
400
200
0
2008

2009

2010
2015
Tahun

2020

2025

Gambar 5.6 Prediksi Emisi CO2 dari Pembakaran Batubara sampai 2025 berdasarkan BaU
Adapun berdasarkan data dari BaU, prediksi emisi CO 2 dari batubara tahun 2025 tanpa
efisiensi akan mencapai 900-an juta ton (Gambar 5.6).

5.2 Persiapan Desain Alat Pengurang dan Adsorben Gas CO2


Kegiatan pembuatan desain alat pengurang dan adsorben CO 2 merupakan kegiatan
tahap awal (studi pendahuluan) dalam rangka mencari alternatif teknologi pengurangan
emisi CO2 paska pembakaran batubara (Post Combustion).
Hasil desain detil alat pengurang CO2 disajikan pada Lampiran II. Alat didesain dengan
prinsip teknologi fluidisasi. Alat ini merupakan perancangan awal yang masih perlu
disempurnakan terutama perlu dilengkapi dengan blower sebagai pendorong adsoben.

Hasil karakterisasi tahapan persiapan pembuatan adsorben gas CO2, ditampilkan pada
Gambar 5.7, Gambar 5.8, Tabel 5.7, Tabel 5.8 dan Tabel 5.9.

Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada zeolit setelah diaktivasi asam telah
dilakukan analisis XRD dan analisis luas permukaan (BET), volume pori, serta ukuran pori.
Dari Hasil XRD (Gambar 5.7), terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan antara grafik zeolit
asli (tanpa aktivasi asam) dan zeolit aktivasi asam pada konsentrasi 1M, 2M, dan 3M .
Ketiganya menunjukkan komposisi mineral yang sama dengan zeolit asli, yaitu kuarsa dan
mordenit.

49

Zeolit asli

Zeolit asam 1M

Zeolit asam 2 M

Zeolit asam 3M

50

Gambar 5.7 Grafik Analisis XRD Zeolit Asli dan Zeolit Aktivasi Variasi Konsentrasi Asam

Adapun hasil analisis dengan surface meter (Tabel 5.7), menunjukkan bahwa zeolit aktivasi
asam mengalami perubahan dan kondisi optimum diperoleh pada zeolit aktivasi asam 2 M
dengan nilai sebagai berikut:
-

Luas permukaan, m2/gr

: 159,5

Total volume pori, mL/gr

: 0,1794

Ukuran pori,

: 22,49

Meningkatnya luas permukaan partikel zeolit menunjukkan bahwa perlakuan awal dengan
asam memberikan sifat zeolit yang lebih baik.

Tabel 5.7 Hasil Analisis Luas Permukaan dan Volume serta Ukuran Pori Zeolit
Kode

Luas Permukaan/
Multi Poit BET
(m2/gr)

Total Volume Pori


(mL/gr)

Ukuran Pori RataRata/radius


()

Zeolit tanpa aktivasi

93,90

0,1396

29,74

Zeolit aktivasi asam 1M

140,5

0,1764

25,12

Zeolit aktivasi asam 2M

159,5

0,1794

22,49

Zeolit aktivasi asam 3M

140,5

0,1756

25,00

Setelah zeolit diaktvasi asam dan ditemukan kondisi optimum pada zeolit aktivasi asam 2M,
selanjutnya zeolit optimum tersebut diaktivasi dengan larutan aminalkohol, yaitu
monoethanolamin dengan pelarut methanol pada konsentrasi 50 % berat. Pada aktivasi MEA
dilakukan variasi pengadukan, yaitu selama 15 menit dan 240 menit (4 jam).
Karakterisasi yang dilakukan setelah aktivasi dengan MEA adalah analisis perubahan
konsentrasi amin pada MEA, analisis XRD dan analisis luas permukaan.

51

Tabel 5.8 Analisis Kandungan Amin Pada MEA


Kode

MEA 50 %, awal
MEA 50 %, sisa aktivasi

N-NH3
(ppm)

0,20
<0,016

Dari Tabel 5.8 terlihat adanya penurunan konsentrasi amin dari larutan MEA 50% awal dan
larutan 50% sisa hasil aktivasi. Penurunan konsentrasi amin (dihitung sebagai N-NH3) lebih
dari 90 %. Hal ini memperlihatkan bahwa ada amin yang terserap ke dalam pori-pori zeolit.

Hasil analisis XRD terhadap zeolit aktivasi asam 2 M (zeolit optimum) dilakukan untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan struktur setelah mengalami aktivasi lanjutan dengan
larutan MEA 50%. Gambar 5.8 memperlihatkan grafik hasil analisis dengan XRD antara zeolit
aktivasi asam 2M dengan zeolit yang mengalami aktivasi lanjutan dengan larutan MEA.
Dari grafik tersebut terlihat ada sedikit perbedaan tinggi puncak dari bagian tengah sampai
akhir antara zeolit aktivasi asam dengan zeolit aktivasi lanjutan dengan MEA. Adapun grafik
antara zeolit yang diaktivasi larutan MEA 15 menit dan 240 menit tidak menunjukkan adanya
perbedaan.
Hasil identifikasi grafik XRD menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan komposisi mineral
dalam zeolit hasil aktivasi MEA. Komposisinya menjadi Trydimite, Mordenite, dan
Clinoptilolit.

Zeolit asam 2 M

Zeolit asam 2 M
+ MEA 15 menit

52

Gambar 5.8 Grafik Analisis XRD Zeolit Aktivasi MEA

Adapun dari hasil analisis luas permukaan, semakin terlihat bahwa senyawa amin telah
memenuhi pori-pori zeolit dengan menurunnya nilai luas permukaan. Semakin lama
pengadukan, nilai luas permukaan pun semakin kecil yang berarti semakin banyak amin yang
mengisi pori-pori zeolit.

Tabel 5.9 Luas Permukaan Zeolit Aktivasi MEA Variasi Waktu Pengadukan
Kode

Luas Permukaan/
Multi Poit BET
(m2/gr)

Zeolit aktivasi asam 2M (zeolit optimum asam)


Zeolit optimum asam aktivasi MEA 15 menit

159,5
19,38

Zeolit optimum asam aktivasi MEA 240 menit

13,79

53

Hasil analisis luas permukaan terhadap zeolit optimum aktivasi MEA dicantumkan pada Tabel
5.9. Nilainya memperlihatkan adanya penurunan yang cukup tajam antara zeolit optimum
asam dengan zeolit optimum asam aktivasi MEA, sedangkan nilai luas permukaan antara
pengadukan MEA 15 menit dengan 240 menit tidak terlalu signifikan. Dengan demikian,
waktu kontak dengan larutan MEA cukup dilakukan selama15 menit .

