Anda di halaman 1dari 33

REFERAT MEI 2021

LUKA BAKAR

Disusun Oleh :

TRI UTAMI WAHYUNINGSIH


N 111 19 048

PEMBIMBING KLINIK
dr. ASRAWATI SOFYAN, Sp.KK, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK
KEGIATAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
BAB I
PENDAHULUAN

Luka bakar adalah salah satu masalah kesehatan dunia yang menyebabkan
sekitar 180.000 kematian setiap tahunnya. Sebagian besar kasus luka bakar terjadi
pada negara yang berpenghasilan rendah dan menengah dan hampir dua pertiganya
terjadi di negara-negara Afrika dan Asia Tenggara. Hal tersebut terjadi karena
kurangnya pengawasan, kewaspadaan, maupun pendidikan tentang keselamatan dasar
pencegahan risiko cedera luka bakar di wilayah tersebut. Luka bakar dapat
mengakibatkan morbiditas ataupun mortalitas yang tinggi, gangguan psikologis, dan
gangguan kualitas hidup yang dialami oleh pasien.1
Luka bakar merupakan kerusakan kulit tubuh yang disebabkan oleh trauma
panas atau trauma dingin (frost bite). Penyebabnya adalah api, air panas, listrik,
kimia, radiasi dan trauma dingin (frost bite). Kerusakan ini dapat menyertakan
jaringan bawah kulit. Luka bakar memiliki angka kejadian dan prevalensi yang tinggi,
mempunyai resiko morbiditas dan mortalitas yang tinggi, memerlukan sumber daya
yang banyak dan memerlukan biaya yang besar.2
Luka bakar masih merupakan tantangan bagi para tenagakesehatan dan juga
salah satu masalah kesehatan utama bagi masyarakat secara global dimana
berdampak kepada gangguan permanen pada penampilan dan fungsi diikuti oleh
ketergantungan pasien, kehilangan pekerjaan dan ketidakpastian akan masa depan.2
Menurut WHO, sekitar 90 persen luka bakar terjadi pada sosial ekonomi
rendah di negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah, daerah yang umumnya
tidak memiliki infrastruktur yang dibutuhkan untuk mengurangi insiden luka bakar.2
Data yang diperoleh dari WHO menyebutkan bahwa wanita di wilayah Asia
Tenggara memiliki angka kejadian luka bakar yang tertinggi, 27% dari angka
keseluruhan secara global meninggal dunia dan hampir 70% diantaranya adalah
wanita.World Health Organization (WHO) memperkirakan terjadi 195.000 kematian
pertahun disebabkan karena luka bakar. Dari data setiap tahunnya di Amerika Serikat

1
kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar. Dari kelompok ini, 100.000 pasien
dirawat di rumah sakit dan 200.000 pasien memerlukan penanganan rawat jalan.
Setiap tahunnya sekitar 12.000 orang meninggal akibat luka bakar dan cedera inhalasi
yang terjadi akibat luka bakar.1
Penyebab luka bakar bisa berbeda-beda antar daerah dan di rumah sakit.
Umumnya luka bakar yang terjadi dapat dicegah. Berdasarkan data-data tersebut di
atas dapat disimpulkan bahwa luka bakar memiliki jumlah kasus yang relatif banyak
(high volume) dan mempunyai resiko morbiditas dan mortalitas yang tinggi (high
risk), sehingga cenderung memerlukan biaya yang tinggi dan sumber daya yang
banyak (high cost). Tatalaksana luka bakar di berbagai rumah sakit juga bervariasi
(high variability).2

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI LUKA BAKAR


Luka bakar atau combustio adalah kehilangan jaringan atau suatu bentuk
kerusakan jaringan yang terjadi akibat dari kontak dengan sumber panas seperti
api, bahan kimia, air panas, listrik dan radiasi yang merupakan jenis trauma
dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi sehingga memerlukan perawatan
yang khusus mulai fase awal hingga fase lanjut. 1 Luka bakar merupakan trauma
berat dan keadaan darurat karena sulit di pantau dan bisa menyebabkan
permasalahan yang kompleks.2,15

2. Epidemiologi Luka Bakar


Luka bakar tidak hanya dapat disebabkan oleh api tapi dapat disebabkan oleh
bahan kimia, listrik dan juga akibat dari radiasi. Data Amerika menyebutkan
bahwa luka bakar menyebabkan berkisar 40.000 orang harus dirawat inap dan
3.400 meninggal setiap tahun. Luka bakar merupakan trauma berat dan keadaan
darirat karena sulit di pantau dan bisa menyebabkan permasalahan yang
kompleks.3
WHO menyebutkan kejadian luka bakar sangat tinggi pada negara
dngan penghasilan rendah dengan jumlah kematian hampir 90% dan tinggi
terjadi di Pakistan, dan India. Data Riskesdas 2013 tercantum angka kejadian
luka bakar di provinsi Bali sepanjang tahun 2007 dan 2013 sebanyak 0,7%,
rentang usia yang sering mengalami luka bakar yakni 25 sampai 44 tahun,
dan perempuan lebih sering mengalami insiden luka bakar. Data luka bakar
di Indonesia menurut Kementrian Kesehatan yang dikeluarkan tahun 2014,
dengan persentase 0,7% merupakan peringkat ke 6 kejadian cidera yang tidak
disengaja. Di Indonesia kejadian luka bakar menyebabkan sekitar 195.000
kematian setiap tahunnya.3

1
Menurut penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) pada tahun 2011-2012 melaporkan bahwa jumlah pasien luka bakar
sebanyak 257 pasien.6 Dengan usia rata-rata 28 tahun dari rentangan 2, 5 bulan
sampai 76 tahun, dengan rasio perbandingan laki-laki dengan perempuan adalah
2,7:1. Terdapat luka bakar tertinggi yaitu disebabkan oleh api dengan persentase
54,9%, diikuti luka bakar karena air panas (29,2%), luka bakar listrik (12,0%) dan
luka bakar kimia (3,1%).6 Adapun angka mortalitas sebanyak 36,6% pada pasien
dengan luas luka bakar lebih dari 60,0% semuanya mengalami kematian.6
Berdasarkan pemaparan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk membahas
lebih lanjut mengenai epidemiologi pasien luka bakar di Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2018-2019.1

3. Etiologi Luka Bakar


Luka Bakar Termal
Luka bakar karena panas paling sering terjadi akibat tersiram air panas yang
akan membentuk luka lepuh, hingga terjadi denaturasi protein, pembentukan
oksigen radikal bebas, dan akhirnya kematian sel dengan pembentukan bekas luka
bakar.5
Luka Bakar Listrik
Luka bakar listrik terjadi akibat aliran listrik yang diubah menjadi panas dan
menjalar ke jaringan tubuh yang merupakan konduktor yang buruk. Jumlah panas
yang dihasilkan, dan tingkat kerusakan jaringan, sama dengan 0,24 dikalikan
dengan tegangan dan resistan. Listrik untuk keperluan domestik biasanya
bertegangan rendah dan cenderung menyebabkan luka bakar kecil. Aliran listrik
yang lebih besar dari 1000 Volt dapat menyebabkan kerusakan otot,
rabdomiolosis, dan gagal ginjal.5
Luka Bakar Kimiawi
Luka bakar kimiawi disebabkan paparan zat asam atau basa. Luka bakar
akibat paparan zat basa umumnya lebih dalam dibandingkan zat asam. Hal ini

2
karena basa menyatu dengan jaringan lemak di kulit sehingga menyebabkan
kerusakan jaringan yang lebih progresif, sedangkan luka bakar akibat asam akan
menyebabkan koagulasi protein.5
Luka Bakar Api
Luka bakar api sering berhubungan dengan cedera inhalasi dan penyerta
lainnya, serta cenderung mengenai kulit yang lebih dalam. Luka bakar api dan luka
bakar tersiram air panas adalah penyebab paling umum luka bakar pada anak-anak
dan dewasa di seluruh dunia.
Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau
dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar
oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu
tipe luka bakar radiasi.8

Kasus terbanyak disebabkan oleh air panas yaitu (42,8%) kasus. Kasus luka
bakar lebih banyak laki-laki yaitu (55,7%) orang dengan etiologi terbanyak
disebabkan api (132-22,7%). Kasus luka bakar lebih banyak orang dewasa (>18
tahun) yaitu (63,2%) orang.4
Etiologi terbanyak api yaitu (34,4%) orang. Tidak terdapat hubungan
bermakna antara etiologi luka bakar (air panas, api, kimia, listrik, dan kontak
langsung dengan sumber panas tinggi) dan jenis kelamin (laki-laki dan
perempuan). Terdapat perbedaan bermakna etiologi luka bakar pada anak-anak
(≤18 tahun) dan orang dewasa (>18 tahun), pada anak-anak lebih banyak
disebabkan oleh air panas, sedangkan pada dewasa oleh api.4

3
Tabel 1. Distribusi Etiologi Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia.4
Parameter Laki-laki Perempuan <18 Tahun >18 Tahun Total
Etiologi (%) (%) (%)
Air Panas 21,8% 21% 27,3% 15,5% 42,8%
Api 22,7% 16% 4,4% 34,4% 38,7%
Kimia 6,1% 4% 2,5% 7,6% 10,1%
Listrik 3,2% 1,7% 1,1% 3,8% 5%
Kontak 1,9% 1,5% 1,5% 1,9% 3,4%
Langsung
Total 55,7% 44,3% 36,8% 63,2% 100%

Penyebab terbanyak luka bakar pada dewasa berdasarkan data pasien yang di
rawat di unit luka bakar RSCM tahun 2012-2016 adalah :
Tabel 2. Penyebab Luka Bakar Pada Dewasa (%)
Penyebab Persentase (%)
Api 53.1%
Air Panas 19.1%
Listrik 14%
Kimia 3%
Kontak 5%

Tabel 3. Penyebab Luka Bakar Pada Anak (%)


Penyebab Persentase (%)
Api panas 52 %
Air 26 %
Listrik 6%
Kimia 1%
Kontak 15 %

4. Patofisiologi Luka Bakar


Kulit dapat bertahan terhadap panas sampai suhu tertentu karena adanya
kandungan air yang cukup. Pada daerah dengan vaskularisasi yang banyak,
memungkinkan terjadinya penghantaran panas dari tempat luka bakar ke tempat
lain sehingga mengurangi kedalaman luka bakar. Luasnya luka bakar ditentukan

4
oleh derajat panas, lamanya jaringan terpapar dan ketebalan kulit yang terkena
oleh sumber panas. Kerusakan jaringan pada luka bakar jarang sekali homogen
dan biasanya terbagi atas 3 zona yaitu zona koagulasi, stasis dan hiperemia.5

Gambar 1. Zona Luka Bakar Menurut Jackson

Zona ini dikenal sebagai teori Jackson (Jackson’s thermal wound theory),
yang biasanya terlihat sebagai bull’s-eye pattern. Zona koagulasi merupakan
jaringan mati yang membentuk parut, terletak di pusat luka terdekat dengan
sumber panas. Jaringan pada zona ini tidak dapat diselamatkan karena telah terjadi
koagulasi nekrosis. Jaringan yang masih layak berdekatan dengan daerah nekrotik
disebut zona stasis. Penurunan perfusi didaerah tersebut dapat menyebabkan
nekrosis. Edema yang berlangsung lama, infeksi, intervensi bedah yang tidak
perlu, dan hipotensi dapat mengkonversi zona ini ke zona koagulasi. Pada zona
hiperemia terjadi peningkatan perfusi dan merupakan daerah dengan kerusakan
minimal.5
Kulit merupakan organ yang yang terbesar pada tubuh manusia, dengan
ketebalan bervariasi sesuai usia dan lokasi (1-2 mm). Ketebalan kulit
mempengaruhi kerentanan terhadap luka bakar, misalnya kulit di telapak tangan
dan kaki lebih tebal dan lebih tahan dibandingkan lengan atau kelopak mata.5

5
Gambar 2. Klasifikasi Kedalaman Luka Bakar Sesuai Lapissan
Anatomi Kulit

5. Derajat Kedalaman Luka Bakar


Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung dari derajat
sumber, penyebab, dan lamanya kontak dengan permukaan tubuh. Luka bakar
terbagi dalam 3 derajat.7
Luka Bakar Derajat I
Kerusakan jaringan terbatas pada lapisan epidermis (superfisial)/epidermal
burn. Kulit hiperemik berupa eritema, sedikit edema, tidak dijumpai bula, dan
terasa nyeri akibat ujung saraf sensoris teriritasi. Pada hari keempat paska paparan
sering dijumpai deskuamasi. Salep antibiotika dan pelembab kulit dapat diberikan
dan tidak memerlukan pembalutan.7

