Anda di halaman 1dari 36

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL………………………………………………………….. i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………….. iii
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………… 1
1.2 Tujuan…………………………………………………………………. 2
1.3 Manfaat………………………………………………………………… 2
1.4 Implikasi Keperawatan………………………………………………… 3
BAB 2 TINJAUAN TEORI……………………………………………………. 4
2.1 Pengertian Stomatitis………………………………………………….. 4
2.2 Epidemiologi………………………………………………………….. 5
2.3 Etiologi………………………..………………………………………. 6
2.4 Tanda dan Gejala……………………………………………………… 7
2.5 Patofisiologi…..………………………………………………………. 8
2.6 Komplikasi dan Prognosis…………………………………………….. 9
2.7 Pengobatan……………………………………………………………. 10
2.8 Pencegahan…………………………………………………………… 12
BAB 3. PATHWAY…………………………………………………………… 13
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN…………….…………………………. 16
4.1 Pengkajian……………………………………………………………. 16
iii

4.2 Diagnosa………….…………………………………………………… 25
4.3 Perencanaan…………………………………………………………… 26
4.4 Pelaksanaan……………………………………………………………. 29
4.5 Evaluasi………………………………………………………………… 31
BAB 5. PENUTUP…………………………………………………………….. 33
5.1 Kesimpulan……………………………………………………………. 33
5.2 Saran…………………………………………………………………… 33
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 34
1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Manusia dalam mencapai sehat secara fisik, harus tahu bahwa sistem
imunlah yang bekerja dalam menangkal semua penyakit yang menyerang tubuh.
Sistem imun dibentuk oleh sistem hematologi yaitu dari leukosit yang
menghasilkan limfosit yang nantinya akan melinduni tubuh kita dari berbagai
ancaman pathogen. Hematologi bersangkutan mengenai darah serta jaringan yang
membentuk darah. Darah merupakan bagian penting dari system transport. Darah
merupakan jaringan yang berbentuk cairan yang terdiri dari dua bagian besar yaitu
plasma darah dan bagian korpuskul. Darah akan bekerja lebih efektif jika tidak
terserang pathogen dan tidak memiliki kelainan-kelainan tertentu. Namun, ada
sebagian pada sistem hematologi manusia memiliki kelainan pada proses fase
koagulasi seperti penyakit hemofilia.
Hemofilia adalah suatu penyakit keturunan yang mengakibatkan darah
seseorang sukar membeku pada waktu terjadinya luka (Handayani dan Haribowo,
2008). Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi ada kejadian
sekitar 20-30% ditemukan pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan
gangguan pembekuan darah, sehingga dapat diduga terjadi mutasi spontan akibat
lingkungan endogen maupun eksogen. (IZN - pdpersi.co.id, 2012). Di Eropa
hemofilia sudah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu, sedangkan di Amerika
penyakit ini pertama kali ditemukan sekitar awal tahun 1800 pada seorang anak
laki-laki yang diturunkan dari ibu dengan carrier hemofilia. Hemofilia dapat
mengakibatkan terjadinya perdarahan yang berat dan kematian (Aru et al,
2010). Nasib penderita kelainan darah hemofilia di Indonesia masih
memprihatinkan. Pada berita terbaru Koran Cakrawala, 2012, menyatakan bahwa
jumlah penderita hemofilia di Indonesia sudah menembus 20 ribu orang. Apalagi,
angka kejadian hemofilia di negara-negara berkembang memiliki rasio 1:10.000.
Dari puluhan ribu penderita yang ada, hanya segelintir saja yang tercatat,
2

terdiagnosis dan tertangani sedangkan sisanya tidak terdiagnosis. Dari uraian di


atas, penulis menuliskan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Hemofilia
Pada Pasien Anak” dengan harapan dapat memberikan informasi dan pemahaman
terhadap tenaga kesehatan serta para pembaca agar dapat waspada dan lebih
mengenali sejak dini tenatang penyakit glomerulonefritis.

1.2 Tujuan
1.3.1 Dapat mengetahui apa itu hemofilia.
1.3.2 Dapat mengetahui apa saja penyebab terjadinya penyakit hemofilia.
1.3.3 Dapat mengetahui apa saja tanda dan gejala penyakit hemofilia.
1.3.4 Dapat mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan
penyakit hemofilia.
1.3.5 Dapat mengetahui bagaimana penatalaksanaan dan asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyakit hemofilia.

1.3 Manfaat
1.4.1 Manfaat Bagi Pembaca
Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai penyakit hemofilia.

1.4.2 Manfaat Bagi Mahasiswa


Menambah wawasan dan keterampilan mahasiswa calon perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien hemofilia pada anak.

1.4.3 Manfaat Bagi Perawat


Dapat digunakan sebagai bahan observasi untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan dan menambah keterampilan dalam melakukan asuhan
keperawatan terhadap pasien hemofilia.

1.4.4 Manfaat Bagi Institusi


Dapat digunakan sebagai bahan referensi dan bahan bacaan dalam
perpustakaan.
3

1.4 Implikasi Keperawatan


Tenaga kesehatan khususnya perawat diharapkan sebelum turun ke
lapangan dapat memahami konsep dasar dari sistem hematologi. Gangguan yang
dapat terjadi pada sistem hematologi juga perlu dipahami oleh petugas kesehatan,
misalnya salah satunya yaitu penyakit hemofilia. Seorang perawat harus mampu
memberikan asuhan keperawatan secara optimal pada pasien khususnya pada
pasien anak. Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien meliputi:
pengkajian, diagnosa, perencanaan, intervensi dan evaluasi. Jika asuhan
keperawatan dilakukan dengan baik dan tepat maka dapat membantu kesembuhan
pasien.
Perawat ketika bertemu dengan pasien yang mengalami tanda dan gejala
yang mengindikasikan adanya gangguan pada sistem hematologi baik itu
disebabkan gangguan sel darah merah, sel darah putih, sel plasma, dan gangguan
koagulasi baik itu faktor herediter maupun non herediter. Gangguan koagulasi
faktor herediter, misalnya glomerulonefritis, perawat dapat melakukan pengkajian
kemudian menganalisanya dan mengambil masalah keperawatan yang terjadi pada
pasien sehingga dapat menarik diagnosa keperawatan. Setelah diagnosa
dirumuskan, perawat dapat membuat rencana asuhan keperawatan yang
mempunyai tujuan dan kriteria hasil. Diharapkan dengan adanya pelaksanaan dari
rencana asuhan keperawatan tersebut, masalah pasien dapat teratasi sebagian
maupun teratasi sepenuhnya. Setelah pelaksanaan asuhan keperawatan
diaplikasikan, perawat lalu membuat evaluasi yang berguna untuk mengetahui
efektivitas tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap pasien. Dari evaluasi,
perawat dapat mengkaji kembali data-data kesehatan pasien yang dapat meliputi
aspek biologis, psikologis, sosial, spiritual dan kultural. Ketika perawat
melakukan asuhan keperawatan secara holistik maka masalah kesehatan yang
dialami pasien dapat tertangani dengan baik sehingga pasien dapat kembali pada
kondisinya yang optimal.
4

BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani yaitu haima yang artinya darah dan
phielein yang artinya mencintai atau suka. Menurut Alwi, 2003 dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia mengatakan bahwa hemofilia adalah penyakit yang darah
penderitanya cenderung tidak mau membeku sehingga akan terus-menerus
mengalir apabila penderita terluka (kelainan ini biasanya bersifat turun-temurun).
Hemofilia dapat diartikan sebagai gangguan produksi faktor pembekuan
darah yang bersifat herediter. Hemofilia adalah kecenderungan untuk mengalami
pembekuan darah yang abnormal (diathesis hemoragis) yang bersifat herediter
akibat defisiensi faktor VIII koagulasi (antihemophilic globulin) dan faktor IX
dalam plasma (Dorland, 2011). Hemofilia merupakan penyakit gangguan
pembekuan darah yang diturunkan oleh kromosom X bersifat resesif, sehingga
penderita hemofilia lebih banyak terjadi pada pria sedangkan untuk wanita
umumnya hanya menjadi pembawa sifat (carier), tetapi seorang wanita dapat
menderita hemofila jika mendapat kromosom X dari ayah yang menderita
hemofilia dan ibu pembawa carrier dan bersifat letal. Biasanya darah orang
normal bila keluar dari luka akan membeku dalam waktu 5-7 menit, namun pada
orang hemofilia, darah akan membeku antara 50 menit sampai 2 jam, sehingga
menyebabkan orang meninggal dunia karena kehilangan banyak darah (Mansjoer,
2000). Menurut (Price & Wilson, 2005) hemofilia dikelompokkan menjadi
hemophilia A dan B antara lain sebagai berikut :
1. Hemofilia tipe A
Hemofilia tipe ini disebut juga dengan hemofilia klasik karena pada
hemofilia tipe ini penderita memiliki banyak kekurangan faktor pembekuan pada
darah. Hemofilia tipe A ditemukan adanya defisiensi faktor antihemofilia VIII
yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah. Hemofilia jenis ini
merupakan jenis hemofilia yang terjadi karena faktor keturunan, dan genetik.
Kasus hemofilia tipe A ini lebih banyak terjadi pada pasien laki-laki dibandingkan
dengan wanita. Wanita biasanya lebih banyak bersifat carrier. Seorang wanita
5

yang mengalami hemofilia disebabkan orang tua dari ayah yang mengidap
hemophilia dan atau ibu yang bersifat carrier hemophilia.
2. Hemofilia tipe B
Hemofilia tipe B dikenal sebagai Christmas disease, karena hemofilia tipe
ini ditemukan oleh Steven Christmas yang berasal dari Kanada. Hemofilia tipe B
dikenal juga sebagai hemofilia defisisensi faktor IX sehingga masalah pembekuan
darah dapat terganggu.
Berdasarkan kadar faktor pembekuan darah di dalam tubuh, hemofilia
diklasifikasikan menjadi tiga bagian antara lain :
1. Berat < 1% dari jumlah normal faktor pembekuan darah
2. Sedang 1 % - 5 % dari jumlah normal faktor pembekuan darah
3. Ringan > 5% dari jumlah normal faktor pembekuan darah.

2.2 Epidemiologi
Sekitar 80% kasus hemophilia yang terjadi disebabkan oleh resesif
kromosom X. Hemophilia yang sering terjadi adalah defisiensi factor VIII
(hemophilia A atau hemophilia klasik) dan defisiensi factor IX (hemophilia B atau
penyakit Christmas) (Donna, 2009).
Penyakit hemophilia tersebar diseluruh ras yang terdapat di dunia dengan
prevalensi sekitar 1 dalam 10.000 penduduk untuk hemophilia A dan 1 dalam
50.000 penduduk untuk hemophilia tipe B. Berdasarkan survey yang dilakukan
oleh World Federation of Hemophilia (WFH) pada tahun 2010 penderita
hemophilia mencakup 63% dari seluruh penderita yang mengalami kelainan
perdarahan. Di Indonesia berdasarkan survey yang dilakukan terdapat 334 orang
penderita hemophilia tipe A dan 48 orang penderita hemophilia tipe B serta 1006
orang penderita hemophilia yang belum ditentukan jenisnya. Sedangkan penderita
hemophilia di Indonesia yang teregistrasi di Himpunan Masyarakat Hemofilia
Indonesia (HMHI) Jakarta terdapat pada 21 provinsi dengan jumlah total
penderita sebanyak 895 orang (Guyton dan Hall, 2008).
Angka kejadiannya 1:5.000 bayi laki-laki yang dilahirkan hidup, tanpa
dipengaruhi ras maupun kondisi sosioekonomi. Hemofilia tak mengenal ras,
6

perbedaan warna kulit ataupun suku bangsa. Mayoritas penderita hemofilia adalah
pria karena mereka hanya memiliki satu kromosom X. Sementara kaum wanita
umumnya hanya menjadi pembawa sifat (carrier). Seorang wanita akan benar-
benar mengalami hemofilia jika ayahnya seorang hemofilia dan ibunya pun
pembawa sifat. Akan tetapi kasus ini sangat jarang terjadi. Meskipun penyakit ini
diturunkan, namun ternyata sebanyak 30% tak diketahui penyebabnya.

2.3 Etiologi
Hemofilia disebabkan karena seorang anak kekurangan factor pembekuan
VIII untuk hemophilia tipe A dan factor IX untuk hemophilia tipe B. Selain
penyebab utama tersebut, secara umum penyebab hemophilia antara lain sebagai
berikut :
1. Faktor Keturunan atau Genetik
Hemofilia merupakan penyakit genetik yang berarti bahwa ketika orang tua
memiliki pembawa hemophilia, maka anak akan berisiko tinggi mengidap
hemophilia.
7

2. Kurangnya Zat Pembeku Darah


Penyebab kedua dari hemophilia ini adalah kurangnya zat pembeku darah.
Apabila seorang anak mengalami hemophilia tetapi tidak memiliki garis
keturunan kelainan hemophilia, maka kemungkinan hemophilia disebabkan oleh
kurangnya zat pembeku darah. Zat pembeku darah adalah jenis zat besi yang
dapat didapatkan dari :
a. Makanan yang mengandung zat besi, seperti kacang-kacangan, biji-bijian
b. Buah yang mengandung vitamin B seperti alpukat
c. Makanan yang mengandung vitamin B seperti tempe, tahu, susu, kedelai
d. Makanan lain seperti cabai merah dan hijau

3. Kurangnya protein yang berperan dalam proses pembekuan darah


Protein juga penting untuk proses pembekuan darah yaitu bertugas untuk
mempercepat dan melancarkan proses pembekuan darah. Protein tersebut
dilambangkan dengan angka romawi I sampai XIII. Ke 13 faktor ini merupakan
factor penting dalam berjalannya proses pembekuan darah. Kekurangan salah satu
factor ini dapat menyebabkan hemophilia dan sulit terjadinya proses pembekuan
darah.

2.4 Tanda dan Gejala


Manifestasi klinis secara umum yang sering terjadi adalah hematom pada
jaringan lunak, hemartosis dan kontraktur sendi, hematuria, dan perdarahan
serebral dengan terjadinya perdarahan dapat menyebabkan takikardi, takipnea,
dan hipotensi. Hemofilia terjadi karena diakibatkan faktor VIII tidak melewati
plasenta, maka kecenderungan perdarahan dapat terjadi dalam periode neonatal.
Adapun manifestasi klinis yang terjadi dalam pengelompokkan masa neonatal
yaitu :
1. Masa Bayi (untuk diagnosis)
a. Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi
b. Ekimosis subkutan di atas tonjolan-tonjolan tulang (saat berumur 3-4
bulan)
8

c. Hematoma besar setelah infeksi


d. Perdarahan dari mukosa oral.
e. Perdarahan Jaringan Lunak
2. Episode Perdarahan (selama rentang hidup)
a. Gejala awal yang terjadi adalah nyeri
b. Setelah nyeri terjadi akan menjadi bengkak, hangat dan penurunan
mobilitas
3. Sekuela Jangka Panjang
Perdarahan berkepanjangan dalam otot menyebabkan kompresi saraf dan
fibrosis otot.
Pada penderita hemofilia ringan perdarahan spontan jarang terjadi dan
perdarahan terjadi setelah mengalami trauma berat atau operasi. Hemofilia
sedang, perdarahan spontan dapat terjadi atau dengan trauma ringan. Sedangkan
untuk hemofila berat perdarahan spontan sering terjadi dengan perdarahan ke
dalam sendi, otot dan organ dalam. Perdarahan ini dapat mulai terjadi sejak janin
atau proses persalinan. Umumnya penderita hemofilia berat mulai terjadi pada
usia dibawah satu tahun. Perdarahan dapat terjadi di mukosa mulut, gusi, hidung,
saluran kemih, sendi lutut, pergelangan kaki dan siku tangan, otot iliospoas, betis
dan lengan bawah. Perdarahan yang terjadi di dalam otak, leher atau tenggorokan
dan saluran cerna yang masif dapat mengancam jiwa.

