Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

TAK SOSIALISASI

KELOMPOK 3

SRIANI (191210001)
NADYA FEBRIYANTI (191210014)
FEBRINA PERTIWI (191210010)
SOFYA NURUL FAIZAH MR (191210019)
M.FARID ROBY (191210006)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini
bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Jombang, 23 Oktober 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Sosialisasi adalah kemampuan untuk berhubungan dan berinteraksi dengan orang


lain. Penurunan sosialisasi dapat terjadi pada individu yang menarik diri, yaitu percobaan
untuk menghindari interaksi dengan orang lain. Dimana individu yang mempunyai
mekanisme koping adaptif, maka peningkatan sosialisasi lebih mudah dilakukan.
Sedangkan individu yang mempunyai mekanisme koping maladaptif (skizofrenia), bila
tidak segera mendapatkan terapi atau penanganan yang baik akan menimbulkan masalah-
masalah yang lebih banyak dan lebih buruk. (Keliat dan Akemat, 2005) menjelaskan
bahwa untuk peningkatan sosialisasi pada klien skizofrenia bisa dilakukan dengan
pemberian Terapi Aktifitas Kelompok sosialisasi. Namun kenyatannya pada saat ini di
Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya pengaruh TAK sosialisasi masih diragukan, hal ini
disebabkan karena jumlah klien dengan riwayat menarik diri masih relatif banyak
meskipun TAK sosialisasi sudah dilakukan.

Hampir di seluruh dunia terdapat sekitar 450 juta (11%) orang yang mengalami
skizofrenia (ringan sampai berat). Hasil survey Kesehatan Mental Rumah Tangga di
Indonesia menyatakan bahwa 185 orang per 1000 penduduk di Indonesia mengalami
skizofrenia (ringan sampai berat). Berdasarkan survey di rumah sakit jiwa, masalah
keperawatan yang paling banyak ditemukan adalah menarik diri (17,91 %), halusinasi
(26,37 %), perilaku kekerasan (17,41 %), dan harga diri rendah (16,92 %) (Pikiran
Rakyat Bandung, 2007).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian tak sosialisasi?


2. Apa saja persyaratan tak sosialisasi pada keperawatan jiwa?
3. Apa tujuan tak sosialisasi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian tak sosialisasi
2. Untuk mengetahui persyaratan tak sosialisasi
3. Untuk mengetahui tujuan tak sosialisasi dalam keperawatan jiwa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Kelompok merupakan sekumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan
yang lain saling bergantung dan memiliki norma yang sama. (stuart,2006:56)
Sosialisasi adalah proses interaksi sosial melalui mana kita mengenal cara-cara
berfikir, berprasaan dan berprilaku sehingga dapat berperan dalam lingkungan sosial
(iromi,2010:95)
Terapi aktivitas kelompok (TAK): sosialisasi (TAKS) adalah upaya memfasilitasi
kemampuan sosialisasi sejumlah pasien dengan masalah hubungan sosial.(Keliat &
Prawirowiyono, 2014). Terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) dilaksananakan
dengan membantu pasien melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar
pasien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal (satu dan
satu), kelompok dan massa. Aktivitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok.

