Anda di halaman 1dari 15

BOOK READING

HERPES GENITALIA

Oleh :

Elsa Hewuni, S.Ked


FAB 118 031

Pembimbing :

dr. Nyoman Yudha Santosa, Sp.KK


dr. Aris Aryadi Tjahyadi Oedi, Sp.KK
dr. Sulistyaningsih, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PALANGKARAYA
RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKARAYA
2019

1
HERPES GENITALIA

DASAR DIGANOSIS
 Kebanyakan orang dengan herpes genitalia tidak sadar dengan infeksi yang terjadi,
tapi dapat menularkan ke orang lain.
 Serologi spesifik dapat digunakan untuk membedakan antara tipe 1 dan tipe 2
 Diagnosis klinis harus dikonfimasi dengan melakukan pemeriksaan dari lesi pada
genital ( pemeriksaan kultur atau PCR) atau uji serologi spesifik.

PERTIMBANGAN UMUM
Infeksi virus Herpes Simpleks (HSV) merupakan infeksi endemis yang terjadi di
Amerika Serikat dan merupakan penyebab penyakit genital dan ulserasi orang yang
rekuren. Infeksi herpes genitalia disebabkan oleh virus HSV tipe 2 (HSV-2) dan yang
jarang oleh virus HSV tipe 1 (HSV-1). Walaupun kebanyakan infeksi ini bersifat
asimptomatik, pada infeksi HSV genitalia, baik tipe 1 atau tipe 2, dapat menyebabkan
penyakit vesikuler dan ulserasi pada orang dewasa, penyakit sistemik yang berat pada
neonatus dan penderita kelainan sistem imun. Infeksi HSV genitalia menyebabkan
peningkatan resiko terjadinya infeksi HIV pada penderita.
Penularan HSV-2 hampir selalu melalui seksual, sedangkan HSV-1 umunnya
ditularkan kontak kulit ke kulit (non-seksual). Estimasi insidensi HSV-2 saat ini lebih dari
1.5 juta pertahun. Pada populasi umum, seroprevalensi HSV-2 rendah apada penderita
dengan usia < 12 tahun, meningkat pesat berbanding lurus dengan aktivitas seksual dan
puncaknya pada usia awal 40’an. Seroprevalensi HSV-2 di Amerika meningkat sekitar
30% antara tahun 1978 dan 1991 sebesar 21,7%. Kebanyakan penderita dengan infeksi
HSV genitalia, infeksi awalnya tidak terdiagnosis dan rekurensinya juga tidak diketahui.
Infeksi HSV-2 orolabial jarang terjadi dan jika terjadi selalu berhubungan dengan infeksi
genitalia.
Infeksi HSV-1 biasanya muncul sebagai infeksi orolabial terutama pada masa
kanak-kanak dan seropositif didapatkan pada sekitar 20% anak usia <5 tahun. Peningkatan
seroprevalensi HSV-1 berbanding lurus dengan bertambahnya usia sekitar 70%. Pada
populasi umum lebih dari satu dekade, HSV-1 menjadi penyebab tersering terjadinya

2
infeksi infeksi genitalia, dengan perkiraan sekitar 50% kasus baru herpes genitalia yang
didapat.

PATOGENESIS
Infeksi HSV primer muncul pada daerah mukosa dengan infeksi retrograde yang
menyebar ke ganglia saraf sensorik. Mengikuti resolusi dari infeksi primer, HSV
memasuki masa laten pada ganglia saraf sensoris, dimana jika terjadi reaktivasi akan
menyebabkan infeksi aktif pada daerah mukosa mana saja yang diinervasi oleh saraf
ganglia.
Pada saat terjadinya infeksi primer HSV, sel natural killer (NK cells) merupakan
efektor penting sistem imun. Aktivasi sel NK tergantung pada produksi beberapa sitokin
yang berespon terhadap infeksi. Sitokin ini juga memiliki efek langsung dan tidak
langsung yang berperan penting untuk menahan proses replikasi virus. Saat respon imun
sudah matang, pembersihan HSV dari jaringan yang terinfeksi dimediasi oleh sel T,
termasuk mekanisme efektor yang dimediasi oleh sitokin (cytokine-mediated effector).
Pada tikus dan manusia, CD4 dan CD 8 sel T merupakan faktor yang penting pada fase
resolusi infeksi. Antibody memiliki peran yang terbatas pada kontrol infeksi HSV.
Efisiensi dari respon imun muncul mempengaruhi kuantitas virus yang terbentuk
pada ganglia. Walaupun elemen yang berperan pada kontrol ini masih belum diketahui,
interferon-ℽ (IFN-ℽ) merupakan elemen yang diketahui mememiliki peran yang penting.
IFN-ℽ mengaktivasi gen antiviral yang menghambat replikasi HSV dan dapat muncul
pada penurunan awal pada titer virus HSV lokal.