Luka Bakar Derajat II


Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis berupa reaksi inflamasi
disertai proses eksudasi. Pada derajat ini terdapat bula dan terasa nyeri akibat
iritasi ujung-ujung saraf sensoris.7

6
A. Dangkal/superfisial/superficial partial thickness
Pada luka bakar derajat II dangkal/ superficial partial thickness,
kerusakan jaringan meliputi epidermis dan lapisan atas dermis. Kulit tampak
kemerahan, edema, dan terasa lebih nyeri daripada luka bakar derajat I. luka
sangat sensitif dan akan lebih pucat jika kena tekanan. Masih dapat ditemukan
folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea. Penyembuhan terjadi
secara spontan dalam 10-14 hari tanpa sikatrik, namun warna kulit sering tidak
sama dengan sebelumnya. Perawatan luka dengan pembalutan, salep
antibiotika perlu dilakukan tiap hari. Penutup luka sementara (xenograft,
allograft atau dengan bahan sintetis) dapat diberikan sebagai pengganti
pembalutan.7
B. Dalam/deep partial thickness
Pada luka bakar derajat II dalam/deep partial thickness, kerusakan
jaringan terjadi pada hampir seluruh dermis. Bula sering ditemukan dengan
dasar luka eritema yang basah. Permukaan luka berbecak merah dan sebagian
putih karena variasi vaskularisasi. Luka terasa nyeri, namun tidak sehebat
derajat II dangkal. Folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea
tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama, sekitar 3-9 minggu dan
meninggalkan jaringan parut. Selain pembalutan dapat juga diberikan penutup
luka sementara (xenograft, allograft atau dengan bahan sintetis).7

7
Luka Bakar Derajat III
Kerusakan jaringan permanen yang meliputi seluruh tebal kulit hingga
jaringan subkutis, otot, dan tulang. Tidak ada lagi elemen epitel dan tidak dijumpai
bula, kulit yang terbakar berwarna keabu-abuan pucat hingga warna hitam kering
(nekrotik). Terdapat eskar yang merupakan hasil koagulasi protein epidermis dan
dermis. Luka tidak nyeri dan hilang sensasi akibat kerusakan ujung-ujung saraf
sensoris. Penyembuhan lebih sulit karena tidak ada epitelisasi spontan. Perlu
dilakukan eksisi dini untuk eskar dan tandur kulit untuk luka bakar derajat II
dalam dan luka bakar derajat III. Eksisi awal mempercepat penutupan luka,
mencegah infeksi, mempersingkat durasi penyembuhan, mencegah komplikasi
sepsis, dan secara kosmetik lebih baik.7

Luka Bakar Derajat IV


Disebut Charring Injury. Kulit tampak hitam seperti arang karena terbakarnya
jaringan. Terjadi kerusakan seluruh kulit dan jaringan subkutan begitupula pada
tulang akan gosong.

8
Gambar 3. Derajat Kedalaman Luka Bakar7

Klasifikasi Terbaru Kedalaman Luka Bakar


Klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalamannya dibagi dalam 4 derajat,
dengan pembagian sebagai berikut :

Tabel 4. Derajat Luka Bakar


Kedalaman Gambaran Melepuh Sensasi Waktu
Luka Bakar Penyembuhan
Epidermis Merah tidak ada sangat nyeri 1 minggu
Superficial merah jambu, melepuh sangat nyeri 2-3 minggu
partial basah, waktu
thickness pengisian
kapiler cepat
Deep partial pucat, merah mungkin nyeri 3 minggu, skin
thickness menetap, melepuh berkurang graft, eksisi
waktu
pengisian
kapiler kurang
Full thickness kulit putih tidak tidak eksisi dan skin

9
atau coklat graft

a. Luka bakar superfisial


Luka bakar superfisial adalah luka bakar yang dapat sembuh secara
spontan dengan bantuan epitelisasi. Luka bakar superfisial dibagi dua yaitu
luka bakar epidermal dan superficial dermal.2
Luka bakar epidermal. Luka bakar yang hanya terkena pada bagian
epidermis pasien. Penyebab tersering luka bakar ini adalah matahari dan
ledakan minor. Lapisan epidermis yang bertingkat terbakar dan mengalami
proses penyembuhan dari regenerasi lapisan basal epidermis. Akibat dari
produksi mediator inflamasi yang meningkat, luka bakar ini menjadi
hiperemis dan cukup menyakitkan. Dapat sembuh dalam waktu cepat (7 hari),
tanpa meninggalkan bekas luka kosmetik.2
Luka bakar superficial dermal. Luka bakar yang terkena pada bagian
epidermis dan bagian superfisial dermis (dermis papiler). Ciri khas dari tipe
luka bakar ini adalah muncullnya bula. Bagian kulit yang melapisi bula telah
mati dan terpisahkan dari bagian yang masih viable dengan membentuk
edema. Edema ini dilapisi oleh lapisan nekrotik yang disebut bula. Bula dapat
pecah dan mengekspos lapusan dermis yang dapat meningkatkan kedalaman
dari jaringan yang rusak pada luka bakar. Oleh karena saraf sensoris yang
terekspos, luka bakar kedalaman ini biasanya sangat nyeri. Dapat sembuh
secara spontan dengan bantuan epiteliassi dalam 14 hari yang meninggalkan
defek warna luka yang berbeda dengan kulit yang tidak terkena. Namun eskar
tidak terjadi dalam tipe luka bakar ini.2

10
Gambar 4. Luka Bakar Superficial Dermal
b. Luka bakar mid dermal
Luka bakar mid-dermal adalah luka bakar yang terletak diantara luka
bakar superficial dermal dan deep dermal. Pada luka bakar mid-dermal jumlah
sel epitel yang bertahan untuk proses re-epitelisasi sangat sedikit dikarenakan
luka bakar yang agak dalam sehingga penyembuhan luka bakar secara spontan
tidak selalu terjadi. Capillary refilling pada pasien dengan luka bakar
kedalaman ini biasanya berkurang dan edema jaringan serta bula akan
muncul. Warna luka bakar pada kedalaman ini berwarna merah muda agak
gelap, namun tidak segelap pada pasien luka bakar deep dermal. Sensasi juga
berkurang, namun rasa nyeri tetap ada yeng menunjukkan adanya kerusakan
pleksus dermal dari saraf cutaneous.2

