Anda di halaman 1dari 10

KAJIAN TEORI

1. Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Dalam kamus bahasa Indonesia perangkat adalah alat atau perlengkapan, sedangkan
pembelajaran adalah proses atau cara menjadikan orang belajar. Dapat disimpulkan bahwa,
perangkat pembelajaran adalah alat atau perlengkapan untuk melaksanakan proses yang
memungkinkan pendidik dan peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran. Perangkat
pembelajaran dibuat sebagai salah satu penunjang agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik.
Dalam penelitian ini akan dikembangkan perangkat pembelajaran yang berupa, Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD). Secara rinci, masing-
masing perangkat tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

a) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) IPA adalah rencana yang menggambarkan


prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang
ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus. Lingkup Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) indikator
atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali pertemuan atau lebih. Indikator hasil belajar berfungsi
sebagai alat untuk mengukur ketercapaian kompetensi. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
sekurang-kurangnya memuat tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber
belajar, dan penilaian hasil belajar. Rencana pelaksanaan pembelajaran dimaksud adalah rencana
pelaksanaan pembelajaran berorientasi pembelajaran berbasis laboratorium yang menjadi
pedoman bagi pendidik dalam proses belajar mengajar.

Langkah - langkah pembelajaran tersebut difokuskan pada peningkatan kualitas


pembelajaran melalui pencapaian indikator hasil pembelajaran sesuai kurikulum. Penyusunan
RPP IPA, hendaknya pendidik mengidentifikasi masalah pembelajaran dengan tujuan apakah
terdapat kesenjangan antara menurut kurikulum yang berlaku dengan fakta yang terjadi
dilapangan baik yang menyangkut model, pendekatan, metode, teknik maupun strategi yang
digunakan pendidik untuk mencapai pembelajaran. Pendidik juga harus mengidentifikasi tingkah
laku awal peserta didik terkait keterampilan khusus yang dimiliki oleh peserta didik sebelum
melaksanakan proses pembelajaran. Hal ini bertujuan agar pembelajaran dapat berjalan lancar,
efektifdan efisien. Pendidik juga harus mengidentifikasi karakteristik peserta didik yang meliputi
ciri, kemampuan, dan pengalaman baik individu maupun kelompok. Analisis peserta didik
meliputi karakteristik antara lain kemampuan akademik, usia dan tingkat kedewasaan, motivasi
terhadap mata pelajaran sains, keterampilan psikomotor, kemampuan bekerjasama, keterampilan
sosial dan sebagainya. Hasil analisis ini dapat dijadikan gambaran untuk menyiapkan perangkat
pembelajaran. Pendidik juga harus dapat merumuskan indikator. Perumusan indikator didasarkan
pada analisis pembelajaran dan identifikasi tingkah laku awal peserta didik, tentang pernyataan -
pernyataan apa yang dapat dilakukan peserta didik setelah selesai melakukan pembelajaran
sesuai tujuan pembelajaran.

b) Buku Panduan Peserta Didik

Buku panduan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah buku panduan fisika untuk
peserta didik. Buku panduan praktikum IPA fisika yang dibuat merupakan bahan ajar yang
didalamnya membahas tentang percoban -percobaan pesawat sederhana dan disertai dengan
latihan soal.

c) Lembar Kegiatan Peserta didik (LKPD)

Lembar Kegiatan Peserta didik adalah lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan
oleh peserta didik, yang digunakan sebagai sarana untuk mengoptimalkan hasil belajar peserta
didik dan meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam proses belajar- mengajar. LKPD ini
dilengkapi dengan petunjuk praktikum tentang pesawat sederhana. Struktur komponen LKPD
(Depdiknas B, 2007) adalah sebagai berikut :

1. Topik

2. Petunjuk belajar

3. Kompetensi yang akan dicapai

4. Informasi pendukung/ringkasan materi

5. Langkah-langkah kerja

6. Tugas-tugas

2. Laboratorium IPA Fisika

Laboratorium ialah tempat untuk melatih mahasiswa dalam hal keterampilan melakukan
praktek, demonstrasi, percobaan, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan. Laboratorium
yang dimaksud di sini tidak hanya berarti ruangan atau bangunan yang dipergunakan untuk
percobaan ilmiah, misalnya dalam bidang sains (science), biologi, kimia, fisika, teknik, dan
sebagainya; melainkan juga termasuk tempat aktivitas ilmiahnya sendiri baik berupa
percobaan/eksperimen, penelitian/riset, observasi, demontrasi yang terkait dalam kegiatan
belajar-mengajar. Dengan kata lain “laborary work” adalah kegiatan (kerja) ilmiah dalam suatu
tempat yang dilakukan oleh mahasiswa atau guru/dosen atau pihak lain, baik berupa praktikum,
observasi, penelitian, demonstrasi dan pengembangan model-model pembelajaran yang
dilakukan dalam rangka kegiatan belajar-mengajar (Mustaji, 2009).

Sekolah yang mengajarkan Ilmu pengetahuan Alam hendaknya mempunyai laboratorium,


karena dalam pembelajaran IPA siswa tidak hanya mendengarkan materi tetapi harus melakukan
kegiatan untuk mencari keterangan lebih lanjut tentang ilmu yang dipelajarinya. Soedjiono dalam
Isnawati Nurdin (2012) secara garis besar menjelaskan fungsi laboratorium sebagai berikut:

a. Memberikan kelengkapan bagi pelajaran teori yang telah diterima sehingga antara teori dan
praktek bukan merupakan dua hal yang terpisah.
b. Memberikan ketrampilan kerja ilmiah bagi siswa.
c. Memberikan dan memupuk keberanian untuk mencari hakikat kebenaran ilmiah dari suatu
obyek dalam lingkungan alam dan lingkungan sosial.
d. Menambah ketrampilan dalam menggunakan alat dan media yang tersedia untuk mencari
dan menemukan kebenaran.
e. Memupuk rasa ingin tahu siswa sebagai modal sikap ilmiah seorang calon ilmuwan.
Percobaan di laboratorium dilakukan dengan harapan siswa memperoleh pengalaman
secara langsung, sehingga baik ketrampilan psikomotorik maupun intelektual dapat berkembang.
Hal ini berarti bahwa pembelajaran ilmu pengetahuan alam tidak dapat dipisahkan dari kerja
praktik, sehingga laboratorium merupakan sumber belajar yang efektif. Oleh karena itu maka
fungsi laboratorium harus dioptimalkan. Keberadaan laboratorium yang dikelola dengan baik
akan mendorong guru-guru IPA untuk menggunakannya sebagai sarana dan sumber
pembelajaran

3. Problem Based Learning (PBL)


Problem Based Learning atau PBL atau pembelajaran berbasis masalah adalah
metode pembelajaran yang melibatkan siswa dan guru untuk memecahkan masalah secara
bersama-sama. Siswa mempelajari suatu materi dan harus terampil mengatasi masalah yang
terlibat di berbagai situasi seperti di kehidupan nyata, sedangkan guru perannya adalah
menyodorkan berbagai masalah, memberikan pertanyaan, dan mendukung pembelajaran
siswa.
Dalam pemilihan model pembelajaran ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu
tujuan pembelajaran, karakteristik materi, dan karakteristik siswa. Salah satu model
pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatka kemampuan pemecahan masalah dan
kemandirian belajar adalah model PBL. Hal ini dikarenakan model PBL merupakan suatu
model pembelajaran, yang mana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan
maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan
keterampilan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri
(Suprihatiningrum, 2016)

Hal ini juga diucapkan oleh Ibrahim dan Nur (Trianto, 2011: 96) bahwa pembelajaran
berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan banyak informasi
kepada siswa, tetapi untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir,
pemecahan masalah, keterampilan intelektual, mempelajari peran orang dewasa juga belajar
mandiri dan mandiri. Melalui PBL yang diterapkan diharapkan siswa dalam proses
pembelajaran di kelas, dapat menumbuhkan keterampilan komunikasi matematis dan mampu
membentuk kepribadian siswa menjadi belajar mandiri dalam berbagai masalah yang
dihadapi siswa. PBL juga mencoba membantu siswa untuk menjadi pembelajar mandiri dan
diatur sendiri, dibimbing oleh guru yang selalu memberikan semangat dan penghargaan
ketika mereka mengajukan pertanyaan dan menemukan solusi mereka sendiri untuk masalah
nyata, akankah siswa belajar untuk melakukan pekerjaannya secara mandiri.

Menurut Sheryl (dalam Rustam dkk, 2017), Pembelajaran berbasis masalah sebagai
metode pembelajaran, dibangun dengan ide konstruktivisme dan pendekatan pembelajaran
berpusat pada siswa. Bila menggunakan pembelajaran berbasis masalah, guru membantu
siswa fokus pada pemecahan masalah dalam konteks dunia nyata yang akan mendorong
siswa untuk memikirkan situasi masalah ketika siswa mencoba untuk memecahkan masalah.
Model pembelajaran ini dilakukan melalui kerjasama siswa dalam kelompok-kelompok kecil,
menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, guru bertindak sebagai
fasilitator dan menggunakan situasi kehidupan nyata sebagai fokus pembelajaran. Siswa akan
bekerja dalam kelompok untuk memecahkan masalah nyata dan kompleks yang akan
mengembangkan pemecahan masalah keterampilan, penalaran, komunikasi, dan keterampilan
evaluasi diri melalui pembelajaran berbasis masalah.