Selanjutnya, pada kegiatan berikutnya zeolit ini akan diujicobakan penyerapannya terhadap
gas CO2 sintetis dan gas CO2 hasil pembakaran untuk mengetahui tingkat efisiensi dan
efektifnya.

54

6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Hasil kegiatan menunjukkan beberapa hal sebagai berikut:

1) Kajian teknologi pemanfaatan batubara di Indonesia saat ini.


Efisiensi Peralatan/Efisiensi Energi Pemanfaatan Batubara
PLTU Batubara
-

PLTU batubara yang ditinjau ada 7, yaitu PLTU Ombilin (2 x 100 MW),
PLTU Bukit Asam (4 x 65 MW), PLTU Paiton PLN (2 x 400 MW), PLTU
Asam-Asam (2 x 65 MW), PLTU Tarahan 3 & 4 (2 x 100 MW), PLTU
Tanjung Jati B (2 x 660 MW), dan PLTU Labuhan Angin (2 x 115).

Teknologi pembakaran batubara yang diterapkan adalah Circulating


Fluidized Bed Combustion (CFBC) di PLTU Labuhan Angin dan PLTU
Tarahan 3 & 4, sedangkan 5 PLTU lainnya menerapkan teknologi
Pulverized Coal Combustion (PCC).

Pengurangan emisi CO2 melalui penerapan teknologi yang lebih efisien


pada pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batubara (PLTU
batubara) mempunyai potensi sangat besar.

Hasil perhitungan efisiensi oleh Puslitbang Tekmira diperoleh nilai efisiensi


terendah sebesar 27 % di PLTU Bukit Asam dan PLTU Asam-Asam.
Efisiensi tertinggi di PLTU-B Tanjung Jati B, yakni 36 %. 4 PLTU lainnya
mempunyai efisiensi di atas 33 % .

Rendahnya nilai efisiensi ada kaitannya dengan nilai laju panas turbin
(turbine heat rate), dimana semakin kecil nilai laju panas turbin maka
boiler tersebut lebih baik. Nilai turbine heat rate yang diperoleh umumnya
di atas 2000-an kkal/KWH kecuali PLTU-B Tanjung Jati B (1922 kkal/KWH).

Berdasarkan data yang diperoleh ada kecenderungan semakin tinggi


kapasitas terpasang nilai efisiensi semakin tinggi pula.

53

Penurunan efisiensi suatu peralatan bisa terjadi karena usia PLTU telah
cukup tua atau tidak ada perawatan (maintenance) yang memadai serta
bila kualitas batubara yang dipakai tidak sesuai dengan persyaratan teknis
yang ada.

Penggantian pembangkit listrik yang lebih tua dengan pembangkit listrik


baru (modern) akan menghasilkan berbagai manfaat tambahan, yaitu di
antaranya efisiensi penggunaan batubara yang lebih besar, pengurangan
polutan konvensional seperti emisi SO2, NOx dan partikulat serta
pengurangan biaya untuk menerapkan kontrol emisi udara.

Industri Tekstil
- Efisiensi boiler 25 perusahaan tekstil berkisar antara 78 91 %.
- Pengaruh teknologi terlihat pada nilai temperatur gas buang. Hasil survei
diperoleh umumnya boiler dengan teknologi fluidized bed menghasilkan
temperatur gas buang lebih kecil (selisih temperatur dengan chain grate
mencapai 30 oC lebih rendah). Sehingga hilang panas akibat gas buang
lebih kecil juga.
- Perusahaan tekstil yang menggunakan nilai kalor yang mendekati kualitas
batubara tinggi (6100-7100 kkal/kg) efisiensinya mencapai 90 % lebih.
Akan tetapi,

pada prinsipnya, efisiensi boiler sangat

tergantung

bagaimana pengoperasian dan pemeliharaan dari boiler tersebut.

Industri Semen
Keberhasilan proyek Clean Development Mechanism (CDM) dalam rangka
pengurangan emisi CO2 suatu pabrik semen dapat dievaluasi dengan
mengacu pada patokan nilai kinerja berdasarkan pendekatan pembandingan
(Benchmarking Approach).
Hasil evaluasi data sekunder terhadap 2 pabrik semen (PT. Indocement dan
PT. Semen Padang) yang sedang menerapkan proyek CDM, menunjukkan
keduanya belum memenuhi patokan nilai kinerja Benchmarking Approach.

54

Tetapi, PT Indocement telah lebih baik dari segi implementasi CDM-nya


dibandingkan PT. Semen Padang.

Prediksi CO2 Secara Umum di Indonesia


Penggunaan batubara di dalam negeri mengalami peningkatan pada semua
jenis industri, yaitu dari 22 juta ton pada tahun 2000 menjadi 61 juta ton
pada tahun 2007. Pada tahun 2025 diprediksikan total konsumsi batubara
akan mencapai 270,5 juta ton dengan total emisi dapai mencapai 900-an juta
ton.

2)

Persiapan desain alat pengurang dan adsorben gas CO2


Dalam rangka mencari alternatif teknologi pengurangan emisi CO 2 pasca

pembakaran batubara (Post Combustion) telah dirancang sebuah alat dengan


prinsip teknologi fluidisasi. Adapun hasil karakterisasi terhadap adsorben zeolit
adalah sebagai berikut :
-

Komposisi mineral zeolit yang dipakai adalah kuarsa dan mordenit. Setelah
diberi perlakuan aktivasi asam, tidak terjadi perubahan komposisi mineral
melainkan

terjadi

penambahan

luas

permukaan

partikel

yang

nilai

optimumnya diperoleh pada konsentrasi asam 2 M. Perubahan komposisi


terjadi pada zeolit optimum asam aktivasi MEA, yakni kuarsa digantikan oleh
tridymite dan clinoptilolite. Sedangkan mordenite teta pada.
-

Zeolit optimum yang telah diaktivasi larutan MEA 50 % memberikan hasil


luas permukaan yang mengecil. Ini berarti ada senyawa amin yang telah
mengisi pori-pori zeolit tersebut. Hal ini juga diperkuat dengan hasil anlisis
terhadap larutan MEA 50% sebelum dan setelah aktivasi yang menunjukkan
adanya pengurangan nilai amin di atas 90%.

