Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

A. KAJIAN PUSTAKA
1. Definisi
Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang
sudah sangat lama dikenal pada manusia. Penyakit ini dsisebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis.
Literatur Arab ; Al-Razi (850-953 M) dan Ibnu SIna (980-1037M)
menyatakan adanya kavitas pada paru-paru dan hubungannya dengan lesi
dikulit. Pencegahannya dengan makan-makanan yang bergizi, menghirup
udara yang bersih dan kemungkinan (prognosis) dapat sembuh dari
penyakit ini. Disebutkan juga bahwa TB sering didapat pada usia muda
(18-30 th) dengan tanda-tanda badan kurus dan dada yang kecil.
Baru dalam tahun 1882 Robert Koch menemukan kuman penyebabnya
semacam bakteri berbentuk batang dan dari sinilah diagnosis secara
mikrobiologis dimulai dan penatalaksanaannya lebih terarah. Apalagi pada
tahun 1896 Rontgen menemukan sinar X sebagai alat bantu menegakkan
diagnosis yang lebih tepat. Penyakit ini kemudian dinamakan
Tuberkulosis, dan hampir seluruh tubuh manusia dapat terserang olehnya
tetapi yang paling banyak adalah organ paru.

2. Epidemiologi
Walaupum pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat
ini TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada
bulan Maret 1993 WHO mendeklarasikan TB sebagai global health
emergency. TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting
karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh mikobakterium
TB. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat diseluruh
dunia.
Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia
setelah China dan India. Pada 1998 diperkirakan TB di China , India dan
Indonesia berturut-turut 1.828.000, 1.414.000, 591.000 kasus. Berdasarkan
survey kesehatan rumah tangga 1985 dan survey kesehatannasional 2001,
TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di
Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB Paru diperkirakan 0,24%.
Sampai sekarang angka kejadian TB di Indonesia relative terlepas dari
angk pandemic infeksi HIV karena masih relative rendahnya infeksi HIV,
tapi hal ini mungkin akan berubah dimasa datang melihat semakin
meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ke tahun.

3. Cara Penularan
Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah
perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan
berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya
infeksi oleh M.tuberculosis biasanya secara inhalasi basil yang
mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru
dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam
(BTA). Sudah dibuktiksn bahwa lingkungan social ekonomi yang baik,
pengobatan teratur dan pengawasan minum obat ketat berhasil
mengurangi angka morbiditas dan mortalitas di Amerika selama tahun
1950-1960.
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-
0,6/um. Yang tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculosae
complex adalah : 1). M.tuberculosae, 2). Varian Asian, 3).Varian African
I, 4). Varian African II, 5). M.bovis. Pembagian tersebut adalah
berdasarkan perbedaan secara epidemiologi.
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid),
kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam (asam alcohol) sehingga disebut bakteri
tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan
fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan
dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena
kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kumsn dapat
bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberculosis menjadi aktif lagi.
Didalam jaringan, kuman hidup sebagai parasite intraseluler yakni
dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah
kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman
lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal
ini tekanan oksigen pada bagian apical paru-paru lebih tinggi dari bagian
lain, sehingga bagian apical ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberculosis.

4. Patogenesis
Tuberkulosis primer
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita.
Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,
tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-
hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang
sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel
dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel <5 mikrometer. Kuman akan
dihadapi pertama kali oleh neutrophil, kemudian baru oleh makrofag
keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan bersama gerakan
silia dengan sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh
lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang
tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer
atau sarang (focus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian
jaingan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura.
Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe,
orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri
masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak,
ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke
seluruh bagian paru menjadi TB milier.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis local), dan juga diikuti pembesaran kelenjar
getah bening hilus (limfangitis local), dan juga diikuti pembesaran kelenjar
getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis
local+ limfadenitis regional=kompleks primer ( Ranke). Semua proses ini
memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat
menjadi :
- Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak
terjadi.
- Sembuh dengan meninggalkan sedikit sedikit bekas berupa garis-garis
fibrotic, klasifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia
yang luasnya >5mm dan ±10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi
lagi karena kuman yang dormant.
- Berkomplikasi dan menyebar seara : a). perkontinuitatum, yakni
menyebar ke sekitarnya, b). secara bronkogen pada paru disebelahnya.
Kuman dapat juga tertelan bersamasputum dan ludah sehingga
menyebar ke usus, c). secara limfogen, ke organ tubuh lain-lainnya, d.
secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.

Tuberkulosis Pasca Primer

Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan muncul bertahun-


tahun kemudian sebagaiinfeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa
(tuberculosis post primer = TB pasca primer = TB sekunder). Mayoritas
reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas
menurun seperti malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS,
gagal ginjal. Tuberkulosis pascaprimer ini dimulai dengan sarang dini
yang berlokasi di region atas paru (bagian apical-posterior lobus superior
atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke
nodus hiler paru.

Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil.


Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma
yang terdiri dari sel-sel Histiosit dan sel Datia Langhans (sel besar dengan
banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan
ikat.

TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia
muda menjadi TB usia tua (elderly tuberculosis). Tergantung dari jumlah
kuman, virulensinya dan imunitas pasien, sarang dini ini dapat menjadi :

- Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa ,meninggalkan cacat.


- Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan
serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras,
menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang meluas seperti granuloma
berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian
tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan
keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilahkavitas.
Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya
menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar,
sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijauan dan
kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh
ensim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan
sitokin dengan TNF-nya. Bentuk perkijauan lain yang jarang adalah
cryptic disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia
lanjut.
Di sini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas
dapat : a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila
isi kavitas ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB
milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk lambung
dan selanjutnya ke usus jadi TB usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti
perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi TB
endobronkial dan TB endotrakeal atau empyema bila rupture ke pleura; b.
memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma.
Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif
kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi . Komplikasi kronik kavitas
adalah kolonisasi oleh fungus seperti Aspergillus dan kemudian menjadi
mycetoma; c. bersih dan menyembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu
pengobatan lagi; 2). Sarang aktiv eksudatif. Sarang bentuk ini perlu
pengobatan yang lengkap dan sempurna; 3). Sarang yang berada antara
aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat sembuh spontan, tetapi
mengingat kemungkinan terjadinya eksaserbasi kembali, sebaliknya diberi
pengobatan yang sempurna juga.

5. Klasifikasi Tuberkulosis
Sampai sekarang belum ada kesepakatan diantara para klinikus, ahli
radiologi, ahli patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat
tentang keseragaman klasifikasi tuberculosis. Dari system lama diketahui
beberapa klasisikasi seperti :
 Pembagian secara patologis
- Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)
- Tuberkulosis post-primer (adult tuberculosis)
 Pembagian secara aktivitas radiologis Tuberkulosis paru (Koch
Pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai
menyembuh).
 Pembagian secara radiologis (luas lesi)
- Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrate nonkavitas
pada satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi
satu lobus paru.
- Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter
tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrate bayangan halus tidak lebih
dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari
sepertiga bagian satu paru.
- Far advanced tuberculosis. Terdapat infiltrate dan kavitas yang
melebihi keadaan pada moderately advanced tuberculosis.

Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi


baru yang diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.

 Kategori 0 : Tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak


negative, tes tuberculin negative.
 Kategori I : Terpajan tuberculosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Di
sini riwayat kontak positif, tes tuberculin negative.
 Kategori II: Terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin
positif, radiologis dqan sputum negative.
 Kategori III: Terinfeksi tuberculosis dan sakit.

Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan


kelainan klinis, radiologis, dan mikrobiologis:
 Tuberkulosis paru
 Bekas tuberculosis paru
 Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam:
a.) Tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Disini sputum BTA
negative, tetapi tanda-tanda lain positif.
b.) Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati. Di sini sputum
BTA negative dan tanda-tanda lain juga meragukan.

Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus dipastikan apakah


termasuk TB paru (aktif) atau bekas TB paru. Dalam klasifikasi ini perlu
dicantumkan : 1. Status bakteriologi, 2. Mikroskopik sputum BTA
(langsung), 3. Biakan sputum BTA, 4. Status radiologis, kelainan yang
relevanuntuk tuberculosis paru, 5. Status kemoterapi, riwayat pengobatan
dengan obat anti tuberculosis.

WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori:

Kategori I, ditujukan terhadap :

 Kasus baru dengan sputum positif


 Kasus baru dengan bentuk TB berat

Kategori II, ditujukan terhadap :

 Kasus kambuh
 Kasus gagal dengan sputum BTA positif

Kategori III, ditujukan terhadap :

 Kasus BTA negative dengan kelainan paru yang tidak luas.


 Kasus TB ekstrapau selain dari yang disebut dalam kategori I

Kategori IV, ditujukan terhadap : TB kronik.9

6. Gejala-gejala klinis
Keluhan yang dirasakan pasien tuberklosis dapat bermacam-macam
atau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali
dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah :
1) Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi
kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-410C. Serangan
demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul
kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini,
sehingga pasien mersa tidak pernah terbebas dari serangan demam
influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh dayatahan tubuh pasien
dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
2) Batuk/Batuk Darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena
adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap
penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit
berkembang dalam jaringan paru yakni selama berminggu-minggu
atau berbulan-bulan peradangan bermula. SIfat batuk dimulai dari
batuk kering (non-produktif). Kemudian setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah
berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi
dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3) Sesak Napas. Pada penyakit yang ringan( baru tumbuh) belum
dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit
yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian
paru-paru.
4) Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila
infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik/melepaskan napasnya.
5) Malaise. Penyakit tuberculosis bersifat radng yang menahun. Gejala
malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan,
badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri
otot, keringat malam dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat
dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
7. Pemeriksaan FIsis
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin
ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu
demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. Pada
pemeriksaan fisis pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan pun
terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara
asimptomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak di dalam, akan
sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan fisis, karena hantaran
getaran/suara yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara
palpasi, perkusi dan auskultasi Secara anamnesis dan pemeriksaan fisis
TB paru sulit dibedakan dengan pneumonia biasa.
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian
apeks (puncak) paru. Bila dicurigai adanya infiltrate yang agak luas , maka
didapatkan perkusi yang redupdan auskultasi suara napas bronkial. Akan
didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronki basah, kasar dan
nyaring. Tetapi bila infiltrate ini diliputi oleh penebalan pleura, suara
napasnya menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup
besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi
memberikan suara amforik.
Pada tuberculosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering
ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot intercostal. Bagian paru yang sakit
jadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang
sehat menjadi hiperinflasi. Bila jaringan fibrotic amat luas yakni lebih dari
setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran
darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis
(hipertensi pulmonal)diikuti terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung
kanan. Disini akan didapatkan tanda-tanda kor pulmonal dengan gagal
jantung kanan seperti takipnea, takikardia, sianosis, right ventricular lift,
right atrial, gallop, murmur Graham-Steel, bunyi P2 yang mengeras,
tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegaly, asites, dan edema.
Bila tuberculosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru
yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan
suara pekak. Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak
terdengar sama sekali.
Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimptomatik dan penyakit
baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada
pemeriksaan rutin atau uji tuberculin yang positif.

8. Pemeriksaan Radiologis
Pada pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberculosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan
biaya lebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal
ia memberikan keuntungan seperti pada tuberculosis anak-anak dan
tuberculosis milier. Pada kedua hal diatas diagnosis dapat diperoleh
melalui pemeriksaan radiologis dada, sedangkan pemeriksaan sputum
hamper selalu negative.
Lokasi lesi tuberculosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apical
lobus atas atau segmen apical lobus bawah) ; tetapi dapat juga mengenai
lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru
(misalnya pada tuberculosis endobronkial).
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang
pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan
dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat
maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini
dikenal sebagai tuberkuloma.
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mulaberdinding
tipis. Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi
fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada klasifikasi
bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
Pada atelectasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang
dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.
Gambaran tuberculosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang
umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberculosis paru
adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru
(efusi pleura/empyema), bayangan hitam radiolusen dipinggir paru/pleura
(pneumotoraks).
Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan
sekaligus (pada tuberculosis yang sudah lanjut) seperti infiltrate, garis-
garis fibrotic, kalsifikasi, kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun
atelectasis dan emfisema.
Tuberkulosis sering memberikan gambaran yang aneh-aneh, terutama
gambaran radiologis, sehingga dikatakan tuberculosis is the greatest
imitator. Gambaran infiltrasi dan tuberkuloma sering diartikan sebagai
pneumonia, mikosis paru, karsinoma bronkus atau karsinoma inetastasis.
Gambaran kavitas sering diartikan sebagai abses paru. Disamping itu perlu
diingat juga faktor kesalahan dalam membaca foto. Faktor kesalahan ini
dapat mencapai 25%. Oleh sebab itu untuk diagnostic radiologi sering
dilakukan juga foto lateral, top lordotik, oblik, tomografi, dan foto dengan
proyeksi densitas keras.
Adanya bayangan (lesi) pada foto dada, bukanlah menunjukkan
adanya aktivitas penyakit, kecuali suatu infiltrate yang betul-betul nyata.
Lesi penyakit yang sudah non aktif, sering menetp selama hidup pasien.
Lesi yang berupa fibrotic, kalsifikasi, kavitas, schwarte, sering dijumpai
pada orang-orang yang sudah tua.
Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang juga diperlukan adalah
bronkografi, yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang
disebabkan oleh tuberculosis. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila
pasien akan menjalani pembedahan paru.
Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah
banyak dipakai dirumah sakit rujukan adalah Computed Tomography
Scanning (CT Scan). Pemeriksaan ini lebih superior disbanding radiologis
biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat
dibuat transversal.
Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah Magnetic Resonance
Imaging (MRI). Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT Scan, tetapi dapat
mengevaluasi proses-proses dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan
dada-perut. Sayatan bisa dibuat transversal, sagital dan koronal.

9. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-
kadang meragukan , hasilnya tidak sensitive dan juga tidak spesifik. Pada
saat tuberculosis beru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang
sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit
masih dibawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit
mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih
tinggi. Laju endap darah mulai turun kea rah normal lagi.
Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga: 1) Anemia ringam
dengan gambaran normokrom dan normositer; 2) Gama globulin
meningkat; 3) Kadar natrium darah menurun. Pemeriksaan tersebut di atas
nilainya juga idak spesifik.
Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai adalah reaksi Takahashi.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan proses tuberculosis masih aktif atau
tidak. Kriteria positif yang dipakai di Indonesia adalah titer 1/128.
Pemeriksaan ini juga kurang mendapat perhatian karena angka-angka
positif palsu dan negative palsunya masih besar.
b. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya
kuman BTA, diagnosis tuberculosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu
pemeriksaan sputum juga juga dapat memberikan evaluasi terhadap
pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah
sehingga dapat dikerjakan dilapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang
tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk
atau batuk yang nonproduktif. Dalam hal ini dianjurkan stu hari sebelum
pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak +2 liter dan
diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan
tambahan obat-obat mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan
garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat
diperoleh dengan cara bronkoskopi diambil dengan brushing atau
bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage). BTA dari sputum
bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan
pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum
yang hendak diperiksa sebaiknya sesegar mungkin.
Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit
ditemukan. Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat
proses penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang mengandung
kuman BTA mudah keluar. Diperkirakan di Indonesia terdapat 50% pasien
BTA positif tetapi kuman tersebut tidak ditemukan dalam sputum mereka.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain
diperlukan 5.000 kuman dalam 1mL sputum.
Untuk pewarnaan sediaan dianjukan memakai cara Tan Thiam Hok
yang merupakan modifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun dan Gabbet.
Cara pemeriksan sediaan sputum yang dilakukan adalah :
 Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa
 Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresens
(pewarnaan khusus)
 Pemeriksaan dengan biakan (kultur)
 Pemeriksaan terhadap resistensi obat.
Pemeriksaan dengan mikroskop fluoresens dengan sinar ultraviolet
walaupun sensitivitasnya tinggi sangat jarang dilakukan, karna pewanaan
yang dipakai (auramin-rho-damin) dicurigai bersifat karsinogenik.
Pada pemeriksaan dengan biakan, koloni kuman tuberculosis mulai
tampak. Bila setelah 8 minggu penanaman koloni tidak juga tampak,
biakan dinyatakan negative. Medium biakan yang sering dipakai yaitu
Lowenstein Jensen, Kudoh atau Ogawa.
Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan sputum BTA dengan
cara Bactec (Bactec 400 Radiometric System), dimana kuman sudah dapat
dideteksi dalam 7-10 hari. DIsamping itu dengan teknik Polymerase
Chain Reaction (PCR) dapat dideteksi DNA kuman TB dalam waktu yang
lebih cepat atau mendeteksi M.tuberculosae yang tidak tumbuh pada
sediaan biakan. Dari hasil biakan biasanya dilakukan juga pemeriksaan
terhadap resistensi obat dan identifikasi kuman.
Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat
kuman BTA (positif), tetapi pada biakan hasilnya negative. Ini terjadi pada
fenomen dead bacilli atau non culuturable bacilli yang disebabkan
keampuhan panduan obat antituberkulosis jangka pendek yang cepat
mematikan kuman BTA dalam waktu pendek.
Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopik biasa dan sediaan
biakan, bahan-bahan selain sputum dapat juga diamil dari bilasan bronkus,
jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar,
cairan serebrospinal, urin dan tinja.
c. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis tuberculosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai
tes Mantoux yakni dengan menyuntikan 0,1 cc tuerkulin P.P.D. (Purified
Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5 T.U.(Intermediete strength).
Tes tuberculin hanya menyatakan apakah seorang individu sedang atau
pernah mengalami infeksi M.tuberculosae, M.bovis, vaksinasi BCG dan
Mycobacteria pathogen lainnya. Dasar tes tuberculin ini adalah reaksi
alergi tipe lambat. Pada penularan dengan kuman pathogen baik yang
virulen ataupun tidak (Mycobacterium tuberculosae atau BCG) tubuh
manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibody
seluler pada permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibody
humoral yang dalam perannya akan menekankan antibody seluler.
Biasanya hampir seluruh pasien tuberculosis memberikan reaksi
Mantoux yang positif (99,8%). Kelemahan tes ini juga terdapat positif
palsu yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium
lain. Negatif palsu lebih banyak ditemukan daripada positif palsu.
Hal-hal yang memberikan reaksi tuberculin berkurang (negative palsu)
yakni:
 Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberculosis
 Anergi, penyakit sistemik berat (Sarkoidosis, LE)
 Penyakit eksantematous dengan panas yang akut : morbili, cacar air,
poliomyelitis.
 Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular
(Hodgkin)
 Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obatan
imunosupresi lainnya.
 Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan.
Untuk pasien dengan HIV positif, tes Mantoux ±5 mm, dinilai positif.

10. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis (history taking) dan
pemeriksaan fisik, foto toraks, serta hasil pemeriksaan bakteriologik.
Diagnosis pasti ditegakkan jika pada pemeriksaan bakteriologik ditemukan
M.tuberculosis di dalam dahak atau jaringan. Karena usaha untuk
menemukan TB tidak selalu mudah, maka diupayakan cara untuk dapat
membuktikan bahwa terdapat basil TB di dalam tubuh. Cara
pembuktiannya adalah melalui pemeriksaan serologi.
Ada sebagian besar pasien yang tidak menunjukkan adanya basil
tuberculosis pada pemeriksaan bakteriologiknya, namun gejala klinis dan
foto toraksnya mengarah kepada gejala tuberculosis. Pada pasien yang
seperti ini, tidak dapat ditegakkan diagnosis pasti. Agar pasien tersebut
dapat diberi terapi sesuai dengan penyakit TB dan penularan penyakitnya
terbatas, perlu dibuat cara klasifikasi khusus untuk diagnosis TB paru.
Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan sebagai rumah sakit rujukan
nasional untuk penyakit paru telah membuat klasifikasi untuk pasien yang
berkaitan atau pernah berkaitan dengan tuberculosis paru, yaitu sebagai
berikut.
1) TB Paru
Diagnosis seperti ini ditegakkan jika semua hasil prosedur diagnostic
yang dilakukan mendukung (diagnosis pasti). Prosedur diagnostic TB
adalah anamnesis, pemeriksaan fisik, foto toraks, serta hasil
pemeriksaan bakteriologik. Pasien yang didiagnosis sebagai TB paru
harus diobati secara adekuat.
2) TB paru tersangka (suspect TB)
Dari semua hasil prosedur diagnostic yang dilakukan, hanya hasil
pemeriksaan bakteriologik saja yang masih negative. Pasien ini diobati
dengan antibiotic yang tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan
M.tuberculosis selama satu minggu untuk mengesampingkan
pneumonia. Jika tidak terdapat perbaikan klinis maupun radiologis,
segera diberi obat dengan obat anti TB (OAT) selama tiga bulan. Jika
dengan pemberian OAT tersebut terjadi perbaikan klinis serta
radiologis, pengobatan diteruskan sampai adekuat karena diagnosis
TB paru tersangka telah diubah menjadi diagnosis TB paru.
3) Bekas TB paru (Old Pulmonary TB), yaitu pasien yang telah sembuh
dari TB paru yang datang ke dokter karena terdapat keluhan pada
system pernapasan.

11. Penatalaksanaan
Penderita TB harus diobati dan pengobatannya harus adekuat.
Pengobatan TB memakan waktu minimal 6 bulan. Dalam memberantas
penyakit tuberculosis, Negara mempunyai pedoman dalam pengobatan TB
yang disebut Program Pemberantasan TB (National Tuberculosis
Programme). Prinsip pengobatan TB adalah menggunakan multidrugs
regimen; hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi basil TB
terhadap obat. Obat anti tuberculosis dibagi dalam dua golongan besar,
yaitu obat lini pertama dan obat lini kedua.
Yang termasuk obat anti TB lini pertama adalah : isoniazid (H),
etambutol (E), streptomisin (S), pirazinamid (Z), rifampisin (R), dan
tioasetazon (T); sedangkan yang termasuk obat lini kedua adalah:
etionamide, sikloserin, PAS, amikasin, kanamisin, kapreomisin,
siprofloksasin, ofloksasin, klofazimin dan rifabutin.
Terdapat dua alternative terapi pada TB paru, yaitu:
1. Terapi jangka panjang (terapi tanpa rifampisin)
Terapi ini menggunakan isoniazid, etambutol, streptomisin,
pirazinamid dalam jangka waktu 24 bulan atau dua tahun.
2. Terapi jangka pendek
Terapi ini menggunakan regimen rifampisin, isoniazid dan pirazinamid
dalam jangka waktu minimal 6 bulan, dan terdapat kemungkinan
bahwa terapi dilanjutkan sampai 9 bulan. Terapi jangka pendek
memerlukan biaya yang mahal karena harga obat rifampisin yang
tinggi sehingga tidak setiap orang mampu membiayai pengobatannya.
Pada kondisi seperti ini, diberikan terapi jangka panjang yang tidak
terlalu berat pembiayaannya dibandingkan terapi jangka pendek.

Dosis yang dianjurkan oleh International Union Against Tuberculosis


adalah dosis pemberian setiap hari dan dosis pemberian intermiten.
Perlu diingat bahwa dosis pemberian setiap hari berbeda dengan dosis
intermiten.
Dosis obat lini pertama :

Dosis yang direkomendasikan


Nama Obat
Dosis pemberian setiap hari Dosis pemberian intermiten
mg/kgBB Maksimum (mg) Mg/kgBB Maksimum (mg)
Isoniazid (H) 5 mg 300 mg 15 mg 750 mg (seminggu 2x)
Rifampisin (R) 10 mg 600 mg 15 mg 600 mg (seminggu 2x)
Pirazinamid (Z) 35 mg 2500 mg 50 mg
Streptomisin (S) 15-20 mg 750-1000 mg 15-20 mg 750-1000 mg
Etambutol (E) 15-25 mg 1800 mg
Tiosetazon (T) 4 mg (anak) 150 mg

Dosis obat lini kedua untuk mengobati pasien HIV yang terinfeksi oleh
multidrug-resistant tuberculosis

Nama Obat Dosis yang direkomendasikan


Etionamide 250 mg 2-4 kali sehari
Sikloserin 250-1000 mg/hari dosis terbagi
PAS 12-16 gram/hari dosis terbagi
Amikasin 15 mg/kgBB/hari , 5 hari/minggu IV atau IM
Kanamisin 15 mg/kgBB/hari , 5 hari/minggu, IM
Kapreomisin 15 mg/kgBB/hari , 5 hari/minggu ,IM
Siprofloksasin 500-750 mg, 2x sehari
Ofloksasin 400 mg, 2x sehari
Klofazimin 200-300 mg/hari
Rifabutin 150-300 mg/ hari

Paduan obat anti tuberculosis menurut Program Pemberantasan TB


paru P2TB-paru yang dipergunakan di Indonesia sesuai dengan
rekomendasi WHO ada tiga:
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Pengobatan dilakukan dengan pengawasan yang ketat, disebut DOTS
(Directly Observed Treatment Short course).
Tujuan Program P2TB-Paru adalah memutus rantai penularan
sehingga penyakit tuberculosis paru tidak lagi menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia.

12. Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan
komplikasi lanjut.
 Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empyema, laryngitis, usus,
Poncet’s arthropathy.
 Komplikasi lanjut : Obstruksi jalan napas ->SOFT (Sindrom Obstruksi
Pasca Tuberculosis), kerusakan parenkim berat ->SOPT/fibrosis paru,
kor pulmonal,amyloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas
dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

B. PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diperoleh daripasien Tn.S didapatkan bahwa
pasien masuk dengan keluhan utama batuk darah dialami sejak 1 hari yang
lalu secara tiba-tiba. Leher dirasakan membengkak sejak satu tahun
terakhir. Riwayat merokok disangkal dan riwayat pengobatan dengan
OAT juga disangkal. Hasil pemeriksaan sputum didapatkan BTA positif.
Hal ini sesuai dengan kajian pustaka yang mengatakan bahwa geejala
batuk darah ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang
keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama,
mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan
paru yakni selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan
bermula. SIfat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif). Kemudian
setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum).
Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada
kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
Dari hasil kunjungan terlihat juga bahwa pasien mengalami malaise.
Hal ini juga sesuai dengan kajian pustaka yang mengatakan bahwa
Penyakit tuberculosis bersifat radng yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus
(berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dll.
Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara
tidak teratur.
Dari hasil pemeriksaan sputum juga ditemukan BTA positif, hal ini
sesuai dengan kajian pustaka yang mengatakan bahwa pemeriksaan
sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,
diagnosis tuberculosis sudah dapat dipastikan.
Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit
ditemukan. Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat
proses penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang mengandung
kuman BTA mudah keluar. Diperkirakan di Indonesia terdapat 50% pasien
BTA positif tetapi kuman tersebut tidak ditemukan dalam sputum mereka.

LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

- Amin, Zulkifli & Asril Bahar. Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid : II :
Tuberkulosis Paru. Hal.988-993
- Darmanto, Djojodibroto. Respirologi : Tuberkulosis Paru.2014. Hal. 164-167.

Anda mungkin juga menyukai