Anda di halaman 1dari 14

KONSEP DASAR GENDER

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

ANNISA PUTI AMIRA 0801202400

DESI FITRIAH HASIBUAN 0801203343

MAHIRA AZURA PUTRI 0801203413

SANTRI RAMADHANI 0801202279

SERLY DINDA AFRIWANA 0801202246

SHINTA RAHMA 0801201008

ZAMILA AZZAHRA 0801203389

DOSEN PENGAMPU :

Dr. Aida, M.Ked (Paru),Sp.P

F A K U L T A S K E S E H A T A N M A S Y A R A K A T

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2021-2022

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayahnya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Konsep Dasar
Gender.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan Makalah Konsep Dasar Gender. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan Makalah kami.

Terlepas dari itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
Makalah yang selanjutnya akan kami susun.

Akhir kata kami berharap semoga Makalah Konsep Dasar Gender ini dapat memberikan
manfaat maupun menambah pengetahuan dan wawasan pembaca.

4 Oktober 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................ 2

DAFTAR ISI...................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 4

1.1 Latar Belakang....................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah.................................................................. 5

1.3 Tujuan..................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN.................................................................... 6

2.1 Pengertian Gender................................................................. 6

2.2 Landasan Hukum Gender...................................................... 7

2.3 Ketidakadilan dan Diskriminasi Gender................................ 8

2.4 Pengarusutamaan Gender di Indonesia……………………. 9

2.5 Kaitan Budaya Terhadap Gender………………………….. 9

2.6 Kesetaraan Gender dalam Islam…………………………… 12

BAB III PENUTUP............................................................................ 12

a. Kesimpulan............................................................................. 12
b. Saran....................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 13

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana laki-laki dan
perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan oleh kultur
setempat yang berkaitan dengan peran, sifat, kedudukan, dan posisi dalam masyarakat tersebut.
Seks atau jenis kelamin merupakan perbedaan antara laki-laki dengan perempuan berdasarkan
ciri biologisnya. Manusia yang berjenis kelamin laki-laki adalah manusia yang bercirikan
memiliki penis, memiliki jakala (kala menjing), dan memproduksi sperma. Perempuan memiliki
alat reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina,
dan memiliki alat menyusui (Mansour Fakih, 2008: 8). Pembedaan laki-laki dengan perempuan
berdasarkan sex atau jenis kelamin merupakan suatu kodrat atau ketentuan dari Tuhan. Ciri-ciri
biologis yang melekat pada masing-masing jenis kelamin tidak dapat dipertukarkan. Alat-alat
yang dimiliki laki-laki maupun perempuan tidak akan pernah berubah atau bersifat permanen.
Dalam konsep gender, pembedaan antara laki-laki dengan perempuan berdasarkan konstruksi
secara sosial maupun budaya. Perilaku yang menjadi identitas laki-laki maupun perempuan
dibentuk melalui proses sosial dan budaya yang telah diperkenalkan sejak lahir. Watak sosial
budaya selalu mengalami perubahan dalam sejarah, gender juga berubah dari waktu ke waktu,
dari satu tempat ke tempat lain. Sementara jenis kelamin sebagai kodrat Tuhan tidak mengalami
perubahan dengan konsekuensi-konsekuensi logisnya (Elfi Muawanah, 2009: 8). Ketidaksetaraan
gender juga disebabkan oleh adanya sikap bias gender yang didasarkan pengetahuan-
pengetahuan masyarakat yang memiliki kecenderungan bersifat tidak adil gender. Kultur sosial
budaya yang ada menempatkan perempuan pada kelas kedua, perempuan lebih banyak
didominasi oleh kaum laki-laki. Budaya hegemoni patriarkhi menempatkan laki-laki sebagai
pemimpin dalam keluarga, organisasi, maupun politik, sehingga partisipasi perempuan dalam
pengambilan keputusan masih relatif rendah. Kurangnya kesempatan yang dimiliki perempuan

4
untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan atau bahkan menjadi pemimpin dari suatu
organisasi, membuat perempuan lebih memilih bersikap pasif.