6.2 Saran

55

Setelah kegiatan penelitian tentang kajian emisi CO2 dilakukan, maka sebaiknya
adanya

sosialisasi

terutama

di

perusahaan-perusahaan

tekstil

mengenai

pengoperasian dan perawatan boiler industri agar peningkatan efisiensi energi


dapat tercapai serta monitoring konsentrasi oksigen di gas buang untuk
mengontrol udara berlebih.

7. KENDALA DAN TINDAK LANJUT

Selama kegiatan penelitian berlangsung terdapat beberapa kendala yang


dihadapi, antara lain :
1)

Administrasi ijin pelaksanaan kegiatan dari perusahaan yang tidak semuanya


berjalan sesuai rencana.

2)

Adanya gangguan pada alat pengukur gas buang.

3)

Data sekunder dari perusahaan yang tidak semua lengkap.

4)

Pemesanan bahan kimia yang relatif memakan waktu.

5)

Penyusunan desain rancangan percobaan pengurangan emisi CO2. Diperoleh


literature dengan desain yang hampir sama namun kondisi operasional dan
adsorben yang berbeda. Semula dipilih kondisi operasional yang lebih hemat
energi yaitu temperatur proses yang rendah. Namun, ditemukan kendala
adsorber yang tidak bisa diperoleh di Indonesia, yaitu zat kapur (CaO) yang
telah dimodifikasi. Akhirnya tetap dipilih temperatur rendah dengan

56

adsorben zeolit yang dimodifikasi dengan amin. Literatur zeolit yang


diaktivasi amin untuk pengurangan CO2 ini baru diterbitkan awal tahun 2009.
Dan ternyata zeolit yang diaktivasi amin untuk keperluan pengurangan CO 2
harus dipersiapkan sendiri dengan kondisi optimum berdasar penelitian yang
sudah ada. Penentuan kondisi optimum zeolit amin, sampai saat ini masih
terus berlangsung.

Sebagai tindak lanjut dari kendala yang telah dihadapi ini, maka sebaiknya untuk
kendala:
1)

Jika kegiatan banyak berkaitan dengan perusahaan maka komunikasi


informal dengan perusahaan yang akan dituju dijalin semenjak pengusulan
kegiatan disetujui.

2)

Kalibrasi alat pengukur gas.

3)

Tetap menjalin komunikasi dengan perusahaan yang bersangkutan dan


untuk pihak perusahaan sebaiknya kaderisasi keahlian dan kompetensi
sumber daya manusia lebih diutamakan serta dapat memberikan kemudahan
birokrasi di perusahaan.

4)

Mencari informasi keberadaan bahan-bahan yang dipakai seawal mungkin.

5)

Terus melakukan kajian mengenai adsorben yang tepat, efisien, dan


ekonomis untuk mengurangi CO2.

57

DAFTAR PUSTAKA

1. Adhi Dharma Permana, dkk., 2009. Outlook Energi Indonesia. Teknologi Energi Untuk
Mendukung Keamanan Pasokan Energi. BPPT Press. Jakarta.
2. Buana Natanegara, Bayu., 2009. Teknologi Underground Coal Gasification. 20 Desember
2009. http://www.kamase.org/?p=913.
3. Budi Raharjo, Imam., 2009. Teknologi Pembakaran Pada PLTU Batubara. 5 November
2009. http://imambudiraharjo.wordpress.com/2009/03/06/teknologi-pembakaran-padapltu-batubara/.
4. Coal Industry Advisory Board., 2005. Reducing Greenhouse Gas Emissions. The Potensial
of Coal. International Energy Agency. Paris.
http://www.iea.org/textbase/nppdf/free/2005/ciab.pdf.
5. David A. Green, Thomas Nelson, and friens., 2005. Carbon Dioxide Capture From Flue Gas
Using Dry Regenerable Sorbents. Research Triangle Institute Post Office Box 12194. 30
Desember 2008.
http://www.osti.gov/bridge/servlets/purl/841299-GOwkfW/native/841299.pdf.
6. EDIPTEX. 2007. Environmental Assessment of Textile. Working Report No. 24.
http://www2.mst.dk/common/Udgivramme/Frame.asp?http://www2.mst.dk/Udgiv/public
ations/2007/978-87-7052-515-2/html/helepubl_eng.htm#16.1.
7. J. Carlos Abanades et al., 2004. Capture of CO2 from Combustion Gases in a Fluidized
Bed of CaO. Environmental and Energy Engineering Vol. 50 No. 7. 22 April 2009.
www.interscience.wiley.com .
8. Michael Ruth et al., 2000. Evaluating Clean Development Mechanism Projects in the
Cement Industry Using a Process-Step Benchmarking Approach. Ernest Orlando Lawrence
Berkeley National Laboratory University of California. 13 Juli 2009.
http://ies.lbl.gov/iespubs/Process_Step_Benchmarking_ACEEE_LBNL-50444.doc.
9. Murti Susepto MS, Ade., (Tanpa tahun). Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). 20
Desember 2009.
http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&ct=res&cd=2&ved=0CAwQFjAB&url=h
ttp%3A%2F%2Finherentunib.net%2Findex.php%3Foption%3Dcom_docman%26task%3Ddoc_download%26gid%
3D1%26Itemid%3D117&rct=j&q=PLTU+di+Indonesia+rata57

