Kelompok II
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tugas review
jurnal yang berjudul: ”Studi awal Sintesis dan Karakterisasi Bi(Pb)-Sr-Ca-Cu-O
dengan Penambahan Carbon Nanotube dan TiO2 Menggunakan Metoda Reaksi
Padatan dan Proses Sintering Berulang “.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i...
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ....................................................................................... 1..
1.2
Rumusan Masalah ................................................................................. 4..
1.3
Tujuan ................................................................................................... 4..
1.4
Review Jurnal ........................................................................................ 4..
...
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Superkonduktor ..................................................................................... 6..
2.2 Karakteristik Superkonduktor ............................................................... 7..
2.3 Jenis-Jenis Superkonduktor .................................................................. 9..
2.4 Superkonduktor BSCCO ........................................................................ 12
2.5 Metode Sintesis Superkonduktor BSCCO-2223 ................................... 13
2.6 Penelitian Terkait .................................................................................. 14
2.7
III. METODOLOGI PENELITIAN.
3.1 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat ............................................................................................... 19
3.2.2 Bahan ............................................................................................ 19
3.2 Prosedur Penelitian ................................................................................ 20
3.3 Karakterisasi Bahan
3.3.1 Uji XRD (X-Ray Difraction) ........................................................ 20
3.3.2 Uji SEM (Scanning Electron Microscope).................................... 21
3.4 Diagram Alir .......................................................................................... 21
ii
V. KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Hubungan antara suhu terhadap resistivitas ................................... 7
Gambar 2.5..Struktur kristal BSCCO (a) 2201, (b) 2212 dan (c)2223 ................ 12
iv
0
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Perbandingan fraksi volume BPSCCO+CNT dan BPSCCO+TiO2
Aaa....aaa.Fasa 2223 dan fasa 2212 .......................................................................24
v
1
I. PENDAHULUAN
transisi fase pada suhu kritis (Tc) dimana fase pelaksanaan berada dalam
ditandai dari penurunan resistansi menuju nol pada suhu transisi atau suhu kritis.
Belanda, Heike Kamerlingh Onnes, dari Universitas Leiden pada tahun 1911.
merupakan senyawa multi komponen yang memiliki sejumlah fase struktur yang
berbeda, dan struktur kristal yang rumit. Bahan HTS telah dikembangkan dalam
aplikasi teknologi yang bervariasi luas, mulai dari aplikasi piranti elektronik,
dilakukan untuk menemukan superkonduktor dengan suhu kritis (Tc) yang lebih
(suhu sangat dingin) untuk mendapatkan sifat penghantarnya yang super (Aji,
2010).
Salah satu superkonduktor yang memiliki suhu kritis (Tc) tinggi serta terus
tiga fasa yaitu fasa 2201, fasa 2212, dan fasa 2223. Suhu kritis dari fasa-fasa
tersebut secara berturut ialah 20 K, 80 K, dan 110 K (Maeda, 1993). Sejak ketiga
terhadap fase, kerapatan butir, dan morfologi (Hamid dan Abd-Shukor, 2000).
Fasa 2223 merupakan fasa yang paling potensial untuk aplikasi dibandingkan
dapat mensintesis senyawa Bi-2223 yang stabil, substitusi atom Bi dengan atom
Pb mengakibatkan substitusi atom Bi oleh atom Pb pada lapisan ganda Bi-O. Ini
karena kemiripan ukuran ion dan nilai valensi dari atom Pb dengan atom Bi.
pada suhu kritis (Tc) dan juga meningkatkan fraksi volume pada fasa 2223
(Hooker, 1996).
baik dan meningkatkan suhu kritis superkonduktor BSCCO (Widodo, 2010). Pada
3
dengan suhu sintering 850°C dengan variasi waktu 24, 48, dan 100 jam berturut-
turut ialah 97%, 97.5%, dan 98.7% dan suhu kritisnya 102 K, 102 K, dan 104 K.
Kerapatan butir dan tekstur yang tinggi juga merupakan faktor untuk
berulang, waktu sintering, dan suhu sintering memiliki pengaruh yang kuat pada
pembentukan fasa 2223. Seperti penelitian Abbas (2015) yang melakukan tiga
kemudian sintering III pada suhu 830 ℃ untuk 40 jam, hasil analisis menunjukkan
carbon nanotube, SiC, dan B4C. Penambahan CNT pada superkonduktor BSCCO
diketahui memperkecil ukuran butir sehingga dapat memperbesar rapat arus kritis
pembuatan dilakukan salah satunya ialah metode reaksi padatan. Metode ini
metode reaksi padatan dan mendapatkan hasil Tc yang paling tinggi sebesar
Merujuk dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, maka penulis melakukan
sebagai berikut:
BPSCCO-2223?
1.3 Tujuan
superkonduktor BPSCCO-2223.
Berulang
Asal Pembuatan : Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan Jl. Willem
2.1 Superkonduktor
Kamerlingh Onnes, dari Universitas Leiden pada tahun 1911. Pada tanggal 10 Juli
atau -269°C. Kemudian pada tahun 1911, Onnes mulai mempelajari sifat-sifat
listrik dari logam pada suhu yang sangat dingin. Pada waktu itu telah diketahui
bahwa hambatan suatu logam akan turun ketika didinginkan di bawah suhu ruang,
akan tetapi belum ada yang dapat mengetahui batas bawah hambatan yang dicapai
Beberapa ilmuwan pada waktu itu seperti William Kelvin memperkirakan bahwa
elektron yang mengalir dalam konduktor akan berhenti ketika suhu mencapai nol
mutlak. Dilain pihak, ilmuwan yang lain termasuk Onnes memperkirakan bahwa
7
sebenarnya terjadi, Onnes mengalirkan arus pada kawat merkuri yang sangat
kawat merkuri terus-menerus. Dengan tidak adanya hambatan, maka arus dapat
Percobaan Onnes yang lain dilakukan dengan mengalirkan arus pada suatu
arusnya. Satu tahun kemudian Onnes mengukur arusnya dan arus masih tetap
Atas penemuannya itu, Onnes dianugerahi hadiah Nobel Fisika pada tahun 1913.
logam akan turun (bahkan hilang sama sekali) ketika logam didinginkan di bawah
suhu ruang (suhu yang sangat dingin) atau setidaknya lebih rendah dari
khusus, yaitu konduktivitas sempurna dengan resistivitas (ρ) adalah nol pada
seluruh T ≤ Tc dan tanpa induksi magnetik (B) adalah nol atau diamagnetik
keadaan normal yang artinya bahan tersebut memiliki resistansi listrik. Bahan
dapat berupa konduktor, penghantar yang jelek dan bahkan ada yang menjadi
resistivitasnya turun drastis mendekati nol (Pikatan, 1989). Pada tahun 1933,
T > Tc T ≤ Tc
H H
maka magnet tersebut akan melayang seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3. Jadi
kerentanan magnet χ = -10-5. Fenomena ini dikenal dengan nama efek Meissner.
Jika bahan non superkonduktor diletakkan di atas suatu medan magnet, maka
fluks magnet akan menerobos ke dalam bahan, sehingga terjadi induksi magnet di
dalam bahan. Sebaliknya, jika bahan superkonduktor yang berada di bawah suhu
medan magnet dalam bahan yang berlawanan arah dengan medan magnet luar
kritis di bawah suhu nitrogen cair (77 K). Sehingga untuk memunculkan
10
adalah Hg (4,2 K), Pb (7,2 K), niobium nitride (16 K), niobium-3-timah (18,1 K),
Al0,8Ge0,2Nb3 (20,7 K), niobium germanium (23,2 K), dan lanthanum barium
memiliki suhu kritis di atas suhu nitrogen cair (77 K) sehingga sebagai
pendinginnya dapat digunakan nitrogen cair (Windartun, 2008). Pada tahun 1987,
kelompok peneliti di Alabama dan Houston yang dikoordinasi oleh K.Wu dan P.
suatu penemuan yang penting karena untuk pertama kali didapat superkonduktor
dengan suhu kritis di atas suhu nitrogen cair, yang harganya jauh lebih murah
daripada helium cair. Pada awal tahun 1988, ditemukan superkonduktor oksida
positif. Akibat dari pembentukan pasangan dan tarikan ini arus listrik akan
yang berkelakuan seperti ini disebut superkonduktor tipe I yang secara fisik
11
ditandai dengan efek Meissner, yakni gejala penolakan medan magnet luar
(asalkan kuat medannya tidak terlalu tinggi) oleh superkonduktor. Bila kuat
Superkonduktor tipe II mempunyai dua nilai medan magnet kritis, Hc1 (di bawah)
dan Hc2 (di atas). Selain itu, superkonduktor tipe II memiliki tiga keadaan seperti
Gambar 2.4. Fluks magnet pada jangkauan medan kritis (Widodo, 2009)
magnetik ditolak sempurna hingga medan magnet kritis dengan resistivitas (ρ)
adalah nol dan induksi magnetik (B) adalah nol. Selain itu ketika Hc1<H<Hc2
1987 dan pertama kali diprakarsai oleh Maeda et al. (Maeda et al., 1988). Sistem
Bahan SKST BSCCO memiliki ciri-ciri antara lain, suhu tinggi di atas nitrogen
SrCO3, CaCO3, dan CuO. Bahan SKST ini pada valensi Cu termasuk doping hole,
2009). Bahan SKST BSCCO merupakan bahan superkondukto tipe II (Cyrot &
yang dapat digambarkan oleh diagram fase sistem yang bersangkutan (Suprihatin,
2002). Struktur kristal dari superkonduktor BSCCO ditunjukkan pada Gambar 2.5
berikut:
Pada Gambar 2.5, (a) fase BSCCO-2201 disusun oleh bidang (BiO)2/SrO/CuO2/
BiO berada pada bagian ujung struktur dan atom Cu dihubungkan dengan 6 atom
oksigen dalam struktur oktahedral. Sedangkan pada Gambar 6 (b), fase BSCCO-
SrO/(BiO)2 dimana piramida atom Cu dipisahkan oleh adanya bidang Ca. Struktur
kristal berbentuk tetragonal ini memiki parameter kisi a=b=5,4 Å dan c=30,7 Å.
Struktur kristal dari fase Bi-2223 membentuk struktur orthorombik seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 6 (c). Rantai Sr–Sr memiliki ikatan yang paling lemah,
sedangkan atom Cu(1) sebagai kation yang paling tidak stabil memiliki tiga rantai
merupakan ikatan yang paling kuat (r=1,916 Ȧ). Atom oksigen O(3) hanya
memiliki satu rantai ikatan dengan atom Bi yang memiliki panjang ikatan sebesar
Untuk memperoleh fase tunggal atau kristal tunggal superkonduktor fase 2223
dan Ag, doping Pb dan Sb, serta penggunakan fluks (Bi2O3, KCl, dan NaCl).
seperti variasi komposisi awal. Proses pembuatan yang sering digunakan untuk
larutan ini. Agar pH larutan tetap berada pada 8,0-8,2, maka larutan selalu
larutan dipanaskan pada suhu 90°C hingga menjadi gel. Selanjutnya gel
kembali, peletisasi, dan sintering sesuai diagram fase yang ada (Sukirman et.al.,
2003).
seperti Bi2O3, SrCO3, CaCO3, CuO, dan dopan PbO. Bahan-bahan tersebut
dicampur dengan aquades HNO3 sebagai pelarut. Apabila seluruh bahan telah
itu dilakukan kalsinasi dan penggerusan. Proses dilanjutkan dengan peletisasi dan
sintering. Pada proses sinteringlah dilakukan pelelehan bahan BSCCO, yaitu pada
suhu sekitar 863°C selama beberapa menit. Kemudian proses dilanjutkan dengan
karbonat penyusun BSCCO-2223 seperti Bi2O3, SrCO3, CaCO3, CuO, dan dopan
sintesis yang lainnya, maka proses sintesis BSCCO-2223 dengan metode padatan
merupakan metode yang relatif mudah, murah, serta tidak terlalu menggunakan
Penelitian terkait berikut menjadi salah satu referensi penulis dalam penyusunan
makalah, sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam me-
Penelitian “Pengaruh Penambahan MgO, CNT, TiO2 pada Sifat dan Pembentukan
Transport (Bi, Pb) -2223 Disiapkan Dengan Metode Solid State dan Sintering
yang Berulang” yang dilakukan oleh Binoro, dkk. pada tahun 2017. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan MgO, CNT, TiO2 pada sifat
BSCCO disusun dari campuran Bi2O3 (98%), PbO2 (97%), SrCO3 (96%),
CaCO3(98,5%), dan CuO (99%) dengan rasio Bi: Pb : Sr: Ca: Cu = 1.6: 0.4: 2: 2:
Pertama, bahan digerus dengan menggunakan mortar agate selama 3 jam, bubuk
yang dihasilkan kemudian dilakukan dua tahap pemanasan dan kalsinasi pada
suhu 300 oC selama 8 jam dan 820 oC selama 20 jam. Dengan kenaikan
temperatur pada sampel yaitu 5 oC/menit. setiap sampel di press ke dalam pellet
Sampel disiapkan dengan kondisi yang berbeda sebagai berikut: satu kali sintering
16
850 ° C di udara selama 30 jam, dengan peningkatan suhu adalah 5 °C/menit dan
struktural dan kelistrikan BPSCCO telah diketahui bahwa temperatur kritis (Tc)
yaitu 121,5 K; 117,5 K; 120,8 K; 120,1 K dengan transisi luas 15,4 K; 15,8 K; 22
K; 46,8 K untuk sampel BPSCCO murni dan sampel tambahan MgO, CNT, TiO2
Bi-2223 dan meningkatkan fase Bi-2212 terjadi dengan penambahan MgO, CNT,
dan TiO2 serta sintering berulang meningkatkan suhu transisi (Tc) (Bintoro et.al.,
2017).
Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Cindy dkk. pada tahun 2018
perak (Ag)”. Pada penelitian ini sangat penting untuk dibahas karena hal ini
superkonduktor. Pada penelitian ini ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu
preparasi bahan yaitu proses permesinan, penarikan kawat dan proses perlakuan
panas. Serbuk BPSCCO dengan dopan TiO2 dimasukkan ke dalam tabung perak
17
(Ag) dan dikalsinasi pada temperatur 820 oC selama 20 jam, lalu proses penarikan
Waktu sintering dan ukuran diameter kawat saat dan setelah proses penarikan
superkonduktor yang ditandai dengan adanya suhu kritis jam sedangkan untuk
ukuran diameter kawat yang memiliki suhu kritis yaitu pada ukuran 6 mm dengan
hasil Tc-onset=99 K dan Tc-zero = 70 K dan dapat dikatakan bahwa kawat ini
dapat merubah fasa BPSCCO dengan dopan TiO2 sehingga tidak terbentuk
ukuran diameter kawat yang memiliki suhu kritis yaitu 6 mm, sedangkan waktu
sintering selama 30 jam dapat merubah fasa BPSCCO sehingga tidak terbentuk
Penelitian yang dilakukan oleh Lusiana pada tahun 2014 mengenai “Proses
yaitu Bi2O3, SrCO3, CaO, CaCO3, dan PbO sebelumnya dilakukan proses
kadar air yang masih terkandung dalam bahan-bahan dasar tersebut dengan
sebelumnya ditekan menggunakan mesin kompresi dengan beban 1000 KPa pada
mm. Temperatur sintering dilakukan pada T = 800 °C, 820 °C, 845 °C, dan 865
dengan menggunakan XRD, SEM, dan uji Meissner. Dari hasil dari sampel
tersebut didapatkan analisa XRD yang diperoleh fasa Bi2212 dan fasa Bi2223.
Fraksi volume fasa Bi2212 terbesar diperoleh pada T= 845 °C yaitu sebesar
73,6%, sedangkan untuk fasa Bi2223 terbesar diperoleh pada T= 865 °C sebesar
42,4%. Efek dari tingginya fraksi volume fasa-fasa pada kondisi tersebut secara
3.1.1 Alat
3.1.2 Bahan
8. Serbuk TiO2 (Tianium Dioxide 98,5%) digunakan dalam proses sintesis sampel.
20
Cu=3,0.
10. Mensintering bahan pada suhu 850 oC selama 30 jam dengan kenaikan suhu 5
o
C/menit.
Uji struktur kristal pada sampel B-CNT dan sampel B-TiO2 dilakukan dengan
1. Menyiapkan sampel B-CNT dan sampel B-TiO2 yang akan diuji untuk melihat
struktur kristalnya.
2. Meletakkan sampel B-CNT dan sampel B- TiO2 pada alat uji XRD dan melihat
Uji struktur mikro dan komposisi pada sampel B-CNT dan sampel B- TiO2
1. Menyiapkan sampel B-CNT dan sampel B-TiO2 yang akan diujiuntuk melihat
struktur mikronya dan komposisi pada sampel B-CNT dan sampel B- TiO2.
2. Meletakkan sampel B-CNT dan sampel B-TiO2 pada alat uji SEM dan
Proses penelitian secara keseluruhan disajikan dalam bentuk diagram alir seperti
Penimbangan bahan
Penggerusan bahan
Penggerusan ulang
IV. PEMBAHASAN
0,1% berat CNT dengan disintering sebanyak 1 kali (B-CNT1), yang kedua yaitu
yaitu BPSCCO-2223 yang diberi tambahan 0,1% berat TiO2 dengan sintering
kali (B-TiO-2).
Sampel dilakukan analisis fasa dengan menggunakan XRD tipe PAN Analytical
Empyrean. Hasil analisis XRD pada superkonduktor B-CNT dan B-TiO dengan
perlakuan sintering berulang dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2
berikut ini:
23
Gambar 4.1 merupakan pola difraksi yang dihasilkan dari BPSCCO-2223 yang
diberi tambahan CNT dengan sintering sebanyak 1 kali (B-CNT1) dan sintering
bahwa fasa yang terbentuk adalah fasa 2223 dan fasa 2221. Sementara fasa
impuritasnya adalah CaCO3 dan CaPbO3. Fasa impuritas ini terbentuk akibat
adanya dekomposisi pada bahan dasar pembentuk BPSCCO yang belum bereaksi
sempurna.
menunjukkan fasa pengotor berasal dari bahan baku BPSCCO. Fasa puncak CNT
yang merupakan bahan tambahan pada material tidak terdeteksi karena CNT yang
Gambar 4.2. Pola difraksi BPSCCO+TiO2 sintering 1 kali (B-Ti-1) dan .sintering
2 kali (B-Ti-2)
Gambar 4.2 merupakan pola difraksi yang dihasilkan dari BPSCCO-2223 yang
diberi tambahan TiO2 dengan sintering sebanyak 1 kali (B-Ti-1) dan sintering
membentuk berbagai fasa impuritas, yakni CaPbO3, Ti3O5, Ti4O7, Ti5O9, Ti8O15,
sehingga hanya tersisa CaPbO3, Ti3O5, dan Ti8O15. Tambahan TiO2 turut terlibat
fasa 2223 dan 2212, serta sintering berulang mampu mengurangi fasa-fasa
pengotor. Gambar 4.1 dan 4.2 juga mengkonfirmasikan bahwa sintering berulang
pada B-CNT maupun B-TiO memberikan pengaruh hasil yang baik, yakni
melalui nilai fraksi volume perbandingan fasa 2223 dan fasa 2212 pada Tabel 4.1
berikut ini:
pada material BPSCCO dengan penambahan 0,1 % berat CNT dan 5 % berat TiO2
CNT dan TiO2 antara fasa 2223 dan fasa 2212 dapat diketahui melalui persamaan
∑ 𝐼2213
𝐵𝑖 − 2213 = ∑ 𝐼 𝑋 100% ................................................(1)
2223 +∑ 𝐼2212
∑ 𝐼2212
𝐵𝑖 − 2212 = ∑ 𝐼 𝑋 100%..................................................(2)
2223 +∑ 𝐼2212
Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi dengan menggunakan SEM type PAN
B-TiO dengan perlakuan sintering berulang dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan
Gambar 4.3. Hasil uji SEM untuk BPSCCO+CNT sintering 1 kali (B-CNT1),
BPSCCO+CNT sintering 2 kali (B-CNT2), BPSCCO+CNT
sintering 3 kali (B-CNT3)
memanjang yang belum menyatu dan memiliki ruang porositas yang besar
(Saoudel, 2013). Pada B-CNT2 struktur berubah seperti bentuk lelehan yang
mulai memadat dan porositas yang terbentuk juga semakin kecil. Pada B-CNT3
sintering berulang.
Pada saat proses sintering berlangsung terjadi difusi kristal melewati batas butir
(grain boundaries) dan perluasan area singgungan antar kristal sehingga akan
27
memperbesar ukuran butir dan terjadi proses rekristalisasi dan pertumbuhan butir.
Gambar 4.4. Hasil uji SEM untuk BPSCCO+TiO sintering 1 kali (B-TiO-1),
..BPSCCO+TiO sintering 2 kali (B-TiO-2), BPSCCO+TiO
..sintering 3 kali (B-TiO-3)
Gambar 4.4 memperlihatkan morfologi B-TiO-1 berupa butiran kecil berlapis dan
adanya penambahan serbuk TiO2 (Hamid dan Abd-Shukor, 2000). Porositas pada
B-TiO-1 terlihat sedikit dengan ruang kosong yang cukup besar sedangkan pada
B-TiO-2 dan B-TiO-3 butiran terdistribusi lebih stabil dengan porositas dan
gumpalan yang semakin sedikit akibat proses sintering berulang. Namun struktur
V. KESIMPULAN
volume 2212.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, M.M., F.O. Saad, dan Q.R. Nadein. 2015. Investigating the Preparation
Conditions on Superconduting Properties of Bi2-xLixPb0.4Sr2Ca2Cu310+.
Materials Sciences and Applications,6, 310-321.
Maeda, H., Y. Tanaka, M. Fukutumi, dan T. Asano. 1988. A New High-Tc Oxide
Superconductor without a Rare Earth Element, Japanese Journal Applied
Physics , Vol. 27 : 209-210.