Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)

Disusun Oleh :
Kelompok 4
1 Crisna Wahyu Ramadhan
2 Dian Kurniawan
3 Eni Muchlisoh
4 Lia Sari
5 Trianti Rusmia Anggraeni

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah tentang “Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD)” ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan
yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar
bagi seluruh alam semesta.

Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas
pendidikan agama dengan judul “Makalah Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD)”. Disamping itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami selama pembuatan makalah ini berlangsung
sehingga dapat terealisasikanlah makalah ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini agar
kedepannya dapat kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah yang kami buat ini
masih banyak terdapat kekurangannya.

Lampung, Juli 2021

Penyusun

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................... 1
A. Latar Belakang.............................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 2
C. Tujuan.......................................................................................... 3
BAB II. PEMBAHASAN............................................................................. 4

A. Gambaran Klinis.......................................................................... 4
B. Epidemiologi............................................................................... 6
C. Diagnosis..................................................................................... 7
D. Klasifikasi.................................................................................... 10
E. Etiologi........................................................................................ 10
F. Perjalanan Penyakit..................................................................... 15
G. Terapi (Penatalaksanaan)............................................................. 15
H. Prognosis..................................................................................... 18
I. Pemeriksaan................................................................................. 20

BAB III. PENUTUP....................................................................................... 23


A. Kesimpulan............................................................................... 23
B. Saran.......................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 25
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas telah ditemukan dalam literatur selama


bertahun-tahun dengan beragai istilah. Pada awal 1900-an, anak yang impulsif,
terdisinhibisi, dan hiperaktif --- banyak di antaranya memiliki cedera neurologis yang
disebabkan oleh ensefalitis --- dikelompokkan di bawah label “sindrom hiperaktif”. Pada
tahun 1960-an suatu kelompok heterogen anak-anak dengan koordinasi buruk,
ketidakmampuan belajar, dan labilitas emosional tetapi tanpa cedera neurologis spesifik
digambarkan menderita cedera otak minimal.

Sejak saat itu hipotesis lain telah diajukan untuk menjelaskan asal gangguan,
seperti kondisi dengan dasar genetik yang mencerminkan tingkat kesadaran yang
abnormal dan kemampuan yang buruk untuk memodulasi emosi. Teori tersebut pada
awalnya didukung oleh pengamatan bahwa medikasi stimulan membantu menghasilkan
atensi yang bertahan dan memperbaiki kemampuan anak untuk memusatkan perhatian
pada tugas yang diberikan. Sekarang ini, tidak ada faktor tunggal yang dianggap
menyebabkan gangguan, walaupun banyak variabel lingkungan dapat menyebabkannya
dan banyak gambaran klinis yang dapat diramalkan adalah berhubungan dengannya.

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan


Perhatian dan/atau Hiperaktivitas atau Gangguan Hiperkinetik dalam PPDGJ-III (F90)
(Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III, 1993) adalah suatu diagnosis
untuk pola perilaku anak yang berlangsung dlam jangka waktu paling sedikit 6 bulan,
dimulai sejak berusia sekitar 7 tahun, yang menunjukkan sejumlah gejala
ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian atau sejumlah gejala perilaku hiperaktif-
impulsif, atau kedua-duanya.

Para ahli percaya bahwa setidaknya tiga dari seratus anak usia 4-14 tahun
menderita ADHD. Orang dewasa juga terpengaruh oleh ADHD, tetapi kerusakan yang
ditimbulkan terhadap kehidupan anak sering kali jauh lebih besar karena efeknya terhadap
keluarga, teman sekelas dan guru. ADHD dapat menyebabkan anak-anak tidak punya
teman, sering membuat kekacauan di rumah dan sekolah dan tidak mampu menyelesaikan
pekerjaan rumah mereka.Pada kira-kira sepertiga kasus, gejala-gejala menetap sampai
dengan masa dewasa(Townsend, 1998). Hiperaktivitas pada anak penderita ADHD
seringkali mulai menjadi perhatian ketika anak-anak mulai berjalan. Satu dari tiga anak
digambarkan hiperaktif oleh orangtuanya. Para guru menilai satu dari lima murid mereka
hiperaktif. Bahwa anak dinilai hiperaktif tidak selalu berarti mereka menderita ADHD.
Untuk dapat disebut menderita ADHD, anak hiperaktif perlu memiliki karakteristik yang
lebih banyak.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana penatalaksanaan pada pasien yang mengalamiADHD ?

C. Tujuan

Mendeskripsikan penatalaksanaan pada pasien yang mengalamiADHD ?

D. Manfaat
1. ManfaatTeoritis

Diharapkan mampu memberikan tambahan informasi menegani asuhan keperawatan pada


pasienADHD
2. ManfaatPraktis
Menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam menangani kasus ADHD, serta
sebagai panduan perawat dalam pengelolaan kasus ADHD
BAB II
PEMBAHASAN

A. Gambaran Klinis

ADHD mungkin memiliki onset pada masa bayi. Bayi dengan ADHD peka
terhadap stimuli dan mudah dimarahkan oleh suara, cahaya, temperatur, dan perubahan
lingkungan lain. Kadang-kadang terjadi kebalikannya, anak-anak tenang dan lemah,
banyak tidur, dan tampaknya berkembang lambat pada bulan-bulan pertama kehidupan.
Tetapi, lebih sering untuk bayi dengan ADHD untuk bersikap aktif di tempat tidurnya,
sedikit tidur, dan banyak menangis.
Anak ADHD jauh lebih jarang dibandingkan anak normal untuk menurunkan
aktivitas lokomotoriknya saat lingkungan mereka terstruktur oleh batas-batas sosial. Di
sekolah, anak ADHD dapat dengan cepat menyambar ujian tetapi hanya menjawab satu
atau dua pekerjaan pertama. Mereka tidak mampu menunggu giliran dipanggil di sekolah
dan menjawab giliran orang lain. Di rumah, mereka tidak dapat didiamkan walaupun
hanya semenit.
Anak-anak dengan ADHD sering sekali mudah marah secara meledak. Iritabilitas
mereka mungkin ditimbulkan oleh stimuli yang relatif kecil, yang mungkin
membingungkan dan mencemaskan anak. Mereka seringkali labilsecara emosional.
Mudah dibuat tertawa atau menangis, dan mood dan kinerja mereka cenderung bervariasi
dan tidak dapat diramalkan. Impulsivitas dan ketidakmampuan menunda kegembiraan
adalah karakteristik. Mereka sering kali rentan terhadap kecelakaan.
Kesulitan emosional penyerta adalah sering ditemukan. Kenyataan bahwa anak-
anak lain menumbuhkannya pada waktu dan kecepatan yang sama dapat menyebabkan
ketidakpuasan dan tekanan pada orang dewasa. Konsep diri yang negatif dan permusuhan
reaktif yang dihasilkannya adalah diperburuk oleh kesadaran anak bahwa ia memiliki
masalah.
Karakteristik anak-anak dengan ADHD yang tersering dinyatakan dalam urutan
frekuensi:

1) Hiperaktivitas
2) Gangguan motorik perseptual
3) Labilitas emosional
4) Defisit koordinasi menyeluruh
5) Gangguan atensi (rentang atensi yang pendek, distraktibilitas, keras hati, gagal
menyelesaikan hal, inatensi, konsentrasi yang buruk)
6) Impulsivitas (bertindak sebelum berpikir, mengubah perilaku denga tiba-tiba, tidak
memiliki organisasi, meloncat-loncat di sekolah)
7) Gangguan daya ingat dan pikiran
8) Ketidakmampuan belajar spesifik
9) Gangguan bicara dan pendengaran
10) Tanda neurologis dan iregularitas EEG yang samar-samar.

Kira-kira 75 persen anak-anak dengan ADHD hampir konsisten menunjukkan


perilaku agresi dan menantang. Tetapi, bilamana menantang dan agresi berkaitan dengan
hubungan dalam keluarga yang merugikan, hiperaktivitas lebih erat berhubungan dengan
gangguan kinerja pada tes kognitif yang memerlukan konsentrasi. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa beberapa sanak saudara dari anak-anak hiperaktivitas menunjukkan
ciri-ciri gangguan kepribadian antisosial.
Kesulitan sekolah, baik belajar maupun perilaku, adalah sering ditemukan, kadang-
kadang berasal dari gangguan komunikasi dan gangguan belajar yang ada bersama-sama
atau dari distraktibilitas anak dan atensi yang berfluktuasi, yang menghalangi perolehan,
penahanan, dan penunjukkan ilmu pengetahuan. Kesulitan tersebut ditemukan terutama
pada kelompok uji. Reaksi merugikan personal sekolah terhadap karakterisitik perilaku
ADHD dan menurunnya penghargaan diri karena merasa tidak mampu dapat
berkombinasi terhadap komentar merugikan dari teman sebaya sehingga menyebabkan
sekolah menjadi tempat yang tidak menyenangkan, yang mengakibatkan dilakukannya
perilaku antisosial dan perilaku merendahkan diri sendiri dan menghukum diri sendiri.

B. Epidemiologi

ADHD adalah salah satu alasan dan masalah kanak-kanak yang paling umum
mengapa anak-anak dibawa untuk diperiksa oleh para professional kesehatan mental.
Konsensus professional menyatakan bahwa kira-kira 30,5% atau sekitar 2 juta anak-anak
usia sekolah mengidap ADHD (Martin, 1998). Sebagian besar penelitian menunjukkan
bahwa 5% dari populasi usia sekolah sampai tingkat tertentu dipengaruhi oleh ADHD,
yaitu sekitar 1 % sangat hiperaktif. Sekitar 30-40% dari semua anak-anak yang diacu
untuk mendapatkan bantuan professional karena masalah perilaku, datang dengan
keluhan yang berkaitan dengan ADHD (Baihaqi dan Sugiarmin, 2006).
Di beberapa negara lain, penderita ADHD jumlahnya lebih tinggi dibandingkan
dengan di Indonesia. Literatur mencatat, jumlah anak hiperaktif di beberapa negara 1:1
juta. Sedangkan laporan tentang insiden ADHD di Amerika Serikat adalah bervariasi dari
2 sampai 20 persen anak-anak sekolah dasar. Jika dihitung keseluruhan, jumlah
anak hiperaktif di Amerika Serikat adalah 1:50. Jumlah ini cukup fantastis karena bila
dihitung dari 300 anak yang ada 15 di antaranya menderita hiperaktif. Di Inggris,
insidensi dilaporkan lebih rendah dibandingkan Amerika Serikat, kurang dari 1 persen.
Untuk Indonesia sendiri belum diketahui jumlah pastinya. Namun, anak hiperaktif
cenderung meningkat.
Anak laki-laki memiliki insidensi yang lebih tinggi dibandingkan anak perempuan,
dengan rasio 3 berbanding 1 sampai 5 berbanding 1. Gangguan paling sering ditemukan
pada anak laki-laki yang pertama. Orangtua dari anak-anak dengan ADHD menunjukkan
peningkatan insidensi hiperkinesis, sosiopati, gangguan penggunaan alkohol, dan
gangguan konversi. Walaupun onset biasanya tidak dibuat sampai anak dalam sekolah
dasar dan situasi belajar yang terstruktur mengharuskan pola perilaku yang terstruktur,
termasuk rentang perhatian dan konsentrasi yang sesuai dengan perkembangannya.

C. Diagnosis

Tanda utama hiperaktivitas harus menyadarkan klinisi tentang kemungkinan


ADHD. Riwayat pranatal yang terinci tentang pola perkembangan anak dan pengamatan
langsung biasanya menemukan aktivitas motorik yang berlebihan. Hiperaktivitas tidak
merupakan manifestasi perilaku yang tersendiri, singkat, dan transien di bawah stres
tetapi ditemukan selama waktu yang lama.
Menurut DSM-IV, gejala harus ditemukan sekurangnya dua keadaan (sebagai
contoh, sekolah, rumah) untuk memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan defisit-
atensi/ hiperaktivitas. Ciri pembeda lain dari ADHD adalah rentang perhatian yang
pendek dan distraktibilitas yang mudah. Di sekolah, anak-anak dengan ADHD tidak dapat
mengikuti instruksi dan sering menuntut perhatian ekstra dari gurunya. Di rumah, mereka
sering kali tidak mematuhi permintaan orang tua. Mereka berkelakuan secara impulsif,
menunjukkan labilitas emosional, eksplosif dan iritabel.
Berikut Kriteria Diagnostik DSM-IV untuk Gangguan Defisit-Atensi/
Hiperaktivitas:
A. Salah satu (1) atau (2):
1) Inatensi : enam (atau lebih) gejala inatensi berikut ini telah menetap
selama sekurangnya enam bulan sampai tingkat yang maladaptif dan
tidak konsisten dengan tingkat perkembangan:
a. Sering gagal memberikan perhatian terhadap perincian atau
melakukan kesalahan yang tidak berhati-hati dalam tugas sekolah,
pekerjaan, atau aktivitas lain
b. Sering melakukan kesulitan dalam mempertahankan atensi terhadap
tugas atau aktivitas permainan
c. Sering tidak tampak mendengarkan jika berbicara langsung
d. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas
sekolah, pekerjaan, atau kewajiban di tempat kerja (bukan karena
perilaku oposisional atau tidak mengerti instruksi)
e. Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas
f. Sering menghindari, membenci, atau enggan untuk terlibat dalam
tugas yang memerlukan usaha mental yang lama (seperti tugas
sekolah atau pekerjaan rumah)
g. Sering menghindari hal-hal yang perlu untuk tugas atau aktivitas
(misalnya: tugas sekolah, pensil, buku, atau peralatan)
h. Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimuli luar
i. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari
2) Hiperaktivitas-impulsivitas : enam (atau lebih) gejala hiperaktivitas-
impulsivitas berikut ini telah menetap selama sekurangnya enam bulan
sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat
perkembangan:

Hiperaktivitas

a. Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau menggeliat-geliat di


tempat duduk
b. Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau dalam situasi lain di
mana diharapkan tetap duduk
c. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi
yang tidak tepat (pada remaja atau dewasa, mungkin terbatas pada
perasaan subjektif kegelisahan)
d. Sering mengalami kesulitan bermain tau terlibat dalam aktivitas
waktu luang secara tenang
e. Sering “siap-siap pergi” atau bertindak seakan-akan “didorong oleh
sebuah motor”
f. Sering bicara berlebihan

Impulsivitas

g. Sering menjawab tanpa pikir terhadap pertanyaan sebelum


pertanyaan selesai
h. Sering sulit menunggu gilirannya
i. Sering memutus atau mengganggu orang lain (misalnya: memotong
atau masuk ke percakapan atau permainan)

B. Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatentif yang menyebabkan


gangguan telah ada sebelum usia 7 tahun

C. Beberapa gangguan akibat gejala ada selama dua atau lebih situasi
(misalnya, di sekolah [atau pekerjaan] dan di rumah).

D. Harus terdapat bukti jelas adanya gangguan bermakna secara klinis dalam
fungsi sosial, akademik, atau fungsi pekerjaan.

E. Gejala tidak terjadi semata-mata selama perjalanan ganggua


perkembangan pervasif, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain, dan tidak
diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya: gangguan
mood, gangguan kecemasan, gangguan disosiatif, atau gangguan
kepribadian).

Penulisan didasarkan pada tipe:


Gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas, tipe kombinasi : jika memenuhi baik
kriteria A1 dan A2 selama enam bulan terakhir.
Gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas, predominan tipe inatentif : jika
memenuhi kriteria A1 tetapi tidak memenuhi kriteria A2 selama enam bulan
terakhir.
Gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas, predominan tipe hiperaktif-impulsif :
jika memenuhi kriteria A2 tetapi tidak memenuhi kriteria A1 selama enam bulan
terakhir.
Catatan penulisan : Untuk individu (terutama remaja dan dewasa) yang sekarang
memiliki gejala yang tidak lagi memenuhi kriteria lengkap, harus dituliskan
“dalam remisi parsial.”

D. Klasifikasi

Karena simtom-simtom ADHD bervariasi, DSM-IV-TR mencantumkan tiga


subkategori, yaitu:
1. Tipe predominan inatentif: anak-anak yang masalah utamanya adalah rendahnya
konsentrasi.
2. Tipe predominan Hiperaktif-Impulsif: anak-anak yang masalah utamanya
diakibatkan oleh perilaku hiperaktif-impulsif.
3. Tipe kombinasi: anak-anak yang mengalami kedua rangkaian masalah diatas.
Anak-anak yang mengalami masalah atensi, namun memiliki tingkat aktivitas yang
sesuai dengan tahap perkembangannya, tampak sulit memfokuskan perhatian atau lebih
lambat dalam memproses informasi (Barkley, Grodzinsky, & DuPaul,1992), mungkin
berhubungan dengan masalah pada daerah frontal atau striatal otak (Tannock,1998).
Gangguan ADHD, lebih berhubungan dengan perilaku tidak mengerjakan tugas disekolah,
kelemahan kognitif, rendahnya prestasi, dan prognosis jangka panjangnya lebih baik.
Berbeda dengan anak yang mengalami gangguan tingkah laku, mereka bertingkah
disekolah dan dimana pun, dan kemungkinan jauh lebih agresif, serta mungkin
memilikiorang tua yang antisosial.

E. Etiologi

Penyebab gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas tidak diketahui. Sebagian besar


anak dengan ADHD tidak menunjukkan tanda-tanda cedera struktural yang besar pada
sistem saraf pusat. Sebaliknya, sebagian besar anak dengan gangguan neurologis yang
diketahui yang disebabkan oleh cedera otak tidak menunjukkan defisit-atensi dan
hiperaktivitas. Walaupun tidak adanya dasar neurofisiologis atau neurokimiawi spesifik
untuk gangguan, gangguan dapat diperkirakan berhubungan dengan gangguan lain yang
memengaruhi fungsi otak, seperti gangguan belajar. Faktor penyumbang yang diajukan
untuk ADHD adalah pemaparan toksin pranatal, prematuritas, dan kerusakan mekanis
pranatal pada sistem saraf janin.
Penyedap makanan, zat pewarna, pengawet, dan gula telah juga diperkirakan
sebagai kemungkinan penyebab untuk perilaku hiperaktif. Tidak ada bukti ilmiah yang
menyatakan bahwa faktor-faktor tersebut menyebabkan gangguan defisit-atensi/
hiperaktivitas.
Berikut merupakan faktor-faktor penyebab ADHD:
Faktor Predisposisi

 Faktor Biologi
 Faktor Genetik

Penelitian menunjukan bahwa predisposisi genetika terhadap ADHD


kemungkinan berperan. Bila orang tua menderita ADHD, kemungkinan sebagian
anaknya akan mengalami gangguan tersebut (Biederman, dkk,1995). Ada banyak
penelitian tentang etiologi (penyebab) ADHD, tetapi tidak ada kesimpulan yang
tegas dari riset-riset tersebut.
Orang tua biologis dari anak-anak dengan gangguan memiliki risiko yang
lebih tinggi untuk memiliki gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas dibandingkan
orang tua adoptif. Jika gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas ada bersama-sama
dengan gangguan konduksi pada seorang anak, gangguan penggunaan alkohol dan
gangguan kepribadian antisosial adalah lebih sering pada orang tua dibandingkan
populasi umum.
Bukti-bukti untuk dasar genetik untuk gangguan defisit-atensi/
hiperaktivitas adalah lebih besarnya angka kesesuaian dalam kembar monozigotik
dibandingkan kembar dizigotik. Juga, sanak saudara anak-anak hiperaktif memiliki
risiko dua kali menderita gangguan dibandingkan populasi umum. Salah satu sanak
saudara mungkin memiliki gangguan hiperaktivitas yang menonjol, dan yang
lainnya memiliki inatensi yang menonjol.
Tampaknya reseptor tertentu di otak yang biasanya menanggapi
neurotransmiter yang disebut dopamin tidak bekerja dengan benar. Kemungkinan
besar, dopamin tidak diproduksi pada tingkat normal dalam otak. Kekurangan
dopamin ini mengganggu proses kognitif seperti fokus dan perhatian. Mengenai
apa yang diturunkan dalam keluarga sampai saat ini belum ditemukan, namun
studi baru-baru ini menunjukan bahwa ada perbedaan fungsi dan struktur otak pada
anak ADHD dan anak yang tidak ADHD.
Frontal lobe pada anak ADHD kurang responsif terhadap stimulasi (Rubia
dkk,1999 ; tannock, 1998), aliran darah cerebral berkurang (Sieg dkk, 1995).
Terlebih lagi beberapa bagianotak (frontal lobe, nucleus, kaudat, globus pallidus)
pada anak ADHD lebih kecil dari ukuran normal (Castellanos dkk, 1996; Filipek
dkk, 1997; Hynd dkk, 1993).

 Faktor perinatal dan prenatal

Berbagai hal yang berhubungan dengan masa-masa kelahiran serta


berbagai zat yang dikonsumsi ibu saat kehamilan merupakan prediktor simtom-
simtom ADHD.

 Racun Lingkungan
Teori pada tahun 1970-an menyangkut peran racun dalam terjadinya
hiperaktifitas. Zat-zat adiktif pada makanan mempengaruhi kerja sistem saraf
pusat pada anak-anak hiperaktif. Nikotin, merupakan racun lingkungan yang
dapat berperan dalam terjadinya ADHD.

 Cedera Otak

Telah lama diperkirakan bahwa anak yang terkena ADHD mendapatkan


cedera otak yang minimal dan samar-samar pada sistem saraf pusatnya selama
periode janin dan perinatalnya. Atau cedera otak mungkin disebabkan oleh
sirkulasi, toksik, metabolik, mekanik, dan efek lain yang merugikan dan oleh stres
dan kerusakan fisik pada otak selama masa bayi yang disebabkan oleh infeksi,
peradangan, dan trauma. Cedera otak yang minimal, samar-samar, dan subklinis
mungkin bertanggung jawab untuk timbulnya gangguan belajar dan ADHD. Tanda
neurologis nonfokal (lunak) sering ditemukan.

 Faktor Psikologi

Bruno Bettelheim (1973), mengemukakan teori diathesis-stres mengenai ADHD,


yaitu hiperaktifitas terjadi bila suatu predisposisi terhadap gangguan dipasangkan
dengan pola asuh orang tua yang otoritarian. Pembelajaran juga dapat berperan dalam
ADHD, seperti yang dikemukakan Ross dan Ross (1982), hiperaktivitas dapat
merupakan peniruan perilaku orang tua dan saudara-saudara kandung. Dalam hubungan
orang tua-anak sangat kurang bersifat dua arah dan lebih mungkin merupakan “rantai
asosiasikompleks” (Hinshaw dkk, 1997).
Seperti halnya orang tua anak yang hiperaktif mungkin memberi lebih banyak
perintah dan memiliki interaksi negatif dengan mereka(a.l.,Anderson, Hinshaw, &
Simmel, 1994; Heller dkk, 1996), demikian juga anak-anak hiperaktivitas diketahui
kurang patuh dan memiliki interaksi yang lebih negative dengan orang tua mereka
(Barkley, Karlsson & Pollar; Tallmadge & Barkley, 1983).

 Faktor Psikososial

Anak-anak dalam institusi sering kali overaktif dan memiliki rentang atensi
yang buruk. Tanda tersebut dihasilkan dari pemutusan emosional yang lama, dan
gejala menghilang jika faktor pemutus dihilangkan, seperti melalui adopsi atau
penempatan di rumah penitipan. Kejadian fisik yang menimbulkan stres, suatu
gangguan keseimbangan keluarga, dan faktor yang menyebabkan kecemasan
berperan dalam awal atau berlanjutnya ADHD. Faktor predisposisi mungkin
termasuk temperamen anak, faktor genetik-familial, dan tuntutan sosial untuk
mematuhi sara berkelakuan dan bertindak yang rutin. Status sosioekonomi
tampaknya bukan merupakan faktor predisposisi.
Faktor Presipitasi 
 Peristiwa pasca kelahiran, seperti komplikasi kelahiran dan penyakit.
 Keracunan lingkungan, seperti kandungan timah.
 Gangguan bahasa dan pembelajaran
 Tanda-tanda ketidak matangan neurologis, seperti berperilaku aneh,
lemahkeseimbangan dan koordinasi, serta adanya refleks yang tidak normal.
 Peningkatan dalam simtom-simtom ADHD diakibatkan oleh zat obat-obatan yang
dilakukan dalam terapi medis dan diketahui sangat berpengaruh terhadap sistem
jaringan otak sentral.
 Persamaan di antara simtom-simtom ADHD, simto-simtom yang
dihubungkandengan kerusakan pada korteks prefrontal (Fuster, 1989; Grattal dan
Eslinger,1991).
 Menurunnya kemampuan anak ADHD pada tes neuropsikologis yang dikaitkan
pada fungsi lobus prefrontal (Barkeley, Grodzinsky, dan DuPaul, 1992).

F. Perjalanan Penyakit

Perjalanan penyakit ADHD agak bervariasi. Gejala dapat menetap sampai masa
remaja atau kehidupan dewasa, gejala dapat menghilang pada pubertas, atau
hiperaktivitas mungkin menghilang, tetapi penurunan rentang atensi dan masalah
pengendalian impuls mungkin menetap.
Overaktivitas biasanya merupakan gejala pertama yang menghilang dan
distraktibilitas adalah yang terakhir. Remisi kemungkinan tidak terjadi sebelum usia 12
tahun. Jika remisi memang terjadi, biasanya terjadi antara usia 12 dan 20 tahun. Remisi
dapat disertai dengan masa remaja dan kehidupan dewasa yang produktif, hubungan
interpersonal yang memuaskan, dan relatif sedikit sekuela yang bermakna. Tetapi
sebagian besar pasien dengan ADHD mengalami remisi parsial dan rentan terhadap
gangguan kepribadian antisosial dan gangguan kepribadian lain dan gangguan mood.
Masalah belajar sering kali terus ada.
Pada kira-kira 15 sampai 20 persen kasus, gejala ADHD menetap sampai masa
dewasa. Mereka dengan gangguan mungkin menunjukkan penurunan hiperaktivitas tetapi
tetap impulsif dan rentan terhadap kecelakaan. Walaupan pencapaian pendidikan mereka
adlah lebih rendah dari orang tanpa ADHD, riwayat pekerjaan awal mereka adalah tidak
berbeda dari orang dengan pendidikan yang sama.
WOC ADHD

Disfungsiotak Genetik

Hipoksiaotak Hipofungsidopamin dan noreprin

Disfungsikortiko striatal

Disfungsikorteks prefrontal

Defekfungsikognitif MK:
ResikoCeder
a
Kegagalaninhibisiperilaku,
tertundanyaresponperilaku Perubahan f.
, kognitif
Inattentiveness dan impulsivitas

Hiperaktif
ADHD

Hyperaousalkompensas yang
Genetik B3 berllebihan di korteksotak
,
Anaklaki - Underarousal G3 Defekfungsi area
lakikromosom retikular activating frontal
XYY system
Masuknya
Kemampuan verbal dan Aktivitasmotorikm neuron
performamenurun eningkat dopamine
kelobus frontalis
Defisiensibicara Hiperaktiif central

<responsif pd orang lain <kontroltidur Kekorteks


prefrontal
darisubkortikal
MK: Sulittidur, istirahat<
Gangguaninteraksis
osial Ketidakmampuanb
MK: elajar
Anakperempuan Gangguanpolati
(Kromosom 45) dur
MK:
Resikogangguanperke
Ketidakmampuanbelajar mbangan

MK: Resikogangguanperkembangan
G. Terapi (Penatalaksanaan)
 Farmakoterapi

Agen farmakologis untuk ADHD adalah stimulan sistem saraf pusat, terutama
dextroamphetamine (Dexedrine), methylphenidate, dan Pemoline (Cylert). Food ang Drug
Administration (FDA) mengizinkan dextroamphetamine pada anak berusia 3 tahun dan
lebih dan methylphenidate pada anak berusia 6 tahun dan lebih; keduanya adalah obat
yang paling sering digunakan.
Mekanisme kerja yang tepat dari stimulan tetap tidak diketahui. Pendapat respos
paradoksikal oleh anak tidak lagi diterima. Methylphenidate telah terbukti sangat efektif
pada hampir tigaperempat anak dengan ADHD dan memiliki efek samping yang relatif
kecil. Methylphenidate edalah medikasi kerja singkat yang biasanya digunakan secara
efektif selama jam-jam sekolah, sehingga anak dengan gangguan defisit-atensi/
hiperaktivitas dapat memerhatikan tugasnya dan tetap di dalam ruang kelas. Obat telah
ditunjukkan memperbaiki skor anak hiperaktif pada tugas yang membutuhkan kegigihan,
seperti tugas kinerja kontinu dan asosiasi berpasangan.
Efek samping obat yang paling sering adalah nyeri kepala, nyeri lambung, mual,
dan insomnia. Beberapa anak mengalami efek “rebound”, di mana mereka menjadi agak
mudah marah dan tampak agak hiperaktif selama waktu yang singkat saat medikasi
dihentikan. Pada anak-anak dengan riwayat tik motorik, harus digunakan dengan berhati-
hati, karena, pada beberapa kasus, methylphenidate dapat menyebabkan eksaserbasi
gangguan tik. Permasalahan lain yang sering tentang methylphenidate adalah apakah obat
akan menyebabkan supresi pertumbuhan.

 Psikoterapi

Medikasi sendiri saja jarang memuaskan kebutuhan terapeutik yang menyeluruh


pada anak ADHD dan biasanya hanya merupakan satu segi dari regimen multimodalitas.
Pada psikoterapi individual, modifikasi perilaku, konseling orang tua, dan terapi tiap
gangguan beajar yang meneyertai mungkin diperlukan.
Jika menggunakan medikasi, anak dengan ADHD harus diberikan kesempatan
untuk menggali arti medikasi bagi mereka. Dengan melakukan hal itu akan
menghilangkan kekeliruan pengertian (seperti, “saya gila”) tentang pemakaian medikasi
dan menjelaskan bahwa medikasi hanya sebagai tambahan. Anak-anak harus mengerti
bahwa mereka tidak perlu selalu sempurna.
Jika anak-anak dengan ADHD dibantu untuk menyusun lingkungannya,
kecemasan mereka menghilang. Dengan demikian, orang tua dan guru mereka harus
membangun struktur hadiah atau hukuman yang dapat diperkirakan, dengan menggunakan
model terapi perilaku dan menerapkannya pada lingkungan fisik, temporal, dan
interpersonal.
Persyaratan yang hampir universal untuk terapi adalah membantu orang tua untuk
menyadari bahwa sikap serba mengizinkan adalah tidak membantu bagi anak-anak
mereka. Orang tua harus juga dibantu untuk menyadari bahwa, walaupun ada kekurangan
pada anak-anak mereka dalam beberapa bidang, mereka menhadapi tugas maturasi yang
normal, termasuk perlu mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka. Dengan
demikian, anak-anak dengan ADHD tidak mendapatkan manfaat dari dibebaskan dari
persyaratan, harapan, dan perencanaan yang berlaku untuk anak lain.

 Terapi Bermain

Terapi bermain sering digunakan untuk menangani anak-anak dengan ADHD. Melalui
proses bermain anak-anak akan belajar banyak hal, diantaranya :

 Belajar mengenal aturan


 Belajar mengendalikan emosi
 Belajar menunggu giliran
 Belajar membuat perencanaan
 Belajar beberapa cara untuk mencapai tujuan melalui proses bermain

 Terapi Back in Control

Beberapa penelitian terakhir membuktikan bahwa cara terbaik untuk menangani


anak dengan  ADHD adalah dengan mengkombinasikan beberapa pendekatan dan metode
penanganan. Program terapi “Back in Control” dikembangkan oleh Gregory Bodenhamer.
Program ini berbasis pada sistem yang berdasar pada aturan, jadi tidak tergantung pada
keinginan anak untuk patuh. Program ini lebih cenderung ke sistem training bagi orang tua
yang diharapkan dapat menciptakan sistem aturan yang berlaku di rumah sehingga dapat
mengubah perilaku anak.
            Demi efektivitas program, sebaiknya orang tua bekerja sama dengan pihak sekolah
untuk melakukan proses yang sama bagi anaknya ketika dia di sekolah. Orang tua harus
selalu melakukan monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan dan konsisten atas
program yang dijalankan. Begitu juga ketika program ini dilaksanakan bersama-sama
dengan pihak sekolah  maka orang tua sangat memerlukan keterlibatan guru dan petugas
di sekolah untuk melakukan proses monitoring dan evaluasi.
            Dalam program ini, yang harus dilakuan orangtua adalah :

 Definisikanlah aturan secara jelas dan tepat. Buat aturan sejelas mungkin sehingga
pengasuh pun dapat mendukung pelaksanaan tanpa banyak penyimpangan.
 Jalankan aturan tersebut dengan ketat
 Jangan memberi imbalan atau hukuman atas tanggapan terhadap aturan itu.
Jalankan saja sesuai yang sudah ditetapkan
 Jangan pernah berdebat dengan anak tentang sebuah aturan. Gunakan kata-kata
kunci yang tidak akan diperdebatkan.

 Terapi Medika mentosa


Penggunaan obat-obatan dalam terapi ADHD berperan sebagai CNS stimulant,
meliputi sediaan short dan sustained-release seperti methylphenidate,
dextroamphetamine, kombinasi dextroamphetamine dan amphetamine salt. Salah satu
keuntungan sediaan sustained-release untuk anak-anak adalah satu dosis di pagi hari akan
bertahan efeknya sepanjang hari sehingga anak-anak tidak perlu minum dosis kedua
maupun ketiga saat kegiatan disekolah berlangsung. Keuntungan lain adalah
dipertahankannya obat ini pada level tertentu dalam tubuh sepanjang hari sehingga
fenomena rebound dan munculnya iritabilitas dapat dihindari.
FDA(TheFoodandDrugAdministration) menyarankan penggunaan dextroamphetamine
pada anak-anakberusia 3tahun atau lebih dan methylphenidate pada anak-anak berusia 6
tahunataulebih. Kedua obat inilah yang paling sering dipakai untuk terapi ADHD.
Terapisecond line meliputi antidepresan seperti bupropion, venlafaxine dan juga terdiri
dari Agonisreseptorα-Adrenergik seperti clonidine danguan facine. Obatan tidepresan
sebaiknya diberikan bila pemberian obat psiko stimulant tidak efektif hasilnya untuk anak
ADHD. Psiko stimulant menstimuli area yang mengalami penurunan aktivasi hingga
dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi. Ternyata efek methylphenidate sangat baik
terhadap anak ADHD dimana anak ADHD terjadihi pofungsidopamin dan adrenalin
disinaps, sedangkan methylphenidate bekerja untuk menghambat reuptakedopamin dan
noradrenalin kembali keselsyaraf. Efek methylphenidate menstimulasi korteks serebral
dan struktur subkortikal.
Efek samping psiko stimulant yang tersering adalah insomnia, berkurangnya
nafsu makan sampai berat badan menurun, kadang-kadang sakit kepala. Bila sebelum
dan saat pengobatan anak ADHD menunjukkan gejala sukar makan,makaperlu
diberikan vitamin untuk nafsu makan. Bila timbul efek samping sukar tidur, sebaiknya
pemberian malam hari tak dilakukan, dilakukan membaca terlebih dahulu sebelum
tidur(bedtimereading), dapat diberikan obat tidur bila sangat diperlukan.

 Terapi Perilaku
Berupa:
1.Intervensi pendidikan dan sekolah
Hal ini penting untuk membangun kemampuan belajar anak.
1.Psikoterapi : pelatihan ADHD, suport group, atau penggunaan keduanya pada orang
dewasa dapat membantu menormalisasi gangguan dan membantu penderita agar focus
pada informasi umum. Konselor terapi perilaku ini dapat melibatkan psikolog, dokter
spesialis tumbuh kembang anak, pekerjasosial dan perawat yang berpengalaman.
Modifikasi prilaku dan terapi keluarga juga dilakukan untuk mendapatkan hasil
yangoptimal. Terapi perilaku bertujuan untuk mengurangi konflik orang tua dan anak
serta mengurangi ketidakpatuhan anak.Terapi perilaku ini terdiri dari beberapa langkah,
yakni :
a.Fase pemberian informasi (Informationphase)

Memberikan informasi pada orangtua mengenai keadaan anak sebenarnya termasuk


kesukaran tingkah laku anak.
a.Fase penilaian(Assessmentphase)
Menilai seberapa berat gangguan interaksi anak dengan saudara atau orangtua.
b.Fase pelatihan(Trainingphase)
Menawarkan pelatihan keterampilan social pada anak, orangtua, bila memungkinkan
gurunya.
c.Fase evaluasi(Reviewprogress)
Menilai kemajuan/perbaikan tingkah laku anak ADHD.
Pendekatan pada anak untuk memperbaiki tingkahlakunya di rumah dan hubungan
interpersonal anak-orangtua dilakukan dengan cara:
a) Mengidentifikasi situasi permasalahan yang spesifik dan peristiwa yang
menimbulkan tingkah laku yang tidak diinginkan misalnya sikap menentang
biladisuruh belajar, sikap tidak bisa diam, dan sebagainya.
b) Dilakukan monitor kemajuan anak dengan menggunakan skala penilaian
yangsudahbaku.
c) Ditingkatkan hubungan/interaksi yang positif antara orang tua dan anak serta
dibatasi interaksi negative antara orangtua dengan anak.
d) Berusaha untuk berkomunikasi secara efektif dan menetapkan peraturan.
e) Digunakan system hadiah (rewards) segera bila anak mencapai target tingkah
laku yang dikehendaki.
f) Digunakan“negative reinforcement” (time out) sebagaihukuman pada anakpada
masalah tingkah lakuyangserius.
Pendekatan yang hamper sama dapat dilakukan oleh guru di sekolah pada anak
ADHD yang mengganggu teman-temannya di sekolah. Dalam terapi perilaku sebaiknya
orangtua menunjukkan perilaku yang baik yang dapat ditiru anak (menunda
kemarahan/lebih sabar, memberikan disiplin yang konsisten dan sesuai dengan
usiaanak). Mengajarkan pada anak bermain olahraga yang banyak mempergunakan
gerakan adalah lebih baikdari pada permainan yang tenang (catur),misalnyasepakboladan
tenis.

H. Prognosis

Anak-anak dengan ADHD yang gejalanya menetap sampai masa remaja adalah
berada dalam risiko tinggi untuk mengalami gangguan konduksi. Kira-kira 50 persen
anak-anak dengan gangguan konduksi akan mengembangkan gangguan kepribadian
antisosial di masa dewasanya. Anak-anak dengan kedua ADHD dengan gangguan
konduksi juga berada dalam risiko mengalami gangguan berhubungan dengan zat.
Secara keseluruhan, hasil akhir ADHD pada masa anak-anak tampaknya
berhubungan dengan jumlah gangguan konduksi yang menetap dan faktor keluarga yang
kacau. Hasil yang optimal tampaknya dipermudah dengan menghilangkan agresi anak dan
dengan memperbaiki fungsi keluarga sedini mungkin.
Anak-anak didiagnosis dengan ADHD memiliki kesulitan yang signifikan pada
masa remaja, tanpa memperhatikan perawatan. Di Amerika Serikat, 37% dari orang-orang
dengan ADHD tidak mendapatkan ijazah sekolah tinggi walaupun banyak dari mereka
akan menerima layanan pendidikan khusus. Amerika mengutip pengarahan 1995 ulasan
buku tahun 1994 mengatakan hasil gabungan dari pengusiran dan angka putus sekolah
menunjukkan bahwa hampir separuh dari semua siswa ADHD tidak pernah
menyelesaikan SMA. Juga di Amerika, kurang dari 5% dari orang dengan ADHD
mendapatkan gelar sarjana dibandingkan dengan 28% dari populasi umum. Orang-orang
dengan ADHD sebagai anak-anak mengalami peningkatan risiko dari sejumlah hasil
kehidupan yang merugikan begitu mereka menjadi remaja. Ini termasuk risiko yang lebih
besar otomatis crash, cedera dan biaya pengobatan yang lebih tinggi, lebih awal aktivitas
seksual, dan kehamilan remaja.
Russell Barkley menyatakan bahwa gangguan ADHD dewasa mempengaruhi
"pendidikan, pekerjaan, hubungan sosial, kegiatan seksual, kencan dan pernikahan,
pengasuhan dan keturunan morbiditas psikologis, kejahatan dan penyalahgunaan narkoba,
kesehatan dan berkaitan dengan gaya hidup, manajemen keuangan, atau berkendara.
ADHD dapat ditemukan untuk menghasilkan beragam dan gangguan serius ". Proporsi
anak-anak yang memenuhi kriteria diagnostik untuk ADHD tetes oleh sekitar 50 % selama
tiga tahun setelah diagnosis. Hal ini terjadi terlepas dari perawatan yang digunakan dan
juga terjadi pada anak-anak yang tidak diobati dengan ADHD.ADHD tetap menjadi
dewasa di sekitar 30-50% dari kasus. Mereka terpengaruh kemungkinan untuk
mengembangkan mekanisme bertahan sebagai mereka dewasa, sehingga kompensasi
untuk ADHD sebelumnya.

I. Pemeriksaan
a.Anamnesis
1. Riwayat penyakit sekarang
Sesuai dengan criteria ADHD berdasarkan DSM IV.
2. Riwayat penyakit dahulu
Temukan adanya riwayat pemakaian obat-obatan yang memiliki interaksi negatef
dengan ADHD atau pengobatannya seperti: antikonvulsan, antihipertensi, obat yang
mengandung kafein, pseudoefedrin,monoamin oxidaseinhibitors(MAOIs).
Temukan pula adanya penyakit yang memiliki interaksi negative dengan ADHD atau
pengobatannya seperti: penyakit arterial(mayor), glaucoma sudut sempit, trauma kepala,
penyakit jantung, palpitasi, penyakithati, hipertensi, kehamilan, dan penyakit ginjal.
Temukan pula adanya kelainan psikiatrik karena 30-50% penderita ADHD disertai dengan
kelainan psikiatrik. Adapun kelainan psikiatrik yang dimaksud antaralain: gangguan
cemas, gangguan bipolar, gangguan perilaku, depresi, gangguan disosiasi, gangguan
makan, gangguan cemas menyeluruh, gangguan mood, gangguan obsesif-kompulsif,
gangguan panic atau tanpa agorafobia, gangguan perkembangan perfasif, Posttraumatic
stress disorder (PTSD), psikotik, fobiasosial, gangguan tidur, penyalahgunaan zat,
sindrom Tourette’s atau gangguan Tic, dan komorbiditas somatik (tidak ada komorbiditas
somatik yang berhubungan dengan ADHD).
1. Riwayat keluarga
Temukan adanya anggota keluarga lain yang menderita ADHD atau mengalami gejala
seperti yang tercantum dalam criteria DSMIV.
2. Riwayat social

Meliputi:interaksi antar anggota keluarga, masalah dengan hukum, keadaan disekolah,


dan disfungsi keluarga.
b. Pemeriksaan fisik:
Perlu observasi yang baik terhadap perilaku penderita ADHD karena pada penderita
ADHD menunjukkan gejala yang sedikit pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik
yang dilakukan meliputi :tanda vital, tinggi badan, berat badan, tekanan darah dan
nadi. Pemeriksaan fisik umum termasuk penglihatan, pendengaran dan neurologis.
Tidak ada pemeriksaan fisik dan laboratorium yang spesifik untuk ADHD.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara seksama, mungkin dapat membantu dalam
menegakkan diagnosa, dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain.
c. Pemeriksaan psikologis (mental)
Terdiri dari pemeriksaan terhadap kesan umum berupa refleksi menghisap, control
impuls, danstateofarousal. Pemeriksaan mental seperti: ,tesvisuomotorik, tes
kemampuan bahasa, danlain-lain.
d. Pemeriksaan Laboratorium
-Liver Function Test
-Completebloodcell counts
e.PemeriksaanImaging
-MRI
-PET (PositronEmisionTomography)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Karakteristik anak-anak dengan ADHD yang tersering dinyatakan dalam


urutan frekuensi: hiperaktivitas, gangguan motorik perseptual, labilitas
emosional, defisit koordinasi menyeluruh, gangguan atensi (rentang atensi yang
pendek, distraktibilitas, keras hati, gagal menyelesaikan hal, inatensi, konsentrasi
yang buruk), impulsivitas (bertindak sebelum berpikir, mengubah perilaku denga
tiba-tiba, tidak memiliki organisasi, meloncat-loncat di sekolah), gangguan daya
ingat dan pikiran, ketidakmampuan belajar spesifik, gangguan bicara dan
pendengaran, dan tanda neurologis dan iregularitas EEG yang samar-samar.
Laporan tentang insiden ADHD di Amerika Serikat adalah bervariasi dari
2 sampai 20 persen anak-anak sekolah dasar. Anak laki-laki memiliki insidensi
yang lebih tinggi dibandingkan anak perempuan, dengan rasio 3 berbanding 1
sampai 5 berbanding 1. Gangguan paling sering ditemukan pada anak laki-laki
yang pertama. Orangtua dari anak-anak dengan ADHD menunjukkan peningkatan
insidensi hiperkinesis, sosiopati, gangguan penggunaan alkohol, dan gangguan
konversi.
Karena simtom-simtom ADHD bervariasi, DSM-IV-TR mencantumkan
tiga subkategori, yaitu tipe predominan inatentif: anak-anak yang masalah
utamanya adalah rendahnya konsentrasi, tipe predominan Hiperaktif-Impulsif:
anak-anak yang masalah utamanya diakibatkan oleh perilaku hiperaktif-impulsif,
dan tipe kombinasi: anak-anak yang mengalami kedua rangkaian masalah diatas.
Beberapa penyebab ADHD di antaranya adalah faktor predisposisi yaitu faktor
biologi: genetik, perinatal dan prenatal, serta racun lingkungan; faktor psikologi
dan sosial dan faktor presipitasi yaitu: peristiwa pasca kelahiran, gangguan bahasa
dan pembelajaran, dan sebagainya.
Beberapa terapi untuk penderita ADHD antara lain dengan farmakoterapi

1
yaitu terapi dengan menggunakan obat-obatan untuk mengurangi gejala
hiperaktivitas, psikoterapi, terapi bermain, dan terapi back in control.

B. Saran

Kami menganjurkan untuk lebih menambah khasanah pengetahuan


tentang ADHD dengan membaca jurnal-jurnal tentang ADHD. Perlu penelitian
lebih lanjut mengenai penyebab dan cara penanggulangan untuk menekan angka
penderita ADHD dan agar anak yang terkena gangguan ADHD dapat
diperlakukan dengan benar. Di samping itu agar mencari alternatif terapi
(penatalaksanaan) untuk penderita ADHD.
DAFTAR PUSTAKA

Davison, Gerald C dkk. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta : PT Raja Grafindo


Persada.

http://www.scribd.com/doc/71659704/Adhd diakses tanggal 4 November 2012.

http://www.scribd.com/doc/104336205/Makala-Had-Hd diakses tanggal 4


November 2012.

Kaplan, M.D., Halord I, Sadock, M.D., Benjamin J., Grebb, M.D., Jack A. 2010.
Sinopsis Psikiatri, Jilid 2. Terjemahan Dr. Widjaja Kusuma. Tangerang:
Binarupa Aksara.

Komalasari, Erna. 2010. Prognosis ADHD. http://erna-


komalasari.blogspot.com/2010/02/prognosis-adhd.html diakses tanggal 4
November 2012.

Nevid, Jeffrey S dkk. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Nuryanti, Lusi. 2008. Psikologi Anak. Jakarta : Indeks

Anda mungkin juga menyukai