rata+memiliki+efisiensi+33%25.&ei=3HE6S4TmOpeXkQWduNHwCA&usg=AFQjCNGlfn
KMPGPnKrFcKlF6m3nVty9oaQ .
10. Nitaenviro., 2008. Limbah Tekstil. 16 November 2009.
http://one.indoskripsi.com/node/4177 .
11. R. Chatti et al., 2009. Amine loaded zeolites for carbon dioxide capture: Amine loading
and adsorption studies. Microporous and Mesoporous Materials 121 p. 84-89.
http://www.elsevier.com/locate/micromeso.
12. R. Irons, G. Sekkapan, and friends., 2007. CO2 Capture Ready Plant. IEA Greenhouse R&D
Programme, Orchard Business Centre, Stoke Orchard, Cheltenham. 28 Februari 2009.
http://www.ieagreen.org.uk/glossies/co2capture.pdf.
13. Siregar, Sakti A., 2005. Instalasi Pengolahan Air Limbah. Kanisius. Yogyakarta.
14. Shiaoguo Chen, Yongqi Lu, Massoud Rostam-Abadi., 2006. Critical Review of CO2
Separation Technologies for Post Combustion Flue Gases. Hilton Alexandria Mark Center,
Alexandria, Virginia. 30 Desember 2008.
http://www.sequestration.org/publish/alexandria06_separation_tech.pdf.
15. Febriantara., 2008. Klasifikasi Boiler. 31 Desember 2008.
http://febriantara.wordpress.com/2008/10/24/klasifikasi-boiler/.
16. (Tanpa pengarang)., 2009. Batubara Dalam Industri Semen. 16 November 2009.
http://bosstambang.com/minerals/coal/batubara-dalam-industri-semen.html.
17. (Tanpa pengarang)., (Tanpa tahun). Carbon Capture Research. 29 Maret 2009.
http://www.fossil.energy.gov/programs/sequestration/capture/index.html.
18. (Tanpa pengarang)., (Tanpa tahun). Carbon Cycle and Earths Climate. 29 Maret 2009.
http://www.columbia.edu/~vjd1/carbon.htm.
19. (Tanpa Pengarang)., 2009. CDM Sebagai Alternatif Cara Pengurangan Emisi Karbon di
Dunia. 30 Desember 2009. http://www.kamase.org/?p=932 .
20. (Tanpa pengarang)., 2009. International Energy Outlook 2009.
http://www.eia.doe.gov/oiaf/ieo/index.html .

21. (Tanpa pengarang)., 2009. Handbook of Energy & Economic Statistic of Indonesia. 16
November 2009. http://www.esdm.go.id/publikasi/statistik.html.
58

22. (Tanpa pengarang)., 2008. Indocement CDM Project. 18 November 2009.


http://www.osun.org/Indocement+Tunggal+Prakarsa-ppt.html .
23. (Tanpa pengarang)., (Tanpa tahun). Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia , Boiler
dan Pemanas Fluida Panas. 30 Oktober 2009. http://www.energyefficiencyasia.org/.
24. (Tanpa pengarang)., (Tanpa tahun). Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia . PT.
Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. 30 Oktober 2009.
http://www.energyefficiencyasia.org/ .
25. (Tanpa pengarang)., (Tanpa tahun). Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia. PT.
Semen Padang. 30 Oktober 2009. http://www.energyefficiencyasia.org/ .
26. (Tanpa pengarang)., (Tanpa tahun). Wikipedia Indonesia. 16 November 2009.
http://id.wikipedia.org/wiki/Efek_rumah_kaca.
27. (Tanpa pengarang)., (Tanpa tahun). Wikipedia Indonesia. 16 November 2009.

http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global.
28. (Tanpa pengarang). (Tanpa tahun). Wikipedia Indonesia. 16 November 2009.

http://id.wikipedia.org/wiki/Siklus_Rankine .

59

LAMPIRAN I

Perhitungan Neraca Massa


(Contoh Perhitungan : PT Dactex)
I. Perhitungan Preparasi Batubara

1. Perhitungan Free Moisture (FM), % ar :


a. Perhitungan batubara bongkah :
Berat batubara + Pan = 1195.63 gram
Berat Pan = 284.78 gram
Berat batubara (contoh asal) = (1195.63 284.78) gram
= 910.85 gram
dikeringkan hingga berat konstan
Berat batubara + Pan (1) = 1186.37 gram
Berat batubara + Pan (2) = 1189.03 gram
Berat rata-rata batubara =
= 1187.70 gram
Berat batubara (kering) + Pan = 1187.70 gram
Berat batubara (kering) = (1187.70 284.78) gram
= 902.92 gram
M=
=
b. Perhitungan batubara ukuran 8 mesh :
s.d.a
M=
FM =
=

= 21.15 %

2. Perhitungan Total Moisture, % ar :


TM =
=
= 23.36 %

60

3. Perhitungan Komposisi Analisa Ultimate Batubara, % ar :


Hasil analisa pengujian batubara :
Total Sulfur (%, adb) = 2.81 %
Carbon (%, adb)
= 60.77 %
Hidrogen (%, adb) = 4.66 %
Nitrogen (%, adb) = 1.36 %
Oksigen (%, adb)
= 30.40 %
Total
= 100 %
Analisa Proksimat :
Kadar abu
= 42.09 %
Total Moisture (%,ar) = 23.36 %
Konversi analisa ultimat dari %, adb menjadi %, ar :
Total Sulfur (%, ar)

=
=

= 0.97 %
Dengan perhitungan yang sama, didapatkan :
Carbon (%, ar)
= 21.00 %
Hidrogen (%, ar)
= 1.61 %
Nitrogen (%, ar)
= 0.47 %
Oksigen (%, ar)
= 10.50 %
Total analisa ultimate & proksimate (%, ar) = (42.09+23.36+0.97+21.00+1.61+0.47+10.50)%
= 100 %
(komposisi ini yang dimasukan dalam perhitungan efisiensi boiler).

II. Perhitungan Komposisi Gas Buang, Excess & Ratio Gas buang/Batubara :

1. Konversi komposisi batubara dari % ar menjadi gram mol


Komposisi perhitungan :
Total Sulfur (%, ar) = 0.97 %
Basis : 1 kg batubara = 1000 gram
=
= 9.7 gram
=
=
= 0.3031 gram mol
61

Dengan perhitungan yang sama, didapatkan :


Carbon
= 17.5 gram mol
Hidrogen
= 16.1 gram mol
Nitrogen
= 0.3357 gram mol
Oksigen
= 6.5625 gram mol
TM
= 12.977 gram mol

2. Kebutuhan Oksigen (m)


Berdasarkan reaksi pembakaran : C + O2
4H + O2
2N + O2
S + O2
O2 yang diperlukan :

CO2
2H2O
2NO
SO2

=
=

= 18.714 gram mol


=

= 0.4192 m

3. Kebutuhan Udara (m)


Udara yang diperlukan =
=

= 1.996 m

4. Komposisi Gas Buang (%)


CO2 =
=
= 0.392 m
Dengan perhitungan yang sama, didapatkan :
H2O
= 0.360 m
NO
= 0.00752 m
SO2
= 0.00679 m
N2
= 1.5770 m
H2O
= 0.2907 m
Total komposisi gas buang = (0.392+0.360+0.00752+0.00679+1.5770+0.2907) m
= 2.63468 m

62

Sehingga komposisi gas buang dalam % menjadi :