2.5 Patofisiologi
Proses pembekuan darah terdapat dua jalur yang dilalui, yaitu jalur
ekstrinsik yang merupakan proses menstimulasi koagulasi dimulai dengan
pelepasan faktor III (faktor jaringan/tromboplastin) ke sirkulasi dari sel
endothelial vascular yang cedera dan jalur intrinsik dimulai dari aktivasi faktor
koagulasi (faktor XII/Hageman) dalam darah. Kedua jalur akan bergabung dan
bekerja sama untuk mengaktifkan faktor X yang disebut jalur akhir.
Faktor ekstrinsik yang sering terjadi yaitu adanya cidera pembuluh darah.
Cidera pada pembuluh darah juga melepaskan tissue factor dan mengubah
permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuan darah dan
9

menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan distabilkan
oleh faktor XIII.
Tetapi pada hemofilia, terjadi ketidaksempurnaan pembekuan darah di jalur
intrinsiknya. Disini trombosit mengalami gangguan yaitu menghasilkan faktor
VIII, yaitu Anti Hemofiliac Factor (AHF). AHF terdiri dua komponen aktif,
komponen besar dan komponen kecil. Komponen kecil pada AHF yang penting
untuk jalur pembekuan intrinsik, membantu dalam poses aktivasi faktor X
manjadi faktor X teraktivasi. Faktor X teraktivasi inilah yang akan membentuk
aktivator protrombin dengan bantuan faktor V dan fosfolipid jaringan yang
nantinya aktivator protrombin dengan bantuan ion kalsium yang akan membantu
proses pengubahan protrombin menjadi trombin. Trombin inilah yang bekerja
sebagai katalis kunci yang mengatur perubahan fibrinogen menjadi fibrin dan
menyebabkan koagulasi. Oleh karena itu penderita hemofilia tidak berdarah lebih
cepat, hanya perdarahan sulit berhenti.
Jadi, jika terjadi defisiensi faktor VIII, maka tidak akan terbentuk benang-
benang fibrin karena tidak akan terbentuknya faktor X teraktivasi yang
membentuk aktivator protrombin. Karena aktivator protrombin tidak terbentuk,
sehingga trombin juga tidak terbentuk. Inilah yang akan mengakibatkan tidak
terbentuknya benang-benang fibrin sehingga pembekuan darah sulit terjadi.

2.6 Komplikasi dan Prognosis


2.6.1 Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat dari penyakit hemophilia
antara lain :
1). Pendarahan dengan menurunnya perfusi.
2). perdarahan intrakranium.
3). Timbulnya inhibitor.
Suatu inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor
VIII dan faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya.
4). Kerusakan sendi
Kerusakan sendi dapat terjadi sebagai akibat dari perdarahan yang terus
10

berulang di dalam dan sekitar rongga sendi.


5). Penyakit infeksi yang ditularkan oleh darah
Dampak dari hemophilia yaitu dapat timbulnya penyakit infeksi menular,
misalnya penyakit HIV, hepatitis B dan hepatitis C yang ditularkan melalui
konsentrat faktor pada waktu sebelumnya.

2.6.2 Prognosis
Pada kasus hemofilia perdarahan intrakranial merupakan penyebab
kematian utama. Studi di Inggris menunjukkan bahwa 34% kematian penderita
disebabkan oleh perdarahan ini, terutama pada usia balita dimana 11 dari 13
kematian yang terjadi dapat disebabkan oleh perdarahan intrakranial. Pada
penderita hemofilia seumur hidupnya memiliki resiko untuk mengalami
perdarahan ini sebesar 2-8 % dengan tingkat kematian sebesar 30%. Menurut
studi di Inggris, harapan hidup penderita hemofila berat pada usia 35,55, dan 75
tahun adalah 89%, 68%, dan 23% dengan median usia harapan hidup pada sia 63
tahun. Untuk penderita hemofilia sedang harapan hidup untuk kategori usia yang
sama adalah 96%, 88%, dan 49% dengan median usia harapan hidup 75 tahun.

2.7 Pengobatan
2.7.1 Medis
Penatalaksanaan medis yang lazim dilakukan pada klien hemofili adalah sebagai
berikut:
1. Pemberian konsentrat faktor VIII dan IX pada klien yang mengalami
perdarahan aktif atau sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi dan
pembedahan.
a. Rekombinan Faktor VIII
Disediakan dengan teknologi DNA rekombinan oleh beberapa pabrik.
Indikasi pada pasien hemofilia A dengan cara injeksi IV. (M. Juffrie,
2003)
b. Anti-hemophilic Faktor (AHF)
11

Disediakan sebagai buku liofilisasi dari plasma donor yang dikumpulkan.


Indikasi untuk pasien pasien hemofilia A lewat injeksi IV. (M. Juffrie,
2003)
c. Protrombinex
Disediakan dari bubuk liofisasi dari plasma donor yang dikumpulkan.
Produk ini mengandung konsentrat faktor-faktor bekuan II, IX, dan X.
Indikasi untuk pasien dengan christmas disease (defisisensi faktor IX). (M.
Juffrie, 2003)
2. Penggantian faktor VIII. Faktor VIII mungkin dari konsentrat plasma beku
yang didonasi dari ayah anak yang terkena atau mungkin dihasilkan dari
teknik antibodi monoklonal. Ekstrak plasma faktor VIII dari donor multipel
tidak lagi digunakan karena resiko penyebaran infeksi virus seperti HIV,
Hepatitis B, dan hepatitis C (Corwin, 2009).
3. Pengobatan hemofilia menganjurkan pemberian infus profilaktik yang
dimulai pada usia 1 hingga 2 tahun pada anak-anak yang mengalami
defisiensi berat untuk mencegah penyakit sendi kronis.
4. Obat-obat lain dapat diikutsertakan dalam rancangan terapi dan hal ini
bergantung pada sumber perdarahan. Kortikosteroid dapat diberikan kasus
hematuria, hemartrosis akut dan sinovitis kronis. Obat NSAID, seperti
ibuprofen, merupakan preparat yang efektif untuk meredakan rasa nyeri
akibat sinovitis, namun NSAID dan analgetika harus diberikan dengan hati-
hati-hati karena akan menghambat fungsi trombosit. Pemberian asam epsilon-
aminokaproat (Amicar) per oral atau lokal akan mencegah penghancuran
bekuan darah. (Donna, 2009)

2.7.2 Keperawatan
Pengobatan rasional pada hemofilia adalah menormalkan kadar faktor
antihemofilia yang kurang. Ada beberapa tindakan keperawatan yang bisa
diberikan pada pasien hemophilia seperti terapi suportif yang diberikan pada klien
hemophilia yaitu :
12

a. Perawatan terhadap pasien dengan hemofilia harus selalu waspada jangan


sampai pasien terjatuh/terbentur, atau bila selesai menyuntik dan mengambil
darah bekas jarum harus ditekan lebih lama. Jika tidak segera berhenti
dipasang pembalut penekan atau ditindih dengan eskap. Jika terpaksa
memasang kateter urine atau pipa lambung harus hati-hati sekali. Perhatikan
sesudah beberapa saat apakah terlihat perdarahan (Ngastiyah, 2005).
b. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan.
c. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas
faktor pembekuan sekitar 30-50%.
d. Pada saat mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan
pertama seperti rest, ice, compression, elevation (RICE) pada lokasi
perdarahan.

