Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Guru merupakan ujung tombak keberhasilan pendidikan. Profesionalisme
seorang guru terlihat dari kompetensinya sebagai seorang guru yang terdiri dari
kompetensi pedagogik, profesional, keperibadian dan sosial. Salah satu dimensi
kompetensi guru sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru adalah kompetensi profesional. Dengan Permendiknas tersebut
berarti seorang guru harus kompeten dalam melakukan kinerja profesionalnya.
Kompetensi profesional guru menurut Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007
terdiri dari kemampuan guru dalam: (1) menguasai materi, struktur, konsep, dan
pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu; (2) menguasai
standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/ bidang pengembangan
yang diampu; (3) mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara
kreatif; (4) mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
melakukan tindakan reflektif; dan (5) memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.
Efektivitas pelaksanaaan kinerja profesional guru sangat bergantung pada
kompetensi kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya diantaranya dalam
melakukan supervisi akademik. Untuk melaksanakan supervisi akademik, kepala
sekolah sebagai supervisor dan penanggungjawab kegiatan di sekolah harus
mampu menyusun program, melaksanakan, dan melakukan tindak lanjut supervisi
akademik di sekolah yang dipimpinnya. Pelaksanaan supervisi akademik yang
baik oleh kepala sekolah akan menghasilkan kompetensi guru dalam memfasilitasi
pembelajaran yang baik pula. Selanjutnya, pembelajaran yang dilaksanakan
dengan baik akan berdampak pada peningkatan prestasi siswa. Dengan demikian,
keberhasilan siswa dalam pembelajaran sangat bergantung pada kemampuan guru
dalam memfasilitasi pembelajaran dan kompetensi kepala sekolah dalam
melaksanakan supervisi akademik.
Kompetensi supervisi akademik kepala sekolah terdiri dari tiga aspek yaitu
kompetensi dalam menyusun program, melaksanakan, mengevaluasi dan
menindaklanjuti temuan-temuan ketika melaksanakan supervisi akademiknya.
Program supervisi akademik yang harus disusun oleh seorang kepala sekolah
merupakan pedoman atau acuan dalam melaksanakan supervisi akademik. Selain
itu, program supervisi akademik juga dapat mengembangkan kemampuan guru
dalam mengelola pembelajaran secara efektif. Dari hasil pelaksanaan supervisi
akademik, kepala sekolah juga harus mampu merefleksi kinerjanya dan
melaksanakan tindak lanjut sebagai umpan balik yang sangat berguna untuk
peningkatan kualitas baik bagi siswa, guru, maupun dirinya yang pada akhirnya
dapat meningkatkan kualitas pendidikan di sekolahnya.
Berdasarkan hasil refleksi diri yang telah dilakukan oleh peneliti sebagai
kepala sekolah, selama ini kepala sekolah melaksanakan tugas supervisi
akademiknya dengan menerapkan pendekatan supervisi langsung secara
individual, dengan cara mendatangi guru yang sedang bertugas, mengamati
kinerjanya dan melakukan penilaian. Pendekatan supervisi individual ini tidak
terlalu efektif untuk meningkatkan kompetensi guru dalam melaksanakan
tugasnya khususnya yang berkaitan dengan kompetensi profesionalnya. Hasil
kajian empirik yang peneliti lakukan terhadap guru-guru di SDN Aluekaol
menunjukkan bahwa kompetensi profesional guru masih rendah terutama pada
kompetensi guru dalam mengembangkan materi pembelajaran yang diampu
secara kreatif. Rata-rata kemampuan guru dalam mengembangkan materi
pembelajaran yang diampunya berdasarkan penilaian kinerja guru terhadap 11
orang guru di SDN Aluekaol, diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 1.1
Kompetensi Guru dalam Mengembangkan Materi Pembelajaran

No Rata-rata
. Aspek
Skala 4 Skala 100
A. Keterurutan 2,14 53,41
B. Keberjenjangan 2,27 56,82
C. Kedalaman 1,77 44,32
D. Keluasan 2,18 54,55
Nilai Rata-rata Keseluruhan 2,09 52,27
Hasil analisis data pada tabel di atas menunjukkan bahwa kompetensi
guru dalam mengembangkan materi pembelajaran yang diampu masih pada
kategori sedang yaitu indeks rata-rata 2,09 atau 52,27. Hasil refleksi terhadap
temuan tersebut menunjukkan bahwa faktor yang menyebabkan masih rendahnya
kompetensi guru tersebut diduga disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.
Faktor internal yang diduga mempengaruhi rendahya kompetensi profesional guru
antara lain:
1. Guru belum memahami teknik pengembangan materi pembelajaran;
2. Guru tidak melakukan analisis materi pembelajaran sebelum mengembangkan
bahan ajar atau materi pembelajaran; dan
3. Kurangnya motivasi diri guru untuk melakukan kinerja profesionalnya dengan
baik.
Faktor eksternal yang diduga mengakibatkan rendahnya kompetensi
profesional guru adalah pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah yang lebih
bersifat menilai. Idealnya, supervisi dilaksanakan secara kolegial, tidak
menggurui, bersifat kemitraan dan pendampingan, serta dilakukan melalui diskusi
dan curah pendapat secara terbuka dan fleksibel untuk membantu guru merefleksi
kinerjanya dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Salah satu pendekatan yang
mengedepankan kemitraan atau rekan kerja antara kepala sekolah sebagai
supervisor akademik dan guru sebagai orang yang disupervisi, lebih bersifat
mendampingi melalui diskusi dan curah pendapat secara terbuka dan fleksibel
serta memiliki tujuan yang jelas untuk membantu guru berkembang menjadi
tenaga-tenaga profesional melalui kegiatan-kegiatan reflektif adalah pendekatan
supervisi kolaboratif.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, untuk mengatasi masalah
rendahnya kompetensi profesional guru dalam melaksanakan tugas
profesionalnya, maka diterapkan tindakan berupa pendekatan supervisi yang
belum pernah dilakukan sebelumnya yaitu pendekatan supervisi kolaboratif.
Tindakan tersebut selanjutnya diteliti melalui penelitian tindakan sekolah yang
berjudul “Meningkatkan Kompetensi Profesional Mengembangkan Materi
Pembelajaran Melalui Pendekatan Supervisi Kolaboratif di SD Negeri Alurkol
Tahun Pelajaran 2017/2018”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah penelitian dapat dirumuskan
apakah pendekatan supervisi kolaboratif dapat meningkatkan kompetensi
profesional guru mengembangkan materi pelajaran di SD Negeri Alurkol Tahun
Pelajaran 2017/2018.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian tindakan sekolah yang telah dilaksanakan ini adalah
untuk mengetahui pendekatan supervisi kolaboratif dapat meningkatkan
kompetensi profesional guru mengembangkan materi pelajaran di SD Negeri
Alurkol Tahun Pelajaran 2017/2018.

D. Manfaat Hasil Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi kepala sekolah, guru,
sekolah dan dinas pendidikan sebagai berikut:
1. Bagi Kepala Sekolah
a. Menjadi rujukan untuk menerapkan pendekatan supervisi kolaboratif dapat
dijadikan sebagai alternatif pendekatan supervisi untuk meningkatkan
kompetensi guru
b. Memberikan gambaran tentang kompetensi profesional guru setelah
diterapkan pendekatan supervisi kolaboratif untuk selanjutnya dijadikan
sebagai bahan untuk merumuskan tindak lanjut kegiatan supervisi.
2. Bagi Guru
a. Meningkatkan kompetensi profesional guru
b. Memberikan gambaran tentang kompetensi dirinya sebagai guru khususnya
pada aspek kompetensi profesional untuk selanjutnya dijadikan bahan
refleksi untuk meningkatkan kinerjanya
3. Bagi Sekolah
Meningkatnya kualitas sekolah sebagai dampak meningkatnya kualitas kerja
guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
4. Bagi Dinas Pendidikan
Dapat dijadikan rujukan dalam menentukan kebijakan untuk memberikan
dukungan penuh secara simultan dan berkelanjutan dalam meningkatkan
kinerja guru. Hasil PTS ini pun dijadikan bahan untuk melakukan perbaikan
dan peningkatan mutu kinerja sekolah.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pendekatan Supervisi Kolaboratif


Perumusan atau pengertian supervisi dapat dijelaskan dari berbagai sudut
pandang, baik menurut asal usul (etimologi), bentuk perkataannya, maupun isi
yang terkandung di dalam perkataanya itu (semantic). Secara etimologis, supervisi
menurut Wajowasito dan Poerwadarminta yang dikutip oleh Ametembun (1993:1)
Supervisi dialihbahasakan dari perkataan inggris “Supervision” artinya
pengawasan’. Pengertian supervisi secara etimologis masih menurut Ametembun
(1993:2), menyebutkan bahwa dilihat dari bentuk perkataannya, supervisi terdiri
dari dua buah kata super + vision : Super = atas, lebih, Vision = lihat, tilik, awasi.
Makna yang terkandung dari pengertian tersebut, bahwa seorang supervisor
mempunyai kedudukan atau posisi lebih dari orang yang disupervisi, tugasnya
adalah melihat, menilik atau mengawasi orang-orang yang disupervisi.
Supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah, tentu memiliki misi yang
dan tujuan tertentu. Dalam hal ini supervisi lebih ditujukan untuk memberikan
pelayanan kepada guru dalam melakukan kinerja profesionalnya secara efektif dan
efisien serta mengembangkan mutu pembelajaran. Dalam konteks pengawasan
mutu pendidikan, maka supervisi oleh kepala sekolah antara lain kegiatannya
berupa pengamatan secara intensif terhadap proses pembelajaran di sekolah,
kemudian ditindak lanjuti dengan pemberian feed back (Razik, 1995: 559). Hal ini
sejalan pula dengan pandangan Drake (1980: 278) yang menyebutkan bahwa
supervisi adalah suatu istilah yang sophisticated, sebab hal ini memiliki arti yang
luas, yakni identik dengan proses manajemen, administrasi, evaluasi dan
akuntabilitas atau berbagai aktivitas serta kreativitas yang berhubungan dengan
pengelolaan sekolah.
Rifa’i (1992: 20) merumuskan istilah supervisi merupakan pengawasan
profesional, sebab hal ini di samping bersifat lebih spesifik juga melakukan
pengamatan terhadap kegiatan akademik yang mendasarkan pada kemampuan
ilmiah, dan pendekatannya pun bukan lagi pengawasan manajemen biasa, tetapi
lebih bersifat menuntut kemampuan profesional yang demokratis dan humanistik
oleh para pengawas pendidikan.
Gregorio (1966) mengemukakan bahwa ada lima fungsi utama supervisi,
yaitu: sebagai inspeksi, penelitian, pelatihan, bimbingan dan penilaian. Fungsi
inspeksi antara lain berperan dalam mempelajari keadaan dan kondisi sekolah, dan
pada lembaga terkait, maka tugas seorang supevisor antara lain berperan dalam
melakukan penelitian mengenai keadaan sekolah secara keseluruhan baik pada
kepala sekolah, guru, siswa, kurikulum tujuan belajar maupun metode mengajar,
dan sasaran inspeksi adalah menemukan permasalahan dengan cara melakukan
observasi, interview, angket, pertemuan-pertemuan dan daftar isian.
Fungsi penelitian adalah mencari jalan keluar dari permasalahan yang
sedang dihadapi, dan penelitian ini dilakukan sesuai dengan prosedur ilmiah,
yakni merumuskan masalah yang akan diteliti, mengumpulkan data, mengolah
data, dan melakukan analisis guna menarik suatu kesimpulan atas apa yang
berkembang dalam menyusun strategi untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut. Fungsi pelatihan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan
keterampilan kepala sekolah dalam suatu bidang. Dalam pelatihan diperkenalkan
kepada yang disupervisi cara-cara baru yang lebih sesuai dalam melaksanakan
suatu proses pembelajaran, dan jenis pelatihan yang dapat dipergunakan antara
lain melalui demonstrasi mengajar, workshop, seminar, observasi, individual dan
group conference, serta kunjungan supervisi. Fungsi bimbingan sendiri diartikan
sebagai usaha untuk mendorong guru baik secara perorangan maupun kelompok
agar mereka mau melakukan berbagai perbaikan dalam menjalankan tugasnya.
Kegiatan bimbingan dilakukan dengan cara membangkitkan kemauan, memberi
semangat, mengarahkan dan merangsang untuk melakukan percobaan, serta
membantu menerapkan sebuah prosedur yang baru. Fungsi penilaian adalah untuk
mengukur tingkat kemajuan yang diinginkan, seberapa besar telah dicapai dan
penilaian ini dilakukan dengan beragai cara seperti tes, penetapan standar,
penilaian kemajuan belajar siswa, melihat perkembangan hasil penilaian sekolah
serta prosedur lain yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan.
Supervisor adalah seorang yang profesional. Dalam menjalankan
tugasnya, ia bertindak atas dasar kaidah-kaidah ilmiah untuk meningkatkan mutu
pendidikan. Untuk melakukan supervisi diperlukan kelebihan yang dapat melihat
dengan tajam terhadap permasalahan peningkatan mutu pendidikan, menggunakan
kepekaan untuk memahaminya dan tidak hanya sekedar menggunakan
penglihatan mata biasa. Ia membina peningkatan mutu akademik melalui
penciptaan situasi belajar yang lebih baik, baik dalam hal fisik maupun
lingkungan nonfisik.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa supervisi
pendidikan merupakan pembinaan guru oleh kepala sekolah atau pengawas
sekolah untuk memperbaiki dan meningkatkan proses dan prestasi yang
dibinanya. Keberhasilan kegiatan supervisi sangat bergantung pada pendekatan
yang diterapkan. Nolan (2011) merinci pendekatan supervisi menjadi tiga jenis
yaitu:
1. Pendekatan langsung (direktif)
Pendekatan langsung adalah pendekatan supervisi oleh supervisor dengan
memberikan arahan secara langsung dalam merespon stimulus dari orang yang
disupervisi. Pendekatan langsung dapat dilakukan melalui kegiatan
menjelaskan, menyajikan, mengarahkan, memberi contoh, menetapkan tolak
ukur dan menguatkan.
2. Pendekatan tidak langsung (nondirektif)
Pendekatan tidak langsung adalah pendekatan supervisi oleh supervisor dengan
memberikan arahan secara tidak langsung dalam merespon stimulus dari orang
yang disupervisi. Pendekatan ini memberikan kesempatan yang leluasa kepada
orang yang disupervisi untuk mengutarakan masalahnya. Pendekatan tidak
langsung dapat dilakukan melalui kegiatan mendengarkan, memberi
penguatan, menjelaskan, menyajikan dan memecahkan masalah.
3. Pendekatan kolaboratif
Pendekatan kolaboratif merupakan gabungan antara pendekatan langsung dan
tidak langsung. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang baru yang
memungkinkan supervisor dan yang disupervisi untuk bersama-sama sepakat
dalam menetapkan struktur, proses dan kriteria dalam melaksanakan proses
supervisi. Pendekatan kolaboratif dapat dilakukan melalui kegiatan
menyajikan, menjelaskan, mendengarkan, menyajikan, memecahkan masalah,
dan negosiasi
Pendekatan supervisi kolaboratif dilaksanakan oleh supervisor dengan
berbagi tanggung jawab dengan orang yang disupervisi. Dengan demikian, pada
saat kepala sekolah melaksanakan supervisi kolaboratif, maka kepala sekolah
berbagi tanggung jawab dengan guru. Tugas supervisi oleh kepala sekolah dalam
supervisi kolaboratif adalah mendengarkan dan memperhatikan secara cermat
keluhan guru terhadap masalah perbaikan, peningkatan, dan pengembangan
kinerjanya. Dalam pendekatan supervisi kolaboratif, kepala sekolah dapat
meminta penjelasan guru terhadap hal-hal yang kurang dipahaminya. Selanjutnya,
kepala sekolah mendorong guru untuk mengaktualisasikan pemikiran bersama
dalam praktik nyata pemecahan masalah yang berkaitan dengan tugas guru
(Glickman, 1984).
Beberapa pakar supervisi mengemukakan bahwa gagasan pendekatan
supervisi kolaboratif diilhami oleh gerakan hubungan instansi. Gerakan ini
sekaligus merupakan reaksi terhadap praktik model supervisi klasik yang
mengatakan bahwa fungsi supervisi adalah untuk mengawasi mutu dengan cara
mengarahkan, menunjukkan, mengharuskan, memantau, menilai dan mengajar
(Wiles & Lovell, 1975). Dalam praktik supervisi, pendekatan ini disebut juga
sebagai supervisi kolegial, kesejawatan atau kolaboratif, yang lebih banyak
mengilhamikarya para pakar supervisi klinis.
Flanders (1976) menyatakan bahwa supervisi kolaboratif merupakan
supervisi yang berbasis kemitraan antara supervisor dengan yang disupervisi,
dimana supervisor berposisi sebagai mitra yang lebih berpengalaman untuk
melakukan proses inkuiri dan pemecahan masalah. Lerch (1980) dan Werner
(1980) menyatakan bahwa kepala sekolah dalam melaksanakan kinerjanya
memiliki harapan untuk berbagi tanggung jawab, sehingga mereka menyimpulkan
bahwa pendekatan supervisi kolaboratif akan lebih efektif diterapkan karena
adanya kolegialitas antara kepala sekolah sebagai supervisor dan guru dalam
memecahkan masalahnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Reavis dan Thompson
(1979) yang menyatakan bahwa supervisi harus didasarkan pada kepedulian yang
disupervisi, dan bukan pada kepedulian supervisor.
Pemilihan pendekatan supervisi akan sangat tergantung dari karakteristik
yang disupervisinya. Jika yang disupervisi berkemampuan dan motivasi rendah
cenderung untuk disupervisi dengan pendekatan langsung. Mereka yang telah
berhasil mengembangkan kompetensi dan motivasinya cenderung sesuai untuk
disupervisi dengan pendekatan kolaboratif. Selanjutnya, jika yang disupervisi
memiliki latar belakang pengalaman luas dan kompetensi serta motivasinya tinggi
baik dalam bekerjasama maupun bekerja mandiri, maka pendekatan yang sesuai
untuk diterapkan adalah pendekatan tidak langsung.

B. Kompetensi Profesional Guru


Saat ini banyak ahli yang memberi definisi tentang kompetensi.
Purwadarminta (2011) mengartikan kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan)
untuk menentukan atau memutuskan suatu hal. Menurutnya, kompetensi terkait
dengan kemampuan seseorang dalam melaksanakan kewenangannya. Guru
merupakan masyarakat sekolah yang merupakan ujung tombak keberhasilan
sekolah tersebut. Seorang guru harus kompeten dalam melaksanakan tugasya.
Terkait kompetensi guru, Sagala (dalam Hubolo, 2011: 18) medefinisikan bahwa
kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang
harus dimiliki oleh kepala sekolah dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya. Pernyataan serupa dinyatakan oleh Usman (2010) bahwa kompetensi
adalah ” suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang,
baik kualitatif maupun kuantitatif”. Dengan demikian, kompetensi guru
merupakan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki seorang guru meliputi
pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya yang diwujudkan dalam bentuk kebiasaan berpikir dan bertindak
sepanjang hayat.
Kompetensi guru terdiri dari kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial,
dan profesional. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun
2007 tentang tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
dinyatakan bahwa guru harus memiliki empat kompetensi yaitu kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Guru yang kompeten adalah guru
yang memiliki empat kompetensi tersebut. Salah satu kompetensi guru terkait
dengan mata pelajaran yang diampunya adalah kompetensi profesional.
Kompetensi profesional guru menurut Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007
terdiri dari kemampuan guru dalam: (1) menguasai materi, struktur, konsep, dan
pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu; (2) menguasai
standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/ bidang pengembangan
yang diampu; (3) mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara
kreatif; (4) mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
melakukan tindakan reflektif; dan (5) memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.
Dalam melaksanakan tugas dan mengembangkan kompetensinya, guru
harus diawasi dan didampingi oleh kepala sekolah sebagai atasan langsungnya
melalui proses supervisi pembelajaran atau supervisi akademik. Glickman (1981)
mendefinisikan supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru
mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Hal ini senada dengan pernyataan Daresh (1989) yang
menyatakan bahwa supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru
mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran. Dengan
demikian, esensi supervisi akademik itu sama sekali bukan menilai unjuk kerja
guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru
mengembangkan kemampuan profesionalnya. Meskipun demikian, supervisi
akademik tidak bisa terlepas dari penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola
pembelajaran. Apabila di atas dikatakan bahwa supervisi akademik merupakan
serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola
proses pembelajaran, maka menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses
pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan
prosesnya (Sergiovanni, 1987).
Penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran sebagai
suatu proses pemberian estimasi kualitas unjuk kerja guru dalam mengelola proses
pembelajaran, merupakan bagian integral dari serangkaian kegiatan supervisi
akademik. Apabila dikatakan bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian
kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya, maka dalam
pelaksanaannya terlebih dahulu perlu diadakan penilaian kemampuan guru,
sehingga bisa ditetapkan aspek yang perlu dikembangkan dan cara
mengembangkannya.
Alfonso, Firth, dan Neville (1981) menegaskan “ Instructional supervision
is here in defined as: behavior officially designed by the organization that directly
affects teacher behavior in such a way to facilitate pupil learning and achieve the
goals of organization”. Menurut mereka, terdapat tiga kunci pokok dalam
pengertian supervisi akademik.
1. Supervisi akademik harus secara langsung mempengaruhi dan
mengembangkan perilaku guru dalam mengelola proses pembelajaran. Inilah
karakteristik esensial supervisi akademik. Sehubungan dengan ini, janganlah
diasumsikan secara sempit, bahwa hanya ada satu cara terbaik yang bisa
diaplikasikan dalam semua kegiatan pengembangan perilaku guru. Tidak ada
satupun perilaku supervisi akademik yang baik dan cocok bagi semua guru
(Glickman, 1981). Tegasnya, tingkat kemampuan, kebutuhan, minat, dan
kematangan profesional serta karakteristik personal guru lainnya harus
dijadikan dasar pertimbangan dalam mengembangkan dan
mengimplementasikan program supervisi akademik (Sergiovanni, 1987 dan
Daresh, 1989).
2. Perilaku supervisor dalam membantu guru mengembangkan
kemampuannya harus didesain secara ofisial, sehingga jelas waktu mulai dan
berakhirnya program pengembangan tersebut. Desain tersebut terwujud dalam
bentuk program supervisi akademik yang mengarah pada tujuan tertentu. Oleh
karena supervisi akademik merupakan tanggung jawab bersama antara
supervisor dan guru, maka alangkah baiknya jika programnya didesain bersama
oleh supervisor dan guru.
3. Tujuan akhir supervisi akademik adalah agar guru semakin mampu
memfasilitasi siswa dalam pembelajaran.
Tujuan supervisi akademik adalah membantu guru mengembangkan
kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran yang telah dicanangkan bagi
siswanya (Glickman, 1981). Melalui supervisi akademik diharapkan kualitas
akademik yang dilakukan oleh guru semakin meningkat (Neagley, 1980).
Pengembangan kemampuan dalam konteks ini janganlah ditafsirkan secara
sempit, semata-mata ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan
mengajar guru, melainkan juga pada peningkatan komitmen (commitmen) atau
kemauan (willingness) atau motivasi (motivation) guru, sebab dengan
meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru, kualitas pembelajaran akan
meningkat. Sedangkang menurut Sergiovanni (1987) ada tiga tujuan supervisi
akademik sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Pengem-bangan Profesionalisme

TIGA TUJUAN SUPERVISI

Penum-buhan Motivasi Pengawas-an kualitas

Gambar 2.1. Tiga Tujuan Supervisi

1. Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud membantu guru


mengembangkan kemampuan profesionalnnya dalam memahami kegiatan
akademik, kehidupan kelas, mengembangkan keterampilan mengajarnya dan
menggunakan kemampuannya melalui teknik-teknik tertentu.
2. Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud untuk memonitor
kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan memonitor ini bisa dilakukan
melalui kunjungan kepala sekolah ke kelas di saat guru sedang mengajar,
percakapan pribadi dengan guru, teman sejawatnya, maupun dengan sebagian
siswanya.
3. Supervisi akademik diselenggarakan untuk mendorong guru menerapkan
kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya, mendorong
guru mengembangkan kemampuannya sendiri, serta mendorong guru agar ia
memiliki perhatian yang sungguh-sungguh (commitment) terhadap tugas dan
tanggung jawabnya.

Terdapat beberapa prinsip lain yang harus diperhatikan dan direalisasikan


oleh supervisor dalam melaksanakan supervisi akademik, yaitu sebagai berikut:
1. Supervisi akademik harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang
harmonis. Hubungan kemanusiaan yang harus diciptakan harus bersifat
terbuka, kesetiakawanan, dan informal. Hubungan demikian ini bukan saja
antara kepala sekolah sebagai supervisor dengan guru, melainkan juga antara
supervisor dengan pihak lain yang terkait dengan program supervisi akademik.
Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya supervisor harus memiliki sifat-sifat,
seperti sikap membantu, memahami, terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusias, dan
penuh humor (Dodd, 1972).
2. Supervisi akademik harus dilakukan secara berkesinambungan. Supervisi
akademik bukan tugas yang bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-
waktu jika ada kesempatan. Perlu dipahami bahwa supervisi akademik
merupakan salah satu essential function dalam keseluruhan program sekolah
(Alfonso dkk., 1981 dan Weingartner, 1973). Apabila guru telah berhasil
mengembangkan dirinya tidaklah berarti selesailah tugas supervisor, melainkan
harus tetap dibina secara berkesinambungan. Hal ini logis, mengingat problema
proses pembelajaran selalu muncul dan berkembang.
3. Supervisi akademik harus demokratis. Supervisor tidak boleh mendominasi
pelaksanaan supervisi akademiknya. Titik tekan supervisi akademik yang
demokratis adalah aktif dan kooperatif. Supervisor harus melibatkan secara
aktif guru yang dibinanya. Tanggung jawab perbaikan program akademik
bukan hanya pada supervisor melainkan juga pada guru. Oleh sebab itu,
program supervisi akademik sebaiknya direncanakan, dikembangkan dan
dilaksanakan bersama secara kooperatif dengan guru, kepala sekolah, dan
pihak lain yang terkait di bawah koordinasi supervisor.
4. Program supervisi akademik harus integral dengan program pendidikan. Di
dalam setiap organisasi pendidikan terdapat bermacam-macam sistem perilaku
dengan tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan. Sistem perilaku tersebut antara
lain berupa sistem perilaku administratif, sistem perilaku akademik, sistem
perilaku kesiswaan, sistem perilaku pengembangan konseling, sistem perilaku
supervisi akademik (Alfonso, dkk., 1981). Antara satu sistem dengan sistem
lainnya harus dilaksanakan secara integral. Dengan demikian, maka program
supervisi akademik integral dengan program pendidikan secara keseluruhan.
Dalam upaya perwujudan prinsip ini diperlukan hubungan yang baik dan
harmonis antara supervisor dengan semua pihak pelaksana program pendidikan
(Dodd, 1972).
5. Supervisi akademik harus komprehensif. Program supervisi akademik harus
mencakup keseluruhan aspek pengembangan akademik, walaupun mungkin
saja ada penekanan pada aspek-aspek tertentu berdasarkan hasil analisis
kebutuhan pengembangan akademik sebelumnya. Prinsip ini tiada lain
hanyalah untuk memenuhi tuntutan multitujuan supervisi akademik, berupa
pengawasan kualitas, pengembangan profesional, dan memotivasi guru.
6. Supervisi akademik harus konstruktif. Supervisi akademik bukanlah sekali-kali
untuk mencari kesalahan-kesalahan guru. Memang dalam proses pelaksanaan
supervisi akademik itu terdapat kegiatan penilaian unjuk kerja guru, tetapi
tujuannya bukan untuk mencari kesalahan-kesalahannya. Supervisi akademik
akan mengembangkan pertumbuhan dan kreativitas guru dalam memahami dan
memecahkan problem-problem akademik yang dihadapi.
7. Supervisi akademik harus obyektif. Dalam menyusun, melaksanakan, dan
mengevaluasi, keberhasilan program supervisi akademik harus obyektif.
Objektivitas dalam penyusunan program berarti bahwa program supervisi
akademik itu harus disusun berdasarkan kebutuhan nyata pengembangan
profesional guru. Begitu pula dalam mengevaluasi keberhasilan program
supervisi akademik. Di sinilah letak pentingnya instrumen pengukuran yang
memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi untuk mengukur seberapa
kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran.
Para pakar pendidikan telah banyak menegaskan bahwa seseorang akan
bekerja secara profesional apabila ia memiliki kompetensi yang memadai.
Seseorang tidak akan bisa bekerja secara profesional apabila ia hanya memenuhi
salah satu kompetensi diantara sekian kompetensi yang dipersyaratkan.
Kompetensi tersebut merupakan perpaduan antara kemampuan dan motivasi.
Betapapun tingginya kemampuan seseorang, ia tidak akan bekerja secara
profesional apabila ia tidak memiliki motivasi kerja yang tinggi dalam
mengerjakan tugas-tugasnya. Sebaliknya, betapapun tingginya motivasi kerja
seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional apabila ia tidak memiliki
kemampuan yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Selaras dengan
penjelasan ini adalah satu teori yang dikemukakan oleh Glickman (1981).
Menurutnya ada empat prototipe kepala sekolah dalam melakukan tugasnya
khususnya supervisi akademik. Prototipe kepala sekolah yang terbaik, menurut
teori ini, adalah kepala sekolah profesional. Seorang kepala sekolah bisa
diklasifikasikan kedalam prototipe profesional apabila ia memiliki kemampuan
tinggi (high level of abstract) dan motivasi kerja tinggi (high level of
commitment).
Penjelasan di atas memberikan implikasi khusus kepada bagaimana
seharusnya program supervisi akademik dilaksanakan. Supervisi akademik yang
baik harus mampu membuat guru semakin kompeten, yaitu guru semakin
menguasai kompetensi, baik kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik,
kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Oleh karena itu, supervisi
akademik harus menyentuh pada pengembangan seluruh kompetensi guru.
Sehubungan dengan pengembangan kedua dimensi ini, menurut Neagley (1980)
terdapat dua aspek yang harus menjadi perhatian supervisi akademik baik dalam
perencanaan, pelaksanaan, maupun penilaiannya.
Kompetensi supervisi akademik kepala sekolah terdiri dari kompetensi
dalam menyusun program, melaksanakan, mengevaluasi dan merumuskan tindak
lanjut dalam rangka perbaikan berkelanjutan. Dalam Pedoman Pelaksanaan
Kinerja Guru dinyatakan bahwa kompetensi kepala sekolah yang berkaitan
dengan supervisi akademik sebagai berikut:
1. Menyusun program supervisi akademik dalam rangka peningkatan
profesionalisme guru.
2. Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan
pendekatan dan teknik supervisi yang tepat.
3. Menilai dan menindaklanjuti kegiatan supervisi akademik dalam rangka
peningkatan profesionalisme guru.
(Kementerian Pendidikan Nasional – Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga Kependidikan, 2011: 149)
Dengan demikian, kepala sekolah yang telah melaksanakan supervisi
akademik dengan baik adalah kepala sekolah yang telah merumuskan program-
program supervisi akademik, melaksanakannya dengan teknik yang tepat sesuai
dengan karakteristik guru, menilai dan menindaklanjutinya secara berkala,
terprogram dan berkelanjutan.
Kepala sekolah yang kompeten dan telah melaksanakan supervisi
akademik tugas pokok kepala sekolah pada saat melakukan supervisi akademik di
atas dengan baik memiliki beberapa indikator sebagai berikut:
1. Mampu menyusun program tahunan supervisi akademik dalam rangka
peningkatan profesionalisme guru yang meliputi:
a. Fokus pada perbaikan proses dan hasil belajar;
b. Jadwal pelaksanaan dan instrumen supervisi akademik;
c. Dikomunikasikan pada bulan pertama di awal tahun;
d. Pendelegasian dan pembagian tugas supervisor kepada guru senior.
2. Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan
pendekatan dan teknik supervisi yang tepat meliputi:
a. Mampu membagi tugas pelaksanaan supervisi akademik kepada wakil dan
guru senior yang memenuhi syarat (contoh: membuat Tim pelaksana
supervisi akademik, menugaskan wakil dan guru senior yang sesuai dengan
mata pelajaran dan pangkatnya lebih tinggi);
b. Mampu menerapkan prosedur, pendekatan, dan teknik supervisi yang tepat
(contoh: ada pra observasi, observasi dan post observasi);
c. Mampu mengembangkan instrumen supervisi yang relevan dengan tuntutan
perubahan dan sesuai dengan perkembangan kurikulum dari pemerintah
(contoh: ada muatan nilai-nilai karakter);
d. Mampu mengevaluasi pelaksanakan supervisi akademik.
3. Menilai dan menindaklanjuti kegiatan supervisi akademik dalam rangka
peningkatan profesionalisme guru meliputi:
a. Mampu memanfaatkan hasil penilaian supervisi akademik dalam rangka
evaluasi program sekolah di bidang akademik (contoh: evaluasi
pengembangan silabus yang terintegrasi dengan nilai karakter, alokasi dana
penambahan alat peraga dan multimedia);
b. Mampu menindaklanjuti hasil penilaian supervisi akademik dalam rangka
peningkatan profesionalisme guru (contoh: efektifitas metode pembelajaran,
relevansi media pembelajaran, efektifitas teknik penilaian);
c. Mampu menindaklanjuti hasil penilaian supervisi akademik dengan
mengefektifkan dan lebih mengaktifkan KKG sekolah, mengirim guru
dalam pelatihan-pelatihan;
d. Mampu menindaklanjuti hasil penilaian supervisi akademik dengan
menyelenggarakan workshop dan mengundang nara sumber yang kompeten
sesuai dengan hasil evaluasi supervisi akademik. (Kementerian Pendidikan
Nasional – Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan, 2011)

Supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru


sebagaimana yang dimaksud di atas, harus dilaksanakan oleh kepala sekolah
secara periodik setiap semester pada tahun pelajaran tertentu. Dengan demikian,
dalam satu tahun, kepala sekolah harus menyusun program supervisi akademik
tahunan, semesteran, bulanan, mengembangkan instrumen, melaksanakan,
mengevaluasi, dan menindaklanjutinya dalam rangka peningkatan profesionalisme
guru.
Supervisi akademik dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah dengan efektif
jika kepala sekolah memiliki kemampuan teoretis, kritis dan praktis yang
mumpuni. Hal ini sesuai dengan pendapat Glickman (Dalam Direktorat PMPTK-
Depdiknas, 2009) yang menyatakan bahwa untuk melaksanakan supervisi
akademik secara efektif, kepala sekolah harus menguasai keterampilan
konseptual, interpersonal, dan teknikal. Oleh karena itu, seorang kepala sekolah
harus memiliki sikap atau karakter pemimpin visioner, menguasai substansi
supervisi akademik dan pengetahuan praktiknya.
Supervisi akademik kepala sekolah tidak terlepas dari penilaian kinerja
guru dalam mengelola pembelajaran. Sergiovanni (dalam Direktorat PMPTK –
Departemen Pendidikan Nasional, 2009:14) mengemukakan bahwa
Refleksi praktis dalam penilaian kinerja guru terkait supervisi akademik
adalah:
1. melihat nyata kinerja guru apa sebenarnya terjadi di dalam kelas;
2. apa sebenarnya yang dilakukan guru dan siswa di dalam kelas;
3. aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan yang dilakukan guru yang
bermakna bagi guru dan murid;
4. apa yang dilakukan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran;
5. apa kelebihan atau kekurangan guru dan bagaimana mengembangkannya.
Berdasarkan pernyataan Sergiovanni di atas, maka akan diperoleh
informasi kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Dari hasil penilaian
kinerja guru dalam mengelola pembelajaran ini, maka kepala sekolah harus
melakukan kegiatan nyata yaitu menyusun program tindak lanjut supervisi
akademik dan melaksanakan supervisi berdasarkan program tindak lanjut yang
dibuat.
Alfonso (1981) menyatakan bahwa ” supervisi akademik merupakan salah
satu fungsi mendasar dalam keseluruhan program sekolah. Hasil supervisi
akademik berfungsi sebagai sumber informasi bagi pengembangan
profesionalisme guru”. Menurutnya, supervisi akademik merupakan aktivitas
yang sangat siginifikan yang dilakukan oleh kepala sekolah untuk meningkatkan
kompetensi guru dalam melaksanakan tugas profesinya. Glickman (dalam
Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, 2014: 11) menyatakan
bahwa kegiatan supervisi akademik adalah untuk membantu guru
mengembangkan kemampuannya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
direncanakan bagi siswanya. Dengan demikian, tujuan yang paling pokok dalam
supervisi akademik adalah untuk membantu guru dalam melaksanakan tugasnya
supaya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai. Tujuan lainnya
dari supervisi akademik menurut beberapa ahli adalah untuk: (1) membantu guru
mengembangkan kompetensinya; (2) mengembangkan kurikulum; (3)
meningkatkan kualitas belajar peserta didik; dan (4) mengembangkan kelompok
kerja guru.
Supervisi akademik dapat dilaksanakan secara efektif oleh kepala sekolah
jika melaksanakan prinsip-prinsip supervisi akademik dengan baik yaitu:
1. Praktis, artinya mudah dikerjakan sesuai kondisi sekolah;
2. Sistematis, artinya dikembangkan sesuai dengan program supervisi yang
matang dan tujuan pembelajaran;
3. Obyektif, artinya masukan sesuai aspek-aspek instrumen;
4. Realistis, artinya berdasarkan kenyataan yang sebenarnya.
5. Antisipatif, artinya mampu menghadapi masalah-masalah yang kemungkinan
terjadi;
6. Konstruktif, artinya mengembangkan kreativitas dan inovasi guru dalam
mengembangkan proses pembelajaran;
7. Kooperatif, artinya ada kerjasama yang baik antara supervisor dan guru dalam
mengembangkan pembelajaran;
8. Kekeluargaan, artinya mempertimbangkan silih asah, asih, dan asuh dalam
mengembangkan pembelajaran;
9. Demokratis, artinya supervisor tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi
akademik;
10. Aktif, artinya supervisor dan guru harus aktif berpartisipasi;
11. Humanis, artinya mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang
harmonis, terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusias, dan penuh humor;
12. Berkesinambungan,artinya supervisi akademik dilakukan secara teratur dan
berkelanjutan oleh kepala sekolah;
13. Terpadu, artinya menyatu dengan program pendidikan; dan
14. Komprehensif, artinya memenuhi tujuan supervisi akademik.
Salah satu tugas kepala sekolah terkait supervisi akademik sebagaimana
dinyatakan di atas adalah merencanakan supervisi akademik. Agar Kepala sekolah
melaksanakan tugasnya dengan baik, maka kepala sekolah harus memiliki
kompetensi membuat perencanaan program supervisi akademik. Pusat
Pengembangan Tenaga Kependidikan – Badan PSDMP & K dan PMP
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentang Supervisi Akademik – Bahan
Pembelajaran Utama – Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Tingkat I
Kepala Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (2012: 13), menyatakan bahwa
secara umum kegiatan supervisi akademik terdiri dari lima tahap yang terdiri dari
merencanakan, melaksanakan, analisis data hasil supervisi akademik, memberikan
umpan balik bagi guru, dan terakhir melaksanakan perbaikan proses pembelajaran
setelah mendapatkan masukan dari hasil supervisi akademik. Di bawah ini
dinyatakan bagan perencanaan supervisi akademik.
Gambar 3.1 Alur PTS dapat dilihat pada Gambar berikut :

Permasalahan Perencanaan Pelaksanaan


tindakan I tindakan I

Pengamatan/
Refleksi I
pengumpulan data I

Permasalahan baru hasil


refleksi Perencanaan
Pelaksanaan
tindakan II
tindakan II

Refleksi II Pengamatan/
pengumpulan data II
Apabila permasalahan belum
terselesaikan
Dilanjutkan ke siklus
berikutnya
Sasaran supervisi akademik adalah kemampuan guru dalam
merencanakan, melaksanakan kegiatan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
memanfaatkan hasil penilaian untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran,
menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, memanfaatkan sumber
belajar yang tersedia, dan mengembangkan interaksi pembelajaran (strategi,
metode, teknik) yang tepat. Pelaksanaan supervisi akademik ini harus didukung
dengan instrumen. Oleh karena itu, kepala sekolah harus mampu membuat
instrumen pendukung yang diperlukan dalam pelaksanaan supervisi akademik.
Perencanaan supervisi akademik merupakan langkah awal yang harus
dilaksanakan oleh seorang kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi
akademik. Perencanaan supervisi akademik penting dibuat sebagai pedoman
dalam melakukan supervisi akademik. Perencanaan supervisi akademik dibuat
oleh kepala sekolah bersama-sama dengan guru senior. Strategi yang dilakukan
dalam menyusun perencanaan supervisi akademik diawali dengan melakukan
analisis hasil supervisi akademik sebelumnya. Hasil analisis tersebut digunakan
sebagai acuan penyusunan perencanaan. Pada tahap perencanaan supervisi
akademik ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan supervisi akademik;
2. Membuat jadwal supervisi;
3. Menentukan metode dan teknik supervisi; dan
4. Menyiapkan dan memilih instrumen
Kepala sekolah yang akan melaksanakan supervisi akademik harus
menyiapkan perangkat/ perlengkapan instrumen supervisi sesuai dengan tujuan,
sasaran, obyek, metode, teknik, dan pendekatan yang direncanakan, serta
instrumen yang sesuai berupa format-format supervisi. Instrumen yang harus
disiapkan oleh kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi akademik terdiri dari
instrumen program supervisi tahunan, semesteran, dan bulanan. Selain itu
menyiapkan instrumen supervisi tersebut, kepala sekolah harus menyusun jadwal
supervisi. Jadwal supervisi dapat memberikan informasi kepada kepala sekolah
dan guru kapan supervisi akan dilaksanakan.
C. Pendekatan Supervisi Kolaboratif
Pendekatan supervisi kolaboratif merupakan salah satu pendekatan
supervisi yang dapat digunakan oleh kepala sekolah secara kolegial, bersifat
mendampingi dan kemitraan dalam membimbing/ memfasilitasi guru agar dapat
melaksanakan tugas profesionalnya. Karakteristik pendekatan supervisi
kolaboratif dalam pembimbingan terhadap guru menempatkan kepala sekolah
sebagai rekan kerja, kedua belah pihak berbagi kepakaran, curah pendapat,
diskusi, presentasi dilaksanakan dengan terbuka dan fleksibel serta memiliki
tujuan jelas, membantu guru berkembang menjadi tenaga-tenaga profesional
melalui kegiatan-kegiatan reflektif. Prinsip-prinsip pada pendekatan supervisi
kolaboratif terdiri dari:
a. Kolaboratif yaitu supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah untuk
membimbing guru dengan cara terlibat bersama dalam melaksanakan tugas
profesionalnya.
b. Kolegial yaitu supervisi dilaksanakan dengan melibatkan tutor kolega
yaitu guru lain untuk saling bertukar pengalaman dan pengetahuan dalam
memperbaiki mutu mengajar, dan saling mengimbas pengetahuan melalui
curah pendapat dan diskusi.
c. Kemitraan yaitu supervisi dilaksanakan bukan untuk menilai atau untuk
belajar bersama antara kepala sekolah dan guru, sehingga keberhasilan
guru dalam mengajar merupakan keberhasilan bersama.
d. Terbuka yaitu supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah dengan
memberikan kesempatan sepenuhnya kepada guru untuk melaksanakan
berbagai metode atau teknik dalam melaksanakan kinerja profesionalnya
dan memberikan kesempatan kepada guru lainnya untuk belajar dan
memberikan masukan.
e. Fleksibel yaitu supervisi dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah kapan
saja dengan fokus materi disesuaikan dengan kebutuhan guru.
Pelaksanaan supervisi kolaboratif ini diamati menggunakan lembar
observasi proses supervisi kolaboratif yaitu keterlaksanaan langkah-langkah
spesifiknya yaitu:
a. Tahap pra-supervisi kolaboratif, guru bersama kepala sekolah melaksanakan
curah pendapat dan diskusi tentang masalah-masalah krusial guru dalam
melaksanakan kinerja profesionalnya khususnya dalam mengembangkan
materi pembelajaran.
b. Tahap supervisi kolaboratif, kepala sekolah melaksanakan supervisi
kolaboratif bersama guru lainnya pada saat guru sedang melaksanakan kinerja
profesionalnya dalam mengembangkan materi pembelajaran dengan
menerapkan kelima prinsip pendekatan supervisi kolaboratif yaitu prinsip
kolaboratif, kolegial, kemitraan, terbuka dan fleksibel.
c. Tahap pasca-supervisi kolaboratif, kepala sekolah bersama guru melaksanakan
refleksi pelaksanaan kinerja profesional guru dalam mengembangkan materi
pembelajaran.

D. Kompetensi Profesional Guru Mengembangkan Materi Pelajaran


Kompetensi profesional guru merupakan kemampuan guru dalam
menguasai mata pelajaran yang diampunya. Kompetensi profesional yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan guru dalam mengembangkan
materi pembelajaran yang diampu secara kreatif dengan indikator sebagai berikut:
a. Mampu mengembangkan materi pembelajaran secara terurut (keterurutan)
b. Mampu mengembangkan materi pembelajaran secara berjenjang
(keberjenjangan)
c. Mampu mengembangkan materi pembelajaran secara mendalam
(kedalaman)
d. Mampu mengembangkan materi pembelajaran secara luas (keluasan)

E. Kerangka Berpikir
Hasil kajian empirik yang peneliti lakukan terhadap guru-guru di SDN
Aluekoolmenunjukkan bahwa kompetensi profesional guru masih rendah
terutama pada kompetensi guru dalam mengembangkan materi pembelajaran yang
diampu secara kreatif. Rata-rata kemampuan guru dalam mengembangkan materi
pembelajaran yang diampunya berdasarkan penilaian kinerja guru terhadap 22
orang guru di SDN Aluekoolmenunjukkan bahwa kompetensi guru dalam
mengembangkan materi pembelajaran yang diampu masih pada kategori sedang
yaitu indeks rata-rata 2,09 atau 52,27. Hasil refleksi terhadap temuan tersebut
menunjukkan bahwa faktor yang menyebabkan masih rendahnya kompetensi guru
tersebut diduga disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal
yang diduga mengakibatkan rendahnya kompetensi profesional guru adalah
pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah yang lebih bersifat menilai dan
menggurui.
Idealnya, supervisi dilaksanakan secara kolegial, tidak menggurui, bersifat
kemitraan dan pendampingan, serta dilakukan melalui diskusi dan curah pendapat
secara terbuka dan fleksibel untuk membantu guru merefleksi kinerjanya dalam
melaksanakan tugas profesionalnya. Salah satu pendekatan yang mengedepankan
kemitraan atau rekan kerja antara kepala sekolah sebagai supervisor akademik dan
guru sebagai orang yang disupervisi, lebih bersifat mendampingi melalui diskusi
dan curah pendapat secara terbuka dan fleksibel serta memiliki tujuan yang jelas
untuk membantu guru berkembang menjadi tenaga-tenaga profesional melalui
kegiatan-kegiatan reflektif adalah pendekatan supervisi kolaboratif.
Pendekatan supervisi kolaboratif dalam meningkatkan kompetensi
profesional guru untuk mengembangkan materi pembelajaran dilakukan melalui
rangkaian kegiatan pembimbingan yang melibatkan seluruh guru yang sedang
dibina/ dibimbing. Dalam melaksanakan supervisi akademik terhadap guru,
kepala sekolah hendaknya berpedoman dan menggunakan pendekatan dan teknik
supervisi akademik yang tepat. Strategi supervisi kolaboratif yang dijalankan yang
mengantarkannya kepada efektivitas melaksanakan bantuan profesional melalui
supervisi akademiknya yang diduga akan meningkatkan kemampuan atau
kompetensi profesional guru dalam mengembangkan materi pembelajaran adalah
sebagai berikut:
1. Pembimbingan secara kolaboratif, yaitu sebuah proses terstruktur dan
berkelanjutan antara dua atau lebih pembelajar profesional untuk
memungkinkan mereka menanamkan pengetahuan keterampilan dari sumber-
sumber spesialis kedalam praktik sehari-hari.
2. Menempatkan seluruh guru sebagai sentral kegiatan pembimbingan yang
mempunyai kedaulatan penuh.
3. Urusan supervisi akademik merupakan urusan kepala sekolah sepenuhnya.
Kegiatan supervisi akademik yang dilaksanakan kepala sekolah merupakan
tanggung jawab dan kepercayaan penuh dalam menjalankan tugasnya sebagai
supervisor di sekolah.
4. Curah pendapat merupakan kondisi awal memperoleh informasi dari guru
tentang masalah apa sebenarnya sedang dihadapi guru. Banyak masalah
pelaksanaan kinerja profesional terungkap dari mereka. Masalah dikemukakan
dalam kemasan obrolan yang tidak memerlukan situasi formal. Dalam
pergaulan seperti ini penyampaian masalah dari guru tidak dirasakan sebagai
beban berat untuk disampaikan karena situasinya yang wajar. Keterbukaan
menjadi pemecahan masalah menjadi mudah.
5. Tutor kolega merupakan forum diantara sesama guru dalam lingkungan
sekolah, yang bertujuan untuk saling bertukar pengalaman dan pengetahuan
dalam memperbaiki mutu mengajar, saling mengimbas pengetahuan dari guru
yang satu ke guru lain atau kepada sekelompok guru.
6. Guru yang telah mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan, lokakarya, dan
pengembangan berkewajiban menularkan ilmu yang diperolehnya kepada guru
lain, dalam berbagai cara, dalam pertemuan yang mereka adakan sendiri.
7. Guru yang sedang melaksanakan kinerja profesionalnya harus memberikan
kesempatan kepada guru lain untuk melihat dan bertanya tentang kegiatan yang
dijalankan, mereka mengomunikasikannya diantara mereka sendiri. Diantara
mereka saling bertukar pengalaman dalam menemukan cara terbaik
berdasarkan pemikiran kontributif yang saling melengkapi.
8. Guru yang memiliki pengalaman dan mengetahui bagaimana cara
melaksanakan kinerja profesionalnya dalam mengembangkan materi
pembelajaran yang layak diketahui oleh sesama teman guru, diminta atau tidak
diminta pada suatu ketika dalam pertemuan informal atau diminta oleh kepala
sekolah berkewajiban untuk menginformasikan kepada guru lain agar diketahui
dan dicontoh bila perlu.
9. Kegiatan kelompok kerja guru dijadikan sebagai media untuk bertukar
pengalaman dalam memecahkan berbagai masalah terkait kinerja
profesionalnya. Proses diskusi dalam kelompok kerja guru dipandu secara
bergantian sesuai dengan permasalahan.

MASALAH TINDAKAN HASIL

mpetensi profesional guru dalam


10. mengembangkan
Penerapan pendekatan
Meningkatkan
materi pembelajaran
supervisi
kompetensi
kolaboratif
profesional guru dalam mengembangkan mat
lajaran tidak terurut Tahap Pra-Supervisi Kolaboratif Materi pembelajaran tidak terurut
lajaran tidak berjenjang 11.
Tahap Supervisi Kolaboratif Materi pembelajaran tidak berjenjang
lajaran tidak mendalam Tahap Pasca-Supervisi Kolaboratif
12. Materi pembelajaran tidak mendalam
lajaran tidak luas Materi pembelajaran tidak luas

Gambar 2.2. Bagan Kerangka Pemikiran

F. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori di atas maka hipotesis tindakan dapat
dirumuskan sebagai berikut melalui supervisi kolaboratif dapat menigkatkan
kemampuan profesional guru dalam mengembangkan materi pembelajaran di SD
Negeri Alurkaol.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi, Subyek dan Jadwal Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Aluekaol yang memiliki
karakteristik bahwa di sekolah ini kepala sekolah selalu melakukan supervisi
akademik secara individual, tidak secara kolaboratif padahal karakteristik
guru di sekolah ini adalah dapat bekerja secara kolaboratif dan memiliki
motivasi untuk selalu merefleksi kinerjanya dan berbagi pengalaman dengan
rekan sejawatnya.
2. Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah 6 guru di
SD Negeri Aluekaol yang memiliki karakteristik bahwa kompetensi
profesionalnya rendah khususnya dalam mengembangkan materi
pembelajaran. Namun, guru di sekolah ini dapat bekerja secara kolaboratif
dan memiliki motivasi untuk selalu merefleksi kinerjanya serta berbagi
pengalaman dengan rekan sejawatnya.
3. Jadwal Penelitian
Jadwal pelaksanaan penelitian tindakan sekolah dengan menerapkan
pendekatan supervisi kolaboratif untuk meningkatkan kompetensi profesional
guru telah dikoordinasikan dan disepakati bersama 6 guru yaitu pada bulan
September s.d. November 2018.
Tabel 3.1 Jadwal pelaksanaan  penelitian.

No. Kegiatan Waktu


 1. Membuat proposal 6 s.d. 10 September 2018
 2. Merevisi proposal 12 s.d. 17 September 2018
 3. Melaksanakan PTS 18 Sep s.d. 30 Sep 2018
 4. Membuat laporan PTS 2 Nov  s.d. 20 Nov  2018
 5. Mempresentasikan hasil PTS 21  Nov s.d Nov 2018
B. Metode dan Model Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) dengan model Kemmis dan Mc. Taggart yang
merupakan model pengembangan dari model Kurt Lewin. Dikatakan demikian,
karena di dalam suatu siklus terdiri atas empat komponen, keempat komponen
tersebut, meliputi: (1) perencanaan, (2) aksi/tindakan, (3) observasi, dan (4)
refleksi. Setelah suatu siklus selesai diimplementasikan, khususnya sesudah
adanya refleksi, kemudian diikuti dengan adanya perencanaan ulang yang
dilaksanakan dalam bentuk siklus tersendiri.
Menurut Kemmis dan Mc. Taggart, penelitian tindakan dapat dipandang
sebagai suatu siklus spiral dari penyusunan perencanaan, pelaksanaan tindakan,
pengamatan (observasi), dan refleksi yang selanjutnya mungkin diikuti dengan
siklus spiral berikutnya. Dalam pelaksanaannya, ada kemungkinan peneliti telah
mempunyai seperangkat rencana tindakan (yang didasarkan pada pengalaman)
sehingga dapat langsung memulai tahap tindakan. Ada juga peneliti yang telah
memiliki seperangkat data, sehingga mereka memulai kegiatan pertamanya
dengan kegiatan refleksi.
Akan tetapi, pada umumnya para peneliti mulai dari fase refleksi awal
untuk melakukan studi pendahuluan sebagai dasar dalam merumuskan masalah
penelitian. Selanjutnya diikuti perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi yang
dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Refleksi Awal
Refleksi awal dimaksudkan sebagai kegiatan penjajagan yang
dimanfaatkan untuk mengumpulkan informasi tentang situasi-situasi yang
relevan dengan tema penelitian. Peneliti melakukan pengamatan pendahuluan
untuk mengenali dan mengetahui situasi yang sebenarnya. Berdasarkan hasil
refleksi awal, dapat dilakukan pemfokusan masalah yang selanjutnya
dirumuskan menjadi masalah penelitian. Berdasarkan rumusan masalah
tersebut maka dapat ditetapkan tujuan penelitian. Sewaktu melaksanakan
refleksi awal, paling tidak peneliti sudah menelaah teori-teori yang relevan
dengan masalah-masalah yang akan diteliti. Oleh sebab itu, setelah rumusan
masalah selesai dilakukan, selanjutnya dirumuskan kerangka konseptual dari
penelitian.
2. Penyusunan Perencanaan
Penyusunan perencanaan didasarkan pada hasil penjajagan refleksi
awal. Secara rinci perencanaan mencakup tindakan yang akan dilakukan untuk
memperbaiki, meningkatkan atau mengubah perilaku dan sikap yang
diinginkan sebagai solusi dari masalah penelitian. Perlu disadari bahwa
perencanaan ini bersifat fleksibel dalam arti dapat berubah sesuai dengan
kondisi nyata yang ada.
3. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan menyangkut apa yang dilakukan peneliti sebagai
upaya perbaikan, peningkatan atau perubahan yang dilaksanakan berpedoman
pada rencana tindakan. Jenis tindakan yang dilakukan dalam PTS hendaknya
selalu didasarkan pada pertimbangan teoretik dan empirik agar hasil yang
diperoleh berupa peningkatan kinerja dan hasil program yang optimal.
4. Observasi (pengamatan)
Kegiatan observasi dalam PTS dapat disejajarkan dengan kegiatan
pengumpulan data dalam penelitian formal. Dalam kegiatan ini, peneliti
mengamati hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan atau dikenakan
terhadap siswa. Istilah observasi digunakan karena data yang dikumpulkan
melalui teknik observasi.
5. Refleksi
Pada dasarnya kegiatan refleksi merupakan kegiatan analisis, sintesis,
interpretasi terhadap semua informasi yang diperoleh saat kegiatan tindakan.
Dalam kegiatan ini, peneliti mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan hasil-
hasil atau dampak dari tindakan. Setiap informasi yang terkumpul perlu
dipelajari kaitan yang satu dengan lainnya dan kaitannya dengan teori atau
hasil penelitian yang telah ada dan relevan. Melalui refleksi yang mendalam
dapat ditarik kesimpulan yang mantap dan tajam.
Refleksi merupakan bagian yang sangat penting dari PTS yaitu untuk
memahami proses dan hasil yang terjadi, yaitu berupa perubahan sebagai
akibat dari tindakan yang dilakukan. Pada hakikatnya, model Kemmis dan
Taggart berupa perangkat-perangkat atau untaian dengan setiap perangkat
terdiri dari empat komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan
refleksi yang dipandang sebagai suatu siklus.

C. Faktor-faktor yang Diteliti


Faktor-faktor yang diteliti dalam PTS ini adalah proses supervisi
kolaboratif yang terkait dengan keterlaksanaan prinsip-prinsip supervisi
kolaboratif yaitu prinsip kolaboratif, kolegial, kemitraan, terbuka dan fleksibel
pada ketiga tahapan supervisi kolaboratif yang terdiri dari tahap pra-supervisi
kolaboratif, supervisi kolaboratif dan pasca-supervisi kolaboratif. Selain hal
tersebut, faktor lain yang diteliti adalah kompetensi profesional guru dalam
mengembangkan materi pembelajaran.

D. Alat Pengumpulan Data


Alat pengumpul data yang digunakan untuk mengumpulkan data yang
berkaitan dengan variabel yang diteliti adalah:
1. Lembar Observasi atau Pengamatan
Lembar observasi terdiri dari lembar observasi proses supervisi
kolaboratif dan lembar observasi kinerja guru dalam melaksanakan kinerja
profesionalnya dalam mengembangkan materi pembelajaran. Lembar
observasi proses supervisi kolaboratif digunakan untuk mengamati aktivitas
kepala sekolah dan guru dalam melakukan proses supervisi dengan
menerapkan pendekatan supervisi kolaboratif. Lembar observasi kinerja
profesional guru digunakan untuk mengamati kinerja guru dalam
mengembangkan materi pembelajaran.

2. Lembar Catatan Lapangan


Catatan lapangan digunakan oleh peneliti untuk mencatat temuan-
temuan lain yang tidak terdapat pada lembar observasi terkait dengan aktivitas
kepala sekolah dan guru selama supervisi dengan menerapkan pendekatan
kolaboratif.
3. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara digunakan ketika wawancara dilakukan oleh
kepala sekolah terhadap 6 guru tentang masalah-masalah yang urgen untuk
dipecahkan bersama terkait kinerja profesionalnya dalam mengembangkan
materi pembelajaran.

E.Teknik Pengolahan Data


Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantitatif dan
kualitatif. Teknik pengolahan data secara kuantitatif dilakukan terhadap variabel
kompetensi profesional guru. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan atau
observasi kinerja profesional guru dalam mengembangkan materi pembelajaran
yang terdiri dari empat aspek yaitu keterurutan, keberjenjangan, kedalaman, dan
keluasan diolah dengan menentukan nilai rata-ratanya. Analisis data kompetensi
profesional guru dilakukan menggunakan prosentase (%), yakni perhitungan yang
digunakan untuk mengetahui tingkat prosentase skor penilaian dari masing-
masing indikator kompetensi profesional guru dalam mengembangkan materi
pembelajaran. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:                    
∑n
Prosentase (%) =   X 100%
N
Dimana:
∑ n = Jumlah skor jawaban responden
N = Jumlah skor jawaban ideal
% = Tingkat persentase
(Mohammad Ali, 1987:184)
Data kuantitatif berupa prosentase tersebut kemudian dijadikan dasar
untuk dikonversi kedalam data kualitatif menggunakan kriteria berikut.

Tabel 3.1
Kriteria Kompetensi Profesional Guru
Skor Kriteria
91 – 100 Sangat Baik
76 – 90 Baik
61 – 75 Cukup
51 – 60 Kurang
≤ 50 Sangat Kurang

Teknik pengolahan data kualitatif dilakukan terhadap variabel


proses supervisi kolaboratif yang dikumpulkan melalui lembar observasi
proses supervisi kolaboratif yang diolah dengan cara mengkategorikan dan
mengklasifikasikan data berdasarkan analisis kaitan logis, kemudian
ditafsirkan dalam konteks permasalahan penelitian. Kegiatan ini berupaya
memunculkan makna dari setiap data yang didapat, sehingga data itu tidak
hanya bersifat deskriptif. Dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif,
pengolahan dan analisis data dilakukan secara terus-menerus dari awal
sampai akhir pelaksanaan program tindakan.
Pada saat mengumpulkan data kualitatif, peneliti sebagai observer harus
menuliskan deskripsi hasil pengamatannya pada kolom yang telah disediakan
sesuai dengan item pernyataan pada lembar observasi. Pengolahan data kualitatif
ini dilakukan dengan cara menyimpulkan deskripsi data kualitatif dari setiap item
pernyataan. Jika peneliti sebagai observer menuliskan temuan yang positif terkait
proses supervisi kolaboratif, maka aktivitas kepala sekolah dan guru dalam
melaksanakan supervisi kolaboratif telah sesuai dengan harapan. Jika terjadi
sebaliknya, maka kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan supervisi
kolaboratif tidak sesuai dengan harapan peneliti. Selain itu, peneliti sebagai
observer dapat menuliskan temuan-temuan selama proses supervisi kolaboratif
pada lembar catatan lapangan untuk kemudian dianalisis. Teknik analisis data
kualitatif yang digunakan adalah model Miles and Huberman yang terdiri dari
empat tahap sebagai berikut:
a. Data Reduction (Reduksi Data), yaitu kegiatan merangkum data yang
dikumpulkan. Data didapat dari instrumen lembar observasi proses supervisi
kolaboratif.
b. Data Display (penyajian data) yaitu kegiatan menyajikan data dilakukan dalam
bentuk teks yang bersifat naratif, uraian singkat, bagan, hubungan antar
kategori flowchart dan sejenisnya, termuat dalam laporan hasil penelitian.
c. Conclution Drawing/ Verification merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
memantapkan simpulan dari tampilan data agar benar-benar dapat
dipertanggunggjawabkan. Seluruh hasil analisis yang terdapat dalam reduksi
data maupun sajian data diambil suatu kesimpulan. Penarikan kesimpulan
tentang peningkatan atau perubahan yang terjadi dilakukan secara bertahap
mulai dari kesimpulan sementara, yang ditarik pada akhir siklus I, ke
kesimpulan pada akhir siklus II dan seterusnya. Kesimpulan yang pertama
sampai dengan yang terakhir saling terkait dan simpulan pertama sebagai
pijakan.

F. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian tindakan sekolah pada penelitian ini mengikuti
model Kemmis dan Mc. Taggart yang terdiri dari perencanaan,
pelaksanaan, observasi dan refleksi tindakan yang telah diterapkan yaitu
penerapan pendekatan supervisi kolaboratif untuk meningkatkan
kompetensi profesional guru. PTS yang telah dilakukan ini terdiri dari dua
siklus yang masing-masing terdiri dari satu kali supervisi kolaboratif untuk
masing-masing guru. Berikut prosedur penelitian yang telah dilaksanakan:
1. Siklus 1
a. Perencanaan
1) Merencanakan proses supervisi kolaboratif sesuai dengan prinsip-prinsip
pendekatan supervisi kolaboratif.
2) Menyusun instrumen penelitian berupa lembar observasi proses supervisi
kolaboratif, lember observasi kinerja profesional guru dalam
mengembangkan materi pembelajaran, panduan wawancara dan catatan
lapangan.
3) Melakukan analisis kebutuhan guru.
4) Sesuai jadwal, peneliti memberikan materi tentang teknis pengembangan
materi pembelajaran dan bahan ajar.
5) Menyepakati jadwal kegiatan pada pertemuan berikutnya.

b. Pelaksanaan Tindakan
1) Melaksanakan diskusi dan curah pendapat antara kepala sekolah dengan
22 guru tentang masalah-masalah krusial pada saat mengembangkan
materi pembelajaran dan bahan ajar.
2) Melaksanakan tindakan berupa supervisi kolaboratif antara kepala
sekolah dan guru dengan melaksanakan kelima prinsip pendekatan
supervisi kolaboratif yaitu prinsip kolaboratif, kolegial, kemitraan,
terbuka dan fleksibel.
3) Melaksanakan refleksi bersama antara kepala sekolah dan 6 guru tentang
pelaksanaan kinerja profesionalnya pada kelompok kerja guru difasilitasi
oleh kepala sekolah.
c. Observasi
Observasi dilaksanakan oleh kepala sekolah terhadap proses supervisi
kolaboratif yang sedang dilaksanakan dan kinerja profesional guru dalam
mengembangkan materi pembelajaran dan bahan ajar dan mencatat semua
temuannya pada instrumen yang telah disediakan. Berikut adalah fokus-
fokus dari kegiatan observasi:
1) Proses supervisi kolaboratif yang terdiri dari pelaksanaan kelima
prinsip pendekatan supervisi kolaboratif yaitu prinsip kolaboratif,
kolegial, kemitraan, terbuka dan fleksibel.
2) Kompetensi profesional guru dalam mengembangkan materi
pembelajaran dan bahan ajar.

d. Tahap Analisis dan Refleksi


Pada tahap ini, semua data yang terkumpul dianalisis. Hasil
analisis tersebut digunakan sebagai bahan refleksi untuk merumuskan
rekomendasi-rekomendasi pada siklus 2 berdasarkan temuan-temuan pada
siklus 1 terkait proses supervisi kolaboratif dan kompetensi profesional
guru. Pada kegiatan refleksi, temuan-temuan pada siklus 1 diklarifikasi
dan dirumuskan tindak lanjutnya untuk diterapkan pada siklus 2.

2. Siklus 2
a. Perencanaan
1) Memperbaiki perencanaan proses supervisi kolaboratif berdasarkan
rekomendasi-rekomendasi pada siklus 1
2) Melakukan analisis kebutuhan guru.
b. Pelaksanaan Tindakan
1) Melaksanakan diskusi dan curah pendapat antara kepala sekolah dengan
22 guru tentang masalah-masalah krusial pada saat melaksanakan kinerja
profesionalnya dalam mengembangkan materi pembelajaran dan bahan
ajar.
2) Melaksanakan tindakan berupa supervisi kolaboratif antara kepala
sekolah dan guru dengan melaksanakan kelima prinsip pendekatan
supervisi kolaboratif yaitu prinsip kolaboratif, kolegial, kemitraan,
terbuka dan fleksibel.
3) Melaksanakan refleksi bersama antara kepala sekolah dan 6 guru tentang
pelaksanaan kinerja profesionalnya difasilitasi oleh kepala sekolah.
c. Observasi
Observasi dilaksanakan oleh kepala sekolah terhadap proses supervisi
kolaboratif yang sedang dilaksanakan dan kinerja profesional guru dalam
mengembangkan materi pembelajaran dan bahan ajar dan mencatat semua
temuannya pada instrumen yang telah disediakan. Berikut adalah fokus-
fokus dari kegiatan observasi:
1) Proses supervisi kolaboratif yang terdiri dari pelaksanaan kelima
prinsip pendekatan supervisi kolaboratif yaitu prinsip kolaboratif,
kolegial, kemitraan, terbuka dan fleksibel.
2) Kompetensi profesional guru dalam mengembangkan materi
pembelajaran dan bahan ajar.
d. Tahap Analisis dan Refleksi
Pada tahap ini, semua data yang terkumpul dianalisis. Hasil
analisis tersebut digunakan sebagai bahan refleksi untuk merumuskan
rekomendasi-rekomendasi berdasarkan temuan-temuan pada siklus 2
terkait proses supervisi kolaboratif dan kompetensi profesional guru. Pada
kegiatan refleksi, temuan-temuan pada siklus 2 diklarifikasi dan
dirumuskan tindak lanjutnya.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian tindakan sekolah ini dilakukan dalam dua siklus. Berikut


merupakan deskripsi hasil penelitian tindakan sekolah terkait dengan proses
supervisi dengan menerapkan pendekatan supervisi kolaboratif pada siklus 1 dan
2.
A. Proses Supervisi Kolaboratif pada Siklus 1
Supervisi kolaboratif pada siklus 1 ini dilaksanakan pada tanggal 3
September s.d. 3 November 2018. Pendekatan supervisi kolaboratif pada siklus 1
dilaksanakan dengan menerapkan kesepuluh prinsip pendekatan supervisi
kolaboratif yaitu prinsip kolaboratif, kolegial, kemitraan, terbuka dan fleksibel
melalui tahapan-tahapan spesifik sebagai berikut:
1. Tahap pra-supervisi kolaboratif, kepala sekolah bersama 6 guru melaksanakan
curah pendapat dan diskusi di sekolah difasilitasi oleh kepala sekolah tentang
masalah-masalah krusial guru dalam mengembangkan materi pembelajaran dan
bahan ajar.
2. Tahap supervisi kolaboratif, kepala sekolah melaksanakan supervisi kolaboratif
bersama guru pada saat guru sedang melaksanakan kinerja profesionalnya
dengan menerapkan kelima prinsip pendekatan supervisi kolaboratif yaitu
prinsip kolaboratif, kolegial, kemitraan, terbuka dan fleksibel.
3. Tahap pasca-supervisi kolaboratif, kepala sekolah bersama 6 guru
melaksanakan refleksi pelaksanaan kinerja profesionalnya difasilitasi oleh
kepala sekolah.
Temuan-temuan selama proses supervisi kolaboratif berlangsung
dikumpulkan menggunakan lembar observasi proses supervisi kolaboratif dan
catatan lapangan. Peneliti sebagai observer mengamati keterlaksanaan supervisi
dengan menerapkan pendekatan supervisi kolaboratif yang selanjutnya
memberikan deskripsi pada kolom yang telah disediakan pada lembar observasi
proses supervisi kolaboratif. Untuk lebih jelasnya, Tabel 4.1. berikut adalah
deskripsi hasil pengamatan peneliti sebagai observer:
Tabel 4.1. Deskripsi Hasil Observasi Proses Supervisi dengan Menerapkan
Pendekatan Supervisi Kolaboratif pada Siklus 1
No Tahapan Spesifik Temuan
1 Tahap Pra-Supervisi Seluruh guru tidak membawa daftar masalah
Kolaboratif terkait kompetensi profesionalnya dalam
mengembangkan materi pembelajaran dan
bahan ajar, curah pendapat dan diskusi tidak
berjalan dengan baik, hanya satu orang guru
yaitu G05 yang aktif mencurahkan
pendapatnya
2 Tahap Pelaksanaan Guru G03 dan G06 tidak menyiapkan hasil
Supervisi Kolaboratif analisis materi pembelajaran yang telah
disusunnya sehingga mengganggu proses
supervisi kolaboratif
3 Tahap Pasca-Supervisi Seluruh guru terlibat dalam proses refleksi
Kolaboratif pelaksanaan supervisi kolaboratif dengan
menyampaikan temuan dan pemecahannya

Pada siklus 1 ditemukan beberapa temuan pada tahap spesifik kegiatan


supervisi kepala sekolah dengan menerapkan pendekatan supervisi kolaboratif.
Hasil refleksi pada siklus 1 yang telah dilakukan menunjukkan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Seluruh guru tidak membawa daftar masalah terkait kompetensi profesionalnya
dalam mengembangkan materi pembelajaran dan bahan ajar sehingga curah
pendapat dan diskusi pada tahap Pra-Supervisi Kolaboratif tidak berjalan
dengan baik dibuktikan dengan hanya satu orang guru berkode G05 yang aktif
mencurahkan pendapatnya. Temuan ini diduga disebabkan oleh kepala sekolah
yang tidak melakukan koordinasi dengan guru untuk mengidentifikasi masalah-
masalah krusial pada saat melakukan kinerja profesionalnya dalam
mengembangkan materi pembelajaran dan bahan ajar, mencatat dan
membawanya pada saat curah pendapat dan diskusi dilakukan (tahap Pra-
Supervisi Kolaboratif). Hal ini bertentangan dengan pendapat Glickman (1984)
yang menyatakan bahwa tugas supervisi oleh kepala sekolah dalam supervisi
kolaboratif adalah mendengarkan dan memperhatikan secara cermat keluhan
guru terhadap masalah perbaikan, peningkatan, dan pengembangan kinerjanya.
Dalam pendekatan supervisi kolaboratif, kepala sekolah dapat meminta
penjelasan guru terhadap hal-hal yang kurang dipahaminya. Selanjutnya,
kepala sekolah mendorong guru untuk mengaktualisasikan pemikiran bersama
dalam praktik nyata pemecahan masalah yang berkaitan dengan tugas
profesional guru. Dikarenakan pada tahapan ini guru tidak melakukan
identifikasi masalah-masalah ketika melaksanakan kinerja profesionalnya
dalam mengembangkan materi pembelajaran dan bahan ajar, tidak mencatat
dan membawanya pada kegiatan pra-supervisi kolaboratif, sehingga bahan
untuk diskusi dan curah pendapat sangat kurang dan tidak terfokus. Hal ini
menyebabkan curah pendapat dan diskusi tidak dapat berjalan dengan baik,
sehingga tahap Pra-Supervisi Kolaboratif tidak dapat dilaksanakan secara
efektif. Adapun guru yang berkode G05 aktif mencurahkan pendapatnya tetapi
masalah yang disampaikannya tidak terfokus pada kompetensi profesional
terkait pengembangan materi pembelajaran dan bahan ajar. Berdasarkan hasil
analisis data di atas, sebelum melakukan kegiatan supervisi kolaboratif
khususnya pada tahap Pra-Supervisi Kolaboratif, kepala sekolah terlebih
dahulu melakukan koordinasi dengan semua guru dan menjelaskan teknis
supervisi kolaboratif yang akan dilaksanakan diantaranya mengindentifikasi
masalah-masalah krusial ketika melaksanakan kinerja profesionalnya, mencatat
dan membawanya pada saat curah pendapat dan diskusi bersama kepala
sekolah dan guru lainnya.
2. Terdapat dua orang guru dengan kode G03 dan G06 yang tidak menyiapkan
hasil analisis materi pembelajaran ketika supervisi kolaboratif dilakukan di
sekolah sehingga pelaksanaan supervisi kolaboratif menjadi terganggu.
Segiovanni (1987) menyatakan bahwa penilaian kinerja guru dalam
mengembangkan materi pembelajaran dan bahan ajar tidak terlepas dari hasil
analisis materi pembelajaran yang telah disusunnya. Menurutnya, menilai
unjuk kerja guru dalam mengembangkan materi pembelajaran dan bahan ajar
merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan dari prosesnya.
Kegiatan penilaian kinerja guru dalam mengembangkan materi pembelajaran
dan bahan ajar dilakukan terhadap hasil analisis materi pembelajaran yang
sebelumnya harus disiapkan oleh guru sebelum melaksanakan kinerja
profesionalnya dalam mengembangkan materi pembelajaran dan bahan ajar.
Nolan (2011) menyatakan bahwa supervisi akademik dapat berjalan dengan
baik jika guru menyiapkan perlengkapan dan instrumen yang dibutuhkan.
Instrumen supervisi akademik yang tidak disiapkan oleh guru dikarenakan
pada tahap pra-supervisi kolaboratif, kepala sekolah tidak menegaskan atau
menguatkan bahwa pada tahap supervisi kolaboratif, guru harus menyiapkan
perlengkapan dan instrumen supervisi akademik. Berdasarkan hasil analisis
data di atas, sebelum melakukan kegiatan supervisi kolaboratif, kepala sekolah
seharusnya menguatkan dan menegaskan kepada guru untuk menyiapkan
kelengkapan diantaranya instrumen supervisi akademik pada tahap pra-
supervisi kolaboratif.
Berdasarkan hasil refleksi di atas, peneliti merekomendasikan
pelaksanaan supervisi dengan menerapkan pendekatan supervisi kolaboratif
untuk siklus 2 sebagai berikut:
1. Pada tahap Pra-Supervisi Kolaboratif, kepala sekolah harus terlebih dahulu
melakukan koordinasi dengan semua guru dan menjelaskan teknis supervisi
kolaboratif yang akan dilaksanakan diantaranya mengindentifikasi masalah-
masalah krusial ketika melaksanakan kinerja profesionalnya, mencatat dan
membawanya pada saat curah pendapat dan diskusi bersama kepala sekolah
dan guru lainnya.
2. Pada tahap pelaksanaan Supervisi Kolaboratif, kepala sekolah harus
menguatkan dan menegaskan kepada guru untuk menyiapkan kelengkapan
untuk melaksanakan kinerja profesionalnya pada tahap pra-supervisi
kolaboratif.

B. Proses Supervisi Kolaboratif pada Siklus 2


Supervisi kolaboratif pada siklus 2 ini dilaksanakan pada tanggal 10 s.d.
24 November 2018. Pendekatan supervisi kolaboratif pada siklus 2 dilaksanakan
berdasarkan rekomendasi-rekomendasi pada siklus 1 dengan menerapkan
kesepuluh prinsip pendekatan supervisi kolaboratif yaitu prinsip kolaboratif,
kolegial, kemitraan, terbuka dan fleksibel melalui tahapan-tahapan spesifik
sebagai berikut:
1. Tahap pra-supervisi kolaboratif, kepala sekolah terlebih dahulu melakukan
koordinasi dengan semua guru dan menjelaskan teknis supervisi kolaboratif
yang akan dilaksanakan diantaranya mengindentifikasi masalah-masalah
krusial ketika melaksanakan kinerja profesionalnya dalam mengembangkan
materi pembelajaran dan bahan ajar, mencatat dan membawanya pada saat
curah pendapat dan diskusi bersama kepala sekolah dan guru lainnya.
Selanjutnya, kepala sekolah bersama 6 guru melaksanakan curah pendapat dan
diskusi difasilitasi oleh kepala sekolah tentang masalah-masalah krusial yang
teridentifikasi oleh guru dalam melaksanakan kinerja profesionalnya. Pada
akhir tahap pra-supervisi kolaboratif, kepala sekolah menguatkan dan
menegaskan kepada guru untuk menyiapkan kelengkapan diantaranya hasil
analisis materi pembelajaran.
2. Tahap supervisi kolaboratif, kepala sekolah melaksanakan supervisi kolaboratif
bersama guru pada saat guru lain sedang melaksanakan kinerja profesionalnya
dengan menerapkan kelima prinsip pendekatan supervisi kolaboratif yaitu
prinsip kolaboratif, kolegial, kemitraan, terbuka dan fleksibel.
3. Tahap pasca-supervisi, kepala sekolah bersama 6 guru melaksanakan refleksi
pelaksanaan kinerja profesional dan supervisi kolaboratif difasilitasi oleh
kepala sekolah.
Temuan-temuan selama proses supervisi kolaboratif berlangsung
dikumpulkan menggunakan lembar observasi proses supervisi kolaboratif dan
catatan lapangan. Peneliti sebagai observer mengamati keterlaksanaan supervisi
dengan menerapkan pendekatan supervisi kolaboratif yang selanjutnya
memberikan deskripsi pada kolom yang telah disediakan pada lembar observasi
proses supervisi kolaboratif. Untuk lebih jelasnya, Tabel 4.2. berikut adalah
deskripsi hasil pengamatan peneliti sebagai observer:

Tabel 4.2. Deskripsi Hasil Observasi Proses Supervisi dengan Menerapkan


Pendekatan Supervisi Kolaboratif pada Siklus 2
No Tahapan Spesifik Temuan
1 Tahap Pra-Supervisi Curah pendapat dan diskusi berjalan dengan
Kolaboratif baik, seluruh guru aktif berdiskusi dan
mencurahkan pendapatnya
2 Tahap Pelaksanaan Pelaksanaan supervisi kolaboratif berjalan
Supervisi Kolaboratif dengan efektif, guru mampu menerapkan
solusi-solusi dari masalah yang teridentifikasi
sebelumnya sebagai hasil curah pendapat dan
diskusi dengan guru lain dan kepala sekolah
pada tahap pra-supervisi kolaboratif.
3 Tahap Pasca-Supervisi Seluruh guru terlibat dalam proses refleksi
Kolaboratif

Pada siklus 2 ini tidak ditemukan lagi temuan-temuan negatif, dan


pelaksanaan supervisi kolaboratif sudah sesuai dengan tahapan-tahapan spesifik
supervisi kolaboratif. Temuan-temuan positif pada tahap spesifik supervisi dengan
menerapkan pendekatan supervisi kolaboratif. Hasil refleksi pada siklus 2 yang
telah dilakukan menunjukkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Curah pendapat dan diskusi berjalan dengan baik dan seluruh guru aktif
berdiskusi dan mencurahkan pendapatnya dikarenakan pada tahap pra-
supervisi kolaboratif, kepala sekolah terlebih dahulu melakukan koordinasi
dengan semua guru dan menjelaskan teknis supervisi kolaboratif yang akan
dilaksanakan diantaranya mengindentifikasi masalah-masalah krusial ketika
melaksanakan kinerja profesionalnya, mencatat dan membawanya pada saat
curah pendapat dan diskusi bersama kepala sekolah dan guru lainnya.
2. Pelaksanaan supervisi kolaboratif berjalan dengan efektif dan guru mampu
menerapkan solusi-solusi dari masalah yang teridentifikasi sebelumnya sebagai
hasil curah pendapat dan diskusi dengan guru lain dan kepala sekolah pada
tahap pra-supervisi kolaboratif. Hal ini dikarenakan bahwa proses supervisi
kolaboratif telah menerapkan prinsip-prinsipnya yaitu kolaboratif, kolegial,
kemitraan, terbuka dan fleksibel. Selain itu, Pada akhir tahap pra-supervisi
kolaboratif, kepala sekolah menguatkan dan menegaskan kepada guru untuk
menyiapkan kelengkapan dalam melaksanakan kinerja profesionalnya berupa
hasil analisis materi pembelajaran.
3. Seluruh guru terlibat dalam proses refleksi pada tahap pasca-supervisi
kolaboratif dikarenakan kepala sekolah telah koordinatif dengan guru dan telah
berhasil memotivasi guru untuk saling belajar.
Berdasarkan hasil refleksi di atas, peneliti merekomendasikan pelaksanaan
supervisi dengan menerapkan pendekatan supervisi kolaboratif sebagai berikut:
1. Pada tahap pra-supervisi kolaboratif, kepala sekolah terlebih dahulu melakukan
koordinasi dengan semua guru dan menjelaskan teknis supervisi kolaboratif
yang akan dilaksanakan diantaranya mengindentifikasi masalah-masalah
krusial ketika melaksanakan kinerja profesionalnya, mencatat dan
membawanya pada saat curah pendapat dan diskusi bersama kepala sekolah
dan guru lainnya.
2. Pada tahap supervisi kolaboratif, kepala sekolah harus menerapkan prinsip-
prinsip pendekatan supervisi kolaboratif yaitu prinsip kolaboratif, kolegial,
kemitraan, terbuka dan fleksibel. Serta untuk keberhasilan pelaksanaan kinerja
profesionalnya, kepala sekolah harus menguatkan dan menegaskan kepada
guru untuk menyiapkan kelengkapan berupa hasil analisis materi pembelajaran
pada tahap pra-supervisi kolaboratif.
3. Pada tahap pasca-supervisi kolaboratif, kepala sekolah harus koordinatif
dengan guru dan memotivasi guru untuk saling belajar.
Berikut merupakan perkembangan temuan selama proses supervisi dengan
menerapkan pendekatan supervisi kolaboratif dari siklus 1 ke siklus 2.
Tabel 4.3. Perkembangan Temuan selama Proses Supervisi dengan Menerapkan
Pendekatan Supervisi Kolaboratif
Tahapan Siklus 1 Siklus 2
Seluruh guru tidak membawa daftar Curah pendapat dan diskusi
masalah terkait kinerja profesionalnya, berjalan dengan baik, seluruh
Pra-
curah pendapat dan diskusi tidak guru aktif berdiskusi dan
Supervisi
berjalan dengan baik, hanya satu guru mencurahkan pendapatnya
Kolaboratif
yaitu G05 yang aktif mencurahkan
pendapatnya
Guru G03 dan G06 tidak menyiapkan Pelaksanaan supervisi kolaboratif
kelengkapan berupa hasil analisis berjalan dengan efektif, guru
materi pembelajaran sehingga mampu menerapkan solusi-solusi
Pelaksanaa
mengganggu proses supervisi dari masalah yang teridentifikasi
n Supervisi
kolaboratif sebelumnya sebagai hasil curah
Kolaboratif
pendapat dan diskusi dengan guru
lain dan kepala sekolah pada
tahap pra-supervisi kolaboratif.
Seluruh guru terlibat dalam proses Seluruh guru terlibat dalam proses
Pasca-
refleksi pelaksanaan supervisi refleksi
Supervisi
kolaboratif dengan menyampaikan
Kolaboratif
temuan dan pemecahannya

Berdasarkan temuan tersebut, Tabel 4.4 berikut merupakan perkembangan


proses supervisi kolaboratif dari siklus 1 ke siklus 2 yang mengalami
perkembangan terutama pada tahap pra-supervisi kolaboratif.
Tabel 4.4. Perkembangan Proses Supervisi dengan Menerapkan Pendekatan
Supervisi Kolaboratif
Tahapan Siklus 1 Siklus 2
Pra-Supervisi Kepala sekolah bersama Kepala sekolah terlebih dahulu
Kolaboratif semua guru melaksanakan melakukan koordinasi dengan
curah pendapat dan diskusi semua guru dan menjelaskan teknis
difasilitasi oleh kepala supervisi kolaboratif yang akan
sekolah tentang masalah- dilaksanakan diantaranya
masalah krusial guru dalam mengindentifikasi masalah-
melaksanakan kinerja masalah krusial ketika
Tahapan Siklus 1 Siklus 2
profesionalnya. melaksanakan kinerja
profesionalnya, mencatat dan
membawanya pada saat curah
pendapat dan diskusi bersama
kepala sekolah dan guru lainnya.
Selanjutnya, kepala sekolah
bersama semua guru melaksanakan
curah pendapat dan diskusi
difasilitasi oleh kepala sekolah
tentang masalah-masalah krusial
yang teridentifikasi oleh guru
dalam melaksanakan kinerja
profesionalnya. Pada akhir tahap
pra-supervisi kolaboratif, kepala
sekolah menguatkan dan
menegaskan kepada guru untuk
menyiapkan kelengkapan
diantaranya hasil analisis materi
pembelajaran.

C. Kompetensi Profesional Guru pada Siklus 1


Kompetensi profesional guru ini terdiri dari kemampuannya dalam
mengembangkan materi pembelajaran dan bahan ajar. Kompetensi guru dalam
melaksanakan kinerja profesionalnya diamati dan diukur menggunakan lembar
observasi kinerja profesional guru dalam mengembangkan materi pembelajaran
dan bahan ajar. Berikut merupakan rata-rata kompetensi profesional guru di SDN
Aluekoolyang diukur dan diamati terhadap 22 guru.
Rata-rata Kompetensi Profesional Guru dalam
Mengembangkan Materi Pembelajaran
80.00
70.00
60.00
50.00
SKOR

40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
K01

Grafik 4.1. Rata-rata Kompetensi Profesional Guru dalam Mengembangkan


Materi Pembelajaran pada Siklus 1

Pada Grafik 4.1. di atas terlihat skor rata-rata kompetensi profesional guru
dalam mengembangkan materi pembelajaran dan bahan ajar sebesar 70,45 dengan
kriteria cukup. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam
mengembangkan materi pembelajaran dan bahan ajar setelah diterapkan
pendekatan supervisi kolaboratif sudah cukup baik. Berbeda dengan sebelum
diterapkan pendekatan supervisi kolaboratif, rata-rata kompetensi guru dalam
mengembangkan materi pembelajaran dan bahan ajar sebesar 52,27 dengan
kriteria kurang. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan supervisi kolaboratif
dapat meningkatkan kompetensi profesional guru dalam mengembangkan materi
pembelajaran dan bahan ajar.

D. Kompetensi Profesional Guru pada Siklus 2


Seperti halnya pada siklus 1, Kompetensi profesional guru yang diukur
adalah kemampuan guru dalam mengembangkan materi pembelajaran dan bahan
ajar. Kompetensi profesional guru ini diamati dan diukur menggunakan lembar
observasi kinerja profesional guru dalam mengembangkan materi pembelajaran
dan bahan ajar. Berikut merupakan rata-rata kompetensi profesional guru di SDN
Aluekoolyang diukur dan diamati terhadap 22 guru.
Rata-rata Kompetensi Profesional Guru dalam
Mengembangkan Materi Pembelajaran
100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
SKOR

50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
K01

Grafik 4.2. Rata-rata Kompetensi Profesional Guru dalam Mengembangkan


Materi Pembelajaran pada Siklus 2

Pada Grafik 4.2. di atas terlihat bahwa skor rata-rata kompetensi


profesional guru dalam mengembangkan materi pembelajaran dan bahan ajar
sebesar 88,64 dengan kriteria baik. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan guru
dalam mengembangkan materi pembelajaran dan bahan ajar pada siklus 2 setelah
diterapkan pendekatan supervisi kolaboratif sudah baik. Berbeda dengan siklus 1,
rata-rata kompetensi profesional guru dalam mengembangkan materi
pembelajaran dan bahan ajar sebesar 70,45 dengan kriteria cukup baik. Hal ini
menunjukkan bahwa pendekatan supervisi kolaboratif dapat meningkatkan
kompetensi profesional guru dalam mengembangkan materi pembelajaran dan
bahan ajar.
Kompetensi profesional guru mengalami peningkatan dari pra-siklus,
siklus 1 sampai dengan siklus 2. Tabel 4.5 dan Grafik 4.7 berikut merupakan
peningkatan kompetensi profesional guru dari sebelum dilakukan tindakan (pra-
siklus) sampai dengan setelah diterapkan tindakan berupa pendekatan supervisi
kolaboratif (siklus 1 dan 2).

Tabel 4.5.
Peningkatan Kompetensi Profesional Guru
Kompetensi Pra-siklus Siklus 1 Siklus 2

Rata-rata 52,27 70,45 88,64

Kriteria Kurang Cukup Baik

Peningkatan Kompetensi Profesional Guru

100
80
60
40
20
0
(0-50) Sangat (51-60) ((61-75) (76-90) Baik (91-100)
Kurang Kurang Cukup Sangat Baik

Siklus I Siklus II

Grafik 4.3. Peningkatan Kompetensi Profesional Guru

Tabel 4.5 dan Grafik 4.3 di atas menunjukkan bahwa kompetensi


profesional guru mengalami peningkatan dari pra-siklus ke siklus 1 dan dari siklus
1 ke siklus 2. Hal ini diduga bahwa pendekatan supervisi kolaboratif telah
dilaksanakan secara efektif selamat proses supervisi baik pada tahap pra-,
pelaksanaan, dan pasca-supervisi kolaboratif.
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan dalam penelitian mengenai penerapan pendekatan
supervisi kolaboratif untuk meningkatkan kompetensi profesional guru di SD
Negeri Aluekaol dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Proses supervisi dengan menerapkan pendekatan supervisi kolaboratif secara
spesifik terdiri dari tahap pra-supervisi kolaboratif, supervisi kolaboratif dan
pasca-supervisi kolaboratif. Proses supervisi dengan menerapkan pendekatan
supervisi kolaboratif mengalami perkembangan dari siklus 1 ke siklus 2. Pada
tahap pra-supervisi kolaboratif siklus 1, curah pendapat tidak berjalan dengan
efektif karena kepala sekolah tidak melakukan koordinasi dengan semua guru
dan tidak menjelaskan teknis supervisi kolaboratif yang akan dilaksanakan
diantaranya mengindentifikasi masalah-masalah krusial ketika guru
melaksanakan kinerja profesionalnya, mencatat dan membawanya pada saat
curah pendapat dan diskusi bersama kepala sekolah dan guru lainnya.
Kemudian pada siklus 2, kepala sekolah melakukan koordinasi dengan semua
guru dan menjelaskan teknis supervisi kolaboratif yang akan dilaksanakan serta
menguatkan dan menegaskan kepada guru untuk menyiapkan kelengkapan
terkait kinerja profesionalnya sehingga curah pendapat dan diskusi berjalan
dengan tertib dan efektif. Pada tahap supervisi kolaboratif siklus 1, proses
supervisi kolaboratif terhambat karena guru tidak membawa kelengkapan
terkait kinerja profesionalnya, sedangkan pada siklus 2 mereka membawa
semua kelengkapan sehingga pelaksanaan supervisi kolaboratif berjalan
dengan tertib. Pada tahap pasca-supervisi kolaboratif, kepala sekolah tidak
koordinatif dengan semua guru dan tidak berhasil memotivasi guru untuk
saling belajar. Sedangkan pada siklus 2, kepala sekolah mulai koordinatif
dengan semua dan berhasil memotivasi guru untuk saling belajar.
2. Peningkatan kompetensi profesional guru di SD Negeri Aluekaol dari pra-
siklus ke siklus 1 sebesar 18,18 poin. Rata-rata kompetensi profesional guru
pada pra-siklus sebesar 52,27 dengan kriteria kurang dan pada siklus 1 sebesar
70,45 dengan kriteria cukup. Kompetensi profesional guru juga mengalami
peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2 sebesar 18,19 poin. Rata-rata kompetensi
profesional guru pada siklus 2 sebesar 88,64 dengan kriteria baik. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa kompetensi profesional guru di SD Negeri Aluekool dapat
ditingkatkan melalui penerapan pendekatan supervisi kolaboratif.

B. Rekomendasi
Sebagai implikasi dari hasil penelitian, berikut ini dikemukakan
rekomendasi yang diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam
upaya meningkatkan kualitas supervisi oleh kepala sekolah, khususnya dalam
menerapkan dan mengembangkan pendekatan supervisi kolaboratif.
1. Pada tahap pra-supervisi kolaboratif, kepala sekolah harus terlebih dahulu
melakukan koordinasi dengan semua guru dan menjelaskan teknis supervisi
kolaboratif yang akan dilaksanakan diantaranya mengindentifikasi masalah-
masalah krusial ketika guru melaksanakan kinerja profesionalnya, mencatat
dan membawanya pada saat curah pendapat dan diskusi bersama kepala
sekolah dan guru lainnya.
2. Pada tahap supervisi kolaboratif, kepala sekolah harus menerapkan prinsip-
prinsip pendekatan supervisi kolaboratif yaitu prinsip kolaboratif, kolegial,
kemitraan, terbuka dan fleksibel.
3. Pada tahap pasca-supervisi kolaboratif, kepala sekolah harus koordinatif
dengan guru dan memotivasi guru untuk saling belajar.
DAFTAR PUSTAKA

Alfonso, RJ., Firth, G.R., dan Neville, R.F.1981. Instructional Supervision, A


Behavior System, Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Ali Mohamad, 1987, Pengantar Statistik, Bandung.

Danim, Sudarwan. 2006. Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1982. Alat Penilaian Kemampuan


Guru: Buku I. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru.

----------------. 1982. Panduan Umum Alat Penilaian Kemampuan Guru. Jakarta:


Proyek Pengembangan Pendidikan Guru.

--------------. 1996. Pedoman Kerja Pelaksanaan Supervisi, Jakarta: Depdikbud

-------------- .1996. Jabatan Fungsional Kepala Sekolah dan Angka Kreditnya


Jakarta: Depdikbud.

--------------.1997. Pedoman Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar.


Jakarta: Direktorat Pendidikan Dasar

--------------. 1997. Pedoman Pengelolaan Gugus Sekolah: Jakarta: Proyek


Peningkatan Mutu Sekolah Dasar, TK dan SLB

--------------.1998. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas


Sekolah dan Angka Kreditnya, Jakarta: Depdikbud.

---------------. 2003. Pedoman Supervisi Pengajaran. Jakarta: Ditjen Dikdasmen.


Direktorat Tenaga Pendidik – Dirjen PMPTK – Depdiknas RI, 2007, Supervisi
Akademik dalam Peningkatan Profesionalisme Guru, Jakarta.

Direktorat Tenaga Pendidik – Dirjen PMPTK – Depdiknas RI, 2008, Metode dan
Teknik Supervisi, Jakarta.

Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar –


Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2014, Supervisi Pembelajaran - Bahan Materi Bimbingan
Teknis Penguatan Kepala Sekolah , Jakarta.

Glickman, C.D 1995. Supervision of Instruction. Boston: Allyn And Bacon Inc.

Gwynn, J.M. 1961. Theory and Practice of Supervision. New York: Dodd, Mead
& Company.
McPherson, R.B., Crowson, R.L., & Pitner, N.J. 1986. Managing Uncertainty:
Administrative Theory and Practice in Education. Columbus, Ohio: Charles
E. Merrill Pub. Co.

Nolan, J.F. 2011. Teacher Supervision and Evaluation. Wiley: United State of
America.

Oliva, Peter F. 1984. Supervision For Today’s School. New York: Longman.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 13 tahun 2007 tentang Standar


Kompetensi Kepala Sekolah/Madrasah, Jakarta.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 tahun 2007 tentang Standar


Proses Jakarta.

Pidarta, Made. 1992. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi


Aksara.

Purwadarminta, 2003, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka Jakata.

Purwanto, Ngalim.2003. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung:


Rosdakarya

Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan – Badan PSDMP & K dan PMP


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012, Supervisi Akademik –
Bahan Pembelajaran Utama – Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
Tingkat I Kepala Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta

Sagala dalam Zakir Hubolo (Jumat, 18 Maret 2011: 18:III)

Sergiovanni, T.J. 1982. Editor. Supervision of Teaching. Alexandria: Association


for Supervision and Curriculum Development.

Sergiovanni, T.J. 1987. The Principalship, A Reflective Practice Perspective.


Boston: Allyn and Bacon.

Sergiovanni, T.J. dan R.J. Starrat. 1979. Supervision: Human Perspective. New
York: McGraw-Hill Book Company.

Setya AP, 12 Februari 2012, Supervisi Pendidikan, FIP – UNY


MENINGKATKAN KOMPETENSI PROFESIONAL MENGEMBANGKAN
MATERI PEMBELAJARAN MELALUI PENDEKATAN SUPERVISI
KOLABORATIF DI SD NEGERI ALURKAOL
TAHUN PELAJARAN 2017/2018

PENELITIAN TINDAKAN SEKOLAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kenaikan


Pangkat/Golongan Melalui Angka Kredit

OLEH

IBNU ABBAS,
ABBAS, S.Pd.I
S.Pd.I
NIP. 19670616 198910 1 001

Kepala Sekolah SD Negeri Aluekaol

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TIMUR


DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SD NEGERI ALUEKAOL
2018
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan segala puji syukur kehadhirat Allah SWT atas

segala limpahan rahmat dan rizkiNya sehingga penulis telah dapat menyelesaikan

sebuah Penelitian Tindakan Kelas yang berjudul : “Meningkatkan Kompetensi

Profesional Mengembangkan Materi Pembelajaran Melalui Pendekatan Supervisi

Kolaboratif di SD Negeri Alurkol Tahun Pelajaran 2017/2018”. Kemudian

selawat dan salam kita sanjung sajikan keharibaan yang mulia junjungan alam

Nabi Muhammad Rasulullah, yang telah membawa ummatnya dari alam

kebodohan ke alam yang penuh ilmu pengetahuan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-

tulusnya kepada bapak Kepala Sekolah, Bapak dan Ibu Guru dan Staf Tata Usaha

SD Negeri Aluekaol yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan

Penelitian Tindakan Kelas ini.

Dalam penulisan ini penulis sangat menyadari sepenuhnya bahwa isi

tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dalam penggunaan bahasa maupun

cara penulisannya. Namun dengan demikian penulis telah berusaha sebatas

kemampuan yang ada. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak

yang bersifat konstruktif, sebagai pedoman bagi penulisan dalam rangka

peningkatan daya nalar dan kreatifitas dimasa yang akan datang.

Idi, Oktober 2018

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL............................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................
v
DAFTAR GRAFIK.........................................................................................
vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Perumusan Masalah....................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 6

BAB II KAJIAN TEORI


A. Pengertian Guru................................................................................ 7
B. Standar Kompetensi Guru............................................................... 8
C. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran..... ......................................... 11
D. Pendampingan................................................................................. 15
E. Kerangka Berfikir............................................................................ 16
F. Hipotesis tindakan.............................................................................
16

BAB III METODE PENELITIAN


A. Setting Penelitian.............................................................................
..............................................................................................................17
B. Prosedur Penelitian.........................................................................
..............................................................................................................17
C. Indikator Keberhasilan....................................................................
..............................................................................................................22
D. Teknik pengumpulan Data..............................................................
..............................................................................................................22
E. Teknik Analisis Data......................................................................
..............................................................................................................23

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Deskripsi Hasil Kondisi Awal.............................................................
24
B. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus I............................................ 25
C. Deskripsi Hasil penelitian Siklus II........................................... 28
D. Pembahasan................................................................................ 29

BAB V SIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan ....................................................................................... 36
B. Saran .............................................................................................. 36

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 37


LAMPIRAN .................................................................................................. 38

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Jadwal Penelitian...................................................................................... 17


4.1 Hasil Penilaian Kondisi Awal .................................................................. 25
4.2 Hasil Penilaian Siklus I............................................................................ 25
4.3 Hasil Penilian Siklus II............................................................................. 28
4.4 Hasil Penilian Kondisi Awal, Siklus I dan II............................................ 33
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.1 Alur penelitian Tindakan Sekolah............................................................. 20


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Lembar Wawancara Kepada Guru................................................................ 38


2. Hasil Lembar wawancara Kepada Guru ...................................................... 39
3. Pedoman Penilaian RPP Kurikulum 2013................................................... 40

Abstrak

Haruni Asmara, S.Pd : Meningkatkan Kompetensi Guru dalam Penyusunan


Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kurikulum 2013 Melalui Pendampingan di
SD Negeri Kemuneng Hulu tahun pelajaran 2016/2017
Guru di SD Negeri Kemuneng Hulu telah mengikuti pelatihan Kurikulum 2013
namun masih banyak mengalami kesulitan menyusun RPP Kurikulum 2013 sesuai
Peremedikbud 103 tahun 2014. Hasil monitoring dan evaluasi kepala sekolah
menunjukkan bahwa hanya 10% dari  semua guru 10 orang yang bisa menyusun
RPP terbaru tersebut.. Salah satu faktor penyebab adalah kurang
sosialisasi  pelatihan Kurikulum 2013 kepada teman sejawat. Kondisi tersebut
dipengaruhi oleh : (1) kesibukan guru, (2) kurang adanya pendampingan dan
(3) kurang sosialisasi.
Terkait dengan permasalahan di atas, perlu adanya bantuan penanganan yang
memadai. Dalam hal ini upaya yang  dilakukan adalah dengan
melaksanakan pendampingan, yang bertujuan  pada peningkatan kompetensi
guru melalui siklus yang sistematis. Analisa data yang dilaksanakan menggunakan
analisa diskriptif kualitatif. Penelitian dilakukan dengan tahapan siklus, masing-
masing siklus terdiri dari 4 (empat) langkah meliputi : perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan dan refleksi. Hasil penelitian ini, Pada siklus I nilai rata-rata
komponen RPP Kurikulum 2013 sebesar 69% dan pada siklus II 83%. Jadi,
terjadi peningkatan 14% dari siklus I. Saran yang diajukan adalah : (1) perlu
diintensifkan peningkatan kompetensi guru dalam menyusun RPP melalui
kegiatan pendampingan atau sejenisnya

Kata kunci : Kompetensi Guru, RPP dan Pendampingan

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TIMUR


DINAS PENDIDIKAN
SD NEGERI KEMUNENG HULU
Alamat : Kecamatan Birem Bayeun Kabupaten Aceh Timur.

SURAT IZIN PENELITIAN


Nomor : / /

Kepala SDN Kemuneng Hulu dengan ini memberi izin kepada :


Nama : Haruni Asmara, S.Pd
NIP. : 197110524 199411 1 001
Pangkat/Gol. Ruang : Pembina/IV.a
Jabatan : Kepala Sekolah
Unit Tugas : SDN Kemuneng Hulu
Untuk melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)/mengumpulkan

data-data di SDN Kemuneng Hulu dari tanggal 1 April s/d 30 Mei 2017.

Penelitian ini untuk penyusunan PTK dengan judul : Meningkatkan Kompetensi

Guru dalam Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kurikulum 2013

Melalui Pendampingan di SD Negeri Kemuneng Hulu tahun pelajaran 2016/2017.

Demikian Surat Izin Penelitian ini dibuat untuk dapat dipergunakan


seperlunya.

Kemuneng Hulu, Mei


2017
Kepala SDN Kemuneng
Hulu

Haruni Asamara, S.Pd


NIP. 19710524 199411 1
001

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TIMUR


DINAS PENDIDIKAN
SD NEGERI KEMUNENG HULU
Alamat : Kecamatan Birem Bayeun Kabupaten Aceh Timur.

SURAT KETERANGAN PERPUSTAKAAN


Nomor : / /
Pengelola Perpustakaan SDN Kemuneng Hulu, dengan ini menerangkan
bahwa :
Nama : Haruni Asmara, S.Pd
NIP. : 197110524 199411 1 001
Pangkat/Gol. Ruang : Pembina/IV.a
Jabatan : Kepala Sekolah
Unit Tugas : SDN Kemuneng Hulu, Kecamatan Birem Bayeun

Benar telah mendokumentasikan, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada

Perpustakaan Sekolah dengan judul : Meningkatkan Kompetensi Guru dalam

Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kurikulum 2013 Melalui

Pendampingan di SD Negeri Kemuneng Hulu tahun pelajaran 2016/2017

Demikian Surat Keterangan ini dibuat untuk dapat dipergunakan


seperlunya.

Idi, Mei 2017


Mengetahui :
Pengelola Perpustakaan
Kepala SDN Trom

Haruni Asmara, S.Pd


NIP. 19710524 199411 1 001

Anda mungkin juga menyukai