CO2
=
= 14.878 %
O2
= 5.579 %
N2
= 59.856 %
H2O
= 14 % (didapat dari grafik hubungan antara P absolute dengan temperature stack)
Total
= 94.18 %
dibuat menjadi 100%
Komposisi yang digunakan dalam perhitungan effisiensi boiler :
CO2

= 15.798 %

O2
= 5.92 %
N2
= 63.56 %
H2O
= 14 %
Total komposisi gas buang = 100%

5. Excess Udara (m/kg batubara)


Seluruh perhitungan menggunakan basis excess udara sebesar 5%
Diketahui : Total komposisi gas buang = 2.63438 m
Konversi excess udara menjadi m =
=
= 0.1386 m
Total komposisi gas buang + excess = (2.63438 + 0.1386) m
= 2.7733 m/kg batubara

6. Ratio gas buang terhadap batubara (kg batubara/m)


=
=
= 0.36057 kg batubara/m

63

III. Perhitungan Laju alir batubara, Laju alir abu, Laju alir karbon, dan emisi CO2
1. Laju alir Gas Buang (Nm/jam)
Diketahui : Laju alir stack
= 3.57 m/s = 12852 m/jam
Diameter stack = 80 cm
Laju alir gas buang =
=
= 6456.84 m3/jam
Laju alir Gas Buang dalam Nm/jam =
=
= 4518.30 Nm/jam
2. Laju alir Batubara (kg/jam)
=
=

= 1629.19 kg/jam

3. Kapasitas Boiler (ton steam/jam)


Diketahui

: Laju alir batubara hitung


= 1629.19 kg/jam
Nilai kalor batubara
= 6229 kkal/kg
1 kkal
= 4.187 kjoule
Temperatur steam
= 200 C
Temperatur ambien
= 30 C
Interpolasi entalpi (Wd 30 C) : (Wd 29 C = 121 kJ/kg), (Wd 32.9 C = 138 kJ/kg)

Wd (30C) = 125.4 kJ/kg


Dengan cara yang sama, didapatkan Wd (200 C) berdasarkan interpolasi (Wd 198.3 C = 844 kJ/kg),
(Wd 212.4 C = 908 kJ/kg).
Wd (200 C) = 851.7 kJ/kg
Q =
=

= 10148202 kkal

Q =
= 42490520 kjoule
Rumus Umum : Q =

64

Kapasitas boiler

=
=
= 58503 kg steam
= 59 ton steam

4. LOI, % Carbon
Diketahui : Nilai kalor abu batubara = 354 kkal/kg
Nilai kalor karbon = 8100 kkal/kg
% Carbon =
=

= 4.37 %

5. Laju alir abu (kg/jam)


Diketahui : Kadar abu dalam batubara = 42.09 %
Laju alir abu =
=
= 685.724 kg/jam
6. Laju alir LOI (kg/jam)
Diketahui : kadar LOI, data sekunder = 15.46 %
Laju alir LOI =
=
= 251.872 kg/jam
7. Laju alir karbon dalam ash (kg/jam)
Diketahui : % karbon dalam abu = 4.37 %
Laju alir karbon dalam ash =
=
= 31.3355 kg/jam
Laju alir Karbon + Abu (kg/jam) = (31.3355+685.724)kg/jam
= 717.060 kg/jam
8. LOI pada laju alir karbon + ash (kg/jam)
LOI =
=
= 1.1085 kg/jam

65

9. Jumlah CO2 yang seharusnya bisa dimanfaatkan (kg/jam)


CO2 =
=
= 114.8969 kg/jam
10. Jumlah CO2 keseluruhan (kg/jam)
CO2 keseluruhan =
=
= 1254.4734 kg/jam
11. Jumlah CO2 yang hilang (%)
CO2 yang hilang =
=
= 9.16 %
IV. Perhitungan Heatloss Flue Gas, Heatloss Abu, dan Effisiensi Boiler
1. Heatloss Flue Gas (%)
Heatloss CO2 :
=
=
= 283120 kjoule/jam

Dengan perhitungan yang sama, didapatkan :


Heatloss O2
= 68724 kjoule/jam
Heatloss N2
= 737282 kjoule/jam
Heatloss H2O
= 263808 kjoule/jam (H2O sensible)
Perhitungan H2O (Laten Batubara), kjoule/jam :
Heatloss H2O laten :
=
=
= 1062574 kjoule/jam

Heatloss dari flue gas =


=
= 576934 kkal/jam
66

Perhitungan Energi Batubara (kkal/jam) :


Diketehui

: Laju alir batubara


Nilai kalor batubara

= 1629.19 kg/jam
= 6229 kkal/kg

Energi batubara =
=
= 10148202 kkal/jam
Heatloss Flue gas, (%) =
=
= 5.69 %

2. Heatloss Abu (%)


Diketahui : Nilai kalor abu
Massa abu (+karbon)
Heatloss abu

= 354 kkal/kg
= 717.060 kg/jam

=
=
= 253839.26 kkal/jam

Heatloss abu, (%) =


=
= 2.50 %

3. Effisiensi Boiler (%)


Heatloss total

= (Heatloss Flue Gas + Heatloss Abu) kkal/jam


= (576934 + 253839.26) kkal/jam
= 830773 kkal/jam

Heatloss total (%)

=
=
= 8.19 %

Effisiensi Boiler (%) =


=
= 91.81 %

67

Asumsi :
1. Suhu Cerobong
2. Excess udara
3. P Stack
4. Temp. Steam

= 160 C (tekstil)
=5%
= 1 atm (tekstil)
= 200 C (tekstil)

*****

68

Perhitungan Neraca Massa (PLTU)

Pada prinsipnya perhitungan neraca massa pada PLTU sama dengan perhitungan neraca massa pada
tekstil. Yang membedakan adalah :
Tekstil :

Perhitungan flowrate gas buang (m3/jam) berdasarkan data stack pabrik yang meliputi
diameter stack (m) dan laju alir stack (m/s). Sehingga akan didapatkan laju alir batubara
hitung.

PLTU :

Flowrate gas buang (m3/jam) didapatkan dari hasil perhitungan berdasarkan laju alir
batubara (kg/jam) pada data sekunder dan total gas buang dengan excess sebesar 5 %
(m3/kg batubara).