2.8 Pencegahan
Hemofilia banyak disebabkan oleh factor keturunan. Oleh karena itu,
sebagai orang tua setelah mengetahui anaknya menderita hemophilia, orang tua
harus berusaha untuk mencegah terjadinya perdarahan. Adapun beberapa
pencegahan yang bisa dilakukan pada klien hemophilia sebagai berikut :
1. Anak-anak harus diimunisasi, tetapi harus diberikan suntikan di bawah kulit
bukan ke otot-otot untuk mencegah perdarahan.
2. Anak-anak juga harus diajarkan untuk membersihkan gigi mereka secara
teratur dan mengunjungi dokter gigi untuk mencegah kerusakan gigi dan
penyakit gusi.
3. Mencegah terjadinya perlukaan atau pendarahan, misal memberi dan memilih
mainan yang lunak tanpa sudut yang tajam, untuk memilih mainan lunak
tanpa sudut tajam dan empuk pakaian-khususnya di siku dan lutut pada
seorang anak yang belajar berjalan.
4. Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM. Aspirin adalah obat
antikoagulan selain itu pemberian obat melalui suntikan memperbesar resiko
perdarahan
5. Memberikan health education
13

a. Orang tua pasien perlu dijelaskan bahawa anaknya menderita penyakit


darah sukar membeku, jika sampai terluka atau terbentur/terjatuh dapat
terjadi perdarahan di dalam tubuh. Oleh karena itu orang tua diharapkan
agar waspada terhadap anaknnya.
b. Konseling genetik sangat penting dan harus segera dilakukan setelah
diagnosis ditegakkan. Berbeda dengan kelainan lainnya biasanya perasaan
tanggung jawab terhadap keadaan ini berada pada pihak ibu. Tanpa
memberikan kesempatan kepada ibu untuk membicarakan perasaanya,
hubungan perkawinan orangtua bisa berantakan. Anak yang menderita
hemofilia harus diajarkan untuk bertanggung jawab terhadap penyakitnya
sejak dini, mereka belajar tentang keterbatasan dirinya dan berbagai
preventif lain selain cara pemberian profilaksis AHF oleh dirinya sendiri.
(Donna, 2009).
c. Bila anak sudah sekolah sebaiknya gurunya juga diberitahu bahawa anak
itu menderita hemofilia. Bila perlu diberikan label seperti gelang sehingga
bila anak tersebut mengalami perdarahan segera mendapat pertolongan.
d. Selama masa awal kehidupan, tempat tidur dan mainan harus diberi
bantalan, anak harus diamati seksama selama belajar berjalan (Ngastiyah;
2005).
14

BAB 3. PATHWAY

Faktor genetik

Penurunan sintesis Neonatus kurang bulan


faktor VIII dan IX

Defisiensi vitamin K Fungsi hati belum


Faktor X tidak teraktivasi sempurna

Gg. Pembentukan faktor II, VII, IX


Pemanjangan APTT Gg. Pembentukan
faktor II
Gangguan cascade koagulasi
Trombin lama
terbentuk Defisiensi trombin
Luka tidak tertutup

Stabilitas fibrin Fibrin tidak


Perdarahan sempurna
tidak memadai

Penutupan luka
Defisit Volume HEMOFILIA tidak sempurna
Cairan

Kehilangan Agregasi trombosit Perdarahan


banyak volume menurun Intrakranial
darah

Sirkulasi darah ke Vasokonstriksi pembuluh


Hb menurun jantung menurun darah otak

Aliran darah dan oksigen ke Defisit faktor pembeku


Iskemia miokard
paru menurun

Nekrosis jaringan
Hipoksia Pengisian
otak
Ventrikel kiri Perdarahan di
menurun kapiler ginjal
Dyspnea Defisit fungsi
CO turun neurologis
Hematuria
Ketidakefektifan Perdarahan di
persendian
pola nafas Penurunan Curah Letargi
Gagal ginjal
Jantung
Koping individu Hematoma
tidak efektif Gangguan Risiko Cidera
Sekresi protein
Perubahan stastusPerdarahan GI terganggu
Aliran darah ke
Perfusi
kesehatan Nyeri tekan
Gangguan Nutrisi tubuh 
selJaringan
Ansietas Absorbsi
Sari makanan
usus
Kurang dari Uremia
Gangguan
tidak dapat
menurun
Kebutuhan tubuh Nyeri (akut)
diserap Eliminasi Urin
16

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN


4.1 Pengkajian
1. Anamnesa
a. Data Demografi
Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan,
agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan,
alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi).
Biasanya lebih banyak terjadi pada pria karena mereka hanya
memiliki 1 kromosom X. Sedangkan wanita, umumnya menjadi
pembawa sifat saja (carrier).
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering dikeluhkan bervariasi meliputi keluhan
darah sulit berhenti apabila terjadi luka.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien sering mengalami nyeri pada luka, pembengkakan, perdarahan
pada jaringan lunak, penurunan mobilitas, perdarahan mukosa oral,
ekimosis subkutan diatas tonjolan-tonjolan tulang
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien sering mengalami infeksi pada daerah luka, dan mungkin
terjadi hipotensi akibat perdarahan yang terus menerus dan apabila
sering terjadi perdarahan yang terus-menerus pada daerah sendi akan
mengakibatkan kerusakan sendi, dan sendi yang paling rusak adalah
sendi engsel, seperti patella, pergelangan kaki, siku.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah riwayat penyakit hemofilia atau penyakit herediter seperti
kekurangan faktor VIII protein dan faktor pembekuan IX yang:
 Kurang dari 1% tergolong berat
 Kurang dari 1%-5% tergolong sedang
 Kurang dari 5%-10% tergolong ringan
Keluarga yang tinggal serumah, ataupun penyakit herediter lainnya
yang ada kaitannya dengan penyakit yang diderita klien saat ini.
17

f. Pengkajian Psikososial
Adanya masalah nyeri, perdarahan dan resiko infeksi yang dapat
menimbulkan anxietas dan ketegangan pada klien.
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Pasien yang menderita hemofilia akan mengalami penurunan berat
badan apabila terjadi perdarahan di GI tracknya karena tidak
dapatnya terbentuknya thrombin sehingga anak akan mengalami
anoreksi yang berdampak pada proses perumbuhan dan
perkembangan dalam kehidupan sehari-hari.
h. Pengkajian 11 Pola Gordon
1. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Bagaimana pendapat pasien tentang penyakit yang diderita.
Apakah orang tua pasien mengetahui bahwa anaknya terkena
hemofilia, namun keluarga pasien tidak mengetahui bagaimana
cara mengatasinya atau sebaliknya orang tua pasien langsung
meminta bantuan kepada petugas pelayanan kesehatan terdekat.
2. Pola Nutrisi/Metabolisme
Bagaimana diet yang dilakukan oleh pasien. Apa saja yang
dikonsumsi pasien setiap harinya. Apabila terjadi kebocoran
kapiler, hipoproteinemia dan keseimbangan nitrogen yang
negative dapat mempengaruhi keseimbangan cairan tubuh
pasien (dehidrasi). Klien dengan hemophilia biasanya
mengalami penurunan BB karena terdapat gangguan metabolism
di dalam tubuh. Anak biasanya menjadi tidak nafsu makan.
3. Pola Eliminasi
Bagaimana pengeluaran urine dan feses pasien setiap harinya.
Klien dengan hemofili yang mengalami perdarahan di kapiler
ginjal akan mengalami hematuria yang berakibat mengganggu
pola eliminasi urin. Begitu pula, jika terjadi perdarahan di
gastrointestinal track yang mengakibatkan melena.
18

