Manajemen Perpajakan - I Gusti Lanang Widhiana Saputra - 2107611002
Manajemen Perpajakan - I Gusti Lanang Widhiana Saputra - 2107611002
2107611002
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021
Perubahan-perubahan yang terjadi akibat UU Cipta Kerja dalam Klaster
Perpajakan mengenai aspek PPh, PPN, PPNBM, KUP
Undang-Undang Cipta Kerja telah disahkan oleh DPR dan Presiden Joko Widodo
beberapa waktu yang lalu. Ada beberapa aspek yang diatur dalam undang-undang ini
termasuk dengan aspek perpajakan. Namun, tidak semua UU Cipta Kerja terkait pajak
ada di dalam UU Cipta Kerja. Aspek perpajakan yang ada di-UU Cipta Kerja terdapat
pada Bab IV terkait investasi dan kemudahan berusaha.
Penghasilan dividen bagi Wajib Pajak Orang Perorangan (WPOP) yang berasal dari
dalam dan luar negeri untuk diinvestasikan di Indonesia, tidak dikenakan pajak. Syarat
yang pertama, dividen itu diinvestasikan di Indonesia, yang kedua, dividen dan
penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan paling sedikit 30% dari laba setelah
pajak, serta untuk WP Badan syaratnya sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek
Indonesia sebelum DJP menerbitkan surat ketetapan pajak dividen tersebut.
Jika dividen dan penghasilan setelah pajak dari suatu BUT di luar negeri yang
diinvestasikan di Indonesia kurang dari 30% dari jumlah laba setelah pajak, maka
ketentuannya:
Terdapat pengurangan tarif pada PPh Pasal 26 atas penghasilan bunga. Yang mana ini
merupakan penambahan dalam Pasal 26 tentang PPh pada klaster perpajakan UU Cipta
Kerja, yakni pada ayat (1b) yang menyebutkan:
“Tarif sebesar 20% dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan bunga
termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian
utang, dapat diturunkan dengan Peraturan Pemerintah (PP).”
WNA yang selama 183 hari berada di Dalam Negeri dan melakukan usaha atau
mendapatkan penghasilan di wilayah hukum Indonesia akan menjadi Subjek Pajak
Dalam Negeri (SPDN), sehingga akan dikenakan PPh Dalam Negeri. Sebaliknya, jika
WNI yang 183 hari berada di Luar Negeri dan melakukan usaha di negara lain,
statusnya menjadi Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) dan dikenakan PPh Luar Negeri.
WNI dan WNA sebagai subjek pajak diatur dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a, b, c, d.
Pasal 112 dalam UU Cipta Kerja tertuang peraturan relaksasi ketentuan PPN dan kredit
pajak masukan PPN. Merujuk pada Pasal 9 ayat (2a), PKP dapat melakukan
pengkreditan Pajak Masukan walaupun:
PKP belum melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dan/atau ekspor BKP
dan/atau JKP, Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP.
PKP yang impor BKP.
PKP memanfaatkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP tidak berwujud dari luar
daerah pabean di dalam daerah pabean.
Sementara itu, beberapa ketentuan pada Pasal 9 ayat (8) terkait pengkreditan Pajak
Masukan yang tidak dapat dilakukan bagi pengeluaran seperti berikut ini telah dihapus:
Dari perolehan BKP/JKP maupun pemanfaatan BKP tidak berwujud ataupun JKP dari
luar daerah pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, dapat mengkreditkan
Pajak Masukan sejumlah 80% dari Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut.
PKP dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP, impor BKP/JKP,
serta pemanfaatan BKP tidak berwujud/JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN yang
diberitahukan dan/atau ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.
PKP dapat mengkreditan pajak masukan yang belum dikreditkan dengan pajak
keluaran pada masa pajak yang sama pada masa pajak berikutnya paling lama 3 bulan
setelah berakhirnya masa pajak saat Faktur Pajak dibuat. Pada peraturan sebelumnya
di pasal 9 ayat (2a) UU PPN dan PPnBM, PKP yang belum berproduksi dapat
mengkreditkan pajak masukannya. Apabila selama waktu 3 tahun perusahaan
melakukan penyerahan barang, pengkreditan pajak bisa dilakukan, jika tidak ada
penyerahan barang atau jasa, pajak masukan dalam hal sektor barang atau jasa tertentu,
tidak bisa dikreditkan. Pada sektor tertentu, dapat diberikan periode yang lebih panjang
dari 3 tahun.
Pelaporan dan pembayaran pajak yang tidak sesuai akan dikenai sanksi sesuai dengan
peraturan. UU Cipta Kerja merevisi ketentuan sanksi dari pelaporan dan pembayaran
pajak, peraturan yang berubah adalah :
1. Pengurangan sanksi atas telat lapor SPT dan Kurang Bayar Pajak disesuaikan pada
tingkat suku bunga acuan perbulannya, yang mana sebelumnya pada UU KUP
pengenaan sanksinya sebesar 2% perbulannya. Dengan metode penghitungan baru
ini hasilnya bisa lebih rendah dari sanksi sebelumnya yang ada pada UU KUP.
Sanksi denda berdasarkan suku bunga acuan ditambah 5% dibagi 12 berlaku
pada tanggal dimulai penghitungan sanksi, paling lama 24 bulan pada Wajib
Pajak (WP) yang;
a) Membetulkan sendiri SPT-nya dan membuat utang pajak menjadi lebih
besar
b) Kurang bayar karena pembetulan SPT Tahunan/Masa
c) Terlambat membayar PPh Pasal 29 SPT tahunan
d) Terlambat membayar SPT Masa
Sanksi denda berdasarkan suku bunga acuan ditambah 10% dibagi 12, paling
lama 24 bulan, jika tidak melunasi SPT yang kurang bayar.
Sanksi denda berdasarkan suku bunga acuan ditambah 15% dibagi 12, paling
lama 24 bulan, jika tidak melunasi pajak kurang bayar dan mendapatkan Surat
KetetapanPajak Kurang Bayar (SKPKB).
2. Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak tidak benar dikenakan denda
100%, pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% dari jumlah
pajak yang kurang bayar pada saat pengungkapan pelaporan pajak yang tidak benar
ini lebih rendah dari yang sebelumnya tertulis pada UU KUP yang sebesar 150%.
Sanksi ini dikenakan pada WP, yang:
3. Jika PPh PKP kurang bayar, sanksi administratif berupa bunga yang ditetapkan
Menkeu dihitung sejak terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian
Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai diterbitkannya Surat Tagihan Pajak (STP).
4. PKP tidak menerbitkan faktur atau menerbitkan faktur tidak lengkap, dikenakan
sanksi 1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
5. STP keterlambatan bayar Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT), SK Pembetulan, SK Keberatan, Banding dan Pengajuan Kembali,
sanksi bunga penundaan pembayaran karena mengangsur, dan bunga atas STP
penundaan yang nilainya lebih kecil, dikenakan sanksi bunga per bulan sesuai
ketetapan Menkeu berdasarkan suku bunga acuan dibagi 12 maksimal 24 bulan.
6. Penghentian penyidikan tindak pidana perpajakan dilakukan setelah WP melunasi
utang pajak yang tidak/kurang bayar/seharusnya dikembalikan, ditambah dengan
sanksi administrasi denda 3 kali jumlah pajak yang tidak/kurang bayar/seharusnya
dikembalikan.