Contoh Perhitungan (PLTU Ombilin) :


Flowrate gas buang

=
=
= 290287.34 m3/jam

Dengan cara yang sama pada perhitungan tekstil maka akan didapatkan efisiensi boiler pada PLTU
Ombilin sebesar 92.27 %.
Perhitungan Efisiensi Total
Diketahui : Kapasitas Listrik
= 100 MW
Nilai kalor batubara = 6387 kkal/kg
Laju alir batubara = 41100 kg/jam
1 MWh
= 859845.2 kkal
Efisiensi Total =
=
= 33 %
Perhitungan Turbine Heat Rate (kkal/kwh)
Contoh Perhitungan : PLTU Asam-Asam (PLTU Ombilin sudah ada data Turbin Heat Rate pada
performance test).
Diketahui : Kapasitas Listik
= 59 MW
1 MWh
= 859845.2 kkal
1 KWh
= 859.845 kkal
Laju alir main steam
= 264500 kg/jam
Temp. Steam
= 512.6 C
Tekanan Steam
= 81.5 bar
69

Berdasarkan data steam :


Entalpi pada temp. steam 500 C, tekanan 80 bar = 3399.5 kj/kg = 811.801 kkal/kg
Entalpi pada temp. steam 520 C, tekanan 80 bar = 3448.7 kj/kg = 823.550 kkal/kg
Entalpi pada temp. steam 512.6 C, tekanan 80 bar :

Entalpi pada temp. steam 500 C, tekanan 90 bar = 3387.4 kj/kg = 808.911 kkal/kg
Entalpi pada temp. steam 520 C, tekanan 90 bar = 3437.6 kj/kg = 820.899 kkal/kg
Entalpi pada temp. steam 512.6 C, tekanan 90 bar :

Entalpi pada temp. steam 512.6 C, tekanan 81.5 bar

Efisiensi turbin

Turbin Heat Rate

*****

70

LAMPIRAN II
II.1 Tabel Perhitungan PLTU
II.1.1 Tabel Hasil Analisa
No

Komposisi Batubara (%)

Nama Perusahaan
C

Total

Ash

Moisture

(%)

Nilai Kalor
Batubara
(kkal/kg)

LOI Abu

Nilai Kalor
Abu
(kkal/kg)

Ombilin

59.52

4.58

1.18

0.72

17.31

8.68

100

6387

1.55

325

Tanjung Enim

54.38

4.83

17.47

0.79

0.25

3.98

18.3

100

5000

0.62

460

Paiton

49.83

4.11

18.59

0.47

0.09

2.29

24.62

100

4833

15.95

486

Asam-Asam

42.52

3.63

17.29

0.32

0.13

4.52

31.58

100

4212

1.84

Tarahan

52.77

4.08

15.1

0.59

0.39

4.86

22.21

100

4861

9.71

196

Tanjung Jati B

53.4

4.03

12.67

0.99

0.68

9.55

18.67

100

5763

1.10

84

Sibolga

40.25

4.07

17.31

0.67

0.37

9.22

28.12

100

4018

1.42

II.1.2 Tabel Perhitungan Neraca Massa

No

Nama
Perusahaan

Laju alir gas


buang
(m3/jam)

Laju alir gas


buang
(Nm3/jam)

LOI
Perhitungan
(% Karbon)

Laju alir
abu
(kg/jam)

Laju alir
LOI
(kg/jam)

Laju alir
karbon
dalam ash
(kg/jam)

Laju alir
total
(karbon +
abu)
kg/jam

Komposisi Flue Gas (%)

LOI
(kg/jam)

CO2
(manfaat)
kg/jam

CO2
Total
(kg/jam)

CO2
hilang
(%)

CO2

O2

N2

H2O

Ombilin

313969

222601

4.01

7114.41

637.05

297.21

7412

115

1090

89697

1.21

15.62

4.38

65.57

14

Tanjung Enim

281187

186402

5.68

1576.08

245.52

94.91

1671

10

348

78960

0.44

15.04

3.62

65.30

16

Paiton

1320178

925062

6.00

4741.45

33024.48

302.65

5044

805

1110

378301

0.29

15.49

4.34

64.83

15

Asam-Asam

247249

172735

0.10

1997.84

813.28

2.00

2000

38

68911

0.01

15.39

4.69

64.15

16

Tarahan

349389

253950

2.42

2527.20

5049.20

62.67

2590

251

230

100615

0.23

15.62

3.35

66.53

14

Tanjung Jati B

1843549

1359962

1.04

25869.52

2979.74

271.87

26141

288

997

530393

0.19

15.60

2.78

67.50

14

Sibolga

389940

275570

0.00

6463.59

995.48

6464

103462

0.00

14.22

4.59

61.65

17

71

II.1.3 Tabel Perhitungan Neraca Energi

No.

Nama PLTU

Masuk
Energi
Batubara
(kkal/jam)

Keluar
Heatloss
Heatloss Flue
Abu
Gas
(kkal/jam)
(kkal/jam)

Effisiensi
Boiler (%)

Effisiensi
Total (%)

Ombilin

262505700

2408775

17888645

92

33

Tanjung Enim

198000000

768656

21720000

89

27

Paiton

1000714060

2451428

100516520

90

34

Asam-Asam

186170400

15999

21910014

88

27

Tarahan

252772000

507615

23140533

91

34

Tanjung Jati B

1561199647

2195877

110664607

93

36

Sibolga

281677872

0.00

32361229

89

35

72

II.2 Tabel Perhitungan Tekstil


II.2.1. Tabel Hasil Analisa

No

Nama
Perusahaan

Laju alir gas buang


(m3/jam)

Ash

Moisture

(%)

Nilai Kalor
Batubara
(kkal/kg)

Komposisi Batubara (%)

Total

LOI Abu

Nilai Kalor
Abu
(kkal/kg)

Dactex

6456.84

33.55

2.57

16.78

0.75

1.55

21.43

23.36

100

6229

15.46%

354

Adetex

6619.62

33.41

3.03

19.67

0.75

0.21

12.39

30.54

100

4578

17.40%

362

Famatex

9025.11

37.84

3.26

21.73

0.70

0.21

5.10

31.16

100

4977

2.20%

173

BSTM

7487.77

33.43

3.05

19.92

0.70

0.15

18.43

24.32

100

4366

2.27%

Sinar Majalaya

5859.99

35.56

3.12

20.76

0.66

0.19

10.59

29.12

100

4931

13.56%

523

Alenatex

4702.46

37.06

3.05

17.47

0.47

0.55

22.49

18.92

100

4470

4.71%

78

Sipatex

13197.42

35.13

3.17

19.53

0.57

0.28

21.50

19.83

100

4322

33.00%

1764

Nagamas

5841.91

43.03

3.60

21.41

0.82

0.59

9.75

20.80

100

5024

27.26%

744

Panca Agung

28567.47

42.76

4.23

18.51

1.00

0.45

11.34

21.72

100

5332

10.86%

1230

10

Badjatex

10484.46

45.32

4.32

19.38

0.61

0.13

4.90

25.33

100

5648

1.19%

103

11

Dhanar Mas

6058.94

48.06

4.36

16.43

0.94

0.65

10.54

19.01

100

5822

23.69%

768

12

BCP

7404.12

56.05

4.81

18.81

1.13

1.15

5.95

12.09

100

6106

12.34%

652

13

RCP

20771.10

31.26

3.52

20.54

0.49

0.70

14.97

28.51

100

4248

12.62%

592

14

Himalaya

11190.96

35.94

4.02

21.99

0.48

0.14

10.43

26.99

100

4568

8.36%

1164

15

Bima Jaya

14464.32

33.42

3.17

18.37

0.56

0.98

14.87

28.63

100

4642

33.03%

1712

16

Vonex

8082.36

32.10

4.00

21.53

0.43

0.10

3.35

38.49

100

4836

9.03%

697

17

Sinar Sari

8835.77

41.66

2.82

14.60

0.50

0.37

11.71

28.35

100

5367

64.99%

2672

18

Cemara Agung

5171.58

34.90

3.74

20.01

0.57

0.61

11.32

28.85

100

4734

41.00%

19

Budi Agung

11801.38

43.22

4.00

14.30

0.93

0.49

14.96

22.10

100

5172

35.45%

1446

20

Anugrah

10569.24

39.35

4.22

20.80

0.71

1.46

9.54

23.91

100

4951

77.42%

2515

21

Naga Sakti

21195.00

41.92

3.63

14.64

0.88

0.62

28.90

9.42

100

4484

34.52%

808

22

Sinar Baru

18962.46

36.28

3.79

20.80

0.55

0.16

5.74

32.68

100

5010

35.26%

1559

23

Tastex

5951.56

38.88

4.11

21.97

0.63

1.08

8.42

24.90

100

4913

23.20%

1140

24

Delimatex

9834.48

51.81

4.80

25.24

0.68

0.10

3.68

13.69

100

5520

26.01%

906

25

Daliatex

169066.30

56.64

4.08

13.47

1.02

1.90

17.71

5.19

100

6203

16.28%

433

73

II.2.2. Tabel Perhitungan Neraca Massa

No

Nama
Perusahaan

Laju alir gas


buang
(Nm3/jam)

Laju alir
batubara
(kg/jam)

LOI
Perhitungan
(% Karbon)

Laju alir
abu
(kg/jam)

Laju alir LOI


(kg/jam)

Laju alir
karbon
dalam ash
(kg/jam)

Laju alir total


(karbon +
abu) kg/jam

LOI
(kg/jam)

CO2
(manfaat)
kg/jam

CO2 Total
(kg/jam)

CO2
hilang
(%)

Komposisi Flue Gas (%)

CO2

O2

N2

H2O

Dactex

4518.30

1063.95

4.37%

228.005

164.487

10.419

238.424

0.369

38.203

1309

2.92

15.90

5.96

63.94

14

Adetex

4632.21

1050.14

4.47%

130.113

182.725

6.088

136.201

0.237

22.323

1286

1.74

15.51

6.85

62.02

16

Famatex

6315.50

1294.33

2.14%

66.011

28.475

1.444

67.454

0.015

5.293

1796

0.29

15.68

6.75

62.13

15

5239.71

1210.35

0.00%

223.067

27.475

0.000

223.067

0.051

0.000

1484

0.00

15.89

7.10

63.40

14

BSTM
Sinar
Majalaya

4100.64

891.54

6.46%

94.415

120.893

6.520

100.935

0.137

23.908

1162

2.06

15.49

6.78

61.42

16

Alenatex

3290.64

704.81

0.96%

158.513

33.197

1.536

160.049

0.075

5.634

958

0.59

15.67

5.54

63.72

15

Sipatex

9235.15

2055.31

21.78%

441.891

678.251

123.043

564.934

1.864

451.156

2647

17.04

14.39

5.96

58.06

22

Nagamas

4087.99

755.24

9.19%

73.636

205.878

7.452

81.088

0.221

27.324

1192

2.29

16.84

6.28

68.26

Panca Agung

19990.63

3463.32

15.19%

392.741

376.117

70.342

463.083

0.503

257.922

5430

4.75

15.97

5.18

68.98

10

10

Badjatex

7336.70

1213.52

1.27%

59.462

14.441

0.765

60.227

0.007

2.805

2017

0.14

16.70

5.36

71.14

11

Dhanar Mas

4239.86

667.30

9.48%

70.334

158.084

7.366

77.699

0.184

27.008

1176

2.30

16.82

4.31

73.22

12

BCP

5181.17

721.88

8.05%

42.952

89.079

3.760

46.712

0.058

13.788

1484

0.93

16.59

4.18

71.66

13

RCP

14534.97

3312.50

7.31%

495.882

418.038

39.108

534.989

0.675

143.395

3797

3.78

15.03

7.40

62.54

15

14

Himalaya

7831.09

1574.30

14.37%

164.199

131.611

27.555

191.754

0.160

101.035

2075

4.87

14.76

6.77

61.83

17

15

Bima Jaya

10121.68

2246.85

21.14%

334.107

742.136

89.564

423.671

1.399

328.402

2753

11.93

16.62

6.85

68.55

16

Vonex

5655.79

1186.83

8.60%

39.759

107.171

3.741

43.500

0.039

13.717

1397

0.98

16.32

8.21

69.31

17

6183.00

1190.83

32.99%

139.446

773.918

68.651

208.097

1.352

251.721

1819

13.84

15.46

4.06

62.82

18

18

Sinar Sari
Cemara
Agung

3618.91

746.32

0.00%

84.483

305.990

0.000

84.483

0.346

0.000

955

0.00

14.31

6.15

60.30

19

19

Budi Agung

8258.24

1416.61

17.85%

211.925

502.188

46.048

257.973

0.915

168.843

2245

7.52

16.32

6.81

66.77

10

20

Anugrah

7396.03

1360.81

31.05%

129.821

1053.537

58.462

188.283

1.458

214.360

1963

10.92

16.14

6.40

69.52

21

Naga Sakti

14831.61

2764.38

9.98%

798.905

954.263

88.570

887.475

3.064

324.757

4249

7.64

16.98

4.45

73.04

22

Sinar Baru

13269.34

2647.23

19.25%

151.951

933.413

36.224

188.175

0.664

132.820

3522

3.77

15.04

6.47

62.62

16

23

Tastex

4164.71

785.20

14.07%

66.113

182.165

10.825

76.939

0.178

39.693

1119

3.55

15.11

6.40

63.80

15

24

Delimatex

6881.86

1049.04

11.19%

38.605

272.856

4.864

43.469

0.113

17.835

1993

0.89

16.60

6.06

68.78

25

Daliatex

118307.36

16956.30

5.35%

3002.960

1449.763

169.739

3172.700

2.713

622.378

35215

1.77

16.59

2.96

71.61

74

II.2.3 Tabel Perhitungan Neraca Energi

No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Nama Pabrik
Dactex
Adetex
Famatex
BSTM
Sinar Majalaya
Alenatex
Sipatex
Nagamas
Panca Agung
Badjatex
Dhanar Mas
BCP
RCP
Himalaya
Bima Jaya
Vonex
Sinar Sari
Cemara Agung
Budi Agung
Anugrah
Naga Sakti
Sinar Baru
Tastex
Delimatex
Daliatex

Masuk
Energi
Batubara
(kkal/jam)
6627351
4807564
6441889
5284372
4396206
3150522
8883037
3794316
18466449
6853934
3885029
4407770
14071509
7191385
10429899
5739508
6391162
3533065
7326703
6737355
12395464
13262620
3857667
5790724
105179909

Keluar
Heatloss
Heatloss Flue
Abu
Gas
(kkal/jam)
(kkal/jam)
84402.03
488244
49304.82
546111
11669.62
721894
0.00
569242
52788.98
468153
12483.85
324508
996542.81
949013
60329.23
390213
569592.61
1900074
6203.39
712491
59673.21
376424
30456.14
417749
316713.66
1667031
223201.86
845723
725325.47
1132835
30319.34
693931
556034.75
672690
0.00
406057
373028.80
788056
473531.22
730015
717079.61
1194711
293364.18
1527648
87710.21
427225
39382.92
575616
1373778.92
8847034

Efisiensi Boiler
(%)
91
88
89
89
88
89
78
88
87
90
89
90
86
85
82
87
81
89
84
82
85
86
87
89
90
75

II. 2. 4 Tabel Hasil Pengukuran Temperatur Gas Buang

No

Nama Pabrik

Effisiensi
Boiler (%)

Teknologi

Temp. gas
buang ( C)

Dactex

91

181

Adetex

88

170

BSTM

89

160

Sinar Majalaya

88

Sipatex

78

Nagamas

88

Dhanar Mas

89

153

RCP

86

152

Bima Jaya

82

129,2

10

Anugrah

82

167

11

Naga Sakti

85

119

12

Sinar Baru

86

251

13

Tastex

87

87

14

Famatex

89

90

15

Alenatex

89

111

16

Panca Agung

87

81

17

Badjatex

90

18

BCP

90

19

Himalaya

85

81,6

20

Vonex

87

125

21

Sinar Sari

81

160,4

22

Cemara Agung

89

160

23

Budi Agung

84

136

24

Delimatex

89

89

Fluidized

Chain Grate

180
130
160

153
85

76

LAMPIRAN III

GAMBAR RANCANGAN ALAT FLUIDASI

120 cm

Pipa stainless
Steel 316, 2,5 inch
600 cm

Lubang pengisian
partikular

Stop kran pengatur


Tekanan angin

Stop kran pengatur


Tekanan angin
Heater
Stop kran
Lubang
Pengisian Gas

Pintu pengeluaran
Partikular jenuh

Blower
Heater

Distributor
plate

77

Heater

Katup pengatur
Tekanan angin

Tinggi 123 cm = 4 buah


25.7 cm

Plat galvanish
2 mm

4 cm

120 cm

123 cm

Plat galvanish
3 mm

25 cm

25.7 cm

25 cm

78

Tinggi 103 cm = 1 buah


25.7 cm

Plat galvanish
2 mm

4 cm

100 cm

103 cm

Plat galvanish
3 mm

25 cm

25.7 cm

25 cm

79

Engsel

59,2 cm
8 cm

25 cm

25 cm

80

Flaness
Plat galvanish
27 cm

27 cm
Pipa stainless
2.5 inch

Pipa stainless
4 inch

Flaness

60 cm

70 cm

24.5 cm

81

Flaness
Pipa stainless
2.5 inch

20 cm
5 cm

Pipa stainless
4 inch

55 cm

5 cm
Flaness

82

TABUNG PEMANAS
Flaness

Heater
Glass wall/
Rock wall

Pipa
stainlesss
4 inch

Pipa
stainlesss
2.5 inch
Flaness

83

Drat

8 cm
Flaness

Pipa stainless 2.5 inch

5 cm

40 cm

84

PIPA PENGATUR TEKANAN ANGIN

20 cm

10 cm

Shock drat
1 inch

Pipa stainless
1 inch
500 cm

Fiting/joint
1 inch

Drat

75 cm

2 buah
85

SYCLONE

30 cm

5 cm
20 cm

100 cm

120 cm

2.5 inch

1 buah
25 cm

86

SYCLONE
Pipa stainless
1 inch
Drat

Flanes
2.5 inch

Fiting/joint
4 2.5 inch

Pipa stainless
2.5 inch

Roll plat stainless


2mm, 25 cm

Roll plat stainless


2mm, 25 cm

Flanes
2.5 inch

87

LAMPIRAN 4
FOTO-FOTO KEGIATAN LAPANGAN

88

89

Keterangan gambar kegiatan di beberapa lokasi (dari atas ke bawah, kiri ke kanan) :
- PT. Bima Jaya
- PT. Dhanarmas Concern
- PT. Sinar Sari Sejati
- PT. Naga Sakti Kurnia
- PT. Himalaya Tunas Texindo
- PT. Warna Indah Samijaya
- PT. Waitex
- PT. Badjatex
- PT. Budi Agung
90

Gambar Kegiatan di beberapa tempat di PLTU-B Tanjung Jati B


91

Gambar Kegiatan di PT. Semen Padang, Sumatera Barat

92

Anda mungkin juga menyukai