Gambar 14-1. Herpes genitalia primer pada vulva vagina

3
PENCEGAHAN
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya dan transmisi
dari herpes genitalia. Tidak ada jawaban yang “benar” untuk pencegahan, dan masing
masing individu harus mengetahui atau memastikan cara yang mana yang cocok untuk
gaya hidupnya. Semua orang yang didiagnosis dengan herpes genitalia harus diedukasi
agar mengenal penularan herpes genitalia dan diberikan pilihan terapi supresif harian yang
digunakan untuk mengurangi transmisi herpes genitalia. Pengukuran yang dilakukan
untuk menurunkan transmisi dan terjadinya herpes genitalia, yaitu :
1. Memberitahukan kepada pasangan yang baru bahwa ia terkena infeksi herpes
genitalia. Walaupun sulit untuk memberitahu pasangan bahwa pasien terkena infeksi
ini, petugas kesehatan harus memotivasi pasien untuk mengambil langkah yang
penting ini, yang dimaksudkan agar pasangan penderita dapat mengambil pilihan dan
jika cocok, dapat dilakukan modifikasi aktivitas seksual untuk menurunkan resiko
transmisi.
2. Penghindaran selama terjadinya infeksi. Saat dilakukan edukasi tentang tanda dan
gejala, kebanyakan pasien akan mengetahui gejala saat terjadinya infeksi.
3. Pemakaian kondom yang benar dan konsisten. Kondom pada pria dapat digunakan
untuk mencegah terjadinya transmisi, terutama saat 6-12 bulan pertama setelah
infeksi awal.
4. Pemilihan pasangan dengan status serologi HSV yang sama atau dengan herpes
genitalia.
5. Terapi supresif kronik. Penelitan terbaru menunjukan penurunan sebesar 70% pada
transmisi HSV oleh pasien yang terinfeksi yang melakukan terapi supresif harian.
Penurunan pada penyakit dan transmisi kemungkinan disebabkan oleh pengurangan
rekurensi herpes genital dan pengurangan subklinis.

PENEMUAN KLINIS
A. Tanda Dan Gejala
Infeksi genitalia denga HSV dapat dibedakan menjadi lima kategori : pertama kali
diketahui, episode primer pertama, episode nonprimer pertama, episode rekuren, dan
pelepasan subklinis.

