Disampaikan dalam
Workshop Stnadar Pengelolaan dan Restorasi Gambut dengan Konsep 4N
Jakarta, 14 September 2022
TIMELINE FOR INTERNATIONAL CLIMATE NEGOSTIATIONS
2
PARIS AGREEMENT
The First NDC Indonesia, Updated NDC, LTS-LCCR 2050
LTS-LCCR 2050 (July, 2021) The Updated NDC (July, 2021) NDC Roadmaps (2019) The First NDC (Nov, 2016)
• Pemerintah Indonesia meratifikasi Paris
Agreement Target dalam UU No 16 Tahun 2016
• Pemerintah Indonesia berkomitmen melalui
NDC untuk menurunkan emisi pada tahun 2030
tanpa syarat (unconditional) sebesar 29% dan
dengan dukungan internasional 41%
(conditional).
• Pemerintah juga sudah menyampaikan aspirasi UU 16 Tahun Penyampaian PERPRES 98 Indonesia’s FOLU
dan tekad baik untuk meningkatkan ambisi 2016 NDC roadmap TAHUN 2021 Net sink 2030
penurunan emisi melalui LTS, dimana sektor 2019
kehutanan dan lahan (FOLU) akan mencapai 2016 2021 2022
net sink pada tahun 2030. 1 2 3 4 5 6
• Pemerintah telah menerbitkan Perpres RI No
98 Tahun 2021 tentang Penyelengaraan NEK 2016 2021
untuk pencapaian target kontribusi yang Penyampaian Penyampaian Penyampaian
First NDC Updated NDC LTS-LCCR
ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian
Emisi GRK dalam Pembangunan Nasional, guna
akselerasi terhadap implementasi pencapaian
NDC.
• Visi Indonesia untuk sektor AFOLU yang
tertuang dalam dokumen LTS-LCCR dan Perpres
98 Tahun 2021, selanjutnya oleh KemenLHK
selaku national focal point untuk dikembangkan
menjadi dokumen operasional Indonesia’s
FOLU Net Sink 2030. 4
NDC
• UU No.16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework
(NATIONALLY Convention On Climate Change (Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-
DETERMINED Bangsa mengenai Perubahan Iklim)
CONTRIBUTION) • Dokumen NDC yang disampaikan Indonesia kepada Sekretariat UNFCCC
3 IPPU 36,0 69,6 66,9 66,4 2,8 3,3 0,10% 0,11% 3,4% 0,10%
4 Agriculture 110,5 119,7 110,4 115,9 9,0 4,0 0,32% 0,13% 0,4% 1,30%
6
LONG-TERM STRATEGY ON LOW CARBON AND CLIMATE RESILIENCE
Mton CO2
•Peaking 2030 0
dengan Net Sink
pada sektor
2010
2020
2030
2040
2050
2010
2020
2030
2040
2050
2010
2020
2030
2040
2050
LCCP FOLU -500
•(Skenario
LCCP) CPOS TRNS LCCP
Proyeksi tingkat emisi GRK skenario CPOS, TRNS dan LCCP
TARGET LCCP: Puncak Emisi Bersih GRK Tahun 2030 = 1.244
MtCO2e dan Tahun 2050 = 540 MtCO2e (1,6 ton CO2e/capita)
Trajectory Emisi GRK Sektor FOLU Pada Skenario NDC-CM1
Dan LTS-LCCP
Sumber emisi
Sumber serapan
8
TARGET NASIONAL DENGAN PENDEKATAN IFNS
• UU No.16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate Change
(Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim)
• Dokumen NDC yang disampaikan Indonesia kepada Sekretariat UNFCCC
• Dokumen LTS-LCCR (Scenario LCCP)
• Perpres 98 Tahun 2021
Sektor Kehutanan memiliki porsi TERBESAR di dalam target penurunan emisi gas
rumah kaca dan diskenariokan Netsink di 2030 sebesar -140 juta Ton CO2 (eq)
Indonesia FoLU Net Sink 2030
Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021
tentang Penyelengaraan NEK untuk
pencapaian target kontribusi yang
ditetapkan secara Nasional dan
Pengendalian Emisi GRK dalam
Pembangunan Nasional
Pengurangan Emisi GRK Nasional didukung
utamanya dan dengan pendekatan
“Indonesia’s Forestry and Other Land Use
(FoLU) Net Sink 2030”(Pasal 3 ayat 4
Perpres 98/2021
Keputusan Menteri LHK Nomor 168/2022,
24 Februari 2022 tentang Indonesia’s
Forestry and Other Land Use (FoLU) Net
Sink 2030 untuk Pengendalian Perubahan
Iklim.
