LAPORAN II
RANCANGAN KONSEPTUAL
D2.2122.K.20
Muchammad Adriyan 13018042
Michael David 13018088
Vincent Felixius 13018100
Revisi ke- :
LAPORAN II 1 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
LEMBAR REVISI
2 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Daftar Isi
LEMBAR REVISI ...................................................................................................................................................................... 2
3 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
1. INFORMASI UMUM
1.1. Pengantar
Pabrik produksi brine menjadi klorin dan natrium hidroksida merupakan pabrik yang menerapkan
proses elektrolisis sebagai proses utama. Pada proses elektrolisis, kandungan NaCl di dalam brine
berubah menjadi produk Cl2 dan NaOH, sehingga pemilihan varian proses elektrolisis menjadi hal
utama dalam perancangan pabrik ini. Selain itu, teknologi persiapan umpan dan pemurnian produk
juga dibahas dalam perancangan pabrik ini. Hal ini dikarenakan umpan brine yang tergolong
limbah, masih mengandung berbagai pengotor yang perlu dihilangkan sebelum dielektrolisis.
Produk Cl2 dan NaOH juga perlu dimurnikan lebih lanjut agar memenuhi standar spesifikasi
komoditas industri.
1.2. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai pada laporan ini adalah untuk mengevaluasi berbagai teknologi yang
ada untuk mendapatkan teknologi terbaik dan dapat memberikan kinerja proses yang optimal pada
pabrik pengolahan brine menjadi chemical.
1.4. Referensi
Referensi yang digunakan pada pembuatan Laporan 2 ini tertera pada Tabel 1.1 sebagai berikut.
Tabel 1.1 Referensi Laporan 2
4 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
https://commons.wi
28 Water turbine picture kimedia.org/wiki/Fil 0
e:Water_turbine.sv
g
Thiel, G. P., Kumar, A., Gómez-González, A., doi:10.1021/acssus
& Lienhard, J. H. (2017). Utilization of chemeng.7b02276
Desalination Brine for Sodium Hydroxide
29 Production: Technologies, Engineering
Principles, Recovery Limits, and Future
Directions. ACS Sustainable Chemistry &
Engineering, 5(12), 11147–11162.
6 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Bagian reaksi elektrolisis menjadi tahap utama dalam proses pengolahan brine menjadi chemical
atau dikenal sebagai proses chlor-alkali. Proses chlor-alkali dilakukan berbasi elektrokimia dengan
adanya reaksi elektrolisis. Proses chlor-alkali elektrolisis ini telah lama dikomersialisasi di skala
industri dan mendominasi produksi Cl2 dan NaOH dunia. Reaksi reduksi dan oksidasi terjadi
berturut-turut pada katodan dan anoda, sehingga dapat dihasilkan Cl2 dan NaOH. Hingga saat ini
terdapat dua varian proses elektrolisis yang paling banyak digunakan di industri, yaitu dengan sel
membran dan sel diafragma. Oleh karena itu, kedua varian ini akan evaluasi pada laporan ini dan
pada akhirnya dipilih satu varian terbaik. Varian dengan sel membran yang dievaluasi adalah sel
membran dari lisensor Asahi Kasei, sedangkan sel diafragma yang diveluasi dari lisensor Hooker
Chemical.
Pada bagian pemurnian produk, produk Cl2 dan NaOH keluaran sel elektrolisis dimurnikan dengan
teknologi pemisahan untuk meningkatkan konsentrasinya dan menghilangkan pengotor yang
terbawa. Hal ini perlu dilakukan agar produk yang dihasilkan sesuai dengan standar spesifikasi
komoditas industri dan dapat diperjualbelikan. Penjelasan mengenai teknologi persiapan umpan,
reaksi, pemurnian produk, dan optimasi dijelaskan pada sub bab 2.2 di bawah ini.
2.2.1. Nanofiltration
Berdasarkan penyebab terbentuknya, fouling diklasifikasikan menjadi dua bagain besar, yaitu
macro fouling dan micro fouling. Macro fouling disebabkan oleh material kasar yang masuk ke
dalam sistem aliran proses. Macro fouling dapat berupa spare part alat yang tersangkut dalam unit,
7 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
benda dari luar seperti pasir atau batu, alga, ranting, dan dedaunan yang terbawa (umumnya pada
sistem air pendingin). Di sisi lain, micro fouling disebabkan oleh mekanisme kompleks antara
senyawa kimia dengan medium fouling-nya. Fouling akibat ion sulfat tergolong sebagai micro
fouling yang lebih spesifik dikategorikan sebagai particulate fouling (Hasson, 1997). Particulate
fouling terjadi akibat adanya partikel tersuspensi yang bertransportasi menuju permukaan padatan.
Terjadi mekanisme flokukasi atau koagulasi sehingga partikel tersebut menempel pada permukaan
padatan dan secara akumulatif membentuk fouling. Fouling sangat dihindari pada operasional
industri karena menggangu kelancaran proses dan membutuhkan biaya untuk memperbaiki alat
yang sudah memiliki fouling, sehingga menaikan biaya keseluruhan pabrik. Hal ini memperkuat
alas an mengapa unit nanofiltration diletakan paling awal, yaitu selain memurnikan umpan brine,
tetapi juga mencegah fouling pada unit-unit selanjutnya.
Nanofiltration merupakan proses membrane dengan driving force berupa perbedaan tekanan
antara inlet dan outlet. Dewasa ini, sedang banyak dikembangkan saat ini baik di skala penelitian
maupun komersial industri. Tekanan hidrostatik yang diberikan pada sistem nanofiltration
digunakan untuk mentransportasikan campuran molekular ke permukaan membran. Pelarut dan
larutan dengan berat molekul yang relatif rendah akan menyerap ke dalam membran, sementara
komponen lainnya tertahan pada struktur membran (Giorno, dkk., 2016). Diagram kerja
nanofiltration ditunjukan pada Gambar 2.1 berikut ini, dimana ion Cl- (juga mewakili komponen lain
dalam umpan brine) lolos/melewati lapisan nanofiltration membrane yang disebut sebagai
permeate. Di lain sisi, ion SO42- tertahan oleh struktur membran, sehingga dapat dipisahkan pada
aliran yang disebut sebagai retentate.
Nanofiltration memiliki beberapa keunggulan dibanding teknologi serupa, yaitu ketersediaan ruang
kosong yang luas dan ukuran pori yang kecil. Ukuran pori ini memberikan keunggulan dalam
transisi partikel, dimana nanofiltration mampu menyaring partikel yang relatif lebih kecil ukurannya
(Crespo, 2010). Karakteristik spefisik dari nanofiltration adalah penolakan terhadap ion multivalent
yang tinggi (>99%), penolakan ion monovalent yang sedang (<= 70%), dan rejeksi senyawa
organik yang tinggi (>90%) (Nagy, 2012). Oleh karena karakteristik dan kelebihan tersebut, maka
nanofiltration dipilih untuk digunakan pada perancangan proses ini. Teknologi yang dipilih dalam
8 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
perancangan ini adalah jenis FilmtecTM NF270-400 dengan jenis membran thin-film composite
berbahan dasar poliamida.
2.2.2. Elektrodialisis
Elektrodialisis adalah proses yang digunakan untuk memisahkan ion-ion yang masih terlarut dalam
brine setelah proses nanofiltrasi. Pada umumnya, proses ED memang digunkan untuk
memisahkan ion-ion dengan konsentrasi cukup rendah dibandingkan proses RO pada umumnya
yaitu <5000 mg/L (Singh, 2016). Elektrodialisis adalah proses yang menggunakan membran dan
juga listrik untuk memisahkan anion dan kation dari pelarutnya. Potensial listrik akan mendorong
partikel untuk melewati membran sehingga membentuk produk yang mengandung kandungan
garam yang rendah dan juga produk dengan kandungan garam yang tinggi. Pada proses ini, ED
tidak sepenuhnya memisahkan karena tujuannya adalah meningkatkan konsentrasi garam untuk
memasuki proses selanjutnya. Jenis teknologi yang digunakan untuk proses elektrodialisis ini
adalah membran penukar ion NeoseptaTM.
2.2.3. Evaporasi
Pada proses ini, terdapat sebagian aliran keluaran sel electrolyzer yang dialirkan dan dicampurkan
kembali dengan aliran keluaran proses elektrodialisis. Terdapatnya aliran daur ulang tersebut,
dapat menyebabkan peningkatan jumlah air yang bersirkulasi di sebagian besar aliran proses.
Tingginya tingkat air yang bersirkulasi dapat menyebabkan peningkatan kebutuhan kapasitas
peralatan maupun sistem perpipaan dan utilitas yang tinggi yang dapat menyebabkan penurunan
9 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
efisiensi proses. Sehingga, kandungan air yang bersirkulasi di sepanjang sistem proses perlu
dikurangi dengan penambahan proses evaporasi menggunakan evaporator sederhana. Air yang
dipisahkan dari aliran ini berupa uap air yang keluar sebagai aliran atas evaporator (O’Brien, dkk.,
2005).
Setelah proses evaporator, umpan brine masih memiliki kandungan pengotor berupa ion-ion
kesadahan seperti Ca2+ dan Mg2+ yang tinggi. Alat atau sel electrolyzer memiliki standar
kandungan ion kesadahan pada umpan yang rendah. Sehingga, kandungan ion-ion tersebut perlu
dihilangkan terlebih dahulu sebelum dapat dialirkan menuju sel dengan menggunakan proses
chemical softening. Proses chemical softening terdiri atas tiga tahapan utama yang berupa
chemical treatment, klarifikasi dengan gravitasi, dan filtrasi.
Proses chemical treatment adalah proses penambahan senyawa kimia ke dalam aliran. Pada
kasus ini, senyawa kimia yang ditambahkan merupakan NaOH dan Na2CO3. Ion karbonat (CO32-)
pada senyawa natrium karbonat dapat mengendapkan kandungan ion Ca2+ pada aliran. Proses
pengendapan ion kalsium berlangsung relatif sangat cepat dan spontan sehingga menghasilkan
padatan dalam bentuk sludge yang dapat segera dipisahkan dari aliran pada tahapan selanjutnya.
