DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL………………………………………………………….. i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………….. iii
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………… 1
1.2 Tujuan…………………………………………………………………. 2
1.3 Manfaat………………………………………………………………… 2
1.4 Implikasi Keperawatan………………………………………………… 3
BAB 2 TINJAUAN TEORI……………………………………………………. 4
2.1 Pengertian Stomatitis………………………………………………….. 4
2.2 Epidemiologi………………………………………………………….. 5
2.3 Etiologi………………………..………………………………………. 6
2.4 Tanda dan Gejala……………………………………………………… 7
2.5 Patofisiologi…..………………………………………………………. 8
2.6 Komplikasi dan Prognosis…………………………………………….. 9
2.7 Pengobatan……………………………………………………………. 10
2.8 Pencegahan…………………………………………………………… 12
BAB 3. PATHWAY…………………………………………………………… 13
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN…………….…………………………. 16
4.1 Pengkajian……………………………………………………………. 16
iii
4.2 Diagnosa………….…………………………………………………… 25
4.3 Perencanaan…………………………………………………………… 26
4.4 Pelaksanaan……………………………………………………………. 29
4.5 Evaluasi………………………………………………………………… 31
BAB 5. PENUTUP…………………………………………………………….. 33
5.1 Kesimpulan……………………………………………………………. 33
5.2 Saran…………………………………………………………………… 33
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 34
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.3.1 Dapat mengetahui apa itu hemofilia.
1.3.2 Dapat mengetahui apa saja penyebab terjadinya penyakit hemofilia.
1.3.3 Dapat mengetahui apa saja tanda dan gejala penyakit hemofilia.
1.3.4 Dapat mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan
penyakit hemofilia.
1.3.5 Dapat mengetahui bagaimana penatalaksanaan dan asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyakit hemofilia.
1.3 Manfaat
1.4.1 Manfaat Bagi Pembaca
Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai penyakit hemofilia.
2.1 Pengertian
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani yaitu haima yang artinya darah dan
phielein yang artinya mencintai atau suka. Menurut Alwi, 2003 dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia mengatakan bahwa hemofilia adalah penyakit yang darah
penderitanya cenderung tidak mau membeku sehingga akan terus-menerus
mengalir apabila penderita terluka (kelainan ini biasanya bersifat turun-temurun).
Hemofilia dapat diartikan sebagai gangguan produksi faktor pembekuan
darah yang bersifat herediter. Hemofilia adalah kecenderungan untuk mengalami
pembekuan darah yang abnormal (diathesis hemoragis) yang bersifat herediter
akibat defisiensi faktor VIII koagulasi (antihemophilic globulin) dan faktor IX
dalam plasma (Dorland, 2011). Hemofilia merupakan penyakit gangguan
pembekuan darah yang diturunkan oleh kromosom X bersifat resesif, sehingga
penderita hemofilia lebih banyak terjadi pada pria sedangkan untuk wanita
umumnya hanya menjadi pembawa sifat (carier), tetapi seorang wanita dapat
menderita hemofila jika mendapat kromosom X dari ayah yang menderita
hemofilia dan ibu pembawa carrier dan bersifat letal. Biasanya darah orang
normal bila keluar dari luka akan membeku dalam waktu 5-7 menit, namun pada
orang hemofilia, darah akan membeku antara 50 menit sampai 2 jam, sehingga
menyebabkan orang meninggal dunia karena kehilangan banyak darah (Mansjoer,
2000). Menurut (Price & Wilson, 2005) hemofilia dikelompokkan menjadi
hemophilia A dan B antara lain sebagai berikut :
1. Hemofilia tipe A
Hemofilia tipe ini disebut juga dengan hemofilia klasik karena pada
hemofilia tipe ini penderita memiliki banyak kekurangan faktor pembekuan pada
darah. Hemofilia tipe A ditemukan adanya defisiensi faktor antihemofilia VIII
yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah. Hemofilia jenis ini
merupakan jenis hemofilia yang terjadi karena faktor keturunan, dan genetik.
Kasus hemofilia tipe A ini lebih banyak terjadi pada pasien laki-laki dibandingkan
dengan wanita. Wanita biasanya lebih banyak bersifat carrier. Seorang wanita
5
yang mengalami hemofilia disebabkan orang tua dari ayah yang mengidap
hemophilia dan atau ibu yang bersifat carrier hemophilia.
2. Hemofilia tipe B
Hemofilia tipe B dikenal sebagai Christmas disease, karena hemofilia tipe
ini ditemukan oleh Steven Christmas yang berasal dari Kanada. Hemofilia tipe B
dikenal juga sebagai hemofilia defisisensi faktor IX sehingga masalah pembekuan
darah dapat terganggu.
Berdasarkan kadar faktor pembekuan darah di dalam tubuh, hemofilia
diklasifikasikan menjadi tiga bagian antara lain :
1. Berat < 1% dari jumlah normal faktor pembekuan darah
2. Sedang 1 % - 5 % dari jumlah normal faktor pembekuan darah
3. Ringan > 5% dari jumlah normal faktor pembekuan darah.
2.2 Epidemiologi
Sekitar 80% kasus hemophilia yang terjadi disebabkan oleh resesif
kromosom X. Hemophilia yang sering terjadi adalah defisiensi factor VIII
(hemophilia A atau hemophilia klasik) dan defisiensi factor IX (hemophilia B atau
penyakit Christmas) (Donna, 2009).
Penyakit hemophilia tersebar diseluruh ras yang terdapat di dunia dengan
prevalensi sekitar 1 dalam 10.000 penduduk untuk hemophilia A dan 1 dalam
50.000 penduduk untuk hemophilia tipe B. Berdasarkan survey yang dilakukan
oleh World Federation of Hemophilia (WFH) pada tahun 2010 penderita
hemophilia mencakup 63% dari seluruh penderita yang mengalami kelainan
perdarahan. Di Indonesia berdasarkan survey yang dilakukan terdapat 334 orang
penderita hemophilia tipe A dan 48 orang penderita hemophilia tipe B serta 1006
orang penderita hemophilia yang belum ditentukan jenisnya. Sedangkan penderita
hemophilia di Indonesia yang teregistrasi di Himpunan Masyarakat Hemofilia
Indonesia (HMHI) Jakarta terdapat pada 21 provinsi dengan jumlah total
penderita sebanyak 895 orang (Guyton dan Hall, 2008).
Angka kejadiannya 1:5.000 bayi laki-laki yang dilahirkan hidup, tanpa
dipengaruhi ras maupun kondisi sosioekonomi. Hemofilia tak mengenal ras,
6
perbedaan warna kulit ataupun suku bangsa. Mayoritas penderita hemofilia adalah
pria karena mereka hanya memiliki satu kromosom X. Sementara kaum wanita
umumnya hanya menjadi pembawa sifat (carrier). Seorang wanita akan benar-
benar mengalami hemofilia jika ayahnya seorang hemofilia dan ibunya pun
pembawa sifat. Akan tetapi kasus ini sangat jarang terjadi. Meskipun penyakit ini
diturunkan, namun ternyata sebanyak 30% tak diketahui penyebabnya.
2.3 Etiologi
Hemofilia disebabkan karena seorang anak kekurangan factor pembekuan
VIII untuk hemophilia tipe A dan factor IX untuk hemophilia tipe B. Selain
penyebab utama tersebut, secara umum penyebab hemophilia antara lain sebagai
berikut :
1. Faktor Keturunan atau Genetik
Hemofilia merupakan penyakit genetik yang berarti bahwa ketika orang tua
memiliki pembawa hemophilia, maka anak akan berisiko tinggi mengidap
hemophilia.
7
2.5 Patofisiologi
Proses pembekuan darah terdapat dua jalur yang dilalui, yaitu jalur
ekstrinsik yang merupakan proses menstimulasi koagulasi dimulai dengan
pelepasan faktor III (faktor jaringan/tromboplastin) ke sirkulasi dari sel
endothelial vascular yang cedera dan jalur intrinsik dimulai dari aktivasi faktor
koagulasi (faktor XII/Hageman) dalam darah. Kedua jalur akan bergabung dan
bekerja sama untuk mengaktifkan faktor X yang disebut jalur akhir.
Faktor ekstrinsik yang sering terjadi yaitu adanya cidera pembuluh darah.
Cidera pada pembuluh darah juga melepaskan tissue factor dan mengubah
permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuan darah dan
9
menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan distabilkan
oleh faktor XIII.
Tetapi pada hemofilia, terjadi ketidaksempurnaan pembekuan darah di jalur
intrinsiknya. Disini trombosit mengalami gangguan yaitu menghasilkan faktor
VIII, yaitu Anti Hemofiliac Factor (AHF). AHF terdiri dua komponen aktif,
komponen besar dan komponen kecil. Komponen kecil pada AHF yang penting
untuk jalur pembekuan intrinsik, membantu dalam poses aktivasi faktor X
manjadi faktor X teraktivasi. Faktor X teraktivasi inilah yang akan membentuk
aktivator protrombin dengan bantuan faktor V dan fosfolipid jaringan yang
nantinya aktivator protrombin dengan bantuan ion kalsium yang akan membantu
proses pengubahan protrombin menjadi trombin. Trombin inilah yang bekerja
sebagai katalis kunci yang mengatur perubahan fibrinogen menjadi fibrin dan
menyebabkan koagulasi. Oleh karena itu penderita hemofilia tidak berdarah lebih
cepat, hanya perdarahan sulit berhenti.
Jadi, jika terjadi defisiensi faktor VIII, maka tidak akan terbentuk benang-
benang fibrin karena tidak akan terbentuknya faktor X teraktivasi yang
membentuk aktivator protrombin. Karena aktivator protrombin tidak terbentuk,
sehingga trombin juga tidak terbentuk. Inilah yang akan mengakibatkan tidak
terbentuknya benang-benang fibrin sehingga pembekuan darah sulit terjadi.
2.6.2 Prognosis
Pada kasus hemofilia perdarahan intrakranial merupakan penyebab
kematian utama. Studi di Inggris menunjukkan bahwa 34% kematian penderita
disebabkan oleh perdarahan ini, terutama pada usia balita dimana 11 dari 13
kematian yang terjadi dapat disebabkan oleh perdarahan intrakranial. Pada
penderita hemofilia seumur hidupnya memiliki resiko untuk mengalami
perdarahan ini sebesar 2-8 % dengan tingkat kematian sebesar 30%. Menurut
studi di Inggris, harapan hidup penderita hemofila berat pada usia 35,55, dan 75
tahun adalah 89%, 68%, dan 23% dengan median usia harapan hidup pada sia 63
tahun. Untuk penderita hemofilia sedang harapan hidup untuk kategori usia yang
sama adalah 96%, 88%, dan 49% dengan median usia harapan hidup 75 tahun.
2.7 Pengobatan
2.7.1 Medis
Penatalaksanaan medis yang lazim dilakukan pada klien hemofili adalah sebagai
berikut:
1. Pemberian konsentrat faktor VIII dan IX pada klien yang mengalami
perdarahan aktif atau sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi dan
pembedahan.
a. Rekombinan Faktor VIII
Disediakan dengan teknologi DNA rekombinan oleh beberapa pabrik.
