Sindroma nefrotik ialah penyakit dengan gejala edema , proteinuria , hipoalbuminemia dan hiperkholesterolemia.
Terbanyak terdapat antara 3-4 tahun dengan perbandingan pria ; wanita =2:1.
Tanda-tanda tersebut dijumpai disetiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan
peningkatan permeabilitas glomerulus.
II. Patofisiologi
Manifestasi primer sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma protein, terutama albumin, kedalam urine. Meskipun
hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus mempertahankannya jika
albumin terus menerus hilang melalui ginjal. Akhirnya terjadi hipoalbuminemia. Menurunnya tekanan onkotik
menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari system vaskuler kedalam ruang cairan
ekstraseluler. Penurunan sirkulasi darah mengaktifkan system rennin –Angiotensin, menyebabkan retensi natrium
dan edema lebih lanjut. Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein dihati dan peningkatan
konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia)
Sindrom nefrotik dapat terjadi disetiap penyakit renal intrinsic atau sistemik yang mempengaruhi glomerulus.
Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada
orang dewasa termasuk lansia. Penyebab mencakup glomerulonefrotis kronik, diabetes mellitus disertai
glomerulosklerosis intrakapiler, amilodosis ginjal, penyakit lupus eritematosus sistemik dan trombosis vena renal.
III. Manifestasi Klinik
Manifestasi sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (piting), dan umumnya
ditemukan disekitar mata (periorbital), pada area ekstremitas (sacrum, tumit dan tangan), dan pada abdomen
(acites). Gejala lain seperti malaise, sakit kepala, irritabilitas dan keletihan umumnya terjadi.
IV. Pembagian Sindrom Nefrotik (Etiologi)
Sebab yang pasti belum diketahui . akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu “auto immune disease” , jadi merupakan
suatu reaksi antigen – antibody
Umumnya orang membagi etiologinya dalam ;
1. Sindroma Nefrotik Bawaan .
Resistem terhadap semua pengobatan .
Gejala; Edema pada masa neonatus. Pengjangkokan ginjal dalam masa neonatus
telah dicoba tapi
tidak berhasil . prognosis infaust dalam bulan- bulan pertama .
2.Sidroma Nefrotik Sekunder
Yang disebabkan oleh ;
a.Malaria kuartana atau parasit lain
b.Penyakit kolagen seperti ; disseminated lupus erythhematosus;.anaphylactoid purpura.
c.Glomerunefritis akut atau glomerulonefritis kronik dan trombosis vena renalis.
d.Bahan kimia : Trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, senagatan lebah, poison oak, air raksa.
e.Amiloidosis, sick sell disease, hiperprolonemia.
3. Syndrome Nefrotik Idiopatik
Gambaran klinik :
Edema merupakan klinik yang menonjol, kadang-kadang 40% dari berat badan. Pada keadaan anasarka terdapat
asites, hidrothoraks, edema scrotum. Penderita sangat rentang terhadap infeksi skunder. Selama beberapa minggu
terdapat haem aturia, asotemia dan hipertensi ringan.
V. Evaluasi Diagnostik
Urinalisis menunjukkan haemturia mikroskopik, sedimen urine, dan abnormalitas lain. Jarum biopsi ginjal mungkin
dilakukan untuk pemriksaan histology terhadap jaringan renal untuk memperkuat diagnosis.
Terdapat proteinuri terutama albumin (85 – 95%) sebanyak 10 –15 gr/hari. Ini dapat ditemukan dengan pemeriksaan
Essbach. Selama edema banyak, diuresis berkurang, berat jenis urine meninggi. Sedimen dapat normal atau berupa
toraks hialin, dan granula lipoid, terdapat pula sel darah putih. Dalam urine ditemukan double refractile bodies. Pada
fase nonnefritis tes fungsi ginjal seperti : glomerular fitration rate, renal plasma flowtetap normal atau meninggi .
Sedangkan maximal konsentrating ability dan acidification kencing normal . Kemudian timbul perubahan pada fungsi
ginjal pada fase nefrotik akibat perubahan yang progresif pada glomerulus.
Kimia darah menunjukkan hipoalbuminemia, kadar globulin normal atau meninggi sehingga terdapat rasio Albumin-
globulin yang terbalik, hiperkolesterolemia, fibrinogen meninggi. Sedangkan kadar ureum normal. Anak dapat
menderita defisiensi Fe karena banyak transferin ke luar melalui urine. Laju endap darah tinggi, kadar kalsium darah
sering rendah dalam keadaan lanjut kadang-kadang glukosuria tanpa hiperglikemia.
VI. Penatalaksanaan
1.Istirahat sampai tinggal edema sedikit.
2.Makanan yang mengandung protein sebanyak 3-4 mg/kgBB/hari :minimun bila edema masih berat. Bila edema
berkurang diberi garam sedikit.
3.Mencegah infeksi. Diperiksa apakah anak tidak menderita TBC.
4.Diuretika.
5.Inter national Cooperatife study of Kidney disease in Children
mengajukan:
a.)Selama 28 hari prednison per os sebanyak 2 kg/kgBB/sehari dengan maksimun sehari 80 mg.
b.)Kemudian prednison per os selama 28 hari sebanyak 1,5 mg/kgBB / hari setiap 3hari dalam 1mingggu dengan
dosis maksimun sehari : 60mg . Bila terdapat respons selama (b) maka dilanjutkan dengan 4 minggu secara
intermiten.
c.)Pengobatan prednison dihentikan. Bila terjadi relaps maka seperti pada terapi permulaan diberi setiap hari
prednison sampai urine bebas protein. Kemudian seperti terapi permulaan selama 5 minggu tetapi secara
interminten.
6.Antibiotika hanya diberikan jika ada infeksi.
7.Lain-lain : Fungsi acites, Fungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada dekompensasi jantung
diberikan digitalisasi.
Secara umum etiologi dibagi menjadi sindrom nefrotik bawaan, sekunder, idiopatik dan sklerosis glomerulus.
Penyakit ini biasanya timbul pada 2/100000 anak setiap tahun. Primer terjadi pada anak pra sekolah dan anak
laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan.
Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sangat penting karena pada pasien sindrom nefrotik
sering timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan manusia. Perawat diharapkan
memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Fokus asuhan keperawatan adalah mengidentifikasi
masalah yang timbul, merumuskan diagnosa keperawatan, membuat rencana keperawatan, melaksanakan dan
mengevaluasi tindakan yang telah diberikan apakah sudah diatasi atau belum atau perlu modifikasi.
Sindrom Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbunemia dan hiperkolesterolemia
(Rusepno, H, dkk. 2000, 832).
Sindrom Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas
membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L.
Wong, 2004).
Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak
dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita
Yuliani, 2001).
Sindrom nefrotik merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria masif (lebih dari 50 mg/kgBB/24
jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan
hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).
Sebab pasti belum jelas. Saat ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Secara umum etiologi dibagi
menjadi :
Penyebabnya adalah malaria, lupus eritematous diseminata, GNA dan GNK, bahan kimia dan amiloidosis.
Insiden Sindrom Nefrotik
a.Insidens lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan.
b.Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan
ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan
c.Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun
d.Sindrom nefrotik perubahan minimal (SNPM) menacakup 60 - 90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada
anak
e.Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian
steroid.
f.Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan transplantasi ginjal.
(Cecily L Betz, 2002)
Volume plasma, curah jantung dan kecepatan filtrasi glomerulus berkurang mengakibatkan retensi natrium.
Kadar albumin plasma yang sudah merangsang sintesa protein di hati, disertai peningkatan sintesa lipid,
lipoprotein dan trigliserida.
- Edema, sembab pada kelopak mata Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat
(anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata
(periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah.
- Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya terjadi.
Pemeriksaan Laboratorium
- Hipoalbuminemia
- Anemia defisiensi besi
- Diuretikum : furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila
edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25 - 50 mg/hari), selama pengobatan diuretik perlu
dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
- Kortikosteroid : Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari luas permukaan
badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari.
Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari
dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan, maka
pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu
Komplikasi Sindrom Nefrotik
a. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia.
b. Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang
menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan syok.
c. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen
plasma.
d. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
(Rauf, .2002 : .27-28).
1. Pengkajian
a. Identitas.
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000 anak terjadi pada usia
kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak
mengalami komplikasi sindrom nefrotik.
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia.
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare, urine menurun.
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya
mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
f. Imunisasi.
Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan
kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus
kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat
dengan ayah.
Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif
untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan
menjadi anak peragu.
Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan dunia dengan bahasa,
bermain dan meniru, menggunakan alat-alat sederhana.
Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan kepala, lengan dan badan,
segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal
empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.
Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan, keterbatasan dalam bermain, rewel,
gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang tua, teman.
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status gizinya adalah dihitung
dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi
sedang) dan > 80 % (gizi baik).
Nadi 70 - 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 - 100/60 mmHg, hipertensi ringan bisa dijumpai.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis,
prolaps anii.
a) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan
permiabilitas glomerulus.
Tujuan volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil penurunan edema, ascites, kadar protein darah
meningkat, output urine adekuat 600 - 700 ml/hari, tekanan darah dan nadi dalam batas normal.
Intervensi :
1. Catat intake dan output secara akurat. Rasional : Evaluasi harian keberhasilan terapi dan dasar penentuan
tindakan
2. Kaji dan catat tekanan darah, pembesaran abdomen, BJ urine. Rasional : Tekanan darah dan BJ urine dapat
menjadi indikator regimen terapi
3. Timbang berat badan tiap hari dalam skala yang sama. Rasional : Estimasi penurunan edema tubuh
4. Berikan cairan secara hati-hati dan diet rendah garam. Rasional : Mencegah edema bertambah berat
5. Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari. Rasional : Pembatasan protein bertujuan untuk meringankan beban kerja
hepar dan mencegah bertamabah rusaknya hemdinamik ginjal.
b) Perubahan nutrisi ruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan
protein dan penurunan napsu makan.
Tujuan kebutuhan nutrisi akan terpenuhi dengan kriteria hasil napsu makan baik, tidak terjadi hipoprtoeinemia,
porsi makan yang dihidangkan dihabiskan, edema dan ascites tidak ada.
Intervensi :
1. Catat intake dan output makanan secara akurat. Rasional : Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh
2. Kaji adanya anoreksia, hipoproteinemia, diare. Rasional : Gangguan nuirisi dapat terjadi secara
perlahan. Diare sebagai reaksi edema intestinal
3. Pastikan anak mendapat makanan dengan diet yang cukup. Rasional : Mencegah status nutrisi menjadi
lebih buruk.
c) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
Tujuan tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil tanda-tanda infeksi tidak ada, tanda vitaldalam batas normal,
ada perubahan perilaku keluarga dalam melakukan perawatan.
Intervensi :
1. Lindungi anak dari orang-orang yang terkena infeksi melalui pembatasan pengunjung. Rasional :
Meminimalkan masuknya organisme.
2. Tempatkan anak di ruangan non infeksi. Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan. Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
4. Lakukan tindakan invasif secara aseptik. Rasional : Membatasi masuknya bakteri ke dalam tubuh. Deteksi
dini adanya infeksi dapat mencegah sepsis.
d) Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi).
Tujuan kecemasan anak menurun atau hilang dengan kriteria hasil kooperatif pada tindakan keperawatan,
komunikatif pada perawat, secara verbal mengatakan tidak takur.
Intervensi :
1. Validasi perasaan takut atau cemas. Rasional : Perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk tebuka
sehingga dapat menghadapinya.
2. Pertahankan kontak dengan klien. Rasional : Memantapkan hubungan, meningkatan ekspresi perasaan.
3. Upayakan ada keluarga yang menunggu. Rasional : Dukungan yang terus menerus mengurangi ketakutan
atau kecemasan yang dihadapi.
4. Anjurkan orang tua untuk membawakan mainan atau foto keluarga. Rasional : Meminimalkan dampak
hospitalisasi terpisah dari anggota keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made Kariasa, EGC, Jakarta
Tjokronegoro & Hendra Utama, (1993), Buku Ajar Nefrologi, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
——-, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo-Lab/UPF IKA, Surabaya.