Anda di halaman 1dari 9

Pertemuan 10

BIODIVERSITAS DAN DEGRADASI LINGKUNGAN

Indikator
Melalui pembelajaran Biodiversitas dan Degradasi Lingkungan, maka mahasiswa diharapkan
mampu:
5. Memberikan kritik terhadap suatu kegiatan eksplorasi seperti pertambangan berdampak
terhadap degradasi kualitas lingkungan.
6. Menciptakan suatu model hubungan antara degradasi kualitas lingkungan dengan kekayaan
biodiversitas pada suatu ekosistem.
7. Memberi alasan-alasan mengapa degradasi kualitas lingkungan pada suatu ekosistem
sedini mungkin dihindari atau diminimalisasi.
8. Mengembangkan hipotesis dampak dari degradasi kualitas lingkungan terhadap
biodiversitas pada suatu ekosistem

A. Biodiversitas Fora dan Fauna Global dan Indonesia


Indonesia dikenal sebagai salah satu pusat biodiversitas flora dan fauna global atau
dunia. Biodiversitas ataupun keanekaragaman hayati dalam hal ini adalah istilah yang
digunakan untuk menunjukkan variasi semua hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme yang
terdapat di bumi Indonesia, yang dapat dibedakan pada tiga tingkatan, yaitu pada tingkat gen
ataupun DNA, jenis atau species, dan habitat atau ekosistem (disebut juga keanekaragaman
ekologi). Indonesia sendiri kaya akan anekaragam ekosistem, baik itu ekosistem yang
bersifat alami ataupun buatan. Keanekaragaman/biodiversitas dapat juga dinyatakan dalam
bentuk tipe alpha (α), beta (β) dan gamma (γ).
Para ahli memperkirakan bahwa di bumi ini ada sekitar 5 hingga 30 juta jenis
mahkluk hidup bahkan sebahagian memperkirakan hingga 100 juta spesies. Dari jumlah
tersebut hingga saat ini masih hanya sebahagian kecil (kurang lebih 1,5 juta spesies) yang
telah di deskripsi dan diberi nama, sudah termasuk didalamnya 300.000 spesies tumbuhan
dan fungi, 800.000 spesies serangga, 40.000 spesies Vertebrata dan 360.000 spesies
mikroorganisme. Jumlah spesies serangga sendiri akhir-akhir ini ditaksir dapat mencapai 10
juta, akan tetapi bayak peneliti percaya hanya ada sekitar 5 juta spesies. Sehubungan dengan
itulah maka kegiatan ekspedisi dan taksonami bagi hewan dan tumbuhan yang ada di muka
bumi ini termasuk mikiroorganisma di dalamnya masih sangat intens dilakukan.
Sebagai sebuah pusat keanekaragaman jenis utama di dunia, Indonesia yang walaupun
luasnya hanya meliputi 1,3% dari permukaan bumi, ternyata berbagai hasil penelitian
menunjukkan kawasan ini mengandung 10% dari jenis-jenis tanaman berbunga seluruh
dunia, 12% dari jenis-jenis mamalia seluruh dunia, 16% dari jenis-jenis reptilia dan amfibia
seluruh dunia, 17% dari jenis-jenis unggas seluruh dunia dan paling sedikit 37% dari jenis-
jenis ikan seluruh dunia.
Hutan-hutan Indonesia yang kaya akan jenis flora adalah merupakan tempat
tumbuhnya jenis-jenis palem yang paling beranekaragam di dunia, serta lebih dari 400 jenis
meranti-merantian (Dipterocarpaceae), yakni pohon kayu yang paling tinggi nilai
komersilnya di Asia Tenggara, dan juga kurang lebih 2500 spesies tumbuhan berbunga.
Disamping itu hutan tersebut juga menjadi habitat bagi hewan ataupun fauna yang
beranekaragaman. Sehubungan dengan itu, Indonesia menempati urutan nomor satu atau
teratas untuk kekayaan jenis mamalia dan kupu-kupu berekor gunting, nomor tiga untuk
reptil, nomor empat untuk unggas ataupun burung, mor lima untuk amfibi dan nomor tujuh
untuk tumbuhan berbunga.

