Oleh
Kelompok XII
Azizatun Naafi’ah (1517041013)
Nur Asyriani (1517041044)
Sri Rahayu (1517041070)
Prastiana Tiara P (1517041115)
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
i
DAFTAR ISI
Halaman
COVER ............................................................................................................... i
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 5
DAFTAR PUSTAKA
ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Fluks magnet pada jangkauan medan kritis ....................................... 7
Gambar 4. Struktur kristal sistem BSCCO (a) 2201, (b) 2212 dan (c) 2223 ...... 10
Gambar 10. Pola XRD dari Bi-2223 dikalsinasi pada temperatur yang
berbeda selama 24 jam .......................................................................................... 25
Gambar 11.Pola XRD dari Bi-2223 dikalsinasi pada 820 °C dan disinter pada
temperatur yang berbeda selama 100 jam ............................................................. 26
Gambar 12. Pola XRD dari Bi-2223 dikalsinasi pada 830°C dan disinter pada
temperatur yang berbeda selama 100 jam ........................................ 27
Gambar 13. Gambar FESEM dari sampel yang dikalsinasi pada a) 820 dan
b)830°C selama 24 jam ......................................................................................... 28
Gambar 14. Gambar FESEM dari Bi-2223 dipanaskan pada temperatur yang
Berbeda 29
Gambar 16. Ketergantungan suhu kerentanan untuk sampel disinter pada suhu
yang berbeda di bidang terapan 10 Oe. a) sampel dikalsinasi pada
820°C dan b) sampel dikalsinasi pada 830°C ....................................................... 31
Gambar 17. Kurva histeresis magnetik yang diperoleh untuk sampel yang
disinter pada suhu yang berbeda di bidang terapan 10 Oe pada 10 K.
iii
a) sampel dikalsinasi pada 820°C dan b) sampel dikalsinasi pada
830°C ............................................................................................... 32
Gambar 18. Kerapatan arus kritis sampel yang disinter pada temperatur yang
berbeda pada 10K. a) sampel dikalsinasi pada 820 °C b) sampel
dikalsinasi pada 830 °C. Inset menunjukkan ketergantungan medan
dari kepadatan penjepit fluks Fp ...................................................... 33
Gambar 19. Kekuatan penambatan yang dinormalkan sebagai fungsi dari bidang
yang dinormalisasi untuk semua sampel. Garis berwarna (biru),
padat (merah) dan putus-putus (hijau) mewakili kurva teoritis yang
diberikan oleh Persamaan. (4) - (6) masing-masing ........................ 35
iv
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.Ukuran kristal masing-masing sampel superkonduktor ..................... .... 17
Tabel 2. Nilai Tc ditentukan dari pengukuran M-T, parameter kisi dan volume
sel satuan untuk semua sampel (x = 0,0-0,2). .................................................. .....27
v
1
I. PENDAHULUAN
superkonduktor suhu kritis tinggi atau dikenal juga sebagai High Temperature
berada dibawah suhu tertentu yang dinamakan dengan suhu kritis (Tc) bahan
tersebut. Sedangkan, HTS adalah berupa bahan oksida atau keramik yang
berinduk pada senyawa kuprat (Cu-O) dengan komposisi kimiawi yang multi
pendek. Walau belum tuntas dalam pemahaman dasarnya, bahan HTS telah
dikembangkan dalam aplikasi teknologi yang bervariasi luas, mulai dari aplikasi
magnetic energy storage system). Riset yang sangat intensif terus dilakukan untuk
dengan aspek teoritis, eksperimen, maupun aplikasinya. Salah satu bahan HTS
yang banyak dikaji adalah sistem Bi-Sr-Ca-Cu-O (BSCCO) yang dikenal juga
karena performa yang baik dalam bidang elektronik, suhu transisi kritis tinggi
2
(Tc), rapat arus kritis tinggi (Jc), kapasitas membawa medan magnet tinggi dan
fitur yang baik pada struktur kristal berlapis. BSCCO dapat dijelaskan sebagai
dalam unit sel.Berdasarkan jumlah CuO2, material berbasis CuO2 dengan tiga fase
2223). Di antara fase, Bi-2223 merupakan fase yang paling menjanjikan untuk
tape dan kabel pada skala besar dan aplikasi arus tinggi. (Costa et al., 2015; Wang
pembentukan dari beberapa fase yang tidak diinginkan seperti Bi-2212, Bi-2201
dan Ca4PBO4 (Chen et al., 1992; Chen et al., 1991; Yoo et al.,2004). Fase residu
sekunder yang dihasilkan pada hubungan antar butir dan kemampuan flux pinning
proses. Telah ditunjukan bahwa fase sekunder berada diantara butir Bi-2223. Tc
dan Jc ditingkatkan selama fase impuritas diturunkan pada fase Bi-2223 sebagai
hasil perlakuan panas yang cocok. Terlebih lagi Jc ditentukan oleh mekanisme
3
flux pinning yang diaktifkan pada sampel dan juga dibatasi oleh struktur butir dan
Dengan kata lain, perlakuan panas mempunyai peran penting dalam menentukan
bentuk dari fase superkonduktor (Ozkurt, 2014; Aksan et al., 2014; Safran et al.,
2016). Kemudian, penelitian lebih jelas dari keadaan perlakuan panas merupakan
polikristalin (Garnier, et.al., 2000; Garnier, et.al., 2001). Perlakuan panas tersebut
Superkonduktor Bi-2223 tanpa doping Pb yang relatif baik disintesis pada suhu
kalsinasi 800oC selama 10 jam, suhu sintering 850oC selama 20 jam, serta
Selain itu, saat ini sejumlah besar metode tersedia untuk mempersiapkan material
zone, co-preparation, keramik kaca, matriks polimer, reaksi padatan, sol gel dan
lain-lain (Yoo et al., 2004). Di antara teknik yang disebutkan, sol gel adalah salah
Keuntungan yang disebutkan karena pencampuran awal kation logam pada sebuah
4
skala atomik dalam larutan , yang menghasilkan peningkatan reaksi dan reduksi
fase impuritas. Kemudian sol gel adalah salah satu metode terefektif pada
fabrikasi sistem BSCCO (Rehman et al., 2012; Danks et al., 2016; Yang et al.,
karena banyak faktor yang perlu dikontrol dengan metode ini. Penelitian baru-
chelating agen dan kondisi perlakuan panas merupakan faktor vital dalam
perubahan struktur fase dan mikrostruktur bahan. Pengaruh suhu kalsinasi dan
pengaruh kombinasi dari suhu kalsinasi dan sintering pada perubahan fase dan
sifat superkonduktor Bi-2223 material keramik yang disintesis dengan metode sol
gel.
superkonduktivitas pada suhu diatas suhu nitrogen cair yaitu sebesar 77 K, karena
suhu tinggi (HTS) pertma kali digunakan untuk menunjukkan material keramik
cuprate-perovskit yang ditemukan pada tahun 1986 oleh peneliti IBM Karl Muller
dan Johannes Bednorz, serta mereka meraih hadiah Nobel Fisika pada tahun 1987
ditemukan dengan Tc lebih besar dari 90 K (Wu, et al., 1987). “Suhu tinggi”
1. Di atas suhu 30 K secara historis dianggap sebagai batas atas menurut teori
2. Memiliki suhu transisi yang merupakan fraksi yang memiliki suhu Fermi
merkuri.
tipe II.Superkonduktor tipe II mempunyai dua nilai medan magnet kritis, Hc1 (di
bawah) dan Hc2 (di atas). Selain itu, superkonduktor tipe II memiliki tiga keadaan
bahan superkonduktor tipe II berada dalam keadaan Meissner yaitu fluks magnetic
ditolak sempurna hingga medan magnet kritis dengan resistivitas (𝜌) adalah nol
dan induksi magnetic (B) adalah nol. Selain itu ketika Hc1 < H < Hc2 maka
berada dalam keadaan normal yaitu fluks magnetik dapat menembus bahan
suhu rendah yaitu suhu kritis lebih tinggi, parameter superkonduktivitas ∆(0) juga
1/2
lebih besar, kedalaman penetrasi = (𝑀𝑒∗ /𝜇0 𝑛𝑠 𝑒∗2 ) lebih besar dikarenakan
kosentrasi pengangkut lebih kecil dua kali lipat, panjang koheran pada
superkonduktor temperatur tinggi jauh lebih kecil dan juga anisotropy kuat serta
doping (Monthoux, et al., 1992). Menurut teori ini, fungsi gelombang pasangan
8
dari cuprate HTS harus memiliki simetri dx2-y2 (d-wave). Kedua, model kopling
diantara lapisan. Menurut teori ini strukturnya berlapis terdiri dari superkonduktor
(a) (b)
barium, strontium atau atom lain yang bertindak untuk menstabilkan struktur pada
digunakan untuk senyawa seperti Yttrium Barium Cooper Oxide (YBCO) dan
1987. Sistem BSCCO merupakan salah satu golongan superkonduktor suhu tinggi
lain, suhu tinggi di atas nitrogen cair 77K, merupakan bahan kompleks yang
terbentuk dari precursor Bi2O3, SrCO3, CaCO3 dan CuO. Bahan superkonduktor
9
suhu tinggi ini pada valensi Cu termasuk dopinghole, struktur kristalnya berlapis
yang dapat digambarkan oleh diagram fase system yang bersangkutan (Suprihatin,
Pada Gambar 3, terdapat lima daerah pembentukan fase 2223, yaitu daerah fase
cairan (L1) karena sudah mengalami lelehan sebagian, sedangkan dua fase lainnya
10
berupa padatan. Untuk menghindari impuritas seperti CuO, (Sr,Ca)2CuO3 dan fase
lain, maka daerah fase Bi-2212+Bi-2223 merupakan daerah yang paling efektif
dalam menumbuhkan fase 2223, karena hanya mengandung fase 2212 dan fase
Gambar 4. Struktur kristalsistem BSCCO (a) 2201, (b) 2212 dan (c)
2223(Lehndroff, 2001).
Pada Gambar 4 (a), fase BSCC0-2201 disusun oleh bidang (BiO)2 / SrO / CuO2 /
SrO / CaO / SrO /CuO2 / SrO / (BiO2) dimana piramida Cu berada diantara dua
Bidang BiO berada pada bagian ujung struktur dan atom Cu dihubungkan dengan
6 atom oksigen dalam structural octahedral. Sedangkan pada Gambar 4 (b), fase
BSCCO-2212 disusun oleh bidang senyawa BiO)2 / SrO / CuO2 / SrO / CaO / SrO
/ CuO2 / SrO / (BiO2) dimana piramida atom Cu dipisahkan oleh adanya bidang
Ca. Struktur Kristal berbentuk tetragonal ini memiliki parameter kisi a = b = 5,4 Å
orthorombik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4 (c). Rantai Sr-Sr memiliki
ikatan yang paling lemah, sedangkan atom Cu(1) sebagai kation yang paling tidak
stabil memiliki tiga rantai ikatan yaitu Cu(1)-Ca, Cu(1)-O(1) dan Cu(1)-Cu(2).
Rantai ikatan Cu(1)-O(1) Merupakan ikatan yang paling kuat (r = 1,916 Å). Atom
oksigen O(3) hanya memiliki satu rantai ikatan dengan atom Bi yang memiliki
Untuk memperoleh fase tunggal atau Kristal tunggal fase 2223 terdapat beberapa
upaya yang telah dilakukan, seperti penggunaan doping Pb dan Ag, doping Pb dan
Sb, serta penggunaan luks (Bi2O3, KCl dan NaCl). Selain itu juga dilakukan
BSCCO-2223 antara lain metode padatan, lelehan dan sol gel. Metode padatan
Bi2O3, SrCO3, CaCO3, CuO dan dopan PbO. Unsur-unsur tersebut dicampurkan
seperti BiO2O3, SrCO3, CaCO3, CuO dan dopan PbO. Bahan-bahan tersebut
12
dicampur dengan aquades dan HNO3 sebagai pelarut. Apabila seluruh bahan telah
itu dilakukan kalsinasi dan penggerusan. Proses selanjutnya dengan peletisasi dan
sintering. Pada proses sinteringlah dilakukan pelelehan bahan BSCCO, yaitu pada
suhu sekitar 863oC selama beberapa menit. Kemudian proses dilanjutkan dengan
(Marhaendrajaya, 2001).
ke dalam larutan ini. Agar pH larutan tetap berada pada 8,0-8,2, maka larutan
itu larutan dipanaskan pada suhu 90oC hingga menjadi gel. Selanjutnya gel
kembali, peletisasi dan sintering sesuai diagram fase (Sukirman dkk., 2003).
Salah satu bahan SKST yang banyak dikaji adalah sistem Bi-Pb-Sr-CaCu-O
Dalam sistem ini dikenal 3 fase superkonduktif yang berbeda yaitu fase
fasa Bi-2223 dapat membentuk struktur orthorombik dengan panjang ikatan antar
atom.Rantai Sr-Sr memiliki ikatan yang paling lemah, sedangkan atom Cu(1)
sebagai kation yang paling tidak stabil memiliki tiga rantai ikatan yaitu Cu(1)-Ca,
Cu(1)-O(1) dan Cu(1), Cu(2). Rantai ikatan Cu(1)-O(1) merupakan ikatan paling
kuat (r = 1,916 Ǻ). Atom oksigen O(3) hanya memiliki satu rantai ikatan dengan
(karena Bi memiliki energi ionisasi terendah dibanding atom lain) maka menjadi
menjadi 3Cu3+ sehingga susunan elektronnya dalam sel satuan (2Bi3+ + 2Sr2+ +
doping hole kuprat. Temperatur kritisnya mencapai 108±2 K (Roeser dkk, 2008).
Menurut Andes Joko Susilo (2005),pembentukan grafik hasil plot Jc dengan suhu
suhu leleh 875 oC memiliki Jc yang lebih tinggi jika dibandingkan pada bahan
dengan perlakuan suhu leleh 870 oC dan 880 oC. Penurunan Jc pada bahan
dengan perlakuan suhu leleh 880oC itu diperkirakan karena dengan suhu leleh
yang terlalu tinggi menyebabkan ikatan antar butiran tidak mampu menahan gerak
retak pada daerah batas butiran. Sedangkan pada bahan dengan perlakuan suhu
leleh 870 oC, pertumbuhan butiran masih belum optimal karena dengan suhu leleh
14
870 oC belum mampu memperbaiki koneksitas butiran pada bahan yang mungkin
Sedangkan menurut Henry Widodo (2010), pembentukan fasa 2223 lebih baik
fasa 2223 tanpa Pb dan doping Pb berturut-turut mencapai 85,80% and 87,57%,
setelah sintering pada 8400C selama 8x1jam. Sampel secara bersamaan memiliki
Tc = 79,6 K dan 98,3 K; dan ukuran kristal 170,30 nm, 216,47 nm. Sampel juga
Menurut Evi Yufita dan Nurmalita (2016), Pola-pola grafik intensitas yang
terangkum pada grafik di Gambar 5. Hasil perhitungan fraksi volume 2223 dan
prosentasi impuritas ditunjukkan pada Gambar 5(a). Dari hasil tersebut tampak
2223. Fraksi volume fasa 2223 terbesar diperoleh pada sampel dengan waktu
sinter 32 jam yaitu sebesar 72.63% (Gambar 5(a)). Dengan penambahan waktu
Gambar 5.(a) Hubungan antara Fraksi volume dan impuritas terhadap waktu
sintering (b) Hubungan antara Prosentase fasa terorientasi (P) dan
diameter grain (D) terhadap waktu sintering
15
Prosentase fasa terorientasi terbesar yaitu 30.62% diperoleh pada sampel dengan
waktu sinter 32 jam , yang juga mempunyai fraksi volume 2223 tertinggi. Hal ini
disebabkan fasa 2223 yang terbentuk dengan bidang selain 00 pada sampel ini
lebih sedikit meskipun ukuran diameter grainnya lebih kecil dibanding sampel
terendah diperoleh dari sampel dengan waktu sinter 30 jam yaitu sebesar 29.26%.
permukaan diatas magnet. Gerak fluks magnet dipengaruhi oleh efek pinning.
Fluks disematkan dengan kerusakan kisi-kisi, kotoran dan partikel kecil pada
keadaan normal serta fluks tidak dapat bergerak pada medan magnet yang lemah,
jika medan magnet kuat maka fluks menjadi bebas dari pinning dan bisa bergerak
dengan kehilangan energi (Sekitani, et al., 2003). Nilai kepadatan gaya pinning
bahwa, kekuatan pin yang menempel dalam sistem BSCCO bergantung pada sifat
pinning center, pinning centerize, sifat interaksi antara garis flux dan pinning
center, geometri dari pinning center, kekakuan kisi flux dan lain-lain. Ada dua
menyematkan:
(2) Δκ pinning, yang merupakan hasil variasi spasial dari parameter Ginzburg –
Landau κ terkait dengan fluktuasi pada suhu kritis. (Fallah, et al., 2018).
16
bentuk oksida atau karbonat biasanya memerlukan penggerusan berulang kali agar
,sehingga serbuk hasil pirolisis relatip lebih homogen. Oleh karena itu proses
sudah melampaui titik jenuh. Dari hasil tersebut dapat ditentukan bahwa
fasa impuritas maka dilakukan perhitungan Fraksi Volume (FV) pada masing-
impuritas dalam jumlah kecil, sehingga diperlukan sintering yang lebih lama.
Gambar 6.
𝜆 𝜆
𝐷 = (𝐻 = 𝐿𝜋 (1)
𝐿 −𝐻𝐿.5 ) ( −0,000784)
180
Daftar Lorentzian dan hasil perhitungan ukuran kristal diperlihatkan pada Tabel
1.
sehingga ukuran kristal bertambah besar. Hasil perhitungan ukuran kristal untuk
18
sampel yang disintering pada temperatur 750 oC, 850 oC, dan 950 oC diperoleh 73
Sedangkan pada temperatur konstan 500 °C selama 8 jam (pirolisis) dan diproses
temperatur konstan 846 °C selama 48 - 120 jam (sintering). Hasil yang diperoleh
belum seperti yang diinginkan, fase yang terbentuk masih rendah. Dan
2. Pada saat sintering suhu furnace tidak sesuai dengan termometer digital
3. Kurang optimalnya waktu sintering pada tiap sampel. Sehingga fasa 2223
2.6Superconductors Properties
sebuah magnet tetap yang kuat. Jika suatu bahan superkonduktor ditempatkan
19
pada suatu medan magnet eksternal (H) dan bahan tersebut didinginkan di bawah
suhu kritisnya atau minimal mencapai suhu kritis agar sifat konduktivitas muncul,
maka akan terjadi eksklusi fluks magnetik (penolakan garis-garis gaya magnet).
Eksklusi dapat terjadi pula dengan cara menurunkan suhu hingga T<Tc, baru
Gambar 7.
T>Tc T<Tc
Pada keadaan ini medan induksi magnetic didalam bahan sama dengan nol (B=0)
(Smitt, 1990). Jika postulat ini diterapkan pada persamaan medan induksi
B = μo (H+M) (2)
rasa superkonduktor yang ditandai oleh turunnya kurva yang nyata secara tajam.
20
kurang tajam. Hal ini menyulitkan untuk menentukan harga suhu transisi kritis,
Tc. Gejala tersebut terjadi karena keberadaan Ag dalam bentuk metal dan dalam
magnit vs suhu.
terdapat dua medan kritis, yaitu: medan kritis bawah Hc1 dan medan kritis atas
Hc2. Dibawah Hc1 fluks magnetik ditolak secara sempurna dan diatas Hc1 fluks
magnet sebagian dapat menembus interior bahan sampai batas medan kritis Hc2.
a. Bi(NO3)3 · 5H2O
b. Pb(NO3)2
c. Sr(NO3)2
d. Ca(NO3)2 · 4H2O
e. Cu(NO3)2 · 3H2O
g. Air (H2O)
h. Etilen Glikol
1. Nitrat bismut Bi(NO3)3 · 5H2O dilarutkan dalam larutan asam nitrat berair
(50 ml 0,1M HNO3) dan diaduk pada 50 °C. Asam nitrat membantu
Bi(OH)2NO3;
6. Larutan ini dipanaskan dalam penangas minyak pada suhu 120 °C untuk
lanjut hingga 200 ° C, larutan viskos diubah menjadi massa seperti busa
hitam;
bubuk precursor;
tekanan 5 t / cm2;
23
10. Pelet disinter pada suhu antara 840 °C - 860 °C (TSint) selama 100 jam di
Preparasi sampel
Ditambahkan EDTA
Larutan pH 6-7
Ditambahkan Etilen
Glikol
Larutan Dipanaskan
dan dikeringkan
Bubuk Prekursor
Dikalsinasi
Pellet
Disinter
Pellet
Analisis
25
Gambar 10. Pola XRD dari Bi-2223 dikalsinasi pada temperatur yang berbeda
selama 24 jam
810, 820 dan 830 °C selama 24 jam. Dari grafik, jelas bahwa fase utama dalam
semua sampel adalah Bi-2212. Bubuk dikalsinasi pada 800 ° C terdiri dari Bi-
2212 sebagai fase utama dan Bi-2201, Ca2PbO4, CuO, Sr14Cu24O41, Ca2CuO3 dan
SrCO3 sebagai fase minor. Ketika suhu meningkat, jumlah Ca2PbO4 dan
Sr14Cu24O41 menurun dan Sr14Cu24O41 tidak terdeteksi pada 820 °C dan 830 °C.
Di atas 820 °C, Ca2PbO4 terdekomposisi menjadi CaO dan cairan Pb-kaya dan
kemudian Ca2CuO3 terbentuk oleh reaksi dari CaO danCuO. Oleh karena itu,
jumlah Ca2CuO3 tertinggi diamati pada sampel yang dikalsinasi pada 830 °C.
dengan bertambahnya suhu kalsinasi dan Bi-2212, Ca2CuO3 dan CuO hadir
sebagai fase utama. Sehingga pertumbuhan fase Bi-2223 dapat teramati, dengan
kristalinitas.
Gambar 11.Pola XRD dari Bi-2223 dikalsinasi pada 820 °C dan disinter
pada temperatur yang berbeda selama 100 jam
Seperti ditunjukkan pada Gambar 11, serbuk yang dikalsinasi pada 820°C dan
disinter pada 840, 850 dan 860°C selama 100 jam menunjukkan kehadiran fase
Bi-2223 pada Tc tinggi dengan Bi-2212 yang sangat kecil dan Bi -2201 puncak.
Selain itu, perubahan yang jelas dalam ketajaman puncak diamati dengan
fraksi volume fase Bi-2223 awalnya meningkat dengan suhu hingga 850°C dan
suhu sintering optimum untuk sampel yang dikalsinasi pada 820°C, untuk
Tabel 2. Nilai Tc ditentukan dari pengukuran M-T, parameter kisi dan volume sel
satuan untuk semua sampel (x = 0,0-0,2).
Sampel f(2223) f(2212) Tc (K) Tcj (K)
intraganular interganular
transisi transisi
Suhu Suhu
kalsinasi sintering
(°C) (°C)
Gambar 12. Pola XRD dari Bi-2223 dikalsinasi pada 830°C dan disinter
pada temperatur yang berbeda selama 100 jam.
28
Seperti ditunjukkan pada Gambar 12, serbuk yang dikalsinasi pada 830°C dan
disinter pada 840, 850 dan 860°C selama 100 jam mengungkapkan fase utama
yang terbentuk adalah Bi-2223, dengan sangat sedikit Bi-2212 dan Bi-2201
puncak. Fraksi volume fase Bi-2223 dalam sampel yang dikalsinasi pada 830°C
lebih rendah daripada yang dikalsinasi pada 820°C. Akibatnya, suhu kalsinasi
sekitar 820°C lebih efektif dari 830°C untuk pembentukan Bi-2223 (Jiang, et.al.,
820°C. Hasil sampel yang dikalsinasi pada 810 dan 830°C menunjukkan bahwa
Gambar 13. Gambar FESEM dari sampel yang dikalsinasi pada a) 820 dan
b) 830°C selama 24 jam
Dapat diketahui bahwa ukuran butir Bi-2212 sedikit lebih besar untuk sampel
yang dikalsinasi pada suhu yang lebih tinggi. Menurut spektrum XRD, kedua
sampel ini memiliki komposisi fase yang sama setelah kalsinasi. Oleh karena itu,
fraksi volume yang lebih tinggi dari Bi-2223 setelah sintering dalam sampel yang
dikalsinasi pada 820°C menunjukkan bahwa ukuran butir optimal dan suhu
29
kalsinasi (820°C) diperlukan untuk pembentukan fase Bi-2223 yang tepat. Di sisi
Gambar 14. Gambar FESEM dari Bi-2223 dipanaskan pada temperatur yang
berbeda.
yang dibuat pada kondisi yang berbeda. Secara umum, semua sampel
khas Bi-2223 superkonduktor. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 14a bahwa
30
butiran-butiran tumbuh dengan bentuk tidak beraturan dengan orientasi acak, hal
ini menunjukkan kondisi tersebut tidak sesuai untuk penyebaran kation logam dan
membentuk fase Bi2223 murni. Seperti ditunjukkan pada Gambar 14c, sampel
yang dikalsinasi pada 820°C dan disinter pada 860°C terdiri dari butiran besar
yang tidak saling berhubungan dengan baik. Selain itu, tanda-tanda meleleh
sebagian dan beberapa void diamati. Gambar 14b menunjukkan bahwa morfologi
yang khas meningkat dalam kondisi yang tepat. Secara lebih rinci, sampel Bi-
2223820850 memiliki ukuran butir rata-rata seperti piring terbesar dengan morfologi
permukaan yang paling halus. Selain itu, konektivitas terbaik antara butir
superkonduktor dan morfologi yang paling tinggi diamati dalam kondisi ini. Jika
membandingkan Gambar 14b dan 14d, jelas bahwa ukuran butir meningkat
Pengamatan ini sesuai dengan sejumlah besar Bi-2223 yang dibentuk untuk
tinggi fase Bi-2223. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 15, butir-butir seperti
benang adalah fase Bi-2223. Menurut hasil EDS butiran berbentuk bulat terdiri
31
dari Bi, Pb, Sr, Ca, Cu dan Oksigen. Oleh karena itu, Hasil EDS mengungkapkan
bahwa fase Bi-2223 adalah elemen stoikiometri dan pengotor tidak diamati.
untuk semua sampel di kedua bidang didinginkan (FC) dan nol bidang
Gambar 16a dan 16b menunjukkan efek simultan dari kalsinasi dan suhu
sintering, yang merupakan salah satu hasil utama dari pekerjaan ini. Untuk sampel
diperoleh untuk sintering yang lebih rendah (TSint = 840°C), meskipun χZFC =
−1 tidak pernah diperoleh untuk sampel ini. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa sampel ini terdiri dari butir superkonduktor yang tertanam dalam matriks
meningkat dan didekati keχ = 0. Seperti yang diamati, penyimpangan dari kasus
suhu rendah dan fase non-superkonduktor. Hasilnya sesuai dengan pola XRD dan
Tc terbaik untuk sampel yang dikalsinasi pada 820 °C adalah 109 K dan untuk
sampel yang dikalsinasi pada 830 °C adalah 105,2 K. Sampel yang disebutkan
memiliki fraksi tertinggi dari Bi -2223 fase bersama dengan konektivitas butiran
terbaik.
Gambar 17. Kurva histeresis magnetik yang diperoleh untuk sampel yang
disinter pada suhu yang berbeda di bidang terapan 10 Oe pada
10 K. a) sampel dikalsinasi pada 820°C dan b) sampel
dikalsinasi pada 830°C.
dari ± 2 T, untuk semua sampel, pada 10 K. Hal ini dapat dilihat dengan jelas
bahwa suhu sintering dan kalsinasi menyebabkan perubahan besar pada bentuk
dan lebar histeresis magnetik. Untuk TCalc = 820°C, ditunjukkan pada Gambar
17a, nilai magnetisasi dan lebar loop histeresis meningkat ketika suhu sintering
meningkat hingga 850°C dan kemudian mulai menurun untuk suhu sintering yang
33
direalisasikan dengan TCalc = 830°C. Dalam hal ini, nilai magnetisasi dan lebar
loop histeresis menurun secara signifikan karena suhu sintering meningkat karena
Gambar 18. Kerapatan arus kritis sampel yang disinter pada temperatur yang
berbeda pada 10K. a) sampel dikalsinasi pada 820 °C b) sampel
dikalsinasi pada 830 °C. Inset menunjukkan ketergantungan
medan dari kepadatan penjepit fluks Fp.
sebagai fungsi medan magnet, pada 10 K, yang diperoleh dari loop histeresis.
Perhatikan bahwa, Jc dalam sistem BSCCO bergantung pada suhu kalsinasi dan
et.al.,2013; Ozkurt, 2013). Nilai Jc intra-granular yang lebih tinggi untuk sampel
yang dikalsinasi pada 820°C dan disinter pada temperatur yang berbeda,
dibandingkan dengan sampel yang dikalsinasi pada 830°C, adalah hasil dari
dan parameter lain yang dinyatakan sebelumnya. Seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 18a dan b, nilai Jc optimum terjadi pada ~ 0,1 T, menunjukkan bahwa
et.al.,2005).
× B untuk semua sampel pada 10 K. Untuk sampel yang dikalsinasi pada 820°C,
gaya pinning maksimum (FP-maks) dan medan magnet maksimum (Hmax) milik
Untuk sampel yang dikalsinasi pada 830°C, terjadi penurunan substansial pada
FP-maks ketika suhu sinternig meningkat. Selain itu, nilai Hmax cenderung
Gambar 19 menunjukkan kurva skala ƒ-b untuk semua sampel. Pada medan
magnet rendah, plot tersebar dan terletak di antara permukaan pinning dan pining
titik normal dan pada bidang yang lebih tinggi, titik data sampel terletak di antara
titik pinning normal dan Δκ pinning. Bentuk keseluruhan ƒp (b) untuk semua
sampel sesuaidengan model penyematan titik normal, dan permukaan butir yang
2223.
ini dan nilai-nilai Tc dan Jc yang dilaporkan dalam literatur untuk sampel Bi2223.
disintesis oleh sol gel dalam pekerjaan ini menunjukkan nilai-nilai dari Tc dan Jc
V. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Andes Joko Susilo. 2005. Pengaruh Temperatur Leleh Terhadap Rapat Arus
Kritis Pada Kristal Superkonduktor Bi – 2223 Dengan Menggunakan
Metode Self-Fluks. Skripsi. Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Jember).
Chen, F.H., H.S. Koo, and T.Y. Tseng. 1991. Effect Of Ca2PbO4 Additions On
The Formation Of The 110 K Phase In Bi-Pb-Sr-Ca-Cu-O Superconducting
Ceramics. Application Physics. PP. 637–639.
http://dx.doi.org/10.1063/1.104553.
Costa, A., Ferreira, F.M., Rasekh, N.M., Fernandes, S., Torres, A.J.S., Madre.
M.A., Diez, M.A. Sotelo, J.C. 2015. Very Large Superconducting Currents
Induced By Growth Tailoring. Crystal Growth.PP. 2094-2101.
http://dx.doi.org/10.1007/978-3-642-1997.
Darsono, N., D.-H. Yoon, and K. Raju. 2016. Effects Of The Sintering Conditions
On The Structural Phase Evolution And Tc Of Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O7
Prepared Using The Citrate Sol–Gel Method. Journal Superconductors.PP.
1491–1497, http://dx.doi.org/10.1007/s10948-016-3459-5.
Evi Yufita dan Nurmalita. 2016. The Effect of Sintering Time on Surface
Morfology of Pb-Doped Bi-2223 Oxides Superconductors Prepared by the
Solid State Reaction Methods at 840 oC. Journal of Aceh Physics Society
(JAcPS), Vol. 5, No. 1 PP.. 1-5
Ghattas, A., M. Annabi, M. Zouaoui, F. Ben Azzouz, and M. Ben Salem,. 2008.
Flux Pinning By Al-Based Nano Particles Embedded In Polycrystalline (Bi,
Pb)-2223 Superconductors. Physics C: Superconductors Applications.PP.
31–38. http://dx.doi.org/10.1016/j.physc.2007.10.006.
Jiang, J., Abell, J.S. 1999. Effects of precursor powder calcination on critical
current density and microstructure of Bi-2223/Agtapes. Supercond.
Sci.Technol.10;678–685.
Murai, K., Õ. Jun, Y. Fujii, J. Shaver, G. Kozlowski. 2005. Magnetic flux pinning
and flux jumps in polycrystalline MgB2. Cryog. (Guildf.). 45; 415–420,
http://dx.doi. org/10.1016/j.cryogenics.2005.03.001.
Ozcelik, N., O. Nane, A. Sotelo, H. Amaveda, and M.A. Madre. 2017. Effect Of
Na Substitution And Ag Addition On The Superconducting Properties Of
Bi-2212 Textured Materials. Journal Material Science and Material
Electron. PP. 6278–6283.
Pakdil, M., Bekiroglu, E., Oz, M., Saritekin, N.K., dan Yildirim,G. 2016.Role of
preparation conditions of Bi-2223 ceramic materials and optimization of Bi-
2223 phase in bulk materials with experimental and statistical approaches.
J. Alloy. Compd. 673 ;205–214.
Qureshi, A.H., Arshad, M., Masud, K., Saeed, A.2005. A Comparative study of
EDTA-gel derived BSCCO and Pb-BSCCO systems by thermoanalytical and
X-ray diffraction techniques, J. Therm. Anal. Calorim. 81; 363–367,
Safran, S., H. Ozturk, F. Bulut, and O. Ozturk. 2017. The Influence Of Re-
Pelletization And Heat Treatment On Physical, Superconducting, Magnetic
And Micro-Mechanical Properties Of Bulk BSCCO Samples Prepared By
Ammonium Nitrate Precipitation Method. Ceramics International.PP. 1–7.
Sukirman, E., W.A. Adi, D.S. Winatapura, dan G.C. Sulungbudi. 2003. Review
kegiatan litbang superkonduktor Tc tinggi di P3IB-BATAN. Jurnal Sains
Materi Indonesia Vol. 4 No. 2. Hal 30-39.
Tampieri, A., Celotti, G., Lesca, S., Bezzi, G., La Torretta, T.M.G.,dan Magnani,
G.2000. Bi ( Pb)Sr-Ca-Cu-O ( 2223) superconductor prepared by improved
sol-gel technique. J. Eur. Ceram. Soc. 20 ;119–126.
Wang, W.L., Lv, Y.F., Peng, J.P, Ding, H., Wang, L., He, K., Ji, S.H., Zhong, R.,
Schneeloch, J., Gu, G.D., Song, C.L., M, X.C., Xue, Q.K. 2015. MaPP.ing
The Electronic Structure Of Each Ingredient Oxide Layer Of High-Tc
Cuprate Superconductor Bi2Sr2CaCu2O8+Δ. Physics Rev.
http://dx.doi.org/10.1103/PhysRevLett.115.237002.
Wang, W.L, Y.-F. Lv, J.-P. Peng, H. Ding, Y. Wang, L. Wang, K. He, S.-H. Ji,R.
Zhong, J. Schneeloch, G.-D. Gu, C.-L. Song, X.-C. Ma, and Q.-K. Xue.
2015. MaPP.ing The Electronic Structure Of Each Ingredient Oxide Layer
Of High-Tc Cuprate Superconductor Bi2Sr2CaCu2O8+Δ. Physics Rev.
http://dx.doi.org/10.1103/PhysRevLett.115.237002.
Yang, H., X. Yu, Y. Ji, and Y. Q. 2012. Surface Treatment Of Nickel Substrate
For The Preparation Of BSCCO Film Through Sol-Gel Method.
APP.lication Surface Science.PP. 4852–4856.
Yoo, J., S. Kim, J.-W. Ko, and Y.K. Kim. 2004. The Fabrication Of Fine And
Homogenous Bi-2223 Precursor Powder By A Spray Pyrolysis Process,
Superconductors Science Technology. PP. S538–S542,
http://dx.doi.org/10.1088/0953-2048/17/9/016.
Yoo, S. Kim, J.-W. Ko, and Y.K. Kim. 2004. The Fabrication Of Fine And
Homogenous Bi-2223 Precursor Powder By A Spray Pyrolysis Process.
Superconductors Science Technology. http://dx.doi.org/10.1088/0953-
2048/17/9/016.
Zouaoui, M., A. Ghattas, M. Annabi, F. Ben Azzouz, and M. Ben Salem. 2008.
Effect Of Nanosize Zro2 Addition On The Flux Pinning Properties Of (Bi,
Pb)−2223 Superconductor.Superconductors Science Technology.
http://dx.doi.org/10.1088/0953-2048/21/12/125005