Anda di halaman 1dari 15

TUGAS REVIEW MATERI

PSIKOPATHOLOGI DAN KESEHATAN MENTAL

Oleh;

Nama : Fransisia Sari Poli Karangora

Semester/Kelas : III/B

NIM : (2007020038)

UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG

2021
1. Meteri Kelompok 3 : Klasifikasi, Diagnosis, Sejarah Klasifikasi dan DSM V
a. Pada topik pertama membahas tentang klasifikasi. Klasifikasi adalah sebuah cara
peneliti atau professional dalam mengorganisir mendeskripsikan,
mengelompokkan serta menghubungkan dengan disiplin keilmuannya, termasuk
psikopatologi
Pada topik ini juga terdapat 2 prinsip utama dalam klasifikasi yaitu:
1) Validity: Apakah skema klasifikasi memberikan gambaran serta
pemahaman yang tepat - sesuai dengan keilmuan serta symptoms
2) Utility: seberapa berguna klasifikasi tersebut.
Terdapat 4 Pembagian Klasifikasi dalam PsikopatologiMenurut Dr. Hervey M.
Cleckley, psikiater asal Amerika Serikat, dalam bukunya The MaskofSanity
(1941)
1) PrimaryPsychopath yang bergeming pada hukuman, penahanan, tekanan,
atau celaan. Mereka punya cara sendiri untuk memaknai kata dan
kehidupan.
2) SecondaryPsychopath adalah pengambil resiko, dan juga lebih tanggap
terhadap tekanan, mudah cemas dan rasa bersalah.
3) DistemperedPsychopath, cenderung mudah marah dan ketika kumat,
tingkah mereka mirip epilepsi (ayan), cenderung jadi pecandu obat,
kleptomania, pedofilia, bahkan bisa jadi pembunuh dan pemerkosa
berantai.
4) CharismaticPsychopath adalah pembohong yang menarik dan menawan,
selalu dianugerahi bakat tertentu, tapi memanfaatkannya untuk
memperdaya yang lain. Pemimpin agama sekte tertentu yang mendorong
pengikutnya bunuh diri dan bisa jadi contoh.
b. Topik yang kedua membahas tentang diagnosis
Jadi diagnosis itu sendiri merupakan proses Klasifikasi yang dilakukan
berdasarkan aturan tertentu untuk mengorganisasi serta memahami suatu
gangguan ataupun penyakit (kedokteran)
Dalam diagnosis terdapat dua pendekatan yakni
1) CategoricalApproach
Dimana subjek ditentutakan untuk menjadi anggota dari suatu kategori
atau tidak. Ditentukan berdasarkan kualitas - pengukuran kualitatif.
Asumsi: terdapat perbedaan kualitatif antara hal yang menjadi keluhan
dengan yang hal yang sudah masuk klasifikasi
2) DimensionalApproach
Dimana subjek memiliki diklasifikasikan berdasarkan tingkat tertentu
berdasarkan norma. Merupakan sebuah kontinum. Ditentukan
berdasarkan kuantitatif - ada perhitungan norma tertentu.
Merefleksikan Higher-order constructs – neuroticism

Di penjelasan mengenai diagnosis ini juga terdapat lima tahap awal untuk
mendiagnosis seseorang menderita gangguan jiwa psikopat atau tidak, yaitu :

1) Mencocokan kepribadian pasien dengan kriteria-kriteria psikopat.


2) Memeriksa kesehatan otak dan tubuh lewat pemindaian menggunakan
elektroensefalogram, MRI, dan pemeriksaan secara lengkap.
3) Wawancara menggunakan metode DSM (DiagnosticandStatistical
Manual of Mental Disorder) IV (The American
PsyciatricAssociationDiagnosticandStatistical Manual of Mental
Disorder versi IV) yang dianggap berhasil untuk menentukan
kepribadian antisosial.
4) Memperhatikan gejala kepribadian pasien.
5) Melakukan psikotes.

Adapun diagnosis menggunakan sistem multiaksial yang terdapat pada DSM


IV yang terdiri dari 5 Aksis

1) Aksis I : gangguan klinis, kondisi lain yang menjadi focus perhatian


klinis contohnya gangguan kecemasan gangguan mood, skizrofenia,
gangguan psikotik
2) Aksis II : gangguan kepribadian, retardasi mental (keterbelakangan
mental) contohnya :gangguan kepribadian anti sosial, skizotipal
3) Aksis III : kondidi medis umum contohnya infeksi, cedera atau
keracunan intinya yang berhubungan dengan medis
4) Aksis IV : problem psikososial dan lingkungan berisi dengan masalah
factor pendukung utama misalnya pendidikan, ekonomi, latar belakang
keluarga
5) Aksis V : penilaian fungsi secara global (GAF) Global
AssessmentoffunctioningAdalah skala numeric yang digunakan dokter
dan dokter kesehatan mental untuk menilai subjektif fungsi sosial,
pekerjaan, atau psikologis seseorang. Skala GAF 0-100 dimana setiap
intervalnya ada klasifikasi tertantu
c. Berikutnya terdapat penjelasan mengenai sejarah dari sistem klasifikasi
Orang pertama yang mengembangkan system klasifikasi komprehensif
adalah psikiater Jerman Emil Kraepelin (1883-1923),lalu dikembangkan oleh
WHO (ICD-1919).Dan tahun 1952 American PsyichiatricAssociation (APA)
meenrbitkan DSM. Pada tahun 1968 APA menghasilkan manual ke dua (DSM
I). Pada tahun 1969 WHO menerbitkan system klasifikasi klasifikasi baru,
yang lebih luas di terima. Pada tahun 1980 APA menghasilkan revisi yang
secara subtansial direvisi dan memperluas (DSM-III). DSM-IV terbit pada
tahun (1994). DSM IV-TR pada tahun (2000). Setelah itu terbit DSM V pada
tahun (2013). Lalu ICD terbaru yaitu ICD ke 10
d. Yang terakhir terdapat penjelasan mengenai DSM V
Dimana DSM sendiri memiliki arti Sebuah ringkasan taksonomi penyakit
mental, sindrom, dan sifat-sifat yang aneh atau cukup berbahaya untuk
mendapatkan intervensi perawatan psikolog.
Dalam DSM V juga terdapat 10 jenis gangguan kepribadian diantaranya:
1) AntisocialPersonality Disorder
orang-orang dengan gangguan ini memiliki sikap yang tidakpeduli
dengan lingkungan sosial yang ada.
2) SchizotypalPersonalityDisorder
memperlihatkan keanehan dalam bicara, berperilaku, penampilan
dan cara berpikir.
3) SchizoidPersonality Disorder
membuat penderia menunjukkan kurangnya ekspresi emosional dan
dapat terlihat dingin dan lebih banyak menyendiri.
4) Paranoid Personality Disorder
ketidakpercayaan terhadap orang lain, bahkan keluarga, teman, dan
pasangan romantis.
5) Obsessive-CompulsivePersonality Disorder
Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif adalah gangguan yang
membuat penderita begitu memperhatikan pola yang penuh dengan
keteraturan, perfeksionisme, tidak fleksibel, dan kontrol mental dan
interpersonal. Ini adalahkondisi yang berbeda dari obsesif kompulsif
(OCD).
6) NarcissisticPersonality Disorder
Mereka yang berpusat pada citra diri yang berlebihan, egois, serta
empati yang buruk.
7) HistrionicPersonality Disorder
Orang dengan kondisi ini akan merasa tidak nyaman bila mereka
tidak dijadikan pusat perhatian, mereka memiliki emosi yang
berubah dengan cepat, dan mungkin terlibat dalam perilaku sosial
yang tidak pantas yang dirancang secara sengaja untuk menarik
perhatian orang lain.
8) DependentPersonality Disorder
Gangguan kepribadian dependen melibatkan pola kronis rasa takut
perpisahan dan kebutuhan yang berlebihan untuk dijaga.
9) BorderlinePersonality Disorder
Gangguan kepribadian Borderline dikaitkan dengan gejala termasuk
ketidakstabilan emosional, hubungan interpersonal yang tidak stabil
dan intens, citra diri yang tidak stabil, dan perilaku impulsif.
10) AvoidantPersonality DisorderGangguan kepribadian avoidant
melibatkan penghambatan sosial yang parah dan sensitivitas
terhadap penolakan.
2. Materi Kelompok 4 : ICD-10 dan PPDGJ
a. Pembahasan yang pertama terkait dengan pengenalan secara umum tentang apa itu
ICD-10. ICD merupakan singkatan dari The international Statistical
Classification of Disease an Related Health Problem. ICD-10 berarti panduan
klasifikasi internasional revisi ke-10.
ICD-10 adalah konvensi yang diterima secara global untuk mengklasifikasikan
penyakit. Merupakan system lengkap yang mencakup semua penyakit yang
didokumentasikan di dunia. ICD digunakan untuk menajemen kesehatan,
epidemologi, dan untuk berbagai keperluan klinis lainnya. Sistem ini dikelola oleh
Organisasi Kesehatan Dunia dengan menghitung semua kondisi, gangguan, dan
penyakit di Negara-negara WHO. ICD-10 mempunyai tujuan untuk mendapatkan
rekaman sistematik, melakukan analisa, interpretasi serta membandingkan data
morbiditas dan mortalitas dari negara yang berbeda atau antar wilayah dan pada
waktu yang berbeda.
Didalam pembahsan mengenai ICD-10 terdapat struktur dari ICD yang terdiri
dari 3 volume: volume I berisikan klasifikasi utama, terdiri dari kategori tiga-
karakterb dan daftar tabulasi dari “inclusions” dan subkategori empat karakter.
Klasifikasi “dasar”–daftar dari kategori tiga-karakter- merupakan tingkat
mandatory untuk pelaporan kepada basis data kematian WHO (WHO mortality
database) dan untuk komparasi internasional.Volume 1 juga berisikan hal-hal
berikut ini: Morfologi neoplasma, Daftar tabulasi khusus (special tabulation lists),
Definisi, dan Regulasi nomenklatur (nomenclature regulations).
Volume II berisikan pedoman bagi para pengguna ICD, berisikan deskripsi
tentang sejarah ICD berikut struktur dan prinsip klasifikasi; aturan-aturan yang
berkaitan dengan koding morbiditas dan mortalitas; presentasi statistik serta
petunjuk praktis bagi pengguna ICD agar dapat memanfaatkan klasifikasi yang
ada sebaik-baiknya.Dan volume III adalah indeks alfabetik bagi klasifikasi (Hatta
2013:135). berisikan instruksi tentang penggunaan volume tersebut yang
merupakan indeks alfabetik dari ICD-10. Instruksi ini harus dimengerti dengan
baik sebelum mulai meng-kode.
b. Pada topik yang kedua membahas tentang PPDGJ
Jadi PPDGJ merupakan singkatan dari Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa yang ada di Indonesia. PPDGJ sendiri juga mengalami
perkembangan yakni:
1) Edisi yang pertama terbit pada tahun 1973.Nomor kode dan diagnosis
gangguan jiwa merujuk keICD-8 (the International Classification of
Diseases, Eight Edition, 1965) yang diterbitkan oleh WHO, yaitu Chapter
V, nomor 290 sampai dengan 315 (sisten numerik).Ada penambahan
nomor kode dan diagnosis :316 = Kegagalan penyesuaian sosial
tanpagangguan psikiatrik yang nyata.QL7 = Kondisi (Keadaan) yang
terikat padakebudayaan setempat (culture-boundphenomena).
2) Edisi PPDGJ yang kedua terbit pada tahun 1983. Dengan nomor kode dan
diagnosis gangguan jiwa merujuk ke ICD-9 (the International
Classifrcation of Diseases, Ninth Edition, 1977) yang diterbitkan oleh
WHO, yaitu Chapter V, nomor 290 sampai dengan 319 (sistem nurnetik).
Konsep klasifrkasi dengan hierarki klas diagnosis dan memakai "hriteria
diagnostih" merujuk ke DSM- III (the Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders, Third Edition, 1980) yang diterbitkan oleh APA
(American Psychiatric Association) tahun 1980. Diagnosis menggunakan
sistem multiaksial menurut DSM-III.
3) PPDGJ III diterbitkan pada tahun 1993. Nomor kode dan diagrrosis
gangguan jiwa merujuk ke ICD-10 (the International Classifrcation of
Diseases and Related Health Problems, Tenth Edition , 1992) yang
diterbitkan oleh WHO, yaitu Chapter on Mental and Behavioural
Disorders, Chapter F, nomor F00 sampai dengan F99 (iisfern alfa numerik)
Konsep klasifkasi dengan hierarki blok diagnosis, dan memakai "pedoman
diagnoetih" merujuk ke ICD-10. Diagnosis multiaksial menurut DSM-IV
(APA,1994).

PPDGJ III merupakan terjemahan dari bab V ICD-10 yang mengklasifikasikan


gangguan mental. Sehingga terdapat struktur atau urutan klasifikasi sebagai
berikut :

1) Gangguan mental organik yang mencakup semua gangguan yang


berhubungan dengan penyebab organik, dimasukkan di dalam satu blok
diagnosis (F00 - F99).
2) Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif dalam
blok F10 - F19. Tambahan karakter ke-3 menunjukkan jenis zat yang
digunakan, sedang karakter ke 4 dan ke 5 menunjukkan sindrom
psikopatologis.
3) Blok yang mencakup Skizofrenia (F20 - F29) diperluas dengan kategori
baru skizofrenia tak terinci, depresi pasca skizofrenia, dan Gangguan
Skizotipal. Juga klasifikasi Gangguan Psikotik Akut diperluas.
4) Klasifikasi Gangguan Suasana Perasaan (Mood Affektive Disorder)
terutama dipengaruhi prinsip pengelompokan berdasarkan kesamaan tema.
Istilah ‘depresi neurotik’ dan ‘depresi endogenik’ tidak digunakan lagi
(yang mendekati adalah F34.1 Distimia).
5) Sindrom gangguan jiwa dan perilaku yang berhubungan dengan disfungsi
fisiologis dan perubahan hormonal, dan disfungsi seksual disatukan dalam
F50 - F59, yaitu Sindrom Perilaku yang Berhubungan dengan Gangguan
Fisiologis dan Faktor Fisik, dan diuraikan secara lebih rinci karena
kebutuhan untuk ‘liaison psychiatry’.
6) Blok F60 - F69 mencakup berbagai gangguan perilaku orang dewasa
seperti: judi patologis, piromania, kleptomania. Selain gangguan
kepribadian yang telah dikenal, gangguan preferensi seksual dengan jelas
dibedakan dari gangguan identitas jenis, dan homoseksualitas tidak lagi
dicantumkan sebagai satu kategori.
7) Blok F80 - F89, Gangguan Perkembangan Psikologis, dan F90 - F98,
Gangguan Perilaku dan Emosional dengan Onset Biasanya pada masa
Kanak dan Remaja, mencakup hanya yang khas pada anak dan remaja.
Gangguan jiwa di luar dua blok tersebut dapat diberlakukan pada anak dan
remaja bila diperlukan.

c. Dan yang terakhir membahas mengenai Diagnosis Gangguan Jiwa berdasarkan


ICD-10 dan PPDGJ III.
1) Demensia:
Merupakan sindrom akibat penyakit otak, bersifat kronik progresif,
ditandai dengan kemunduran fungsi kognitif multipel, yaitu fungsi memori,
aphasia, apraksia, agnosia, dan fungsi eksekutif. Kesadaran pada umumnya
tidak terganggu. Adakalanya disertai gangguan psikologik dan perilaku.
Kriteria diagnosis dimensia menurut ICD-10 dan PPDGJ III. Demensia
(F00-F03) adalah sindroma disebabkan oleh gangguan diotak, umumnya
berlangsung kronis atau progresif. Ditandai oleh beragam gangguan fungsi
luhur, termasuk memori, orientasi, pemahaman, kalkulasi dan kapasitas
belajar, bahasa dan pertimbangan. Kesadaran tidak berkabut. Gangguan fungsi
kognitif biasanya disertai oleh deteriorasi kontrol emosi, perilaku social atau
motivasi.
Sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, penyakit serebrovaskuler,
dan kondisi lain yang mempengaruhi otak secara primer atau sekunder. Syarat
utama untuk penegakan diagnosis adalah bukti adanya penurunan
kemampuan, baik dalam daya ingat maupun daya piker seseorang sehingga
mengganggu kegiatan sehari-hari. Hendaya daya ingat secara khas
mempengaruhi proses registrasi, penyimpanan dan memperoleh kembali
informasi baru, tetapi ingatan yang biasa dan sudah dipelajari sebelumnya
dapat juga hilang, khususnya dalam stadium akhir. Gejala dan hendaya di atas
harus sudah nyata untuk setidaktidaknya 6 (enam) bulan bila ingin membuat
diagnosis klinis demensia yang mantap.

2) Skizofrenia

Merupakan gangguan jiwa berat yang ditandai dengan gangguan penilaian


realita (waham dan halusinasi).

Pedoman diagnosis berdasarka ICD-10 dan PPDGJ III.


1) Pikiran bergema (thought echo)
2) Waham dikendalikan (delusionofbeingcontrol), waham dipengaruhi
(delusionofbeing influenced), atau “passivity”, yang jelas merujuk pada
pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak, atau pikiran,
perbuatan atau perasaan (sensations) khusus; waham persepsi.
3) Halusinasi berupa suara yang berkomentar tentang perilaku pasien atau
sekelompok orang yang sedang mendiskusikan pasien, atau bentuk
halusinasi suara lainnya yang datang dari beberapa bagian tubuh.
4) Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap
tidak wajar serta sama sekali mustahil, seperti misalnya mengenai
identitas keagamaan atau politik, atau kekuatan dan kemampuan
“manusia super” (tidak sesuai dengan budaya dan sangat tidak
mungkin atau tidak masuk akal, misalnya mampu berkomunikasi
dengan makhluk asing yang datang dari planit lain).
5) Halusinasi yang menetap pada berbagai modalitas, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah
berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide
berlebihan (overvaluedideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap
hari selama bermingguminggu atau berbulan-bulan terus menerus
6) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi)
yang berakibat inkoheren atau pembicaraan tidak relevan atau
neologisme.
7) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), sikap
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas serea, negativism,
mutisme, dan stupor.
8) Gejala-gejala negatif, seperti sikap masa bodoh (apatis), pembicaraan
yang terhenti, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut
tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika. Perubahan
yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa
aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, tak
bertujuan, sikap malas, sikap berdiam diri (self absorbed attitude) dan
penarikan diri secara social.
3) Gangguan Panik
Gangguan panik yaitu adanya serangan panik yang berulang. Serangan
panik adalah perasaan sangat ketakutan yang munculb secara tiba-tiba,
kekhawatiran yang berlebihan atau teror, pada suatu periode tertentu, yang
sering disertai dengan perasaan akan terjadinya malapetaka.
Kriteria diagnosis gangguan panic berdasarkan ICD-10 dan PPDGJ III
Gambaran khas gangguan panik (ansietas paroksismal episodik) berupa
serangan cemas berat (panik) berulang, tidak terbatas pada situasi tertentu dan
olehnya itu tidak bisa diprediksi. Seperti pada gangguan cemas lainnya,
simptom yang dominan yaitu palpitasi, nyeri dada, rasa tercekik, pusing,
deprsonalisasi atau derealisasi.
Sering pula ditemukan rasa takut mati, kehilangan kontrol atau menjadi
gila. Gangguan panik tidak boleh dijadikan diagnosis utama jika pasien
mengalami gangguan depresi saat serangan terjadi. Dalam situasi seperti ini,
serangan panik mungkin sekunder dari depresinya.
3. Materi Kelompok 5 : Prosedur Pengukuran Klinis :Validitas dan Reliabilitas
Serta Pengukuran Psikologis
a. Yang dibahas pertama mengenai Validitas
Jadi uji validitas merupakan keadaan yang menggambarkan apakah
instrumen yang yang kita gunakan mampu mengukur apa yang akan kita ukur.
Hasil yang diperoleh dari uji validitas adalah suatu instrumen yang valid atau
sah.Tingkat validitas yang tinggi adalah yang terbaik. Sebaliknya suatu
instrumen yang memiliki validitas rendah merupakan instrumen yang kurang
baik atau tidak direkomendasikan bahkan sebaiknya dikeluarkan dari
kelompok indikator.
Terdapat dua macam validitas yang perlu kita ketahui sebelum melakukan uji
validitas yaitu validitas eksternal (validitas kriteria) yaitu validitas yang dilihat
berdasarkan hubungan dengan kategori tertentu. Tinggi-rendahnya koefisien
validitas instrumen bergantung pada hasil perhitungan koefisien korelasi dan
validitas internal (teori) yaitu keadaan dimana instrumen penelitian yang
digunakan memiliki kesesuaian antara item-item atau butir-butir pertanyaan
dengan instrumen secara keseluruhan. Artinya butir-butir pertanyaan tidak
menanyakan hal-hal lain yang tidak berkaitan dengan tujuan instrumen penelitian.
Validitas teoritik/Internal terbagi menjadi 3 jenis yaitu: Validitas butir/isi
(Content), Validitas Kriteria (Criterion-Related Validity), dan Validitas Konstruk.

b. Pembahsan berikutnya tentang Realibilitas


Reliabilitas diartikan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Singarimbun, 1989). Uji
realibilitas dibagi menjadi 2 yaitu Realibilitas Eksternal yang dibagi menjadi
dua teknik yakni teknik paralel dan teknik pengulanga. Realibilitas yang kedua
adalah realibilitas Internal yaitu pengujian yang dilakukan cukup satu kali.
Terdapat beberapa teknik mencari reliabilitas, yang mana pemilihan teknik
tersebut dbergantung pada sifat atau karakteristik data.
c. Pemabahsan topik yang ketiga tentang pengukuran psikologi
Dalam arti luas psikometri atau pengukuran psikologis merupakan cabang
dalam psikologi yang mendalami seluk-beluk kuantifikasi dan analisis
berbagai individual differences atau perbedaan antar individu. Aktivitas pokok
dalam psikometri atau pengukuran psikologis meliputi konstruksi atau
penyusunan aneka prosedur untuk mengukur berbagai konstruk psikologis
serta pengembangan aneka prosedur analisis data hasil pengukuran berbagai
konstruk psikologis tersebut. Secara sempit, psikometri sering diartikan
sebagai pengembangan metodologi matematis atau statistis untuk
menganalisis data pengukuran aneka konstruk psikologis (Browne, 2000).
Tiga ciri penting pengukuran, yaitu: (1) sifat sistematis, (2) sasarannya
adalah atribut, dan (3)proses kuantifikasi.
 sifat sistematis
Unsur ini memiliki setidaknya dua makna. Makna pertama, prosedur yang
digunakan untuk menerakan bilangan yang dimaksud harus dirumuskan secara
eksplisit (Nunnally, Jr., 1970). Makna kedua, selain dirumuskan secara
eksplisit prosedur peneraan atau penetapan bilangan tersebut juga harus
bersifat standardized atau dibakukan. “A measure is said to be ‘well
standardized’ if different people employ the same measure obtain very similar
results” (Nunnally, Jr., 1970). Maksudnya, sebuah ukuran disebut terbakukan
dengan baik bilamana berbagai orang yang menggunakan ukuran yang sama
tersebut akan memperoleh hasil pengukuran yang sangat mirip
 sasarannya adalah atribut
kita tidak bisa mengukur suatu atribut dengan atributnya itu sendiri tapi harus
dengan alat ukurnya. Misalnya, kalau kita ingin mengukur berat badan tentu saja
kita harus menggunakan timbangan berat badan sebagai alat ukurnya.Tapi kita
tidak bisa mengukur berat badan dengan berat badan itu sendiri. Lagi, kalau kita
ingin mengukur luas meja kita tidak bisa mengukurnya dengan meja itu sendiri
tapi harus dengan dimensi meja seperti panjang dan lebarnya.
 proses kuantifikasi
Hasil pengukuran pasti berbentuk angka (kuantitatif) sehingga tidak mungkin
hasil pengukuran berupa kalimat. Pengukuran akan dinyatakan selesai apabila
hasilnya telah diwujudkan dalam bentuk angka beserta satuannya (pengukuran
fisik). Misalnya, kalau panjang berarti hasilnya adalah 30 cm atau 5 m.Hasil
pengukuran psikologispun sama yaitu berbentuk angka. Misalnya, angka
pengukuran kecerdasan adalah 120.
4. Materi Kelompok 6 : Prosedur Pengukuran Klinis: Pengukuran Biologis,Serta
Keragaman Budaya dan Pengukuran Klinis
a. Yang pertama tentang Psikologi Klinis
Psikologi klinis mengacu pada cabang psikologi yang berhubungan dengan
diagnosis dan pengobatan gangguan mental, disposisi abnormal, dan masalah
kejiwaan. Rodnick (dalamPlante2005) berpendapat bahwa Psikologi Klinis
adalah aspek dari ilmu psikologi dan praktek yang memperhatikan analisis,
treatment dan prevensi (pencegahan) terhadap disabilitas psikologi manusia
dan meningkatkan penyesuaian diri dalam mencapai kepuasan diri dan
hubungan dengan lingkungan lebih efektif.
b. Topik yang kedua tentang definisi asesmen klinis atau pengukuran klinis
Yakni Proses mengumpulkan informasi yang digunakan sebagai dasar
untuk menegakkan diagnose. Langkah untuk mendapat
kaninformasi/pengumpulan informasi dari permasalahan yang sedang dialami;
kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Informasi yang terkumpul digunakan
untuk menunjang keputusan- keputusan,tindakan-tindakan.
Pembeda antara asesmen psikologis dan asesmen klinis dengan asesmen
lain yakni iterative decision making process ,pengambilan data sistematis
terhadap individu tertentu atau beberapa individu ,dengan mempertimbangkan
sejarah individu tersebut,keadaan fisik,kebudayaan,maupun lingkungan
sosialnya.
Tujuan dari asesmen antara lain : Melakukan klasifikasi menegakkan
diagnosis tertentu, Menentukan normal vs. abnormal, memberikan deskripsi,
Merencanakan treatment/penanganan, Prediction—future performance dan
dangerousness
c. Berikutnya terdapat pembahasan menganai Proses Asesmen Psikologi Klinis
Jenis data asesmen psikologi yang akan digali oleh psikolog ditentukan
oleh latar belakang teoritis dan tujuan asesmen psikologi. Tidak mungkin
memperoleh keseluruhan data tentang klien.
1) Merencanakan prosedur pengumpulan data
2) Mengumpulkan data ( wawancara Psikologi, Observasi Asesmen
Psikologi Klinis, dan Life Records Asesmen)
3) Memproses dan menetapkan hipotesis
4) Menyampaikan hasil asesmen psikologi
d. Topik terakhir yang dibahas adalah tentang Perbandingan Kultural dalam
Asesmen Klinis.
1) Secara Teoretisa.
Konsep disease dan illness s Terdapat perbedaan antara konsep disease
dan illness dalam pandangan antropologi medis. Terminologi disease
mengacu pada sesuatu yang patologis atau kondisi malfungsi yang
didiagnosis oleh dokter atau tabib tradisional (folkhealer), merupakan
konseptualisasi klinis dari permasalahan pasien yang kemudian diturunkan
dari paradigm disease.
Fenomenologi dan psikopatologi Dalam fenomenologi, psikopatologi
bahasa merefleksikan perhatian suatu kelompok cultural tertentu.
Contohnya,orang Eskimo yang sepanjang tahun hidup dengan salju telah
mengenali dan memiliki banyak istilah untuk salju dibandingkan orang
awam yang hanya mengenal satu jenis salju.
Pendekatan emik dan etik berasal dari terminology linguistic ,phonetic
(bunyi untuk bahasa universal) dan phonemic (bunyi untuk bahasa
spesifik) yang sekarang dipenggal dan digunakan untuk menyatakan hal
yang universal (etik) dan hal yang spesifik terhadap budaya (emik).
Dalam penelitian,pendekatan etik mengarahkan pada riset yang berlaku
universal dan dapat diterapkan umum dimana saja, sedangkan pendekatan
emik lebih spesifik pada kondisi indigenous untuk memberikan perbedaan
yang dapat diterapkan pada kelompok budaya tertentu.
2) SecaraPraktisa.
Ketika bahasa yang digunakan oleh klinisi dan pasien berbeda,
dibutuhkan seorang interpreter untuk mengakomodasi keterbatasan
interpretasi karena bahasa tubuh tidak cukup mampu mengakomodasi
evaluasi kesehatan mental yang komprehensif. Tentu saja dalam hal ini
dibutuhkan keterampilan tertentu yang harus dimiliki oleh interpreter
untuk terlibat dalam asesmen klinis. Interpreter harus memiliki kemauan,
pengalaman, dan pengetahuan dalam bidang kesehatan mental. Para
interpreter memerlukan orientasi bahkan pelatihan intensif untuk pekerjaan
yang harus dialakukan karena untuk tujuan terapeutik tidaklah cukup jika
hanya mengandalkan kemampuan penerjemahan dasar.
Mendapatkan latar belakangin formasi cultural Individu yang bekerja
diranah kesehatan mental biasanya tidak dilatih sebagaian tropolog
sehingga walaupun dalam praktik klinis sudah ditekankan pentingnya
pemahaman latar belakang budaya klien untuk mencapai tujuan
terapeutik,diperlukan pula pengetahuan mengenai latar belakang cultural
pasien. Meningkatkan familiaritas dan sensitivitas dengan variasikultural
dalam psikopatologi Walaupun secara kontemporer cabang- cabang ilmu
(psikiatri maupun psikologi) telah menyediakan pengetahuan
komprehensif mengenai pendekatan budaya dalam implementasi
keilmuannya, tidak ada jalan pintas yang dapat dilakukan untuk membuat
para pekerja kesehatan mental terbiasa dengan variasi cultural dalam
psikopatologi.

Anda mungkin juga menyukai