4. Pola Aktivitas
Pada klien dengan hemophilia, dapat dilihat apakah klien bisa
beraktivitas dengan bebas atau tidak. Biasanya pada klien
hemophilia akan mengalami hematom pada sendi-sendi yang
menyebabkan nyeri otot serta adanya hematom yang membuat
klien susah untuk bergerak atau mobiliasasi maupun
beraktivitas.
5. Pola Istirahat Tidur
Apakah tidur pasien setiap harinya cukup. Apakah nyeri akibat
hematoma atau pendarahan dalam dapat mengganggu pola
tidurnya.
6. Pola Kognitif-Persepsi
Apakah pasien mengalami gangguan dengan fungsi indra.
pasien merasa lebih tenang apabila berada ditengah keluarga
terutama ibu yang peduli pada kondisi pasien, dan pasien sedih
apabila ditinggal keluarga.
7. Pola Peran Hubungan
Bagaimana pola dan peran pasien dalam keluarga dan
masyarakat disekitarnya. Apakah hubungan peran klien
terganggu karena anak harus menjalani perawatan dirumah
sakit. Selain itu, apakah anak dapat memenuhi tugas
pertumbuhan dan perkembangannya selama bermain atau
berinteraksi dengan orang lain. Karena klien dengan hemophilia
harus menghindari risiko cidera.
8. Pola Seksualitas/Reproduksi
Bagaimana respon seksualitas pasien. Apakah kelurga
memberikan perhatian yang lebih kepada anak ketika sakit.
9. Pola Koping Toleransi Stress
Apakah pasien menkonsumsi obat untuk menghilangkan nyeri
dan stres. Bagaimana keadaan emosi pasien sehari-hari.
19

10. Pola Keyakinan Nilai


Apa dan bagaimana keyakinan pasien. Apakah pasien dan
keluarga pasien selalu berdoa untuk kesembuhan pasien. Selama
sakit, apakah klien dapat melakukan ibadah dan berdo’a kepada
Tuhan atau tidak.
11. Pola Konsep diri
Klien akan merasa cemas dan takut karena mencoba untuk
menghidari risiko injuri yang ada di sekitarnya. Apabila klien
terkena trauma seperti benda tumpul akan mengakibatkan
perdarahan yang sukar menutup. Adanya eritema, ekimosis, dan
hematoma juga akan mengganggu konsep diri klien terhadap
penyakitnya.
2. Pemeriksaan Fisik Fokus
a. Keadaan umum : lemah, composmentis
b. TTV :
Tekanan Darah : dalam batas normal tekanan darah dapat
berubah dari hipertensi ringan sampai berat.
Bahkan hipotensi jika mengalami
perdarahan yang parah.
Suhu : fase awal suhu tubuh meningkat, lebih dari
37o C (normal 36o C- 37o C) karena
mengalami penurunan trombosit dalam
darah.
Nadi : frekuensi denyut nadi mengalami
peningkatan (takikardi)
RR : sesak nafas, dispneu, RR meningkat di atas
normal (normal 20-50 x/mnt)
c. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
1) Kepala dan leher
Pada pasien dengan penyakit ini keadaan kepala dan
leher biasanya tidak mengalami gangguan. Bentuk
20

semetris, tidak ada luka atau lecet. Pertumbuhan rambut


merata dan bentuk rambut lurus, Pasien  dapat
menggerakkan kepalanya kekiri dan kekanan. Tidak ada
pembengkakan kelenjar tiroid dan limpfe usus normal
dan keadaan kepala bersih.
2) Wajah
Area wajah normal, tidak ada pembengkakan pada area
seluruh wajah. Dilihat apakah ada lesi akibat benda
tumbuh.
3) Mata
Mata tidak mengalami gangguan. Bentuk simetris, bola
mata dapat di gerakkan  kesegala arah, konjungtiva
anemis, sclera ikterius, ketajaman penglihatan baik, mata
tampak cekung dan tidak terdapat peradangan.
4) Telinga
Bentuk simetris, pasien dapat mendengar dengan baik.
Tidak terdapat kotoran dalam telinga, tidak ada
peradangan dan tidak ada cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Bentuk simetris, kebersihan hidung baik dan tak adanya
kotoran dalam hidung, tidak ada kelainan pada hidung.
6) Mulut
Bentuk bibir simetris, dilihat apakah ada atau tidak ada
perdarahan dan peradangan. Mokusa bibir tampak kering.
7) Dada
Inspeksi : simetris, jika awitan sudah lama dan berat
klien terkadang merasa sesak nafas, dispneu
terdapat tarikan otot bantu pernafasan
Palpasi : denyutan jantung teraba cepat, badan terasa
panas, nyeri tekan (-)
Perkusi     : Jantung : dullness
21

                    Paru     : sonor


Auskultasi : tidak terdengar suara ronchi
tidak terdengar bunyi wheezing
terdengar bunyi “bruit”
8) Abdomen
Inspeksi   : datar
Palpasi     : terdapat nyeri tekan karena hepatomegali
Perkusi     : timpani
Auskultasi : ada bising usus
9) Kulit
Turgor kulit pasien biasanya buruk. Ketika ditekan atau
dicubit kulit untuk kembali ke bentuk semua lebih lama.
Adanya eritma, hematoma, pengelupasan kulit.
10) Ekstremitas
Terdapat udem di ekstremitas khususnya ekstremitas
bawah, akral dingin, lesi, hematom
11) Genitalia
Genetalia pasien tidak mengalami gangguan, genetalia
biasanya bersih jika tidak ada gangguan pada system
gastrointestinal dan ginjal, dan tidak terlihat lesi.

3. Pemeriksaan Diagnostik
a.) Uji skrining untuk koagulasi darah.
1. Jumlah trombosit (normalnya 150.000-450.000 per mm3 darah).
2. PTT (Prothrombin Time – masa protrombin plasma), normalnya 11-
13 detik
3. APTT (Activated Partial Thromboplastin Time/masa tromboplastin
parsial teraktivasi) dapat meningkat, mengukur keadekuatan faktor
koagulasi intrinsik
4. Fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan diagnosis)
5. Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik).
22

b.) Biopsi hati untuk pemeriksaan patologi dan kultur.


c.) Uji fungsi faal hati
Untuk mendeteksi adanya penyakit hati, misalnya Serum Glutamic-
Piruvic Trasaminase (SPGT), Serum Glutamic-Oxaloacetic
Transaminase (SGOT), fosfatase alkali, dan bilirubin

2. Analisa Data
Masalah
No. Data Etiologi
Keperawatan
1. DS : pasien mengeluh sesak Pola napas tidak efektif Ketidakefektifan
napas  pola nafas
DO : Dypsnea
a. Penurunan tekanan 
inspirasi/ekspirasi Hipoksia

b. Penurunan pertukaran Aliran darah dan oksigen
udara per menit ke paru menurun
c. Menggunakan otot 
pernafasan tambahan Hb menurun
d. Orthopnea 
e. Pernafasan pursed-lip sehinga kehilangan banyak
f. Tahap ekspirasi volume darah
berlangsung sangat lama 
g. Penurunan kapasitas vital Perdarahan

h. Respirasi: < 11 – 24 x /mnt
Faktor predisposisi
2. Ds: Penurunan curah jantung Penurunan Curah
Pasien mengatakan keletihan,  Jantung
dan detak jantung terasa cepat CO menurun

DO: Pengisian ventrikel kiri
a. Aritmia menurun

b. Perubahan pola EKG Iskemia miokard
c. Palitasi 
d. Murmur Sirkulasi darah ke jantung
e. Edema menurun
f. Distensi Vena jugularis
g. Kenaikan berat badan 
h. Peningkatan/penurunan Agregasi trombosit
CVP menurun