Sedangkan, ion hidroksida (OH-) pada senyawa natrium hidroksida dapat mengendapkan ion Mg2+
bersamaan dengan ion-ion logam lainnya yang tersisa pada aliran tersebut. Proses pengendapan
ion magnesium berlangsung relatif lebih lambat dibandingkan pengendapan ion kalsium sehingga
sebagian ion magnesium yang telah bereaksi dengan ion hidroksida masih belum terendapkan
dan terdapat dalam fasa koloid. Reaksi pengendapan ion kesadahan dengan senyawa kimia yang
ditambahkan terdapat pada persamaan berikut.
Proses chemical treatment berlangsung pada dua tangki berpengaduk terpisah yang disusun
secara seri. Pada tangki pertama, brine dialirkan dan dicampurkan dengan Na2CO3 kemudian
diaduk. Keluaran tangki pertama tersebut kemudian dialirkan menuju tangki kedua. Pada tangki
kedua, aliran tersebut dicampur dengan NaOH kemudian diaduk sehingga sebagian besar ion-ion
kesadahan dan ion logam yang tersisa dapat terendapkan.
Aliran keluaran tangki kedua tersebut memiliki kandungan padatan tersuspensi yang tinggi dan
akan dengan mudah dipisahkan menggunakan proses klarifikasi dengan bantuan gravitasi pada
alat clarifier. Aliran keluaran tangki kedua tersebut digenangkan pada clarifier yang merupakan
wadah tangki berukuran besar. Pada clarifier, padatan tersuspensi yang merupakan hasil
pengendapan ion-ion kesadahan dan ion logam akan mengalami sedimentasi dan membentuk
padatan berupa sludge pada bagian dasar clarifier. Proses pemisahan dengan memanfaatkan
gravitasi tersebut menyebabkan cairan yang terdapat pada permukaan clarifier memiliki
kandungan padatan yang sedikit. Sehingga, cairan yang berada di permukaan adalah cairan yang
akan dialirkan menuju proses selanjutnya. Ilustrasi clarifier terdapat pada Gambar 2.3 berikut.
10 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Gambar 2.3 Ilustrasi alat clarifier pada umumnya (O’Brien, dkk., 2005)
Aliran cairan pada permukaan clarifier atau clarified brine tersebut kemudian dialirkan menuju
proses filtrasi. Aliran tersebut masih memiliki kandungan padatan tersuspensi yang tinggi yang
berasal dari ion-ion kesadahan seperti Mg2+ dan ion logam yang tidak terendapkan pada clarifier
yang apabila tidak dihilangkan, akan merusak lapisan membran maupun diafragma pada peralatan
sel electrolyzer. Sehingga, kandungan padatan tersuspensi aliran tersebut perlu dikurangi dengan
menggunakan proses filtrasi.
Proses filtrasi terbagi menjadi dua proses yaitu filtrasi primer dan filtrasi sekunder atau polishing
filtration. Proses filtrasi primer pada umumnya menggunakan filter unggun berupa pasir. Tetapi,
kandungan silika pada pasir menyebabkan aliran keluaran filter tidak memenuhi standar umpan
untuk sel electrolyzer. Sehingga, unggun yang digunakan pada filter primer adalah garnet dan
antrasit. Namun, proses filtrasi tidak cukup jika hanya menggunakan proses filtrasi primer
dikarenakan masih terdapat partikel padatan yang berukuran cukup besar yang dapat merusak sel
electrolyzer sehingga perlu dilakukan proses filtrasi sekunder.
Proses polishing filtration memiliki kemampuan untuk dapat memisahkan partikel berukuran
submicron dan menghasilkan filtrat yang memiliki kandungan padatan tersuspensi dibawah 1 ppm.
Pada dasarnya, clarified brine dapat langsung difiltrasi melalui proses filtrasi sekunder tanpa
adanya proses filtrasi primer. Tetapi, penggunaan filtrasi sekunder secara tunggal dapat
mengurangi efektivitas proses dikarenakan proses filtrasi primer memiliki kapasitas filtrasi yang
relatif lebih besar dan tidak digunakannya filter primer menyebabkan frekuensi regenerasi filter
sekunder menjadi lebih tinggi. Proses filtrasi sekunder terjadi pada filter yang berupa pressure-leaf
filter yang terdiri atas polipropilen yang melapisi mesh yang terbuat dari Monel atau Titanium
(O’Brien, dkk., 2005). Ilustrasi filter pressure-leaf terdapat pada Gambar 2.4 berikut.
11 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Setelah diolah menggunakan chemical softening, kandungan kesadahan (Ca2+ dan Mg2+) dalam
umpan brine menurun secara signifikan. Namun, electrolyzer chlor-alkali menuntut kemurnian
umpan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, umpan brine diolah terakhir kali menggunakan ion
exchange untuk menghilangkan kandungan Ca2+ dan Mg2+ yang masih tersisa. Lebih dari itu,
pengunaan ion exchange juga ditunjukan untuk menghilangkan kation pengotor lainnya yang
berpotensi ada dalam umpan brine.
Ion exchange adalah proses dimana ion-ion tertentu di dalam larutan ditransformasikan ke dalam
padatan yang melepaskan ion berbeda tetapi dengan polaritas yang sama. Dengan kata lain, ion-
ion dalam larutan dipertukarkan dengan ion lain yang berasal dari padatan tersebut. Padatan
tersebut lebih dikenal sebagi resin penukar ion, yaitu padatan granular tak terlarut yang
mengandung radikal asam dan basa. Ion positif dan negatif yang terkandung di dalam radikal ini
dapat dipertukarkan dengan ion lain dengan muatan/polaritas yang sama jika antara ion saling
berkontak (Lenntech, 2021). Proses pemisahan dengan ion exchange berlangsung secara fisika.
Proses yang terjadi pada ion exchange diilustrasikan pada Gambar 2.5 berikut ini.
12 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Untuk memisahkan kandungan Ca2+ dan Mg2+ dalam umpan brine, resin penukar ion yang
digunakan harus selektif terhadap ion-ion tersebut, sehingga Na+ sebagai ion yang diinginkan tidak
ikut terpisahkan. Pada perancangan proses ini, resin penukar ion yang digunakan adalah resin
Amberlite™ IRC747 dari Dow Chemical. Reaksi yang terjadi pada kolom ion exchange adalah
sebagai berikut (O’Brien dkk., 2005).
Notasi M2+ menunjukan ion divalen seperti Ca dan Mg. Notasi R—menunjukan polimer dari resin
dengan muatan negative. Dalam pengunaannya, resin penukar ion perlu diregenerasi kembali
menjadi kapasitas penuh setelah menjadi jenuh dengan pengotor. Regenerasi dilakukan dengan
mengalirkan HCl dan NaOH ke resin penukar ion (Dow Water & Process Solutions, 2017).
2.2.6. Acidification
Sebelum dialirkan menuju sel electrolyzer, aliran umpan brine perlu diasidifikasi atau ditambahkan
kandungan asam. Hal ini dikarenakan, aliran umpan brine memiliki sifat basa dikarenakan
terdapatnya ion-ion hidroksida dan karbonat dari proses-proses sebelumnya. Kedua ion tersebut
dapat bereaksi dengan gas klorin yang dihasilkan pada ruang anoda sel. Reaksi kedua ion dengan
gas klorin yang berkelanjutan dapat mengurangi efisiensi arus pada anoda dan menyebabkan
peningkatan kebutuhan tenaga listrik pada sel electrolyzer. Selain itu, sifat umpan brine yang basa
dapat menyebabkan korosi atu leaching pada ruthenium oksida yang terdapat pada pelapis atau
coating anoda dan menyebabkan pembentukan gas oksigen yang tidak diinginkan yang juga dapat
menyebabkan pembentukan ion klorat dan hipoklorit. Gas oksigen maupun ion klorat dan ion
hipoklorit dapat menyebabkan penurunan efisiensi arus pada anoda. Kandungan asam yang
ditambahkan merupakan senyawa HCl. Senyawa HCl dapat bereaksi dengan ion hidroksida dan
ion karbonat membentuk gas CO2 dan molekul air (O’Brien, dkk., 2005).
2.2.7. Deklorinasi
Aliran brine yang merupakan keluaran anoda atau depleted brine, dialirkan dan dicampurkan
kembali dengan aliran keluaran proses elektrodialisis. Namun, aliran tersebut memiliki kandungan
pengotor gas klorin. Meskipun kandungan gas klorin pada aliran depleted brine relatif sedikit,
jumlah tersebut tetap tidak dapat ditoleransi oleh sel electrolyzer terutama pada sel membran dan
dapat merusak resin ion exchange. Sehingga, kandungan klorin tersebut perlu dihilangkan dari
aliran untuk mencegah kerusakan pada sel electrolyzer.
Terdapat beberapa jenis proses deklorinasi dengan proses penyisihan klor menggunakan vakum
dan proses penyisihan klor dengan mengkonversi klor menjadi ion klorida adalah proses yang
paling umum digunakan. Proses vacuum dechlorination atau proses menggunakan vakum
membutuhkan capital cost dan operational cost yang relatif jauh lebih tinggi dikarenakan proses
tersebut pada umumnya berlangsung pada packed column dan memerlukan sumber tekanan
vakum yang pada umumnya memerlukan biaya tinggi. Sehingga, proses deklorinasi yang dipilih
adalah proses konversi klor menjadi ion klorida dengan penambahan senyawa natrium bisulfit
(NaHSO3). Proses deklorinasi dilangsungkan pada tangki berpengaduk.
Aliran keluaran proses deklorinasi kemudian dibagi menjadi dua aliran, yaitu aliran daur ulang,
yang akan bercampur dengan aliran keluaran elektrodialisis, serta aliran purge yang akan menjadi
output proses ini. Penambahan aliran purge bertujuan untuk mengurangi kandungan senyawa
sulfur yang terdapat pada aliran proses. Hal tersebut dikarenakan, senyawa sulfur yang terdapat
dalam bentuk ion sulfat (SO42-) dapat bersifat merusak untuk beberapa proses pre-treatment dan
sel electrolyzer (O’Brien, dkk., 2005).
