Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN STUDI KASUS

“ANALISIS PERILAKU MASYARAKAT


YANG TERDAMPAK BADAI SEROJA DI NTT”

Oleh ;

Fransisia Sari Poli Karangora

NIM : (2007020038)

Semester/Kelas : II/B

UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG


2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan tugas Laporan Studi Kasuss tentang Analisis Perilaku Masyarakat Yang
Terdampak Badai Seroja di NTT ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari
Laporan ini adalah untuk memenuhi tugas  pada mata kuliah psikologi dasar : manusia dan
lingkungan sosial. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen, yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
penulis tekuni. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Akhir
kata penulis menyadari bahwa Laporan yang dibuat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaan
Laporan ini.

Lewoleba, 24 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................2
BAB II KAJIAN PUSTAKA.....................................................................................................3
A. Tinjauan Teori.................................................................................................................3
B. Hasil Studi Kasus..........................................................................................................16
BAB III PENUTUP..................................................................................................................28
A. Kesimpulan...................................................................................................................28
B. Saran..............................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................29
LAMPIRAN.............................................................................................................................30

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bencana Alam merupakan salah satu fenomena alam yang mengancam keber
langsungan hidup manusia. Dampak negatif yang ditimbulkan bisa berupa kerugian
materi maupun nonmateri. Bencana tersebut bisa dicontohkan seperti banjir, tanah
longsor, gempa bumi ada pula bencana non alam seperti kebakaran gagal teknologi,
gagal modernisasi, konflik sosial antar kelompok dan teror.
Bencana merupakan sebuah fenomena kehidupan manusia yang tidak dapat
diketahui secara pasti kapan terjadinya. Manusia hanya mampu mengenali gejala-
gejala awal dan memprediksi terjadinya. Kecanggihan teknologi yang diciptakan
manusia terkadang hanya mampu menjelaskan gejala awal ini, sehingga kejadian detil
dari bencana itu hanya dalam prediksi manusia.
Baru-baru ini tepatnya pada tanggal 4 April 2021 malam telah terjadi badai yang
hebat di wilayah NTT, dan Kabupaten Lembata juga termasuk salah satu Kabupaten
yang terdampak badai ini. Badai tersebut mengakibatkan banjir bandang yang begitu
hebat sehingga memakan banyak sekali korban jiwa dan kerusakan parah di empat
desa, dan yang paling parah terjadi di desa Lewotolok
Banyaknya korban jiwa serta kerusakan akibat badai ini, menjadi pengalaman
pahit yang dialami warga desa di Lembata khususnya empat desa yang terdampak.
Penulis juga menyadari bahwa kejadian yang dialami ini dapat berpengaruh terhadap
psikologi seseorang. Oleh karena itu penulis melakukan studi kasus dengan
mewawancarai para korban bencana seroja ini dan melakukan analisis perilaku
masyarakat dengan teori psikodinamika Sigmund Freud. Serta ingin memberikan
solusi dan harapan kepada masyarakat yang terdampak agar dapat kembali hidup
normal tanpa stress dan depresi berlebihan.

1
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana gambaran umum pengalaman saat terjadi bencana?


2. Bagaimana gambaran umum pengalaman setelah terjadi bencana?
3. Bagaimana dampak yang terjadi pada subjek yang mengalami badai seroja?
4. Apa saja harapan yang diinginkan setelah badai seroja?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Dasar : Manusia dan Lingkungan
Sosial
2. Untuk mengetahui gambaran umum saat terjadi bencana
3. Untuk mengetahui gambaran umum pengalaman setelah terjadi bencana
4. Untuk mengetahui apa saja dampak yang terjadi pada subjek yang mengalami
bencana
5. Untuk mengetahui apa saja harapan setelah terjadi bencana

2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Teori Behavioristik
Teori behavioristik menjelaskan tentang perubahan perilaku yang dapat
diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan
(stimulan) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon). Teori kaum
behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku
manusia adalah hasil belajar. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis
artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan
penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Ciri-ciri teori behavioristik, yaitu:
a. Obyek psikologi adalah tingkah laku
b. Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek
c. Mementingkan pembentukan kebiasaan
d. Mementingkan faktor lingkungan
e. Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan
metode obyektif
f. Sifatnya mekanis.
Meskipun didasari pandangan dan studi ilmiah dari Rusia, teori behavioristik
ini berkembang di AS, dan para tokohnya antara lain, Ivan Petrovich Pavlov,
Edward Lee Thorndike, John Watson, Clark Hull, dan B.F. Skinner. Namun
dalam sekripsi ini penulis hanya akan menjelaskan tentang teori behavioristik
Skinner.
Prinsip dasar dari pendekatan Skinner adalah tingkah laku disebabkan dan
dipengaruhi oleh variabel eksternal. Skinner menjadikan teori kepribadian sebagai
label dari aspek tingkah laku tertentu. Skinner juga menyatakan bahwa perilaku
tidak lain adalah kumpulan pola tingkah laku, dan jika kita bertanya tentang
perkembangan perilaku tidak lain bertanya tentang perkembangan polapola
tingkah laku ini. Pembentukan tersebut dengan melalui beberapa langkah,
diantaranya:

3
a. Jadwal Penguatan (Schedule of Reinforcement)
Paling utama dalam pengkondisisan operan menunjukkan dengan jelas bahwa
tingkah laku yang diberi penguatan (reinforcement) akan cenderung diulang.
Konsep penguatan yang digunakan dalam pengkondisian operan ini menduduki
peranan yang paling penting (kunci) dalam teori Skinner.12 Dalam teorinya,
Skinner mengatakan bahwa komponen belajar terdiri dari stimulus, penguatan
(reinforcement) dan respon. b. Pembentukan (shaping) Pembentukan (shaping)
adalah pengubahan tingkah laku secara berangsur-angsur yang dilakukan
menuju ke respon yang dikehendaki dan kemudian hanya memperkuat reproduksi
yang lebih cermat dari tingkah laku yang dikehendaki. Proses pembentukan
tingkah laku dimulai dengan pertama-tama memberikan penguatan atas respon-
respon yang ditujukan.
Pentingnya shaping adalah dapat membuahkan tingkah laku yang kompleks.
Suatu tingkah laku yang kompleks terbentuk dengan serangkaian cara
pengubahan kontingensi, yang disebut dengan program, setiap tahapan program
memunculkan respon. Dan memungkinkan mengajarkan banyak kepada manusia
dengan melewati proses pembentukan setahap demi setahap. Misalnya,
mengajarkan anak membuat kapal dengan kertas origami, kita pertama-tama
mengucapkan “Bagus” saat mereka selesai membuatnya. Kemudian mengatakan
“Benar” ketika mereka melipat dengan sempurna. Kita terus memberikan pujian
kepada mereka saat mereka membuat dengan bagus serta menyelesaikan dengan
benar, dan seterusnya secara bertahap sampai membentuk tingkah laku yang utuh.
Dengan adanya shaping perilaku agar terbentuk dengan baik dan utuh apabila
dilakukan dengan secara bertahap.
c. Modifikasi tingkah laku (behavior modification)
B-mood sebutan untuk behavior modification adalah strategi untuk mengubah
tingkah laku yang bermasalah. Cara kerja yang digunakan oleh Skinner dalam
modifikasi tingkah laku adalah mengubah dan membentuk tingkah laku atau
perilaku yang diinginkan. Kemudian menghentikan perilaku anak yang tidak
diinginkan. Misalanya, anak yang memukul temannya, dengan adanya pemberian
modifikasi tingkah laku maka seorang guru dengan segera menghentikan perilaku
anak tersebut yang akan menimbulkan kepribadian anak tersebut memiliki
kepribadian yang buruk.

4
Dengan adanya beberapa langkah yang dilakukan Skinner pada penelitiannya
tentang perilaku yang mengandung kumpulan-kumpulan pola kepribadian
menjadi perhatian para peneliti atau teoretikus kepribadian. Para peniliti dan
pendidik secara langsung dan tidak langsung menggunakan konsep teori Skinner.
Karena mereka menggap bahwasannya teori Skinner dapat juga dilakukan dalam
pembentukan dan pengembangan perilaku.
d. Generalisasi dan Dsikriminasi
Kecenderungan untuk terulang atau meluasnya tingkah laku yang diperkuat
dari satu situasi stimulus yang lain itu disebut generalisasi stimulus. Menurut
Skinner, generalisasi stimulus mempunyai arti penting bagi perbendaharaan dan
integritas tingkah laku individu. Fenomena dari generalisasi stimulus itu dengan
mudah bisa kita jumpai dalam kehidupan sehar-hari. Sebagai contoh, seorang
anak yang berada di rumah diperlakukan dengan baik karena bertingkah laku baik
akan menggeneralisasikan dan mengulang tingkah laku baiknya itu di luar rumah.
Di samping generalisasi stimulus, individu menurut Skinner mengembangkan
tingkah laku adaptif atau penyesuaian dirinya melalui kemampuan membedakan
atau diskriminasi stimulus. Diskriminasi stimulus merupakan kebalikan dari
generalisasi stimulus, yakni suatu proses belajar bagaimana merespon secara tepat
terhadap berbagai stimulus yang berbeda. Sebagai contoh, seorang anak kecil
belajar membedakan antara orang-orang yang termasuk anggota keluarga.
Skinner percaya bahwa kemampuan mendiskriminasi stimulus ini sama
pentingnya dengan kemampuan menggeneralisasikan stimulus. Kemampuan
mendiskriminasi stimulus ditentukan oleh pengalaman belajar individu yang
khas.
2. Pembentukan Perilaku
Dalam bahasa perilaku adalah kelakuan, tabiat atau tingkah laku. Perilaku
adalah kegiatan individu atas sesuatu yang berkaitan dengan individu tersebut
yang diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, definisi perilaku adalah tanggapanatau reaksi individu terhadap
rangsangan atau lingkungan.
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang
bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup
mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku,
karena mereka mempunyai aktifitas masing-masing. Sehingga yang dimaksu

5
perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas manusia
darimanusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain:
berjalan, berbicara, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku adalah
segenap manifestasi hayati individu dalam berinteraksi dengan lingkungan, mulai
dari perilaku yang paling nampak sampai yang tidak tampak, dari yang dirasakan
sampai yang paling tidak dirasakan.
Pada dasarnya pembentukan perilaku itu sangat penting dalam dunia
pendidikan, dan dilakukan sedini mungkin karena dengan begitu ketika dewasa
menjadi anak yang memiliki perilaku yang diiginkan. Dengan adanya
pembentukan perilaku dimungkinkan akan membentuk tingkah laku yang
menghasilkan akhlaq yang mulia. Oleh karena itu, pembentukan perilaku ini
memiliki tujuan yang diharapkan oleh pendidik anak usia dini, antara lain:
a. Dapat memahami perilaku anak usia dini di lingkungan sekolahnya.
b. Dapat memahami konsep pembentukan perilaku anak usia dini, agar
dapat membantu dalam mengatasi masalah perkembangan
kepribadiannya.
c. Untuk mencapai suatu usaha yang sejalan dalam pembentukan perilaku
bagi anak dalam lingkungan sekolah maupun keluarga demi
terbentuknya akhlaq yang baik.
3. Psikodinamika
Psikodinamika atau tradisi klinis berangkat dari dua asumsi
dasar. Pertama, manusia adalah bagian dari dunia binatang. Kedua, manusia
adalah bagian dari sistem enerji. Kunci utama untuk memahami manusia menurut
paradigma psikodinamika adalah mengenali semua sumber terjadinya perilaku,
baik itu berupa dorongan yang disadari maupun yang tidak disadari.
Teori psikodinamika ditemukan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Dia
memberi nama aliran psikologi yang dia kembangkan
sebagai psikoanalisis. Banyak pakar yang kemudian ikut memakai paradigma
psikoanalisis untuk mengembangkan teori kepribadiannya, seperti : Carl Gustav
Jung, Alfred Adler, serta tokoh-tokoh lain seperti Anna Freud, Karen Horney, Eric
Fromm, dan Harry Stack Sullivan. Teori psikodinamika berkembang cepat dan
luas karena masyarakat luas terbiasa memandang gangguan tingkah laku sebagai
penyakit (Alwisol, 2005 : 3-4).

6
Ada beberapa teori kepribadian yang termasuk teori psikodinamika, yaitu :
psikoanalisis, psikologi individual, psikologi analitis, dan neo freudianisme.
4. Teori Psikoanalisis
Teori Psikoanalisis dikembangkan oleh Sigmund Freud. Psikoanalisis dapat
dipandang sebagai teknik terapi dan sebagai aliran psikologi. Sebagai aliran
psikologi, psikoanalisis banyak berbicara mengenai kepribadian, khususnya dari
segi struktur, dinamika, dan perkembangannya.
a. Struktur Kepribadian
Menurut Freud (Alwisol, 2005 : 17), kehidupan jiwa memiliki tga tingkat
kesadaran, yaitu sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak sadar
(unconscious). Sampai dengan tahun 1920an, teori tentang konflik kejiwaan
hanya melibatkan ketiga unsur tersebut. Baru pada tahun 1923 Freud
mengenalkan tiga model struktural yang lain, yaitu das Es, das Ich, dan das
Ueber Ich. Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama, tetapi melengkapi
gambaran mental terutama dalam fungsi dan tujuannya (Awisol, 2005 : 17).
Freud berpendapat bahwa kepribadian merupakan suatu sistem yang terdiri
dari 3 unsur, yaitu das Es, das Ich, dan das Ueber Ich (dalam bahasa Inggris
dinyatakan dengan the Id, the Ego, dan the Super Ego), yang masing memiliki
asal, aspek, fungsi, prinsip operasi, dan perlengkapan sendiri.
 Das Es
Das Es yang dalam bahasa Inggris disebut The Id adalah aspek
kepribadian yang dimiliki individu sejak lahir. Jadi das Es
merupakan factor pembawaan. Das Es merupakan aspek biologis
dari kepribadian yang berupa dorongan-dorongan instintif yang
fungsinya untuk mempertahankan konstansi atau keseimbangan.
Misalnya rasa lapar dan haus muncul jika tubuh membutuhkan
makanan dan minuman. Dengan munculnya rasa lapar dan haus
individu berusaha mempertahankan keseimbangan hidupnya dengan
berusaha memperoleh makanan dan minuman.
Menurut Freud, das Es berfungsi berdasarkan prinsip kesenangan
(pleasure principle), munculnya dorongan-dorongan yang
merupakan manifestasi das Es, adalah dalam rangka membawa

7
individu ke dalam keadaan seimbang. Jika ini terpenuhi maka rasa
puas atau senang akan diperoleh.
Perlengkapan yang dimiliki das Es menurut Freud berupa gerak-
gerak refleks, yaitu gerakan yang terjadi secara spontan misalnya
aktivitas bernafas untuk memperoleh oksigen dan kerdipan mata.
Selain gerak refleks, das Es juga memiliki perlengkapan berupa
proses primer, misalnya mengatasi lapar dengan membayangkan
makanan
 Das Ich
Das Ich yang dalam bahasa Inggris disebut The Ego merupakan
aspek kepribadian yang diperoleh sebagai hasil interaksi individu
dengan lingkungannya. Menurut Freud, das Ich merupakan aspek
psikologis dari kepribadian yang fungsinya mengarahkan individu
pada realitas atas dasar prinsip realitas (reality principle). Misal
ketika individu lapar secara realistis hanya dapat diatasi dengan
makan. Dalam hal ini das Ich mempertimbangkan bagaimana cara
memperoleh makanan. Dan jika kemudian terdapat makanan,
apakah makanan tersebut layak untuk dimakan atau tidak. Dengan
demikian das Ich dalam berfungsinya melibatkan proses kejiwaan
yang tidak simple dan untuk itu Freud menyebut perlengkapan
untuk berfungsinya das Ich dengan proses sekunder.
 Das Ueber Ich
Das Ueber Ich atau the Super Ego adalah aspek sosiologis dari
kepribadian, yang isinya berupa nilai-nilai atau aturan-aturan yang
sifatnya normative. Menurut Freud das Ueber Ich terbentuk melalui
internalisasi nilai-nilai dari figur-figur yang berperan, berpengaruh
atau berarti bagi individu. Aspek kkepribadian ini memiliki fungsi :
sebagai pengendali das Es agar dorongan-dorongan das
Es disalurkan dalam bentuk aktivitas yang dapoat diterima
masyarakat; mengarahkan das Ich pada tujuan-tujuan yang sesuai
dengan prinsip-prinsip moral; mendorong individu kepada
kesempurnaan.

8
Dalam menjalankan tugasnya das Ueber Ich dilengkapi
dengan conscientia atau nurani dan ego ideal. Freud menyatakan
bahwa conscentia berkembang melalui internalisasi dari peri-ngatan
dan hukuman, sedangkan ego ideal berasal dari pujian dan contoh-
contoh positif yang diberikan kepada anak-anak.
b. Dinamika Kepribadian
 Distribusi Energi
Dinamika kepribadian, menurut Freud bagaimana energi psikis
didistribusikan dan dipergunakan oleh das Es, das Ich, dan das Ueber Ich.
Freud menyatakan bahwa enerji yang ada pada individu berasal dari sumber
yang sama yaitu makanan yang dikonsumsi. Bahwa enerji manusia
dibedakan hanya dari penggunaannya, enerji untuk aktivitas fisik disebut
enerji fisik, dan enerji yang dunakan untuk aktivitas psikis disebut enerji
psikis.
Menurut Freud jumlah energy itu terbatas sehingga terjadi semacam
persaingan di antara ketiga aspek kepribadian untuk memperoleh dan
menggunakannya. Jika salah satu aspek banyak menggunakan energi maka
aspek kepribadian yang lain menjadi lemah.
Freud menyatakan bahwa pada mulanya yang memiliki enerji hanyalah
das Es saja. Melalui mekanisme yang oleh Freud disebut identifikasi, energi
tersebut diberikan oleh das Es kepada das Ich dan das Ueber Ich.
 Mekanisme Pertahanan Ego
Menurut Freud, mekanisme pertahanan ego (ego defence mechanism)
sebagai strategi yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan
terbuka dari dorongan-dorngan das Es maupun untuk menghadapi tekanan
das Uber Ich atas das Ich, dengan tujuan kecemasan yang dialami individu
dapat dikurangi atau diredakan (Koeswara, 1991 : 46).
Freud menyatakan bahwa mekanisme pertahanan ego itu adalah
mekanisme yang rumit dan banyak macamnya. Berikut ini 7 macam
mekanisme pertahanan ego yang menurut Freud umum dijumpai
(Koeswara, 1991 : 46-48).

9
Represi, yaitu mekanisme yang dilakukan ego untuk meredakan
kecemasan dengan cara menekan dorongan-dorongan yang menjadi
penyebab kecemasan tersebut ke dalam ketidak sadaran.
Sublimasi, adalah mekanisme pertahanan ego yang ditujukan untuk
mencegah atau meredakan kecemasan dengan cara mengubah dan
menyesuaikan dorongan primitif das Es yang menjadi penyebab kecemasan
ke dalam bentuk tingkah laku yang bisa diterima, dan bahkan dihargai oleh
masyarakat.
Proyeksi, adalah pengalihan dorongan, sikap, atau tingkah laku yang
menimbulkan kecemasan kepada orang lain.
Displacement, adalah pengungkapan dorongan yang menimbulkan
kecemasan kepada objek atau individu yang kurang berbahaya dibanding
individu semula.
Rasionalisasi, menunjuk kepada upaya individu memutarbalikkan
kenyataan, dalam hal ini kenyataan yang mengamcam ego, melalui dalih
tertentu yang seakan-akan masuk akal. Rasionalissasi sering dibedakan
menjadi dua : sour grape technique dan sweet orange technique.
Pembentukan reaksi, adalah upaya mengatasi kecemasan karena
insdividu memiliki dorongan yang bertentangan dengan norma, dengan cara
berbuat sebaliknya.
Regresi, adalah upaya mengatasi kecemasan dengan bertingkah laku
yang tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya.
c. Perkembangan Kepribadian
 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kepribadian
Perkembangan kepribadian individu menurut Freud, dipengauhi oleh
kematangan dan cara-cara individu mengatasi ketegangan. Menurut Freud,
kematangan adalah pengaruh asli dari dalam diri manusia.\
Ketegangan dapat timbul karena adanya frustrasi, konflik, dan ancaman.
Upaya mengatasi ketegangan ini dilakukan individu dengan : identifikasi,
sublimasi, dan mekanisme pertahanan ego.
 Tahap-Tahap Perkembangan Kepribadian
Menurut Freud, kepribadian individu telah terbentuk pada akhir tahun ke
lima, dan perkembangan selanjutnya sebagian besar hanya merupakan

10
penghalusan struktur dasar itu. Selanjutnya Freud menyatakan bahwa
perkembangan kepribadian berlangsung melalui 6 fase, yang berhubungan
dengan kepekaan pada daerah-daerah erogen atau bagian tubuh tertentu
yang sensitif terhadap rangsangan. Ke enam fase perkembangan
kepribadian adalah sebagai berikut (Sumadi Suryabrata, 1982 : 172-173).
1) Fase oral (oral stage): 0 sampai kira-kira 18 bulan
Bagian tubuh yang sensitif terhadap rangsangan adalah mulut.
2) Fase anal (anal stage) : kira-kira usia 18 bulan sampai 3 tahun.
Pada fase ini bagian tubuh yang sensitif adalah anus.
3) Fase falis (phallic stage) : kira-kira usia 3 sampai 6 tahun.
Bagian tubuh yang sensitif pada fase falis adalah alat kelamin.
4) Fase laten (latency stage) : kira-kira usia 6 sampai pubertas
Pada fase ini dorongan seks cenderung bersifat laten atau tertekan.
5) Fase genital (genital stage): terjadi sejak individu memasuki
pubertas dan selanjutnya. Pada masa ini individu telah mengalami
kematangan pada organ reproduksi.

5. Teori Psikologi Individual

Menurut Adler manusia itu dilahirkan dalam keadaan tubuh yang lemah.
Kondisi ketidak berdayaan ini menimbulkan perasaan inferior (merasa lemah atau
tidak mampu) dan ketergantungan kepada orang lain. Manusia, menurut Adler,
merupakan makhluk yang saling tergantung secara sosial. Perasaan bersatu
dengan orang lain ada sejak manusia dilahirkan dan menjadi syarat utama
kesehatan jiwanya. Berdasarkan paradigma tersebut kemudian Adler
mengembangkan teorinya yang secara ringkas disajikan pada uraian berikut.
a. Individualitas Sebagai Pokok Persoalan
Adler menekankan pentingnya sifat khas (unik) kepribadian, yaitu
individualitas. Menurut Adler setiap orang adalah suatu konfigurasi motif-
motif, sifat-sifat, serta nilai-nilai yang khas, dan setiap perilakunya
menunjukkan corak khas gaya kehidupannya yang bersifat individual.
b. Dua Dorongan Pokok
Dalam diri setiap individu terdapat dua dorongan pokok, yang
mendorong serta melatar belakangi segala perilakunya, yaitu :

11
1)Dorongan kemasyarakatan, yang mendorong manusia bertindak untuk
kepentingan orang lain;
2)Dorongan keakuan, yang mendorong manusia bertindak untuk
kepentingan diri sendiri.
c. Perjuangan Menjadi Sukses atau ke arah superior
Individu memulai hidupnya dengan kelemahan fisik yang
menimbulkan perasaan inferior. Perasaan inilah yang kemudian menjadi
pendorong agar dirinya sukses dan tidak menyerah pada inferioritasnya.
d. Gaya Hidup
Menurut Adler setiap orang memiliki tujuan, merasa inferior, berjuang
menjadi superior. Namun setiap orang berusaha mewujudkan keinginan
tersebut dengan gaya hidup yang berbeda-beda. Adaler menyatakan bahwa
gaya hidup adalah cara yang unik dari setiap orang dalam berjuang
mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan oleh yang bersangkutan
dalam kehidupan tertentu di mana dia berada (Alwisol, 2005 : 97).
e. Minat Sosial
Adler berpendapat bahwa minat sosial adalah bagian dari hakikat
manusia dalam dalam besaran yang berbeda muncul pada tingkah laku
setiap orang. Minat sosial membuat individu mampu berjuang mengejar
superioritas dengan cara yang sehat dan tidak tersesat ke salah suai. Bahwa
semua kegagalan, neurotik, psikotik, kriminal, pemabuk, anak bermasalah,
dst., menurut Adler, terjadi karena penderita kurang memiliki minat sosial.
f. Kekuatan Kreatif Self
Self kreatif merupakan puncak prestasi Adler sebagai teoris
kepribadian (Awisol, 2005 : 98). Menurut Adler, self kreatif atau kekuatan
kreatif adalah kekuatan ketiga yang paling menentukan tingkah laku
(kekutatan pertama dan kedua adalah hereditas dan lingkungan).
Self kreatif, menurut Adler, bersifat padu, konsisten, dan berdaulat
dalam struktur kepribadian. Keturunan kekmberi kemampuan tertentu,
lingkungan memberi imresi atau kesan tertentu. Self kreatif adalah sarana
yang mengolah fakta-fakta dunia dan menstranformasikan fakta-fakta itu
menjadi kepribadian yang bersifat subjektif, dinamis, menyatu, personal
dan unik. Self kreatif memberi arti kepada kehidupan, menciptakan tujuan
maupun sarana untuk mencapainya

12
g. Konstelasi Keluarga
Konstelasi berpengaruh dalam pembentukan kepribadian. Menurt
Adler, kepribadian anak pertama, anak tengah, anak terakhir, dan anak
tunggal berbeda, karena perlakuan yang diterima dari orang tua dan
saudara-saudara berbeda.
h. Posisi Tidur dan Kepribadian
Hidup kejiwaan merupakan kesatuan antara aspek jiwa dan raga dan
tercermin dalam keadaan terjada maupun tidur. Dari observasi yang telah
dilakukan terhadap para pasiennya Adler menarik kesimpulan bahwa ada
hubungan posisi tidur seseorang dengan kepribadiannya.
1)Tidur terlentang, menunjukkan yang bersangkutan memiliki sifat
pemberani dan bercita-cita tinggi.
2)Tidur bergulung (mlungker), menunjukkan sifat penakut dan lemah
dalam mengambil keputusan.
3)Tidur mengeliat tidak karua, menunjukkan yang bersangkutan
memiliki sifat yang tidak teratur, semborno, dst.
4)Tidur dengan kaki di atas bantal, menunjukkan orang ini menyukai
petualangan.
5)Tidur dilakukan dengan mudah, berarti proses penyesuaian dirinya
baik.
6. Teori Psikologi Analitis
a. Struktur Kepribadian
Kepribadian atau psyche (istilah yang dipakai Jung untuk kepribadian)
tersusun dari sejumlah sistem yang beroperasi dalam tiga tingkat
kesadaran : ogo beroperasi pada tingkat sadar, kompleks beroperasi pada
tingkat tak sadar pribadi, dan arsetip beroperasi pada tingkat tak sadar
kolektif.
Disamping sistem-sistem yang terkait dengan daerah operasinya
masing-masing, terdapat sikap jiwa (introvert dan ekstravert) dan fungsi
jiwa (pikiran, perasaan, pengidraan, dan intuisi)
1) Sikap jiwa, adalah arah enerji psikis (libido) yang menjelma
dalam bentuk orientasi manusia terhadap dunianya. Sikap jiwa
dibedakan menjadi :
a) Sikap ekstrovert

13
(1) libido mengalir keluar
(2) minatnya terhadap situasi sosial kuat
(3) suka bergaul, ramah, dan cepat menyesuaikan diri
(4) dapat menjalin hubungan baik dengan orang lain berkipun
ada masalah.
b) Sikap introvert
(1) libido mengalir ke dalam, terpusat pada faktor-faktor
subjektif
(2) cenderung menarik diri dari lingkungan
(3) lemah dalam penyesuaian sosial
(4) lebih menyukai kegiatan dalam rumah
2) Fungsi Jiwa adalah suatu bentuk aktivitas kjiwaan yang secara
teoritis tetap meskipun lingkungannya berbeda-beda. Fungsi jiwa
dibedakan menjadi dua ;
a) Fungsi jiwa rasional, adalah fungsi jiwa yang bekerja dengan
penilaian dan terdiri dari :
(1) pikiran : menilai benar atau salah
(2) perasaan : menilai menyenangkan atau tak menyenangkan
b) Fungsi jiwa yang irasional, bekerja tanpa penilaian dan terdiri
dari :
(1) pengideraan : sadar indrawi
(2) intuisi: tak sadar naluriah
Menurut Jung pada dasarnya setiap individu memiliki keempat
fungsi jiwa tersebut, tetapi biasanya hanya salah satu fungsi saja
yang berkembang atau dominan. Fungsi jiwa yang berkembang
paling meonjol tersebut merupakan fungsi superior dan menentukan
tipe individu yang bersangkutan
b. Dinamika Kepribadian
Jung menyatakan bahwa kepribadian atau psyche bersifat dinamis dengan
gerak yang terus-menerus. Dinamika psyche tersebut disebabkan oleh enerji
psikis yang oleh Jung disebut libido. Dalam dinamika psyche terdapat
prinsip-prinsip sebagai berikut (Alwisol, 2005 : 65)
1) Prinsip oposisi

14
Berbagai sistem, sikap, dan fungsi kepribadian saling berinteraksi
dengan tiga cara, yaitu : saling bertentangan (oppose), saling
mendukung (compensate), dan bergabung mejnadi kesatuan (synthese).
Menurut Jung, prinsip oposisi paling sering terjadi karena kepribadian
berisi berbagai kecenderungan konflik. Oposisi juga terjadi antar tipe
kepribadian, ekstraversi lawan introversi, pikiran lawan perasaa, dan
penginderaan lawan intuisi.
2) Prinsip kompensasi
Prinsip ini berfungsi untuk menjaga agar kepribadian tidak mengalami
gangguan. Misalnya bila sikap sadar mengalami frus-trasi, sikap tak
sadar akan mengambil alih. Ketika individu tidak dapat mencapai apa
yang dipilihnya, dalam tidur sikap tak sadar mengambil alih dan
munculah ekpresi mimpi.
3) Prinsip penggabungan
Menurut Jung, kepribadian terus-menerus berusaha menyatukan
pertentangan-pertentangan yang ada agar tercapai kepribadian yang
seimbang dan integral
c. Perkembangan Kepribadian
Carl Gustav Jung menyatakan bahwa manusia selalu maju atau mengejar
kemajuan, dari taraf perkembangan yang kurang sempurna ke taraf yang
lebih sempurna. Manusia juga selalu berusaha mencapai taraf diferensiasi
yang lebih tinggi.
1) Tujuan perkembangan : aktualisasi diri
Menurut Jung, tujuan perkembangan kepribadian adalah aktuali-sasi
diri, yaitu diferensiasi sempurna dan saling hubungan yang selaras
antara seluruh aspek kepribadian.
2) Jalan perkembangan : progresi dan regresi
Dalam proses perkembangan kepribadian dapat terjadi gerak maju
(progresi) atau gerak mundur (regresi). Progresi adalah terjadinya
penyesuaian diri secara memuaskan oleh aku sadar baik terhadap
tuntutan dunia luar mapun kebutuhan-kebutuhan alam tak sadar.
Apabila progesi terganggu oleh sesuatu sehingga libido terha-langi
untuk digunakan secara progresi maka libido membuat regresi,
kembali ke fase yang telah dilewati atau masuk ke alam tak sadar.

15
3) Proses individuasi
Untuk mencapai kepribadian yang sehat dan terintegrasi secara kuat
maka setiap aspek kepribadian harus mencapai taraf diferensiasi dan
perkembangan yang optimal. Proses untuk sampai ke arah tersebut
oleh Jung dinamakan proses individuasi atau proses penemuan diri
B. Hasil Studi Kasus

1) Gambaran Umum Subjek Penelitian


Subjek dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa segmen yaitu : anak-
anak, remaja, dewasa, lansia, kelompok disabilitas, dan keluarga kurang
mampu. Alasan peneliti memilih subjek tersebut adalah untuk melihat
perbedaan analisis perilaku di setiap segmen dari segi usia,segi mental dan juga
dari segi ekonomi. Peneliti juga sudah meminta ijin kepada semua subjek yang
bersangkutan untuk menjadi subjek penelitian dan mereka bersedia.
Identitas Subjek :

Kelompok Anak-anak :
1) Nama : Kajol
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 9 tahun
Kelas : 4 SD
Asal Desa : Lamawolo
2) Nama : Enji
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 8 tahun
Kelas : 3 SD
Asal Desa : Lamawolo
3) Nama : Maga
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 6 tahun
Kelas : 1 SD
Asal Desa : Lamawolo
4) Nama : Andro
Jenis Kelamin : Laki-laki

16
Umur : 7 tahun
Kelas : 2 SD
Asal Desa : Lamawolo

Kelompok Remaja :
1) Nama : Intan
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 14 Tahun
Kelas : 2 SMP
Asal Desa : Lamawolo
2) Nama : Noni
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 14 Tahun
Kelas : 2 SMP
Asal Desa : Lamawolo
Kelompok Dewasa :
1) Nama : Mama Rensiana
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 51 Tahun
Asal Desa : Lamawolo
Kelompok Lansia :
1) Nama : Oma Anastasia
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 67 Tahun
Asal Desa : Waimatan
Kelompok Disabilitas :
1) Nama : Om Sius
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 35 Tahun
Asal Desa : Waimatan
Keluarga Kurang Mampu:
1) Nama : Om Boli

17
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 51 Tahun
Asal Desa : Waimatan

Kelompok Anak-anak
1) Gambaran Umum Pengalaman Saat Bencana
Pada saat malam sebelum kejadian, anak-anak pergi ke Gereja untuk
beribadah. Setelah pulang dari Gereja mereka pergi kerumah masing-masing
dan beristirahat. Hujan pun turun begitu derasnya. Anak yang bernama Kajol
menceritakan bahwa pada saat semua sudah beristirahat ayahnya mendengarkan
gemuruh air yang datang dari atas gunung, sehingga ia dan keluarganya berlari
ke atas bukit. Sampai keeseokan harinya mereka berlari menuju ke sebuah
sekolah dan bantuan pun datang dari desa sebelah dengan mobil dan membantu
mereka.
Dari kejadian tersebut Puji Tuhan keluarga inti mereka selamat, namun
beberapa nenek dan kakek mereka menjadi korban dalam banjir malam itu. Pada
malam kejadian tersebut juga, mereka kebanyakan merasakan kepanikan, dan
kegelisahan, serta ada beberapa anak yang mengakui masih trauma jika
mengingat kejadian malam itu. Kondisi rumah mereka juga ada yang rusak
parah, dan ada juga yang masih berdiri namun dipenuhi dengan lumpur dan
bebatuan.
2) Gambaran Umum Pengalaman setelah bencana
Dua hari setelah kejadian tersebut, akhirnya mereka dibawa ke posko SMPN
1 Nubatukan. Sebelumnya mereka masih menetap di sekolah yang berada di
kampung mereka. Selama di posko pengungsian, beberapa anak sangat senang
karena dapat bermain dengan teman-teman seusia mereka maupun dengan para
relawan yang datang. Kebutuhan mereka selama dipengungsian juga terpenuhi
dengan baik, seperti makanan, pakaian, dan perlengkapan tidur. Namun, beberapa
anak juga merasa tidak senang tinggal dipengungsian karena merasa bahwa tidur
dipengungsian tidak senyaman tidur di rumah mereka sendiri.
Selama di pengungsian juga anak-anak SD ini masih melanjutkan kegiatan
pembelajaran yang diberikan oleh guru-guru mereka. Impian dan harapan mereka

18
adalah semoga mereka cepat pulang kembali ke kampung halaman dan rumah
mereka, hidup seperti dulu lagi, dan bisa bersekolah seperti biasa. Mereka merasa
senang selama berada di pengungsian namun jika mereka berada di kampung
halaman bersama seluruh anggota keluarga maka mereka akan merasa lebih
bahagia. Hubungan yang terjadi antara keluarga maupun dengan orang baru seperti
saya dan para relawan terjadi dengan baik dan harmonis. Mereka dapat bergabung
dan berinteraksi dengan baik.
3) Analisis Psikodinamika
Perspektif psikodinamika berkonsentrasi pada bagaimana proses internal seperti
kebutuhan, dorongan, dan emosi mempengaruhi perilaku manusia. Ada kunci
dalam memahami teori psikodinamika yaitu : pertama, manusia adalah bagian dari
dunia binatang. Kedua, manusiaadalah bagian dari system energy. Kunci utama
untuk memahami manusia menurut paradigm psikodinamika adalah mengenali
semua sumber terjadinya perilaku, baik itu berupa dorongan yang disadari maupun
yang tidak disadari.
Dalam kasus menganailis perilaku anak-anak yang terdampak badai seroja,
diamati dari segi kebutuhan, dorongan serta emosi mereka. Ada beberapa teori
kepribadian yang termasuk teori psikodinamika, salah satunya adalah teori
psikoanalisis yang dikemukaan oleh Sigmund Freud. Struktur kepribadian manusia
menurut Freud dibagi menjadi 3 komponen yaitu Id, Ego dan Superego.
Id terdiri dari insting-insting, baik insting untuk hidup (libido) maupun insting
untuk mati (dorongan agresif). Id bekerja untuk memenuhi dorongan insting yang
bertujuan memuaskan kebutuhan fisik. Id bertujuan untuk mengurangi ketegangan
dengan cara meningkatkan kesenangan dan menghindari rasa sakit. Cara bekerja id
demikian menganut prinsip kesenangan (pleasure principle). Id memberi tuntutan
kebutuhan alamiah, anak-anak yang terdampak badai di Desa Lamawolo memiliki
dorongan akan kesenangan ketika mereka bersama keluarga, dan teman-teman
melakukan aktivitas seperti biasanya di kampung mereka.
Dalam teori ini juga terdapat komponen ego dimana ego berfungsi sebagai
mediator antara Id dengan situasi dunia luar dan memfasilitasi interaksi antara
keduanya. Ego mengikuti prinsip realitas yang mencoba menahan tuntutan Id yang
ingin segera dipenuhi sampai ditemukannya obyek yang tepat untuk memuaskan
kebutuhan dan menurunkan tensi. Begitu juga situasi yang dihadapi oleh subjek,

19
dimana keinginan mereka harus ditahan untuk beberapa waktu kedepan karena
masih dilakukan relokasi di kampung halaman mereka.
Ego berperan untuk menjaga keseimbangan antara dorongan dalam diri (id)
dengan aturan-aturan sosial (superego) yang berlaku di dunia luar. Ego tidak
menghentikan dorongan id, namun mencoba menunda atau mengarahkan kembali
tuntutan id, menyesuaiakan dengan kondisi lingkungan atau kenyataan yang
dihadapi.
Jika ego tidak dapat menyeimbangkan antara Id, realitas dan superegomaka
terjadi kecemasan atau anxiety. Untuk mengurangi kecemasan, ego
mengembangkan sistem pertahahan diri, yang disebut dengan “Defense
Mechanism”. Dari kesepuluh bentuk pertahanan diri , ada subjek yang memiliki
ketahanan diri represi, yakni memilih untuk menghindari perasaan, kenangan atau
prinsip yang tidak mengenakan dengan harapan suatu saat semuanya dapat
terlupakan sepenuhnya. Dan ini berpengaruh terhadap cara mereka menjalin
hubungan dengan sesama selama di pengungsian.
Selain itu juga terdapat subjek yang memiliki ketahanan diri sublimasi dan juga
formasi reaksi, dimana sublimasi sendiri adalah emosi dan perasaan mereka
dilampiaskan melalui objek atau aktivitas yang lebih aman dengan belajar dan
bermain bersama teman-teman di pengungsian maupun bersama para relawan yang
datang.
Sedangkan bentuk ketahanan formasi reaksi sendiri adalah ketika seseorang
sadar dengan apa yang dirasakannya namun memilih untuk berperilaku sebaliknya.
Sama halnya dimana dari keempat subjek terdapat satu subjek yang pada awalnya
selalu berperilaku positif dan selalu memberikan aura yang menandakan bahwa dia
baik- baik saja namun ternyata ketika menceritakan pengalamannya ia sangat
kelihatan tertekan, karena hampir tidak bisa menahan kesedihanya.

Kelompok Remaja
1) Gambaran Umum Pengalaman Saat Bencana
Pada malam kejadian, kedua subjek ini berada di rumah masing-masing
bersama dengan keluarga. Mereka menceritakan bahwa banjir pada malam itu
terjadi hingga tiga kali. Saat banjir pertama turun dari atas gunung, mereka masih
di dalam rumah. Dan ketika banjir susulan kedua datang, ayah dari subjek kedua
menyuruh mereka untuk segera menyelamatkan diri. Dengan kepanikan dan

20
ketakutan mereka mereka ingin membawa koper tetapi air sudah masuk ke rumah
mereka. Akhirnya mereka menyelamtkan diri tanpa membawa pakaian dan
barang penting lainnya. dan pada saat banjir ketiga datang, mereka sudah berada
di tempat yang aman bersama keluarga-keluarga yang lain. Pada kejadian malam
itu subjek kehilangan dua orang keluarga terdekatnya, tetapi subjek menutup
untuk memberikan identitas dan status keluarganya tersebut.
2) Gambaran Umum Pengalaman Setelah Bencana
Pada pagi harinya ada warga yang memanggil mereka yang masih berada
diatas bukit bahwa banjir sudah reda, sehingga mereka turun dari bukit dan pergi
ke sekolah. Dua hari kemudian mereka diarahkan ke berbagai posko yang sudah
disiapkan dan Desa mereka dibawa ke posko SMPN 1 Nubatukan. Selama tinggal
di pengungsian, mereka mengatakan bahwa mereka masih merasakan sedikit
kepanikan dan belum sepenuhnya merasa tenang. Mereka juga bahagia ketika ada
relawan yang datang dan menghibur mereka, dengan begitu mereka sedikit
melupakan kejadian pahit yang mereka alami.
Berbeda dengan kelompok anak-anak, para subjek remaja ini mengaharapkan
agar cepat kembali bersekolah seperti biasa karena selama di pengungsian mereka
tidak mendapatkan pembelajaran sama sekali. Mereka juga mengaharapkan agar
kehidupan mereka kembali normal seperti dulu lagi.
Mereka masih merasa takut ketika bertemu dengan orang asing, dan agak sulit
untuk bersosialisasi dengan orang-orang disekitar yang baru dikenal. Tetapi
hubungan dengan keluarga mereka sangat harmonis dan rukun.
Orangtua mereka juga masih pergi ke kampung untuk melihat hasil kebun
yang tersisa, serta kondisi rumah mereka yang rusak parah, karena letaknya yang
berada tepat didekat kali.
3) Analisis Psikodinamika
Dilihat dari pengalaman subjek serta tingkah laku subjek yang pada saat itu
menceritakan pengalamannya dengan tangan yang sedikit gemetar dan dapat
dikatakan bahwa subjek mengalami gangguan kecemasan yakni gangguan panik,
dimana salah satu ciri diagnostiknya yaitu timbulnya gejala seperti gemetaran dan
berkeringat.. Dari Perspektif psikodinamika menjelaskan bahwa kecemasan
adalah suatu sinyal bahaya dimana impuls-impuls yang mengancam yang sifatnya
seksual atau agresif (membunuh) mendekat ke taraf kesadaran. Untuk menghalau

21
impuls-impuls yang mengancam ini, ego mencoba untuk menghalangi atau
mengalihkannya dengan menggunakan mekanisme pertahanan diri.
Dalam gangguan panik, impuls seksual atau agresif yang tidak dapat diterima
mendekati batas-batas kesadaran dan ego berusaha keras untuk melakukan
mekanisme represi yaitu mekanisme yang dilakukan ego untuk meredakan
kecemasan dengan cara menekan dorongan-dorongan yang menjadi penyebab
kecemasan tersebut ke dalam ketidak sadaran. sehingga menimbulkan konflik
besar yang pada akhirnya menimbulkan serangan panik. Panik akan menghilang
jika impuls sudah aman direpresi kembali. Gangguan sebagai respon atas ingatan
event traumatik, seperti pada gangguan stress pasca-trauma seperti yang dialami
oleh subjek pasca kejadian tersebut atau sebagai respon untuk pemisahan dari
attachment figure, seperti dalam separation anxiety disorder.
Kelompok Dewasa
I. Gambaran Umum Pengalaman Saat Bencana
Pada malam sebelum kejadian, subjek mengikuti ibadat di Gereja. Dan
ketika ia pulang kembali ke rumah, hujan lebat pun turun. Ketika di rumah,
mereka makan malam seperti biasa bersama anak-anak dan suaminya yang
sedang sakit. Dan pada pada saat itu juga ada keluarga subjek yang
menghubungi mereka bahwa banjir sudah turun dari atas gunung sehingga
mereke harus segera mengungsi. Subjek dan kedua anaknya berlari ke rumah
tetangga dan mengungsi disana bersama dengan 20 orang tetangga lainnya.
Sedangkan suaminya tetap berada di rumah karena masih sakit. Setelah
beberapa menit mereka tertidur banjir susulan kedua pun datang dan hujan
badai semakin hebat.
Mereka semua yang berada di rumah itu pun terbangun, termasuk subjek
yang melihat bahwa rumah itu sudah tidak kuat lagi, ia menyuruh anak-
anaknya untuk keluar dan lari mencari pertolongan dan perlindungan lain,
namun anak-anaknya masuk kembali ke rumah karena takut saat melihat
banjir. Subjek pun dengan rasa panik dan takut mencoba keluar dari rumah dan
ternyata banjir sudah sampai di dadanya, ia pun langsung berenang dengan
tangan kirinya memegagng kain dan tangan kanannya memegang tas. Karena
derasnya arus banjir dan subjek kesulitan untuk berenang dengan beban di
tangannya, maka ia pun melepaskan tas , kain, serta celana yang dipakainya
yang suddah dipenuhi oleh lumpur.

22
Ketika sedang berenang melawan banjir yang sudah semakin deras, subjek
melihat ada sebuah pohon merungge sehingga ia lansung memegang pohon itu
supaya ia tidak terbawa banjir lagi. Akan tetapi karena derasnya arus banjir
subjek tetap terombang ambing sambil memegang pohon tersebut. Akhirnya
subjek berhasil keluar dari banjir menuju ke jalan rabat dengan badan dipenuhi
oleh lumpur. Suaminya selamat dan berada dirumah atas bersama dengan
temannya. Dari kejauhan suaminya mendengar subjek memanggil dirinya
dengan suara yang terengah-engah. Suaminya pun menyuruh temannya untuk
membantu subjek karena ia masih belum pulih dari sakit.
Ketika sudah berkumpul dengan suaminya banjir susulan ketiga pun datang
dan banjir tersebut lebih parah dari banjir sebelumnya. Mereka bersama
dengan warga desa lain yang panik berlari menuju ke hutan sekitar jam 00:30
pagi. Suaminya sangat khawatir dengan kondisi anak-anak, dan memaksakan
diri untuk pulang ke rumah dan melihat mereka, namun subjek dengan sisa
tenagganya mengatakan bahwa ia yakin anak-anak selamat karena lampu
rumah tersebut masih menyala. Namun suaminya tetap pergi dengan melewati
lumpur yang begitu tinggi untuk melihat anak-anaknya. Dan puji Tuhan anak-
anaknya juga selamat.
2. Gambaran Umum Pengalaman Setelah bencana
Keesokan paginya bantuanpun datang dari kampung tetangga untuk
meyelamatkan mereka. Dua hari setelahnya subjek dan keluarganya dibawa ke
tempat pengungsian di SMPN 1 Nubatukan. Selama di pengungsian subjek
merasa bahwa semua kebutuhannya dipenuhi dengan baik, mulai dari makan,
dan tidur. Namun subjek mengaku masih suka kepikiran dengan tempat tinggal
mereka natinya karena kondisi rumah mereka setelah banjir yang rusak parah.
Subjek mengaharapkan agar semua dapat kembali hidup normal, dan juga
usaha ayam petelurnya juga dapat berjalan lagi, karena semua usaha ternak
ayamnya habis dibawa banjir pada malam itu. Subjek mengakui bahwa ia
masih sangat trauma dengan kejadian tersebut sehingga saat ini ia masih
ksulitan dalam bersosialisai dan mengajak orang lain untuk mengobrol dan
berinteraksi. Ketakutan subjek akan kejadian itu pun belum sepenuhnya hilang
karena terkadang masih sering terbawa mimpi.
3. Analisis Psikodinamika

23
Dari gambaran pengalaman subjek dan juga bisa dilihat bagaimana
pengelaman pahit itu sering terbawa dalam mimpi, serta bagaimana subjek
masih sering sulit dalam berinteraksi dan juga berbagi cerita yang
mengharuskan ia mengingat kembali apa yang dirasakannya saat itu. Subjek
mengakui bahwa ia masih trauma dengan kejadian yang menimpa dirinya.
Hampir semua orang yang mengalami trauma mengalami stres, kadangkala
hingga tingkat yang sangat berat. Hal ini normal. Dalam gangguan stres akut
atau pascatrauma, peristiwa traumatis mungkin seakan dialami kembali dalam
berbagai macam cara. Mungkin dalam bentuk ingatan-ingatan yang intrusive,
mimpi-mimpi mengganggu yang berulang-ulang, dan perasaan bahwa
peristiwa tersebut memang terulang kembali (seperti “kilas balik” peristiwa
tersebut). Pemaparan terhadap peristiwa yang menyerupai pengalaman
traumatis dapat menyebabkan distress psikologis yang intens. Orang-orang
dengan reaksi stress traumatis cenderung untuk menghindari stimuli yang
membangkitkan ingatan terhadap trauma. Sama seperti subjek yang pada
awalnya menolak untuk diwawancara karena tidak mau diingatkan kembali
dengan kejadian banjir malam itu.
Dari perspektif psikodinnamika Horowitz (Dalam Nevid, dkk, 2005))
menyatakan bahwa ingatan tentang kejadian traumatik muncul secara konstan
dalam pikiran seseorang dan sangat menyakitkan sehingga secara sadar
mereka mensupresinya (melalui distraksi, contohnya) atau merepresinya.
Orang yang bersangkutan diyakini mengalami semacam perjuangan internal
untuk mengintegrasikan trauma ke dalam keyakinannya tentang dirinya dan
dunia agar dapat menerimanya secara masuk akal.
Kelompok Lansia
1) Gambaran Umum Pengalaman Saat Bencana
Subjek menceritakan pengalamannya pada saat malam terjadi badai disertai
hujan dengan angin kencang, pada saat itu ia berada di lingkungan atas desa
waimatan. Dan subjek beserta keluarganya terjaga sampai pagi karena takut
terjadi sesuatu pada malam itu. banjir yang terjadi malam itu diceritakan sampai
di kampung mereka kira-kira pukul 4 pagi namun tidak melewati rumah subjek
dan hanya beberapa rumah warga yang hanyut serta tidak terdapat korban jiwa.
Sedangkan lingkungan bawah di desa yang sama mengalami hal yang cukup

24
parah karena banjir menghanyutkan banyak sekali rumah warga dan memakan
puluhan korban jiwa termasuk keluarga subjek.
2) Gambaran Umum Pengalaman Setelah Bencana
Keesokan harinya, subjek dan beberapa warga desa di lingkungan atas pergi
untuk melihat keadaan lingkungan bawah, karena mereka mendapatkan informasi
bahwa lingkungan bawah atau lingkungan waimatan terjadi banjir lumpur. Sore
harinya subjek dan warga desa diamandatkan oleh bupati Lembata untuk segera
dievakuasi ke Lewoleba. Namun subjek yang berada di lingkungan atas belum
mau dievakuasi karena jalan satu-satunya adalah melewati lingkungan Waimatan
dimana korban yang tertimbun belum ditemukan dan karena lumpur yang masih
basah dikhawatirkan dapat membahayakan selama proses evakuasi. Dan proses
evakuasi baru bisa dilakukan pada keesokan harinya.
Selama berada di pengungsian juga subjek masih merasa ketakutan akan tetapi
hubungan sosialnya dengan keluarga maupun para relawan dan orang asing masih
terbilang cukup baik. Harapan subjek untuk kedepannya ia dapat kembali pulang
ke kampungnya, bersama dengan suami dan keluarganya.
3) Analisis Psikodinamika
Dilihat dari ramahnya subjek ketika diminta untuk diwawancarai, serta
bagaimana subjek bercerita kejadian pada malam terjadinya banjir, ia lebih
terbuka dan juga lebih tenang dalam menceritakan pengalamannya. Mungkin
karena pada saat kejadian subjek tidak mengalami lansung banjir menghantam
rumahnya, namun rasa panik dan takut tetap dirasakannya karena badai yang
besar paada malam itu.
Dari pandangan psikoanalisis yang dikembangkan Sigmund freud, subjek
dapat tidur dengan baik, makan dengan baik dan teratur, serta dapat bersosialisasi
dengan baik. Sehingga subjek telah berhasil menyeimbangkan anatar id, ego, dan
superego. Walaupun begitu belum sepenuhnya ketakutan yang dirasakan oleh
subjek hilang tetapi subjek dapat meredakan kecemasan dengan cara menekan
dorongan-dorongan yang menjadi penyebab kecemasan tersebut ke dalam ketidak
sadaran.
Kelompok Disabilitas
Subjek mengalami gangguan mentalnya sejak Sekolah Dasar, siketahui dari
keluarganya bahwa subjek memiliki hobi bermain dan mencari ikan dilaut, dan ketika
ia pulang tiba-tiba subjek menjadi seperti suka melamun dan seperti orang yang

25
mengalami penurunan tingkat intelektual. Keluarga dan kerabat pun tidak mengatahui
penyebab pasti subjek menjadi seperi itu. Walaupun begitu subjek adalah orang yang
rajin dan lumayan mengerti apa yang dibicarakan ketika diajak mengobrol.
Dan sejak tahun 2017 ketika sedang mencari mekanan kambing, subjek tidak
sengaja memotong lututnya sehingga membuat ia trauma dan tidak bekerja seperi
biasanya. Dan sejak saat itu kondisi subjek semakin parah dan lebih sering diam.
1) Gambaran Umum Pengalaman Saat Bencana
Pada saat terjadi bencana subjek berada di rumahnya yang terletak di desa
Waimatan lingkungan bawah atau lingkungan Waimatan yang mengalami banjir
lumpur cukup parah. Subjek bersama anggota keluarganya terbangun pada malam
itu dan pasrah karena hujan yang lebat disertai angin kencang membuat mereka
takut untuk berlari keluar rumah. Dan pada malam itu juga rumah mereka tidak
dilewati banjir karena terdapat batu besar yang menghalangi dan membelokan
banjir tersebut.
2) Gambaran Umum Pengalaman Setelah Bencana
Dua hari setelahnya subjek beserta keluarga dan juga warga desa yang lain
dari lingkungan atas maupun lingkungan bawah pun segera dievakuasi ke posko
pengungsian. Selama berada diposko kebutuhan subjek dipenuhi dengan baik dan
ia merasa senang ketika banyak relawan yang datang untuk menghibur mereka.
Subjek juga tidak takut jika bertemu dengan orang asing. Subjek juga
mengharapkan agar ia cepat pulalang kembali ke kempung halamnnya.
3) Analisis Psikodinamika
ketika diwawancara respon yang diterima dari subjek sangat minim, perilaku
subjek pada saat terjadi bencana juga merupakan respon alami ketika seseorang
berada di keadaan yang mencekam, namun dikerenakan kondisi subjek yang sulit
untuk mengekspresikan emosinya maka ketakutan yang dirasakannya sulit untuk
dijelaskan lebih detail. Dari informasi yang diterima dari keluarga subjek
walaupun ia memiliki kelainan mental namun ia masih sadar akan apa yang
terjadi diisekitarnya. Dengan kondisi subjek sekarang, maka dilihat subjek
mengalami kecemasan dalam jangka waktu yang singkat, serta sulit untuk
mengetahu apakah subjek masih merasakan trauma karena subjek kesulitan
mengekspresikan emosinya.
Keluarga Kurang Mampu
1) Gambaran Umum Pengalaman Saat Bencana

26
Pada saat bencana rumah subjek berada di tempat yang aman karena berada diatas
tebing, sehingga rumahnya tidak terkena banjir. Pada malam itu juga subjek hanya di
dalam rumah karena ia merasa aman, sedangkan menurutnya banyak warga yang
tinggal di dataran rendah berlari menuju ke dataran tinggi untuk menyelamatkan diri.
Semua keluarga subjek juga selamat dari kejadian malam itu.
2) Gambaran Umum Pengalaman Setelah bencana
Setelah bencana rumah subjek masih berdiri, namun tidak aman untuk ditinggali
karena berada di kawasan rawan longsor. Selama hidup dipengungsian juga subjek
merasa bahwa hidup sehari-harinya sama seperti dirumah, ia merasa senang dan
bahagia. Dan setelah bencana tersebut subjek kehilangan pekerjaannya sebagai
pekerja serabutan. Ia biasa mengiris tuak, mencari ikan, dan apapun pekerjaan yang
dapat ia lakukan. Selama di pengungsian juga subjek mengajukan diri untuk
membantu membuat pagar, lantai dan apapun untuk mencari keringat karena merasa
bosan jika tidak melakukan aktivits lain. Dan pekerjaan tersebut dilakukan dengan
sukarela. Harapan subjek agar kampungnya segera direlokasi dan mendapatkan
tempat tinggal yang aman dari bencana, walaupun mulai bekerja lagi dari nol intinya
mendpatkan tempat yang aman.
3) Analisis Psikodinamika
Dari hasil wawancara dengan subjek, subjek lebih merasa khawatir ketika ia harus
kehilangan keluarga dan juga kerabatnya dibandingkan harus kehilangan pekerjaan
serta sumber penghasilannya. Dilihat dari bagaimana subjek berharap agar
kampungnya segera direlokasi ke tempat yang aman sehingga ia dapat kembali hidup
normal dengan keluarga walaupun dengan ekonimi yang kurang. Perasaan cemas
yang dirasakan subjek saat terjadi bencana juga berlangsung dalam jangka pendek,
sehingga sekarang perilaku subjek cukup normal dengan tidak adanya gejala-gejala
khusus yang menimbulkan keecemasan.
Menurut pandangan teori yang termasuk dalam Psikodinamika yaitu: psikologi
individual, manusia itu dilahirkan dalam keadaan tubuh yang lemah. Kondisi
ketidakberdayaan ini menimbulkan perasaan inferior (merasa lemah atau tidak
mampu) dan ketergantungan kepada orang lain. Manusia, menurut Adler, merupakan
makhluk yang saling tergantung secara sosial. Perasaan bersatu dengan orang lain ada
sejak manusia dilahirkan dan menjadi syarat utama kesehatan jiwanya. Berdasarkan
paradigm tersebut, Dalam diri setiap individu terdapat dua dorongan pokok, yang
mendorong serta melatar belakangi segala perilakunya, yaitu : dorongan

27
kemasyarakatan, yang mendorong manusia bertindak untuk kepentingan orang lain;
dan dorongan keakuan, yang mendorong manusia bertindak untuk kepentingan diri
sendiri. Subjek memiliki dorongan untuk membantu orang lain lebih besar
dibandingkan dorongan untuk kepentingan dirinya sendiri, dilihat dari bagaimana
subjek dengan sukarela membantu orang lain di posko tanpa mengharapkan imbalan

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil studi kasus yang diambil, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku
dan kepribadian seseorang dapat dipengaruhi dari berbagai faktor seperti
kebutuhan,dorongan dan emosi. Dampak dari badai seroja juga berpengaruh pada
perilaku baik itu pada seorang anak, remaja, dewasa, orang dengan disabilitas maupun
orang yang kurang mampu secara ekonomi. Dimana perkembangan psikososial juga
mempengaruhi perilaku mereka. Serta kebanyakan subjek mengalami anxiety atau
gangguan kecemasan akibat dari bencana yang dihadapi sehingga subjek mencoba
untuk menghalangi atau mengalihkan impuls-impuls yang mengancam ego dengan
menggunakan berbagai macam mekanisme pertahanan diri.

B. Saran

Dilihat dari hiburan dan pelajaran yang didapat, maka sebaiknya masyarakat tidak
berhenti menyumbangkan kepedulian baik berupa barang maupun jasa kepada anak-
anak maupun semua kalangan dari segi apapun yang terdampak bencana ini, agar
kedepanyya mereka perlahan-lahan dapat menerima dan berdamai dengan kenyataan.
Dan semoga pemerintah juga dengan secepat mungkin merelokasikan keempat desa
yang terdampak banjir akibat dari badai seroja ini.

28
DAFTAR PUSTAKA

http://ejournal.stainupacitan.ac.id/index.php/Transformasi/article/viewFile/9/pdf

file:///C:/Users/L%20e%20n%20o%20v%20o/Downloads/skinner%20%20(1).pdf

http://ejournal.stainupacitan.ac.id/index.php/Transformasi/article/viewFile/9/pdf

Alwisol. (2005) Psikologi Kepribadian. Malang : Penerbit Universitas Muhammadyah Malang.


Boeree, CG. (1997) .Personality Theories :Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog
Dunia. (Alih bahasa: Inyiak Ridwan Muzir). Yogyakarta : Primasophie.
Koeswara, E. (1991) Teori-teori Kepribadian. Bandung Eresco.

29
LAMPIRAN

Kelompok anak-anak:

Kelompok Remaja :

Keluarga Kurang Mampu :

30
Kelompok Dewasa :

Kelompok Lansia :

31
Kelompok Disabilitas :

32

Anda mungkin juga menyukai