Pendarahan (sukar
membeku)

Faktor predisposisi
3. DS : pasien mengeluhkan Ganggguan perfusi Gangguan Perfusi
pusing dan nyeri jaringan jaringan

23

Pasien mengatakan Curah jantung menurun


bahwa nafasnya sesak 
DO : Pengisian ventrikel kiri
a. AGD abnormal menurun
b. Aritmia 
c. Bronkospasme Iskemia miokard

d. Kapilare refill > 2 dtk Sirkulasi darah ke jantung
e. Akral dingin menurun
f. Mukosa kering 
g. Retraksi dada Perdarahan (sukar
h. Penggunaan otot-otot membeku)
tambahan 
Faktor predisposisi
4. DS : pasien mengeluh nyeri Nyeri tekan Nyeri (akut)
pada area luka atau yang 
mengalami pendarahan selama Hamatoma
< 6 bulan setiap terjadi 
perdarahan Perdarahan persendian

DO : Faktor predisposisi
a. Posisi untuk menahan
nyeri
b. Fokus menyempit
(penurunan persepsi waktu,
kerusakan proses berpikir,
penurunan interaksi
dengan orang dan
lingkungan)
c. Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
d. Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
5. DS: Kekurangan volume cairan Kekurangan
Pasien mengatakan lemas dan  volume cairan
haus dehidrasi
DO: 
a. Perubahan status mental sehinga kehilangan banyak
b. Penurunan turgor kulit dan volume darah

lidah Perdarahan
c. Penurunan pengisian vena 
d. Hematocrit meningkat Faktor predisposisi
e. Suhu tubuh meningkat
f. Hipotensi
g. Takikardi
h. Penurunan volume darah
i. Penurunan BB
j. Kelemahan
6. DS : Gangguan nutrisi kurang Gangguan nutrisi
24

a. Pasien mengatakan bahwa dari kebutuhan tubuh kurang dari


dirinya merasa mual dan  kebutuhan tubuh
muntah saat makan Sari makanan tidak dapat
b. Pasien juga mengatakan diserap
bahwa merasa tidak 
nyaman pada bagian Absorbsi usus menurun

abdomennya Perdarahan GI
c. Pasien mengatakan nafsu 
makannya menurun Faktor predisposisi
DO :
a. Diare
b. Rontok rambut yang
berlebih
c. Kurang nafsu makan
d. Bising usus berlebih
e. Konjungtiva pucat
f. Tampak kurus
g. Mengalami penurunan
berat badan yang
signifikan
h. Denyut nadi lemah
7. DS : Ganguan eliminasi urin Gangguan Eliminasi
Pasien mengatakan ketika  urine
kencing berwarna merah dan Uremia
sakit 
DO : Sekresi protein tergangggu

Hematuria Gagal ginjal
Jumlah haluaran urin menurun 
Berat jenis urin abnormal Hematuria
Urin berwarna merah 
Urin berbau Perdarahan kapiler di ginjal
8. DS : Resiko cidera Resiko Cidera
Pasien mengatakan 
kelemahan. Letargi
Pasien mengatakan tidak kuat 
untuk bangun dari tempat tidur Defisit fungsi neurologis

DO : Nekrosis jaringan otak
Tampak lemah 
Kesadaran somnolen Defisit faktor pembeku

Perdarahan intra kranial
9. DS : pasien mengatakan takut Ansietas Ansietas
mengenai gangguan yang 
dialaminya Koping individu tidak baik
DO : 
a. Pasien dan keluarga Perubahan status kesehatan

bertanya secara Darah sukar membeku
berulang mengenai 
penyakitnya Perdarahan
b. Tampak gelisah 
25

Faktor predisposisi

4.2 Diagnosa

No. Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan dispneu, hiperventilasi
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan preload, iskmia miokard
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung, aliran
darah ke seluruh tubuh tidak adekuat
4. Nyeri (akut) berhubungan dengan hematoma, perdarahan pada persendian
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan banyak
volume darah akibat perdarahan; dehidrasi
6. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
7. Gangguan Eliminasi urine berhubungan dengan uremia
8. Resiko Cidera berhubungan dengan letargi, nekrosis jaringan otak
9. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, koping individu tidak
efektif
26

4.3 Perencanaan
Perencanaan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan
pola nafas keperawatan selama 3x24 dan ekspansi dada
berhubungan dengan jam, pola nafas pada klien2. Auskultasi bunyi nafas dan catat
dispneu, dapat berkurang atau adanya bunyi nafas seperti crekles,
hiperventilasi hilang dengan kriteria mengi
hasil: 3. Posisikan semifowler dan bantu untuk
1. Menunjukkan mengubah posisi
frekuensi pernapasan4. Bantu pasien untuk berlatih nafas
yang efektif dalam
2. Menyatakan gejala5. Kolaborasi pemberian oksigen
berkurang
3. Menyatakan faktor-
faktor penyebab, dan
menyatakan cara
koping adaptif untuk
mengatasinya
2. Penurunan curah Setelah dilakukan asuhan1. Kaji tanda-tanda penurunan curah
jantung berhubungan keperawatan 3x24 jam, jantung
dengan preload, curah jantung pada klien2. Catat bunyi jantung
iskmia miokard adekuat dengan kriteria3. Palpasi nadi perifer
hasil: 4. Pantau adanya output urine, catat
1. Tekanan darah dalam output dan kepekatan/ konsentrasi urine
batas normal (120/805. Istirahatkan klien dengan tirah baring
mmHg, nadi 80x/6. Kolaborasi untuk pemberian diet
mnt) jantung
2. Tidak terjadi aritmia 7. Kolaborasi pemberian obat-obat
3. Denyut jantung dan diuretic, vasodilator, dan captropil
irama jantung teratur
4. CRT kurang dari 3
detik
3. Gangguan perfusi Setelah dilakukan 3x 24 1. Pantau nyeri dada
jaringan jam tindakan keperawatan, 2. Pantau frekuensi jantung dan irama
berhubungan dengan perfusi jaringan pada klien jantung
penurunan curah menjadi efektif, dengan 3. Pantau hasil pemeriksaan koagulasi
jantung, aliran darah kriteria hasil: 4. Jelaskan alasan kepada pasien dan
ke seluruh tubuh 1. Tekanan systole dan keluarga untuk makan sedikit tapi
tidak adekuat diastole dalam sering
rentang yang 5. Konsultasikan dengan dokter untuk
diharapkan terapi medikameentosa
2. Tidak ada
ortostatikhipertensi
3. Tidk ada tanda tanda
peningkatan tekanan
intrakranial (tidak
lebih dari 15 mmHg)
27