2.2 Jenis-jenis
Menurut (Keliat & Prawirowiyono, 2014) jenis Terapi Aktivitas Kelompok sosialisasi
secara umum terdiri dari 4 yaitu :
1. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif atau Persepsi
Terapi stimulasi kognitif/persepsi ialah upaya membantu klien yang mengalami
kemunduran orientasi, stimulasi persepsi dalam upaya memotivasi proses berfikir dan
afektif serta mengurangi perilaku maladaptive. Tujuannya adalah meningkatkan
kemampuan orientasi realita, memusatkan perhatian, intelektual, mengemukakan pendapat
dan menerima pendapat orang lain serta mengemukakan perasaannya. Karakteristik klien
berupa gangguan persepsi yang berhubungan dengan nilai-nilai, menarik diri dari realita,
inisiatif atau ide-ide yang negatif, kondisi fisik yang sehat, dapat berkomunikasi verbal,
kooperatif dan mengikuti kegiatan.
2. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Sensori
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensoris klien. Kemudian diobservasi
reaksi sonsoris klien terhadap stimulus yang disediakan, berupa ekspresi perasaan secara
non-verbal (ekspresi wajah, gerakan tubuh). Biasanya klien yang tidak mau
mengungkapkan komunikasi verbal akan terstimulasi emosi dan perasaannya, serta
menampilkan respons. Aktivitas yang digunakan sebagai stimulus yaitu musik, seni,
menyanyi, menari. Jika hobi klien diketahui sebelumnya, dapat dipakai sebagai stimulus,
misalnya lagu kesukaan klien, dapat digunakan sebagai stimulus.
3. Terapi Aktivitas Kelompo Orientasi Realitas
Terapi realitas adalah pemberian terapi aktivitas kelompok yang mengalami
gangguan orientasi terhadap orang, waktu dan tempat. Tujuannya adalah klien
mampu mengidentifikasi stimulus internal (pikiran, perasaan, dan sensasi somatik),
dan stimulus eksternal berupa iklim, bunyi dan stiuasi alam sekitar. Klien mampu
mengenal diri sendiri dan klien mampu mengenal orang lain, waktu dan tempat.
Karakteristik klien ialah Gangguan Orientasi Realita (GOR), halusinasi, waham
atau menyangka, ilusi, dan depersonalisasi yang sudah dapat berinteraksi dengan
orang lain, kliien kooperatif, dapat berkomunikasi verbal dengan baik, dan kondisi
fisik dalam keadaan sehat.
4. Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada di sekitar klien.
Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal (satu dan satu),
kelompok dan massa. Aktivitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok.

2.3 Tujuan tak sosialisasi


Menurut (Keliat & Prawirowiyono, 2014) tujuan umum TAK Sosialisai
adalah pasien dapat meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara
bertahap dan tujuan khususnya adalah :
1. Pasien mampu memperkenalkan diri
2. Pasien mampu berkenalan dengan anggota kelompok
3. Pasien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok
4. Pasien mampu menyampaikan dan membicarakan topik pembicaraan
5. Pasien mampu menyampaikan dan membicarakan maslah pribadi pada orang lain
6. Pasien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang
telah dilakukan.

2.4 Aktifitas dan indikasi tak sosialisasi


Aktivitas yang dilaksanakan dalam tujuh sesi yang bertujuan untuk melatih
kemampuan sosialisasi pasien. Pasien yang diindikasikan mendapatkan TAKS adalah
pasien yang mengalami gangguan hubungan sosial berikut.
1. Pasien yang mengalami isolasi sosial yang telah mulai melakukan interaksi
interpersonal

2. Pasien yang mengalami kerusakan komunikasi verbal yang telah berespons sesuai
dengan stimulus.TAK Sosialisasi terdiri dari 2 sesi, yaitu sesi 1: memperkenalkan diri,
sesi 2: berkenalkan dengan anggota kelompok. (Keliat & Prawirowiyono, 2014)
Prosedur Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Terlampirkan.

2.5 Tahap-tahap dalam terapi aktifitas kelompok sosialisasi (TAKS)

Menurut Yalom yang dikutip oleh Stuart dan Sundeen, fase-fase dalam Terapi
Aktifitas Kelompok adalah sebagai berikut:

1. Pre kelompok

Terapi mememulai dengan membuat tujuan, merencanakan, siapa yang


menjadi pemimpin, anggota, dimana, kapan kegiatan kelompok tersebut
dilaksanakan, proses evaluasi pada anggota dari kelompok, menjelaskan sumber-
sumber yang diperlukan kelompok seperti proyektor dan jika memungkinkan
biaya dan keuangan.

2. Fase awal

Pada fase ini terdapat tiga kemungkinan tahapan yang terjadi yaitu orientasi,
konflik atau kebersamaan

a. Orientasi

Anggota mulai mengembangkan sistem sosial masing-masing, dan


leader mulai melanjutkan rencana terapi dan mengambil kontrak dengan
anggota.

b. Konflik

Merupakan masa sulit pada klien dalam proses kelompok, anggota


mulai memikirkan siapa yang berkuasa dalam kelompok, bagaimana peran
anggota, tugas anggota dan yang akan terjadi para anggota akan saling
ketergantungan.
c. Kebersamaan

Anggota mulai bekerja sama untuk mengatasi masalah, dan anggota


mulai menemukan siapa dirinya.

3. Fase kerja

Pada tahapan ini kelompok sudah menjadi tim. Perasaan positif dan negatif
dikoreksi dengan hubungan saling percaya yang telah dibina, bekerjasama untuk
mencapai tujuan yang telah disepakati, kecemasan menurun, kelompok lebih
stabil dan realistis, mengeksplorasikan lebih jauh sesuai dengan tujuan dan tugas
kelompok serta penyelesaian masalah yang kreatif.

4. Tahap kerja

a. Terapis menjelaskan kepada klien apabila kaset pada tape recorder


dihidupkan, maka bola yang dipegang anggota kelompok segera diedarkan
kepada anggota kelompok yang lain searah dengan arah jarum jam (yaitu
kearah kiri).

b. Pada saat tape dimatikan oleh terapis, salah satu anggota kelompok yang
memegang bola mendapat giliran untuk menyebutkan salam, nama lengkap,
nama panggilan, hobi, dan asal, dimulai oleh terapis yang sebagai contoh.

c. Klien menuliskan nama panggilan pada kertas/papan nama di tempel/dipakai.

d. Selanjutnya klien mengulangi perintah b, c, dan d sampai semua anggota


kelompok mendapat giliran.

e. Terapis memberi pujiaan untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan


memberi tepuk tangan.

5. Tahap terminasi

a. Evaluasi

1. Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAKS

2. Memberi pujian atas keberhasilan kelompok


b. Rencana tindak lanjut

1. Menganjurkan tiap kelompok melatih memperkenalkan diri kepada


orang lain di kehidupan sehari-hari

2. Memasukkan kegiatan memperkenalkan diri pada jadwal kegiatan


harian pasien

c. Kontrak yang akan datang

1. Menyepakati kegiatan berikut, yaitu berkenalan dengan anggota


kelompok

2. Menyepakati waktu dan tempat

6. Evaluasi dan dokumentasi

Evaluasi dilakukan pada saat proses Terapi Aktivitas Kelompok berlangsung,


khususnya pada tahap kerja untuk menilai kemampuan klien melakukan Terapi
Aktivitas Kelompok. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai
dengan tujuan Terapi Aktivitas Kelompok. Untuk Terapi Aktivitas Kelompok
Sosialisasi Sesi 1, evaluasinya adalah kemampuan klien dalam memperkenalkan
diri dari segi aspek verbal maupun non-verbal dengan menggunakan formulir
evaluasi. Untuk sesi selanjutnya metodenya akan sama, hanya ada sedikit
perubahan dalam tahapannya.
BAB III

TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Teori

Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteaksi dengan orang lain disekitarnya (Damaiyanti, 2012).

Harga diri rendah adalah suatu perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang


kepercayaan diri dan merasa gagal mencapai keinginan.

3.2 Pengkajian

a. Nama ,Ttl. Alamat


b. Riwatat penyakit sekarang
c. Riwayat penyakit sebelumnya
d. Riwayat penyakit keluarga

3.3 Diagnosa Keperawatan

a. Isolasi sosial b.d keparahan kesepian dan keterlibatan sosial

b. Resiko harga diri rendah situasional b.d pandangan negatif pada diri sendiri

3.4 intervensi keperawatan

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC

1 Isolasi sosial b.d keparahan  Keterlibatan sosial  Terapi Aktivitas


kesepian dan keterlibatan sosial Setelah dilakukan 1. Monitor respon
tindakan keperawatan emosi, fisik, sosial
selama 3x24 jam dan spiritual
diharapkan klien dapat terhadap aktivitas
memenuhi kriteria 2. Identifikasi stategi
hasil: untuk meningkatkan
1. Berinteraksi dengan partisipasi terkait
teman dekat (4) dengan aktivitas
2. Berinteraksi dengan yang diinginkan
anggota keluarga 3. Identifikasi pasien
(4) dan keluarga untuk
3. Berinteraksi dengan melaksanakan
tetangga (4) aktivitas yang
4. Berpartisipasi diinginkan maupun
sebagai anggota yang (telah)
masyarakat (4) diresepkan
4. Dorong keterlibaan
dalam aktivitasb
kelompok
5. Bantu dengan
aktifitas fisik secara
teratur (misalnya,
ambulasi,
transfer/berpindah,
berputar dan
kebersihan diri)
sesuai dengan
kebutuhan
6. Bantu klien untuk
menjadwalkan
waktu-waktu
spesifik terkait
dengan aktifitas
harian
7. Berikan pujian
positif karena
kesediaanya untuk
terlibat dalam
kelompok
8. Berkolaborasi
dengan (ahli) terapis
fisik, okupasi dan
terapis rekreasional
dalam perencanaan
dan pemantauan
program aktivitas,
jika diperlukan
2 Resiko harga diri rendah  Keparahan kesepian  Peningkatan Harga
situasional b.d pandangan negatif Setelah dilakukan Diri
pada diri sendiri tindakan keperawatan 1. Monitor pernyataan
selama 3x24 jam pasin tentang harga
diharapkan klien dapat diri
memenuhi kriteria 2. Monitor frekuensi
hasil: verbalisasi negatif
1. Rasa ketakutan tak terhadap diri
beralasan (3) 3. Dukung pasien
2. Rasa Keputusasaan untuk terlibat dalam
(3) memberikan
3. Rasa kehilangan afirmasi positif
harapan (4) melalui pembicaraan
4. Rasa tidak pada diri sendiri dan
dimengerti orang secara verbal pada
lain (4) diri sendiri
5. Rasa kehilangan 4. Bantu pasien untuk
akibat terpisah dari mengatasi bullyying
orang lain (4) atau ejekan
5. Fasilitasi lingkungan
dan aktifitas yang
akan meningkatkan
harga diri
6. Eksplorasi
pencapaian
keberhasilan
sebelumnya
7. Berikan hadiah dan
pernyataan positif
(pujian) terkait
dengan kemajuan
pasien dalam
mencapai tujuan

3.5 implementasi
Merupakan pengelolaan dari perwujudan intervensi meliputi kegiatan yaitu validasi,
rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana, memberikan askep dalam
pengumpulan data, serta melaksanakan adusa dokter ketentuan RS.

3.6 Evaluasi
Evaluasi adalah proses identifikasi untuk mengukur/menilai apakah sebuah kegiatan
atau program dilaksanakan sesuai perencanaan dan berhasil mencapai tujuan atau tidak.
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan hasil akhir dengan apa yang seharusnya
dicapai.

BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Sosialisasi adalah kemampuan untuk berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain.
Penurunan sosialisasi dapat terjadi pada individu yang menarik diri, yaitu percobaan
untuk menghindari interaksi dengan orang lain. Dimana individu yang mempunyai
mekanisme koping adaptif, maka peningkatan sosialisasi lebih mudah dilakukan.
Sedangkan individu yang mempunyai mekanisme koping maladaptif (skizofrenia), bila
tidak segera mendapatkan terapi atau penanganan yang baik akan menimbulkan masalah-
masalah yang lebih banyak dan lebih buruk. Keliat dan Akemat menjelaskan bahwa
untuk peningkatan sosialisasi pada klien skizofrenia bisa dilakukan dengan pemberian
Terapi Aktifitas Kelompok sosialisasi. Namun kenyatannya pada saat ini di Rumah Sakit
Jiwa Menur Surabaya pengaruh TAK sosialisasi masih diragukan, hal ini disebabkan
karena jumlah klien dengan riwayat menarik diri masih relatif banyak meskipun TAK
sosialisasi sudah dilakukan.

4.2 Saran

Sehat jiwa adalah keadaan dimana terbebas dari tekanan batin, untuk menghindari
adanya kemunculan dari beberapa penyakit jiwa diharapkan untuk tidak memendam
sendiri apa yang dirasakan sebisa mungkin bercerita dengan teman teman atau anggota
keluarga untuk mengurangi tekanan yang dirasakan.

DAFTAR PUSTAKA
Arip, M., 2011.pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi.JURNAL KESEHATAN

PRIMA,volume 5,p.1.

Surtiningrum, A. (2011). Pengaruh Terapi Suportif Terhadap Kemampuan Bersosialisasi


Pada Klien Isolasi Sosial. Jakarta.

Hasriana, 2013. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Terhadap Kemampuan


Bersosialisasi.e-library stikes nani Hasanuddin, volume 2,p.6.

https://id.scribd.com/doc/305186534/PROPOSAL-TAK-SOSIALISASI-docx

Nanda.International.2015-2017

NOC NIC.edisi ke enam dan kelima

Anda mungkin juga menyukai