Anda di halaman 1dari 2

Biografi Sunan Bonang (Raden Maulana Makdum Ibrahim) Putra Sunan Ampel

By Danil on September 19, 2018

Sunan Bonang dilahirkan pada tahun 1465, dengan nama Raden Maulana Makdum Ibrahim. Dia adalah
putra Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila. Bonang adalah sebuah desa di kabupaten Rembang. Nama
Sunan Bonang diduga adalah Bong Ang sesuai nama marga Bong seperti nama ayahnya Bong Swi Hoo
alias Sunan Ampel.

Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 M, dan saat ini makam aslinya berada di kota Tuban. Lokasi
makam Sunan Bonang ada dua karena konon, saat dia meninggal, kabar wafatnya dia sampai pada
seorang muridnya yang berasal dari Madura. Sang murid sangat mengagumi dia sampai ingin membawa
jenazah dia ke Madura. Namun, murid tersebut tak dapat membawanya dan hanya dapat membawa
kain kafan dan pakaian-pakaian dia. Saat melewati Tuban, ada seorang murid Sunan Bonang yang
berasal dari Tuban yang mendengar ada murid dari Madura yang membawa jenazah Sunan Bonang.
Mereka memperebutkannya.

Kisah Perjuangan Sunan Bonang


Setelah mereka berguru di negeri Pasai, Raden Makdum dan Raden Paku pulang ke tanah Jawa. Setelah
sampai di tanah Jawa, mereka berpisah menuju daerahnya masing-masing. Raden Paku kembali ke
Gresik dan mendirikan sebuah pesantren di daerah Giri. Sehingga Raden Paku dikenal dengan sebutan
Sunan Giri.

Raden Makdum akhirnya melanjutkan perintah ayahnya untuk berdakwah di daerah Rembang, Tuban
dan Lasem. Perjuangan Sunan Bonang tidak terlalu sulit karena masyarakat langsung menerima ajaran
yang diajarkan oleh Raden Makdum. Strategi yang dipakai Raden Makdum adalah menggunakan media
kesenian untuk berdakwah.

Raden Makdum selalu berdakwah walau usianya sudah tua. Sehingga suatu saat berdakwah di Pulau
Bawean Sunan Bonang meninggal dunia. Kabar ini langsung disebarluaskan kepada seluruh masyarakat
Jawa. Murid-murid asuhan Sunan Bonang berdatangan dan memberikan penghormatan terakhir untuk
Sunan Bonang.

Beliau hendak dimakamkan di daerah Bawean atas keinginan murid-murid Sunan Bonang yang berasal
dari Bawean. Tapi murida yang berasal dari Madura meminta agar Sunan Bonang dimakamkan didekat
makam ayahnya, yaitu Sunan Ampel di Surabaya. Bahkan murid dari Madura tidak mau kalah dalam
mengasuh jenazah Sunan Bonang. Jenazah yang sudah dibungkus dari Bawean akhirnya dibungkus lagi
dengan kain kafan dari Surabaya.
Namun pada malam hari murid dari Madura dan Surabaya memakai ilmu Sirep untuk membuat ngantuk
orang-orang Bawean dan Tuban. Saat mengangkut jenazah Sunan Bonang ke kapal, kain kafan yang satu
tertinggal di Bawean. Kemudian kapal berlayar menuju Surabaya. Tapi saat di perairan Tuban, kapal
tidak bisa bergerak. Sehingga jenazah Sunan Bonang dimakamkan di Tuban, yaitu sebelah barat Masjid
Jami’ Tuban.

Sementara itu, kain kafan yang tertinggal di Bawean juga ada jenazah Sunan Bonang. Orang-orang
Bawean pun mengebumikan jenazah Sunan Bonang dengan khidmat.

Dengan terjadinya hal seperti itu, jenazah Sunan Bonang dinyatakan ada dua. Inilah bukti kekuasaan
Allah atas segalanya. Beliau diberi kelebihan dari Allah dengan memiliki dua jenazah sehingga tidak ada
permusuhan diantara murid Sunan Bonang.

Cara Berdakwah
1. Menerapkan Kebijaksanaan dalam Berdakwah
2. Menggunakan Media Karya Seni untuk Berdakwah
3. Musik merupakan media yang dilakukan Sunang Bonang untuk menyampaikan teori-teori Islam
kepada masyarakat. Alat musik yang digunakan Sunan Bonang berupa gamelan yang diberi
nama Bonang.

Beliau membunyikan alat musiknya sangat merdu dan menarik simpati setiap orang yang
mendengarnya. Sehingga Sunan bonang tinggal mengisi ajaran-ajaran Islam kepada mereka.

Menggunakan Media Karya Sastra untuk Berdakwah

Sunan Bonang juga menciptakan sebuah karya sastra yang disebut Suluk. Sehingga karya sastra tersebut
dianggap sebagai karya sastra yang sangat hebat sampai sekarang. Karya sastra tersebut disimpan di
Universitas Leiden, Belanda.

Anda mungkin juga menyukai