Anda di halaman 1dari 88

PENERAPAN ASSESMENT HIGH ORDER THINGKING SKILL (HOTS)

BERBANTUAN APLIKASI MACROMEDIA FLASH 8 TERHADAP


KETERAMPILAN ABAD 21 PESERTA DIDIK DITINJAU DARI
GENDER

Proposal Penelitian
Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Kependidikan Sebagai Salah Satu Syarat
dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Prodi Tadris IPA
Konsentrasi Fisika

Oleh:
Iskandar Zulkarnain
1714080050

Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Zulmuqim, MA
Dr. Hj. Prima Aswirna, S.Si, M.Sc

JURUSAN TADRIS IPA-FISIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
1442 H/2020 M
OUTLINE

OUTLINE.................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..........................................................................................1

B. Identifikasi Masalah..................................................................................7

C. Batasan Masalah........................................................................................8

D. Rumusan Masalah.....................................................................................8

E. Tujuan Penelitian.......................................................................................9

F. Manfaat Penelitian........................................................................................9

G. Defenisi Operasional...............................................................................10

BAB II DESKRIPSI TEORI

A. Landasan Teori........................................................................................12

1. Pembelajaran IPA................................................................................12

2. Evaluasi Pembelajaran.........................................................................17

3. Instrumen tes........................................................................................20

4. Higher Order Thinking Skills (HOTS)................................................28

5. Keterampilan Abad-21.........................................................................33

6. Gender..................................................................................................44

7. MacroMedia Flash...............................................................................49

8. Karakteristik Materi.............................................................................51

B. Penelitian Relavan...................................................................................61

C. Kerangka Berfikir....................................................................................62

D. Hipotesis..................................................................................................63
BAB III METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian..............................................................................66

1. Jenis Penelitian....................................................................................66

2. Pendekatan Penelitian..........................................................................67

B. Populasi dan sampel Penelitian...............................................................67

i. Populasi...................................................................................................67

C. Variabel dan Data....................................................................................68

D. Instrumen Penelitian................................................................................69

E. Analisis Data...........................................................................................70

1. Uji Normalitas.....................................................................................70

2. Uji homogenitas...................................................................................72

3. Uji Hipotesis........................................................................................72

F. Prosedur Penelitian.....................................................................................73

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada pertemuan bulan September 2000 yang diikuti oleh 189

negara dengan mengeluarkan deklarasi yang dikenal dengan The

Millenium Development Goals (MDG’s). Hal ini merupakan Salah satu

target untuk mengurangi jumlah penduduk miskin hingga 50% pada tahun

20151.

Sustainable Development Goals merupakan agenda pembangunan

universal dalam dokumen Transforming Our World: the 2030 Agenda for

Sustainable Development yang disepakati pada 25 September 2015 saat

Sidang Umum PBB ketujuh puluh. Perlunya peran pemuda dalam

beberapa target dan indikator SDGs, serta agendanya yang mencakup

komitmen merealisasikan hak dan kemampuan (anak muda), dapat

membantu Indonesia mendapatkan dividen demografis. Harapan untuk

membangun dunia yang lebih makmur, adil, inklusif, dan damai berada di

pundak kaum muda2. Salah satu upaya pemerintah yang dapat dilakukan

1
Ishatono Ishatono and Santoso Tri Raharjo, “SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS
(SDGs) DAN PENGENTASAN KEMISKINAN,” Share : Social Work Journal 6, no. 2
(December 24, 2016): 159, https://doi.org/10.24198/share.v6i2.13198.
2
Joe Harrianto Setiawan and Cintia Caroline, “DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN DIFUSI
INOVASI AGENDA SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS UNTUK MEMBANGUN
KESADARAN PEMUDA MENGENAI MASALAH SAMPAH PLASTIK” 6, no. 2 (2020): 9.
1
adalah dengan meningkatakan sumber daya manusia karena sumber daya

manusia memiliki peran yang kuat terutama dalam bidang pendidikan.

Abad 21 membawa berbagai tantangan yang berbeda dari yang

pernah dihadapi manusia sebelumnya dalam berbagai bidang kehidupan

termasuk dalam bidang pendidikan seperti pendidikan fisika. Pebelajaran

fisika yang ideal khususnya bisa membuat peserta didik memiliki

kemampuan untuk bekerja produktif dengan menggunakan seluruh waktu

secara efisien dalam menyelesaikan tugas dengan bekerja sama, sikap

menghargai setiap anggota dalam berpendapat dan diskusi antar anggota,

berkompromi sesama anggota secara fleksibel demi mencapai tujuan

utama menyelesaikan masalah, serta tanggung jawab bersama dan setiap

anggota berkontribusi dengan melakukan yang terbaik dan mengikuti apa

yang ditugaskan. Selain itu, pembelajaran fisika yang ideal juga

mendorong peserta didik memiliki kemampuan untuk berkomunikasi

secara verbal dan non verbal. Peserta didik juga memiliki kemampuan

berfikir kritis yang mana mampu dalam merumuskan masalah,

menganalisi argumen, menanyakan dan menjawab pertanyaan, menilai

kredibilitas sumber informasi, melakukan observasi dan menilai laporan

hasil observasi, membuat deduksi dan menilai deduksi, membuat induksi

dan menilai induksi, mengevaluasi, mendefinisikan dan menilai definisi,

mengidentifikasi asumsi, memutuskan dan melaksanakan, berinteraksi

dengan orang lain. Pembelajaran fisika yang ideal juga melatih peserta

didik untuk memiliki Keterampilan Lancar, luwes, orisinal, merinci dan

2
mengevaluasi3. Ada empat soft skill yang harus dimiliki oleh peserta didik

untuk dapat mengahadapi kompetesi abad 21 diantaranya keterampilan

berfikir kritis , keterampilan berfikir kreatif, keterampilan berkomunikasi

dan keterampilan berkolaborasi 4.

Keterampilan abad 21 pada siswa dapat dikembangkan dengan

model pembelajaran yang tepat. Namun model pembelajaran tersebut tidak

akan berhasil dengan baik jika tidak diikuti oleh asesmen yang sesuai.

Menurut Rustaman (dalam Wulan et al., 2019) asesmen yang baik dapat

mengembangkan potensi siswa. Griffin & Care (2014) asesment tersebut

juga harus menerapkan prinsip-prinsip kontemporer yang aktual (kekinian)

dan sejalan dengan dinamika global. Darling-Hammond (2012)

menyatakan untuk menilai keterampilan abad 21 diperlukan asesmen yang

berkualitas tinggi, sehingga dapat mengukur dengan baik keterampilan

peserta didik yang dimaksudkan.

Dengan diterapkan nya assesment yang sesuai diharapkan peserta

didik dapat mengembangkan diri dalam berpikir. Peserta didik dituntut

tidak hanya memiliki keterampilan berpikir tingkat rendah atau lower

order thinking skills, tetapi sampai pada keterampilan berpikir tingkat

tinggi atau higher order thinking skills ( HOTS). Sehingga peserta didik

harus terbiasa mengahadapi permasalahan yang memerlukan higher order

thinking skills. Karena HOTS adalah kemampuan berfikir untuk

3
Andista Candra Yusro, “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika Berbasis SETS Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa,” Jurnal Pendidikan Fisika Dan Keilmuan
(JPFK) 1, no. 2 (2017): 61–66.
4
Bernie Trilling and Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times (John
Wiley & Sons, 2009).
3
memeriksa, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek situasi dan

masalah. Termasuk di dalamnya mengumpulkan, mengorganisir,

mengingat, dan menganalisa informasi. Berpikir tingkat tinggi termasuk

kemampuan membaca dengan pemahaman dan mengidentifikasi materi

yang dibutuhkan dan tidak dibutuhkan. Kemampuan menarik kesimpulan

yang benar dari data yang diberikan dan mampu menentukan

ketidakkonsistenan dan pertentangan dalam sekelompok data merupakan

bagian dari keterampilan berpikir tingkat tinggi. Jadi, untuk mengukur

keterampilan abad 21 peserta didik maka diperlukan assesment berbasis

HOTS.

Asesmen di era digital dewasa ini telah mengarah terhadap

pemanfaatan teknologi informasi (ICT) sebagai sarana berkomunikasi.

penggunaan asesmen HOTS berbasis ICTsangat relevan dalam upaya

pengembangan keterampilan abad 215. Asesmen berbasis ICTatau

elektronik asesmen (e-assessment) dibuat dengan melibatkan teknologi

komputer dan jaringan internet dalam penggunaannya 6. Salah satu aplikasi

yang dapat digunakan untuk menerapkan e-Assesment adalah macromedia

flash 8.

Macromedia flash sangat mendukung dalam penerapannya sebagai

media pembelajaran untuk menghadapi pada abad 21 ini dan membantu

penerapan assesment HOTS dalam pembelajaran. Dengan penggunaan

5
Patrick Griffin and Esther Care, Assessment and Teaching of 21st Century Skills: Methods and
Approach (Springer, 2014).
6
Ana Ratna Wulan, Aisah Isnaeni, and Rini Solihat, “Penggunaan Asesmen Elektronik Berbasis
Edmodo Sebagai Assessment for Learning Keterampilan Abad 21,” Indonesian Journal of
Educational Assesment 1, no. 2 (February 13, 2019): 1, https://doi.org/10.26499/ijea.v1i2.7.
4
macromedia flash yang menarik dan interaktif ini peserta didik diharapkan

akan lebih aktif dan kreatif dalam mengikuti proses pembelajaran.

Membina perkembangan keterampilan siswa dianggap sebagai

hasil penting dari pendidikan tinggi dan di beberapa negara telah menjadi

bagian yang sangat penting sebagai tujuan utama pembelajaran dan

pendidikan7. Terdapat beberapa penelitian yang membuktikan bahwa

masih kurangnya keterampilan abad 21 yang dimiliki oleh peserta didik.

Penelitian Živkovi (2016) rendahnya keterampilan berpikir tingkat tinggi -

kreativitas, inovasi, komunikasi, kolaborasi, pemikiran kritis, dan

pemecahan masalah pada peserta didik disebabkan karena pembelajaran

yang masih konvensional. Penelitian Turiman et al., (2012) kurang nya

keterampilan abad 21 peserta didik karena kurangnya penggunaan media

dalam pembelajaran sehingga pembelajaran monoton.

Berdasarkan PISA yang dilansir dari Organization for Economic

Co-Operation and Development (OECD), Indonesia berada pada peringkat

64 dari 65 negara (OECD 2012). Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian

besar siswa Indonesia masih memiliki kemampuan yang rendah jika

dilihat dari aspek kognitif (mengetahui, mengaplikasikan, mengasah) 8.

Selain itu, prestasi belajar siswa cenderung menurun pada semua aspek

kognitif sehingga kemampuan siswa perlu ditingkatkan, terutama aspek

7
Putu Verawati et al., “The Effect of Scientific Creativity in Inquiry Learning to Promote Critical
Thinking Ability of Prospective Teachers.,” International Journal of Emerging Technologies in
Learning 14, no. 14 (2019).
8
Kusuma Merta Dhewa et al., “The Development of Higher Order Thinking Skill (Hots)
Instrument Assessment in Physics Study,” IOSR Journal of Research & Method in Education
(IOSR-JRME) 7, no. 1 (2017): 26–32.
5
penalaran dengan mengajarkan siswa untuk mengembangkan cara berpikir

tingkat tinggi.

Berdasarkan hasil pengamatan penulis bahwa setiap peserta didik

yang belajar disekolah baik peserta didik laki-laki maupun peserta didik

perempuan mendapat kesempatan yang sama dalam mengikuti proses

belajar dengan bidang studi yang dipelajarinya, Baik dari segi metodenya,

materi, sarana dan prasarana dan lain-lain. Namun, terdapat perbedaan

rata-rata nilai peserta didik perempuan yang lebih tinggi daripada peserta

didik laki-laki.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Pendidik DP dan

peserta didik AY, DA dan MA secara online melalui Whatsapp. Pendidik

DP menyatakan bahwa menyatakan bahwa masih rendahnya

keterampilan abad 21 peserta didik. Hal ini disebabkan karna sistem

pembelajaran yang dilakukan masih menggunakan metode konvensional.

meskipun assesment yang digunakan masih berstandar LOTS namun

hasil evaluasi siswa masih tetap rendah. Menurut peserta didik AY, DA

dan MA pembelajaran fisika online membosankan dan sulit dipahami

karena pendidik hanya memberikan tugas dan materi yang disampaikan

kurang terstruktur karena pendidik memilih materi tanpa penjelasan jadi

kesannnya ada materi yang terlewat sehingga pembelajaran fisika terasa

membosankan, dan pembelajaran fisika online agak sulit dipahami

karena pendidik hanya memberikan tugas yang harus dikumpulkan dalam

batas waktu tertentu jadi kadang peserta didik merasa kewalahan. Selai

6
itu, soal-soal diberikan dalam bentuk foto yang berisi soal yang ditulis

tangan sehingga peserta didik tidak merasa tertarik.

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas menarik perhatian

penulis untuk mengeksperimenkan Assesment HOTS berbantuan aplikasi

Macromedia Flash terhadap keterampilan abad 21 peserta didik.

Terutama pada peserta didik di SMA NEGERI 2 SUTERA. Produk yang


9
akan penulis eksperimenkan sebelumnya telah di kembangkan oleh

yang mengembangkan Assesment HOTS dan menghasilkan produk yang

Valid (dari segi materi, media dan bahasa), praktis dan efektif. Peneliti

tertarik untuk menelusuri lebih lanjut faktor penyebab perbedaan capaian

keterampilan belajar peserta didik laki-laki dengan peserta didik

perempuan maka penulis mengambil judul: Penerapan Assesment High

Order Thingking Skill (HOTS) Berbantuan Aplikasi Macromedia

Flash Terhadap Keterampilan Abad 21 Ditinjau Dari Gender.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang , maka identifikasi masalah dalam penilitian

ini antara lain:

1. Guru memberikan soal LOTS kepada peserta didik.

2. Dari segi pengerjaan Soal fisika tentang HOTS siswa masih lemah

dalam menafsirkan maksud dari soal tersebut, hal ini disebabkan tingkat

pemahaman serta kreativitas siswa yang masih rendah.

9
Trisno Zal Afandi, “Pengembangan Assesment High Order Thinking Skill (HOTS) Berbantuan
Aplikasi Macromedia Flash Terhadap Keterampilan Abad 21 Peserta Didik,” 2020.
7
3. Peserta didik laki-laki dan perempuan masih kesulitan dalam penguasaan

materi terkait dengan Suhu, Kalor dan Sumber – sumber energi hal ini

disebabkan kesalahan membaca, kesalahan pemahaman, kesalahan

transformasi, kesalahan keterampilan proses, dan kesalahan penulisan

jawaban.

4. Proses pembelajaran Fisika pada siswa membutuhkan media dan

teknologi yang dapat menunjang pemahaman siswa laki-laki dan

perempuan dalam proses menjawab soal HOTS

5. Tingkat kebosanan siswa dalam menghadapi serta memahami Soal

HOTS masih rentan.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka

penelitian membatasi masalahnya pada poin 1 dan 2 dari identifikasi masalah

dengan menerapkan instrumen asesmen Higher Order Thinking Skill

(HOTS) dalam pembelajaran Fisika. Selain itu materi pelajaran dalam media

pembelajaran fisika yang dieksperimenkan dibatasi pada materi sumber –

sumber energi.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka masalah yang akn diteliti

adalah:

1. Bagaimana perencanaan assesment HOTS berbantuan Aplikasi

Macromedia Flash 8 terhadap keterampilan abad 21 peserta didik ditinjau

dari gender?
8
2. Bagaimana pelaksanaan assesment HOTS berbantuan Aplikasi

Macromedia Flash 8 terhadap keterampilan abad 21 peserta didik ditinjau

dari gender?