4
1. Episode Pertamakali Diketahui.
Diagnosis klinis pada episode pertama dengan episode rekuren tidak dapat
dipercaya. Pada pasien, epside pertama kali diketahui adalah infeksi “inisial” baik itu
episode awal ataupun episode rekuren. Satu-satunya cara untuk mengklasifikasikan
episode awal secara pasti adalah adalah untuk mendokumentasikan konversi serologis, tetapi
klasifikasi seperti itu biasanya memiliki sedikit tujuan klinis. Semua episode awal
diketahui dapat dikendalikan dengan baik sebagai infeksi yang pertamakali didapat dapat
diberikan terapi rekomendasi terbaru dengan pemberian obat antivirus oral untuk HSV.
Meskipun terjadi peningkatan frekuensi pada penularan dan pelepasan virus lebih
mungkin terjadi dengan penularan infeksi baru-baru ini, rekomendasi untuk terapi supresif
harian didasarkan pada keinginan pasien untuk mengendalikan penyakit.
2. Episode Primer Pertama
Hal ini merujuk kepada infeksi baik HSV-1 atau pun HSV-2 pada individu yang
tidak pernah mengalami infeksi virus herpes simpleks. Pada host imunokompromais,
kejadian ini terkadang tidak diketahui.
Setelah periode inkubasi selama beberapa hari (rata-rata, 4 hari; jarak 1-14 hari),
papul kecil muncul yang cepat berubah menjadi vesikel dalam 24 jam. Vesikelnya dapat
jernih atau pustul, multipel dan berkembang dengan cepat menjadi ulkus yang dangkal,
tidak berindurasi dan ulkus yang nyeri. Penampakan lesi dapat berhubungan dengan
disuria, limfadenitis inguinal, vaginal discharge, dan servisitis. Pada infeksi primer, gejala
sistemik termasuk mialgia, malaise, demam, dan gejala “flu-like” dapat berhubungan
dengan penampakan lesi genital. Pada penampakan tipikal, tanda atau gejala minimal dan
biasanya tidak diketahui sebagai herpes genitalia herpes.
Kumpulan lesi dapat muncul dalam jangka waktu 1-2 minggu, dan timbulnya krusta
serta masa penyembuhan lesi membutuhkan waktu tambahan 1-2 minggu.
3. Episode Pertama Nonprimer
Hal ini merujuk kepada infeksi pada individu yang sebelumnya mengalami infeksi
salah satu tipe HSV. Biasanya terjadi pada individu dengan infeksi orolabial HSV-1 yang
selanjutnya mendapat infeksi baru HSV-2 genitalia. Biasanya, herpes genitalia yang
pertama kali dialami cenderung tidak terlalu berat pada gambaran klinisnya daripada
episode primer yang sebenarnya, yang disebabkan adanya, imunitas seluler dan humoral.
Sedikit lesi yang muncul, nyeri dan gejala sistemik lebih sedikit, dan resolusi lesi lebih
cepat daripada episode pertama primer. Episode awal biasanya membaik dalam waktu 5-7

5
hari. Episode awal nonprimer secara klinis menyerupai penyakit rekuren dan biasanya
keliru dianggap sebagai herpes genitalia rekuren, jika tidak diketahui sama sekali.
4. Episode rekuren
Herpes genitalia rekuren merujuk kepada episode kedua atau subsekuen dari herpes
genitalia dengan tipe virus yang sama. HSV-2 lebih sering rekuren daripada HSV-1 dan
dilaporkan >90% dari herpes genitalia rekuren. Nilai median rekurensi adalah 4 per tahun,
tapi sampai 38% dari penderita dapat mengalami sampai 6 kali rekurensi dalam setahun.
Rekurensi terjadi secara umum, klinis sedang dan sering tidak terdeteksi. Kejadian
biasanya tidak berhubungan dengan gejala sistemik tapi mungkin didapatkan prodromal
parestesia atau disestesia lokal.
Genitalia herpes rekuren dapat muncul bergerombol sebagai lesi vesikopustular atau
ulseratif lokal. Lesi biasanya lateralisasi pada satu sisi dari garis tengah. Lesi “atipikal”
lebih umum dan dapat keliru dianggap sebagai ekskoriasi atau iritasi. Lokasi predominan
dari lesi ada pada glans penis atau batang penis pria, intritus vagina atau labia pada wanita
dan pada daerah bokong dan area anus pada kedua jenis kelamin. Gejala awal neuropati
didapatkan sensasi panas dan nyeri yang dapat muncul 6-24 jam setalah munculnya lesi.
5. Pelepasan Subklinis
Pelepasan subklinis merujuk kepada deteksi virus pada tidak adanya lesi yang
muncul. Pemahaman tentang sejarah alami herpes genitalia telah bergeser dari penularan
intermiten menjadi satu pelepasan virus tingkat rendah yang dapat dideteksi dengan
metode deteksi antigen virus (kultur atau PCR) dari jalur genital pada 5-20% hari.
Pelepasan subklinis yang paling sering terjadi selama 6-12 bulan pertama terjadinya
infeksi, sekitar 40% hari. Pelepasan subklinis HSV-2 muncul hampir disemua pasien yang
terinfeksi, dengan perbandingan yang sama antara pria dan wanita, dan cenderung
berkurang frekuensinya dari waktu ke waktu. Sekitar 50% dari episode pelepasan
berhubungan sementara dengan penularan penyakit yang diketahui secara klinis, dengan
virus yang terdeteksi satu hingga beberapa hari pada saat proses atau saat resolusi lesi.
Pada pasien yang diberitahukan mengenai tanda dan gejala sedang dari kejadian rekuren
mungkin dapat mengenali beberapa dari periode tersebut ketika mereka merupakan
penderita dengan resiko penularan HSV kepada pasangannya. Pelepasan subklinis HSV-1
lebih sedikit daripada HSV-2, yang muncul pada 3-5% hari.