4. Nyeri (akut) Setelah diberikan asuhan 1. Minta pasien untuk menentukan skala
berhubungan dengan keperawatan diharapkan nyeri 0 – 10
hematoma, nyeri dada hilang atau 2. Observasi reaksi nonverbal dari
perdarahan pada terkontrol dengan kriteria ketidaknyamanan
persendian hasil: 3. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
1. Mampu mengontrol (farmakologi, non farmakologi dan
nyeri (tahu penyebab inter personal)
nyeri, mampu 4. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
menggunakan tehnik keluhan dan tindakan nyeri tidak
nonfarmakologi untuk berhasil
mengurangi nyeri, 5. Monitor penerimaan pasien tentang
mencari bantuan) manajemen nyeri
2. Pasien mampu
mendemonstrasikan
penggunaan teknik
relaksasi
3. Pasien menunjukkan
menurunnya tegangan,
rileks dan mudah
bergerak.
5. Kekurangan volume Setelah dilakukan asuhan 1. Pantau perdarahan
cairan berhubungan keperawatan 3x24 jam, 2. Atur posisi pasien (trendelernburg bila
dengan kehilangan volume cairan pada klien hipotensi)
banyak volume darah adekuat dengan kriteria 3. Berikan cairan sesuai kebutuhan
akibat perdarahan; hasil: 4. Pertahankan asupan dan haluaran
dehidrasi 1. Memiliki hemoglobin 5. Atur ketersediaan transfuse, bila perlu
dan hematocrit dalam
batas normal
2. Menampilkan hidrasi
yang baik
3. Memiliki tekanan vena
sentral dan pulmonal
dalam rentang yang
diharapkan
6. Gangguan nutrisi Setelah dilakukan  1. Diskusikan dan jelaskan tentang
kurang dari tindakan perawatan dalam pembatasan diet (makanan berserat
kebutuhan tubuh jangka waktu 2x24 tinggi, berlemak dan air terlalu panas
berhubungan dengan jam.kebutuhan nutrisi atau dingin)
anoreksia terpenuhi 2.Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh
Kriteria hasil : dari bau  yang tak sedap atau sampah,
1. Nafsu makan sajikan makanan dalam keadaan
meningkat hangat.
2. BB ideal 3.Berikan jam istirahat (tidur) serta
kurangi kegiatan yang berlebihan
4. Monitor  intake dan out put dalam 24
jam
5. Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain
terapi gizi : Diet TKTP rendah serat,
susu obat-obatan atau vitamin A.
7. Gangguan Eliminasi Setelah dilakukan 1. Identifikasi dan pantau eliminasi urin
28

urine berhubungan perawatan 3x24 jam, (frekuensi, konsistensi, bau, volume,


dengan uremia eliminasi urin pada klien dan warna)
adekuat (normal) dengan 2. Beri informasi tentang perkemihan
kriteria hasil: normal
1. Melaporkan jumlah 3. Ajarkan klien untuk segera berespon
dan karakteristik urin terhadap keinginan untuk berkemih.
normal 4. Ajarkan klien untuk minum 200 ml saat
2. Memiliki asupan dan makan, diantara waktu makan dan
haluaran urin 24 jam diawal petang
seimbang 5. Bantu klien dan keluarga dalam
menyusun rencana untuk meningkatkan
fungsi perkemihan.
8. Resiko Cidera Setelah dilakukan tindakan1. Sediakan lingkungan yang aman untuk
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 pasien
letargi, nekrosis jam. Pasien tidak2. Identifikasi kebutuhan keamanan
jaringan otak mengalami injury dengan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan
kriteria hasil: fungsi kognitif pasien dan riwayat
1. Pasien terbebas dari penyakit terdahulu pasien
cedera 3. Hindarkan lingkungan yang berbahaya
2. Pasien mampu (misalnya memindahkan perabotan)
menjelaskan 4. Pasang side rail tempat tidur
cara/metode untuk
5. Sediakan tempat tidur yang nyaman
mencegah
dan bersih
injury/cedera
6. Tempatkan saklar lampu ditempat yang
3. Pasien mampu
mudah dijangkau pasien
menjelaskan factor
risiko dari7. Batasi pengunjung
lingkungan/perilaku 8. Berikan penerangan yang cukup
personal 9. Anjurkan keluarga untuk menemani
4. Mampu memodifikasi pasien
gaya hidup untuk10. Kontrol lingkungan dari kebisingan
mencegah injury 11. Pindah barang-barang yang dapat
5. Menggunakan fasilitas membahayakan
kesehatan yang ada 12. Berikan penjelasan pada pasien dan
6. Mampu mengenali keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status perubahan status kesehatan dan
kesehatan penyebab penyakit.
9. Ansietas Setelah dilakukan asuhan1. Gunakan pendekatan yang
berhubungan dengan selama 2x24 jam, menenangkan
perubahan status kecemasan klien teratasi2. Nyatakan dengan jelas harapan
kesehatan, koping dengan kriteria hasil: terhadap perilaku pasien
individu tidak efektif 1. Klien mampu3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
mengidentifikasi dan dirasakan selama prosedur
mengungkapkan gejala4. Temani pasien untuk memberikan
cemas keamanan dan mengurangi takut
2. Mengidentifikasi, 5. Berikan informasi faktual mengenai
mengungkapkan dan diagnosis, tindakan prognosis
menunjukkan tehnik6. Libatkan keluarga untuk mendampingi
untuk mengontol cemas klien
3. Vital sign dalam batas Instruksikan pada pasien untuk
7.
29

normal menggunakan tehnik relaksasi


4. Postur tubuh, ekspresi8. Dengarkan dengan penuh perhatian
wajah, bahasa tubuh dan9. Identifikasi tingkat kecemasan
tingkat aktivitas10. Bantu pasien mengenal situasi yang
menunjukkan menimbulkan kecemasan
berkurangnya 11. Dorong pasien untuk mengungkapkan
kecemasan. perasaan, ketakutan, persepsi
12. Kelola pemberian obat anti cemas.

4.4 Pelaksanaan
No. Diagnosa Implementasi
1. Ketidakefektifan pola nafas 1. Mengkaji frekuensi kedalam pernafasan dan
berhubungan dengan dispneu, ekspansi dada
hiperventilasi 2. Mengauskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi
nafas seperti crekles, mengi
3. Memposisikan semifowler dan bantu untuk
mengubah posisi
4. Membantu pasien untuk berlatih nafas dalam
5. Melakukan kolaborasi pemberian oksigen
2. Penurunan curah jantung 1. Mengkaji tanda-tanda penurunan curah jantung
berhubungan dengan preload, 2. Mencatat bunyi jantung
iskmia miokard 3. Mempalpasi nadi perifer
4. Memantau adanya output urine, catat output dan
kepekatan/ konsentrasi urine
5. Mengistirahatkan klien dengan tirah baring
6. Berkolaborasi untuk pemberian diet jantung
7. Berkolaborasi pemberian obat-obat diuretic,
vasodilator, dan captropil
3. Gangguan perfusi jaringan 1. Memantau nyeri dada
berhubungan dengan penurunan 2. Memantau frekuensi jantung dan irama jantung
curah jantung, aliran darah ke 3. Memantau hasil pemeriksaan koagulasi
seluruh tubuh tidak adekuat 4. Menjelaskan alasan kepada pasien dan keluarga
untuk makan sedikit tapi sering
5. Mengkonsultasikan dengan dokter untuk terapi
medikamentosa
4. Nyeri (akut) berhubungan dengan 1. Minta pasien untuk menentukan skala nyeri 0 – 10
hematoma, perdarahan pada 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
persendian 3. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
non farmakologi dan inter personal)
4. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
5. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
nyeri
5. Kekurangan volume cairan 1. Memantau perdarahan
berhubungan dengan kehilangan 2. Mengatur posisi pasien (trendelernburg bila
banyak volume darah akibat hipotensi)
perdarahan; dehidrasi 3. Memberikan cairan sesuai kebutuhan
4. Mempertahankan asupan dan haluaran
30