13 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Gambar 2.6 Sebaran pengunaan teknologi sel elektrolisis chlor-alkali (O’Brien et al, 2005)
Berdasarkan grafik sebaran di atas, dapat disimpulkan bahwa sel diafragma merupakan jenis
teknologi yang paling banyak digunakaan di industri chlor-alkali. Sedikit di bawahnya ada teknologi
membran yang juga cukup dominan pengunaannya. Namun, secara kontras terlihat bahwa
pengunaan sel merkuri sudah tidak banyak. Padahal dalam perkembangan industri chlor-alkali,
teknologi sel merkuri sempat mencapai kejayaan pada tahun 1984 dengan pengunaan mencapai
45%. Namun, sel merkuri semakin ditinggalkan karena menghasilkan limbah merkuri yang
berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Perkembangan keselamatan proses dan produksi bersih
yang kian menjadi fokus dunia semakin menurunkan pengunaan sel merkuri. Gambar 2.7
menunjukan penurunan jumlah pabrik di dunia yang mengunakan sel merkuri serta kapasitas
produksinya. Akibat pengunaannya yang mulai ditinggalkan, maka perancangan proses ini
berfokus pada teknologi sel diafragma dan sel membran.
14 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Secara umum, baik sel diafragma maupun sel elektrolisis terdiri dari dua kompartemen, yaitu
anoda dan katoda. Pada anoda, terjadi reaksi oksidasi ion klorida menjadi gas klorin. Sebaliknya,
pada katoda terjadi reaksi reduksi air menjadi gas iydrogen dan ion hidroksida. Reaksi katoda,
anoda, dan sel total adalah sebagai berikut.
−
Anoda: 2𝐶𝑙(𝑎𝑞) → 𝐶𝑙2 (𝑔) + 2𝑒
−
Katoda: 2𝐻2 𝑂(𝑙) + 2𝑒 → 𝐻2 (𝑔) + 2𝑂𝐻(𝑎𝑞)
15 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Kondisi operasi dan performa tipikal sel diafragma ditunjukan pada Tabel 2.1 berikut ini.
1 Tekanan Atmosferik
2 Temperatur 85oC
16 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
1978 R.N. Beaver & C.W. Becker Diafragma dari campuran PTFE dan
zirconia (Polyramix dan Tephram)
1980 E.H Cook & M.P. Grotheer Diafragma dari PTFE dan natrium
karbonat
Jenis diafragma non-asbes kedua adalah Tephram® yang dikembangkan oleh PPG Industries.
Tephram® terdiri dari tiga komponen, yaitu basecoat, topcoat, dan dopant. Komponen
basecoat mengandung serat PTFE, serat mikro PTFE, dan resin ion-exchange Nafion®. Serat
PTFE membentuk alas dan serat mikro PTFE memberikan sifat porositas. Resin ion-exchange
Nafion® berkontribusi memberikan sifat basah pada alas PTFE. Komponen topcoat merupakan
partikel anorganik yang diaplikasikan di atas basecoat secara vakum untuk mencapai sifat
permeabilitas yang cukup. Komponen dopant mengandung bahan larut dan tidak larut untuk
membentuk lapisan gel pada mikropori diafragma untuk meningkatkan performa diafragma.
Perbandingan biaya operasional pengunaan asbes, PolyramixTM, dan Tephram® pada sel yang
beroperasi dengan arus 120kA ditunjukan pada Tabel 2.3 Disimpulkan bahwa diafragma non-
asbes relatif lebih mahal dari pada asbes dengan perawatan yang lebih sulit.
17 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Tabel 2.3 Perbandingan biaya operasional sel diafragma asbes, PolyramixTM, dan Tephram® dalam
satuan $/ton Cl2 (Foller et al, 1988)
Pada praktik industri, asbes menjadi material yang paling banyak digunakan hingga saat ini. Hal
ini tidak terlepas dari biaya yang lebih murah, ketersediaan yang melimpah, perawatan yang relatif
mudah, dan performa yang dapat bersaing dengan material non-asbes. Namun, pengunaan asbes
mencapatkan perhatian khusus karena sifat materialnya yang karsinogenik dan dapat
membahayakan pekerja sekitar. Hal tersebut ditanggulangi dengan pengunaan venting,
housekeeping, dan monitoring emisi yang ketat. Di sisi lain, pengunaan material non-asbes belum
terlalu luas dan masih membutuhkan pengembangan untuk menurunkan biaya. Oleh karena itu,
asbes dipilih sebagai material sel diafragma pada perangan proses ini.
2.3.1.3. Anoda
Beberapa syarat untuk material anoda yang baik untuk sel elektrolisis adalah sebagai berikut:
1. Stabilitas terhadap oksidasi elektrokimia dan serangan kimia oleh NaCl, KCl, HCL, Cl2, HOCl,
ClO3-, dan O2.
2. Perawatan konduktivitas dari lapisan permukaan akibat deposit klorin.
3. Elektrokatalisis untuk mencapai overvoltage anodik yang rendah.
Platinum, magnetit, dan karbon merupakan material anoda yang awalnya banyak digunakan pada
industri chlor-alkali. Namun seiring berkembangnya teknologi, pengunaan ketiga material itu mulai
ditinggalkan karena limitasi-limitasi yang terdapat pada Tabel 2.4 berikut.
18 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Akibat limitasi ketiga bahan anoda tersebut, dilakukan pengembangan untuk menghasilkan anoda
dengan performa lebih baik dan dengan harga lebih murah. Puncak pengembangan anoda
dilakukan oleh H.B. Beer yang membuat anoda berbasis Ti dengan coating komposit RuO2 + TiO2.
Anoda ini dikenal sebagai Dimensionally Stable Anode (DSA®) karena ketahanannya terhadap
degradasi. DSA® hingga saat ini digunakan di industri dibawah lisensi global oleh Diamond
Shamrock Technology, S.A. DSA® memiliki overvoltage anoda yang rendah, sehingga memberikan
penghematan sebanyak 0,3 V. DSA® juga memiliki usia pakai yang lebih lama, yaitu 8 tahun.
Pengunaan DSA® juga menghasilkan biaya energi dan perawatan yang lebih murah. Oleh karena
itu, anoda yang digunakan dalam perancangan proses pabrik brine to chemical adalah DSA®
dengan spesifikasi sebagai berikut.
2.3.1.4. Katoda
Katoda yang umum digunakan pada sel diafragma adalah carbon steel. Carbon steel
menghasilkan overvoltage yang rendah dan memiliki ketahanan yang baik terhadap larutan NaOH.
Selain itu, carbon steel juga memiliki harga yang murah, banyak tersedia, dan mudah difabrikasi.
Maka dari itu, katoda carbon steel dipilh untuk proses chlor-alkali dengan sel diafragma.
1 Material PolyramixTM
2 Anoda DSA®
4 Tekanan Atmosferik
5 Temperatur 85oC
7 Tegangan arus 4V
19 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Proses chlor-alkali dengan sel diafragma ditinjukan dengan Block Flow Diagram (BFD) pada Gambar 2.9 berikut
20 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Tipikal kondisi operasi dan performa untuk sel membran terdapat pada Tabel 2.6 berikut.
1. Tekanan Atmosferik
2. Temperatur 85 °C
4. Tegangan 3,0-3,6 V
21 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Juda Walter dkk. dari Paten Sel Membran untuk Elektrodialisis dengan
1952
Ionics Corporation nomor paten US2741595A
1950-an
Feasibility konsep teruji, muncul permasalahan
hingga Diamond Shamrock
erosi pada anoda karbon, tegangan sel yang tinggi,
1960-an dan Ionics Corporation
dan umur membran yang singkat
awal
Perkembangan material membran terus berjalan hingga saat ini dan material membran yang
paling umum digunakan di industri saat ini adalah tipe membran komposit PFSA pada sisi
anoda dan PFCA pada sisi katoda dengan lapisan politetrafluoroetilen (PTFE) diantara kedua
lapisan polimer tersebut. Hal ini dikarenakan, lapisan PFSA memiliki resistivitas elektrik yang
rendah sedangkan lapisan PFCA memiliki resistensi yang tinggi terhadap back-migration
kaustik. Dengan karakteristik yang menggabungkan kelebihan kedua tipe membran penukar
ion Nafion® (berbahan PFSA) dan Flemion® (berbahan PFCA), maka tipe membran penukar
ion komposit dipilih untuk kasus ini. Salah satu produsen membran komposit yang sudah
komersil tersebut adalah Asahi Kasei dengan nama dagang Aciplex™.
terjadinya degradasi maupun korosi. Selain itu, penambahan komponen iridium oksida pada
lapisan coating Ru-Ti, dapat memberikan performa yang lebih baik dikarenakan penambahan
iridium oksida dapat mengurangi tingkat korosi pada anoda. Sehingga, tipe anoda yang kami
pilih untuk digunakan pada sel membran adalah tipe anoda Titanium dengan lapisan coating
RuO2-TiO2-IrO2.
1 Material Aciplex™
3 Katoda Nikel
4 Tekanan Atmosferik
5 Temperatur 85oC
7 Tegangan 3,0-3,6 V
23 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Pemurnian larutan NaOH dari 32 % berat untuk membran maupun dari 12 % berat untuk diafragma
menjadi 50 % berat menggunakan proses evaporasi untuk menghilangkan kandungan air pada
campuran tersebut. Proses evaporasi dilangsungkan secara sederhana menggunakan evaporator
dengan sumber panas yang berasal dari steam atau kukus. Untuk meningkatkan effisiensi panas,
digunakan sistem evaporator berupa multi effect evaporator dengan jumlah 3 efek. Ilustrasi sistem
evaporator yang digunakan terdapat pada Gambar 2.11 berikut.
24 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Apabila limbah ini langsung saja dibuang tanpa pengolahan, hal itu akan bertentangan dari tujuan
awal pabrik yaitu mengolah limbah brine dari proses desalinasi air laut.
PRO merupakan singkatan dari pressure retarded osmosis. Teknologi ini merupakan salah satu
teknologi baru yang masih belum matang karena aplikasinya di industri nyata masih sangat sedikit.
PRO memanfaatkan tekanan yang terbentuk akibat perbedaan konsentrasi garam untuk
meningkatkan tekanan aliran fluida. Fluida bertekanan tinggi ini nantinya akan digunakan untuk
membangkitkan listrik dengan cara memutar turbin. Pada proses yang lebih umum, PRO
digunakan untuk meningkatkan tekanan umpan SWRO sebelum memasuki membran RO (Lee,
dkk., 2020). Namun demikian, untuk proses yang tidak melibatkan SWRO, PRO digunakan untuk
mengencerkan dan menekan brine untuk selanjutnya digunakan untuk membangkitkan listrik.
PRO bekerja dengan cara meningkatkan tekanan aliran draw water (brine) dari tekanan osmosis
yang dihasilkan dari perbedaan konsentrasi brine dengan feed water. Aliran brine yang sudah
terencerkan dan diberi tekanan selanjutnya akan digunakan untuk membangkitkan listrik
menggunakan turbin. Konfigurasi seperti ini tentu tidak selalui digunakan. Pada integrasi proses
SWRO-PRO, aliran bertekanan ini justru digunakan untuk meningkatkan aliran feed SWRO.