6
Gambar 14-2. A. Lesi vesikular dari infeksi virus herpes simpleks (HSV) pada vulva
vagina; B. Ulserasi genital akibat infeksi HSV pada penis; C. Infeksi HSV pada paha
posterior

Gambar 14-3. Infeksi HSV primer menunjukan gambaran vesikel yang intak dan
pustula yang dikelilingi oleh eritema dengan lesi sebelumnya, yang membertuk
krusta dan membaik.

7
Gambar 14-4. Infeksi HSV rekuren, menunjukkan gambaran vesikel yang
berkelompok pada glans penis.

B. Uji Diagnostik
Sampai saat ini, kultur virus merupakan “gold standart” untuk diganosis herpes.
Kultur merupakan diagnosis definitif dan dapat membedakan antara HSV-1 dan HSV-2,
yang sangat penting untuk prognosis dan konseling. Kultur sangat sensitif saat adanya lesi
pada tahap vesikuler-pustular. Namun sensitivitasnya tidak berlaku pada lesi yang ulserasi
dan berkrusta.
PCR 3-5 kali lebih sensitif daripada kultur virus, yang dilakukan oleh banyak
laboratorium dan dengan cepat mengganti kultur virus sebagai “gold standart”. Penting
untuk dicatat bahwa hasil kultur negatif untuk HSV tidak mengesampingkan herpes
genitalia.
Uji antibodi spesifik didasarkan pada glikoprotein G HSV yang merupakan alat
yang paling penting dan dapat diandalkan untuk mendiagnosis infeksi HSV yang kronis.
uji antibodi didasarkan pada fiksasi komplemen, imunofluoresen indirek atau teknologi
netralisasi yang tidak dapat membedakan antibodi antara HSV-1 dan HSV-2. Hasil negatif
dari uji antibodi dapat digunakan bahwa itu tidak termasuk diagnosis pada pasien yang
memiliki gejala sugestif dari herpes kronis atau rekuren. Hasil positif pada uji yang tidak
berdasarkan glikoprotein G HSV memiliki nilai diagnostik yang sedikit, karena
pemeriksaan serologi ini tidak didapat diandalkan untuk membedakan infeksi tipe 1 dan
tipe 2. Karena lebih dari setengah populasi orang dewasa di Amerika Serikat seropostif

8
HSV-1 yang merupakan hasil dari dari infeksi herpes labialis, hasil postif untuk antibodi
HSV-1 tidak menyediakan informasi diagnostik yang berguna untuk evaluasi penyakit
ulkus genitalia. Antibodi IgM biasanya muncul saat terjadinya HSV rekuren dan tidak
diindikasikan pada infeksi yang baru terjadi.
Uji serologis spesifik terbaru memiliki spesifisitas yang tinggi yaitu >98% untuk
mendeteksi antibodi HSV-2 dan senstitivitas >90%. Uji ini cepat, merupakan uji yang
dapat dilakukan pada serum atau seluruh spesimen darah yang dikumpulkan pada ujung
jari dan hasilnya akan ada dalam waktu >10 menit. Sangat penting untuk menentukan dan
melakukan uji berbasis glikoprotein G ketika melakukan uji serologis HSV. Uji spesifik
ini telah setujui oleh Food and Drug Administration (FDA): Western imunoblot,
HerpeSelect HSV-1 dan HSV-2 ELISA, HerpeSelect HSV-1 and HSV-2 imunoblot, BioKit
HVS-2 Rapid Assay, dan Captia HSV-1 and HSV-2
Uji diagnostik lain yang dapat dilakukan untuk lesi herpes adalah :
1. Uji imunofluoresens antibodi direk untuk antigen HSV. Walapun lebih cepat (4-6
jam) daripada kultur , uji ini tidak dapat membedakan HSV-1 dan HSV-2.
2. Uji ELISA (Enzyme-Linked Immunosirbent Assay) untuk antigen HSV pada spesimen
klinis. Uji ini menawarkan hasil yang lebih cepat dari pada kultur, tapi biasanya uji
ini terbatas pada laboratorium besar dan institusi pendidikan.
3. Microscopy of Papanicolau smears atau pewarnaan Giemsa (uji Tzanck). Uji ini,
walaupun tidak menghabiskan biaya yang banyak, tapi tidak senstif, nonspesifik dan
tidak direkomendasikan.

DIAGNOSIS BANDING
Adanya diskret genitalia dan ulkus pada anus pada orang dewasa muda yang aktif
secara seksual memiliki diagnosis banding yang lebih sempit. Diagnosis banding dari
herpes genitalia harus termasuk etiologi infeksi: sifilis, HIV primer, kankroid,
limfogranuloma venereum dan donova. Kankroid saat ini jarang terjadi di Amerika
Serikat dan sifilis sampai saat ini, riwayatnya rendah dan terkonsentrasi pada area dan
grup tertentu. Jadi, kebanyakan ulkus genital (>90%) disebabkan oleh HSV.
Chancre dari sifilis primer secara klasik tidak lunak, indurasi dan nonpurulen.
Penemuan tersebut dapat membedakan chancre sifilis dari infeksi lain ulserasi genital
dengan beberapa hal tertentu. Karakteristik ulkus yang lain kurang membantu dalam
membedakan etiologi infeksi, namun memberikan prevalensi perbedaan yang besar dari

9
herpes, dimana hampir semua ulkus genitalia disebabkan karena herpes genitalia.
Kemudian, sangat penting bahwa uji diagnostik HSV dapat dilakukan disemua lesi genital
sebisa mungkin untuk mencegah hilangnya diagnosis untuk penyebab ulkus genitalia yang
dapat diobati seperti sifilis.
Secara umum, lesi genitalia harus selalu dievaluasi dengan melakukan uji “swab”.
Uji ini dilakukan dengan mengambil spesimen untuk pemeriksaan kamar gelap untuk
Treponema pallidum dan mengambil speismen untuk pemeriksaan PCR. Skrining
serologik untuk sifilis harus dilakukan untuk evaluasi diagnostik lesi genitalia. Uji HIV
dianjurkan untuk semua individu dengan lesi genitalia.

KOMPLIKASI
Episode primer awal dapat menjadi sangat parah dan dapat berhubungan dengan
tanda dan gejala meningitis. pada analisis, cairan serebrospinal steril dan menunjukan
limfosit ayng predominan. Terapi antiviral akan mempercepat perbaikan penyakit klinis.
Sekuel jangka panjang dari herpes genitalia pada orang dewasa jarang terjadi.
Reaktivasi infeksi HSV-1, infeksi orolabial, pada orang dewasa dapat menyebabkan
keratitis atau ensefalitis. Infeksi herpes genitalia dapat meningkatkan resiko transmisi HIV
dan kemungkinan mendapat infeksi virus lainnya. Pada bayi baru lahir, infeksi herpes
dapat menjadi sangat berat, menyebabkan disabilitas neurologi permanen atau kematian.

Gambar 14-5 Infeksi HSV primer yang berat dengan vesikel yang ekstensif, ulserasi
dan penis yang edema