11
Gambar 5. Luka bakar mid-dermal
c. Luka bakar deep
Luka bakar deep memiliki derajat keparahan yang sangat besar. Luka
bakar kedalaman ini tidak dapat sembuh spontan dengan bantuan epitelisasi
dan hanya dapat sembuh dalam waktu yang cukup lama dan meninggalkan
bekas eskar yang signifikan.2
Luka bakar deep-dermal. Luka bakar dengan kedalaman deepdermal
biasanya memiliki bula dengan dasar bula yang menunjukkan warna blotchy
red pada reticular dermis. Warna blotchy red disebabkan karena ekstravasasi
hemoglobin dari sel darah merah yang rusak karena rupturnya pembuluh
darah. Ciri khas pada luka bakar kedalaman ini disebut dengan fenomena
capillary blush. Pada kedalaman ini, ujung-ujung saraf pada kulit juga
terpengaruh menyebabkan sensasi rasa nyeri menjadi hilang.2
Luka bakar full thickness. Luka bakar tipe ini merusak kedua lapisan
kulit epidermis dan dermis dan bisa terjadi penetrasi ke struktur-struktur yang
lebih dalam. Warna luka bakar ini biasanya berwarna putih dan waxy atau
tampak seperti gosong. Saraf sensoris pada luka bakar full thickness sudah
seluruhnya rusak menyebabkan hilangnya sensasi pinprick. Kumpulan kulit-
kulit mati yang terkoagulasi pada luka bakar ini memiliki penampilan
leathery, yang disebut eskar.2

12
Gambar 6. Luka bakar deep

Gambar 7. Klasifikasi Kedalaman Luka Bakar

6. Luas Luka Bakar


Luasnya luka bakar ditentukan oleh derajat panas, lamanya jaringan terpapar
dan ketebalan kulit yang terkena oleh sumber panas. Kerusakan jaringan pada luka
bakar jarang sekali homogen dan biasanya terbagi atas 3 zona yaitu zona
koagulasi, stasis,dan hiperemia. Zona koagulasi merupakan jaringan mati yang
membentuk parut, terletak di pusat luka terdekat dengan sumber panas. Jaringan
pada zona ini tidak dapat diselamatkan karena telah terjadi koagulasi nekrosis.
Jaringan yang masih layak berdekatan dengan daerah nekrotik. disebut zona stasis.
Penurunan perfusi didaerah tersebut dapat menyebabkan nekrosis. Edema yang
berlangsung lama, infeksi, intervensi bedah yang tidak perlu, dan hipotensi dapat
mengkonversi zona ini ke zona koagulasi. Pada zona hiperemia terjadi
peningkatan perfusi dan merupakan daerah dengan kerusakan minimal.6
Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakarmeliputi (1) rule
ofnine, (2) Lund and Browder, dan(3) hand palm. Ukuran luka bakardapat
ditentukan dengan menggunakan salah satu dari metode tersebut. Ukuran luka

13
bakar ditentukan dengan prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka
bakar. Akurasi dari perhitungan bervariasi menurut metode yang digunakan dan
pengalaman seseorang dalam menentukan luas luka bakar.8
Penggunaan “Rule of Nine” sangat akurat untuk digunakan pada pasien
dewasa, namun tidak akurat bila digunakan pada pasien anak. Hal ini disebabkan
karena proporsi luas permukaan tubuh pada anak sangat berbeda dengan pasien
dewasa. Anak-anak memiliki proporsi paha dan kaki yang kecil dan bahu dan
kepala yang lebih besar dibandingkan orang dewasa. Oleh karena itu, penggunaan
“Rule of Nine” tidak disarankan untuk pasien anakanak karena dapat
menghasilkan estimasi cairan resusitasi yang tidak akurat.2
Penggunaan “Pediatric Rule of Nine” harus digunakan untuk pasien anak
dengan luka bakar. Namun setiap peningkatan umur pada anak, persentasi harus
disesuaikan. Setiap tahun setelah usia 12 bulan, 1% dikurangi dari area kepala dan
0,5% ditambahkan pada dua area kaki anak. Setelah anak mencapai usia 10 tahun,
tubuh anak sudah proporsional sesuai dengan tubuh dewasa.2
Penentuan luas luka bakar dengan bantuan rule of nine Wallace yang
membagi sebagai berikut: kepala dan leher 9%, lengan 18%, badan bagain depan
18%, badan bagian belakang 18%, tungkai 36%, dan genetalia/ perineum 1%.
Luas telapak tangan penderita adalah 1% dari luas permukaan tubuhnya. Pada
anak-anak menggunakan modifikasi rule of nine Lund dan Browder yang
membedakan pada anak usia 15 tahun, 5 tahun, dan 1 tahun.7

14
Gambar 8. Rule of nine Wallace dan modifikasi rule of nine Lund dan
Browder.

7. Derajat Kepaarahan
Derajat keparahan ditentukan jika 2,7 :
1. Luka bakar ringan
a. Luka bakar derajat II <15% pada dewasa
b. Luka bakar derajat II <10% pada anak
c. Luka bakar derajat III <2% pada anak maupun dewasa tanpa mengenai
daerah mata, telinga, wajah, tangan, kaki, atau perineum.
2. Luka bakar sedang
a. Luka bakar derajat II <15-20%
b. Luka bakar derajat II <10-20% pada anak
c. Luka bakar derajat III <10%
3. Luka bakar berat
a. Luka bakar derajat II ≥25%
b. Luka bakar derajat II ≥20% pada anak
c. Luka bakar derajat III ≥10%
d. Luka bakar pada wajah, telinga, mata, tangan, kaki dan genitalia/perineum
e. Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, dan disertai trauma lainnya.

8. Kriteria Rujukan

15
1. Pasien dengan luka bakar luas dan dalam harus mendapatkan perawatan lebih
intens yaitu dengan merujuk ke RS yang memiliki fasilitas sarana pelayanan
luka bakar yang memadai.
2. Sebelum dilakukan transfer pasien, harus dilakukan assessment segera dan
stabilisasi di rumah sakit yang terdekat.
3. Tata laksana awal mencakup survei primer dan sekunder serta evaluasi pasien
untuk kemungkinan rujukan.
4. Seluruh assessment dan tata laksana yang diberikan harus dicatat sebelum
dilakukan transfer pasien ke unit luka bakar.
5. Lakukan komunikasi via telepon segera dengan unit tujuan rujuk sebelum
transfer pasien.
6. Sesuaikan dengan protokol rujukan masing- masing rumah sakit.2
Tabel 5. Kriteria Rujukan di Unduh Dari EMSB Course Oleh ANZBA
No Kriteria Rujukan
1 Luka bakar lebih dari 10% Total Body Surface Area (TBSA)
2 Luka bakar lebih dari 5% TBSA pada anak
3 Luka bakar full thickness lebih dari 5% TBSA
4 Luka bakar pada area khusus (Wajah, tangan, kaki, genitalia, perineum,
sendi utama, dan luka bakar yang mengelilingi ekstremitas serta luka
bakar pada dada)
5 Luka bakar dengan trauma inhalasi
6 Luka bakar listrik
7 Luka bakar karena zat kimiawi
8 Luka bakar dengan penyakit yang menyertai sebelumnya
9 Luka bakar yang disertai trauma mayor
10 Luka bakar pada usia ekstrem: anak sangat muda dan orang tua
11 Luka bakar pada wanita hamil
12 Luka bakar bukan karena kecelakaan

9. Tata laksana luka bakar 24 jam pertama


Prinsip-prinsip Primary Survey dan Secondary Survey pada trauma (ATLS)
dan resusitasi secara simultan harus diterapkan 2 :
1. Primary survey

16
Segera identifikasi kondisi-kondisi mengancam jiwa dan lakukan manajemen
emergensi.
a. (Airway) : Penalataksanaan jalan nafas dan manajemen trauma cervical
b. (Breathing) : Pernapasan dan ventilasi
c. (Circulation) : Sirkulasi dengan kontrol perdarahan
d. (Disability) : Status neurogenik
e. (Exposure) : Pajanan dan Pengendalian lingkungan.
2. Secondary Survey
Merupakan pemeriksaan menyeluruh mulai dari kepala sampai kaki.
Pemeriksaan dilaksanakan setelah kondisi mengancam nyawa diyakini tidak
ada atau telah diatasi. Tujuan akhirnya adalah menegakkan diagnosis yang
tepat.
a. Riwayat penyakit Informasi yang harus didapatkan mengenai riwayat
penyakit yang diderita pasien sebelum terjadi trauma:
A (Allergies) : Riwayat alergi
M (Medications) : Obat – obat yang di konsumsi
P (Past illness) : Penyakit sebelum terjadi trauma
L (Last meal) : Makan terakhir
E (Events) : Peristiwa yang terjadi saat trauma
b. Mekanisme trauma Informasi yang harus didapatkan mengenai
interaksi antara pasien dengan lingkungan:
1) Luka bakar:
a. Durasi paparan
b. Jenis pakaian yang digunakan
c. Suhu dan Kondisi air, jika penyebab luka bakar adalah air
panas
d. Kecukupan tindakan pertolongan pertama
2) Trauma tajam:

17
a. Kecepatan proyektil
b. Jarak
c. Arah gerakan pasien saat terjadi trauma
d. Panjang pisau, jarak dimasukkan, arah
3) Trauma tumpul:
a. Kecepatan dan arah benturan
b. Penggunaan sabuk pengaman
c. Jumlah kerusakan kompartemen penumpang
d. Ejeksi (terlontar)
e. Jatuh dari ketinggian
f. Jenis letupan atau ledakan dan jarak terhempas
c. Pemeriksaan survei sekunder
1) Lakukan pemeriksaan head to toe examination merujuk pada
pemeriksaan sekunder ATLS course (advanced trauma life support)
2) Monitoring / Chart / Hasil resusitasi tercatat
3) Persiapkan dokumen transfer.
3. Tatalaksana Bedah Emergensi
a. Eskarotomi
Tindakan insisi eskar yang melingkari dada atau ekstremitas. Hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk mencegah gangguan breathing dan mencegah
penekanan struktur penting pada ekstremitas (pembuluh darah, saraf).
Eskarotomi dilakukan bila ada indikasi. Indikasi: pada luka bakar yang
mengenai seluruh ketebalan dermis sehingga timbul edema yang dapat
menjepit pembuluh darah, misalnya luka bakar melingkar di ekstremitas dan
dada.
b. Fasciotomi
Dilakukan bila ada indikasi tanda-tanda sindroma kompartemen: terasa keras
pada palpasi, sensasi perifer menghilang secara progresif, dan nadi tidak
teraba.

18
4. Dokumentasi
a. Buat Catatan hasil resusitasi dan hasil pemeriksaaan
b. Minta persetujuan pasien untuk dokumentasi fotografi dan persetujuan
prosedur
c. Berikan profilaksis tetanus jika diperlukan.
5. Re-Evaluasi
a. Re-Evaluasi Primary Survey, khususnya untuk:
1. Gangguan pernafasan
2. Insufisiensi sirkulasi perifer
3. Gangguan neurologis
4. Kecukupan resusitasi cairan
5. Penilaian radiologi
6. Pencatatan warna urin untuk deteksi haemochromogens
b. Pemeriksaan Laboratorium:
1. Hemoglobin / Hematokrit
2. Ureum / Creatinin
3. Elektrolit
4. Urin mikroskopik
5. Analisis gas darah
6. Karboksi hemoglobin
7. Kadar gula darah.

10. Tata laksana luka bakar setelah 24 jam pertama


1. Kebutuhan Cairan
Luas luka bakar dikalkulasi menggunakan rule of nines. Jika
memungkinkan timbang berat badan pasien atau tanyakan saat anamnesis.
Data-data ini sangat diperlukan untuk menghitung menggunakan formula
resusitasi cairan yaitu Parkland formula.9,10

19
Perhitungan kebutuhan cairan dilalukan pada waktu pasien mengalami
trauma luka bakar, bukan saat pasien datang. Disarankan menggunakan cairan
RL, 50% total perhitungan cairan dibagi menjadi 2 tahap dalam waktu 24 jam
pertama. Tahap I diberikan 8 jam dan tahap 2 diberikan 16 jam setelahnya.
Cairan harus diberikan menggunakan 2 jalur IV line (ukuran 16 G untuk
dewasa), diutamakan untuk dipasang pada kulit yang tidak terkena luka
bakar.9,10

Untuk pasien anak dengan prinsip yang sama menggunakan Formula


Parkland + Cairan Rumatan : 3-4 ml x kgBB x %TBSA dan ditambah rumus
maintenance cairan mengandung NaCl dengan Na+ 1-2 mEq/kg/24 jam dan
glukosa 4-5 mg/kg berat badan/menit (untuk neonatus glukosa dapat diberikan
hingga 8 mg/kg berat badan/menit).9,10
Rumus maintenance anak (Post resusitasi fase akut 24 jam pertama):
100ml/kg untuk 10 kg pertama, +50ml/kg untuk 10 kg kedua, dan +20ml/kg
untuk 10 berikutnya. Pemilihan cairan resusitasi yang digunakan adalah yang
dapat secara efektif mengembalikan volume plasma pada pasien tanpa
munculnya efek samping. Cairan kristaloid, hipertonik dan koloid sering
digunakan untuk memenuhi tujuan ini.9,10
Penggunaan yang cukup popular dan direkomendasikan yaitu cairan Ringer
Lactate (RL) yang mengandung 130 meq/L sodium.9,10
a. Jalur pemberian cairan Rute oral, dengan larutan-garam-seimbang dapat
diberikan jika peralatan untuk resusitasi formal (intravena) terbatas, tidak
lupa untuk memperhatikan kondisi saluran cerna pasien. Resusitasi
dengan rute oral dapat dilakukan juga pada TBSA < 20% (17). Cairan

20
rumatan harus diberikan pada pasien anak sebagai tambahan, diluar dari
perhitungan cairan awal yang berdasarkan KgBB dan % TBSA.
b. Monitor kecukupan cairan dan elektrolit Pemantauan 1) Lakukan
pemantauan intake dan output setiap jam 2) Lakukan pemantauan gula
darah, elektrolit Na, K, Cl, Hematokrit, albumin.
Pemantauan resusitasi: Cara yang paling mudah dan dapat dipercaya
untuk memonitor kecukupan resusitasi adalah pemasangan kateter urin.
Pemasangan kateter urin menjadi sangat penting pada pemantauan dan
menjadi suatu keharusan dilakukan pada 9,10 :
1. Luka Bakar >10% pada anak-anak
2. Luka Bakar > 20% pada dewasa.
Urine Output (UO) harus dipertahankan dalam level 0.5-1.0
ml/kgBB/jam pada dewasa dan 1.0-1.5 ml/kgBB/jam pada anak untuk
menjaga perfusi organ. Lakukan pemeriksaan diagnosis laboratorium: Darah
perifer lengkap, analisis gas darah, elektrolit serum, serum lactate, albumin,
SGOT, SGPT, Ureum/ Creatinin, glukosa darah, urinalisa, dan foto toraks.
Asidosis yang jelas (pH <7.35) pada analisis gas darah menunjukkan adanya
perfusi jaringan yang tidak adekuat yang menyebabkan asidosis laktat, maka
harus dilakukan pemantauan hemodinamik dan titrasi cairan resusitasi/jam
jika diperlukan, sampai tercapai target Urine Output (UO) harus
dipertahankan dalam level 0.5-1.0 ml/kgBB/jam pada dewasa dan 1.0-1.5
ml/kgBB/jam pada anak.9,10
2. Kebutuhan Nutrisi
Pasien luka bakar memerlukan kebutuhan nutrisi (makro dan
mikronutrien) yang adekuat, karena mengalami perubahan dan peningkatan
metabolisme (hipermetabolik), serta peningkatan kehilangan nitrogen yang
tinggi (pemecahan protein 80-90%). Apabila asupan nutrisi pasien ini tidak
terpenuhi, maka akan meningkatkan risiko malnutrisi pada pasien, gangguan

21
penyembuhan luka, disfungsi berbagai organ, peningkatan kerentanan
terhadap infeksi dan kematian. Pada lebih dari 40% pasien luka bakar dapat
mengalami penurunan BB 30% dalam beberapa minggu. Proses
hipermetabolisme dan katabolisme ini pada pasien luka bakar berat masih
terus terjadi sampai dengan satu tahun pasca trauma.9,10
Jalur pemberian nutrisi enteral dini lebih direkomendasikan
dibandingkan nutrisi parenteral total karena dengan masuknya makanan
melalui saluran cerna, dapat melindungi mukosa usus halus dari kerusakan
yang timbul pasca trauma, mencegah translokasi bakteri melalui dinding usus,
perbaikan fungsi imun, kadar hemoglobin dan kadar albumin serum lebih baik
menurunkan insiden infeksi, lama waktu pemberian antibiotik, sehingga dapat
mencegah terjadinya sepsis.9,10
3. Perawatan Luka
Salah satu manajemen luka bakar adalah penggunaan balutan atau
wound dressing. Pemilihan pembalut luka (dressing) harus menyerupai fungsi
normal kulit yaitu sebagai proteksi, menghindari eksudat, mengurangi nyeri
lokal, respon psikologis baik, dan mempertahankan kelembaban dan
menghangatkan guna mendukung proses penyembuhan. Penutupan luka
dengan kasa berparafin / vaselin sebagai dressing primer atau dressing yang
langsung bersentuhan dengan luka. Ditutup dengan kasa berlapis tanpa
menimbulkan gangguan sirkulasi perifer sebagai dressing sekunder, lalu
ditutup dengan elastic perban sebagai dressing tersier.9,10
Kekurangan dari pembalut luka tradisional (kasa berparafin) adalah
adhesi dan oklusi, sakit pada saat ganti balutan, dan penumbuhan bakteri.
Sedangkan pembalut luka modern seperti Transparent Film Dressing (Cling
Film), Foam Dressing, Hydrogel, dan yang terbaru Nano Crystalline Silver,
memiliki kelebihan mudah dipakai, tidak nyeri saat diganti, bacterial barrier,
lembab dan hangat, dan membantu proses penyembuhan luka. Berdasarkan

22
berbagai literatur, balutan / dressing yang paling ideal untuk pasien luka bakar
belum ditemukan.9,10
4. Kontrol Infeksi
Infeksi pada pasien luka bakar adalah salah satu penyebab terbesar
mortalitas dan morbiditas pada pasien. Terdapat berbagai macam teknik telah
diaplikasikan untuk mengurangi resiko infeksi pada pasien luka bakar. Salah
satu cara dalam mencegah terjadinya infeksi adalah melakukan eksisi yang
dini, skin graft dan penggunaan antibiotik sistemik, terutama pada pasien luka
bakar dengan kedalaman deep-dermal (25). Eksisi tangensial dan split
thickness skin graft (STSG) dini dapat menurunkan inflamasi, infeksi,
kolonisasi kuman, dan sepsis, mempercepat penyembuhan luka, menurunkan
lama rawat.11
Pembedahan dini pada luka bakar bertujuan untuk life saving, limb
saving atau sebagai upaya mengurangi penyulit sehubungan dengan dampak
yang bisa timbul akibat masih adanya jaringan nekrotik yang melekat pada
bagian tubuh yang terbakar dan juga kaitannya dengan proses penyembuhan
luka. Pertimbangan lain dilakukan dini karena kondisi pasien masih relatif
baik dan risiko yang relatif lebih kecil dibandingkan bila ditunda dimana
sudah terjadi penyulit yang kompleks.11
5. Rehabilitasi
Luka bakar dapat mencetuskan berbagai masalah seperti nyeri,
keterbatasan lingkup gerak sendi, atrofi, kelemahan otot, kontraktur,
perubahan penampilan, gangguan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS),
gangguan ambulasi, parut hipertrofik, dan masalah psikososial, yang apabila
tidak tertangani dengan baik dapat mengakibatkan disabilitas. Tata laksana
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (KFR) pada luka bakar bertujuan untuk
mencapai pemulihan fungsional semaksimal mungkin, mencegah disabilitas
sekunder dan alih fungsi atau adaptasi fungsi pada disabilitas permanen.
Penentuan target tata laksana KFR ditentukan berdasarkan ekstensifikasi dan

23
derajat berat luka bakar meliputi kedalaman luka di tingkat kutan dan
subkutan, kedalaman luka di tingkat otot dan tendon dengan prognosis
pemulihan baik serta kedalaman luka di tingkat otot dan tendon dengan
prognosis pemulihan buruk.12
Program tata laksana KFR diberikan sedini mungkin setelah
hemodinamik stabil dimulai sejak fase akut. Pemberian modalitas fisik dan
terapi latihan harus memperhatikan indikasi dan kontraindikasi. Oleh karena
itu, sebelum diberikan program tata laksana KFR diperlukan asesmen
komprehensif dan uji fungsi, termasuk pemeriksaan penunjang medik untuk
menegakkan diagnosis fungsional berdasarkan ICF (international
classification of functioning, disability and health). Selain itu juga
memperhatikan kondisi fungsi kardiorespirasi dan ada tidaknya komorbid
yang menyertai. Program tata laksana KFR pada fase awal meliputi pemberian
anti-nyeri yang disesuaikan dengan step ladder WHO, kontrol terhadap
terjadinya edema, mempertahankan dan memelihara mobilitas sendi dan kulit,
mempertahankan dan memelihara kekuatan dan daya tahan otot serta
memotivasi keterlibatan pasien dan keluarga.12
6. Tatalaksana Psikiatri
Rehabilitasi psikiatri merupakan salah satu faktor yang penting dalam
proses penyembuhan pasien luka bakar. Sebagian besar pasien luka bakar
menghadapi suatu kondisi yang tidak terprediksi, menyakitkan, dan
mengancam kehidupannya. Pada awalnya sangatlah mungkin bagi pasien
untuk merasa tenang karena ia masih dapat bertahan hidup. Akan tetapi,
pemikiran ini dapat segera teralihkan dengan pikiran mengenai kejadian,
kehilangan orang lain atau materi yang dimiliki, nyeri yang timbul, perubahan
persepsi mengenai gambaran tubuh, dan tentunya periode perawatan yang
cukup panjang. Pasien dihadapkan pada proses perawatan yang secara tidak
langsung mengisolasi pasien dari kondisi sekitar yang selama ini ia ketahui.
Stabilisasi dengan alat medis dan prosedur pembedahan yang rutin menjadi

24
rutinitas kehidupannya yang baru. Walaupun demikian, pasien tetap
dihadapkan pada kemungkinan perubahan kondisi tubuh, kecacatan, dan
reaksi orang lain terhadap hal tersebut. Oleh karena itu sangatlah mungkin
untuk pasien mengalami reaksi psikologis terhadap stresor tersebut. Pasien
dapat mengalami kesulitan tidur, ke tidak-stabilan emosi, dan ketakutan yang
bila dibiarkan akan menimbulkan gejala psikopatologi yang bermakna.12

11. Penatalaksanaan Luka Bakar Berdasarkan Derajatnya


a. Derajat I
Untuk mengatasi rasa nyeri
1) Kompres air dingin (15°C)
2) Pemberian preparat yang mengandung vehikulum gel (mis :
bioplacenton) untuk memberikan rasa nyaman dan memacu proses
epitelisasi
3) Pemberian analgetic
Untuk penatalaksanaan luka, luka bakar derajat I cukup dirawat
dengan vaselin atau krim pelembab dan bersihkan kulit untuk
mempercepat proses penyembuhan.Sembuh dalam 5 10 hari.14
b. Derajat II
1) Bila bulla kecil akan sembuh spontan
2) Bila mengganggu, lakukan aspirasi tanpa melakukan pembuangan
lapisan
3) Bila bulla besar, lakukan insisi dan aspirasi kemudian tutup
dengan tulle dan kasa absorben atau hidrofilik
4) Immobilisasi bagian tubuh yang terkena dalam tenggang waktu
tertentu
5) Sembuh + 3 minggu dapat meninggalkan parut.14
c. Derajat III
Stabilisasi luka bakar untuk derajat yang cukup berat :

25
1) Airway  nilai dan lapangkan jalan napas sambil menunggu
bantuan
2) Breathing  menjaga pernapasan dan ventilasi
3) Circulation  kontrol perdarahan
4) Untuk luka bakar derajat III harus dirujuk ke burn center
5) untuk mendapat penanganan lebih lanjut seperti skin graft.14

12. Prognosis
Oleh karena begitu lama dan panjangnya perawatan pada pasien luka bakar
di seluruh unit luka bakar, penentuan prognosis mortalitas pada pasien luka bakar
sangatlah penting untuk memprediksi hasil dari perawatan luka bakar tersebut.
Terdapat hingga 45 macam model yang dapat digunakan untuk memprediksi
mortalitas dari pasien luka bakar. Salah satu model yang paling sering digunakan
adalah ABSI (abbreviated burn severity index).13
Skoring ABSI pertama kali ditemukan pada tahun 1982, dan telah digunakan
sebagai salah satu metode untuk memprediksi mortalitas pada pasien luka bakar.
Terdapat lima variable yang dibutuhkan untuk menentukan mortalitas dari pasien
luka bakar. Lima variable tersebut adalah jenis kelamin, usia, terdapatnya trauma
inhalasi, terdapatnya luka bakar fullthickness dan pesentasi TBSA yang terkena
luka bakar. Perhitungan TBSA dilakukan berdasarkan formula “’Rule of Nine”.
Jika skor ABSI lebih dari 6, riwayat luka bakar karena listrik, luka bakar
disebakan karena trauma yang major dan luka bakar full- thickness terdapat pada
area wajah, aksila, sendi, tangan, kaki dan genital pasien disarankan untuk dirujuk
ke unit khusus luka bakar.13

26
BAB III

KESIMPULAN

1. Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listik, dan radiasi.
2. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas
tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal sampai fase lanjut.
3. Luka bakar dibagi menjadi 3 yaitu luka bakar ringan, luka bakar sedang, dan luka
bakar berat yang masing-masing klasifikasi tersebut didasari oleh total luas luka
bakar (TSBA) dan kedalaman luka bakar.

27
4. Penentuan total luas luka bakar (TSBA) berdasarkan oleh “Rule of Nine”
sedangkan kedalaman luka berdasarkan pada kedalaman lesi akibat luka bakar
pada lapisan kulit yang dibagi menjadi 3 yaitu luka bakar superficial, luka bakar
mid dermal, luka bakar deep.
5. Tatalaksana luka bakar dibagi menjadi dua yaitu tatalaksana luka bakar dalam 24
jam pertama dan tatalaksana luka bakar setelah 24 jam.
6. Dalam menentukan prognosis dari pasien yang mengalami luka bakar, salah satu
model yang paling sering digunakan ialah skoring ABSI (abbreviated burn
severity index).

DAFTAR PUSTAKA

1. Dwi, N.K.A.S., dkk. 2021. Epidemiologi Pasien Luka Bakar di RSUP Sanglah
Denpasar 2018-2019. Intisari Sains Medis. 12(1). Viewed on 7 Mei 2021 from
<http://isainsmedis.id>
2. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tatalaksana Luka Bakar. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
3. Cesarani, P.P.E., Hamid, A.R.R.H., Wiratnaya, I.G.K. 2020. Profil Penderita
Luka Bakar di Unit Luka Bakar RSUP Sanglah Denpasar (2013-2015). Jurnal
Medika Udayana. 9(3). Viewed on 8 Mei 2021 from <http://ojs.unila.ac.id>

28
4. Haryono, W., dkk. 2021. Epidemiologi dan Karakteristik Pasien Luka Bakar
di RSUD Cibabat dalam Periode 5 Tahun (2015-2020): Studi Retrospektif.
CDK-294. 48(4). Viewed on 8 Mei 2021 From <http://cdkjournal.com>
5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014. Currnt Evidances In
Pediatric Emergencies Management. Departemen Ilmu Kesehatan Anak :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.
6. Kurniawan, S.W., Susianti. 2017. Luka Bakar Derajat II-III 90% karena Api
pada Laki-laki 22 Tahun di Bagian Bedah Rumah Sakit Umum Daerah
Abdoel Moeloek Lampung. J Medula Unila. 7(2). Viewed on 22 Mei 2021
From <http://repository.lppm.unila.ac.id>
7. Anggowarsito, J.L. 2014. Luka Bakar : Sudut Pandang Dermatologi. Jurnal
Widya Medika Surabaya. 2(2). Viewed on 22 Mei 2021 From
<http://repository.wima.ac.id>
8. Rahayuningsih, T. 2021. Penatalaksanaan Luka Bakar (Combutio). PROFESI.
8(1). Viewed on 17 Mei 2021 From <http://respiratory.wima.ac.id>
9. Herndon, D.N. 2018. Total burn care. Fifth edition. Edinburgh: Elsevier
10. Jeschke, M.G., Van Baar, M.E., Choudhry, M.A., Chung, K.K., Gibran, N.S.,
Logsetty, S. 2020. Burn injury. Nat Rev Dis Primer.
11. Coban, Y.K. 2012. Infection control in severely burned patients. World J Crit
Care Med.
12. Simons, M., King, S., Edgar, D., ANZBA. 2013. Occupational therapy and
physiotherapy for the patient with burns: principles and management
guidelines. J Burn Care Rehabil.
13. Bartels, P., Thamm, O.C., Elrod, J., Fuchs, P., Reinshagen, K., et al. 2020.
The ABSI is dead, long live the ABSI - reliable prediction of survival in burns
with a modified Abbreviated Burn Severity Index. Burns J Int Soc Burn Inj.
14. Divisi Pendidikan dan Pelatihan Badan Pengurus Pusat PTBMMKI
2020/2021. 2020. Buku Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan. Perhimpunan
Tim Bantuan Medis Mahasiswa Kedokteran Indonesia.

29
15. Permatasari, R.N.S., dkk. 2019. Pengaruh Pemberian Asap Cair Dosis
Bertingkat Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat Dua Dangkal Pada
Kelinci (Oryctolagus Cuniculus). JKD. 8(1). Viewed on 10 Mei 2021 From
<http://ejournal13.undip.ac.id>

30

Anda mungkin juga menyukai