Indikasi pada pasien hemofilia A dengan cara injeksi IV. (M. Juffrie,
2003)
b. Anti-hemophilic Faktor (AHF)
11
2.7.2 Keperawatan
Pengobatan rasional pada hemofilia adalah menormalkan kadar faktor
antihemofilia yang kurang. Ada beberapa tindakan keperawatan yang bisa
diberikan pada pasien hemophilia seperti terapi suportif yang diberikan pada klien
hemophilia yaitu :
12
2.8 Pencegahan
Hemofilia banyak disebabkan oleh factor keturunan. Oleh karena itu,
sebagai orang tua setelah mengetahui anaknya menderita hemophilia, orang tua
harus berusaha untuk mencegah terjadinya perdarahan. Adapun beberapa
pencegahan yang bisa dilakukan pada klien hemophilia sebagai berikut :
1. Anak-anak harus diimunisasi, tetapi harus diberikan suntikan di bawah kulit
bukan ke otot-otot untuk mencegah perdarahan.
2. Anak-anak juga harus diajarkan untuk membersihkan gigi mereka secara
teratur dan mengunjungi dokter gigi untuk mencegah kerusakan gigi dan
penyakit gusi.
3. Mencegah terjadinya perlukaan atau pendarahan, misal memberi dan memilih
mainan yang lunak tanpa sudut yang tajam, untuk memilih mainan lunak
tanpa sudut tajam dan empuk pakaian-khususnya di siku dan lutut pada
seorang anak yang belajar berjalan.
4. Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM. Aspirin adalah obat
antikoagulan selain itu pemberian obat melalui suntikan memperbesar resiko
perdarahan
5. Memberikan health education
13
BAB 3. PATHWAY
Faktor genetik
Penutupan luka
Defisit Volume HEMOFILIA tidak sempurna
Cairan
Nekrosis jaringan
Hipoksia Pengisian
otak
Ventrikel kiri Perdarahan di
menurun kapiler ginjal
Dyspnea Defisit fungsi
CO turun neurologis
Hematuria
Ketidakefektifan Perdarahan di
persendian
pola nafas Penurunan Curah Letargi
Gagal ginjal
Jantung
Koping individu Hematoma
tidak efektif Gangguan Risiko Cidera
Sekresi protein
Perubahan stastusPerdarahan GI terganggu
Aliran darah ke
Perfusi
kesehatan Nyeri tekan
Gangguan Nutrisi tubuh
selJaringan
Ansietas Absorbsi
Sari makanan
usus
Kurang dari Uremia
Gangguan
tidak dapat
menurun
Kebutuhan tubuh Nyeri (akut)
diserap Eliminasi Urin
16
f. Pengkajian Psikososial
Adanya masalah nyeri, perdarahan dan resiko infeksi yang dapat
menimbulkan anxietas dan ketegangan pada klien.
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Pasien yang menderita hemofilia akan mengalami penurunan berat
badan apabila terjadi perdarahan di GI tracknya karena tidak
dapatnya terbentuknya thrombin sehingga anak akan mengalami
anoreksi yang berdampak pada proses perumbuhan dan
perkembangan dalam kehidupan sehari-hari.
h. Pengkajian 11 Pola Gordon
1. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Bagaimana pendapat pasien tentang penyakit yang diderita.
Apakah orang tua pasien mengetahui bahwa anaknya terkena
hemofilia, namun keluarga pasien tidak mengetahui bagaimana
cara mengatasinya atau sebaliknya orang tua pasien langsung
meminta bantuan kepada petugas pelayanan kesehatan terdekat.
2. Pola Nutrisi/Metabolisme
Bagaimana diet yang dilakukan oleh pasien. Apa saja yang
dikonsumsi pasien setiap harinya. Apabila terjadi kebocoran
kapiler, hipoproteinemia dan keseimbangan nitrogen yang
negative dapat mempengaruhi keseimbangan cairan tubuh
pasien (dehidrasi). Klien dengan hemophilia biasanya
mengalami penurunan BB karena terdapat gangguan metabolism
di dalam tubuh. Anak biasanya menjadi tidak nafsu makan.
3. Pola Eliminasi
Bagaimana pengeluaran urine dan feses pasien setiap harinya.
Klien dengan hemofili yang mengalami perdarahan di kapiler
ginjal akan mengalami hematuria yang berakibat mengganggu
pola eliminasi urin. Begitu pula, jika terjadi perdarahan di
gastrointestinal track yang mengakibatkan melena.
18
4. Pola Aktivitas
Pada klien dengan hemophilia, dapat dilihat apakah klien bisa
beraktivitas dengan bebas atau tidak. Biasanya pada klien
hemophilia akan mengalami hematom pada sendi-sendi yang
menyebabkan nyeri otot serta adanya hematom yang membuat
klien susah untuk bergerak atau mobiliasasi maupun
beraktivitas.
5. Pola Istirahat Tidur
Apakah tidur pasien setiap harinya cukup. Apakah nyeri akibat
hematoma atau pendarahan dalam dapat mengganggu pola
tidurnya.
6. Pola Kognitif-Persepsi
Apakah pasien mengalami gangguan dengan fungsi indra.
pasien merasa lebih tenang apabila berada ditengah keluarga
terutama ibu yang peduli pada kondisi pasien, dan pasien sedih
apabila ditinggal keluarga.
7. Pola Peran Hubungan
Bagaimana pola dan peran pasien dalam keluarga dan
masyarakat disekitarnya. Apakah hubungan peran klien
terganggu karena anak harus menjalani perawatan dirumah
sakit. Selain itu, apakah anak dapat memenuhi tugas
pertumbuhan dan perkembangannya selama bermain atau
berinteraksi dengan orang lain. Karena klien dengan hemophilia
harus menghindari risiko cidera.
8. Pola Seksualitas/Reproduksi
Bagaimana respon seksualitas pasien. Apakah kelurga
memberikan perhatian yang lebih kepada anak ketika sakit.
9. Pola Koping Toleransi Stress
Apakah pasien menkonsumsi obat untuk menghilangkan nyeri
dan stres. Bagaimana keadaan emosi pasien sehari-hari.
19
3. Pemeriksaan Diagnostik
a.) Uji skrining untuk koagulasi darah.
1. Jumlah trombosit (normalnya 150.000-450.000 per mm3 darah).
2. PTT (Prothrombin Time – masa protrombin plasma), normalnya 11-
13 detik
3. APTT (Activated Partial Thromboplastin Time/masa tromboplastin
parsial teraktivasi) dapat meningkat, mengukur keadekuatan faktor
koagulasi intrinsik
4. Fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan diagnosis)
5. Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik).
22
2. Analisa Data
Masalah
No. Data Etiologi
Keperawatan
1. DS : pasien mengeluh sesak Pola napas tidak efektif Ketidakefektifan
napas pola nafas
DO : Dypsnea
a. Penurunan tekanan
inspirasi/ekspirasi Hipoksia
b. Penurunan pertukaran Aliran darah dan oksigen
udara per menit ke paru menurun
c. Menggunakan otot
pernafasan tambahan Hb menurun
d. Orthopnea
e. Pernafasan pursed-lip sehinga kehilangan banyak
f. Tahap ekspirasi volume darah
berlangsung sangat lama
g. Penurunan kapasitas vital Perdarahan
h. Respirasi: < 11 – 24 x /mnt
Faktor predisposisi
2. Ds: Penurunan curah jantung Penurunan Curah
Pasien mengatakan keletihan, Jantung
dan detak jantung terasa cepat CO menurun
DO: Pengisian ventrikel kiri
a. Aritmia menurun
b. Perubahan pola EKG Iskemia miokard
c. Palitasi
d. Murmur Sirkulasi darah ke jantung
e. Edema menurun
f. Distensi Vena jugularis
g. Kenaikan berat badan
h. Peningkatan/penurunan Agregasi trombosit
CVP menurun
Pendarahan (sukar
membeku)
Faktor predisposisi
3. DS : pasien mengeluhkan Ganggguan perfusi Gangguan Perfusi
pusing dan nyeri jaringan jaringan
23
Faktor predisposisi
4.2 Diagnosa
4.3 Perencanaan
Perencanaan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan
pola nafas keperawatan selama 3x24 dan ekspansi dada
berhubungan dengan jam, pola nafas pada klien2. Auskultasi bunyi nafas dan catat
dispneu, dapat berkurang atau adanya bunyi nafas seperti crekles,
hiperventilasi hilang dengan kriteria mengi
hasil: 3. Posisikan semifowler dan bantu untuk
1. Menunjukkan mengubah posisi
frekuensi pernapasan4. Bantu pasien untuk berlatih nafas
yang efektif dalam
2. Menyatakan gejala5. Kolaborasi pemberian oksigen
berkurang
3. Menyatakan faktor-
faktor penyebab, dan
menyatakan cara
koping adaptif untuk
mengatasinya
2. Penurunan curah Setelah dilakukan asuhan1. Kaji tanda-tanda penurunan curah
jantung berhubungan keperawatan 3x24 jam, jantung
dengan preload, curah jantung pada klien2. Catat bunyi jantung
iskmia miokard adekuat dengan kriteria3. Palpasi nadi perifer
hasil: 4. Pantau adanya output urine, catat
1. Tekanan darah dalam output dan kepekatan/ konsentrasi urine
batas normal (120/805. Istirahatkan klien dengan tirah baring
mmHg, nadi 80x/6. Kolaborasi untuk pemberian diet
mnt) jantung
2. Tidak terjadi aritmia 7. Kolaborasi pemberian obat-obat
3. Denyut jantung dan diuretic, vasodilator, dan captropil
irama jantung teratur
4. CRT kurang dari 3
detik
3. Gangguan perfusi Setelah dilakukan 3x 24 1. Pantau nyeri dada
jaringan jam tindakan keperawatan, 2. Pantau frekuensi jantung dan irama
berhubungan dengan perfusi jaringan pada klien jantung
penurunan curah menjadi efektif, dengan 3. Pantau hasil pemeriksaan koagulasi
jantung, aliran darah kriteria hasil: 4. Jelaskan alasan kepada pasien dan
ke seluruh tubuh 1. Tekanan systole dan keluarga untuk makan sedikit tapi
tidak adekuat diastole dalam sering
rentang yang 5. Konsultasikan dengan dokter untuk
diharapkan terapi medikameentosa
2. Tidak ada
ortostatikhipertensi
3. Tidk ada tanda tanda
peningkatan tekanan
intrakranial (tidak
lebih dari 15 mmHg)
27
4. Nyeri (akut) Setelah diberikan asuhan 1. Minta pasien untuk menentukan skala
berhubungan dengan keperawatan diharapkan nyeri 0 – 10
hematoma, nyeri dada hilang atau 2. Observasi reaksi nonverbal dari
perdarahan pada terkontrol dengan kriteria ketidaknyamanan
persendian hasil: 3. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
1. Mampu mengontrol (farmakologi, non farmakologi dan
nyeri (tahu penyebab inter personal)
nyeri, mampu 4. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
menggunakan tehnik keluhan dan tindakan nyeri tidak
nonfarmakologi untuk berhasil
mengurangi nyeri, 5. Monitor penerimaan pasien tentang
mencari bantuan) manajemen nyeri
2. Pasien mampu
mendemonstrasikan
penggunaan teknik
relaksasi
3. Pasien menunjukkan
menurunnya tegangan,
rileks dan mudah
bergerak.
5. Kekurangan volume Setelah dilakukan asuhan 1. Pantau perdarahan
cairan berhubungan keperawatan 3x24 jam, 2. Atur posisi pasien (trendelernburg bila
dengan kehilangan volume cairan pada klien hipotensi)
banyak volume darah adekuat dengan kriteria 3. Berikan cairan sesuai kebutuhan
akibat perdarahan; hasil: 4. Pertahankan asupan dan haluaran
dehidrasi 1. Memiliki hemoglobin 5. Atur ketersediaan transfuse, bila perlu
dan hematocrit dalam
batas normal
2. Menampilkan hidrasi
yang baik
3. Memiliki tekanan vena
sentral dan pulmonal
dalam rentang yang
diharapkan
6. Gangguan nutrisi Setelah dilakukan 1. Diskusikan dan jelaskan tentang
kurang dari tindakan perawatan dalam pembatasan diet (makanan berserat
kebutuhan tubuh jangka waktu 2x24 tinggi, berlemak dan air terlalu panas
berhubungan dengan jam.kebutuhan nutrisi atau dingin)
anoreksia terpenuhi 2.Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh
Kriteria hasil : dari bau yang tak sedap atau sampah,
1. Nafsu makan sajikan makanan dalam keadaan
meningkat hangat.
2. BB ideal 3.Berikan jam istirahat (tidur) serta
kurangi kegiatan yang berlebihan
4. Monitor intake dan out put dalam 24
jam
5. Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain
terapi gizi : Diet TKTP rendah serat,
susu obat-obatan atau vitamin A.
7. Gangguan Eliminasi Setelah dilakukan 1. Identifikasi dan pantau eliminasi urin
28
4.4 Pelaksanaan
No. Diagnosa Implementasi
1. Ketidakefektifan pola nafas 1. Mengkaji frekuensi kedalam pernafasan dan
berhubungan dengan dispneu, ekspansi dada
hiperventilasi 2. Mengauskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi
nafas seperti crekles, mengi
3. Memposisikan semifowler dan bantu untuk
mengubah posisi
4. Membantu pasien untuk berlatih nafas dalam
5. Melakukan kolaborasi pemberian oksigen
2. Penurunan curah jantung 1. Mengkaji tanda-tanda penurunan curah jantung
berhubungan dengan preload, 2. Mencatat bunyi jantung
iskmia miokard 3. Mempalpasi nadi perifer
4. Memantau adanya output urine, catat output dan
kepekatan/ konsentrasi urine
5. Mengistirahatkan klien dengan tirah baring
6. Berkolaborasi untuk pemberian diet jantung
7. Berkolaborasi pemberian obat-obat diuretic,
vasodilator, dan captropil
3. Gangguan perfusi jaringan 1. Memantau nyeri dada
berhubungan dengan penurunan 2. Memantau frekuensi jantung dan irama jantung
curah jantung, aliran darah ke 3. Memantau hasil pemeriksaan koagulasi
seluruh tubuh tidak adekuat 4. Menjelaskan alasan kepada pasien dan keluarga
untuk makan sedikit tapi sering
5. Mengkonsultasikan dengan dokter untuk terapi
medikamentosa
4. Nyeri (akut) berhubungan dengan 1. Minta pasien untuk menentukan skala nyeri 0 – 10
hematoma, perdarahan pada 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
persendian 3. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
non farmakologi dan inter personal)
4. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
5. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
nyeri
5. Kekurangan volume cairan 1. Memantau perdarahan
berhubungan dengan kehilangan 2. Mengatur posisi pasien (trendelernburg bila
banyak volume darah akibat hipotensi)
perdarahan; dehidrasi 3. Memberikan cairan sesuai kebutuhan
4. Mempertahankan asupan dan haluaran
30
tindakan prognosis
6. Melibatkan keluarga untuk mendampingi klien
7. Menginstruksikan pada pasien untuk menggunakan
tehnik relaksasi
8. Mendengarkan dengan penuh perhatian
9. Mengidentifikasi tingkat kecemasan
10. Membantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
11. Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
12. Mengelola pemberian obat anti cemas.
4.5 Evaluasi
No. Diagnosa Evaluasi
1 Ketidakefektifan pola nafas S: klien masih mengeluhkan sesak nafas
berhubungan dengan dispneu, O: RR = 28x/ mnt
hiperventilasi N = 110x/ mnt
A: Masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
2 Penurunan curah jantung S: Klien mengatakan masih pusing dan mudah lelah
berhubungan dengan preload, iskmia O: pasien tampak pucat, TD 140/90 mmHg, N
miokard 98x/menit
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
3 Gangguan perfusi jaringan S: Klien mengatakan sudah tidak lagi merasa pusing
berhubungan dengan penurunan dan lemah.
curah jantung, aliran darah ke seluruh O: pasien tampak pucat, TD 120/80 mmHg, N
tubuh tidak adekuat 98x/menit, CRT < 2 detik, akral normal, mukosa bibir
lembab
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
4 Nyeri (akut) berhubungan dengan S: Klien mengatakan nyeri masih terasa
hematoma, perdarahan pada O: Skala nyeri : 7
persendian pasien memegangi bagian yang nyeri
A: Masalah belum teratasi
P: tindakan di lanjutkan
5. Kekurangan volume cairan S : klien mengatakan sudah tidak terasa lemah, dan
berhubungan dengan kehilangan kehausan
banyak volume darah akibat O : Hb dan Hct dalam rentang normal, (Hb : P = 12-16
perdarahan; dehidrasi gm/dl dan L=14-18 gm/dl, neonatus 17-22 gm/dl),
(Hct : P = 37-43vol%, L= 40-48vol%) TD normal
(120/80 mmHg). Mukosa tampak lembab, turgor kulit
elastis dan lembab
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
6 Gangguan nutrisi kurang dari S: klien mengatakan masih merasa mual dan ingin
kebutuhan tubuh berhubungan muntah saat makan
dengan anoreksia O: klien hanya makan 3 sendok makan dariporsi
32
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hemofilia adalah suatu penyakit keturunan yang mengakibatkan darah
seseorang sukar membeku pada waktu terjadinya luka. Hemofilia adalah
kecenderungan untuk mengalami pembekuan darah yang abnormal (diathesis
hemoragis) yang bersifat herediter akibat defisiensi faktor VIII koagulasi
(antihemophilic globulin) dan faktor IX dalam plasma (Dorland, 2011). Hemofilia
merupakan penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan oleh kromosom
X bersifat resesif, seorang wanita dapat menderita hemofila jika mendapat
kromosom X dari ibu pembawa carrier dan bersifat letal. Hemofilia dibagi
menjadi hemophilia tipe A dan B.
Hemofilia disebabkan karena seorang anak kekurangan factor pembekuan
VIII untuk hemophilia tipe A dan factor IX untuk hemophilia tipe B. Selain
penyebab utama tersebut, secara umum penyebab hemophilia antara lain factor
genetic, zat pembekuan darah, dan kurangnya protein dalam proses pembukan
darah. Hemofilia banyak disebabkan oleh factor keturunan. Oleh karena itu,
sebagai orang tua setelah mengetahui anaknya menderita hemophilia, orang tua
harus berusaha untuk mencegah terjadinya perdarahan.
5.2 Saran
Tugas dan peran utama perawat harus dilakukan dengan baik agar
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Pemberian asuhan keperawatan juga
sangat perlu dilakukan oleh seorang perawat. Pemberian asuhan keperawatan
harus disesuaikan dengan kondisi kebutuhan pasien, begitu pula dengan pasien
hemofilia terutama pada anak. Maka diharapkan bagi seorang perawat untuk lebih
memahami serta menambah pengetahuan lebih dalam akan perkembangan
penyakit hemofilia sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai
dengan tahap perkembangan anak serta kondisi kebutuhan anak yang harus
dipenuhi.
34
DAFTAR PUSTAKA
Catzel, Pincus & Ian Robert. 1992. Kapita Selekta Pediatri Edisi 2. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius
Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta:
EGC
Wong, Donna L. Dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta :
EGC