10
TATALAKSANA
Penanganan yang baik terhadap herpes genitalia diprediksi pada beberapa area
penting : diagnosis etiologi akurat, penanganan penyakit, menurunkan resiko transmisi
dan konseling emosional. Ada stigma yang tidak layak pada herpes genitalia dan sebagian
besar pasien membutuhkan jaminan terkait kesejahteraan seksual, kesehatan reproduksi
dan kemampuan untuk menurunkan resiko transmisi penyakit dan infeksi kepada
pasangan. Pasien harus didorong untuk memberitahukan pasangan mengenai infeksi yang
dialaminya tapi mungkin membutuhkan bantuan bagaimana cara memberitahukannya
kepada pasangan.
A. Farmakoterapi
Terapi antiviral untuk herpes genitalia inisial mencegah pembentukan lesi baru dan
menurunkan secara cepat pelepasan virus, infektivitas dan resiko autoinfeksi. Namun,
tidak memilik efek pada frekuensi dari rekuren subsekuen. Penanganan episodik
menurunkan durasi rekurensi 20-30%. Dosis harian, terapi antiviral efektif menekan
rekurensi HSV dan menurunkan pelepasan subklinis. Terapi episodik merupakan
tatalaksana yang paling efektif ketika dimulai segera saat muncul tanda atau gejala. Terapi
yang disadari merupakan elemen dari terapi episodik, untuk mencegah delay. Pasien,
harus diberikan sarana agar medikasi berjalan dengan baik dan dapat diakses dengan baik.
Semua regimen oral yang direkomendasikan untuk terapi herpes genitalia dapat
ditoleransi dengan baik dan berhubungan dengan beberapa efek yang merugikan.
Frekuensi dosis adalah perbedaan utama di antara beberapa terapi saat ini. Harus dicatat
bahwa asiklovir dapat diberikan 3 kali dalam sehari. Semua oral regimen dieksresikan
melalui ginjal dan dapat terjadi akumulasi ketika fungsi ginjal terganggu. Asiklovir,
valasiklovir dan famciklovir tidak boleh digunakan pada masa kehamilan tapi obat
kategori B pada FDA mungkin aman untuk ibu hamil dan fetus. Beberapa ahli
merekomendasikan pemakaian terapi asiklovir supresif selama akhir masa kehamilan
untuk wanita dengan riwayat herpes genitalia rekuren. Terapi supresif menunjukkan
penurunan rekurensi herpes genitalia, namun harus dilakukan operasi caesar.
Terapi supresif harian menurunkan frekuensi rekurensi dan pelepasan virus. Terapi
supresi harus dianjurkan kepada semua pasien dengan rekurensi yang sering, yaitu untuk
pasien dengan distress psikologis yang berhubungan dengan herpes genitalia dan pada
pasien yang berharap resiko transmisi menurun. Penelitian terbaru memasukkan pasangan
homoseksual monogami untuk evaluasi HSV-2 dengan pemakaian terapi supresif harian

11
untuk menurunkan resiko transmisi. Penelitian mendapatkan hasil penurunan transmisi
sebesar 45% dan penurunan perkembangan herpes genitalia pada pasangan yang rentan
sebesar 75%. Pertimbangan pemberian terapi supresif dilakukan untuk mengontrol
rekurensi dan menurunkan resiko transmisi. Akhirnya, pasien harus menentukan tujuan
mereka melakukan terapi dan membuat keputusan mengenai episodik dan terapi supresif.
Lidokain jeli topikal 2% terkadang berfungsi sebagai antiviral agen oral untuk
mengendalikan episode awal yang sangat berat pada wanita. Regimen ini harus
diaplikasikan secara teratur, tapi tidak lebih dari 24-36 jam.
B. Penilaian Tatalaksana Lainnya
Tidak ada bukti bahwa garam mandi, antiseptik topikal, lisin, vitamin, atau banyak
obat herpes yang dijual bebas lebih efektif daripada plasebo dalam pengobatan atau
pencegahan herpes genital.

Tabel 14-1. Rekomendasi regimen untuk tatalaksana herpes genitalia berdasarkan tipe
infeksinya.
Indikasi Regimen
Infeksi inisial Asiklovir, 400 mg 3 kali sehari (peroral) selama 7-10 hari
atau
Valasiklovir. 1 gr 2 kali sehari (peroral) selama 7-10 hari
atau
Famsiklovir, 250 mg 3 kali sehari (peroral) selama 7-10 hari

Infeksi rekuren Asiklovir, 400 mg 3 kali sehari selama 5 hari


Atau
Asiklovir, 800 mg 3 kali sehari selama 2 hari
Atau
Asiklovir, 800 mg 2 kali sehari selama 5 hari
Atau
Valasiklovir, 500 mg 2 kali sehari selama 3 hari
Atau valasiklovir, 1 gr 1 kali sehari selama 5 hari
Atau
Famsiklovir, 125 mg 2 kali sehari selama 5 hari
Atau
Famsiklovir, 1000 mg 2 kali sehari selama 1 hari.

Terapi supresif Asiklovir, 400 mg 2 kali sehari


Atau
Valasiklovir, 500 mg 1 kali sehari (dinaikkan sampai 1 gr
perhari pada pasien dengan kejadian >9 kali pertahun)
Atau
Famsiklovir, 250 mg dua kali sehari.

12
C. Evaluasi dan Tatalaksana Optimal
1. Episode Pertama
Spesimen yang berasal dari lesi klinis harus diambil untuk melakukan diagnosis,
tergantung dengan uji yang ada dan tahap munculnya pada pasien. Kultur virus atau uji
PCR dapat membedakan HSV-1 dan HSV-2 dan menentukan etiologi definitf dari ulkus
genitalia. Hasil kultur akan berkurang saat lesi mulai membaik, dengan hasil yang paling
baik saat tahap vesikopustular. Yang dibutuhkan untuk dilakukannya uji adalah harus
dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya kebiasaan berisiko atau kemungkinan klinis
adanya sifilis, kankroid, HIV primer, atau penyakit seksual menular lainnya. Beberapa uji
termasuk pemeriksaan kamar gelap, evaluasi plasma serum, Veneral Disesase Research
Laboratory (VDRL), uji aglutinasi partikel T pallidum (TP-PA) dan uji antibodi DNA
atau RNA HIV. Pemeriksaan serologi spesifik untuk HSV-1 dan HSV-2 dapat digunakan
untuk evaluasi inisial untuk kultur HSV atau lesi PCR negatif. Serokonversi untuk infeksi
HSV yang baru didapat membutuhkan waktu 8-12 minggu dengan menggunakan uji
serologi spesifik saat ini.
Antivirus yang diberikan secara oral harus diberikan selama 7-10 hari. Pasien dapat
mengharapkan bahwa gejala dapat berkurang dalam 3-4 hari. Jika gejala tidak berkurang,
pasien harus diperiksa ulang dan harus dipertimbangkan bahwa pasien kemungkinan
mengalami infeksi sekunder. Lesi yang persisten selama >14 hari harus dipertimbangkan
sebagai koinfeksi HIV.
Semua pasien dengan ulkus genitalia harus direevaluasi dalam 1 minggu. Petugas
kesehatan harus mempertimbangkan untuk dilakukan ulang uji serologi untuk sifilis dan
pemeriksaan untuk infeksi genital lainnya. Jika hasil uji virologi inisial HSV negatif,
serologi spesifik HSV dapat diambil <6 minggu, dan lebih baik pada 3 bulan setelah
muncul. Semua pasien harus dikonsultasikan mengenai opsi tatalaksana, dengan tujuan
memperoleh hasil yang diinginkan seperti mengendalikan penyakit dan mengurangi
penularan HSV.
2. Episode rekuren
Spesimen virologi harus diambil dari lesi yang aktif, jika diagnosis tidak dapat
ditentukan lebih cepat. Pertimbangan harus diberikan untuk mendapatkan serologi spesifik
pada pasien dengan lesi atipikal, hasil negatif pada uji virologi, atau lesi yang tidak dapat
diuji untuk HSV.

13
Uji HIV harus dianjurkan untuk pasien yang status HIV-nya belum diketahui.
Episode tatalaksana dengan agen antiviral oral harus dianjurkan. Semua pasien harus
diberitahukan mengenai pilihan terapi yang penuh (terapi episodik lanjutan yang mungkin
dimulai pada awal adanya tanda atau gejala dari terjadinya infeksi atau terapi supersif
untuk mencegah rekurensi dan menurunkan resiko transmisi).
D. Konseling
Pertama dan yang paling penting, penyedia kesehatan harus memberi informasi
yang akurat mengenai semua aspek penyakit. Penderita herpes genitalia yang baru saja
didiagnosis secara emosional dapat mengalami trauma, yang dapat menyulitkan
pemahaman dan penyimpanan informasi pada saat diagnosis. Informasi penting yang
dapat disampaikan pada pasien terdapat pada tabel 14-2.
Kesempatan harus ditawarkan pada kunjungan tindak lanjut untuk mengatasi
masalah pasien dan untuk memberikan konseling yang tepat. Pasien dapat diberikan
informasi tertulis dan menunjukkan website yang mengacu pada penyakitnya.