3. Bagaimana hasil evaluasi assesment HOTS berbantuan Aplikasi

Macromedia Flash 8 terhadap keterampilan abad 21 peserta didik ditinjau

dari gender?

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perencanaan assesment HOTS berbantuan Aplikasi

Macromedia Flash 8 terhadap keterampilan abad 21 peserta didik ditinjau

dari gender

2. Untuk mengetahui pelaksanaan assesment HOTS berbantuan Aplikasi

Macromedia Flash 8 terhadap keterampilan abad 21 peserta didik ditinjau

dari gender

3. Untuk mengetahui hasil evaluasi assesment HOTS berbantuan Aplikasi

Macromedia Flash 8 terhadap keterampilan abad 21 peserta didik ditinjau

dari gender

4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam dunia pendidikan baik

secara teoritis maupun secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

Bagi dunia pendidikan, dapat memberikan kontribusi dan pemahaman

terhadap peserta didik laki-laki dan perempuan terhadap keterampilan

9
abad 21 sebagai pembelajaran yang efektif , aktif dan sebagai bagian

referensi untuk penelitian.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peserta didik laki-laki dan perempuan, melalui pembelajaran

menggunakan media Macromedia Flash peserta didik perempuan

mempunyai minat belajar yang tinggi dibandingkan yang laki-laki

sehingga mampu meningkatkan pemahaman konsep .

b. Bagi pendidik, sebagai bahan alternatif dalam memilih model

pembelajaran yang efektif guna meningkatkan hasil belajar peserta

didik perempuan dalam pembelajaran selanjutnya.

c. Bagi sekolah, dengan meningkatkan hasil belajar peserta didik

perempuan dapat mempengaruhi tingkat kelulusan dan mutu

sekolah akan lebih baik.

d. Bagi penulis, menambah pengetahuan peneliti tentang penerapan

Asessmen HOTS berbantuan Macromedia Flash khususnya pada

pembelajaran fisika

5. Defenisi Operasional

1. Assemen (penilaian) dapat diartikan sebagai suatu proses pengumpulan

data dan informasi secara sistematis tentang suatu atribut, orang atau

objek, baik berupa data kualitatif maupun kuantitatif tentang

jumlah,keadaan kemampuan atau kemajuan suatu atribut objek atau orang

yang dinilai, tanpa merujuk pada keputusan nilai.

10
2. HOTS atau Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan kemampuan

menghubungkan, memanipulasi, dan mentransformasi pengetahuan serta

pengalaman yang sudah dimiliki untuk berpikir secara kritis dalam upaya

menentukan keputusan dan memecahkan masalah pada situasi baru.

3. Macromedia Flash adalah program grafis animasi digunakan untuk

melakukan desain animasi grafis yang dapat mengekspor ke berbagai

format ekstensi.Macro media Flash mampu menarik perhatian peserta

didik perempuan untuk proses belajar mengajar.

4. Keterampilan Abad 21 atau keterampilan yang terdiri dari beberapa

keterampilan diantarnya : 1. Keterampilan Berpikir Kritis, 2.Keterampilan

Berpikir Kreatif, 3. Keterampilan Kolaborasi, 4. Keterampilan

Komunikasi.

5. Gender merujuk pada karakteristik orang sebagai laki-laki dan

perempuan. Identitas gender melibatkan makna gender sendiri, termasuk

pengetahuan, pemahaman, dan penerimaan sebagai laki- laki atau

perempuan. Peran gender adalah seperangkan harapan yang menetapkan

bagaimana perempuan atau laki-laki harus berpikir, bertindak, dan

merasa. Gender typing mengacu pada akuisisi peran maskulin atau

feminin tradisional, misalnya agresi lebih mencirikan peran maskulin

tradisional, dan mengasuh lebih mencirikan peran feminin tradisional

11
BAB II

DESKRIPSI TEORI

A. Landasan Teori

1. Pembelajaran IPA

Berdasarkan hakikatnya (Chiappetta & Koballa, 2010), IPA dipandang

sebagai the body of knowledge (produk pengetahuan); (2) the way of

investigating (cara untuk menyelidiki); (3) the way of thinking (cara untuk

berpikir); dan (4) interaction of science, technology, and society (interaksi

dengan sains, teknologi dan lingkungan). Keempat aspek tersebut dikenal

sebagai hakikat IPA atau nature of science.

Pembelajaran IPA merupakan pelajaran yang mencari tahu tentang

alam semesta dan fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses

penemuan, dan memiliki sikap ilmiah, jika dikaji Secara umum IPA

meliputi tiga cabang ilmu dasar diantaranya biologi, fisika dan kimia.

Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik

untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek

pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya didalam kehidupan

sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian

pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi

12
dan memahami sehingga siswa dapat memahami alam sekitar secara

ilmiah10.

Dari pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa IPA

merupakan suatu proses kegiatan untuk mempelajari alam melalui kerja

ilmiah untuk menghasilkan pemahaman konsep-konsep, prinsip-prinsip,

hukum-hukum serta sikap ilmiah sehingga bermanfaat bagi kehidupan

sehari-hari11.

Fisika dalam perspektif islam

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu

tentang alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan

kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau

prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.

Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik

untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek

pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya didalam kehidupan

sehari-hari.

IPA merupakan salah satu ilmu yang mempelajari tentang gejala

alam semesta . Othman (2014, p. 122) menyatakan bahwa keseimbangan

alam akan terjadi jika memperhitungkan tiga aspek yaitu integrasi dan

hubungan yang seimbang antara manusia, alam, dan Tuhan.

10
FATWA SUCI KARUNIA, “PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS
MACROMEDIA FLASH 8 PELAJARAN IPA MATERI ENERGI LISTRIK KELAS VI DI SD,”
2017.
11
KARUNIA.
13
Sedangkan pendidikan IPA di Indonesia bertujuan agar siswa memiliki

keyakinan keteraturan alam CiptaanNya dan keagungan Tuhan Yang

Maha Esa.17 Menitipkan tujuan di atas pada pelajaran sains adalah

sungguh rasional dan tepat. Dalam pandangan Islam, ilmu pengetahuan

dan alam adalah berkesinambungan dengan agama dan Tuhan. Hubungan

ini menyiratkan aspek yang suci untuk mengejar pengetahuan ilmiah oleh

umat Islam, karena alam itu sendiri dilihat dalam al-Qur’an sebagai

kumpulan tanda-tanda menunjuk kepada Tuhan. Secara normatif, sejak

awal diwahyukannya al-Qur’an melalui surah al-Alaq 1-5, sudah

tergambar bahwa konstruksi pengetahuan dalam Islam dibangun di atas

nilai-nilai tauhid.

IPA terintegrasi nilai Islam memungkinkan bahan ajar IPA diintegrasi

dengan teori agama sehingga akan terbangun teori yang kuat, saling

melengkapi, dan mengkonfirmasi12.

Penelitian Jamilah dkk &Ismail (2014, p. 76) menunjukkan bahwa

integrasi nilai agama ke dalam kurikulum pembelajaran berkontribusi

menghasilkan manusia yang baik yang mengaplikasikan pengetahuan dan

keterampilan sesuai dengan Islam.

Nilai-nilai Islam suatu bahan ajar dalam IPA adalah kandungan nilai

yang dapat meningkatkan keyakinan terhadap Allah. Keteraturan,

keseimbangan, peristiwa sebab bat, dan lain sebagainya merupakan aspek

12
Susilowati Susilowati, “Pengembangan Bahan Ajar IPA Terintegrasi Nilai Islam Untuk
Meningkatkan Sikap Dan Prestasi Belajar IPA Siswa,” Jurnal Inovasi Pendidikan IPA 3, no. 1
(2017): 78–88.
14
yang dapat menumbuhkan kesadaran bahwa segala hal yang terjadi mesti

ada yang menciptakan dan mengaturnya13.

Sebagaimana Firman Allah Swt dalam Q.S Al-Ankabut ayat 61

berbunyi:

َ‫س َو ْٱلقَ َم َر لَيَقُولُ َّن ٱهَّلل ُ ۖ فَأَنَّ ٰى ي ُْؤفَ ُكون‬ َ ْ‫ت َوٱأْل َر‬
َ ‫ض َو َس َّخ َر ٱل َّش ْم‬ َ َ‫َولَئِن َسأ َ ْلتَهُم َّم ْن خَ ل‬
ِ ‫ق ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬

Artinya: dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka:

"Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan

matahari dan bulan?" tentu mereka akan menjawab: "Allah", Maka

betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).

Dari ayat diatas menjelaskan bahwa Sains atau IPA merupakan cara

tepat untuk mengenal Allah. Pengamatan ilmiah terhadap aspek-aspek

kehidupan dapat memperkenalkan manusia terhadap misteri penciptaan,

dan akhirnya mengarah pada pengenalan pengetahuan, kebijakan, dan

kekuasaan tanpa batas yang dimiliki Allah14.

Contonya dengan adanya air, udara, dan api itu semua merupakan

penciptaan dari Allah Swt. Kebutuhan air bermanfaat bagi semua makhluk

hidup memenuhi kebutuhannya seperti minum, dan mandi. Kebutuhan

udara bermanfaat bagi semua makhluk hidup ketika udah mengandung

oksigen yang bermanfaat untuk bernafas. Kebutuhan Api bagi manusia

untuk mnghangatkan tubuh dan dan dapat menerangi rumah. Itu semua

13
Ewita Cahaya Ramadanti, “INTEGRASI NILAI-NILAI ISLAM DALAM PEMBELAJARAN
IPA,” Jurnal Tawadhu 4, no. 1 (2020): 1053–62.
14
Ramadanti.
15
merupakan ciptakan dari Allah Swt tidak ada menandangi

penciptaanNya15.

Nilai-nilai Iman dan Taqwa dapat diajarkan kepada siswa antara lain

melalui pembelajaran biologi alat indera. Melalui pembelajaran ini siswa

dapat diberikan pemahaman bahwa alat indera merupakan anugerah dari

Allah Swt agar manusia bersyukur dengan cara menggunakannya untuk

mencari kebenaran dan keyakinan terhadap ayat-ayat Allah, baik ayat

kauliyah maupun ayat kauniyah16. Sebagaimana Firman Allah Swt dalam

Q.S As-Sajdah ayat 9 bunyinya sebagai berikut:

Artinya: Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan roh

(ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran,

penglihatan dan hati bagimu, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur.

Dari ayat diatas menjelaskan bahwa siswa iswa diajak untuk

menggunakan alat indera dalam rangka mencari keridoan Allah, tidak

menggunakannya untuk keburukan, karena semuanya akan dimintai

pertanggung jawaban oleh Allah17.

Contohnya mata untuk melihat hal-hal yang baik dan bermanfaat,

mulut untuk berbicara yang sopan tanpa menyakiti oranglain dan telinga

untuk mendengarkan hal-hal yang baik pula seperti mendengarkan asmaul

husna ketika sebelum pembelajaran dimulai, mendengarkan guru ketika

memberikan penjelasan pada saat pembelajaran di kelas atau diluar kelas.

Dan semua makhluk hidup mampu melihat berbagai macam keindahan


15
Ramadanti.
16
Ramadanti.
17
Ramadanti.
16
alam yang indah baik di darat maupun dilaut seperti gunung, pegunungan,

lautan. Dari semua itu, kita selalu mengingat bahwa yang demikian

merupakan ciptaan dari Allah Swt yang nantinya harus dijaga dan

dilestarikan oleh manusia. Penanaman sikap seperti ini harus ditanamkan

sejak dini baik Pendidikan dirumah maupun disekolahan18.

2. Evaluasi Pembelajaran

Secara etimologi "evaluasi" berasal dan bahasa Inggris yaitu

evaluation dari akar kata value yang berarti nilai atau harga.Nilai

dalam bahasa Arab disebut alqiamah atau al-taqdir’ yang bermakna

penilaian (evaluasi). Sedangkan secara harpiah, evaluasi pendidikan

dalam bahasa Arab sering disebut dengan al-taqdir altarbiyah yang

diartikan sebagai penilaian dalam bidang pendidikan atau penilaian

mengenai hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan. Secara

terminologi, beberapa ahli memberikan pendapat tentang pengertian

evaluasi diantaranya: Edwind dalam Ramayulis mengatakan bahwa

evaluasi mengandung pengertian suatu tindakan atau proses dalam

menentukan nilai sesuatu (Ramayulis, 2002).

Menurut Magdalena et al., (2020) Evaluasi adalah bagian dan

proses pembelajaran yang secara keseluruhan tidak dapat dipisahkan dari

kegiatan mengajar, melakukan evaluasi yang dilakukan dalam kegiatan

pendidikan memiliki berarti,karena evaluasi adalah alat ukur atau proses

untuk mengetahui tingkat pencapaian yang telah dicapai padamateri yang


18
Ramadanti.
17
disampaikan,sehingga dengan evaluasi tujuan dari pembelajaran akan

terlihat secara akurat dan meyakinkan. Evaluasi sebagai bagian dari

pembelajaran Program ini perlu dioptimalkan, karena tidak hanya

mengandalkan penilaian terhadap pembelajaran, tetapi juga

membutuhkan penilaian input, proses, dan Output.

Evaluasi dapat mendorong siswa untuk lebih giat belajar secara terus

menerus dan juga mendorong guru untuk lebih meningkatkan kualitas

proses pembelajaran serta mendorong sekolah untuk lebih

meningkatkan fasilitas dan kualitas belajar siswa. Sehubungan dengan

hal tersebut, optimalisasi sistem evaluasi memiliki dua makna, pertama

adalah sistem evaluasi yang memberikan informasi yang optimal.

Kedua adalah manfaat yang dicapai dari evaluasi. Manfaat yang

utama dari evaluasi adalah meningkatkan kulitas pembelajaran dan

selanjutnya akan terjadi peningkatan kualitas pendidikan19.

a. Fungsi Evaluasi

1) Evaluasi berfungsi selektif Dengan mengadakan evaluasi guru

dapat mengadakan seleksi pada siswanya dengan tujuan memilih

siswa yang dapat diterima disekolah tertentu, untuk memilih siswa

yang dapat naik ke kelas, untuk memilih siswa yang seharusnya

mendapat beasiswa, atau untuk memilih siswa yang sudah berhak

lulus20.

19
Ina Magdalena, Alvi Ridwanita, and Bunga Aulia, “Evaluasi Belajar Peserta Didik,” PANDAWA
2, no. 1 (2020): 117–27.
20
Ewita Cahaya Ramadanti, “INTEGRASI NILAI-NILAI ISLAM DALAM PEMBELAJARAN
IPA,” Jurnal Tawadhu 4, no. 1 (2020): 1053–62.
18
2) Evaluasi berfungsi diagnostik. Apabila alat yang digunkan dalam

evaluasi cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat

hasilnya, guru akan dapat mengetahui kelemahan siswa, dan sebab-

sebab kelemahan siswa. (Dimyati, 2006: 67).

3) Evaluasi berfungsi sebagai penempatan. Untuk dapat menetukan

dengan pasti dikelompok mana seorang siswa harus ditempatkan

maka digunkanlah suatu kegiatan evaluasi21.