Rencana Operasional IFNS2030
I N D O N E S I A’ S F O L U N E T S I N K 2 0 3 0
FoLU Net Sink 2030 adalah Upaya Indonesia untuk mencapai
sebuah kondisi yang ingin Indonesia’s FoLU Net Sink 2030
dicapai melalui penurunan perlu diikuti dengan alokasi lahan
emisi GRK dari sektor yang selektif dan terkontrol untuk
kehutanan dan penggunaan pembangunan dalam rangka
lahan dengan kondisi dimana meningkatkan kesejahteraan yang
tingkat serapan sama atau adil dan merata bagi masyarakat
lebih tinggi dari tingkat emisi. Indonesia
Membangun Program Pembangunan Kehutanan dalam target nasional dan indikator serta
satuan ukur yang sama yaitu CO2eq
DASA R P I JA K A N :
Sustainable Forest Management
Environmental Governance
Carbon Governance
KEBIJAKAN DAN INSTRUMEN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
Mangrove dapat menjadi peluang untuk selanjutnya dielaborasi dalam RENOP FOLU Net
Sink 2030 karena kapasitas mangrove dalam mengurangi emisi dari sektor lahan belum
diperhitungkan baik di dalam NDC maupun di dalam dokumen LTS-LCCR 2050.
Potensi blue carbon yang cukup tinggi pada mangrove yang meliputi; above ground
biomass (17%), soil mangrove (78%) maupun below ground biomass (5%)
L UA S M A N G R O V E E K S I S T I N G D I I N D O N E S I A
NO KELAS KERAPATAN TAJUK LUAS (HA) %
Melalui dokumen LTS-LCCR, Indonesia menyampaikan visi untuk mencapai kondisi emisi bersih nol
dari agregat emisi seluruh sektor atau yang disebut sebagai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060
atau lebih cepat. Untuk mencapai kondisi NZE, puncak emisi harus sesegera mungkin dicapai agar
kurva emisi dapat segera diturunkan, sehingga tidak memperlambat periode NZE.
Dalam proses menuju NZE, penurunan emisi dari sektor-sektor yang sulit menurunkan emisi (hard-to-
abate sector), seperti sektor energi, dan industri, harus disertai dengan penurunan emisi dan
peningkatan serapan dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan.
Dalam skenario LTS LCCP Indonesia, sektor kehutanan dan penggunaan lahan sudah mencapai
kondisi net sink, kondisi dimana angka serapan lebih tinggi dari emisi yang dihasilkan pada sektor
FOLU,, yakni pada tahun 2030, jauh sebelum kondisi NZE dicapai
Dalam hal ini, ketercapaian FOLU net sink, tidak serta merta mengindikasikan ketercapaian visi Net
Zero Emission Indonesia. Namun, ketercapaian Indonesia’s FOLU net sink merupakan kunci penting
dan langkah awal yang dapat membawa Indonesia menuju kondisi NZE pada tahun 2060 atau lebih
awal.
Dalam dokumen LTS-LCCR, mangrove belum termasuk dalam sektor hutan dan lahan.
Direncanakan untuk ke depan Mangrove akan termasuk dalam blue carbon (karbon yang tersimpan
dalam ekosistem pesisir, meliputi ekosistem perairan yaitu mangrove, padang lamun dan terumbu
karang). Mangrove telah dimasukkan dalam GRK nasional dalam kategori lahan basah (lebih pada
vegetation cover, belum kepada below gorund dan soil ) serta dalam penetapan tingkat Forest Reference
Emission Level (FREL) untuk REDD+ dan estimasi hasil REDD+.
Keputusan Menteri LHK Nomor 168/2022, 24 Februari 2022
tentang Indonesia’s Forestry and Other Land Use (FoLU) Net Sink 2030 untuk Pengendalian Perubahan Iklim.
T U J UA N
Memantapkan kebijakan dan imlementasi kerja untuk mencapai Indonesia’s FOLU Net
Sink 2030 dengan langkah-langkah yang sistematis dan terukur
Menetapkan rencana operasional kerja aksi penurunan emisi gas rumah kaca sektor
kehutanan dan lahan menuju Indonesia’s FOLU Net Sink 2030
Menjabarkan target NDC ke dalam detil rencana aksi penurunan emisi gas rumah kaca
sektor kehutanan dan lahan dengan pendekatan Indonesia’s FOLU Net Sink 2030
Menjadi dasar dalam penyusunan Manual of Operation dari setiap kebijakan dan langkah
penopang utama Program Nasional “Indonesia’s FOLU Net Sink 2030
17
Keputusan Menteri LHK Nomor 168/2022, 24 Februari 2022
tentang Indonesia’s Forestry and Other Land Use (FoLU) Net Sink 2030 untuk Pengendalian Perubahan Iklim.
SASARAN
Sasaran yang ingin dicapai melalui implementasi Rencana Operasional
Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 tercapainya tingkat emisi gas rumah
kaca sebesar -140 juta ton CO2e pada tahun 2030, mendukung net
zero emission sektor kehutanan dan guna memenuhi target NDC yang
menjadi kewajiban nasional Indonesia sebagai kontribusi bagi agenda
perubahan iklim global, dengan memperhatikan visi Indonesia yang
lebih ambisius dalam dokumen LTS-LCCR.
18
Potensi Sektor Lahan untuk Penyerap GRK
Melalui 10 Aksi NDC Mitigasi Sektor FOLU. diproyeksikan Indonesia mengakselerasi penurunan emisi GRK menuju
emisi GRK pada tahun 2030 dari sektor FOLU adalah Net Sink FOLU dituangkan dalam dokumen LTS-LCCR
217 MTonCO2e (CM1) dan 64 MTonCO2e (CM2) 20
SPASIAL INDONESIA’S FOLU NET SINK 2030
TIGA INFORMASI • Informasi spasial Indek Biogeofisik yang menggambarkan tingkat risiko emisi
SPASIAL UNTUK dan serapan gas rumah kaca yang dapat menjadi landasan dalam penentuan
MENDUKUNG
PERENCANAAN lokasi prioritas pelaksanaan program dan kegiatan secara signifikan akan
OPERASIONAL MENUJU menurunkan emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan,
NET SINK SAMPAI kebakaran hutan serta peningkatan serapan gas rumah kaca sejalan dengan
TINGKAT TAPAK komitmen NDC – Peta Indek Biogeofisik (IBGF);
(TEMPLATE)
• Informasi spasial tentang arahan optimasi pemanfaatan kawasan hutan
berdasarkan Indeks Jasa Lingkungan Hidup (IJL) atau IJE diperlukan dalam
membantu perencanaan yang sudah menerapkan prinsip-prinsip daya dukung
dan daya tampung – Peta Arahan Optimasi Kawasan Hutan berdasarkan
• IJL/IJE;
IBGFs-IPL
Lind
Hasil Spasial RENOP
TIPOLOGI KELEMBAGAAN KPH
1 = modal sosial kuat dan kapasitas Lembaga kuat; 2 = modal sosial kuat dan kapasitas Lembaga lemah; 3: modal sosial lemah dan kapasitas Lembaga kuat; 4: modak sosial lemah dan kapasitas Lembaga lemah
A = luas KPH>100.000 ha dan belum banyak izin, B: Luas KPH>100.000 ha dan sudah banyak dibebani izin konsesi, C: Luas KPH < 100.000 ha dan belum banyak izin, D: Luas KPH<100.000 ha dan sudah banyak izin konsesi
Alur template penentuan lokasi prioritas pelaksanaan aksi mitigasi
HASIL INTEGRASI SPASIAL UNTUK PENENTUAN SEBARAN LOKASI PRIORITAS UNTUK
PELAKSANAAN KEGIATAN MITIGASI INDONESIA’S FOLU NET SINK 2030
Planned Deforestation
Unplanned deforestation
Planned degradation
Unplanned Degradation
Timber plantation
ENR
RIL
Rehabilitation without rotation
Rehabilitation with rotation
Peat water management
Peat restoration
HCVF
LUAS AREAL PELAKSANAAN PROGRAM AKSI MITIGASI MENURUT PEMANGKU
KAWASAN PADA INDEKS PRIORITAS LOKASI (IPL) 7, 8 DAN 9
LUAS AREAL PELAKSANAAN PROGRAM AKSI MITIGASI MENURUT PEMANGKU
KAWASAN PADA INDEKS PRIORITAS LOKASI (IPL) 5 DAN 6
Deforestation/ Degradasi
Konsesi PHL PCK PLG
Pemangku Degradation Konservas
Jenis Pengelolaan (PBPH PBPH-HTI TORA Total
Kawasan (Ditjen) NON i tinggi
Mineral Gambut HPH dan ENR RIL-C ROTASI Tata Air
RE) ROTASI RESTORASI
Tahun 2025-2030
3. AKSELERASI
Tahun 2023-2024
2. AKTUALISASI
s.d. Akhir 2022
1. PRAKONDISI*
*Prakondisi dimaknai sebagai penataan kegiatan yang telah ada menuju
pencapaian target Indonesia’s FOLU Net Sink 2030
3
ARAHAN UMUM KEGIATAN TAHAP PRAKONDISI
PENYIAPAN
PRAKONDISI
Kebijakan &
Teknologi SDM Kemitraan Anggaran
Regulasi
• Penyiapan rencana • Pembangunan • Pembentukan Project • Sosialisasi secara TSM • Pendetilan rencana
kerja/manual/ sistem pemantauan, Management Office kerja dan rencana
• Penyiapan Program
guidelines teknis pelaporan dan • Pelibatan aktif akademisi
dan Strategi anggaran
pelaksanaan verifikasi aksi dalam rangka peningkatan implementasi kegiatan;
kualitas SDM. Komunikasi Publik
kegiatan; mitigasi FOLU Net • Mendorong
Sink 2030 berbasis • Penyiapan pendampingan • Pengembangan Forum
• Penyiapan berbagai teknis bagi SDM pelaksana Komunikasi pembiayaan melalui
instrumen kebijakan ICT; investasi private sector
kegiatan;
pendukung. • Mendorong • Pengembangan
• Meningkatkan keterlibatan kemitraan para pihak • Penyiapan dukungan
• Penyempurnaan berbagai kegiatan dan Membangun akses pendanaan FOLU
regulasi dan R&D. tanggungjawab pada local • Koordinasi dan Net Sink 2030 dari
kebijakan (RRE); champion kolaborasi antar sektor dalam negeri dan/atau
• Penyiapan kelembagaan terkait. kerja sama luar negeri.
FOLU di daerah
31
ARAHAN UMUM KEGIATAN TAHAP AKTUALISASI
AKTUALISASI
KEGIATAN
Kebijakan &
Teknologi SDM Kemitraan Anggaran
Regulasi
Bellows College
33
PROYEKSI KEBUTUHAN DAN SKEMA PENDANAAN
AKSI MITIGASI INDONESIA’S FOLU NET SINK 2030
KEBUTUHAN
AKSI MITIGASI PENDANAAN
KEGIATAN (TRILYUN IDR)
UTAMA 2020- 2025-
TOTAL
2024 2030
Deforestasi lahan
31.60 36.75 68.36
mineral
Deforestasi lahan
2.71 5.05 7.75
gambut
Degradasi lahan
13.07 14.79 27.86
mineral
Degradasi lahan
1.10 1.24 2.34
gambut
Hutan Tanaman
34.80 41.76 76.56
Industri
Pengelolaan Hutan
0.88 0.49 1.37
Lestari • Sumber pendanaan dari pemerintah didistribusikan akan berasal dari
Peningkatan Cadangan
3.11 3.73 6.84 optimasi pendanaan di tingkat pusat (APBN) melalui instrumen green
Karbon (Rotasi) sukuk dan pasar karbon domestik (Nilai Ekonomi Karbon), dan transfer
Peningkatan Cadangan
1.47 1.76 3.23 anggaran berbasis ekologi (TAPE/TAKE); optimasi pendanaan di tingkat
Karbon (Non Rotasi) daerah melalui instrumen Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan obligasi
Tata air gambut 0.14 0.03 0.17 hijau daerah; dan optimasi skema Result-Based Payment untuk REDD+.
Restorasi gambut 4.76 4.78 9.54 • Sumber pendanaan dari swasta akan diarahkan pada instrument hibah,
TOTAL 93.63 110.39 204.02 obligasi hijau, pinjaman, ekuitas swasta, Corporate Social Responsibility
(CSR), dll
RPJMN 19.61 n.a. n.a.
T E R I M A K AS I H