Tabel 14-2. Rekomendasi informasi yang dapat diberitahukan kepada pasien yang baru
didiagnosis dengan herpes genitalia.

Banyak orang dewasa yang aktif secara seksual (>20%) terkena infeksi herpes genitalia,
dan kebanyakan (90%) tidak menyadarinya.
Terapi yang efektif sudah tersedia untuk episode inisial dan rekuren, serta supresifnya
Terapi supresif harian dapat mencegah terjadinya transmisi.
Episode rekuren cenderung lebih ringan dari pada episode inisial
Transmisi herpes biasanya didapatkan dari pasangan yang tidak menyadari terjadinya
infeksi atau tidak percaya bahwa ia terinfeksi.
Infeksi HSV-2 genitalia berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya HIV, dan
dengan meningkatnya resiko transmisi HIV pada mereka yang terinfeksi HSV-1 dan
HSV-2.
Herpes genitalia tidak mempengaruhi fertilitas, namun adanya resiko yang tinggi terhadap
transmisi neonatal pada wanita dengan infeksi yang didapat saat masa kehamilan,
umumnya pada trimester ketiga.

14
KAPAN DATANG KE SPESIALIS
Walaupun infeksi herpes genitalia yang resisten terhadap asiklovir jarang terjadi, hal
tersebut dapat terjadi pada pasien dengan imunokompromais yang tidak taat terhadap
terapi antivirus. Jika dicurigai infeksi resisten, konsultasi dengan spesialis dibutuhkan
untuk memastikan diagnosis dan mendapatkan terapi antiviral yang sesuai.

PROGNOSIS
Terjadinya infeksi herpes genitalia dapat selesai dengan sendirinya; namun,
frekuensi rekurensi dari infeksi bervariasi. Selama periode jangka panjang, tidak terjadi
rekurensi, tapi pada beberapa pasien, episode penyakit berlanjut. Baiknya, tatalaksana
antiviral aman dan dapat ditoleransi dengan baik dan hasil klinis pada psien dengan
penyakit rekuren dapat meningkat dengan pemberian terapi supresif harian.

POIN PELAKSANAAN
 Semua pasien yang didiagnosis dengan herpes genitalia harus diedukasi untuk
mengetahui terjadinya herpes genitalia dan diberikan pilihan terapi supresif harian
yang bertujuan untuk mengurangi transmisi herpes genitalia.
 Episode terapi merupakan episode yang paling efektif ketika langsung dimulai ketika
muncul tanda dan gejala paling awal.

15

Anda mungkin juga menyukai

  • Ileus Obstruktif
    Ileus Obstruktif
    Dokumen14 halaman
    Ileus Obstruktif
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • REFERAT Depresi
    REFERAT Depresi
    Dokumen27 halaman
    REFERAT Depresi
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • Lapkas
    Lapkas
    Dokumen29 halaman
    Lapkas
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • Referat Jiwa
    Referat Jiwa
    Dokumen49 halaman
    Referat Jiwa
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • Vaskularisasi Faring-EFRAIM
    Vaskularisasi Faring-EFRAIM
    Dokumen4 halaman
    Vaskularisasi Faring-EFRAIM
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • Lapsus
    Lapsus
    Dokumen44 halaman
    Lapsus
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • Referat Gad
    Referat Gad
    Dokumen25 halaman
    Referat Gad
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • Referat Delirium
    Referat Delirium
    Dokumen24 halaman
    Referat Delirium
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • Referat
    Referat
    Dokumen24 halaman
    Referat
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Herpes Simpleks Genitalis
    Laporan Kasus Herpes Simpleks Genitalis
    Dokumen36 halaman
    Laporan Kasus Herpes Simpleks Genitalis
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • CHF + HHD + AF Fix
    CHF + HHD + AF Fix
    Dokumen18 halaman
    CHF + HHD + AF Fix
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • Apendisitis
    Apendisitis
    Dokumen15 halaman
    Apendisitis
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Ket
    Laporan Kasus Ket
    Dokumen14 halaman
    Laporan Kasus Ket
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • Penurunan Kesadaran
    Penurunan Kesadaran
    Dokumen29 halaman
    Penurunan Kesadaran
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat