Disusun Oleh :
Kelompok 4
1 Crisna Wahyu Ramadhan
2 Dian Kurniawan
3 Eni Muchlisoh
4 Lia Sari
5 Trianti Rusmia Anggraeni
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah tentang “Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD)” ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan
yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar
bagi seluruh alam semesta.
Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas
pendidikan agama dengan judul “Makalah Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD)”. Disamping itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami selama pembuatan makalah ini berlangsung
sehingga dapat terealisasikanlah makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini agar
kedepannya dapat kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah yang kami buat ini
masih banyak terdapat kekurangannya.
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................... 1
A. Latar Belakang.............................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 2
C. Tujuan.......................................................................................... 3
BAB II. PEMBAHASAN............................................................................. 4
A. Gambaran Klinis.......................................................................... 4
B. Epidemiologi............................................................................... 6
C. Diagnosis..................................................................................... 7
D. Klasifikasi.................................................................................... 10
E. Etiologi........................................................................................ 10
F. Perjalanan Penyakit..................................................................... 15
G. Terapi (Penatalaksanaan)............................................................. 15
H. Prognosis..................................................................................... 18
I. Pemeriksaan................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 25
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak saat itu hipotesis lain telah diajukan untuk menjelaskan asal gangguan,
seperti kondisi dengan dasar genetik yang mencerminkan tingkat kesadaran yang
abnormal dan kemampuan yang buruk untuk memodulasi emosi. Teori tersebut pada
awalnya didukung oleh pengamatan bahwa medikasi stimulan membantu menghasilkan
atensi yang bertahan dan memperbaiki kemampuan anak untuk memusatkan perhatian
pada tugas yang diberikan. Sekarang ini, tidak ada faktor tunggal yang dianggap
menyebabkan gangguan, walaupun banyak variabel lingkungan dapat menyebabkannya
dan banyak gambaran klinis yang dapat diramalkan adalah berhubungan dengannya.
Para ahli percaya bahwa setidaknya tiga dari seratus anak usia 4-14 tahun
menderita ADHD. Orang dewasa juga terpengaruh oleh ADHD, tetapi kerusakan yang
ditimbulkan terhadap kehidupan anak sering kali jauh lebih besar karena efeknya terhadap
keluarga, teman sekelas dan guru. ADHD dapat menyebabkan anak-anak tidak punya
teman, sering membuat kekacauan di rumah dan sekolah dan tidak mampu menyelesaikan
pekerjaan rumah mereka.Pada kira-kira sepertiga kasus, gejala-gejala menetap sampai
dengan masa dewasa(Townsend, 1998). Hiperaktivitas pada anak penderita ADHD
seringkali mulai menjadi perhatian ketika anak-anak mulai berjalan. Satu dari tiga anak
digambarkan hiperaktif oleh orangtuanya. Para guru menilai satu dari lima murid mereka
hiperaktif. Bahwa anak dinilai hiperaktif tidak selalu berarti mereka menderita ADHD.
Untuk dapat disebut menderita ADHD, anak hiperaktif perlu memiliki karakteristik yang
lebih banyak.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
1. ManfaatTeoritis
A. Gambaran Klinis
ADHD mungkin memiliki onset pada masa bayi. Bayi dengan ADHD peka
terhadap stimuli dan mudah dimarahkan oleh suara, cahaya, temperatur, dan perubahan
lingkungan lain. Kadang-kadang terjadi kebalikannya, anak-anak tenang dan lemah,
banyak tidur, dan tampaknya berkembang lambat pada bulan-bulan pertama kehidupan.
Tetapi, lebih sering untuk bayi dengan ADHD untuk bersikap aktif di tempat tidurnya,
sedikit tidur, dan banyak menangis.
Anak ADHD jauh lebih jarang dibandingkan anak normal untuk menurunkan
aktivitas lokomotoriknya saat lingkungan mereka terstruktur oleh batas-batas sosial. Di
sekolah, anak ADHD dapat dengan cepat menyambar ujian tetapi hanya menjawab satu
atau dua pekerjaan pertama. Mereka tidak mampu menunggu giliran dipanggil di sekolah
dan menjawab giliran orang lain. Di rumah, mereka tidak dapat didiamkan walaupun
hanya semenit.
Anak-anak dengan ADHD sering sekali mudah marah secara meledak. Iritabilitas
mereka mungkin ditimbulkan oleh stimuli yang relatif kecil, yang mungkin
membingungkan dan mencemaskan anak. Mereka seringkali labilsecara emosional.
Mudah dibuat tertawa atau menangis, dan mood dan kinerja mereka cenderung bervariasi
dan tidak dapat diramalkan. Impulsivitas dan ketidakmampuan menunda kegembiraan
adalah karakteristik. Mereka sering kali rentan terhadap kecelakaan.
Kesulitan emosional penyerta adalah sering ditemukan. Kenyataan bahwa anak-
anak lain menumbuhkannya pada waktu dan kecepatan yang sama dapat menyebabkan
ketidakpuasan dan tekanan pada orang dewasa. Konsep diri yang negatif dan permusuhan
reaktif yang dihasilkannya adalah diperburuk oleh kesadaran anak bahwa ia memiliki
masalah.
Karakteristik anak-anak dengan ADHD yang tersering dinyatakan dalam urutan
frekuensi:
1) Hiperaktivitas
2) Gangguan motorik perseptual
3) Labilitas emosional
4) Defisit koordinasi menyeluruh
5) Gangguan atensi (rentang atensi yang pendek, distraktibilitas, keras hati, gagal
menyelesaikan hal, inatensi, konsentrasi yang buruk)
6) Impulsivitas (bertindak sebelum berpikir, mengubah perilaku denga tiba-tiba, tidak
memiliki organisasi, meloncat-loncat di sekolah)
7) Gangguan daya ingat dan pikiran
8) Ketidakmampuan belajar spesifik
9) Gangguan bicara dan pendengaran
10) Tanda neurologis dan iregularitas EEG yang samar-samar.
B. Epidemiologi
ADHD adalah salah satu alasan dan masalah kanak-kanak yang paling umum
mengapa anak-anak dibawa untuk diperiksa oleh para professional kesehatan mental.
Konsensus professional menyatakan bahwa kira-kira 30,5% atau sekitar 2 juta anak-anak
usia sekolah mengidap ADHD (Martin, 1998). Sebagian besar penelitian menunjukkan
bahwa 5% dari populasi usia sekolah sampai tingkat tertentu dipengaruhi oleh ADHD,
yaitu sekitar 1 % sangat hiperaktif. Sekitar 30-40% dari semua anak-anak yang diacu
untuk mendapatkan bantuan professional karena masalah perilaku, datang dengan
keluhan yang berkaitan dengan ADHD (Baihaqi dan Sugiarmin, 2006).
Di beberapa negara lain, penderita ADHD jumlahnya lebih tinggi dibandingkan
dengan di Indonesia. Literatur mencatat, jumlah anak hiperaktif di beberapa negara 1:1
juta. Sedangkan laporan tentang insiden ADHD di Amerika Serikat adalah bervariasi dari
2 sampai 20 persen anak-anak sekolah dasar. Jika dihitung keseluruhan, jumlah
anak hiperaktif di Amerika Serikat adalah 1:50. Jumlah ini cukup fantastis karena bila
dihitung dari 300 anak yang ada 15 di antaranya menderita hiperaktif. Di Inggris,
insidensi dilaporkan lebih rendah dibandingkan Amerika Serikat, kurang dari 1 persen.
Untuk Indonesia sendiri belum diketahui jumlah pastinya. Namun, anak hiperaktif
cenderung meningkat.
Anak laki-laki memiliki insidensi yang lebih tinggi dibandingkan anak perempuan,
dengan rasio 3 berbanding 1 sampai 5 berbanding 1. Gangguan paling sering ditemukan
pada anak laki-laki yang pertama. Orangtua dari anak-anak dengan ADHD menunjukkan
peningkatan insidensi hiperkinesis, sosiopati, gangguan penggunaan alkohol, dan
gangguan konversi. Walaupun onset biasanya tidak dibuat sampai anak dalam sekolah
dasar dan situasi belajar yang terstruktur mengharuskan pola perilaku yang terstruktur,
termasuk rentang perhatian dan konsentrasi yang sesuai dengan perkembangannya.
C. Diagnosis
Hiperaktivitas
Impulsivitas
C. Beberapa gangguan akibat gejala ada selama dua atau lebih situasi
(misalnya, di sekolah [atau pekerjaan] dan di rumah).
D. Harus terdapat bukti jelas adanya gangguan bermakna secara klinis dalam
fungsi sosial, akademik, atau fungsi pekerjaan.
D. Klasifikasi
E. Etiologi
Faktor Biologi
Faktor Genetik
Racun Lingkungan
Teori pada tahun 1970-an menyangkut peran racun dalam terjadinya
hiperaktifitas. Zat-zat adiktif pada makanan mempengaruhi kerja sistem saraf
pusat pada anak-anak hiperaktif. Nikotin, merupakan racun lingkungan yang
dapat berperan dalam terjadinya ADHD.
Cedera Otak
Faktor Psikologi
Faktor Psikososial
Anak-anak dalam institusi sering kali overaktif dan memiliki rentang atensi
yang buruk. Tanda tersebut dihasilkan dari pemutusan emosional yang lama, dan
gejala menghilang jika faktor pemutus dihilangkan, seperti melalui adopsi atau
penempatan di rumah penitipan. Kejadian fisik yang menimbulkan stres, suatu
gangguan keseimbangan keluarga, dan faktor yang menyebabkan kecemasan
berperan dalam awal atau berlanjutnya ADHD. Faktor predisposisi mungkin
termasuk temperamen anak, faktor genetik-familial, dan tuntutan sosial untuk
mematuhi sara berkelakuan dan bertindak yang rutin. Status sosioekonomi
tampaknya bukan merupakan faktor predisposisi.
Faktor Presipitasi
Peristiwa pasca kelahiran, seperti komplikasi kelahiran dan penyakit.
Keracunan lingkungan, seperti kandungan timah.
Gangguan bahasa dan pembelajaran
Tanda-tanda ketidak matangan neurologis, seperti berperilaku aneh,
lemahkeseimbangan dan koordinasi, serta adanya refleks yang tidak normal.
Peningkatan dalam simtom-simtom ADHD diakibatkan oleh zat obat-obatan yang
dilakukan dalam terapi medis dan diketahui sangat berpengaruh terhadap sistem
jaringan otak sentral.
Persamaan di antara simtom-simtom ADHD, simto-simtom yang
dihubungkandengan kerusakan pada korteks prefrontal (Fuster, 1989; Grattal dan
Eslinger,1991).
Menurunnya kemampuan anak ADHD pada tes neuropsikologis yang dikaitkan
pada fungsi lobus prefrontal (Barkeley, Grodzinsky, dan DuPaul, 1992).
F. Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit ADHD agak bervariasi. Gejala dapat menetap sampai masa
remaja atau kehidupan dewasa, gejala dapat menghilang pada pubertas, atau
hiperaktivitas mungkin menghilang, tetapi penurunan rentang atensi dan masalah
pengendalian impuls mungkin menetap.
Overaktivitas biasanya merupakan gejala pertama yang menghilang dan
distraktibilitas adalah yang terakhir. Remisi kemungkinan tidak terjadi sebelum usia 12
tahun. Jika remisi memang terjadi, biasanya terjadi antara usia 12 dan 20 tahun. Remisi
dapat disertai dengan masa remaja dan kehidupan dewasa yang produktif, hubungan
interpersonal yang memuaskan, dan relatif sedikit sekuela yang bermakna. Tetapi
sebagian besar pasien dengan ADHD mengalami remisi parsial dan rentan terhadap
gangguan kepribadian antisosial dan gangguan kepribadian lain dan gangguan mood.
Masalah belajar sering kali terus ada.
Pada kira-kira 15 sampai 20 persen kasus, gejala ADHD menetap sampai masa
dewasa. Mereka dengan gangguan mungkin menunjukkan penurunan hiperaktivitas tetapi
tetap impulsif dan rentan terhadap kecelakaan. Walaupan pencapaian pendidikan mereka
adlah lebih rendah dari orang tanpa ADHD, riwayat pekerjaan awal mereka adalah tidak
berbeda dari orang dengan pendidikan yang sama.
WOC ADHD
Disfungsiotak Genetik
Disfungsikortiko striatal
Disfungsikorteks prefrontal
Defekfungsikognitif MK:
ResikoCeder
a
Kegagalaninhibisiperilaku,
tertundanyaresponperilaku Perubahan f.
, kognitif
Inattentiveness dan impulsivitas
Hiperaktif
ADHD
Hyperaousalkompensas yang
Genetik B3 berllebihan di korteksotak
,
Anaklaki - Underarousal G3 Defekfungsi area
lakikromosom retikular activating frontal
XYY system
Masuknya
Kemampuan verbal dan Aktivitasmotorikm neuron
performamenurun eningkat dopamine
kelobus frontalis
Defisiensibicara Hiperaktiif central
MK: Resikogangguanperkembangan
G. Terapi (Penatalaksanaan)
Farmakoterapi
Agen farmakologis untuk ADHD adalah stimulan sistem saraf pusat, terutama
dextroamphetamine (Dexedrine), methylphenidate, dan Pemoline (Cylert). Food ang Drug
Administration (FDA) mengizinkan dextroamphetamine pada anak berusia 3 tahun dan
lebih dan methylphenidate pada anak berusia 6 tahun dan lebih; keduanya adalah obat
yang paling sering digunakan.
Mekanisme kerja yang tepat dari stimulan tetap tidak diketahui. Pendapat respos
paradoksikal oleh anak tidak lagi diterima. Methylphenidate telah terbukti sangat efektif
pada hampir tigaperempat anak dengan ADHD dan memiliki efek samping yang relatif
kecil. Methylphenidate edalah medikasi kerja singkat yang biasanya digunakan secara
efektif selama jam-jam sekolah, sehingga anak dengan gangguan defisit-atensi/
hiperaktivitas dapat memerhatikan tugasnya dan tetap di dalam ruang kelas. Obat telah
ditunjukkan memperbaiki skor anak hiperaktif pada tugas yang membutuhkan kegigihan,
seperti tugas kinerja kontinu dan asosiasi berpasangan.
Efek samping obat yang paling sering adalah nyeri kepala, nyeri lambung, mual,
dan insomnia. Beberapa anak mengalami efek “rebound”, di mana mereka menjadi agak
mudah marah dan tampak agak hiperaktif selama waktu yang singkat saat medikasi
dihentikan. Pada anak-anak dengan riwayat tik motorik, harus digunakan dengan berhati-
hati, karena, pada beberapa kasus, methylphenidate dapat menyebabkan eksaserbasi
gangguan tik. Permasalahan lain yang sering tentang methylphenidate adalah apakah obat
akan menyebabkan supresi pertumbuhan.
Psikoterapi
Terapi Bermain
Terapi bermain sering digunakan untuk menangani anak-anak dengan ADHD. Melalui
proses bermain anak-anak akan belajar banyak hal, diantaranya :
Definisikanlah aturan secara jelas dan tepat. Buat aturan sejelas mungkin sehingga
pengasuh pun dapat mendukung pelaksanaan tanpa banyak penyimpangan.
Jalankan aturan tersebut dengan ketat
Jangan memberi imbalan atau hukuman atas tanggapan terhadap aturan itu.
Jalankan saja sesuai yang sudah ditetapkan
Jangan pernah berdebat dengan anak tentang sebuah aturan. Gunakan kata-kata
kunci yang tidak akan diperdebatkan.
Terapi Perilaku
Berupa:
1.Intervensi pendidikan dan sekolah
Hal ini penting untuk membangun kemampuan belajar anak.
1.Psikoterapi : pelatihan ADHD, suport group, atau penggunaan keduanya pada orang
dewasa dapat membantu menormalisasi gangguan dan membantu penderita agar focus
pada informasi umum. Konselor terapi perilaku ini dapat melibatkan psikolog, dokter
spesialis tumbuh kembang anak, pekerjasosial dan perawat yang berpengalaman.
Modifikasi prilaku dan terapi keluarga juga dilakukan untuk mendapatkan hasil
yangoptimal. Terapi perilaku bertujuan untuk mengurangi konflik orang tua dan anak
serta mengurangi ketidakpatuhan anak.Terapi perilaku ini terdiri dari beberapa langkah,
yakni :
a.Fase pemberian informasi (Informationphase)
H. Prognosis
Anak-anak dengan ADHD yang gejalanya menetap sampai masa remaja adalah
berada dalam risiko tinggi untuk mengalami gangguan konduksi. Kira-kira 50 persen
anak-anak dengan gangguan konduksi akan mengembangkan gangguan kepribadian
antisosial di masa dewasanya. Anak-anak dengan kedua ADHD dengan gangguan
konduksi juga berada dalam risiko mengalami gangguan berhubungan dengan zat.
Secara keseluruhan, hasil akhir ADHD pada masa anak-anak tampaknya
berhubungan dengan jumlah gangguan konduksi yang menetap dan faktor keluarga yang
kacau. Hasil yang optimal tampaknya dipermudah dengan menghilangkan agresi anak dan
dengan memperbaiki fungsi keluarga sedini mungkin.
Anak-anak didiagnosis dengan ADHD memiliki kesulitan yang signifikan pada
masa remaja, tanpa memperhatikan perawatan. Di Amerika Serikat, 37% dari orang-orang
dengan ADHD tidak mendapatkan ijazah sekolah tinggi walaupun banyak dari mereka
akan menerima layanan pendidikan khusus. Amerika mengutip pengarahan 1995 ulasan
buku tahun 1994 mengatakan hasil gabungan dari pengusiran dan angka putus sekolah
menunjukkan bahwa hampir separuh dari semua siswa ADHD tidak pernah
menyelesaikan SMA. Juga di Amerika, kurang dari 5% dari orang dengan ADHD
mendapatkan gelar sarjana dibandingkan dengan 28% dari populasi umum. Orang-orang
dengan ADHD sebagai anak-anak mengalami peningkatan risiko dari sejumlah hasil
kehidupan yang merugikan begitu mereka menjadi remaja. Ini termasuk risiko yang lebih
besar otomatis crash, cedera dan biaya pengobatan yang lebih tinggi, lebih awal aktivitas
seksual, dan kehamilan remaja.
Russell Barkley menyatakan bahwa gangguan ADHD dewasa mempengaruhi
"pendidikan, pekerjaan, hubungan sosial, kegiatan seksual, kencan dan pernikahan,
pengasuhan dan keturunan morbiditas psikologis, kejahatan dan penyalahgunaan narkoba,
kesehatan dan berkaitan dengan gaya hidup, manajemen keuangan, atau berkendara.
ADHD dapat ditemukan untuk menghasilkan beragam dan gangguan serius ". Proporsi
anak-anak yang memenuhi kriteria diagnostik untuk ADHD tetes oleh sekitar 50 % selama
tiga tahun setelah diagnosis. Hal ini terjadi terlepas dari perawatan yang digunakan dan
juga terjadi pada anak-anak yang tidak diobati dengan ADHD.ADHD tetap menjadi
dewasa di sekitar 30-50% dari kasus. Mereka terpengaruh kemungkinan untuk
mengembangkan mekanisme bertahan sebagai mereka dewasa, sehingga kompensasi
untuk ADHD sebelumnya.
I. Pemeriksaan
a.Anamnesis
1. Riwayat penyakit sekarang
Sesuai dengan criteria ADHD berdasarkan DSM IV.
2. Riwayat penyakit dahulu
Temukan adanya riwayat pemakaian obat-obatan yang memiliki interaksi negatef
dengan ADHD atau pengobatannya seperti: antikonvulsan, antihipertensi, obat yang
mengandung kafein, pseudoefedrin,monoamin oxidaseinhibitors(MAOIs).
Temukan pula adanya penyakit yang memiliki interaksi negative dengan ADHD atau
pengobatannya seperti: penyakit arterial(mayor), glaucoma sudut sempit, trauma kepala,
penyakit jantung, palpitasi, penyakithati, hipertensi, kehamilan, dan penyakit ginjal.
Temukan pula adanya kelainan psikiatrik karena 30-50% penderita ADHD disertai dengan
kelainan psikiatrik. Adapun kelainan psikiatrik yang dimaksud antaralain: gangguan
cemas, gangguan bipolar, gangguan perilaku, depresi, gangguan disosiasi, gangguan
makan, gangguan cemas menyeluruh, gangguan mood, gangguan obsesif-kompulsif,
gangguan panic atau tanpa agorafobia, gangguan perkembangan perfasif, Posttraumatic
stress disorder (PTSD), psikotik, fobiasosial, gangguan tidur, penyalahgunaan zat,
sindrom Tourette’s atau gangguan Tic, dan komorbiditas somatik (tidak ada komorbiditas
somatik yang berhubungan dengan ADHD).
1. Riwayat keluarga
Temukan adanya anggota keluarga lain yang menderita ADHD atau mengalami gejala
seperti yang tercantum dalam criteria DSMIV.
2. Riwayat social
A. Kesimpulan
1
yaitu terapi dengan menggunakan obat-obatan untuk mengurangi gejala
hiperaktivitas, psikoterapi, terapi bermain, dan terapi back in control.
B. Saran
Kaplan, M.D., Halord I, Sadock, M.D., Benjamin J., Grebb, M.D., Jack A. 2010.
Sinopsis Psikiatri, Jilid 2. Terjemahan Dr. Widjaja Kusuma. Tangerang:
Binarupa Aksara.