Karakteristik PBM
Karakteristik atau ciri-ciri Problem Based Learning (PBL) menurut Akınoglu dan
Tandogan (dalam Wardono et al, 2016) sebagai berikut:

1. Proses pembelajaran harus dimulai dengan masalah yang didominasi masalah nyata;
2. Bahan dan kegiatan belajar harus memperhatikan keadaan agar dapat menarik
perhatian siswa;
3. Guru adalah seorang supervisor selama proses pembelajaran;

4. siswaperlu diberi waktu untuk berpikir atau mengumpulkan informasi dan


mengembangkan strategi untuk pemecahan masalah;

5. Tingkat kesulitan dari materi yang dipelajari tidak pada tingkat tinggi yang dapat
membuat siswa putus asa;

6. Lingkungan belajar nyaman, tenang dan aman harus dibangun sehingga


mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir dan menyelesaikan masalah.

Merencanakan Pembelajaran PBM


1. Memutuskan sasaran dan tujuan
Salah satu cara untuk membantu mencapai tujuan-tujuan seperti meningkatkan
keterampilan, intelektual, dan investigative, memahami peran orang dewasa, dan membantu
siswa untuk menjadi pelajar yang mandiri. Akan tetapi, kemungkinan yang lebih besar adalah
guru hanya akan menekankan pada satu atau dua tujuan dalam pembelajaran tertentu.
2. Merancang Situasi bermasalah yang tepat
Kenyataannya bahwa situasi bermasalah yang membingungkan atau tidak jelas akan
membangkitkan rasa ingin tahu siswa, sehingga membuat mereka tertarik untuk menyelidiki.
Sebuah situasi bermasalah yang baik harus memenuhi 5 kriteria penting, yaitu :
a. Situasi pemasalahannya autentik. Hal ini berarti bahwa masalahnya harus dikaitkan
dengan pengalaman real siswa dan bukan dengan prinsip-prinsip disiplin akademis
tertentu.
b. Masalah itu seharusnya tidak jelas sehingga menciptakan misteri atau teka- teki, hal ini
tidak dapat diselesaikan dengan jawaban sederhana dan membuktikan solusi-solusi
alternatif. Sehingga memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berdialog dan berdebat.
c. Masalah itu seharusnya bermakna bagi siswa dan sesuai dengan tingkat perkembangan
intelektualnya. Dalam permasalahan tersebut harus terdapat ilmu yang dapat dipelajari
siswa secara tidak langsung dan permasalahan tidak jauh dari kehidupan nyata peserta
didik.
d. Masalah itu seharusnya cukup luas. Hal ini memberikan kesempatan kepada guru untuk
memenuhi tujuan instruksionalnya, tetapi tetap dalam batasan-batasan yang fisibel bagi
pelajarannya dilihat dari segi waktu, ruang, dan keterbatasan sumber daya.
e. Masalah yang baik harus mendapatkan manfaat dari usaha kelompok bukan justru
dihalanginya.

3. Mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan logistic


Dalam hal ini guru sebagai penanggungjawab meyediakan bahan-bahan dan sumber daya
lainnya yang akan digunakan oleh peserta didik.

Langkah-langkah PBL
Ibrahim dan Nur (dalam Nurul, 2017) menambahkan bahwa langkah-langkah Problem
Based Learning (PBL) adalah sebagai berikut:
No Fase Tingkah laku Guru
1 Orientasi Siswa pada masalah Menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan kebutuhan logistic yang
diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat
dalam pemecahan masalah

2 Mengorganisasi siswa untuk Membantu siswa mendefinisikan tugas


belajar belajar yang terkait dengan masalah tersebut

3 Membimbing Mendodrong siswa untuk mengumpulkan


informasi yang sesuai, melaksanakan
pengalaman individu/kelompok eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi

4 Mengembangkan dan menyajikan Membantu siswa dalam merencanakan dan


hasil karya menyiapkan bahan-bahan untuk
dipersentasikan dan membantu mereka untuk
berbagi tugas dengan temannya

5 Menganalisis dan Membantu siswa merefleksikan atau


mengevaluasi mengevaluasi proses penyelididikan yang
proses pemecahan masalah mereka gunakan dalam menyelesaikan
masalah.

Polya (dalam Edy, 2014) Proses pembelajaran matematika di kelas telah mengikuti
pembelajaran berbasis masalah. Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah didasarkan
pada empat langkah pemecahan masalah oleh Polya (1971), yaitu: (1) memahami masalah,

(2) merencanakan solusi, (3) memecahkan masalah berdasarkan perencanaan pada langkah
kedua , (4) melihat kembali hasilnya. Untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam
pemecahan masalah ini, guru harus merancang proses pembelajaran dengan memberikan
pengalaman pemecahan masalah yang membutuhkan strategi yang berbeda untuk masalah
yang diberikan.
Implementasi konkret dari langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah dapat
dibagi sebagai berikut: (1) menulis aspek apa yang diketahui dalam masalah, aspek ini
sebagai modal awal untuk menyelesaikan masalah, (2) menulis apa yang ditanyakan dalam
masalah, aspek ini adalah tujuan, (3) menulis model matematika dari masalah dengan
menggunakan aspek apa yang diketahui dari masalah, (4) menyelesaikan model pada langkah
ketiga, (5) melihat kembali hasilnya.

Kelebihan dan Kekurangan


1. Kelebihan
a. Membuat siswa lebih aktif
b. Potensi siswa lebih berkembangan.
c. Siswa dapat mengaplikasikan materi yang dia dapat dengan permasalahan dikehidupan
nyata
d. Siswa memahami dan mendapat manfaat dari apa yang dipelajari
2. Kekurangan
a. Tidak semua sekolah dapat melaksanakan sistem pembelajaran berbasis masalah karena
menyebabkan kelas menjadi tidak kondusif.
b. Pelaksanaan PBL butuh waktu yang lama sehingga dianggap kurang efisien
c. Siswa tidak mendapat pengetahuan dasar secara utuh.

KESIMPULAN
Problem Based Learning adalah pembelajaran yang menggunakan suatu permasalahan
sebagai sumber pembelajaran. Dengan sistem ini siswa belajar untuk memecahkan suatu
masalah dengan pengetahuan yang dia miliki dan siswa juga akan berusaha mengingat
kembali pengetahuan yang pernah dia dapat untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Dalam PBL siswa dituntut untuk berpikir secara luas dan cerdas agar mendapatkan
solusi untuk permasalahan yang diajukan oleh guru.Siswa juga dituntut untuk aktif
berpartisipasi dalam pembelajaran.Dengan sistem PBL ini maka kegiatan belajar akan lebih
bermakna bagi siswa dan siswa akan lebih memahami dan mengerti bahwa ilmu yang
mereka dapat bisa mereka aplikasikan dalam kehidupan nyata.

Bagi para guru, pemahaman terhadap berbagai pendekatan yang berpusat pada siswa,
salah satunya pembelajaran berbasis masalah, perlu ditingkatkan karena tantangan kehidupan
masa sekarang dan masa yang akan datang akan semakin kompleks dan menuntut setiap
orang secara individual mampu menghadapinya dengan berbagai pengetahuan dan
keterampilan yang relevan.

SARAN
PBM harus diterapkan dalam pembelajaran karena menuntut kesiapan baik pihak guru
sebagai seorang fasilitator sekaligus bagi pembimbing. Dan guru diharuskan memiliki skill
atau kemampuan dan kreatifitas untuk bisa menjadi pendidik yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Aman S, dkk. 2018. The Improving Mtahematical Communication Ability and Students Self-
Regulation Learning Through on Batak Toba Culture. American Journal of Education
Research. Vol. 6. No. 10:1397
Nurullita, dkk. 2017. The Effect of Problem BasedLearning to Students Mathematical
Problem Solving Ability . International Journal of Advance Reasearch and Ideas In
Education.Vol. 3. Issue.2 :3341-3346.
Nurul R, dkk. 2017. Penerapan Model Pembelajaran Brbasis Masalah (Problem Based
Learning) Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa.ResearchGate:1-
10
Edy S,dkk. 2018. Effect of Problem Based Learning Toward Mathematical Communication
Ability and Self-Regulated Learning. Journal of Education and Practice. Vol 9. No. 6 :
14-23.
Edy S,dkk. 2013. Improving of Junior High School Thinking Representation Ability in
Mathematical Problem Solving by CTL. Vol 4. No. 1 : 113-126.
Edy S,dkk. 2014. The Development of Problem Based Learning Model to Construct High
Order Thinking Skill Students’ on Mathematcal Learning in SMA/MA. Journal of
Education and Practice.Vol.5. No 39:52-
Pinta Y, dkk. 2017. Aplication of Problem Based Learning to Students’ Improving on
Mathematics Concept of Ability . International Journal of Science: Bassic Applited
Research (IJSBAR).Vol. 33. No. 3 :261-26955.
Rosmawati, dkk. 2017.Pengaruh Based Learning (PBL) Terhadap Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa. ResearchGate:1-9
Reny R, dkk. 2019.Penerapan ModelBased Learning (PBL) Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa. Journal for Research
in Mathematics Learning. Vol.2, No.1:049-057.
1
0

Anda mungkin juga menyukai