Tabel 8. Posisi Keanekaragamn Hayati Indonesia Pada Tingkat Dunia dan Asia

Takson Jumlah Rangking Rangking Negara Rangking di atasnya


Jenis di Dunia di Asia
1. Mamalia 515 1 1 -
2. Burung/Unggas 1519 4 1 Kolombia, Peru, Brazil.
3. Amfibi 270 5 1 Brazil, Kolombia, Ekuador,
Meksiko.
4. Reptilia ± 600 3 3 Meksiko, Australia.
5. Kupu-kupu 121 1 1 -
6. Angiospermae 2000 7 2 Brazil, Kolombia, Cina, Meksiko,
Australia, Afrika Selatan
Sumber: McNeely, J.A. et al. (1990)

Posisi keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia pada tingakt dunia dan asia,
berikut kekayaan jenis flora dan fauna pada tujuh pulau utam yang terdapat di Indonesia
dapat diamati pada tabel 9.

Tabel 9. Kekayaan Jenis Flora dan Fauna dari Tujuh Pulau Utama di Indonesia

Kelompok Pulau Terpilih Jenis dan Jumlah


Burung Mamalia Reptil Tumbuhan
1. Sumatera 462 194 217 820
2. Jawa 362 133 173 630
3. Kalimantan 420 210 254 900
4. Sulawesi 289 114 117 520
5. Nusa Tenggara 242 41 77 150
6. Maluku 210 69 98 380
7. Irian Jaya 602 125 223 1030
Sumber: KLH-RI (1992)

Lebih lanjut dilaporkan, bahwa di Taman Nasional Bunaken, Sulawesi Utara,


tepatnya pada bagian Terumbu Karangnya saja misalnya terdapat sekitar 2500 spesies ikan
yakni setara dengan hampir 70 % dari ikan yang dikenal di Indo-Pasifik Barat.

B. Peranan dan Manfaat Biodiversitas

Apa kepentingan dan peranan dari biodiversitas yang sedemikian bagi kelangsungan
hidup bangsa Indonesia khususnya pada saat kita memasuki era revolusi industri 4.0 pada
masa kini? Revousi industri 4.0 masa kini merupakan suatu revolusi yang mampu
mendisrupsi pasar yang kaya akan inovasi. Dalam hal ini revolusi industri yang kita masuki
ini dicirikan oleh inovasi berbasis bahan biologi/makhluk hidup (biomaterial). Olehkarena itu
sering disebut inovasi berbasis bioekonomi (bio based economy), yakni suatu inovasi dimana
proses dan produk dilakukan melalui pemanfaatan bahan biologi (flora dan fauna yaang kita
miliki). Produk dan proses itu berkaitan dengan produk pangan, papan, sandang, pakan,
energi, farmasi (bidang kesehatan seperti obat dan kosmetik), perlindungan lingkungan.
Dalam hal ini pada era ini kita akan semakin terbiasa dengan istilah biopangan, biopapan,
biosandang, biopakan, bioenergi, biofarmasi, biomaterial, bioproses, bio(eko)tourisme dan
bioteknologi ramah lingkungan dan bioperlindungan lingkungan. Untuk memenuhi itu semua
tentu saja kita harus memiliki bahan dasarnya atau bahan bakunya. Apakah yang menjadi
bahan bakunya itu? Tiada lain adalah biodiversitas yang kita miliki. Jadi keanekaragaman
yang berlimpah yang kita miliki itu akan menjadi kunci kelangsungan hidup manusia
Indonesia pada masa kini maupun dimasa yang akan datang. Olehkarena itu kita harus
bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena bumi kita Indonesia dilimpahi dengan
biodiversitas flora dan fauna yang sangat kaya. Masalahnya sekarang apakah teknologi dan
sumberdaya manusia yang kita miliki telah cukup dan memadai untuk mengolah itu semua
sehingga dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran, kesejahteraan bangsa ini. Tampaknya kita
masih harus berjuang untuk menguasai dan memiliki beranekaragam ilmu pengetahuan dan
teknologi agar pemanfaatan biodiversitas tersebut dapat berlangsung secara optimal
sebagaimana negara-negara maju yang telah lebih dahulu menguasai ilmu dan teknologinya
(Amerika, Jerman, Jepang, China, dsbnya).
Dalam hubungannya dengan peranan dan manfaat serta nilai biodiversitas bagi kehidupan
kita, tentu kita telah mengenal beranekaragam jenis tumbuhan dan hewan yang telah dan
yang akan dapat kita manfaatkan sebagai sumber nutrisi (pangan), bangunan (papan), obat-
obat-obatan (farmasi), bahkan untuk keindahan (estetika)/parawisata maupun untuk nilai
ekologisnya. Melalui aktivitas searching lewat jaringan internet coba kamu temukan jenis-
jenis tumbuhan dan hewan bahkan mikroorganisma yang dapat dimanfaatkan untuk bahan
pangan, papan, obat-obatan, parawisata dan perlindungan alam.

C. Degradasi Kualitas Lingkungan

Seiring dengan meningkatnya populasi manusia, peningkatan kebutuhan dasarnya


pun akan terjadi, baik itu kebutuhan primernya (makan, minum, obat-obatan, dll.) maupun
kebutuhan sekunder (sandang, papan) bahkan kebutuhan tertiernya. Untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, lingkungan beserta sumberdaya alam yang ada di dalamnya akan menjadi
sasarannya/dimanfaatkan. Hutan misalnya yang acapkali digunakan sebagai sumber berbagai
kebutuhan hidup manusia akan dieksploitasi dan dirambah. Lahan yang pada awalnya adalah
hutan, menjadi dibuka untuk kepentingan perumahan dan industri. Kayu yang berasal dari
hutan diolah menjadi anekaragam produk, seperti kertas dan pakaian. Untuk kepentingan
pertambangan, hutan pun acapkali menjadi sasarannya/dibalak. Penggunaan hutan, terlebih
untuk kepentingan industri dan pertambangan akan menimbulkan efek negatif terhadap
lingkungan. Mengapa demikian? Karena industri dan pertambangan itu menghasilkan limbah
yang dapat mencemari lingkungan sekitar, baik pada bagian tanahnya, air (daerah aliran
sungai-DAS) dan udara. Pada keadaan yang demikian menyebabkan penurunan atau
degradasi kualitas lingkungan.olehkarena itu, setiap pemanfaatan sumberdaya alam dalam hal
ini biodiversitas (flora dan fauna) yang ada di dalamnya, bilamana telah berada diluar
kemampuan reproduksinya akan menyebabkan degradasi ataupun penurunan kualitas
lingkungan.
Berbagai kasus degradasi kualitas lingkungan (tanah, air, udara) sebagai akibat dari
penggunaan sumber daya hutan dan perairan untuk keperluan industri dan pertambangan
telah dilaporkan di Indonesia. Penggunaan hutan raksasa Papua misalnya untuk usaha
pertambangan (tambang emas, batubara, granit, nikel , dan lain sebagainya) yang belakangan
ini banyak dibicarakan, apalagi dalam rangka divestasi sahamnya oleh Pemerintah Republik
Indonesia menjadi 51% telah dibalak (dipangkas dan digali sampai ke tempat yang paling
dalam) telah menyebabkan degradasi lingkungan. Dalam hal ini adalah Pertambangan emas
raksasa PT Freeport Indonesia (Freeport Mac Moran) yang melakukan ekplorasi tambang
emas di hutan Papua tersebut, tepatnya di pegunungan Edberg dan Tembagapura, Timika,
Irian Jaya. Disamping luas hutan Papua yang semakin berkurang, tanah-tanah bekas galian
tambang emas tersebut, jika tidak dikelola dengan baik (misalnya dibiarkan saja menumpuk
hingga menggunung) akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan Papua. Lain halnya
lagi dengan bahan-bahan kimia yang digunakan pada proses penambangan emas tersebut,
bilamana terlepas ke sumber-sumber mata air yang ada di sekitaranya, seperti sungai-sungai,
danau akan menambah luasnya penurunan kualitas lingkungan Papua.
Sistem pengelolaan limbah pertambangan yang tidak bersahabat dengan lingkungan
seperti sistim pembuangan tailing (STD) ke laut yang dilakukan oleh sejumlah perusaan
pertamgangan raksasa, seperti Pertambangan Newmont (AS) dan Weda Bay Mineral
(Kanada) juga turut serta memperburuk kualitas lingkungan perairan laut.
Penambangan emas yang berlangsung di daerah Sumatera Utara, tepatnya di Batang Toru
Tapanuli Selatan yang pada awalnya dilakukan oleh PT Newmont Horas Nauli juga
berlangsung pada kawasan Hutan. Pembukaan hutan untuk kepentingan pertambangan ini
juga akan menyebabkan hilangnya sejumlah biodiversitas yang ada di kawasan hutan Batang
Toru dalam arti menyebabkan degradasi kualitas lingkungan. Bahkan usaha tambang emas
proyek Martabe tersebut yang belakangan ini pengelolaannya dilakukan oleh PT Agincourt
Resources dan dilaporkan mengalirkan sisa proses penambangannya ke sungai Batang Toru
akan juga menyebabkan degradasi kualitas lingkungan pada sungai Batang Toru. Itu berarti,
bilamana limbah dari proses penambangan itu dilepaskan begitu saja ke lingkungan sekitar,
termasuk ke sungai Batang Toru tanpa telebih dahulu diolah pada bagian instalasi pengolah
limbahnya akan menyebabkan kematian bagi sejumlah flora dan fauna yang ada di dalam
sungai Batang Toru tersebut. Adapun lokasi penambangan emas di kawasan Batang Toru
tersebut terdapat di Tor Sipalpal (Purnama), Gunung Barani (Pelangi), Ramba Joring
(Baskara) dan Tor Uluala (Kejora).
Kasus terjadinya degradasi kualitas lingkungan oleh aktivitas industri pulp dan rayon
di kawasan Tapanuli juga telah pernah dilaporkan. Kehadiran industri pulp dan rayon tersebut
di Sosor Ladang Porsea yang pada masa awal pendiriannya berada dibawah bendera PT Inti
Indorayon Utama (IIU) sempat mencemari sungai Asahan, apalagi saat dimana “Aerated
Lagoonnya” jebol yang menyebabkan sejumlah ikan di Sungai Asahan mengalami
kematian.Saat ini saat dimana industri tersebut tidak lagi menghasilkan rayon melainkan
hanya pulp dan berada di bawah naungan PT Toba Pulp Lestari (PT TPL) sejumlah besar
permasalahan lingkungan yang menyebabkan degradasi kualitas lingkungan di kawasan
Tapanuli menurun, khususnya Porsea telah dapat diminimalisasi.
Saat hutan-hutan dibalak, sesungguhnya ribuan jenis flora dan fauna juga sedang
digiring menuju kepunahan. Lagi-lagi menyebabkan degradasi kualitas lingkungan. Menurut
Dr. Edward O Wilson, seorang biolog di Harvard University, diperkirakan 27.000 spesies per
tahun, atau tiga spesies per jam sedang menuju kepunahan. Perburuan dan koleksi yang
dilakukan manusia terhadap berbagai flora dan fauna serta keadaan pasar yang gagal juga
berkontribusi pada kepunahan berbagai jenis spesies hewan dan tumbuhan yang kita miliki.
Kasus menurunnya populasi orang utan di hutan-hutan yang termasuk kawasan Taman
Nasional Gunung Leuser (Bahorok misalnya) juga tidak terlepas dari penurunan kualitas
habitat dimana orang utan tersebut berada. Dalam hal ini penurunan kualitas habitat orang
utan tidak lepas dari tindakan penggundulan, pembabatan bahkan pembakaran hutan yang
dilakukan oleh manusia. Tindakan-tindakan semacam itu hingga saat ini masih saja
berlangsung.
Berdasarkan interpretasi citra landsat, laju degradasi hutan Indonesia dilaporkan
pernah mencapai besaran 1,6 juta hektar per tahun, dan bahkan dapat mencapai 2,1 juta
hektar pertahun. Hal ini terjadi karena adanya kegiatan penebangan liar (illegal logging) dari
orang-orang yang tidak bertanggungjawab yang diikuti oleh peredaran hasil hutan yang juga
illegal.
Usaha industri perikanan di lingkungan perairan Danau Toba melalui Keramba Jaring
Apung (KJA), baik itu oleh PT Aquafarm Nusantara dan PT Suri Tani Pemuka serta oleh
Penduduk Setempat telah juga dilaporkan menyebabkan degradasi atau penurunan kualitas air
Danau Toba. Dalam hal ini pemberian pakan ikan berupa pelet pernah dilaporkan telah
menyebabkan pencemaran organik bagi air Danau Toba. Sehubungan dengan itulah maka
belakangan ini dalam rangka memperbaiki kualitas air danau Toba telebih setelah ditetapkan
menjadi salah satu dari sepuluh destinasi nasional parawisata di Indonesia, penataan ataupun
zonasi usaha Keramba Jaring Apung telah dilakukan.
Akhir-akhir ini melalui media cetak dan elektronik kita dapat memperoleh informasi tentang
degradasi kualitas sungai Citarum yang berada di Jawa Barat. Dilaporkan sungai tersebut
telah mengalami pencemaran yang berat. Sejumlah industri dan masyarakat sekitar untuk
waktu yang lama telah menggunakan sungai tersebut sebagai tempat pembuangan limbahnya,
termasuk limbah plastik. Diperkirakan untuk memulihkan sungai tersebut dalam arti airnya
menjadi bersih diperlukan waktu kurang lebih tujuh tahun dan dana yang diperlukan untuk
memulihkannya dapat mencapai triliunan rupiah. Penggunaan air sungai citarum yang
tercemar berat oleh penduduk sekitar diperkirakan akan dapat menyebabkan “stunting” atau
pertumbuhan yang cebol bagi bayi-bayi yang lahir sebagai akibat dari konsumsi air tersebut,
termasuk nutrisi dalam bentuk mikroplastik melalui rantai makanan. Bagaimana dengan
kualitas air sungai Deli yang mengalir membelah kota Medan yang selanjutnya mengalir dan
bermuara di lautan daerah Belawan? Adakah kualitasnya juga sudah amat tercemar? Limbah
plastik yang banyak mengapung di dalamnya dan warna airnya yang berwaran hitam, tidak
kah itu belum cukup juga menjadi suatu tanda bahwa sungai Deli tersebut telah tercemar
berat?
Dalam beberapa kasus, tumpahan minyak (oil spills) juga turut serta dalam
mendegradasi kualitas lingkungan perairan, baik itu laut (maritim) maupun danau. Adapun
tumpahan minyak tersebut dapat berasal dari transportasi minyak oleh kapal tanker (dalam
hal ini kapalnya bocor, tabrakan, tenggelam, kandas dan terbakar), pengeboran minyak lepas
pantai, pengilangan minyak maupun dari pemakaian bahan bakar produk minyak bumi. Jika
anda berkunjung ke danau toba (dipantai Parapat misalnya), kita dapat menyaksikan
kehadiran tumpahan minyak ini dalam keadaan mengapung pada bagian atas permukaan air
danau. Tumpahan minyak ini (berupa limbah) umumnya berasal dari kapal-kapal yang
berlayar dan berlabuh di berbagai pelabuhan yang terdapat di perairan Danau Toba.
Membuang sampah sembarangan, membendung selokan dan riol-riol, membeton pekarangan,
menutup dan mengaspal jalur hijau, kesemuanya itu termasuk juga tindakan tindakan
mendegradasi kualitas lingkungan yang akhirnya juga bermuara kepada bencana banjir. Jika
hal itu terjadi maka degradasi kualitas lingkungan pun akan semakin nyata didepan mata.
Sehubungan dengan masalah-masalah ataupun kasus-kasus lingkungan di atas, penurunan
atau degradasi kualitas lingkungan perairan di Sumatera Utara menurut Dr. D.E Parry (Team
Leader Proyek PMCA-III) erat kaitannya dengan:
- Pembuangan sampah rumah tangga ke badan-badan sungai
- Pembuangan limbah industri ke badan-badan sungai
- Pengaaruh buangan air dari daerah pertanian (yang mengandung pestisida) ke dalam
sungai serta peresapan air tanah
- Pembuangan bentuk limbah industri pengolahan hasil pertanian
- Hilangnya pelindung daerah penyangga sumber air
- Pemantauan dan peraturan debit air sungai
- Pendangkalan dan erosi tanah
- Pengembangan yang kurang cocok pada sepanjang tebing sungai
- Kepentingan penggunaan sungai yang saling bertentangan
- Tersedianya data yang tidak teratur dan sulit dipercaya
Kasus sampah plastik yang pada saat ini sedang menumpuk di Lautan juga telah
menyebabkan degradasi lingkungan laut yang luar biasa. China dan Indonesia diduga menjadi
dua negara yang berkontribusi besar dalam kasus sampah plastik tersebut. Plastik-plastik itu
bilamana telah terurai (biasanya berlangsung dalam waktu yang relatif lama) akan menjadi
mikroplastik yang akan dikonsumsi ikan-ikan yang berujung sampainya kepada karnivor
puncak yakni manusia, akan berdampak pada pertumbuhan yang tidak normal bagi manusia
sehingga menyebabkan manusia cebol ataupun stunting, seperti yang telah dikemukakan pada
kasus pencemaran yang amat berat yang dialami oleh sungai Citarum di Jawa Barat.
Olehkarena itulah marilah kita menjadi orang-orang yang berkarakter peduli akan lingkungan
(be care on enviroment), sehingga lingkungan tidak saja menjadi lingkungan yang mampu
menopang kehidupan manusia generasi masa kini akan tetapi juga manusia generasi
mendatang

Rangkuman

Indonesia merupakan salah satu pusat biodiversitas dunia. Dalam hal ini bumi
Indonesia ditempati oleh anekaragam flora, fauna dan mikroorganisma. Biodiversitas yang
sedemikian kaya akan menjadi bahan baku dasar untuk kelangsungan hidup manusia, tidak
hanya saja bagi bangsa Indonesia akan tetapi juga bagi bangsa-bangsa lain yang ada dimuka
bumi ini. Flora, fauna dan mikroorganisma yang dimiliki Indonesia dapat dimanfaatkan untuk
bahan biopangan, biopapan, biosandang, biofarmasi, bioekologi, biomaterial, bioenergi,
bioparawisata (ekoturisme), dan lain sebagainya. Penggunaan yang kurang bijaksana akan
biodiversitas tersebut dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia ataupun dalam menunjang
pembangunan akan dapat menyebabkan terjadinya krisis keanekaragaman hayati.
Sehubungan dengan itu biodiversitas tersebut sebaiknya tidak digunakan diluar kemampuan
reproduksinya. Penurunan ataupun degradasi biodiversitas pada berbagai habitat dapat
disebabkan oleh berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia, seperti pembukaan hutan
untuk keperluan industri, pertambangan, dan perumahan. Aktivitas budidaya ikan pada badan
perairan dapat juga menyebabkan degradasi kualitas badan perairan tersebut. Olehkarena itu
marilah menjadi orang yang peduli lingkungan (biodiversitas) sehingga degradasi kualitas
lingkungan dapat dikurangi/diminimalisasi.
Evaluasi dan Diskusi

1. Melalui searching pada jaringan internet, temukanlah perbedaan biodiversitas antara


Indonesia dengan negara tetangga Malaysia
2. Temukan contoh-contoh biodiversitas indonesia yang bermanfaat untuk biopangan,
biofarmasi, bioenergi, biosandang, biopapan dan bioperlindungan lingkungan.
3. Kemukakanlah pendapatmu mengapa dalam menghadapi revolusi industri 4.0 Indonesia
memiliki keunggulan yang lebih dibandingkan dengan negara-negara lain.
4. Pendapat sementara apa saja yang dapat kamu kemukakan untuk menjelaskan mengapa
biodiversitas yang dimiliki Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain.
5. Temukanlah suatu model hubungan antara pembukaan hutan dengan penurunan
biodiversitas pada suatu habitat.
6. Temukanlah satu kasus degradasi lingkungan di daerahmu dan apa saja solusi yaang
mungkin dapat kamu lakukan untuk meminimalisasi degradasi kualitas lingkungan
tersebut

Sumber:

Tim Dosen, 2019. Biologi Umum. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Anda mungkin juga menyukai