1.2 Rumusan Masalah

1. Pengertian gender
2. Landasan hukum gender
3. Ketidakadilan dan diskriminasi gender
4. Pengarusutamaan gender di Indonesia
5. Kaitan budaya terhadap gender
6. Kesetaraan gender dalam perspektif Islam

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah
ini adalah untuk mengetahui ketidakadilan dan diskriminasi gender, pengarustamaan gender di
Indonesia, Kaitan budaya terhadap gender dan kesetaraan gender dalam perspektif Islam.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Gender

Kata gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti “jenis kelamin”. Sedangkan Gene
mengandung arti plasma pembawa sifat di dalam keturunan. Menurut istilah, gender diartikan
sebagai suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan
dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Pengertian gender menurut Muhtar (2002), bahwa
gender dapat diartikan sebagai jenis kelamin sosial atau konotasi masyarakat untuk menentukan
peran sosial berdasarkan jenis kelamin.

Perlu diketahui, pengertian gender berbeda dengan pengertian jenis kelamin. Gender
dapat didefinisikan sebagai keadaan dimana individu yang lahir secara biologis sebagai laki-laki
dan perempuan yang kemudian memperoleh pencirian sosial sebagai laki-laki dan perempuan
melalui atribut-atribut maskulinitas dan feminitas yang sering didukung oleh nilai-nilai atau
sistem dan simbol di masyarakat yang bersangkutan. Lebih singkatnya, gender dapat diartikan
sebagai suatu konstruksi sosial atas seks, menjadi peran dan perilaku sosial. Menurut Ilmu
Sosiologi dan Antropologi, Gender itu sendiri adalah perilaku atau pembagian peran antara laki-
laki dan perempuan yang sudah dikonstruksikan atau dibentuk di masyarakat tertentu dan pada
masa waktu tertentu pula.

2.2 Landasan Hukum tentang Gender

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


b) UU No. 68 Tahun 1958 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Hak-Hak Politik
Perempuan (Convention of Women’s Political Rights)
c) UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of all Forms
of Discrimination Against Women)
d) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

6
e) UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvenan Internasional tentang Hak-hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Convenant on Economic, social and Cultural
Rights)
f) UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvenan Internasional tentang Hak Sipil
dan Politik (International Convenant on Civil and Political Rights).

2.3 Ketidakadilan dan Diskriminasi Gender

Ketidakadilan dan diskriminasi gender merupakan bentuk perbedaan perlakuan


berdasarkan alasan gender, seperti pembatasan peran, penyingkiran atau pilih kasih yang
mengakibatkan terjadinya pelanggaran atas pengakuan hak asasinya, persamaan antara laki-laki
dan perempuan, maupun hak dasar dalam bidang sosial, politik, ekonomi, budaya dan
sebagainya.

Bentuk-bentuk Ketidakadilan Gender :

1. SUBORDINASI
Kondisi yang menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah dari laki-laki,
contoh: seorang ibu yang tidak diberi kesempatan untuk mengambil keputusan dan
menyalurkan pendapat.
2. Stereotip Gender
Penandaan terhadap suatu kelompok tertentu yang seringkali merugikan dan
menimbulkan ketidakadilan, contoh : pendapat bahwa perempuan sering berdandan untuk
menarik perhatian lawan jenis ( dapat dilihat dalam ketentuan pasal 5 PERMA Nomor 3
Tahun 2017)
3. Beban Ganda
Beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis
kelampin tertentu, contoh : perempuan yang memiliki peran dalam mengurus rumah
tangga, memastikan suami dan anak dalam keadaan baik, melahirkan, menyusui, atau
dapat dikatakan bahwa perempuan memiliki beban kerja majemuk ttetapi seringkali tidak
dihargai dan tidak dianggap.

7
4. Marginalisasi
Suatu proses peminggiran dari akses sumber daya atau pemiskinan yang dialami
perempuan akibat perubahan gender di masyarakat, contoh : perempuan dianggap sebagai
makhluk domestic dalam hal ini hanya diarahkan untuk menjadi pengurus rumah tangga.
5. Kekerasan
Adanya perlakuan kasar atau tindakan yang bersumber dari sumber kekerasan salah
satunya kekerasan terhadap jenis kelamin tertentu yaitu Perempuan dengan anggapan
gender yang eksis dan diakui di masyarakat patriarki berpusat pada kekuasaan laki-laki
misal anggapan bahwa perempuan itu lemah,pasrah, dan menjadi obyek seksual sehingga
dalam konteks ini dikenal istilah gender-based violence.

Contohnya:

DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN

Berdasarkan Convention on the Elimination of All Form of Discrimination Against


Women (CEDAW) mengartikan bahwa : “ Setiap pembedaan, pengucilan, atau pembatasan yang
dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau
menghapuskan pengakuan, penikmatan, atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-
kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil, atau apaun launnya oleh
wanita terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara Pria dan Wanita”

Jenis-Jenis Kekerasan terhadap Perempuan :

1. Kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis yang terjadi dalam keluarga termasuk
pemukulan, penyalahgunaan seksual atas perempuan dalam rumah tangga, perkosaan dan
lainnya.
2. Kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis yang terjadi dalam masyarakat luas
termasuk perkosaan, penyalahgunaan seksual, pelecehan dan ancaman seksual di tempat
kerja, dalam lembaga pendidikan dan lainnya.
3. Kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang dilakukan atau dibenarkan oleh Negara

8
2.4 Pengarusutamaan Gender di Indonesia

Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan
sistematis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam aspek kehidupan manusia
melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan
permasalahan perempuan dan laki-laki untuk memberdayakan perempuan dan laki-laki mulai
dari tahap perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dari seluruh kebijakan,
program, kegiatan di berbagai bidang kehidupan pembangunan nasional dan daerah.

Pelaksanaan Pengarusutamaam Gender (PUG) pada Ditjen PKTL didasarkan pada beberapa
hal diantaranya adalah :

1. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam


Pembangunan Nasional (seluruh Kementerian/Lembaga dan daerah untuk
mengintegrasikan gender pada setiap tahapan proses pembangunan)
2. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2020-2024 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2020 Nomor 10);
3. Tujuan ke-3 MDGs: Meningkatkan persamaan gender dan pemberdayaan perempuan

Pada dasarnya tujuan dari pengarusutamaan gender adalah untuk mewujudkan kesetaraan dan
keadilan gender. “Kesetaraan gender bermakna bahwa laki-laki dan perempuan dapat
berkembang optimal tanpa terkendala oleh jenis kelaminnya.

2.5 Kaitan Budaya Terhadap Gender

Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap kebudayaan mempunyai citra yang jelas
tentang bagaimana laki-laki dan perempuan seharusnya bertindak. Pada umumnya laki-laki
adalah orang yang lebih kuat, lebih aktif, serta ditandai dengan kebutuhan yang besar mencapai
tujuan dominasi, otonomi, dan agresi. Sebaliknya perempuan dipandang sebagai lebih lemah dan
kurang aktif, lebih menaruh perhatian, pada afiliasi, berkeinginan untuk mengasuh, serta
mengalah. Pandangan umum yang demikian akhirnya melahirkan citra diri baik tentang laki-laki
maupun perempuan. Citra diri yang demikian inilah yang kemudian disebut banyak orang
sebagai stereotip.

9
Sebagai sebuah konstruk budaya sosial, gender memang telah memberikan makna
terhadap peran laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Dengan makna yang diberikan
kepada laki-laki dan perempuan tersebut, masyarakat membuat pembagian kerja atau peran
antara laki-laki dan perempuan. Akan tetapi pebagian peran tersebut dalam kenyataannya tidak
didasarkan pada azas kesetaraan dan keadilan, bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak dan
tanggungjawab yang sama sebagai manusia. Realita yang terjadi dalam pembagian peran tersebut
lebih banyak didasarkan pada budaya patriarki.Kehidupan dalam masyarakat masih
menunjukkan adanya ketimpangan dalam hal kesetaraan antar laki-laki dan perempuan, hal ini
menunjukkan kehadiran gender masih menjadi persolan yang masih bersifat parsial, disebabkan
karena pemahaman secara tegas akan identitas diri laki-laki maupun pemempuan dilihat dari segi
kodrat tuhan yang tidak dapat dirubah, dari lingkungan sosial, dan secara biologis.

Kondisi yang diciptakan atau direkayasa oleh norma adat-istiadat yang Membedakan
peran dan fungsi laki-laki dan perempuan yang berkaitan dengan kemampuan. Adapun beberapa
contoh budaya yang berpengaruh terhadap gender misalnya :

a. Masyarakat di Indonesia khususnya di Jawa menganut budaya patriaki, dimana seorang


kepala keluarga adalah laki-laki sehingga budaya laki-laki dicap sebagai orang yang
berkuasa di keluarga. Budaya patriaki bisa berakibat anggapan bahwa kesehatan
reproduksi adalah masalah perempuan sehingga berdampak kurangnya pertisipasi,
kepedulian laki- laki dalam kesehatan reproduksi.
b. Di Jawa ada pepatah yang mengatakan bahwa perempuan di dalam rumah tangga sebagai
kasur, sumur, dapur. Sehingga perempuan di dalam keluarga hanyalah melayani suami,
kedudukannya lebih rendah dari laki- laki.
c. Perlakuan orang tua kepada anaknya sejak bayi dibedakan antara laki-laki dan perempuan
dengan memberikan perlengkapan bayi warna biru untuk laki-laki, perlengkapan bayi
warna pink untuk perempuan.
d. Pengaruh pengasuhan.
Ibu banyak mengurus hal yang berkaitan fisik anak sedangkan ayah cenderung pada
interaksi yang bersifat permainan dan diberi tanggung jawab untuk menjamin bahwa
anak laki-laki dan anak perempuan menyesuaikan dengan budaya yang ada. Ayah lebih
banyak terlibat dalam sosialisasi dengan anak laki-laki dari pada perempuan. Banyak

10
orang tua membedakan permainan bagi anak laki-laki dan perempuan. Permainan anak
laki-laki cenderung agresif. Pada masa remaja orang tua lebih mengijinkan anak laki-laki
mereka cenderung lebih bebas dari pada anak perempuan dengan mengijinkan mereka
pergi jauh dari rumah.
e. Pengaruh teman sebaya. Anak-anak yang melakukan kegiatan-kegiatan dengan teman
sebaya lebih cenderung dihargai oleh sesama jenis teman mereka. Begitu pula anak
perempuan. Sedang anak perempuan yang ‘tomboi’ dapat bergabung dengan teman laki-
laki, tetapi tidak berlaku bagi anak laki-laki yang bergabung dengan teman perempuan.
Ini mencerminkan tekanan penggolongan jenis kelamin yang lebih besar oleh masyarakat
kita pada anak laki-laki.
f. Pengaruh sekolah dan guru. Banyak buku-buku di sekolah yang bias gender. Guru
membedakan membimbing antara murid laki-laki dan perempuan. Buku-buku pelajaran
memberi gambaran pekerjaan perempuan di rumah, sedang laki-laki sebagai pekerja
kantoran.
g. Pengaruh media. Pesan-pesan di media tentang apa yang dilakukan laki-laki dan
perempuan banyak yang bias gender. Banyak media mengekspose ibu rumah mengurus
anak dan rumah tangga, sedangkan ayah bekerja di kantor. Banyak iklan oleh perempuan
tentang kosmetik, kebersihan, mencuci. Sedangkan laki-laki mengiklankan mobil,
direktur, eksekutif muda.
h. Pengaruh kognitif. Teori perkembangan kognitif. Penentuan gender gender typing pada
anak-anak terjadi setelah mereka mengembangkan suatu konsep tentang gender. Sekali
mereka secara konsisten menyadari diri mereka sebagai anak laki-laki atau perempuan,
anak-anak sering mengorganisasikan diri mereka atas dasar gender

11
2.6 Kesetaraan Gender dalam Islam

ِ ‫ت َو ْال ٰخ ِش ِع ْينَ َو ْال ٰخ ِش ٰع‬


‫ت‬ ِ ‫صبِ ٰر‬ ّ ٰ ‫صبِ ِر ْينَ َوال‬ ِ ‫ص ِد ٰق‬
ّ ٰ ‫ت َوال‬ ّ ٰ ‫ص ِدقِ ْينَ َوال‬ّ ٰ ‫ت َوال‬ ِ ‫ت َو ْال ٰقنِتِ ْينَ َو ْال ٰقنِ ٰت‬
ِ ‫ت َو ْال ُم ْؤ ِمنِ ْينَ َو ْال ُم ْؤ ِم ٰن‬ِ ٰ‫اِ َّن ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ َو ْال ُم ْسلِم‬
ً‫ت اَ َع َّد هّٰللا ُ لَهُ ْم َّم ْغفِ َرة‬ ‫هّٰللا‬ ۤ
ِ ‫ت َوال َّذا ِك ِر ْينَ َ َكثِ ْيرًا وَّال َّذا ِك ٰر‬ ِ ‫ت َو ْال ٰحفِ ِظ ْينَ فُرُوْ َجهُ ْم َو ْال ٰحفِ ٰظ‬ ّ ٰ ‫ ِم ْينَ َوال‬yِ‫ت َوالص َّۤا ِٕٕى‬
ِ ٰ‫م‬yِ‫ص ِٕٕى‬ ِ ‫صد ِّٰق‬
َ َ‫ص ِّدقِ ْينَ َو ْال ُمت‬
َ َ‫َو ْال ُمت‬
ِ ‫َّواَجْ رًا ع‬
‫َظ ْي ًما‬

Artinya

“Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan
perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan
perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang
bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara
kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah
menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, maka dapat dsimpulkan pengertian gender berbeda dengan
pengertian jenis kelamin. gender dapat diartikan sebagai suatu konstruksi sosial atas seks,
menjadi peran dan perilaku sosial. Ketidakadilan dan diskriminasi gender merupakan bentuk
perbedaan perlakuan berdasarkan alasan gender, seperti pembatasan peran, penyingkiran atau
pilih kasih yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran atas pengakuan hak asasinya. Pada
dasarnya tujuan dari pengarusutamaan gender adalah untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan
gender. “Kesetaraan gender bermakna bahwa laki-laki dan perempuan dapat berkembang
optimal tanpa terkendala oleh jenis kelaminnya.

12
3.2 Saran

Penulis berharap agar makalah ini dapat menjadi acuan dalam mempelajari tentang

konsep dasar gender di kelas 3.4 FKM UIN Sumatera Utara dan harapan penulis makalah ini

tidak hanya berguna bagi penulis tetapi juga berguna bagi semua pembaca. Terakhir dari penulis

walaupun makalah ini kurang sempurna, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan

di kemudian hari

DAFTAR PUSTAKA

 Puspitawati, H. (2012). Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita Indonesia. Pt

Penerbit Ipb Press.

 Sofiani, I. K., & Mufika, T. (2020). Bias Gender dalam Pola Asuh Orangtua pada

Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 4(2), 766-777.

 Mutawakkil, M. H. (2014). Keadilan Islam dalam persoalan gender. Kalimah:

Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, 12(1), 67-90.

 Soedarwo, V. S. D. (2016). Pengertian gender dan sosialisasi gender.

 https://www.koalisiperempuan.or.id/2011/05/04/hubungan-antara-gender-dan-

budaya/

 https://text-id.123dok.com/document/dy4jrr5yn-budaya-yang-berpengaruh-

terhadap-gender.html

13
14

Anda mungkin juga menyukai