25 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Gambar 2.13 Konfigurasi PRO Untuk Pembangkitan Listrik (Touati, dkk., 2017)
Komponen peralatan PRO mengacu pada konfigurasi yang digunakan untuk membangkitkan
listrik. Peralatan utama untuk konfigurasi tersebut antara lain membran PRO itu sendiri, pressure
exchanger, dan generator listrik.
Gambar 2.14 Konfigurasi Tekanan Pada Membran Proses FO, PRO, dan RO (Touati, dkk.,
2017)
26 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Pada proses PRO, aliran brine diberi tekanan sehingga terjadi beda tekan antara aliran brine
dan juga feed water. Namun demikian, beda tekan yang terbentuk tidak lebih besar dari
tekanan osmois seperti yang terjadi pada proses RO (Reverse Osmosis). Oleh karena itu,
aliran yang terjadi tetap dari feed water menuju ke brine.
Pada tahap pertama rotor akan dipenuhi dengan aliran fluida bertekanan rendah. Rotor akan
berputar sehingga terjadi kontak antara aliran bertekanan rendah dengan aliran bertekanan
tinggi. Sistem ini akan akan memudahkan terjadinya pertukaran energi secara langsung antara
fluida tekanan rendah dan tekanan tinggi. Setelah itu, aliran fluida yang sudah diberi tekanan
akan keluar. Proses ini terjadi secara kontinyu selama aliran fluida masih mengalir.
Pada proses integrasi pengolahan brine dan PRO, PX digunakan untuk memindahkan tekanan
dari brine yang akan dibuang ke laut ke aliran brine sebelum memasuki PRO. Sebelum
memasuki PRO, brine harus diberi tekanan sebesar setengah dari perbedaan tekanan osmosis
yang terbentuk untuk menghasilkan proses yang paling optimal.
27 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
28 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Sifat fisik dan komposisi umpan brine pada proses brine to chemical ini ditunjukan pada Tabel 3.1
dan Tabel 3.2 berikut.
29 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Produk utama dari proses PT BRINDOTAMA CHEMICAL adalah klorin (Cl2) dan sodium hidroksida
(NaOH). Produk tersebut akan dipasarkan ke industri lain dengan spesifikasi seperti pada Tabel
3.4 dan Tabel 3.5. Selain itu, PT BRINDOTAMA CHEMICAL juga menghasilkan listrik melalui
Pressure Retarded Osmosis (PRO) untuk mensuplai kebutuhan listrik pabrik dengan besaran yang
terdapat pada Tabel 3.6.
Pada proses desalinasi air laut, kandungan garam dan ion-ion di dalam air laut dipisahkan,
sehingga menghasilkan air bersih yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti untuk
utilitas pabrik, rumah tangga, sampai air minum. Proses desalinasi berbasis membrane reverse
osmosis kini kerap menjadi perhatian baik di skala penelitian maupun industri. Namun, proses
desalinasi menghasilkan produk samping berupa brine, yaitu larutan garam natrium klorida dengan
konsentrasi tinggi. Umumnya proses reverse osmosis menghasilkan brine sebanyak 50% dari
jumlah umpan air laut. Jika air laut pada umumnya memiliki salinitas sebesar 3,5% NaCl, brine
mengandung 6-12% NaCl. Kandungan garam/salinitas yang tinggi ini menjadikan brine berbahaya
30 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
jika dibuang langsung ke laut, terutama dalam jumlah yang besar dan kontinu. Hal ini disebabkan
oleh salinitas yang tinggi dapat menggangu kehidupan dan bertumbuhan organisme laut. Selain
itu, masalah alkalinitas dan peningkatan suhu air laut kerap menjadi masalah yang ditimbulkan
oleh pembuangan brine. Maka, pengolahan brine perlu dilakukan untuk mencegah efek buruk bagi
lingkungan.
Di sisi lain, brine masih mengandung berbagai jenis garam yang utamanya adalah garam NaCl.
Hal ini menjadi potensi untuk mengolah brine menjadi bahan kimia atau dikenal dengan sebutan
brine to chemical (BTC). Metode BTC menjadi cara penanganan brine yang menguntungkan baik
dari segi lingkungan dan ekonomi. Metode BTC dilakukan dengan proses chlor-alkali, yaitu proses
produksi klorin (Cl2), natirum hidroksida (NaOH), dan gas hydrogen (H2) dari larutan NaCl atau
brine. Klorin merupakan zat kimia yang esensial dalam pembuatan polyvinyl chloride (PVC),
sedangkan NaOH banyak dipakai pada industri pulp and paper dan sabun. Perancangan pabrik
ini bertujuan untuk menghindari dampak buruk lingkungan akibat pembuangan brine ke laut dan
menyediakan zat kimia bagi kebutuhan industri lokal, sehingga dapat menekan angka impor zat
kimia. Pasalnya, hingga saat ini pemerintah Indonesia masih mengimpor garam NaCl untuk
memenuhi kebutuhan Cl2 dan NaOH dalam negeri. Tercatat impor garam Indonesia mencapai 2,1
juta ton. Lebih dari itu, pemerintah juga mengimpor Cl2 dan NaOH untuk memenuhi kebutuhan
yang tinggi akan kedua zat kimia tersebut. Impor Cl2 mencapai 1.089 ton dan NaOH mencapai
83.316 ton. Meninjau potensi garis pantai Indonesia yang terpanjang kedua di dunia, maka
pengolahan brine to chemical menjadi solusi untuk mengurangi ketergantung terhadap impor.
Proses chlor-alkali terbagi menjadi tiga tahapan proses utama, yaitu purifikasi brine, elektrolisis,
dan purifikasi produk. Sesuai dengan diagram bawang, perancangan proses diawali dengan
bagian reaksi, yaitu pada unit membrane electolyzer. Reaksi berlangsung secara elektrolisis pada
membrane electrolyzer. Penggunaan membrane bertujuan untuk memisahkan sel elektrolisis
menjadi chamber anoda dan katoda. Dengan adanya membran juga memungkinkan untuk
terjadinya pertukaran ion antara anoda dan katoda. Reaksi elektrolisis yang berlangsung adalah
sebagai berikut.
−
Anoda: 2𝐶𝑙(𝑎𝑞) → 𝐶𝑙2(𝑎𝑞) + 2𝑒 −
−
Katoda: 2𝐻2 𝑂(𝑙) + 2𝑒 − → 𝐻2(𝑔) + 2𝑂𝐻(𝑎𝑞)
Pada anoda, ion klorida (Cl-) teroksidasi menjadi gas klorin yang sebagian jumlahnya terlarut di
cairan anolit. Terdapat reaksi samping di anoda, yaitu oksidasi air membentuk gas oksigen (O 2).
Di katoda, air tereduksi menjadi hydrogen dan menghasilkan ion hidroksida (OH-). Ion Na+ dalam
anolit berpindah melalui lapisa membrane ke sisi katolit membentuk NaOH. Bersamaan dengan
itu, air juga berpindah dari sisi anoda ke katoda melalui lapisan membrane. Sebaliknya, ion
hidroksida berpindah dari katolit menuju anolit melalui lapisan membrane. Perpindahan ion OH- ini
membatasi pembentukan NaOH. Umpan brine yang masuk ke membrane electrolyzer memiliki
konsentrasi 26% NaCl. Brine diolah menjadi concentrated NaOH dan Cl2. Sebagian produk NaOH
diencerkan menjadi aliran diluted dengan kadar 30% NaOH untuk menaikan perolehan produk.
Selain itu, dihasilkan produk samping yaitu depleted brine dengan kadar 20% NaCl. Depleted brine
dapat diolah lebih lanjut menjadi aliran daur ulang.
31 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Brine yang diumpankan menuju alat membrane electrolyzer memiliki konsentrasi yang tinggi serta
harus memenuhi spesifikasi berikut.
1. Kemurnian brine berada pada rentang 290−310 g/L NaCl
2. Tingkat kesadahan (ion Ca2+ dan Mg2+) dibawah 0,02 ppm. Hal ini dikarenakan ion Ca2+ dapat
mengurangi efisiensi arus listrik dan kedua ion tersebut dapat meningkatkan tegangan operasi
electrolyzer.
3. Kandungan klorin, klorin terhidrolisis, dan ion hipoklorit dibawah 0,1 ppm. Hal ini dikarenakan
kandungan klorin dapat merusak resin penukar ion dan mengurangi umur pakai peralatan
serta perpipaan.
4. Kandungan sulfat sebagai Na2SO4 dibawah 4-8 g/L. Hal ini dikarenakan kandungan sulfat
dapat mengurangi efisiensi dari electrolyzer.
Maka dari itu, brine harus diolah terlebih dahulu melalui proses pre-treatment sebelum masuk ke
unit membrane electrolyzer. Perancangan proses masuk ke bagian kedua dari diagram bawang,
yaitu proses pemisahan untuk memurnikan umpan brine. Umpan brine pertama-tama harus
dihilangkan kandungan ion sulfat dan kesadahannya. Ion sulfat harus dipisahkan sejak awal
karena dapat menyebabkan fouling CaSO4 pada unit konsentrator selanjutnya. Kesadahan juga
baik untuk diminimalisir sejak awal karena juga dapat menyebabkan fouling. Oleh karena itu,
digunakan unit nanofiltration (NF) untuk menyaring ion sulfat (SO42-), Ca2+, dan Mg2+. Proses NF
menghasilkan dua produk, yaitu permeate dan retentate. Permeate merupakan produk hasil
penyaringa, sedangkan retenate merupakan brine yang tidak terolah. Permeate kemudian
dipekatkan konsentrasi NaCl nya dengan menggunakan unit electrodialysis (ED) sebagai
konsentrator utama. Pemekatan diperlukan karena berdasarkan spesifikasi umpan membrane
electrolyzer, brine harus dalam konsentrasi yang tinggi. Proses pemekatan menghasilkan brine
konsentrat hingga 20% berat NaCl. Proses ED menghasilkan diluate dengan kadar NaCl 3,5%
berat. Kadar garam ini relatif sama dengan air laut pada umumnya, sehingga diluate dapat didaur
ulang menjadi umpan air laut pabrik RO. Proses pemekatan dengan ED belum cukup
menghasilkan umpan brine yang sesuai dengan spesifikasi, sehingga brine dipekatkan lebih lanjut
di unit evaporator hingga mencapai kondisi jenuh pada kadar 27% berat NaCl.
Meskipun brine telah mencapai kondisi jenuh, tetapi kadar kesadahan masih terlalu tinggi untuk
dielektrolisis, sehingga digunakan unit chemical softening untuk mengurangi kesadahan. Na2CO3
dan NaOH ditambahkan untuk mengendapkan ion Ca2+ dan Mg2+ sebagai bentuk garamnya.
Endapan kemudian dihilangkan dengan filtrasi. Namun, proses chemical softening hanya mampu
mencapai kadar kesadahan di tingkat ppm dan belum memenuhi spesifikasi umpan elektrolisis.
Maka, digunakan unit penukar ion/ion exchange (IX) sebagai tahap pemurnian akhir dan
menurangi kesadahan hingga level ppb. Sebelum masuk ke membrane electrolyzer, brine yang
telah dimurnikan diturunkan pH nya dengan menambahkan HCl.
Reaksi pada membrane electrolyzer menghasilkan produk berupa gas klorin, gas hydrogen, dan
natrium hidroksida. Selain itu, dihasilkan juga produk samping berupa depleted brine dengan
konsentrasi NaCl sebesar 20% berat. Maka, depleted brine harus didekloronasi sebelum didaur
ulang sebagai umpan proses. Deklorinasi adalah proses yang umum dilakukan untuk mengolah
air limbah sebelum dibuang ke lingkungan dengan menghilankan kandungan residu klorin.
Deklironasi berlangsung dengan penambahan NaHSO3 dan HCl ke dalam depleted brine. Setelah
dideklironasi, aliran brine dipecah menjadi dua aliran, yaitu aliran daur ulang dan purging. Purging
diperlukan untuk mencegah akumulasi impuritas (utamanya sulfat) di dalam sistem proses
32 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
keseluruhan. Rasio purging sebesar 0,4-0,5 dari total brine hasil dekloronasi. Brine recycle dapat
langsung didaur ulang ke aliran keluaran ED karena memiliki konsentrasi yang relatif sama.
Sebelum menjadi bahan kimia yang siap dipasarkan, produk-produk hasil pengolahan brine harus
terlebih dahulu di purifikasi sampai mencapai kemurnian tertentu sesuai spesifikasi pasar.
Terdapat tiga produk utama yang diperoleh dari proses Chlor-Alkali yaitu Soda kaustik atau NaOH,
gas klorin atau Cl2, serta gas hydrogen atau H2. Aliran produk gas H2 yang diperoleh pada sisi
katoda serta produk gas Cl2 yang diperoleh pada sisi anoda membrane electrolyzer sudah bersifat
sangat murni sehingga dapat langsung digunakan. Pada kasus ini, aliran gas H2 akan digunakan
sebagai pemanas pada sistem pemurnian produk NaOH serta sebagai penggerak turbin untuk
dapat menghasilkan listrik. Sedangkan, aliran gas Cl2 dapat langsung dijual sebagai bahan baku
untuk produksi PVC.
Aliran produk NaOH hasil keluaran alat membrane electrolyzer yang kemudian akan dijual memiliki
spesifikasi kandungan NaOH sebesar 32 %. Sedangkan, pada umumnya produk NaOH dijual
dengan rentang kemurnian di antara 50 hingga 70 %. Untuk memekatkan aliran produk dari 32 %
menjadi 50 %, aliran produk tersebut terlebih dahulu diproses melalui proses penguapan
menggunakan multiple-effect evaporator.
Untuk menghasilkan produk dengan kapasitas yang diinginkan, diperlukan brine dengan jumlah
yang sangat besar. Dari penyaringan brine di nanofiltration, dihasilkan aliran retentate yang tidak
kalah besar jumlahnya yaitu sekitar 75% dari total feed brine. Konsentrasi garam di dalam retentate
ini lebih besar daripada yang ada di dalam brin yaitu 7,5%wt. Oleh karena itu, digunakan proses
PRO (pressure retarded osmosis) untuk menghasilkan energi dan juga mengencerkan larutan
larutan garam sebelum dibuang ke laut (O’Brien et al., 2005).
Berbeda dengan proses RO yang memberikan tekanan pada brine sehingga tekannannya melebihi
tekanan osmosis, proses PRO akan memberikan tekanan kurang dari beda tekanan osmosis
sehingga aliran air akan tetap mengalir dari air tawar menuju ke air asin. Air tawar akan
memberikan tekanan pada aliran brine sekaligus mengencerkannya. Aliran permeate dari
membran RO akan memiliki tekanan yang lebih tinggi dari tekanan brine awal. Aliran ini kemudian
akan di split, sebagian aliran akan dilewatkan ke pressure exchanger untuk meningkatkan tekanan
brine atau draw water dan sebagian aliran akan digunakan untuk menghasilkan listrik melalui
turbin.
Berdasarkan penjelasan mengenai proses yang terdapat diatas, beberapa hal tersebut dirangkum
pada tabel berikut.
FilmtecTM
Nanofiltrasi Jenis Membran NF270-400 Pemisahan ion sulfat optimum
Temperatur 25 oC Ambien
33 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Konsentrasi NaCl
outlet 20 %-wt Dilanjutkan dengan evaporator
Konsentrasi NaCl
Evaporator outlet 27 %-wt Konsentrasi NaCl jenuh
Temperatur 27 oC Ambien
Berdasarkan penjelasan mengenai alur proses dan filosofi perancangan proses pengolahan brine
menjadi chemical, maka dapat diperoleh diagram alir proses yang terdapat pada Gambar 3.1, serta
rincian neraca massa dan energi proses yang terdapat pada tabel yang terdapat dibawah diagram
alir proses.
34 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Gambar 3.1 Diagram alir varian proses (PFD) brine to chemical dengan menggunakan sel membran, bagian pre-treatment, proses utama, dan
pemurnian produk.
35 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Tabel 3.8 Neraca massa dan energi varian proses brine to chemical dengan menggunakan sel membran
36 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Tabel 3.9 Neraca massa dan energi varian proses brine to chemical dengan menggunakan sel membran (Lanjutan)
Nomor Aliran 107 108 109 111 113 114 115 116
Evaporator Softening Na2CO3 NaOH Ion-Ex Acidifier Acidifier
Keterangan Aliran Precipitate
Vapor tank feed Softener Softener Feed Feed HCl
Laju Alir (kg/h) 48460,12 136928,01 3042,84 1707,37 137,68 141435,93 141435,93 255,45
Temp (C) 108 60 25 25 59 59 59 25
Tekanan (Bar)
Komposisi (%massa)
H2O 100,00 63,64 96,40 79,50 3,83 67,27 71,72 63,00
NaCl 0,00 25,00 0,00 0,00 0,00 26,52 28,28 0,00
Ca2+ 0,00 2,69 0,00 0,00 23,54 1,43 0,00 0,00
Mg2+ 0,00 8,31 0,00 0,00 72,63 4,41 0,00 0,00
SO42- 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Br- 0,00 0,36 0,00 0,00 0,00 0,38 0,00 0,00
NaOH 0,00 0,00 0,00 20,50 0,00 0,00 0,00 0,00
Na2CO3 0,00 0,00 3,60 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
HCl 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 37,00
Cl2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
H2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
NaHSO3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
37 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Tabel 3.10 Neraca massa dan energi varian proses brine to chemical dengan menggunakan sel membran (Lanjutan)
38 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Pada dasarnya, proses chlor alkali terbagi menjadi 4 bagian, yaitu dimulai dari pemurnian umpan,
pemekatan umpan, elektrolisis, dan pemurnian produk. Tahap pemurnian umpan dipengaruhi oleh
toleransi/kapasitas sel diafragma dan sel membrane terhadap impuritas yang ada dalam brine.
Tabel berikut merangkum syarat umpan sel diafragma dan sel membran. (Thiel, dkk., 2017).
Tabel 3.11 Syarat kemurnian umpan sel diafragma dan sel membran
Al 0,5 0,1
Ba 5 0,5
Ca + Mg 5 0,02
F 1 0,5-1
Fe 0,3-0,5 0,1-1
Hg 1 0,2-0,5
I - 0,2
Mn 0,01 0,05
Ni 0,1 0,1-0,2
Pb - 0,05
SiO2 0,5-15 5
Sr 5 0,4
TOC 1 1
pH 2,5-3,5 2-11
Berdasarkan tabel di atas, disimpulkan bahwa sel membran membutuhkan kemurnian umpan brine
yang lebih tinggi dibanding sel diafragma. Sebaliknya, sel diafragma lebih toleran terhadap
impuritas dalam brine. Hal ini kemudian yang membedakan proses pemurnian umpan (pre-
treatment) untuk sel diafragma dan sel membrane. Sel membrane membutuhkan unit proses yang
relatif lebih muktahir dan efektif dalam melakukan pemurnian, seperti nanofiltration yang ditunjukan
39 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
untuk memisahkan kandungan sulfat dalam brine. Pada sel diafragma, cukup digunakan metode
pemisahan sulfat yang relatif lebih konvensional, yaitu pengendapan dengan lime (CaO) yang
dilakukan pada tangki pengendapan. Lime ditambahkan pada umpan brine hingga terjadi reaksi
antara CaO dengan ion sulfat menghasilkan CaSO4 (gipsum). Endapan gypsum yang diperoleh
kemudian dipisahkan pada clarifier.
Proses pemurnian umpan lainnya diperlukan untuk menghilangkan kesadahan air, yaitu
kandungan Ca dan Mg. Hal ini dilakukan dengan menambahkan Na2CO3 (soda ash) dan NaOH,
sehingga terbentuk garam karbonat Ca dan Mg. Berdasarkan tabel di atas, terlihat jelas bahwa sel
membrane membutuhkan umpan dengan kadar Ca dan Mg 250 kali lebih sedikit dibanding sel
diafragma, sehingga pada sel membran dibutuhkan unit tambahan untuk menghilangkan
kesdahan, yaitu dengan ion-exchange.
Baik sel diafragma dan sel membran membutuhkan konsentrasi NaCl dalam umpan yang sama,
yaitu 27% berat yang merupakan konsentrasi jenuh NaCl. Hal ini diperlukan untuk mencegah
pembentukan produk samping oksigen pada sisi anoda. Atas kesamaan tersebut, maka proses
pemekatan umpan pada sel diafragma dan sel membrane identic menggunakan kombinasi
electrodyalisis dan evaporator. Kombinasi ini dipilih atas dasar optimasi energi, biaya, dan
kombinasi ini telah terbukti berhasil digunakan pada pabrik chlor-alkali komersial maupun skala
pilot. Pengunaan electrodyalisis secara tunggal untuk meningkatkan kadar NaCl dari 6% menjadi
27% akan membutuhkan energi listrik yang terlalu besar serta diikuti dengan ukuran alat yang
besar. Hal ini berujung pada biaya investasi yang lebih mahal. Sebaliknya, pengunaan evaporator
secara tunggal akan menimbulkan beban evaporasi yang besar, sehingga kebutuhan steam pada
pabrik meningkat secara drastis.
Pada tahap pemurnian produk, perbedaan signifikan muncul dari kandungan NaOH pada produk
yang diakibatkan oleh perbedaan kinerja sel diafragma dan membran. Produk sel diafragma hanya
memiliki kemurnian NaOH sebesar 12% massa, relatif rendah dibanding sel membran sebesar
32%. Meskipun pemurnian produk kedua varian dilakukan dengan multi-effect evaporation, tetapi
energi yang dibutuhkan oleh sel diafragma relatif lebih besar dibanding membrane untuk mencapai
kadar NaOH industrial yaitu 50%. Sel membran menghasilkan produk dengan kadar klorin yang
lebih tinggi dibanding diafragma. Oleh karena itu, aliran brine recycle pada sel membrane perlu
dilakukan proses dechlorination untuk menurunkan kadar Cl, sebab kadar Cl berlebih akan
menimbulkan akumulasi yang dapat menggangu keseluruhan proses. Adapun Process Flow
Diagram sel diafragma gambar dibawah ini, berikut dengan neraca massa dan kondisi operasi tiap
unit ditunjukan pada Tabel 3.12.
40 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
41 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
42 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Nomor Aliran 108a 108b 109 110 111 112 113 114
Mix Conc. Raw Pumped mix Conc. Raw Kondens 2nd Conc. Raw
Keterangan Aliran Steam Uap air CW in CW out
brine brine at brine
Vapor fraction 0 0 1 0 1 0 0 0
85000,0 80000,6 3570036, 3570036,
Laju Alir (kg/h) 1164867,75 1164867,75 85000,00 1084867,09
0 6 08 08
Temperatur (C) 28 28 470 47,83 108 108 30 40
Tekanan (bar) 1 5 3,5 3,3 4.5 4 1.5 1
Komposisi (%-
massa)
100,00 100,00
H2O 73,06% 73,06% 100,00% 71,08% 100,00% 100,00%
% %
NaCl 25,16% 25,16% 0,00% 0,00% 0,00% 27,02% 0,00% 0,00%
Ca2+ 0,42% 0,42% 0,00% 0,00% 0,00% 0,45% 0,00% 0,00%
Mg2+ 1,30% 1,30% 0,00% 0,00% 0,00% 1,39% 0,00% 0,00%
SO42- 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
-
Br 0,06% 0,06% 0,00% 0,00% 0,00% 0,06% 0,00% 0,00%
NaOH 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Na2CO3 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
HCl 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Cl2 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
H2 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
NaHSO3 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
CaO 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
CaSO4 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Endapan Ca & Mg 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
43 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Nomor Aliran 115 116 117 118 119 120a 120b 121
Keterangan Aliran Cooled raw brine Na2CO3 Clean brine 1 NaOH Clean brine 2 Clean brine 3 Pumped clean brine 3 Filter cake 1
Vapor fraction 0 0 0 0 0 0 0 0
Laju Alir (kg/h) 1084867,09 86789,37 1144962,25 54243,35 1186281,14 1110437,89 1110437,89 75843,25
Temperatur (C) 60 25 57,41 25 55,94 55,94 67,13 55,94
Tekanan (bar) 3.5 1 3 1 2 1.5 2.5 1
Komposisi (%-massa)
H2O 71,08% 70,00% 72,65% 79,50% 73,76% 73,28% 73,28% 80,75%
NaCl 27,02% 0,00% 25,60% 0,00% 24,71% 26,39% 26,39% 0,00%
Ca2+ 0,45% 0,00% 0,13% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Mg2+ 1,39% 0,00% 0,40% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
SO42- 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Br- 0,06% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
NaOH 0,00% 0,00% 0,00% 20,50% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Na2CO3 0,00% 30,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
HCl 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Cl2 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
H2 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
NaHSO3 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
CaO 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
CaSO4 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Endapan Ca & Mg 0,00% 0,00% 1,23% 0,00% 1,54% 0,33% 0,33% 19,25%
44 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
45 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Nomor Aliran 129 130 131 132 133 134 135 136 137
Electrolyzer Steam Kondens Kondensat Liquid NaOH Brine Brine
Keterangan Aliran Purging
outlet in at mix product product recycle 1 recycle 2
Vapor fraction 0 1 0 0 0 0 0 0 0
33000, 128131,
Laju Alir (kg/h) 993475,06 33000,00 587295,83 494109,36 237846,25 256263,11 121795,59
00 56
Temperatur (C) 50 420 65,7 50 62 50 50 50 50
Tekanan (bar) 1 3,5 3,3 2,2 1 1 1 1 1
Komposisi (%-
massa)
100,00
H2O 79,35% 100,00% 100,00% 40,68% 49,00% 32,96% 32,96% 31,81%
%
NaCl 17,53% 0,00% 0,00% 0,00% 35,25% 1,00% 67,04% 67,04% 68,19%
Ca2+ 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Mg2+ 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
SO42- 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
-
Br 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
NaOH 11,97% 0,00% 0,00% 0,00% 24,07% 50,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Na2CO3 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
HCl 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Cl2 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
H2 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
NaHSO3 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
CaO 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
CaSO4 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Endapan Ca & Mg 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
46 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Pengendapan
Na2SO4 maksimal
pada temperatur
Temperatur 25 oC rendah
Reaktor Pengendapan
Tipe reaktor berpengaduk maksimal
Temperatur 25 oC Ambien
Dilanjutkan dengan
Electrodyalisis Konsentrasi NaCl outlet 20 %-wt evaporator
temperatur NaCl
Temperatur 108 oC jenuh pada 1 bar
Kompensasi hilang
Tekanan 5 bar tekan
Konsentrasi NaCl
Evaporator Konsentrasi NaCl outlet 27 %-wt jenuh
Temperatur optinal
Temperatur 60 oC presipitasi Ca dan Mg
Rentang temperatur
Temperatur 85 oC kerja 80-90C
47 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Penerapan teknologi PRO untuk untuk membangkitkan listrik dari perbedaan konsentrasi brine dan
air tawar belum konvensional. Meski memberikan dampak ramah lingkungan dan dapat
mengurangi limbah buangan dari proses desalinasi air laut, hingga saat ini belum ada membran
PRO yang komersial karena densitas energi yang dapat diambil dari perbedaan tekanan osmosis
masih belum cukup tinggi untuk menjadi komersial. Namun, pabrik PRO skala pilot telah ada
berjalan seperti yang dilakukan oleh Sangho et al dengan hasil yang menjanjikan (Sangho et al,
2020). Maka dari itu, perancangan pabrik ini memperkenalkan PRO sebagai teknologi energi yang
menjanjikan dan layak untuk dipertimbangkan bagi industri yang berkelanjutan di masa
mendatang.
48 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Gambar 3.3 Diagram alir varian proses (PFD) brine to chemical bagian pressure retarded osmosis (PRO)
49 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Tabel 3.18 Neraca massa dan energi varian proses brine to chemical dengan menggunakan sel membran (Lanjutan)
50 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Tabel 3.19 Neraca massa dan energi varian proses brine to chemical dengan menggunakan sel membran (Lanjutan)
51 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Luaran dari seleksi ini adalah untuk memilih proses terbaik dari dua opsi yang ada, yaitu sel
diafragma dan membran. Dalam melakukan pemilihan, digunakan empat kriteria pemilihan, yaitu
sebagai berikut.
1. Performa teknis
Performa teknis berkaitan dengan performa kedua varian proses dalam memproduksi Cl2 dan
NaOH. Performa teknis yang ditinjau meliputi konversi, yield, dan kemurnian produk. Proses
yang terpilih diharapkan memiliki performa teknis yang terbaik.
2. Ekonomi
Ekonomi ditinjau dari biaya investasi dan biaya operasional kedua opsi proses. Kemudian
Break Even Point (BEP) dihitung dan nilainya dibandingkan antar kedua opsi proses. Proses
yang terpilih diharapkan memiliki nilai BEP yang terkecil karena menandakan proses tersebut
mencapai titik impas lebih cepat dan lebih menguntungkan secara ekonomi.
3. Lingkungan
Aspek lingkungan meninjau emisi dan pengaruhnya terhadap lingkungan. Proses yang teprilih
diharapkan memiliki efek negatif terhadap lingkungan yang lebih minim.
4. Kompleksitas proses
Kompleksitas proses ditinjau berdasarkan jumlah unit dan aliran proses yang terlibat. Proses
yang teprilih diharapkan memiliki kompleksitas proses yang lebih rendah.
Pembobotan dilakukan untuk menentukan nilai prioritas setiap kriteria pemilihan. Pembobotan
dilakukan menggunakan matriks AHP yang membandingkan antar kriteria satu per satu.
Digunakan skala pembobotan matriks skala 1 sampai 4. Tabel 3.20 menunjukan acuan
pembobotan matriks dan Tabel 3.21 menunjukan matriks pembobotan kriteria AHP.
52 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
1 Equal importance
Tabel 3.21 Matriks AHP kriteria varian proses sel diafragma dan membran
Performa teknis 1 1 3 2
Ekonomi 1 1 3 2
Performa teknis dan ekonomi memiliki nilai kepentingan yang sama karena kedua parameter
tersebut harus sejalan varian dengan performa teknis yang baik harus dibatasi dengan
keekonomian yang juga menguntungkan. Hal ini turut menjamin feasibilitas varian secara
teknoekonomi. Performa teknis bersifat strongly more important dari lingkungan karena pada
dasarnya proses brine to chemical sudah turut memberikan dampak positif kepada lingkungan
karena mengolah limbah. Oleh karena itu, dirasa dapat diberi lebih banyak ruang itu untuk
memprioritaskan kriteria lain yang juga penting seperti performa teknis. Performa teknis bersifat
moderately more important dari kompleksitas proses karena tidak dapat dipungkiri bahwa
dibutuhkannya usaha lebih untuk mendapatkan performa teknis yang lebih baik.
Ekonomi bersifat strongly more important daripada lingkungan dengan alasan sama dengan
performa teknis terhadap lingkungan. Ekonomi bersifat moderately more important dari
kompleksitas proses agar memberi batasan bagi proses yang terlalu kompleks sehingga tidak
layak secara ekonomi. Lingkungan bersifat moderately more important untuk menjamin bahwai
varian proses yang terpilih tetap memiliki dampak positif bagi lingkungan. Hasil pembobotan kriteria
didapatkan dengan perhitungan AHP dari matrik tersebut yang ditunjukan pada Tabel 3.22
berikut.
53 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
2 Ekonomi 0,348
3 Lingkungan 0,164
Setelah mendapatkan nilai bobot setiap kriteria, kedua varian proses dibandingkan pada setiap
kriteria yang ada. Pertimbangan perbandingan kedua opsi proses pada setiap kriteria dijelaskan
sebagai berikut.
Berdasarkan data performa teknis diatas, dapat dilihat bahwa dari segi konversi reaksi,
perolehan produk gas Cl2, serta perolehan produk NaOH, kedua tipe sel diafragma dan sel
membran memiliki performa pada ketiga parameter tersebut yang relatif sama dengan tipe sel
diafragma memiliki besaran performa yang lebih besar dengan selisih sekitar 1 % dibandingkan
sel membran untuk ketiga parameter tersebut. Hal ini dikarenakan, kedua proses reaksi
elektrolisis pada ruang anoda dan ruang katoda berlangsung pada kondisi yang relatif sama
pada kedua tipe sel. Ditinjau dari kemurnian produk, sel membran menghasilkan produk gas
Cl2 yang sedikit lebih murni dibandingkan dengan sel diafragma dengan selisih konsentrasi
pada sekitar 1 %. Sebagian besar pengotor yang terdapat pada produk gas Cl2 adalah gas O2
dengan besaran konsentrasi pengotor yang sama pada kedua tipe sel.
Parameter performa dari kedua proses yang terlihat memiliki perbedaan yang signifikan adalah
konsentrasi NaOH yang dihasilkan pada katolit, sebelum memasuki unit pemurnian. Sel
54 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
membran menghasilkan produk NaOH dengan konsentrasi yang relatif jauh lebih tinggi
dibandingkan sel diafragma. Oleh karena itu, sel membran memiliki performa teknis yang lebih
baik dibandingkan dengan sel diafragma.
3.4.1.2. Ekonomi
Perhitungan ekonomi dilakukan untuk meninjau hanya performa ekonomi dari sel diafragma
dan sel membran, tidak termasuk bagian pengolahan umpan dan purifikasi produk. Hal ini
dilakukan karena fokus dalam pemilihan varian adalah pada variasi sel, sedangkan performa
ekonomi untuk tahap pemurnian umpan dan pemurnian produk tidak kami tinjau karena pada
tahap ini, sizing peralatan belum dilakukan dan akan ditinjau lebih lanjut dari segi kompleksitas
proses. Performa ekonomi dihitung berdasarkan nilai Break Even Point (BEP) dengan rumus
sebagai berikut.
Dengan CC adalah biaya investasi. R adalah pendapatan per tahun. Feed adalah biaya bahan
baku yang nilainya 0 pada kasus ini karena brine merupakan limbah. OC adalah biaya
operasional per tahun. Perhitungan ekonomi sel diafragma ditunjukan pada Tabel 3.24
berikut ini dengan basis kapasitas produksi 544 ton Cl2/hari.
Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh nilai BEP untuk kedua variasi. Nilai BEP
menunjukan pada tahun ke berapa suatu bisnis mencapai titik impas, yaitu kondisi dimana
penjualan atau pendapatan yang diperoleh dan modal yang digunakan untuk menghasilkan
laba berada dalam posisi yang sama. Dengan kata lain, titik impas terjadi ketika total
pendapatan dari penjualan sama persis dengan total biaya produksi. Semakin kecil nilai BEP,
maka varian tersebut lebih menuntungkan secara ekonomi. Perhitungan menunjukan nilai BEP
sel membrane lebih kecil dibanding sel diafragma. Oleh karena itu, sel membran lebih
55 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
menguntungkan. Hal ini disebabkan kemurnian produk NaOH yang dihasilkan, sehingga
memberikan pendapatan pertahun yang lebih besar dari pada sel diafragma.
Perlu dicermati bahwa nilai BEP bersifat relatif hanya untuk membandingkan keekonomian
kedua variasi sel diafragma dan sel membran. Nilai BEP tidak merepresentasikan
keekonomian keseluruhan pabrik karena tidak meninjau blok proses pengolahan umpan,
pemurnian produk, dan biaya tetap lainnya.
3.4.1.3. Lingkungan
Analisis lingkungan ditinjau berdasarkan dampak lingkungan yang disebabkan oleh emisi
kedua varian. Perbandingan dampak lingkungan kedua varian proses dengan basis per
produksi 1 ton Cl2 dirangkum ke dalam tabel berikut ini.
Tabel 3.25 Perbandingan dampak emisi sel diafragma dan membran (Herrero et al, 2017)
56 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa semua parameter dampak lingkungan dari sel
membran lebih kecil nilainya daripada sel diafragma. Hal ini membuktikan bahwa sel membran
lebih sedikit menghasilkan emisi dan merupakan teknologi yang lebih ramah lingkungan. Selain
itu, pengunaan asbes pada sel diafragma yang bersifat toksik dan karsinogenik menimbulkan
masalah lingkungan dan kesehatan pekerja. Meskipun pengendalian emisi dilakukan, seperti
menambahkan venting, housekeeping yang baik, monitoring ketat, dan pemakaian safety
equipment, nyatanya asbes tetap berpotensi terbuang sebagai limbah yang secara akumulatif
dapat membahayakan lingkungan dan makhluk hidup. Tabel 3.26 berikut ini menunjukan kadar
emisi asbes per 1 ton produksi Cl2.
Sejumlah negara telah melimitasi pengunaan asbes akibat dari efek toksikologi yang
ditimbulan oleh paparan asbes bagi manusia, seperti U.S. Environmental Protection Agency
(EPA) yang telah membatasi pengunaan abses baik sebagai bahan konstruksi maupun pada
industri chlor-alkali dan juga Integrated Pollution Prevention and Control (IPPC) Uni Eropa.
Perbedaan proses sel diafragma dan sel membran memiliki perbedaan pada tahapan
pengolahan umpan brine. Pada variasi sel membran, digunakan alat nanofiltrasi untuk
memisahkan sulfat dan juga teknologi penukar ion untuk menurunkan lebih lanjut kesadahan
pada larutan umpan, sedangkan pada variasi sel diafragma digunakan alat sulfate precipitator
untuk memisahkan sulfat sedangkan teknologi penukar ion tidak digunakan karena syarat
kesadahan untuk sel diafragma sudah dicapai tanpa perlu menggunakan penukar ion.
Pada tahap reaksi, yaitu pada sel elektrolisis, baik variasi sel membran maupun sel diafragma
memiliki tingkat kompleksitas yang sama. Akan tetapi, perbedaan signifikan terlihat pada tahap
daur ulang brine keluaran elektrolisis. Sel membran mampu menghasilkan produk NaOH
dengan kemurnian/konsentrasi mencapai 32%, sedangkan sel diafragma hanya 12%.
Akibatnya, sel membrane menghasilkan anolyte yang memiliki kadar NaCl dan residu klorin
57 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
yang lebih tinggi daripada sel diafragma. Anolyte tersebut harus diproses lagi dengan proses
dechlorination yang membutuhkan tambahan bahan kimia, yaitu HCl dan NaHSO3. Di sisi lain,
brine keluaran elektrolisis sel diafragma dapat langsung di daur ulang ke tahap awal.
Untuk kriteria performa teknis, setiap parameter untuk kriteria performa teknis yang telah
disebutkan di bagian sebelumnya, dibandingkan secara kuantitatif dengan melihat besaran
relatif dari satu varian terhadap varian lainnya. Angka yang diperoleh dari masing-masing
parameter kemudian dijumlahkan untuk setiap varian proses sehingga diperoleh angka akhir
untuk masing-masing varian yang merepresentasikan skor ataupun performa varian tersebut
pada kriteria performa teknis.
Untuk kriteria ekonomi, parameter break-even point atau BEP digunakan sebagai penentu skor
atau performa akhir setiap varian proses. Besarnya BEP satu varian proses dibandingkan
besar relatifnya terhadap varian proses lainnya. Kemudian, nilai skor akhir diperoleh dengan
menggunakan lever rule, yaitu menggunakan besaran varian proses kedua untuk
merepresentasikan besaran varian proses pertama. Hal ini dikarenakan, besaran BEP berada
pada kategori lebih baik atau lebih diinginkan apabila bernilai lebih kecil, sehingga
menghasilkan performa yang lebih baik. Maka dari itu, digunakan lever rule untuk menghitung
skor pada kriteria ekonomi.
Untuk kriteria lingkungan, parameter yang digunakan sebagai penentu skor akhir adalah
parameter emisi yang dapat dilihat pada bagian sebelumnya. Perhitungan skor akhir untuk
kriteria lingkungan menggunakan metode yang sama seperti dengan perhitungan untuk kriteria
performa teknis. Namun dengan penambahan perhitungan lever rule pada nilai akhir. Hal ini
dikarenakan, nilai emisi yang lebih rendah menghasilkan performa pada kriteria lingkungan
yang lebih baik.
Untuk kriteria kompleksitas proses, kami tidak menggunakan basis perhitungan kuantitatif
melainkan menggunakan basis kualitatif dengan menetapkan aturan tertentu. Aturan tersebut
adalah, varian proses yang tidak menyebabkan adanya penambahan peralatan diberi angka
1, varian proses yang menyebabkan penambahan jumlah peralatan sebanyak 1 sampai 3
peralatan diberi angka 2, varian proses yang menyebabkan penambahan jumlah peralatan
sebanyak 4 sampai 6 peralatan diberi angka 3, dan varian proses yang menyebabkan
penambahan jumlah peralatan sebanyak 7 atau lebih peralatan diberi angka 4. Pada kasus ini,
penggunaan membran menyebabkan perlunya penambahan peralatan, yaitu ion exchange
dan pengaduk untuk proses deklorinasi, sehingga angka untuk membran adalah 2 sedangkan
untuk diafragma adalah 1 karena penggunaan diafragma pada dasarnya tidak memerlukan
penambahan proses deklorinasi. Pada kriteria ini juga digunakan lever rule dikarenakan angka
yang lebih kecil memberikan performa pada kriteria kompleksitas proses yang lebih baik.
58 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Nilai skor akhir untuk masing-masing kriteria terdapat pada Tabel 3.27, sedangkan untuk skor
akhir untuk varian membran dan diafragma terdapat pada Tabel 3.28.
Kriteria Variasi
Jenis kriteria Bobot kriteria Diafragma Membran
Performa teknis 0.3480 0.4649 0.5351
Ekonomi 0.3480 0.3636 0.6364
Lingkungan 0.1640 0.4427 0.5573
Kompleksitas proses 0.1410 0.6667 0.3333
Berdasarkan perhitungan AHP yang telah dilakukan, diperoleh skor akhir variasi membran
lebih besar dari pada diafragma. Oleh karena itu, dapat disimpulkan sel membran lebih baik
dan menguntungkan dari pada sel diafragma. Maka, variasi yang dipilih untuk memproduksi
brine to chemical adalah sel membran.
Luaran dari seleksi ini adalah untuk memilih proses terbaik dari dua opsi yang ada, yaitu proses
dengan optimasi PRO dan proses tanpa optimasi PRO. Dalam melakukan pemilihan, digunakan
empat kriteria pemilihan, yaitu sebagai berikut.
1. Lingkungan
2. Ekonomi
3. Kompleksitas proses
4. Sosial
Pembobotan dilakukan untuk menentukan nilai prioritas setiap kriteria pemilihan. Tabel 3.29
menunjukan hasil nilai bobot prioritas tiap kriteria pemilihan.
1 Lingkungan 0,489
2 Ekonomi 0,269
59 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
4 Sosial 0,095
Tabel 3.30 Matriks AHP kriteria varian proses dengan dan tanpa optimasi energi menggunakan
PRO
Lingkungan memiliki prioritas yang paling tinggi bahkan lebih tinggi dari ekonomi karena hal ini
berhubungan dengan tujuan awal didirikannya pabrik yaitu sebagai tempat pengolahan brine.
Apabila proses yang dimiliki menghasilkan limbah yang tidak jauh berbeda dengan limbah brine
maka aspek lingkungan tidak dapat tercapai dengan baik.
Aspek kedua terpenting adalah ekonomi. Hal ini karena perusahaan harus tetap mendapatkan
profit selagi mengurangi limbah yang terbentuk di lingkungan. Aspek ekonomi lebih penting dari
kompleksitas proses karena pada ujungnya pertimbangan pemilihan proses adalah ekonominya
dibandingkan kerumitannya.
Aspek terakhir yang paling kurang penting adalah sosial. Aspek sosial yang dilihat di sini adalah
lapangan pekerjaan yang dapat dibuka dengan menambahkan variasi baru.
3.4.2.1. Lingkungan
Aspek lingkungan dari variasi ada dan tidaknya PRO dapat dilihat dari konsentrasi brine yang
akan dibuang ke lingkungan. Pada kasus ini, nilai konsentrasi brine yang akan diperhatikan
adalah retentat yang dihasilkan dari proses nanofiltrasi. Perhitungan dilakukan dengan cara
mengasumsikan bahwa jumlah freshwater yang digunakan adalah sama dengan draw solution
yang digunakan. Berdasarkan Touati (2017). Freshwater yang akan terserap adalah setengah
dari seluruh freshwater yang digunakan. Berdasarkan asumsi dan pedoman di atas,
didapatkan nilai konsentrasi garam pada variasi tanpa PRO dan dengan PRO.
Tabel 3.31 Kualitas limbah retentat dengan dan tanpa penggunaan PRO
5. Br- 0 0
Berdasarkan perhitungan di atas, kadar limbah dengan penambahan PRO 33% lebih sedikit
dibandingan dengan pabrik pengolahan brine yang tidak menggunakan PRO.
3.4.2.2. Ekonomi
Dengan penambahan PRO pada pabrik pengolahan brine, biaya operasi akan lebih murah
karena PRO menghasilkan listrik yang digunakan sebagai sumber energi utama peralatan
yang digunakan di dalam pabrik. Di sisi yang lain, penambahan PRO akan menambah capital
cost berupa peralatan yang digunakan untuk menjalankan PRO itu sendiri. Oleh karena itu,
untuk membandingkan kedua variasi tersebut, digunakan tools berupa perhitungan BEP. Hal
ini dilakukan karena variasi PRO berpengaruh besar terhadap nilai biaya operasi dan juga
biaya modal. Perhitungan BEP didasarkan variasi yang menggunakan modul membran pada
proses elektrolisisnya. Perhitungan BEP dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut
ini.
Pada variasi PRO, penambahan modal yang paling mencolok adalah pada membran PRO itu
sendiri. Oleh karena itu, biaya investasi pabrik yang menggunakan PRO didekati dengan cara
menjumlahkan modal awal tanpa PRO dengan biaya modal untuk membran PRO itu sendiri.
Berdasarkan Touati (2017), untuk menghasilkan 20 MW listrik dibutuhkan investasi untuk
membran sebesar 500 juta USD. Oleh karena itu, dapat diperkirakan untuk produksi listrik
dengan kapasitas 640 kW adalah sebesar
Tabel 3.32 Perhitungan ekonomi variasi proses dengan dan tanpa PRO
61 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Dari perhitungan BEP di atas, dapat dilihat bahwa penambahan PRO justru meningkatkan nilai
BEP. Hal ini dapat terjadi karena biaya listrik nilainya cukup tidak signifikan apabila
dibandingkan dengan jumlah profit yang didapatkan.
Gambar 3.4 Diagram Blok Proses dengan menggunakan pressure retarded osmosis (PRO)
Apabila proses yang tidak menggunakan PRO, maka kita tinggal menghapus blok nomor 29
hingga nomor 39.
3.4.2.4. Sosial
Pada variasi yang menambahkan PRO, aspek sosial yang dapat diambil adalah bertambahnya
lowongan pekerjaan sebagai bagian operasional maupun insyinyur yang merancang proses
62 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
PRO tersebut. Seminimal mungkin, pasti akan terdapat dua orang yang mendapatkan
pekerjaan.
Untuk kriteria ekonomi, parameter break-even point atau BEP digunakan sebagai penentu skor
atau performa akhir setiap varian proses. Besarnya BEP satu varian proses dibandingkan
besar relatifnya terhadap varian proses lainnya. Kemudian, nilai skor akhir diperoleh dengan
menggunakan lever rule, yaitu menggunakan besaran varian proses kedua untuk
merepresentasikan besaran varian proses pertama. Hal ini dikarenakan, besaran BEP berada
pada kategori lebih baik atau lebih diinginkan apabila bernilai lebih kecil, sehingga
menghasilkan performa yang lebih baik. Maka dari itu, digunakan lever rule untuk menghitung
skor pada kriteria ekonomi.
Untuk kriteria lingkungan, parameter yang digunakan sebagai penentu skor akhir adalah
parameter emisi yang dapat dilihat pada bagian sebelumnya. Perhitungan skor akhir untuk
kriteria lingkungan menggunakan metode yang sama seperti dengan perhitungan untuk kriteria
performa teknis. Namun dengan penambahan perhitungan lever rule pada nilai akhir. Hal ini
dikarenakan, nilai emisi yang lebih rendah menghasilkan performa pada kriteria lingkungan
yang lebih baik.
Untuk kriteria kompleksitas proses, tidak ada nilai kuantitatif tertentu yang dapat diambil untuk
mendapatkan nilai bobot masing-masing varian. Varian penambahan PRO tentu akan memiliki
peralatan yang lebih banyak karena varian ini sama persis seperti varian membran hanya saja
menambahkan satu proses pengolahan retentat dengan pro. Oleh karena itu, kompleksitas
akan dihitung berdasarkan penambahan alat yang memiliki fungsi yang berbeda dibandingkan
pada varian awal. Untuk itu dibuat peraturan bahwa untuk setiap penambahan 1-3 peralatan
yang unik atau fungsinya berbeda dari varian sebelumnya, diambil perbandingan 2:3, untuk
setiap penambahan 2-5 maka diambil perbandingan 1:2. dan selebihnya 1:3. Pada proses
dengan penambahan PRO, akan ditambahkan 3 peralatan yang unik yaitu, penukar tekanan,
membran PRO, dan juga turbin generator untuk fluida cair. Oleh karena itu varian PRO kan
bernilai 2 sedangkan tanpa PRO bernilai 3.
Untuk kriteria sosial akan dibuat aturan khusus juga yaitu pada potensi menghasilkan 1-3
lapangan pekerjaan baru diambil perbandingan 1:2 sedangkan selebihnya 1:3. Karena proses
PRO setidaknya akan mendapatkan 2 pekerjaan baru maka variasi dengan PRO akan
mendapatkan nilai 2 sedangkan tanpa PRO bernilai 1.
Kriteria Variasi
Jenis kriteria Bobot kriteria Tanpa PRO Dengan PRO
63 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Berdasarkan perhitungan AHP yang telah dilakukan, diperoleh skor akhir variasi dengan PRO
lebih besar dari pada tanpa PRO. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa proses dengan
PRO akan lebih menguntungkan dibandingkan proses yang tanpa penambahan PRO.
65 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
66 dari 67
D2.2122.K.20 Brine to Chlorine and Sodium Hydroxide
Berdasarkan hasil analisis dan optimasi proses yang terpilih, maka variasi proses yang akan
digunakan dalam pabrik brine to chemical PT BRINDOTAMA CHEMICAL adalah dengan sel membran
yang limbah retentate-nya diolah menggunakan PRO agar menghasilkan listrik.
Adapun saran yang perlu dipertimbangkan adalah membran yang telah rusak atau telah melewati
masa hidupnya, sebaiknya diolah dengan dibersihkan atau didaur ulang menggunakan teknologi yang
sangat baik apabila ingin digunakan kembali dikarenakan keberadaan deposit pada lapisan membran
dapat berpengaruh signifikan pada kebutuhan daya sel membran meskipun jumlah deposit yang
tertinggal hanya sedikit.
67 dari 67