4) Evaluasi berfungsi sebgai pengukuran keberhasilan. Fungsi ini

dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program

berhasil diterapkan.Keberahasilan program ditentukan oleh

beberapa faktor yaitu faktor guru, metode mengajar, kurikulum,

sarana, dan sistem kurikulum. (Nana. 1989: 17).

b. jenis-Jenis Evaluasi

1) Evaluasi Formatif Evaluasi Formatif

yaitu evaluasi yang dilaksanakan di tengah satuan

waktu pembelajaran setelah beberapa satuan materi

pembelajaran diselesaikan untuk mencari tahu sejauh mana

siswa dapat menguasai tujuan instruksional atau kompetensi

dasar yang telah ditetapkan. (Saifuddin, 2015: 159).

2) Evaluasi Sumatif

Evaluasi Sumatif yaitu evaluasi yang dilaksanakan pada

akhir semester setelah sejumlah materi pembelajaran

diselesaikan untuk menentukan hasil dan kemampuan belajar


21
Ramadanti.
19
siswa, termasuk urutan-urutan kemampuan siswa dalam

kelompoknya. (Saifuddin, 2015: 160).

c. Metode Evaluasi

1) Tipe Evaluasi tes

Tes adalah sebuah alat yang telah direncanakan berfungsi

sebagai alat pengukur kemampuan, kecakapan dan pengetahuan

anak. (Saifuddin, 2015: 158).

2) Tipe Evaluasi Non Tes

Teknik non tes adalah alat yang dilakukan tanpa melalui tes.

Tes ini digunakan untuk menilai karakteristik lain dari murid,

misalnya komitmen dalam ibadah murid. (Saifuddin, 2015:

159)

3. Instrumen tes

Instrumen adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur

suatu obyek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu variabel

berdasarkan persyaratan akademis. Instrumen tersebut dapat berupa

instrumen tes (soal) dan instrumen non tes. Dalam bidang pendidikan

instrumen digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa22.

Instrumen tes adalah cara yang dapat dipergunakan atau prosedur

yang yang perlu di tempuh dalam rangka pengukuran dan penilaian di

bidang pendidikan. Instrumen penilaian terdiri atas instrumen tes dan

22
Fitri Mar’atus Solekhah, “Pengembangan Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Pada Materi Hukum Newton Tentang Gerak,” 2018.
20
instrumen non tes. Instrumen tes ini dapat berupa pemberian soal kepada

siswa, sedangkan instrumen non tes dapat berupa wawancara. Tes

merupakan himpunan pertanyaan yang harus dijawab, ditanggapi, atau

tugas yang harus dilaksanakan oleh subjek yang akan dites. Penyusunan

prosedur pengembangan tes ini dimaksudkan agar didapatkan tes yang

sesuai dengan apa yang akan diukur, sehingga kompetensi atau

kemampuan yang diukur tercermin dalam hasil yang diperoleh. Untuk

menghasilkan suatu tes yang dapat mengukur hasil belajar peserta didik

dengan baik, maka dilakukan pengembangan tes sebagai alat evaluasi.

Penyusuan dan pengembangan tes dimaksudkan untuk memperoleh tes

yang valid, sehingga hasil ukurnya dapat mencerminkan secara tepat hasil

belajar atau prestasi belajar yang dicapai oleh maisng-masing peserta didik

setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar23.


24
Menurut langkah-langkah kontruksi tes dapat ditempuh sebagai berikut:

a. Menetapkan tujuan tes.

Untuk mengembangkan tes sebagai alat evaluasi, hal pertama yang

harus dilakukan adalah menetapkan tujuan tes. Setiap tes yang dibuat

harus memiliki tujuan yang jelas diantaranya tes untuk klasifikasi

kelompok, seleksi ataupun untuk mendiagnosis kesulitan hasil belajar

siswa dan lain sebagainya.

b. Analisis kurikulum.

23
Solekhah.
24
Puji Djaali Dan Muljono, “Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan,” Program Pascasarjana
Universitas Negara Jakarta: Jakarta, 2004.
21
Analisis kurikulum memiliki tujuan untuk menentukan setiap bobot

pokok bahasan yang akan dijadikan dasar dalam menentukan jumlah

butir soal untuk setiap pokok bahasan soal objektif atau bobot soal

yang berbentuk uraian, dalam membuat kisi-kisi tes.

c. Analisis buku pelajaran dan sumber materi belajar lainnya.

Analisis ini memiliki tujuan yang sama dengan analisis kurikulum,

yaitu menentukan bobot setiap pokok bahasan. Namun dalam sebuah

buku pelajaran yang dianalisisis menentukan bobot setiap pokok

bahasan sesuai jumlah halaman materi yang terdapat dalam buku

pelajaran atau sumber materi belajar lainnya.

d. Membuat kisi-kisi. Manfaat dalam membuat kisi-kisi adalah untuk

menjamin sampel soal yang baik, dalam arti mencakup semua pokok

bahasan secara proporsional. Agar butir-butir tes yang dibuat dapat

mencakup keseluruhan pokok bahasan atau sub pokok bahasansecara

proporsional, maka sebelum menulis butir-butir tes tersebut terlebih

dahulu dibuat kisi-kisi sebagai pedoman untuk memudahkan membuat

butir-butir tes.

e. Penulisan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Penulisan TIK harus

sesuai dnegan ketentuan yang telah ditetapkan. TIK harus

mencerminka tingkah laku peserta didik, oleh karena itu harus

dirumuskan secara operasional, dan secara teknis menggunakan kata-

kata operasional (KKO).

22
f. Penulisan soal. Setelah kisi-kis dalam bentuk tabel-tabel spesifikasi

telah tersedia, maka langkah selanjutnya adalah membuat butir-butir

soal. Hal hal yang harus diperhatikan dalam membuat butir-butir sola

adalah sebagai berikut:

1) Soal yang dibuat harus valid (validitas konstruk) dalam arti mampu

mengukur apa yang hendak diukur, yaitu tercapai atau tidaknya

tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

2) Soal yang dibuat harus dapat dikerjakan dnegan menggunakan satu

kemampuan spesifik, tanpa dipengaruhin oleh kemampuan lain

yang tidak relevan.

3) Soal yang dibuat harus terlebih dahulu dikerjakan atau diselesaikan

dengan langkah-langkah lengkap sebelum digunkaan pada tes yang

sesungguhnya.

4) Menetapkan sejak awal aspek kemampuan yang hendak diukur

untuk setiap soal yang hendak dibuat

5) Dalam membuat soal, menghindari sekecil apapun kesalahan

dalam pengetikan soal, karena hal tersebut akan mempengaruhi

validitas soal.

6) Memberikan petunjuk mengerjakan soal secara lengkap dan jelas

untuk setiap bentuk soal dalam suatu tes.

7) Telaah soal (face validity). Soal-soal yang dibuat masih mungkin

terjadi kekurangan atau kekeliruan yang menyangkut aspek

kemampuan spesifik. yang diukur, bahasa yang digunakan,

23
kesalahan dalam pengetikan dan lain sebagainya. Untuk itu,

sebelum diperbanyak, maka soal terlebih dahulu harus ditelaah

oleh ahli yang memahami materi tes maupun teknik penulisan soal

untuk meneliti validitas permukaan dari soal yang dibuat.

8) Reproduksi soal tes terbatas. Tes yang sudah jadi dan siap

untukdiujicobakan, selanjutnya diperbanyak sesuai dengan jumlah

kebutuhan, yakni menurut jumlah sampel yang akan diujicobakan

atau jumlah peserta yang akan mengerjakan tes tersebut dalam

suatu kegiatan uji-coba tes.

9) Uji coba tes. Tes yang sudah diperbanyak akan diuji cobakan pada

sejumlah sampel yang telah ditentukan. Sampel uji coba harus

mempunyai karakteristik yang kurang lebih sama dengan

karakteristik peserta tes yang sesungguhnya.

10) Analisis hasil uji coba. Berdasarkan data hasil uji coba yang

dilakukan di lapangan terkait analisis, terutama analisis butir soal

yang meliputi validitas butir, tingkat kesukaran, dan fungsi

pengecoh. Berdasarkan validitas butir, soal tersebut diadakan

seleksi dengan menggunakan kriteria validitas tertentu.

11) Revisi soal. Soal-soal yang valid berdasarkan kriteria validitas

empirik dikonfirmasikan dengan kisi-kisi. Apabila soal-soal yang

dibuat sudah memenuhi syarat dan telah mewakili semua materi

yang akan diujikan kepada peserta tes, soal-soal tersebut

selanjutnya dirakit menjadi sebuah tes, tetapi apabila soal-soal

24
yang valid belum memenuhi syarat berdasarkan hasil konfirmasi

dari kisi-kisi soal, maka dapat dilakukan perbaikan terhadap soal

yang diperlukan.

12) Merakit soal menjadi tes. Urutan soal dalam suatu tes dilakukan

menurut tingkat kesukaran soal, yaitu dari soal yang mudah hingga

soal yang sulit.

Dalam bidang pendidikan instrumen digunakan untuk mengukur

prestasi belajar siswa. Evaluasi merupakan rangkaian kegiatan yang

dirancang untuk mengukur efektivitas sistem pembelajaran secara

keseluruhan dan salah satu rangkaian kegiatan di dalam evaluasi

adalah penilaian atau assessment 25.

Penilaian dilakukan untuk mengukur atau mengetahui

karakteristik suatu variabel tertentu. Penilaian pembelajaran perlu

dilakukan berbagai cara dan berkesinambungan26.

Untuk mengetahui hasil belajar peserta didik baik atau buruk,

berhasil atau gagal dalam suatu pembelajaran, maka data yang

diperoleh harus benar-benar dapat dipercaya / akurat agar ketetapan

yang di ambil tidak salah. Jika salah mengambil data, maka hasil

penilaiannya akan salah dan akibatnya salah pula keputusannya. Oleh

karena itu diperlukan adanya evaluasi melalui tes maupun non tes

sehingga dengan evaluasi tersebut dapat digunakan untuk mengukur

25
Gaguk Margono Sudaryono and Wardani Rahayu, “Pengembangan Instrumen Penelitian
Pendidikan,” Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013.
26
Akhmad Sudrajat, “Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, Dan Model
Pembelajaran,” Online)(Http://Smacepiring. Wordpress. Com), 2008.
25
kemampuan siswa secara menyeluruh sesuai dengan aspek yang

diinginkan baik itu pada aspek pengetahuan (kognitif), aspek

keterampilan (psikomotor), serta aspek tingkah laku dan sikapnya

(afektif). Untuk melakukan penilaian dari sesuatu yang hendak dinilai,

maka perlu dilakukan suatu proses pengukuran. Dalam melakukan

pengukuran diperlukan suatu instrumen sebagai alat yang digunakan

untuk mengukur27.

Ada empat cara dalam menilai instrumen (alat ukur) yaitu: (1)

meneliti secara jujur soal-soal yang sudah di susun, kadang-kadang

dapat diperoleh jawaban tentang ketidakjelasan perintah atau bahasa,

taraf kesukaran, dan lain-lain keadaan soal tersebut, (2) dengan

mengadakan analisis soal (item analysis). Analisis soal adalah suatu

prosedur yang sistematis yang akan memberikan informasi-informasi

yang sangat khusus terhadap butir tes yang kita susun, sehingga

informasi yang dihasilkan dapat kita pergunakan untuk memperbaiki

butir – butir tes (3) mengadakan uji validitas, (4) dengan mengadakan

uji reliabilitas 28.

Sudijono (2011) menyatakan bahwa karakteristik tes yang baik

mencakup (1)validitas berarti tes benar-benar mengukur apa yang

ingin diukur. Terdapat dua validitas yaitu validitas logis (validitas

yang dianalisa secara pemahaman logis apakah tes tersebut valid

27
Solekhah, “Pengembangan Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Pada Materi
Hukum Newton Tentang Gerak.”
28
Hadian Tanudjaja, “DAFTAR PUSTAKA. Arikunto, Suharsimi Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta,” n.d.
26
berdasarkan teori-teori dari para ahli), dan validitas empiris (validitas

yang dianalisa berdasarkan data-data empiris), (2) reliabilitas berarti

konsistensi dari hasil tes sehingga dapat dipercaya sebagai alat ukur,

(3) objektivitas berarti konsistensi dalam sistem penyekoran sehingga

hasil tes benar-benar menunjukkan kemampuan peserta tes dengan apa

adanya, (4) praktikabilitas berarti tes mudah dilaksanakan, mudah

diperiksa, dan dilengkapi dengan petunjuk yang jelas, dan (5)

ekonomis menunjukkan bahwa tes tidak memerlukan biaya yang

mahal, waktu yang lama dan tenaga yang banyak.


29
Selanjutya, mengatakan bahwa suatu instrumen dikatakanbaik

bila valid dan reliabel. Valididitas dibagi menjadi tiga, yaitu 1)

validitas isi, yang mempermasalahkan sejauh mana suatu tes

mengukur tingkat permasalahan terhadap isi atau materi yang

dikuasai; 2) validitas konstruk, mengetahui sejauh mana soal hendak

mengukur dengan definisi konseptual yang telah ditetapkan; dan 3)

validitas empiris, validitas ditentukan berdasarkan kriteria, baik

kriteria internal maupun eksternal.


30
juga memaparkan bahwa ada empat persaratan instrumen yang

baik, yaitu sebagai berikut: (1) Valid atau sahih, yaitu tepat digunakan

untuk menilai; (2) Reliabel atau dapat dipercaya, yaitu data yang

dikumpulkan benar atau tidak palsu; (3) Praktibel yaitu instrumen

tersebut mudah digunakan; (4) Ekonomis yaitu tidak boros dalam


29
Zulkifli Matondang, “Validitas Dan Reliabilitas Suatu Instrumen Penelitian,” Jurnal Tabularasa
6, no. 1 (2009): 87–97.
30
Suharsimi Arikunto, “S. 2009,” Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, n.d.
27
mewujudkan dan menggunakan sesuatu di dalam penyusunan, tidak

membuang waktu, uang, dan tenaga.

Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa soal tes dapat

dikatakan baik apabila soal tes tersebut memiliki minimal dua kriteria

yaitu valid dan reliabel sehingga hasilnya dapat

dipertanggungjawabkan31.

4. Higher Order Thinking Skills (HOTS)

Perkembangan ilmu pendidikan di Indonesia saat ini sudah

mengarah pada kemampuan berpikir tingkat tinggi atau sering disebut

sebagai High Order Thinking Skill (HOTS). Standar pendidikan di

Indonesia semakin lama akan semakin meningkat. Peningkatan tersebut

dipengaruhi oleh perkembangan pola pikir global yang Indonesia

menjadi berorientasi kepada berpikir tingkat tinggi 32i.

Perkembangan 21 st Century menuntut setiap orang memiliki

keterampilan untuk membekali diri dalam menghadapi perkembangan di

era globalisasi dan disrupsi inovasi (Lin, Li, & Wu, 2018; Sing & Kong,

2017).

Keterampilan berpikir merupakan gabungan dua kata yang memiliki

makna berbeda, yaitu berpikir (thinking) dan keterampilan (skills).

Berpikir merupakan proses kognitif, yaitu mengetahui, mengingat, dan

31
Solekhah, “Pengembangan Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Pada Materi
Hukum Newton Tentang Gerak.”
32
Mochammad Maulana Trianggono, “Analisis Kausalitas Pemahaman Konsep Dengan
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Pada Pemecahan Masalah Fisika,” Jurnal Pendidikan Fisika
Dan Keilmuan (JPFK) 3, no. 1 (2017): 1–12.
28
mempersepsikan, sedangkan arti dari keterampilan, yaitu tindakan dari

mengumpulkan dan menye-leksi informasi, menganalisis, menarik

kesim-pulan, gagasan, pemecahan persoalan, mengevaluasi pilihan,

membuat keputusan dan merefleksikan33.

Higher Order Thinking Skill (HOTS) atau kemampuan berpikir


34
tingkat tinggi dijelaskan oleh adalah proses berpikir yang

mengharuskan siswa untuk memanipulasi informasi yang ada dan ide-

ide dengan cara tertentu yang memberikan mereka pengertian dan

implikasi baru. Misalnya, ketika siswa menggabungkan fakta dan ide

dalam proses mensintesis, melakukan generalisasi, menjelaskan,

melakukan hipotesis dan analisis, hingga siswa sampai pada suatu

kesimpulan.

Rosnawati, ( 2009) menjelaskan kemampuan berpikir tingkat tinggi

dapat terjadi ketika seseorang mengaitkan informasi yang baru diterima

dengan informasi yang sudah tersimpan di dalam ingatannya, kemudian

menghubunghubungkannya dan/atau menata ulang serta

mengembangkan informasi tersebut sehingga tercapai suatu tujuan

ataupun suatu penyelesaian dari suatu keadaan yang sulit dipecahkan

King et al.,( 2013) mengkategorikan HOTS sebagai berikut: (1)

berpikir kritis dan berpikir logis, (2) berpikir reflektif, (3) berpikir

metakognitif, dan (4) berpikir kreatif. Cara mengevalusi HOTS

33
Valerie Wilson, Education Forum on Teaching Thinking Skills: Report (Scottish Executive,
2000).
34
Adi W Gunawan, “Genius Learning Strategy, Petunjuk Praktis Untuk Menerapkan Accelerated
Learning, Jakarta: PT,” Gramedia Pustaka Utama, 2003.
29
peserta didik dapat ditempuh dengan cara mengukur melalui beberapa

cara, yaitu (1) memilih ( mult iple - choice , matching , danrank -

order items ), (2) menggeneralisasi (jawaban singkat, esai), dan (3)

memberi alasan.

Bagarukayo et al., (2012) mendefinisikan HOTS meliputi: (1)

membuat keputusan, (2) menyelesaikan masalah, (3) berpikir kritis,

(4) menganalisis, (5) mensintesis, serta (6) menginterpretasi.

Zohar & Dori, (2003) mengkategorikan HOTS menjadi: (1)

berargumen konstruktif, (2) mengajukan pertanyaan ilmiah, (3)

membuat perbandingan, (4) memecahkan masalah rumit

nonalgoritma, (5) menggolongkan perbedaan pendapat, dan (6)

mengidentifikasi asumsi yang tersirat.

Sedangkan Widana, ( 2017)menjelaskan bahwa soal-soal HOTS

merupakan instrumen pengukuran yang digunakan untuk mengukur

kemampuan berpikir tingkat tinggi, yaitu kemampuan berpikir yang

tidak sekadar mengingat ( recall ), menyatakan kembali ( restate ),

atau merujuk tanpa melakukan pengolahan ( recite ). Soal-soal HOTS

pada konteks asesmen mengukur kemampuan: 1) transfer satu konsep

ke konsep lainnya, 2) memproses dan menerapkan informasi, 3)

mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda, 4)

menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah, dan 5)

menelaah ide dan informasi secara kritis. Meskipun demikian, soal-

30
soal yang berbasis HOTS tidak berarti soal yang lebih sulit daripada

soal recall .

hasil penelitian tentang penyelesaian soal HOTs

menyimpulkan bahwa siswa yang berkemampuan tinggi hampir dapat

memenuhi semua indikator dalam mengkreasi (create) pada

generating, planning dan producing. Sedangkan siswa yang

berkemampuan rendah tidak memenuhi indikator dalam mengkreasi

(create) soal atau problemsesuai dengan perintah yang diberikan. Hal

ini berarti bahwa siswa masih banyak menyelesaikan soal –soal

dengan level kemampuan C1,C2 dan C3. Salah satu penerapan untuk

menumbuhkan kemampuan berpikir tinggi adalah melakukan tes.

Soal-soal yang digunakan berisi item pertanyaan yang menguji siswa

dalam berpikir kritis dan penalaran tingkat tinggi. Dengan berpikir

logis dan rasional diperlukan dalam pembelajaran khususnya untuk

menjawab pertanyaan yang menggunakan pemahaman, pengetahuan

dan ketrampilan agar dapat menciptakan situasi yang baru35.

Khan & Inamullah, (2011) menyatakan bahwa keterampilan

berpikir di dalam taksonomi Bloom terbagi menjadi dua, yaitu (1)

keterampilan berpikir tingkat rendah, dan (2) keterampilan berpikir

tingkat tinggi. Keterampilan berpikir dari taksonomi Bloom direvisi

oleh Anderson dan dipublikasikan Tahun 2001.

35
Nusrotus Sa’idah, Hayu Dian Yulistianti, and Eka Megawati, “Analisis Instrumen Tes Higher
Order Thinking Matematika SMP,” Jurnal Pendidikan Matematika 13, no. 1 (2019): 41–54.
31
Dimensi proses berpikir dalam Taksonomi Bloom

sebagaimana yang telah disempurnakan oleh Anderson & Bloom,

(2001), terdiri atas kemampuan: mengetahui ( knowing C1),

memahami ( unde rstanding -C2), menerapkan ( aplying -C3),

menganalisis ( analyzing -C4), mengevaluasi ( evaluating -C5), dan

mengkreasi ( creating -C6). Soalsoal HOTS pada umumnya mengukur

kemampuan pada ranah menganalisis ( analyzing -C4), mengevaluasi

( evaluating -C5), dan mengkreasi ( creating -C6).

Keterampilan berpikir tingkat tinggi, termasuk kemampuan

untuk memecahkan masalah ( problem solving ), keterampilan

berpikir kritis ( critical thinking ), berpikir kreatif ( creative thinking ),

kemampuan berargumen ( reasoning ), dan kemampuan mengambil

keputusan ( decision making ). Dalam taksonomi Bloom

membutuhkan kemampuan untuk menganalisis (C4), mengevaluasi

(C5), dan membuat (C6).

Sedangkan The Australian Council for Educational Research


36
menyatakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan

proses: menganalisis, merefleksi, memberikan argumen (alasan),

menerapkan konsep pada situasi berbeda, menyusun, menciptakan.

Kreativitas menyelesaikan permasalahan dalam HOTS , terdiriatas: (a)

kemampuan menyelesaikan permasalahan yang tidak familiar; (b)

kemampuan mengevaluasi strategi yang digunakan untuk

menyelesaikan masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda;


36
ACER Further, “Australian Council for Educational Research,” n.d.
32
dan (c) menemukan model-model penyelesaian baru yang berbeda

dengan cara-cara sebelumnya.

5. Keterampilan Abad-21

a. Keterampilan Berpikir Kritis

Berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan berpikir

tingkat tinggi yang memungkinkan seseorang untuk mengambil

keputusan dan melakukan tindakan yang tepat (Ennis, 2013).

Berpikir kritis membantu siswa menjadi mandiri dan mahir dalam

pemecahan masalah 37.

Keterampilan berpikir kritis sangat penting dan bermanfaat

bagi setiap individu, terutama dalam bidang pendidikan. Salah satu


38
tujuan akhir pendidikan adalah menghasilkan pemikir kritis yang

dapat bekerja secara efektif di masyarakat (Peter, 2012).

Oleh karena itu, keterampilan berpikir kritis tidak hanya

dibutuhkan di sekolah tetapi juga di tempat kerja di masa yang

akan datang karena keterampilan tersebut dapat meningkatkan

kinerja akademik dan kesuksesan seseorang dalam hidup 39.

Keterampilan berpikir kritis merupakan keterampilan

kompleks yang memungkinkan seseorang memperoleh informasi,


37
Siti Zubaidah, Aloysius Duran Corebima, and Susriyati Mahanal, “Revealing the Relationship
between Reading Interest and Critical Thinking Skills through Remap GI and Remap Jigsaw.,”
International Journal of Instruction 11, no. 2 (2018): 41–56.
38
Hussain Ali Alkharusi, Humaira Al Sulaimani, and Otherine Neisler, “Predicting Critical
Thinking Ability of Sultan Qaboos University Students.,” International Journal of Instruction 12,
no. 2 (2019): 491–504.
39
Ni Wayan Suarniati, Nur Hidayah, and D Handarini, “The Development of Learning Tools to
Improve Students’ Critical Thinking Skills in Vocational High School,” vol. 175, 2018, 1–7.
33
40
mengumpulkan data, dan mengevaluasi temuan secara efektif
41
untuk menghasilkan kesimpulan yang memuaskan .

Pengembangan keterampilan berpikir kritis dapat menghasilkan

peningkatan kualitas berpikir yaitu melibatkan penalaran dan


42
logika dalam menyelesaikan masalah . Keterampilan berpikir

kritis sangat penting bagi mahasiswa untuk bekerja dengan baik di

sekolah dan di lapangan kerja 43.

Menurut beberapa ahli, pemikir kritis biasanya memiliki

kemampuan untuk menafsirkan, menganalisis, mengevaluasi

masalah dengan menggunakan bukti, konsep, metodologi, dan

kriteria yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mengambil

keputusan 44.

Selain itu, berpikir kritis berarti terlibat dalam proses

mental penerapan konsep, analisis, sintesis, evaluasi hasil, dan

refleksi 45. Penelitian menunjukkan bahwa lingkungan kelas yang

memfasilitasi aktivitas berpikir dapat mengembangkan

40
Robert H Ennis, “The Nature of Critical Thinking: An Outline of Critical Thinking Dispositions
and Abilities,” University of Illinois 2, no. 4 (2011).
41
Ebiendele Ebosele Peter, “Critical Thinking: Essence for Teaching Mathematics and
Mathematics Problem Solving Skills,” African Journal of Mathematics and Computer Science
Research 5, no. 3 (2012): 39–43.
42
Siti Zubaidah, Aloysius Duran Corebima, and Susriyati Mahanal, “Revealing the Relationship
between Reading Interest and Critical Thinking Skills through Remap GI and Remap Jigsaw.,”
International Journal of Instruction 11, no. 2 (2018): 41–56.
43
Arthur L Costa and Bena Kallick, Dispositions: Reframing Teaching and Learning (Corwin
Press, 2013).
44
Michael S Carriger, “Problem-Based Learning and Management Development–Empirical and
Theoretical Considerations,” The International Journal of Management Education 13, no. 3
(2015): 249–59.
45
Hussain Ali Alkharusi, Humaira Al Sulaimani, and Otherine Neisler, “Predicting Critical
Thinking Ability of Sultan Qaboos University Students.,” International Journal of Instruction 12,
no. 2 (2019): 491–504.
34
keterampilan berpikir siswa (Vieira & Vieira, 2016)46. Siswa yang

belajar melalui masalah kontekstual dapat meningkatkan kinerja

berpikir kritisnya.

Sifat-sifat berpikir kritis terkait dengan kemampuan kreatif

selama pencarian masalah dan pemecahan masalah . Kemampuan

menemukan masalah secara kreatif didefinisikan sebagai sejenis

sifat atau kemampuan intelektual yang ditunjukkan dalam proses

memproduksi dan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan yang

baru ditemukan dengan cara yang unik, baru dan berguna dan

bertujuan, menggunakan konteks dan pengalaman yang ada. Ini

diwujudkan tidak hanya dalam kuantitas, tetapi juga dalam diversi

fi kasi (jenis) dan dalam orisinalitas masalah yang ditemukan .

menggunakan konteks dan pengalaman yang ada. Ini diwujudkan

tidak hanya dalam kuantitas, tetapi juga dalam diversi fi kasi (jenis)

dan dalam orisinalitas masalah yang ditemukan . menggunakan

konteks dan pengalaman yang ada. Ini diwujudkan tidak hanya

dalam kuantitas, tetapi juga dalam diversi fi kasi (jenis) dan dalam

orisinalitas masalah yang ditemukan47 .


48
Hal ini sejalan dengan pendapat yang menyatakan bahwa

pemikir kritis mampu menganalisis dan mengevaluasi informasi,


46
Rui Marques Vieira and Celina Tenreiro-Vieira, “Fostering Scientific Literacy and Critical
Thinking in Elementary Science Education,” International Journal of Science and Mathematics
Education 14, no. 4 (2016): 659–80.
47
Lilis Nuryanti, Siti Zubaidah, and Markus Diantoro, “Analisis Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa SMP,” Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan Pengembangan 3, no. 2 (2018): 155–58.
48
Robert Duron, Barbara Limbach, and Wendy Waugh, “Critical Thinking Framework for Any
Discipline,” International Journal of Teaching and Learning in Higher Education 17, no. 2
(2006): 160–66.
35
memunculkan pertanyaan dan masalah yang vital, menyusun

pertanyaan dan masalah tersebut dengan jelas, mengumpulkan dan

menilai informasi yang relevan menggunakan ide-ide abstrak,

berpikiran terbuka, sertamengomunikasikannya dengan efektif

Mengajarkan siswa untuk berpikir kritis merupakan salah satu

tujuan utama pendidikan 49.

Sebagai pendidik, seorang guru harus mampu menciptakan

pembelajaran yang mampu melatih kemampuan berpikir kritis

siswa untuk menemukan informasi belajar secara mandiri dan aktif

menciptakan struktur kognitif pada siswa 50.

Upaya untuk pembentukan kemampuan berpikir kritis

siswa yang optimal mensyaratkan adanya kelas yang interaktif,

siswa dipandang sebagai pemikir bukan seorang yang diajar, dan

guru berperan sebagai mediator, fasilitator, dan motivator yang

membantu siswa dalam belajar bukan mengajar. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan berpikir kritis

siswa. Hal ini penting dilakukan sebagai masukan bagi guru agar

dapat merancang pembelajaran yang tepat dan meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa51.

b. Keterampilan Berpikir Kreatif

49
Esmaeil Kazempour, “The Effects of Inquiry-Based Teaching on Critical Thinking of Students,”
Journal of Social Issues & Humanities 1, no. 3 (2013): 23–27.
50
S Patonah, “Elemen Bernalar Tujuan Pada Pembelajaran IPA Melalui Pendekatan Metakognitif
Siswa SMP,” Jurnal Pendidikan IPA Indonesia 3, no. 2 (2014).
51
Nuryanti, Zubaidah, and Diantoro, “Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP.”
36
Berpikir kreatif adalah kelancaran, keluwesan, keaslian

(originalitas), dan merinci (elaborasi) . berpikir kreatif merupakan

salah satu keterampilan berpikir yang memfasilitasi pembelajaran

individu dengan merealisasikan imajinasinya, memberikan

kesempatan baginya untuk berpikir. 52.

Kemampuan berpikir kreatif memiliki karakteristik

divergen. Karakteristik divergen yang dimaksud adalah

kemampuan berpikir secara terbuka53. Johnson (2010) menjelaskan

bahwa berpikir kreatif adalah sebuah kebiasaan dari pikiran yang

dilatih dengan memperhatikan intuisi, menghidupkan imajinasi,

mengungkapkan kemungkinankemungkinan baru, membuka sudut

pandang yang menakjubkan, dan membangkitkan ideide yang tidak

terduga.
54
Pendapat lain diungkapkan oleh , yang menjelaskan

bahwa berpikir kreatif adalah salah satu jenis berpikir yang

mengarah pada pemerolehan wawasan baru, pendekatan baru,

perspektif baru, atau cara baru dalam memahami sesuatu.

Berdasarkan deskripsi tersebut dapat dikatakan bahwa kemampuan

berpikir kreatif adalah kemampuan seseorang dalam berpikir

dengan sudut pandang yang berbeda-beda dan menghidupkan

52
Arie Wahyuni and Prihadi Kurniawan, “Hubungan Kemampuan Berpikir Kreatif Terhadap Hasil
Belajar Mahasiswa,” Matematika 17, no. 2 (2018).
53
Trianggono, “Analisis Kausalitas Pemahaman Konsep Dengan Kemampuan Berpikir Kreatif
Siswa Pada Pemecahan Masalah Fisika.”
54
Debra McGregor, Developing Thinking; Developing Learning (McGraw-Hill Education (UK),
2007).
37
imajinasinya untuk menghasilkan ide-ide baru yang digunakan

untuk menyelesaikan suatu permasalahan.

Menurut Pada taksonomi Bloom yang telah direvisi

diberikan tujuh indikator pemahaman konsep, meliputi;

Interpreting, Exemplifying, Classifying, Summarizing, Inferring,

Comparing, Explaining. Indikator pemahaman konsep tersebut

nantinya akan dikaji keterkaitannya dengan kemampuan berpikir

kreatif55.

Selanjutnya, Kemampuan berpikir kreatif merupakan suatu

tuntutan untuk bisa meciptakan suatu ide atau alternatif solusi

sebagai upaya dalam menyelesaikan masalah yang terjadi dalam

kehidupan sehari-hari56.

Menurut Gilferd dan Torrance (dalam Santoso, 2012: 454)

terdapat empat karakteristik berpikir kreatif, yakni: (1) originality

(orisinalitas, menyusun sesuatu yang baru); (2) fluency

(kelancaran, menurunkan banyak ide); (3) flexibility (fleksibilitas,

mengubah perspektif dengan mudah); dan (4) elaboration

(elaborasi, mengembangkan ide lain dari suatu ide)57 Dari

pendapatpendapat di atas dapat disimpulkan kemampuan berpikir

kreatif merupakan kemampuan yang memberikan ide-ide baru

dengan cara berpikir dan merealisasikan imajinasinya serta

55
Trianggono, “Analisis Kausalitas Pemahaman Konsep Dengan Kemampuan Berpikir Kreatif
Siswa Pada Pemecahan Masalah Fisika.”
56
Rahma Faelasofi, “Identifikasi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Pokok Bahasan
Peluang,” JURNAL E-DuMath 3, no. 2 (2017).
57
Faelasofi.
38
memberikan kesempatan bagi mahasiswa sesuai dengan

kelancaran, keluwesan, keaslian/originalitas dan merinci/elaborasi.

Menurut Wahyuni & Kurniawan, (2018)Perilaku

Kemampuan Berpikir Kreatif sebagai berikut:

Indikator Perilaku
Kelancaran Kemampuan menghasilkan banyak gagasan
Kerincian Kemampuan merinci detail, kemampuan

memiliki gagasan yang luas


Fleksibilitas Kemampuan memberikan arah pemikiran yang

berbeda
Orisinalitas Kemampuan memberikan arah pemikiran yang

berbeda

Menurut Mahmudi ( 2010)pentingnya kemampuan berpikir

kreatif karena salah satu kemampuan dalam dunia kerja.

c. Keterampilan Kolaborasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kolaborasi

adalah kerjasama, bekerjasama dengan orang lain secara efektif

sesuai dengan tanggung jawab dan kemampuan individu.Istilah

kolaborasi seringkali disepadankan dengan istilah kerjasama.

Kolaborasi dapat melatih peserta didik untuk bekerja sama dalam

kelompok, mengkonstruksi pengetahuan, berpartisipasi untuk

membuat keputusan, mencari kesimpulan yang tepat untuk

memecahkan masalah,dan meningkatakan kontrol dalam proses

pembelajaran.58
58
Adelina Sporea, Dan Sporea, and V Pais, “A Collaborative Platform for Science Teaching at
Elementary and Middle School Level,” International Journal of Elementary Education 4, no. 1
39
Kolaborasi merupakan jenis interaksi sosial dan proses

belajar yang spesifik dimana anggota kelompok dapat secara aktif

dan konstruktif dalam menyelesaikan permasalahan 59.

Keterampilan kolaborasi mahasiswa dapat diketahui dengan cara

memberikan berbagai tugas yang memasukkan unsur seperti

proses menetapkan tujuan, membuat rencana, menghasilkan dan

memilih strategi, mencoba solusi, merevisi rencana, dan

sebagainya60.

National Research Council Washington, DC (2013)

menegaskan bahwa selain keterampilan komunikasi, siswa

(mahasiswa) juga perlu diajarkan berkolaborasi dengan orang lain

yang berbeda dalam latar budaya dan nilai yang dianutnya. Dalam

menggali informasi dan membangun makna, siswa perlu didorong

untuk bisa berkolaborasi dengan teman–teman di kelasnya. Dalam

mengerjakan proyek, mahasiswa perlu dibelajarkan menghargai

kekuatan dan talenta setiap orang serta mengambil peran dan

menyesuaikan diri secara tepat61.

Berkolaborasi dengan orang lain meliputi (1) mampu bekerja

secara efektif dan menghargai anggota tim yang berbeda, (2)

menunjukkan fleksibilitas dan keinginan untuk menjadi orang

(2015): 1–7.
59
Dabae Lee, Yeol Huh, and Charles M Reigeluth, “Collaboration, Intragroup Conflict, and Social
Skills in Project-Based Learning,” Instructional Science 43, no. 5 (2015): 561–90.
60
Sitti Saenab, Sitti Rahma Yunus, and Husain Husain, “Pengaruh Penggunaan Model Project
Based Learning Terhadap Keterampilan Kolaborasi Mahasiswa Pendidikan IPA,” BIOSEL
(Biology Science and Education): Jurnal Penelitian Science Dan Pendidikan 8, no. 1 (2019): 29–
41.
61
Saenab, Yunus, and Husain.
40
yang berguna dalam melakukan kompromi untuk mencapai tujuan

umum, dan (3) memikul tanggung jawab dalam pekerjaan

kolaboratif dan menghargai kontribusi dari setiap anggota tim62

d. Keterampilan Komunikasi

Komunikasi merupakan proses transmisi informasi, gagasan,

emosi, serta keterampilan dengan menggunakan simbol-simbol,

kata-kata, gambar, grafis, angka dan sebagainya 63.

Secara umum komunikasi adalah proses pertukaran informasi

yang bertujuan untuk mencapai pemahaman yang sama.

Komunikasi merupakan bagian penting dari proses pembelajaran,

implikasinya dapat berupa partisipas imengangkat tangan,

menanggapi pertanyaan, atau mengajukan pertanyaan 64.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bila

komunikasi adalah proses penyampaian informasi komunikatif

adalah sikap yang berhubungan dengan proses tersebut. Tidak

semata hanya sebagai pengirim informasi, namun juga sikap dan

perilaku sebagai penerima informasi. Komunikatif adalah

keadaan saling dapat berhubungan (mudah dihubungi), dan juga

mudah dipahami (dimengertiOrang yang komunikatif adalah

orang yang mampu berbahasa sedemikian rupa sehingga pesan

62
I Wayan Redhana, “Mengembangkan Keterampilan Abad Ke-21 Dalam Pembelajaran Kimia,”
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia 13, no. 1 (2019).
63
Nicholas M Ponzio et al., “Learning Science Communication Skills Using Improvisation, Video
Recordings, and Practice, Practice, Practice,” Journal of Microbiology & Biology Education 19,
no. 1 (2018).
64
Christopher Emdin, “Dimensions of Communication in Urban Science Education: Interactions
and Transactions,” Science Education 95, no. 1 (2011): 1–20.
41
yang disampaikannya dapat diterima dengan baik, juga mudah

dihubungi (dengan arti memberi respon saat dihubungi). Kalimat

komunikatif adalah kalimat dimana maksud yang disampaikan

oleh pembicara secara tepat dapat di terima oleh pendengarnya.

Hal penting yang perlu dikembangkan dalam meningkatkan

kemampuan memproses dan menghasilkan pengetahuan dalam

pembelajaran fisika adalah keterampilan peserta didik dalam

berkomunikasi. Komunikasi dapat disampaikan dalam berbagai

penyampaian dan bentuk 65.

Selain itu komunikasi juga berfungsi sebagai kegiatan

individu dan kelompok dalam tukar menukar data, fakta dan ide-

ide yang di tuangkan dalam berbagai bentuk. Komunikasi tidak

hanya di sampaikan melalui bahasa, namun juga dapat

disampaikan dalam bentuk simbol, gambar, lambang dan

sebagainya 66.

Kemampuan komunikasi yang baik merupakan keterampilan

yang sangat berharga di dunia kerja dan kehidupan sehari-hari.

Kemampuan komunikasi mencakup keterampilan dalam

menyampaikan pemikiran dengan jelas dan persuasif secara oral

maupun tertulis, kemampuan menyampaikan opini dengan kalimat

65
Umi Kulsum and Sunyoto Eko Nugroho, “Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Problem
Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Komunikasi Ilmiah Siswa
Pada Mata Pelajaran Fisika,” UPEJ Unnes Physics Education Journal 3, no. 2 (2014).
66
Julie Torruellas Garcia, “Communicating Discovery-Based Research Results to the News: A
Real-World Lesson in Science Communication for Undergraduate Students,” Journal of
Microbiology & Biology Education 19, no. 1 (2018).
42
yang jelas, menyampaikan perintah dengan jelas, dan dapat

memotivasi orang lain melalui kemampuan berbicara67.

Berdasarkan beberapa pendapat disimpulkan bahwa

keterampilan berkomunikasi peserta didik merupakan partisipasi

peserta didik untuk mengungkapkan pemikiran, gagasan,

pengetahuan, ataupun informasi baru yang dimilikinya berupa

verbal dan nonverbal dalam proses pembelajaran. Berdasarkan

beberapa teori yang diadaptasi sesuai kebutuhan peneliti, maka

aspek kemampuan komunikasi yang akan dikembangkan dalam

penelitian ini adalah Keterbukaan (Openness), Empati (Empathy),

Dukungan (Supportiveness), Rasa positif (Positiveness ), dan

Kesetaraan (Equality68.

6. Gender

Gender adalah persoalan yang sangat kompleks dan banyak

faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut seperti biologis,

lingkungan, kebudayaan, kekuasaan dan status ekonomi69.

Menurut UNESCO (2007) gender adalah “Merujuk pada

peranan dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang


70
berkembang di masyarakat. Menurut bahwa gender adalah jenis

67
Ayu Noviana, “Pengembangan Perangkat Penilaian Keterampilan Kolaborasi Dan Komunikasi
Berbasis Project Based Learning,” 2019.
68
Noviana.
69
Mellyna Eka Yan Fitri and Lucy Chairoel, “Penggunaan Media Sosial Berdasarkan Gender
Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa,” Jurnal Benefita: Ekonomi Pembangunan, Manajemen
Bisnis & Akuntansi 4, no. 1 (2019): 162–81.
70
Yanti Muchtar, “Pendidikan Berperspektif Keadilan Gender,” 2002.
43
kelamin sosial atau konotasi masyarakat untuk menentukan peran

sosial berdasarkan jenis kelamin. Jadi gender dapat didefinisikan

sebagai jenis kelamin sosial yang berbeda dengan jenis kelamin

biologis.

Dimulai dari Peran perempuan dalam pembangunan nasional

semakin signifikan dan tidak boleh dipandang sebelah mata. Untuk

membangun sumber daya manusia pada perempuan, diperlukan

pendidikan yang menjunjung tinggi kesetaraan gender agar hak-hak

mereka memperoleh pendidikan bisa terwujud. Namun tak bisa

dipungkiri, pendidikan di Indonesia dalam sejarahnya pernah

mengalami masa kelam dimana perempuan kurang memperoleh hak-

hak dalam pendidikan. Pernah ada kesenjangan gender dalam dunia

pendidikan di Indonesia. Ada beberapa faktor yang mempeengaruhi

hal itu, seperti kultur masyarakat dan sistrem struktur sekolah yang

kurang memberikan kesempatan kepada perempuan untuk berkiprah.

Oleh karena itu, pendidikan berwawasan gender perlu diwujudkan

demi menyelesaikan persoalan gender tersebut. Salah satu upaya untuk

mewujudkan pendidikan berwawasan gender bisa dengan

mengembangkan pendekatan proses pembelajaran yang sensitif gender

melalui pembinaan dan pelatihan guru-guru, kepala sekolah, dan

pengawas pendidikan, serta pada tingkat pengambilan keputusan di

semua unit pengelolaan pendidikan nasional71.

71
Syaefudin Achmad, “Membangun Pendidikan Berwawasan Gender,” Yinyang: Jurnal Studi
Islam Gender Dan Anak 14, no. 1 (2019): 70–91.
44
dalam bidang pendidikan, persoalan-persoalan seputar gender

memang sempat muncul. Perjalanan perempuan memperoleh hak-

haknya dalam pendidikan sempat mendapat jalan terjal. Perempuan

sempat tidak seperti lelaki yang memiliki peluang yang besar untuk

menikmati pendidikan. Akan tetapi, perlahan namun pasti,

kesenjangan antara laki-laki dan perempuan di bidang pendidikan

semakin kecil Untuk menciptakan pendidikan yang menjunjung tinggi

kesetaraan gender, tentu diperlukan konsep yang matang. Maka dari

itu, tulisan ini disusun oleh penulis dalam rangka menjelaskan tentang

konsep pendidikan berwawasan gender itu seperti apa, persoalan yang

kerap muncul, serta solusi untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Hal ini penting untuk dipahami bersama oleh praktisi pendidikan

dalam mewujudkan sekolah berwawasan gender, agar perempuan

memperolah hak yang sama dalam dunia pendidikan, sehingga

semakin banyak perempuan-perempuan hebat yang lahir di negeri ini72.

Kalau dilihat dari cara berfikir antara laki-laki dan perempuan,

Myers & Dyer ( 2006) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang

nyata kemampuan berpikir kritis antara siswa laki-laki dan perempuan.

Penelitian Yousefi & Mohammadi (2016)yang menunjukkan

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara berpikir

kritis dan pemahaman bacaan. Namun jenis kelamin dan tingkat

kemahiran tidak bisa membuat perbedaan yang signifikan. Menurut

Rudd et al (2000) gender tidak ditemukan menjadi prediktor yang


72
Achmad.
45
signifikan skor posttest kemampuan berpikir kritis. Ini menambahkan

bukti lebih kepada perdebatan penggunaan gender sebagai prediktor

dalam kemampuan berpikir kritis.

Disamping itu Penelitian Mitrevski & Zajkov (2012) menunjukkan

menghafal fakta dan mengingat informasi tidak mengembangkan

pemikiran kritis dan praktik laboratorium juga bukan merupakan

metode yang tepat dalam hal membina pemikiran kritis, hal tersebut

ditunjukkan dari analisis statistik berdasarkan hasil pretest dan posttest

menunjukkan bahwa metode pengajaran praktik laboratorium tidak

efektif mengembangkan kemampuan berpikir kritis.

Dengan menggunakan uji t kami tidak menemukan perbedaan yang

signifikan antara siswa laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin

merupakan komponen latar belakang yang perlu dipertimbangkan

dalam perkembangan kemampuan berfikir kritis73.

Kalau dilihat dari penggunaan media , Penggunaan media

sosial antara laki-laki dan perempuan adalah berbeda. Secara umum

perempuan sangat empatis dan laki-laki sangat sistematis. Alasan

kaum perempuan lebih banyak online adalah berorientasi pada

pembauran sosial namun laki-laki lebih berorientasi pada tujuan

individual. Perempuan berinteraksi di media sosial untuk sosialisasi

dan komunikasi, menghabiskan waktu untuk menulis pesan dan email,

sedangkan laki-laki lebih sedikit menggunakan media sosial.


73
Budi Cahyono, “Analisis Ketrampilan Berfikir Kritis Dalam Memecahkan Masalah Ditinjau
Perbedaan Gender,” AKSIOMA: Jurnal Matematika Dan Pendidikan Matematika 8, no. 1 (2017):
50–64.
46
Perbedaan antara laki-laki dan perempuan ini tentu memungkinkan

akan mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa yang menggunakan

media sosial74.

Laki-laki dan perempuan secara signifikan memiliki perbedaan

perilaku dalam keterampilan teknologi 75. Namun 76 menyatakan bahwa

tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapat mahasiswa

laki-laki dan mahasiswi perempuan terhadap kesadaran teknologi

informasi dan komunikasi. Dengan kata lain tidak ada pengaruh antara

gender terhadap kesadaran teknologi informasi dan komunikasi.

Adanya ketidaknyamanan perempuan dalam menggunakan internet

dan bermedia sosial ditemukan dalam penelitian 77.

Sehingga internet dikarakteristikkan sebagai dominasi laki-laki.

Namun semakin bertambahnya waktu, hal ini terbantahkan dan

menunjukkan kesenjangan gender tersebut menghilang dalam

menggunakan internet 78.

Faktor individu merupakan hal yang penting dalam memahami

penggunaan internet Dan akses internet oleh perempuan yang terus

meningkat seiring dengan tuntutan perkembangan cara berpikir


74
Budi Cahyono, “Analisis Ketrampilan Berfikir Kritis Dalam Memecahkan Masalah Ditinjau
Perbedaan Gender,” AKSIOMA: Jurnal Matematika Dan Pendidikan Matematika 8, no. 1 (2017):
50–64.
75
S Thanuskodi, “Gender Differences in Internet Usage among College Students: A Comparative
Study,” Library Philosophy and Practice, 2013, 0_1.
76
Chaman Verma and Sanjay Dahiya, “Gender Difference towards Information and
Communication Technology Awareness in Indian Universities,” SpringerPlus 5, no. 1 (2016):
370.
77
Supriya Singh, “Gender and the Use of the Internet at Home,” New Media & Society 3, no. 4
(2001): 395–415.
78
Eric B Weiser, “Gender Differences in Internet Use Patterns and Internet Application
Preferences: A Two-Sample Comparison,” Cyberpsychology and Behavior 3, no. 2 (2000): 167–
78.
47
masyarakat. Hal ini karena anggapan bahwa perempuan memiliki sifat

yang lebih sensitif terbawa perasaan, sehingga membutuhkan

tempat/orang untuk bertukar pikiran. Media sosial mampu memberikan

hal tersebut yang membuat perempuan merasa nyaman dalam

mencurahkan semua isi hatinya. Namun terkadang tidak mampu

mengontrol apakah pantas atau tidak mencurahkan isi hati kepada

ribuan pengguna media sosial lainnya79.

7. MacroMedia Flash

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sekarang

ini sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini dapat

dimanfaatkan untuk mengembangkan media pembelajaran, sehingga

akan menjadi sarana atau alat dalam proses pembelajaran yang lebih

efektif dalam menyampaikan materi pembelajaran dan efisien dalam

alokasi waktu dan tenaga. Namun saat ini belum banyak guru yang

membuat media pembelajaran sendiri seperti media berbantuan

komputer80.

Sesuai dengan Permendiknas No. 22/2006 tentang standar isi, yang

menuntut siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran maka

komputer dapat dijadikan salah satu media untuk membantu proses

pembelajaran.
79
Mellyna Eka Yan Fitri and Lucy Chairoel, “Penggunaan Media Sosial Berdasarkan Gender
Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa,” Jurnal Benefita: Ekonomi Pembangunan, Manajemen
Bisnis & Akuntansi 4, no. 1 (2019): 162–81.
80
Riyana Fathiyati and Runtut Prih Utami, “Pengembangan Media Pembelajaran Biologi Berbasis
Macromedia Flash Sebagai Sumber Belajar Bagi Siswa SMA/MA Kelas XI Semester 2 Materi
Pokok Sistem Reproduksi Manusia,” vol. 9, 2012.
48
Media berbantuan komputer diharapkan dapat dijadikan sebagai

media yang efektif untuk sumber belajar yang dapat meningkatkan

prestasi belajar siswa. Pembelajaran dengan komputer dapat

merangsang siswa untuk mengerjakan berbagai latihan dikarenakan

tersedianya berbagai animasi, ilustrasi grafik, dan warna yang

menambah realistis. Komputer juga dapat mengakomodasikan siswa

yang lamban menerima pelajaran karena ia dapat memberikan iklim

yang lebih efektif dengan cara yang lebih individual dan tidak

membosankan. Selain itu, pemanfaatan komputer dapat memberikan

umpan balik secara lansung kepada siswa sehingga kekeliruan dapat

diperbaiki. Salah satu media yang sesuai dengan perkembangan

teknologi dan dapat digunakan dalam proses pembelajaran yakni

macromedia flash professional 881.

Program macromedia flash professional 8 adalah sebuah program

animasi yang telah banyak digunakan oleh para animator untuk

menghasilkan animasi yang professional. Oleh karena itu, Macromedia

flash professional 8 dapat dijadikan sebagai media pembelajaran yang

menarik dan interaktif karena di dalamnya terdapat teks, gambar, suara

dan animasi. Seluruh siswa dapat berperan aktif dalam proses

pembelajaran dengan program macromedia flash professional 8

memungkinkan siswa belajar mandiri dalam memahami suatu konsep.

Dengan begitu, diharapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar

dapat tercapai. Berdasarkan hal tersebut maka, pada penelitian ini


81
Fathiyati and Utami.
49
disusun sebuah media pembelajaran berbantuan komputer dengan

menggunakan program Macromedia flash professional 8 yang

digunakan dalam proses pembelajaran yang bertujuan untuk

meningkatkan minat siswa82.

8. Karakteristik Materi

a. Karakteristik Materi Suhu dan Kalor

Materi suhu dan kalor dipelajari oleh siswa kelas XI SMA/MA.

Suhu dan Kalor terdapat dalam KI 3 dan 4 yang dirancang dalam

KD 3.5 Menganalisis pengaruh kalor dan perpindahan kalor yang

meliputi karakteristik termal suatu bahan, kapasitas, dan

konduktivitas kalor pada kehidupan sehari-hari dan KD 4.5.

Merancang dan melakukan percobaan tentang karakteristik termal

suatu bahan, terutama terkait dengan kapasitas dan konduktivitas

kalor, beserta presentasi hasil percobaan dan pemanfatannya.

Tabel. Materi Suhu dan Kalor

Materi Pembahasan
Suhu A. Suhu

1. Pengertian Suhu

Suhu adalah suatu besaran yang

menyatakan ukuran derajat panas atau

dinginnya suatu benda.

2. Alat Pengukuran Suhu

82
Fathiyati and Utami.
50
Alat untuk pengukur suhu disebut

Termometer. Termometer pertama kali dibuat

oleh Galileo Galilei (1564-1642). Termemoter

ini disebut termometer udara

3. Macam-macam Termometer

Ada beberapa thermometer yang kita kenal,

yaitu thermometer laboratorium, thermometer

ruang, thermometer klinis, dan thermometer

Six-Bellani.

a.Termometer Laboratorium

Thermometer laboratorium dapat dijumpai

dilaboratorium. Alat ini biasanya digunakan

untuk mengukur suhu air dingin atau air yang

sedang dipanaskan.

b. Termometer Ruang

Thermometer ruang dipasang pada

tembok rumah atau kantor. Thermometer

inimengukur suhu udara pada suatu saat.

c.Termometer Klinis

Thermometer klinis disebut juga

thermometer demam. Thermometer ini

biasanya digunakan oleh dokter untuk

mengukur suhu badan.

51
d.Thermometer Six-Bellani

Thermometer Six-Bellani disebut juga

thermometer maxsimum minimum.

Thermometer ini dapat mencatat suhu

tertinggi dan terendah pada jangka waktu

tertentu.

4. Cara Membuat Termometer

Dalam pembuatan thermometer, Mula-mula

ditetapkan dua patokan suhu yang selanjutnya

disebut titik tetap. Titik tetap merupakan suhu

ketika benda mengalami perubahan wujud

Celcius (1701-1744) membuat titik tetap

bawah ketika es mencair dan titik tetap atas ketika

air mendidih. Titik tetap bawah (suhu es mencair)

ditetapkan sebagai suhu 0o. Sementara titik tetap

atas ( suhu air mendidih) ditetapkan sebagai suhu

100o.

Fahrenheit(1686-1736) memilih suhu

campuran es dan garam ketika membeku sebagai

titik tetap bawah. Titik tetap ini menyatakan 0o.

Reamur memilih titik 0o untuk es yang mencair dan

80o untuk air mendidih. Berarti skala reamur

memiliki rentang suhu antara 0oR sampai 80oR.

52
kemudian jarak anatara dua titik tetap tersebut

menjadi 80o yang sama.

Lord Kelvin (1824-1907) menyusun skala

suhu dengan menggunakan ukuran derajat yang

sama besar dengan derajat Celcius. Namun Kelvin

menyatakan bahwa titik beku es adalah -273°K,

sedangkan titik didih air adalah 373°C.

5. Mengubah Skala Suhu

Pada skala Celcius terdapat 100 skala, pada

skala Farenheit terdapat 180 skala, dan pada skala

Reamur terdapat 80 skala. Perbandingan skala

tersebut adalah

°C : °F : °R = 5 : 9 : 4.

Untuk mengubah derajat satu skala menjadi derajat

skala yang lain digunakan rumus:

Suhu Di ubah Rumus yang

diketahu menuju digunakan

i
°C °F °F = °C + 32
°F °C °C = (°F – 32)
°C °R °R = °C
°R °C °C = ° R
°R °F °F = °R + 32
°F °R °R = ° (°F – 32)
°K °C °C = °K – 273
°C °K °K = °C + 273
Kalor B. Kalor
53
1. Pengertian Kalor

Kalor merupakan bentuk energi yang pindah

karena adanya perbedaan suhu.

2. Satuan kalor

Satuan untuk menyatakan kalor adalah

Joule (J) atau Kalori (kal). Joulemenyatakan

satuan usaha atau energi. Satuan Joule

merupakan satuan kalor yang umum digunakan

dalam fisika. Sedangkan kalori menyatakan

satuan kalor. Kalori (kal)merupakansatuan kalor

yang biasa digunakan untuk menyatakan

kandungan energidalam bahan makanan.

3. Pengaruh Kalor terhadap Benda

a. Pengaruh kalor terhadap suhu benda

Kalor merupakan energy yang diterima

atau dilepaskan suatu benda. Kalor yang

diterima suatu benda bisa berasal dari

matahari, api, atau benda lain.

b. Pengaruh kalor terhadap wujud benda

Kalor menyebabkan perubahan wujud

pada benda-benda, seperti cokelat dan es

54
batu. Cokelat yang kita genggam dengan

tangan dapat meleleh.

4. Persamaan Kalor

Kalor menyatakan banyaknya panas,

sedangkan suhu menyatakan derajat panas

suatu benda. Misalnya kita memiliki dua

panic yang identik.

5. Perpindahan Kalor

a. Perpindahan Kalor Secara Konduksi

Konduksi adalah perpindahan panas

melalui zat perantara. Namun, zat tersebut

tidak ikut berpindah ataupun bergerak.

b. Perpindahan Kalor Secara Konveksi

Konveksi adalah perpindahan panas

yangdisertai dengan perpindahan zat

perantaranya. Perpindahan panas secara

Konveksi terjadi melalui aliran zat.

c. Perpindahan Kalor Secara Radiasi

Radiasi adalah perpindahan panas tanpa

melalui perantara. Untuk memahami ini,

dapat kita lihatkehidupan kita sehari-hari6.

55
Asas Black Ketika kita memasukkan es

batu kedalam air panas ternyata suhu air

turun. Suhu air itu turun karena air

melepaskan kalor ke es batu. Sementara

itu, es batu mencair atau berubah wujud

karena mendapat kalor dari air panas.

b. Karakteristik Energi

Materi Sumber Energi dipelajari oleh siswa kelas XII

SMA/MA.Sunber Energi terdapat dalam KI 3 dan 4 yang dirancang

dalam KD 3.11 Memahami keterbatasan sumber daya energi dan

dampaknya bagi kehidupandan KD 4.11 Menyajikan ide/gagasan

pemecah masalah keterbatasan sumber daya energi, energi

internatif, dan dampaknya dalam kehidupan.

ENERGI Energi adalah ukuran dari kesanggupan benda

tersebut untuk melakukan suatu usaha.

1. Energi Kinetik

Energi kinetik adalah energi dari suatu benda

yang dimiliki karena pengaruh gerakannya.

2. Energi Potensial

Energi potensial adalah energi yang dimiliki

suatu benda akibat adanya pengaruhtempat atau

kedudukan dari benda tersebut.


56
3. Energi Panas

Energi panas adalah energi ini muncul saat

terjadinya perubahan suhu benda, dan menjalar

dari bagian yang panas ke bagian yang dingin.

Energi ini dapat dideteksi dengan indera peraba

dan thermometer

4. Energi Nuklir

Energi nuklir adalah energi yang tersimpan

dalam atom. Energi keluar ketika terjadi proses

reaksi nuklir. Energi ini diperoleh dari hasil

reaksi inti, yaitu reaksiyang terjadi pada inti

atom dimana partikel - partikel berenergi tinggi

bertumbukkan dengan inti atom tersebut

sehingga terbentuklah inti baru yang berbeda

dengan inti semula

c . Integrasi Materi dengan Alquran

Di Barat, wacana sains Islam berkembang sejalan dengan

wacana pergulatan antara agama dan sains. Dalam epistemologi

sains Islam, al-Qur’an juga dapat dikonfirmasi kebenarannya oleh

fenomena alam dan diri manusia, hal ini dapat berarti bahwa al-

Qur’an dapat menjadi sumber informasi bagi suatu fenomena alam,


57
atau al-Qur’an dapat menjadi basis bagi bangunan teori tentang

alam. Sains Islam dalam perspektif ini dapat dimaknai sebagai

sains yang premis dasarnya diambil langsung dari wahyu atau ayat-

ayat al-Qur’an83.

Sebagaimana yang disebutkan dalam QS. al-Baqarah [2]:

74,50 .

ُ‫ار ِة لَ َما يَتَفَ َّج ُر ِم ْن ‚ه‬ َ ِ‫ت قُلُوبُ ُكم ِّم ۢن بَ ْع ِد ٰ َذل‬
َ ‫ك فَ ِه َى َك ْٱل ِح َجا َر ِة أَوْ أَ َش ُّد قَ ْس َوةً ۚ َوإِ َّن ِمنَ ْٱل ِح َج‬ ْ ‫ثُ َّم قَ َس‬

ُ ‫ق فَيَ ْخ ُر ُج ِم ْنهُ ْٱل َمٓا ُء ۚ َوإِ َّن ِم ْنهَ‚‚ا لَ َم‚‚ا يَ ْهبِ‚طُ ِم ْن خَ ْش‚يَ ِة ٱهَّلل ِ ۗ َو َم‚‚ا ٱهَّلل‬
ُ َّ‫ٱأْل َ ْن ٰهَ ُر ۚ َوإِ َّن ِم ْنهَا لَ َما يَ َّشق‬

َ‫بِ ٰ َغفِ ٍل َع َّما تَ ْع َملُون‬

Terjemahan: Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti

batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu

sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan

diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air

dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh,

karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-sekali tidak lengah

dari apa yang kamu kerjakan.

bahwa dengan ayat tersebut seorang ilmuwan (tepatnya

geolog Muslim) dapat berangkat dari informasi ini untuk meneliti

air, batu, dan sungai. Bukan batu-batu yang ada di sungai,

melainkan bagaimana batu dapat memancarkan air84.

83
Azaki Khoirudin, “Sains Islam Berbasis Nalar Ayat-Ayat Semesta,” At-Ta’dib 12, no. 1 (2017):
195–217.
84
Khoirudin.
58
Hubungan antara sains dengan agama adalah dua hal yang

yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Salah satunya

terdapat dalam surah Yasin ayat 80 yang berbunyi:

َ‫ض ِر نَارًا فَإ ِ َذٓا أَنتُم ِّم ْنهُ تُوقِ ُدون‬


َ ‫ٱلَّ ِذى َج َع َل لَ ُكم ِّمنَ ٱل َّش َج ِر ٱأْل َ ْخ‬

Artinya: “Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu

yang hijau, Maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu.

bahwa penafsiran dari surat yasin ayat 80 tentang morfologi

tumbuhan yang terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan buah

masih sesuai dengan sains saat ini namun belum utuh karena

seiring berkembangnya ilmu

pengetahuan dan teknologi serta dilakukannya penelitian secara

terus menerus sehingga menghasilkan temuan-temuan baru(Khoir,

2017).

B. Penelitian Relavan

1. Penelitian Suhaesti Julianingsih et al., (2017) tentang Pengembangan

Instrumen Assesment High Order Thingking Skills (HOTS) untuk

Mengukur Dimensi Pengetahuan IPA siswa di SMP didapatkan bahwa

instrumen tes HOTS yang dikembangkan bersifat kontekstual dan

instrumen tersebut memiliki reliabilitas tinggi, valid, dan daya pembeda

yang baik.

2. Penelitian Kurnia Sari & Setyaningsih (2020) tentang Pengembangan

instrument HOTS untuk mengukur Keterampilan Berpikir Kritis Siswa

59
diketahui bahwa instrument HOTS dapat mengukur Keterampilan Berpikir

siswa

3. Penelitian Zal Afandi (2020) tentang Pengembangan Assestment High

Order Thingking Skills Siswa terhadap Keterampilan abad 21 diketahui

bahwa assesment yang dihasilkan Asesmen HOTS yang sangat valid,

sangat praktis dan efektif.

C. Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir digunakan sebagai acuan untuk mengetahui

adanya hubungan antara variabel-variabel yang ada dalam penelitian.

Sugiyono (2012: 91) mengemukakan bahwa kerangka pikir merupakan

model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai

faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah penting. Kerangka pikir

yang baik akan mampu menjelaskan secara teoritis antar variabel yang

akan diteliti.

Penelitian ini dilakukan karena rendahnya kemampuan pemecahan

masalah siswa dalam menjawab soal-soal fisika. terkait permasalahan

disamping, peneliti tertarik menerapkan HOTS dalam pembelajaran

fisika , agar dapat membantu siswa dalam menghadapai persoalan yang

berkaitan dengan pemecahan masalah fisika . Adapun alur karangka

berpikir digambarkan secara praktis mengenai “Penerapan Assestment

Hight Order Thingking Skills (HOTS) Terhadap Keterampilan Abad 21

Peserta Didik Ditinjau dari Gender” dalam bagan berikut ini:


Masalah:
1. Guru memberikan soal LOTS
2. Kesulitan pemahaman siswa dalam menjawab soal HOTS
60
3. Media dan Teknologi belum sepenuhnya mendukung proses
Menjawab soal HOTS
4. Tingkat kebosanan siswa dalam mengerjakan soal HOTS
Solusi:
Menerapkan Assestment HOTS berbantuan Macromedia
Flash 8

Capaian Solusi:
Meningkatkan Keterampilan abad 21

D. Hipotesis

Sesuai dengan latar belakang masalah dan kajian teori yang telah

dikemukakan, maka yang menjadi hipotesis pada penelitian ini adalah

“TERDAPAT PENERAPAN ASSESMENT HIGH ORDER

THINGKING SKILL (HOTS) BERBANTUAN APLIKASI

MACROMEDIA FLASH 8 TERHADAP KETERAMPILAN ABAD 21

PESERTA DIDIK DITINJAU DARI GENDER”

61
62
63
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Penelitian ekperimen

merupakan penelitian sistematis, logis, dan teliti untuk melakukan kontrol

terhadap kondisi.

Dalam penelitian ini metode yang dipilih adalah metode eksperimen

semu (quasy experiment) karena sampelnya tidak dipilih secara acak

melainkan sudah terbentuk berupa kelas-kelas. Sehingga akan dipilih dua

kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Jenis penelitiannya yaitu

quasi eksperimen dengan menggunakan desain control balanced desain

yang digambarkan dalam bagan berikut ini:

Tabel 3.1

Design Counterbalanced Design

Kelas A X1 O1 X2 O2
Kelas B X2 O2 X1 O1
Keterangan:

X1 : Pengunaan Assesment HOTS

X2 : Kelas konvensional

O1,2, : Keterampilan Abad 21

64
2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif yang bertujuan

menguji hipotesa dari data-data yang telah dikumpulkan sesuai dengan

teori dan konsep sebelumnya.

Penelitian kuantitatif adalah suatu penelitian yang dilakukan dengan

menggunakan pendekatan deduktif induktif yang berangkat dari suatu

kerangka teori, gagasan para ahli, ataupun pemahaman peneliti

berdasarkan pengalamannya yang kemudian dikembangkan menjadi

permasalahan-permasalahan beserta pemecahan pemecahannya yang

diajukan untuk memperoleh pembenaran dalam bentuk dukungan data

empiris yang diterapkan di lapangan.

B. Populasi dan sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah kelompok yang menarik peneliti, dimana kelompok

tersebut oleh peneliti dijadikan sebagai objek untuk menggeneralisasikan

hasil penelitian. Populasi juga didefinisikan sebagai wilayah generalisasi

yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

diterapakan lalu ditarik kesimpulannya.

Seluruh siswa kelas 2 semester genap (MAS Andilan) Kab. Pasaman

tahun ajaran 2021/2022.

65
2. Sampel

Menurut Arikunto (2010: 174) “Sampel adalah sebagian atau wakil

populasi yang diteliti”. Sampel yang dipilih dalam penelitian ini haruslah

menggambarkan karakteristik dari suatu populasi. Sesuai dengan rancangan

penelitian yang diteliti, maka dibutuhkan satu kelas yaitu kelas eksperimen.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah samplingpurposive.

Menurut Sugiyono (2015: 99), samplingpurposive adalah penentuan sampel

dengan pertimbangan tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam

pursposive sample menurut Arikunto (2010: 183) adalah :

a. Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau


karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri pokok populasi.
b. Subjek yang diambi l sebagai sampel benar-benar merupakan
subjek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada
populasi (key subjectis).
c. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat didalam
studi pendahuluan.
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan

pertimbangan tertentu. Pada penelitian ini pertimbangan dalam penarikan/

penentuan sampel adalah diskusi dengan guru. Adapun sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas 2 madarasah aliyah swasta

andilan, kecamatan dua koto, kabupaten pasaman yang mana terdiri dari 2

kelas yang berjumalah 26 siswa, jumalah siswa perkelas masing-masing 13

siswa . hal ini sesuai dengan kebijakan sekolah dalam penetapan protokol

kesehatan dan pembatasan skala siswa yang belajar dalam setiap harinya

C. Variabel dan Data

1. Variabel

66
Variabel merupakan titik perhatian suatu penelitian. Dalam penelitian ini,

yang menjadi variabelnya adalah:

a. Independent variabel (variabel bebas)

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Variabel

bebas pada penelitian ini adalah pembelajaran Assesment HOTS.

b. Dependent variabel (variabel terikat)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat, karena adanya variabel lain 85. Variabel terikat pada penelitian ini

adalah keterampilan abad 21 peserta didik.

c. Variabel Kontrol

Variabel kontrol adalah variabel yang dapat dikendalikan sehingga

pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh

faktor luar yang diteliti. Variabel kontrol pada penelitian ini adalah kedua

kelas sampel yang mendapat penerapan dari pendidik dan bahan ajar

yang sama.

2. Data

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan peneliti untuk

mengumpulkan data adalah sebagai berikut :

a. Observasi

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi untuk

memperoleh informasi tentang pelaksanaan pembelajaran dan respon

siswa selama proses pembelajaran dengan menerapkan strategi


85
Sugiyono Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfatbeta, 2010).
67
pembelajaran peningakatan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan

memperoleh informasi tentang higher order thinking skill (HOTS)

siswa pada materi fisika.

b. Tes

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tes untuk

mengetahui ada atau tidak adanya pengaruh strategi pembelajaran

peningkatan kemampuan berpikir terhadap higher order thinking skill

(HOTS) siswa terhadap mata pelajaran fisika.

D. Instrumen Penelitian

1. Tes

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tes untuk mengetahui ada

atau tidak adanya pengaruh strategi pembelajaran peningkatan kemampuan

berpikir terhadap higher order thinking skill (HOTS) siswa.

2. Angket

Angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan oleh orang lain dengan

tujuan agar orang yang diberi tersebut bersedia memberikan respons sesuai

dengan permintaan pengguna 86.

. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis instrumen atau

kuesioner dengan pemberian skor sebagai berikut:

a. SS : Sangat Setuju Diberi skor 4

b. S : Setuju Diberi skor 3

c. TS : Tidak Setuju Diberi skor 2

86
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2010).
68
d. ST : Sangat Tidak Setuju Diberi skor 1

Agar mendapatkan sebuah hasil penelitian yang memuaskan, penulis

menyusun rancangan kisi-kisi instrumen penelitian.

Angket ini digunakan untuk mengetahui tingkat keterampilan komunikasi

dan keterampilan berkolaborasi peserta didik laki-laki dan perempuan.

E. Analisis Data

1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui kondisi data apakah

berdistribusi normal atau tidak. Kondisi data berdistribusi normal menjadi

syarat untuk menguji hipotesis menggunakan statistik parametrik. Untuk

menguji normalitas, maka langkah-langkah yang ditempuh adalah:

1. Menghitung mean skor kelompok

2. Mencari dan menghitung standar deviasi

3. Membuat daftar frekuensi observasi (f0) dan frekuensi ekspektasi (fe)

dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mennetukan banyaknya kelas (k) dengan rumus:

K = 1 +3,3 log n

b. Menentukan panjang kelas (p) dengan rumus:

P = r/k

Dimana r = rentang skor

4. Menentukan nilai baku z, dengan menggunakan rumus:

bk−m
Z= l=|l 1−l 2|; E i=n x l
s

69
5. Mencari chi kuadrat ( x 2 ) dengan rumus:

2
2 ( f 0−f e )
( x )=∑
fe

Menentukan derajat kebebasan

Menentukan x 2 dari tabel

F0 = frekuensi pengamatan

Fe = frekuensi yang diharapkan

6. Penentuan normalitas

Jika:

x 2h itung< x 2tabel, maka data distribusi normal

x 2h itung> x 2tabel, maka data distribusi tidak normal

2. Uji homogenitas

Uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui apakah

varians sampel yang akan dikomparasikan itu homogen. Varians adalah

standar deviasi yang dikuadratkan. Uji homogenitas varians digunakan uji

F. Langkah-langkah nya sebagai berikut:

a. Menentukan varians dari dua sampel yang akan diuji

b. Menghitung nilai F dengan rumus:

S2b
F=
S2k

Dengan:

S2 b = varians yang lebih besar

S2 k = varians yang lebih kecil

70
Kebebasan (dk) = (ni-2)

c. Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F dari tabel

Fhitung < Ftabel , artinya kedua sampel homogen

Fhitung > Ftabel , artinya kedua sampel tidak homogen.

3. Uji Hipotesis

Apabila data tes pemahaman berdistribusi normal dan homogen, maka

untuk mengkaji hipotesis digunakan parametrik yaitu uji t independen

sesuai rumus berikut:

M 1−M 2
t=
2 2

√{ ∑X ∑Y
N X + N Y −2 }{ 1
+
1
N X NY }
Dengan:

M 1 = mean evaluasi menggunakan Assesment HOTS

M 2 = mean skor keterampilan berpikir kritis

N 1=N 2 = jumlah siswa

x = deviasi setiap nilai X1 dan X2

y=¿ deviasi setaip Y1 dan Y2

Hasil yang diperoleh dikonsultasikan pada tabel distribusi t untuk tes dua

sisi. Adapun caranya:

a. Menentukan derajat kebebasan dk = ( N ¿¿ 1−1)+( N ¿ ¿2−1)¿ ¿

b. Lihat tabel distribusi t untuk tes dua arah pada taraf signifikan tertentu

c. Bila thitung>ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima, dan sebaliknya.

71
F. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan pada eksperimen ini adalah:

1. Calon peneliti mnegadakan studi literatur untuk menemukan

permasalahan

2. Mengadakan identifikasi dan merumuskan permasalahan

3. Merumuskan batasan istilah, pembatasan variabel, hipotesis dan

dukungan teori

4. Menyusun rencana eksperimen:

a. Mengidentifikasi seluruh variabel non eksperimen yang sekiranya

akan menggangguhasil eksperimen dan menentukan bagaimana

mengontrol variabel-variabel tersebut.

b. Memilih desain atau model eksperimen

c. Memilih sampel yang representatif dari subjek yag termasuk dari

populasi

d. Menggolongkan wakil subjek dalam dua kelompok, disusun dengan

penentuan kelompok eksperimen dan kelompok pembanding

e. Memilih atau menyusun instrumen yang tepat untuk mengukur hasil

pemberian perilaku

f. Membuat garis prosedur pengumpulan data dan melakukan uji coba

instrumen agar apabila sampai pada pelaksanaan, baik eksperimen

maupun instrumen pengukur hasil sudah betul-betul sempurna.

g. Merumuskan hipotesis

5. Melaksanakan penelitian

72
6. Memilih data sedemikian rupan

7. Menggunakan teknik yang tepat untuk menguji signifikansi agar dapat

diketaui secara cermat bagaiamana hasil dari penelitian eksperimen.

73
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Syaefudin. “Membangun Pendidikan Berwawasan Gender.” Yinyang:

Jurnal Studi Islam Gender Dan Anak 14, no. 1 (2019): 70–91.

Afandi, Trisno Zal. “Pengembangan Assesment High Order Thinking Skill

(HOTS) Berbantuan Aplikasi Macromedia Flash Terhadap Keterampilan

Abad 21 Peserta Didik,” 2020.

Alkharusi, Hussain Ali, Humaira Al Sulaimani, and Otherine Neisler. “Predicting

Critical Thinking Ability of Sultan Qaboos University Students.”

International Journal of Instruction 12, no. 2 (2019): 491–504.

———. “Predicting Critical Thinking Ability of Sultan Qaboos University

Students.” International Journal of Instruction 12, no. 2 (2019): 491–504.

Anderson, Lorin W, and Benjamin Samuel Bloom. A Taxonomy for Learning,

Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational

Objectives. Longman, 2001.

Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

———. “S. 2009.” Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, n.d.

Bagarukayo, Emily, Theo Weide, Victor Mbarika, and Min Kim. “The Impact of

Learning Driven Constructs on the Perceived Higher Order Cognitive

Skills Improvement: Multimedia vs. Text.” International Journal of

Education and Development Using ICT 8, no. 2 (2012).

Cahyono, Budi. “Analisis Ketrampilan Berfikir Kritis Dalam Memecahkan

Masalah Ditinjau Perbedaan Gender.” AKSIOMA: Jurnal Matematika Dan

Pendidikan Matematika 8, no. 1 (2017): 50–64.


———. “Analisis Ketrampilan Berfikir Kritis Dalam Memecahkan Masalah

Ditinjau Perbedaan Gender.” AKSIOMA: Jurnal Matematika Dan

Pendidikan Matematika 8, no. 1 (2017): 50–64.

Carriger, Michael S. “Problem-Based Learning and Management Development–

Empirical and Theoretical Considerations.” The International Journal of

Management Education 13, no. 3 (2015): 249–59.

Costa, Arthur L, and Bena Kallick. Dispositions: Reframing Teaching and

Learning. Corwin Press, 2013.

Darling-Hammond, Linda. “Policy Frameworks for New Assessments.” In

Assessment and Teaching of 21st Century Skills, 301–39. Springer, 2012.

Djaali Dan Muljono, Puji. “Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan.” Program

Pascasarjana Universitas Negara Jakarta: Jakarta, 2004.

Duron, Robert, Barbara Limbach, and Wendy Waugh. “Critical Thinking

Framework for Any Discipline.” International Journal of Teaching and

Learning in Higher Education 17, no. 2 (2006): 160–66.

Emdin, Christopher. “Dimensions of Communication in Urban Science

Education: Interactions and Transactions.” Science Education 95, no. 1

(2011): 1–20.

Ennis, Robert H. “The Nature of Critical Thinking: An Outline of Critical

Thinking Dispositions and Abilities.” University of Illinois 2, no. 4 (2011).

Faelasofi, Rahma. “Identifikasi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Pokok

Bahasan Peluang.” JURNAL E-DuMath 3, no. 2 (2017).


Fathiyati, Riyana, and Runtut Prih Utami. “Pengembangan Media Pembelajaran

Biologi Berbasis Macromedia Flash Sebagai Sumber Belajar Bagi Siswa

SMA/MA Kelas XI Semester 2 Materi Pokok Sistem Reproduksi

Manusia,” Vol. 9, 2012.

Fitri, Mellyna Eka Yan, and Lucy Chairoel. “Penggunaan Media Sosial

Berdasarkan Gender Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa.” Jurnal

Benefita: Ekonomi Pembangunan, Manajemen Bisnis & Akuntansi 4, no. 1

(2019): 162–81.

———. “Penggunaan Media Sosial Berdasarkan Gender Terhadap Prestasi

Belajar Mahasiswa.” Jurnal Benefita: Ekonomi Pembangunan,

Manajemen Bisnis & Akuntansi 4, no. 1 (2019): 162–81.

Further, ACER. “Australian Council for Educational Research,” n.d.

Garcia, Julie Torruellas. “Communicating Discovery-Based Research Results to

the News: A Real-World Lesson in Science Communication for

Undergraduate Students.” Journal of Microbiology & Biology Education

19, no. 1 (2018).

Griffin, Patrick, and Esther Care. Assessment and Teaching of 21st Century Skills:

Methods and Approach. Springer, 2014.

Gunawan, Adi W. “Genius Learning Strategy, Petunjuk Praktis Untuk

Menerapkan Accelerated Learning, Jakarta: PT.” Gramedia Pustaka

Utama, 2003.

Ishatono, Ishatono, and Santoso Tri Raharjo. “SUSTAINABLE DEVELOPMENT

GOALS (SDGs) DAN PENGENTASAN KEMISKINAN.” Share : Social


Work Journal 6, no. 2 (December 24, 2016): 159.

https://doi.org/10.24198/share.v6i2.13198.

KARUNIA, FATWA SUCI. “PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN

BERBASIS MACROMEDIA FLASH 8 PELAJARAN IPA MATERI

ENERGI LISTRIK KELAS VI DI SD,” 2017.

Kazempour, Esmaeil. “The Effects of Inquiry-Based Teaching on Critical

Thinking of Students.” Journal of Social Issues & Humanities 1, no. 3

(2013): 23–27.

Khan, Wilayat Bibi, and Hafiz Muhammad Inamullah. “A Study of Lower-Order

and Higher-Order Questions at Secondary Level.” Asian Social Science 7,

no. 9 (2011): 149.

Khoirudin, Azaki. “Sains Islam Berbasis Nalar Ayat-Ayat Semesta.” At-Ta’dib

12, no. 1 (2017): 195–217.

King, FJ, L Goodson, and F Rohani. “Higher Order Thinking Skills: Definition,

Teaching Strategies, Assessment (Tallahassee, FL: Center for

Advancement of Learning and Assessment),” 2013.

Kulsum, Umi, and Sunyoto Eko Nugroho. “Penerapan Model Pembelajaran

Cooperative Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan

Pemahaman Konsep Dan Komunikasi Ilmiah Siswa Pada Mata Pelajaran

Fisika.” UPEJ Unnes Physics Education Journal 3, no. 2 (2014).

Kurnia Sari, Widya Ayu, and NINNG SETYANINGSIH. “Pengembangan

Instrumen Asesmen Higher Order Thinking Skill (Hots) Untuk Mengukur


Kemampuan Berfikir Kritis Siswa Dalam Materi Pola Bilangan Pada

Kelas VIII Semester 1,” 2020.

Lee, Dabae, Yeol Huh, and Charles M Reigeluth. “Collaboration, Intragroup

Conflict, and Social Skills in Project-Based Learning.” Instructional

Science 43, no. 5 (2015): 561–90.

Magdalena, Ina, Alvi Ridwanita, and Bunga Aulia. “Evaluasi Belajar Peserta

Didik.” PANDAWA 2, no. 1 (2020): 117–27.

Mahmudi, Ali. “Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis.” Makalah

Disajikan Pada Konferensi Nasional Matematika XV UNIMA Manado 30

(2010).

Matondang, Zulkifli. “Validitas Dan Reliabilitas Suatu Instrumen Penelitian.”

Jurnal Tabularasa 6, no. 1 (2009): 87–97.

McGregor, Debra. Developing Thinking; Developing Learning. McGraw-Hill

Education (UK), 2007.

Merta Dhewa, Kusuma, Undang Rosidin, Abdurrahman Abdurrahman, and Agus

Suyatna. “The Development of Higher Order Thinking Skill (Hots)

Instrument Assessment in Physics Study.” IOSR Journal of Research &

Method in Education (IOSR-JRME) 7, no. 1 (2017): 26–32.

Mitrevski, B, and O Zajkov. “Physics Lab, Critical Thinking and Gender

Differences.” Macedonain Physics Teacher 48 (2012): 13–18.

Muchtar, Yanti. “Pendidikan Berperspektif Keadilan Gender,” 2002.


Myers, Brian E, and James E Dyer. “The Influence of Student Learning Style on

Critical Thinking Skill.” Journal of Agricultural Education 47, no. 1

(2006): 43.

Noviana, Ayu. “Pengembangan Perangkat Penilaian Keterampilan Kolaborasi

Dan Komunikasi Berbasis Project Based Learning,” 2019.

Nuryanti, Lilis, Siti Zubaidah, and Markus Diantoro. “Analisis Kemampuan

Berpikir Kritis Siswa SMP.” Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan

Pengembangan 3, no. 2 (2018): 155–58.

Patonah, S. “Elemen Bernalar Tujuan Pada Pembelajaran IPA Melalui Pendekatan

Metakognitif Siswa SMP.” Jurnal Pendidikan IPA Indonesia 3, no. 2

(2014).

Peter, Ebiendele Ebosele. “Critical Thinking: Essence for Teaching Mathematics

and Mathematics Problem Solving Skills.” African Journal of

Mathematics and Computer Science Research 5, no. 3 (2012): 39–43.

Ponzio, Nicholas M, Janet Alder, Mary Nucci, David Dannenfelser, Holly Hilton,

Nikolaos Linardopoulos, and Carol Lutz. “Learning Science

Communication Skills Using Improvisation, Video Recordings, and

Practice, Practice, Practice.” Journal of Microbiology & Biology

Education 19, no. 1 (2018).

Ramadanti, Ewita Cahaya. “INTEGRASI NILAI-NILAI ISLAM DALAM

PEMBELAJARAN IPA.” Jurnal Tawadhu 4, no. 1 (2020): 1053–62.

———. “INTEGRASI NILAI-NILAI ISLAM DALAM PEMBELAJARAN

IPA.” Jurnal Tawadhu 4, no. 1 (2020): 1053–62.


Redhana, I Wayan. “Mengembangkan Keterampilan Abad Ke-21 Dalam

Pembelajaran Kimia.” Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia 13, no. 1 (2019).

Rosnawati, R. “Enam Tahapan Aktivitas Dalam Pembelajaran Matematika Untuk

Mendayagunakan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa,” 2009.

Rudd, Rick, Matt Baker, and Tracy Hoover. “Undergraduate Agriculture Student

Learning Styles and Critical Thinking Abilities: Is There a Relationship?”

Journal of Agricultural Education 41, no. 3 (2000): 2–12.

Saenab, Sitti, Sitti Rahma Yunus, and Husain Husain. “Pengaruh Penggunaan

Model Project Based Learning Terhadap Keterampilan Kolaborasi

Mahasiswa Pendidikan IPA.” BIOSEL (Biology Science and Education):

Jurnal Penelitian Science Dan Pendidikan 8, no. 1 (2019): 29–41.

Sa’idah, Nusrotus, Hayu Dian Yulistianti, and Eka Megawati. “Analisis Instrumen

Tes Higher Order Thinking Matematika SMP.” Jurnal Pendidikan

Matematika 13, no. 1 (2019): 41–54.

Setiawan, Joe Harrianto, and Cintia Caroline. “DALAM

MENGIMPLEMENTASIKAN DIFUSI INOVASI AGENDA

SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS UNTUK MEMBANGUN

KESADARAN PEMUDA MENGENAI MASALAH SAMPAH

PLASTIK” 6, no. 2 (2020): 9.

Singh, Supriya. “Gender and the Use of the Internet at Home.” New Media &

Society 3, no. 4 (2001): 395–415.

Solekhah, Fitri Mar’atus. “Pengembangan Instrumen Tes Kemampuan Berpikir

Tingkat Tinggi Pada Materi Hukum Newton Tentang Gerak,” 2018.


Sporea, Adelina, Dan Sporea, and V Pais. “A Collaborative Platform for Science

Teaching at Elementary and Middle School Level.” International Journal

of Elementary Education 4, no. 1 (2015): 1–7.

Suarniati, Ni Wayan, Nur Hidayah, and D Handarini. “The Development of

Learning Tools to Improve Students’ Critical Thinking Skills in

Vocational High School,” 175:1–7, 2018.

Sudaryono, Gaguk Margono, and Wardani Rahayu. “Pengembangan Instrumen

Penelitian Pendidikan.” Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013.

Sudrajat, Akhmad. “Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik,

Dan Model Pembelajaran.” Online)(Http://Smacepiring. Wordpress.

Com), 2008.

Sugiyono, Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfatbeta, 2010.

Suhaesti Julianingsih, SJ, UR Undang Rosidin, and IW Ismu Wahyudi.

“Pengembangan Instrumen Asesmen HOTS Untuk Mengukur Dimensi

Pengetahuan IPA Siswa Di SMP.” Jurnal Pembelajaran Fisika 5, no. 3

(2017).

Susilowati, Susilowati. “Pengembangan Bahan Ajar IPA Terintegrasi Nilai Islam

Untuk Meningkatkan Sikap Dan Prestasi Belajar IPA Siswa.” Jurnal

Inovasi Pendidikan IPA 3, no. 1 (2017): 78–88.

Tanudjaja, Hadian. “DAFTAR PUSTAKA. Arikunto, Suharsimi Dasar-Dasar

Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta,” n.d.

Thanuskodi, S. “Gender Differences in Internet Usage among College Students: A

Comparative Study.” Library Philosophy and Practice, 2013, 0_1.


Trianggono, Mochammad Maulana. “Analisis Kausalitas Pemahaman Konsep

Dengan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Pada Pemecahan Masalah

Fisika.” Jurnal Pendidikan Fisika Dan Keilmuan (JPFK) 3, no. 1 (2017):

1–12.

Trilling, Bernie, and Charles Fadel. 21st Century Skills: Learning for Life in Our

Times. John Wiley & Sons, 2009.

Turiman, Punia, Jizah Omar, Adzliana Mohd Daud, and Kamisah Osman.

“Fostering the 21st Century Skills through Scientific Literacy and Science

Process Skills.” Procedia-Social and Behavioral Sciences 59 (2012): 110–

16.

Verawati, Putu, Ni Nyoman Sri, Syahrial Ayub, and Saiful Prayogi. “The Effect

of Scientific Creativity in Inquiry Learning to Promote Critical Thinking

Ability of Prospective Teachers.” International Journal of Emerging

Technologies in Learning 14, no. 14 (2019).

Verma, Chaman, and Sanjay Dahiya. “Gender Difference towards Information

and Communication Technology Awareness in Indian Universities.”

SpringerPlus 5, no. 1 (2016): 370.

Vieira, Rui Marques, and Celina Tenreiro-Vieira. “Fostering Scientific Literacy

and Critical Thinking in Elementary Science Education.” International

Journal of Science and Mathematics Education 14, no. 4 (2016): 659–80.

Wahyuni, Arie, and Prihadi Kurniawan. “Hubungan Kemampuan Berpikir Kreatif

Terhadap Hasil Belajar Mahasiswa.” Matematika 17, no. 2 (2018).


Weiser, Eric B. “Gender Differences in Internet Use Patterns and Internet

Application Preferences: A Two-Sample Comparison.” Cyberpsychology

and Behavior 3, no. 2 (2000): 167–78.

Widana, I Wayan. “Modul Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skill

(HOTS),” 2017.

Wilson, Valerie. Education Forum on Teaching Thinking Skills: Report. Scottish

Executive, 2000.

Wulan, Ana Ratna, Aisah Isnaeni, and Rini Solihat. “Penggunaan Asesmen

Elektronik Berbasis Edmodo Sebagai Assessment for Learning

Keterampilan Abad 21.” Indonesian Journal of Educational Assesment 1,

no. 2 (February 13, 2019): 1. https://doi.org/10.26499/ijea.v1i2.7.

Yousefi, Soraya, and Mojtaba Mohammadi. “Critical Thinking and Reading

Comprehension among Postgraduate Students: The Case of Gender and

Language Proficiency Level.” Journal of Language Teaching and

Research 7, no. 4 (2016): 802–7.

Yusro, Andista Candra. “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika Berbasis

SETS Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa.” Jurnal

Pendidikan Fisika Dan Keilmuan (JPFK) 1, no. 2 (2017): 61–66.

Zohar, Anat, and Yehudit J Dori. “Higher Order Thinking Skills and Low-

Achieving Students: Are They Mutually Exclusive?” The Journal of the

Learning Sciences 12, no. 2 (2003): 145–81.

Zubaidah, Siti, Aloysius Duran Corebima, and Susriyati Mahanal. “Revealing the

Relationship between Reading Interest and Critical Thinking Skills


through Remap GI and Remap Jigsaw.” International Journal of

Instruction 11, no. 2 (2018): 41–56.

———. “Revealing the Relationship between Reading Interest and Critical

Thinking Skills through Remap GI and Remap Jigsaw.” International

Journal of Instruction 11, no. 2 (2018): 41–56.

Anda mungkin juga menyukai