5. Mengatur ketersediaan transfuse, bila perlu


6. Gangguan nutrisi kurang dari 1. Mendiskusikan dan jelaskan tentang pembatasan
kebutuhan tubuh berhubungan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air
dengan anoreksia terlalu panas atau dingin)
2. Menciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari
bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan
dalam keadaan hangat.
3. Memberikan jam istirahat (tidur) serta kurangi
kegiatan yang berlebihan
4. Memonitor  intake dan out put dalam 24 jam
5. Berkolaborasi dengan tim kesehtaan lain terapi
gizi : Diet TKTP rendah serat, susu obat-obatan atau
vitamin A.
7. Gangguan Eliminasi urine 1. Mengidentifikasi dan pantau eliminasi urin
berhubungan dengan uremia (frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna)
2. Memberi informasi tentang perkemihan normal
3. Mengajarkan klien untuk segera berespon terhadap
keinginan untuk berkemih.
4. Mengajarkan klien untuk minum 200 ml saat makan,
diantara waktu makan dan diawal petang
5. Membantu klien dan keluarga dalam menyusun
rencana untuk meningkatkan fungsi perkemihan.
8. Resiko Cidera berhubungan 1. Menyediakan lingkungan yang aman untuk pasien
dengan letargi, nekrosis jaringan 2. Mengidentifikasi kebutuhan keamanan pasien,
otak sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif
pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
(misalnya memindahkan perabotan)
4. Memasang side rail tempat tidur
5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
6. Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah
dijangkau pasien
7. Membatasi pengunjung
8. Memberikan penerangan yang cukup
9. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien
10. Mengontrol lingkungan dari kebisingan
11. Memindah barang-barang yang dapat
membahayakan
12. memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga
atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan
dan penyebab penyakit.
9. Ansietas berhubungan dengan 1. Menggunakan pendekatan yang menenangkan
perubahan status kesehatan, 2. Menyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku
koping individu tidak efektif pasien
3. Menjelaskan semua prosedur dan apa yang
dirasakan selama prosedur
4. Menemani pasien untuk memberikan keamanan dan
mengurangi takut
5. Memberikan informasi faktual mengenai diagnosis,
31

tindakan prognosis
6. Melibatkan keluarga untuk mendampingi klien
7. Menginstruksikan pada pasien untuk menggunakan
tehnik relaksasi
8. Mendengarkan dengan penuh perhatian
9. Mengidentifikasi tingkat kecemasan
10. Membantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
11. Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
12. Mengelola pemberian obat anti cemas.

4.5 Evaluasi
No. Diagnosa Evaluasi
1 Ketidakefektifan pola nafas S: klien masih mengeluhkan sesak nafas
berhubungan dengan dispneu, O: RR = 28x/ mnt
hiperventilasi N = 110x/ mnt
A: Masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
2 Penurunan curah jantung S: Klien mengatakan masih pusing dan mudah lelah
berhubungan dengan preload, iskmia O: pasien tampak pucat, TD 140/90 mmHg, N
miokard 98x/menit
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
3 Gangguan perfusi jaringan S: Klien mengatakan sudah tidak lagi merasa pusing
berhubungan dengan penurunan dan lemah.
curah jantung, aliran darah ke seluruh O: pasien tampak pucat, TD 120/80 mmHg, N
tubuh tidak adekuat 98x/menit, CRT < 2 detik, akral normal, mukosa bibir
lembab
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
4 Nyeri (akut) berhubungan dengan S: Klien mengatakan nyeri masih terasa
hematoma, perdarahan pada O: Skala nyeri : 7
persendian pasien memegangi bagian yang nyeri
A: Masalah belum teratasi
P: tindakan di lanjutkan
5. Kekurangan volume cairan S : klien mengatakan sudah tidak terasa lemah, dan
berhubungan dengan kehilangan kehausan
banyak volume darah akibat O : Hb dan Hct dalam rentang normal, (Hb : P = 12-16
perdarahan; dehidrasi gm/dl dan L=14-18 gm/dl, neonatus 17-22 gm/dl),
(Hct : P = 37-43vol%, L= 40-48vol%) TD normal
(120/80 mmHg). Mukosa tampak lembab, turgor kulit
elastis dan lembab
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
6 Gangguan nutrisi kurang dari S: klien mengatakan masih merasa mual dan ingin
kebutuhan tubuh berhubungan muntah saat makan
dengan anoreksia O: klien hanya makan 3 sendok makan dariporsi
32

makanan, mengalami penurunan BB 0,5kg tiap hari


A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
7 Gangguan Eliminasi urine S : klien mengatakan tidak merasa sulit untuk kencing,
berhubungan dengan uremia saat kencing berwarna kuning.
O : haluaran urin ± 500 ml, tidak berbau, warna
kuning jernih, berat jenis urin normal ( 1,030)
A : Masalah terastasi
P : Intervensi dihentikan
8 Resiko Cidera berhubungan dengan S: klien mengatakan merasa lemah
letargi, nekrosis jaringan otak O: klien tampak lemah, edema ekstremitas masih ada,
penurunan kekuatan ekstremitas bawah
A: masalah belum teratasi
P: tindakan dilanjutkan
9 Ansietas berhubungan dengan S: klien mengatakan cemas karena perdarahan yang
perubahan status kesehatan, koping dialaminya
individu tidak efektif O: wajah tampak cemas dan terus menangis
A: masalah belum teratasi
P: tindakan dilanjutkan
33

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Hemofilia adalah suatu penyakit keturunan yang mengakibatkan darah
seseorang sukar membeku pada waktu terjadinya luka. Hemofilia adalah
kecenderungan untuk mengalami pembekuan darah yang abnormal (diathesis
hemoragis) yang bersifat herediter akibat defisiensi faktor VIII koagulasi
(antihemophilic globulin) dan faktor IX dalam plasma (Dorland, 2011). Hemofilia
merupakan penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan oleh kromosom
X bersifat resesif, seorang wanita dapat menderita hemofila jika mendapat
kromosom X dari ibu pembawa carrier dan bersifat letal. Hemofilia dibagi
menjadi hemophilia tipe A dan B.
Hemofilia disebabkan karena seorang anak kekurangan factor pembekuan
VIII untuk hemophilia tipe A dan factor IX untuk hemophilia tipe B. Selain
penyebab utama tersebut, secara umum penyebab hemophilia antara lain factor
genetic, zat pembekuan darah, dan kurangnya protein dalam proses pembukan
darah. Hemofilia banyak disebabkan oleh factor keturunan. Oleh karena itu,
sebagai orang tua setelah mengetahui anaknya menderita hemophilia, orang tua
harus berusaha untuk mencegah terjadinya perdarahan.

5.2 Saran
Tugas dan peran utama perawat harus dilakukan dengan baik agar
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Pemberian asuhan keperawatan juga
sangat perlu dilakukan oleh seorang perawat. Pemberian asuhan keperawatan
harus disesuaikan dengan kondisi kebutuhan pasien, begitu pula dengan pasien
hemofilia terutama pada anak. Maka diharapkan bagi seorang perawat untuk lebih
memahami serta menambah pengetahuan lebih dalam akan perkembangan
penyakit hemofilia sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai
dengan tahap perkembangan anak serta kondisi kebutuhan anak yang harus
dipenuhi.
34

DAFTAR PUSTAKA

Engram, Barbara.1999.Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, (Volume


2), (Alih Bahasa Suharyati Samba). Jakarta : EGC

Baughman,D.C& Hackley,J.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Brunner & Suddarth.2002. Kepeawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC.

Catzel, Pincus & Ian Robert. 1992. Kapita Selekta Pediatri Edisi 2. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta : EGC

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta:


EGC.

Dorland. 2011. Kamus Saku Kedokteran, Edisi 28. Jakarta : EGC

Ganong, Mcphee, J Stephen. 2010. Patofisiologi Penyakit ed 5. Jakarta : EGC

Handayani, W, dan Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Hematologi. Jakarta : Salemba


Medika.

Juffrie, M. 2003. Panduan Praktek Pediatrik. Yogyakarta : Gadjah Mada


University Press

Kumar, dkk. 2009. Dasar Patologi Penyakit. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius

Mehta, Atul B. & Victor Hoffbrand. 2008. At a Glance Hematologi. Jakarta :


Penerbit Erlangga

Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta : EGC

Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta:
EGC

Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta : EGC
35

Price & Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta : EGC

Sloane, Ethel.2004. Anatomi dan Fisiologi untk Pemula. Jakarta:EGC

Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-


Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 1. Jakarta: EGC.

Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis


NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC

Wong, Donna L. Dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai