TUGAS KULIAH 3
Oleh :
2021
ABSTRAK
Perpindahan panas dimanfaatkan secara luas dalam berbagai lini kehidupan manusia, mulai
dari yang sederhana hingga yang kompleks. Oleh karena pentingnya fenomena ini, banyak bidang
keilmuan yang mempelajarinya dengan berbagai metode analisis yang digunakan. Salah satunya
dalam tulisan ini akan diguanakan tiga metode yang berbeda dalam menganalisisnya yaitu metode
teoritik yang mengkaji berdasarkan penurunan persamaan analitik, metode elemen hingga yang
membagi system menjadi beberapa elemen dalam analisisnya, dan simulasi dengan perangkat lunak
ANSYS yang mengkaji fenomena ini secara numerik.
Kasus yang diambil dalam fenomena ini adalah perpindahan panas konduksi pada sebuah
pipa silinder yang selimut luar pipanya di insulasi secara sempurna sehingga dapat disimplifikasi
menjadi kasus konduksi 1-D ke arah axial. Kondisi batas pada kasus ini meliputi heat flux konstan
di ujung kanan pipa dan temperature konstan di ujung kirinya.
Berdasarkan hasil analisis ketiga metode tersebut, diperoleh hasil perhitungan distribusi
temperature yang sama di 6 titik pada pipa yang telah ditetapkan sebelumnya dengan perpindahan
panas mengalir dari sisi kanan pipa ke sisi kiri pipa dengan arah axial. Kesamaan hasil analisis ketiga
metode ini diakibatkan oleh kasus yang cukup sederhana sehingga kemungkinan error antar
metodenya kecil dan simplifikasi yang diambil menjadi sangat mirip.
Kata Kunci : Konduksi, kondisi batas, nodal, elemen, meshing, distribusi temperature.
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
a) Menghitung distribusi temperatur pada pipa dengan cara teoritis
b) Menghitung distribusi temperatur pada pipa dengan perhitungan metode elemen
hingga
c) Menghitung distribusi temperatur pada pipa secara numerik dengan bantuan
perangkat lunak ANSYS
1
BAB II
STUDI PUSTAKA
b) Konveksi
Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi dengan
disertain perpindahan medium perantaranya. Fenomena ini disebabkan oleh
pergerakan molekul yang terjadi secara random (difusi) dan pergerakan fluida
secara makroskopik (bulk motion).
Tinjauan konveksi biasanya difokuskan di sekitar daerah pertemuan suatu
permukaan dengan suatu pergerakan fluida ketika terjadi perbedaan temperature
antar keduanya. Pada daerah tersebut, biasanya akan muncul dua lapisan batas yaitu,
2
lapisan batas hidrodinamik dan lapisan batas termal seperti yang terlihat di gambar
2. Kontribusi perpindahan panas akibat pergerakan acak molekul paling banyak
terjadi di daerah sekitar permukaan, bahkan ketika fluidanya diam (di y = 0), hanya
difusi saja yang terjadi. Sedangkan, perpindahan panas akibat bulk motion terjadi
pada daerah yang relative lebih jauh dari permukaan.
Dalam studi Pustaka ini akan difokuskan bahasannya dalam mode perpindahan panas
konduksi dengan simplifikasi pada arah 1-Dimensi pada koordinat kartesian dan dalam
kondisi tunak sesuai dengan kasus yang akan dianalisis (penjelasan lebih detail mengenai
kasusnya ada di BAB III)
Tiga suku pertama di ruas kiri menunjukkan net conduction heat flux ke arah sumbu x, y, dan
z. lalu, q menunjukkan thermal energy generation dan suku di ruas kanan menunjukkan
distribusi temperature terhadap waktu pada analisis transient.
3
Oleh karena simplifikasi yang diambil dalam bahasan ini mencakup Konduksi
pada arah 1D tanpa heat generation dan dalam kondisi tunak. Maka persamaan di atas dapat
disederhakan menjadi :
Dengan k adalah konduktivitas termal yang bergantung pada jenis material medium dan
dT/dx menunjukkan distribusi temperature sepanjang sumbu x pada konduksi 1D.
Untuk memperoleh nilai distribusi temperature pada kasus konduksi 1D, tidak
cukup jika hanya menggunakan persamaan di atas. Namun, kita juga memerlukan suatu
kondisi batas yang beragam jenisnya bergantung dari kasus yang akan dianalisis. Berikut
adalah beberapa kondisi batas yang umum terjadi berdasarkan ref [1] :
4
formula perpindahan panas konduksi 1D dengan beberapa kondisi batas menggunakan
variational method :
a) Langkah 1 : Pilih tipe elemen
5
Berikut rinciannya :
Dengan S2 dan S3 adalah luas permukaan tempat terjadinya kondisi batas tersebut.
Suku pertama di ruas kanan adalah matrix untuk konduksi 1-D dan suku kedua
untuk kondisi batas konveksi 1D
Selain itu dapat diperoleh juga matrix heat source sebagai berikut :
Dengan Q adalah internal heat generation, q* adalah surface heat flux dan PL adalah luas
area yang didefinisak sebagai keliling (P) dikali Panjang (L).
e) Langkah 5 : Menemukan persamaan global dengan menggabungkan persamaan
matrix tiap elemen dan menerapkan kondisi batasnya
Setelah menemukan matrix-matrix pada setiap elemennya, dapat disusun
matrix perpindahan panas dan heat source secara globalnya dengan persamaan
berikut :
6
Dari kedua matrix di atas, dapat diperoleh persamaan global yang telah
mencakup tiap elemen-elemen pada sistem sebagai berikut :
7
perpindahan panas. Pada simulasi ini, akan digunakan Analysis System karena stage-nya sudah
lengkap mulai dari Engineering Data hingga Result.
Langkah selanjutnya adalah men-drag blok Steady-State Thermal ke Project Schematic layout
seperti pada gambar untuk menganalisis kasus konduksi 1D dalam kondisi tunak. Lalu,
ikuti setiap stage yang ada dengan rincian sebagai berikut :
a) Engineering Data
Pada tahap ini, akan dimasukkan data-data terkait material dari benda yang
akan dianalisis serta nilai dari physical properties seperti konduktivitas termal juga
dapat didefinisikan di bagian ini.
8
Gambar 6. Tampilan geometri di SpaceClaim
9
BAB III
DATA
D2
3.2 Data
Berikut adalah data-data dari besaran yang tertera pada kasus di subbab 3.1 yang
ditabulasi pada tabel di bawah ini :
Tabel 1. Data-Data yang diketahui
10
BAB IV
ANALISIS
𝑑2𝑇 𝑑𝑇
= 0 ↔ ∫ 𝑑( ) = ∫ 0 𝑑𝑥
𝑑2 𝑥 𝑑𝑥
𝑑𝑇
= 𝐶1 ↔ ∫ 𝑑𝑇 = ∫ 𝐶1 𝑑𝑥
𝑑𝑥
𝑇(𝑥) = 𝐶1 𝑥 + 𝐶2 → 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑑𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑇𝑒𝑚𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒
𝑑𝑇 𝑑𝑇
b) 𝑘 𝑑𝑥 | = 𝑞 ′′ dengan = 𝐶1
𝑥=𝐿 𝑑𝑥
11
Tabel 2. Distribusi Temperature secara teoritik
Temperature (0C)
posisi
simbol nilai
x=0 T1 400
x =L/5 T2 404,5
x = 2L/5 T3 409
x = 3L/5 T4 413,5
x = 4L/5 T5 418
x=L T6 422,5
karena tidak ada konveksi dalam kasus ini, maka persamaannya menjadi
dengan
𝐴 = 𝜋(𝑅2 2 − 𝑅1 2 ) = 𝜋(182 − 142 ) 𝑥 10−6 = 4,02 𝑥 10−4 𝑚2
0,45
𝐿= = 0,09 𝑚 (𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑒𝑙𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑎)
5
12
sehingga
Karena Q = 0 (no heat generation), q* = 0 ( no surface heat flux), h = 0 (no convection) untuk
elemen 2 sampai 4, maka :
0
𝑓 (2) = 𝑓 (3) = 𝑓 (4) = [ ]
0
Untuk elemen 1 dan 5 :
𝐹
𝑓 (1) = [ 1𝑥 ]
0
0
𝑓 (5) = 𝑞𝐴 [ ] 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 ℎ𝑒𝑎𝑡 𝑓𝑙𝑢𝑥 ℎ𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑎𝑑𝑎 𝑑𝑖 𝑛𝑜𝑑𝑎𝑙 6
1
0 0 0
𝑓 (5) = 𝑞𝐴 [ ] = 150 𝑥 4,02 𝑥 10−4 [ ] = 0,06 [ ]
1 1 1
Dari kedua matrix tersebut dapat disusun persamaan matrix global untuk konduksi 1D
dengan kondisi batas constant heat flux di satu sisi dan constant temperature di sisi yang
lain sebagai berikut :
13
𝐹1𝑥 1 −1 0 0 0 0 𝑡1 = 400℃
0 −1 2 −1 0 0 0 𝑡2
0 0 −1 2 −1 0 0 𝑡3
= 0,0134
0 0 0 −1 2 −1 0 𝑡4
0 0 0 0 −1 2 −1 𝑡5
{0,06} [ 0 0 0 0 −1 1 ] { 𝑡6 }
Selesaikan persamaan di atas dengan bantuan Ms. Excel, diperoleh :
𝑡1 400
𝑡2 404,5
𝑡3 409
𝑡4 = 413,5 ℃
𝑡5 418
{𝑡6 } {422,5}
t1 hingga t6 adalah temperature di nodal 1 sampai nodal 6 yang dirangkum dalam table
berikut :
Tabel 3. Distribusi Temperature secara MEH
Temperature (0C)
nodal
simbol nilai
1 t1 400
2 t2 404,5
3 t3 409
4 t4 413,5
5 t5 418
6 t6 422,5
a) Engineering data
Pada bagian ini, dimasukkan data terkait jenis material dan sifat fisiknya
sebagai berikut :
Material : structural steel
Isentropic thermal conductivity : 3 W/m.K
14
Gambar 10. Engineering data yang dipilih
b) Geometry
Berikut adalah geometri yang akan dianalisis :
15
→ Meshing.
Element size : 10 mm dengan Jumlah nodal : 30410 dan jumlah elemen : 5236
Ukuran dipilih karena bentuk meshnya sudah menyerupai silinder bulat
sempurna tidak berlekuk-lekuk seperti pada element size 30 mm. Selain itu,
element ordernya dipilih yang kuadratik serta elemen type-nya hexahedron agar
hasil meshing lebih dapat menyerupai pipa dengan kurvatur mirip parabola.
→ Setup
Berikut adalah solusi dan hasil (distribusi Temperature) dari metode numerik
menggunakan perangkat lunak ANSYS
16
Gambar 14. hasil simulasi distribusi temperature
Temperature (0C)
posisi
simbol nilai
x=0 T1 400,03
x =L/5 T2 404,45
x = 2L/5 T3 408,99
x = 3L/5 T4 413,49
x = 4L/5 T5 417,96
x=L T6 422,5
17
BAB V
DISKUSI
Berdasarkan BAB IV, temperature di 6 titik yg telah ditetapkan pada pipa dengan
metode teoritik, MEH, dan simulasi numerik ANSYS tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan bahkan boleh disimpulkan sama hasil dari ketiga metode tersebut. Hal ini karena
sistem yang dianalisis adalah sistem yang sederhana sehingga tidak akan terdapat banyak
error antar satu metode dengan metode yang lain.
Berikut adalah tabel dan grafik ukuran elemen terhadap nilai temperature di nodal
3 yang telah disimulasikan di ANSYS. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang
jauh (jika dibulatkan akan merujuk ke nilai 409 0C) ketika ukuran elemennya diubah-ubah
dari 400 mm hingga 5 mm. Hal ini disebabkan oleh kasus yang dianalisis adalah kasus yang
sederhana sehingga perubahan jumlah elemen/ukuran elemen tidak berpengaruh pd kasus
ini.
Tabel 5. optimasi jumlah elemen
element
jumlah jumlah
size T3
elemen node
(mm)
8 76 400 408,95
12 104 200 409,01
20 160 100 408,99
24 188 75 409
32 244 60 409
48 356 40 408,97
60 440 30 408,99
585 3338 10 408,99
2160 13680 5 409
409,4
409,2
409
408,8
408,6
408,4
408,2
408
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
ukuran elemen (mm)
Gambar 15. grafik nilai temperatur vs ukuran elemen
18
BAB VI
KESIMPULAN
a) Hasil perhitungan distribusi temperatur pada pipa dengan cara teoritis dapat dilihat di tabel
2.
b) Hasil perhitungan distribusi temperatur pada pipa dengan perhitungan metode elemen
hingga dapat dilihat di tabel 3
c) Hasil simulasi numerik distribusi temperatur pada pipa bantuan perangkat lunak ANSYS
dapat dilihat di tabel 4 atau gambar 14
19
DAFTAR PUSTAKA
Incropera, dkk. 2011. Fundamental of Heat and Mass Transfer 7th Edition. United States of
America : Jhon Wiley & Sons
Logan, Daryl L. 2007.A First Course in the Finite Element Method. Canada : University of
Wisconsin-Platteville
20