Anda di halaman 1dari 6

I.

Data Hasil Percobaan dan Perhitungan


A. Analisis Daya Serap Air (WHC)
Sampel = tepung
Massa sampel (g) [b] 5
Massa crucible (g) [a] 23,8768
Massa crucible dan endapan kering (g) [c] 33,2431
Massa endapan (g) 9,3663
WHC (%) 87,326
%WHC terhadap endapan (g) 8,1792
Perhitungan
- Massa endapan = massa crucible dan endapan - massa crucible
= 33,2431 g - 23,8768 g = 9,3663 g
(𝑐−𝑎)−𝑏 (33,2431 g − 23,8768 g)−5 g
- WHC (%) = × 100% = × 100%
𝑏 5g
= 87,326%
- %WHC terhadap endapan = %WHC × massa endapan
= 87,326% × 9,3663 g = 8,179215138 g
≈ 8,1792 g

B. Analisis Daya Serap Minyak (OHC)


Sampel = tepung
Massa sampel (g) [b] 5
Massa crucible (g) [a] 26,0850
Massa crucible dan endapan kering (g) [c] 33,2693
Massa endapan (g) 7,1483
OHC (%) 43,686
%OHC terhadap endapan (g) 3,1228
Perhitungan
- Massa endapan = massa crucibel dan endapan - massa crucible
= 33,2693 g - 26,0850 g = 7,1843 g
(𝑐−𝑎)−𝑏 (33,3476 g − 26,0850 g)−5 𝑔
- OHC (%) = × 100% = × 100%
𝑏 5𝑔
= 43,686%
- %OHC terhadap endapan = %OHC × massa endapan
= 43,686% × 7,1843 g = 3,138533298 g
≈ 3,1385 g

C. Analisis Kapasitas Emulsi


Eggwhite Eggwhite
Sampel Kontrol
(perlakuan 1) (perlakuan 2)

4
Volume air
15 30 30
(mL)
Volume
15 30 30
minyak (mL)
Volume sampel
- 5 10
(mL)
Volume total
- 65 70
(mL)
Volume emulsi
- 64 68
(mL)
Kapasitas
- 98,4615 97,1429
emulsi (%)
Perhitungan
- Pada sampel eggwhite (perlakuan 1)
𝑉𝑐𝑡
Kapasitas emulsi (%) = 𝑉𝑡𝑜𝑡.𝑡 × 100%
64 𝑚𝐿
= 65 𝑚𝐿 × 100% = 98,46153846% ≈ 98,4615%
- Pada sampel eggwhite (perlakuan 2)
𝑉𝑐𝑡
Kapasitas emulsi (%) = 𝑉𝑡𝑜𝑡.𝑡 × 100%
68 𝑚𝐿
= 70 𝑚𝐿 × 100% = 97,14285714% ≈ 97,1429%

D. Analisis Kapasitas Buih


Sampel = eggwhite
Massa sampel (g) 2
Volume air (mL) 100
Volume buih (mL) 71
Kapasitas buih (%) 71%
Perhitungan
𝑉
Kapasitas buih (%) = 𝑉 𝑏𝑢𝑖ℎ 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑘𝑜𝑐𝑜𝑘 × 100%
𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛
71 𝑚𝐿
= 100 𝑚𝐿 × 100% = 71%

E. Gelasi
Sampel Tepung Telur
Massa sampel (g) 5,0035 -
Volume gelasi (mL) 47 50
Perlakuan 1 14 56
Kekuatan gel Perlakuan 2 12 54
Perlakuan 3 17 57
Rata-rata 14,3 55,67

II. Pembahasan
A. Analisis Daya Serap Air (WHC)
Tepung yang digunakan dalam praktikum adalah tepung “Cakra Kembar”
yang dikenal sebagai tepung terigu berprotein tinggi karena memiliki kandungan
protein sebesar 11-13% (Muko, 2013). Prosedur analisis daya serap air (Water
Holding Capacity atau WHC) pada praktikum yang dilakukan mengacu pada
penelitian yang telah dilakukan Subagio, dkk pada tahun 2003 (dalam Hamzah,
2016) dengan cara menambahkan air ke dalam sampel dan mengukur jumlah air
yang dapat terikat oleh sampel. Penentuan WHC dengan cara tersebut hanya dapat
dilakukan apabila sampel berbentuk kering seperti sampel yang digunakan pada
praktikum yaitu tepung. Nilai WHC yang didapatkan pada praktikum yaitu sebesar
87,326% dengan %WHC terhadap endapan adalah 8,1792 gram. Nilai WHC ini
menentukan jumlah air yang tersedia untuk proses gelatinisasi pati selama
pemasakan dan apabila jumlah air kurang maka pembentukan gel tidak mencapai
kondisi optimum (Aini et al, 2016). Nilai WHC yang didapatkan dari sampel tepung
terigu berprotein tinggi cukup besar dan hal ini sesuai dengan literatur yang
menyatakan bahwa nilai WHC erat kaitannya dengan kadar protien dimana semakin
tinggi kadar protein maka jumlah air yang terikat juga semakin banyak. Hal ini
disebabkan karena protein terdiri dari sejumlah asam amino dengan sisi polar yang
berpengaruh terhadap WHC. Gugus asam amino polar seperti hidroksil, amino,
karboksil dan sulfhidril memberikan sifat hidrofilik bagi molekul protein dimana
sifat ini yang menyebabkan protein mudah menyerap air (Nurdjannah dan Usmiati,
2011). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi WHC dari protein adalah pH,
garam dah suhu. Adanya perubahan suasana pH pada molekul protein dapat
mempengaruhi WHC dikarenakan pada saat muatan negatif dan positif protein
sama atau mencapai titik isoelektris maka interaksi antara protein dengan protein
mencapai maksimum. Interaksi antara protein-protein akan menurun apabila
protein semakin bermuatan, sehingga interaksi antara air dan protein meningkat.
Adanya suasana pH yang rendah (suasana asam) akan menyebabkan molekul
protein bermuatan positif dan sebaliknya pada pH yang tinggi (suasana basa) akan
menyebabkan molekul protein bermuatan negatif yang menyebabkan WHC oleh
protein meningkat. Garam juga dapat menyebabkan muatan listrik dari protein
terikat oleh Na+ dan Cl- sehingga interaksi antar protein menurun dan meningkatkan
nilai WHC. Kemudian pada pemanasan hingga suhu 80oC dapat menyebabkan
gelasi protein dimana air akan terperangkap sehingga WHC oleh protein meningkat
(Andarwulan, dkk, 2011).
B. Analisis Daya Serap Minyak (OHC)
Pada praktikum analisis daya serap minyak (Oil Holding Capacity atau OHC)
juga digunakan sampel tepung berprotein tinggi dan prosedur praktikum yang
dilakukan mengacu pada penelitian Subagio, dkk pada tahun 2003 (dalam Hamzah,
2016). Nilai OHC dari tepung didapatkan sebesar 43,686% dengan %OHC terhadap
endapan adalah 3,1228 gram. Nilai OHC yang didapatkan dari sampel tepung terigu
berprotein tinggi tidak terlalu besar nilainya meskipun sampel yang digunakan
merupakan tepung berprotein tinggi yang dapat disebabkan karena protein dalam
sampel terdiri dari sejumlah sisi polar yang lebih dominan. Dimana sisi non polar
dari molekul protein adalah sisi utama interaksi antara lemak dengan protein
(Nurdjannah dan Usmiati, 2011). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi nilai
OHC selain kadar protein yaitu kadar lemak dalam sampel. Semakin besar kadar
protein dan lemak dalam bahan pangan maka akan semakin besar pula OHC. Hal
ini berhubungan dengan mekanisme OHC yang disebabkan pemerangkapan
minyak secara fisik dengan gaya kapiler dan peran hidrofobisitas protein (Aini et
al, 2016). Selain itu, dengan adanya pemberian suhu tinggi dapat menyebabkan
protein dalam sampel terdenaturasi sebagian yang dapat meningkatkan kemampuan
protein untuk mengikat lemak (OHC). Terbukanya struktur protein akibat
denaturasi protein sebagian menyebabkan pembentangan molekul dan
menyediakan lebih banyak asam amino non polar (Nurdjannah dan Usmiati, 2011)
C. Analisis Kapasitas Emulsi
Pada analisis kapasitas emulsi dilakukan pada 3 sampel percobaan yaitu
sampel kontrol, sampel eggwhite dengan perlakuan 1 (penambahan eggwhite
sebanyak 5 mL) dan sampel eggwhite dengan perlakuan 2 (penambahan eggwhite
sebanyak 10 mL). Digunakan putih telur sebagai sampel karena memiliki
kandungan protein yang cukup tinggi yang sekitar 10% dan merupakan protein
yang bersifat sebagai zat pengemulsi dengan kekuatan biasa (Abeyrathne et al,
2013). Dari hasil praktikum, didapatkan kapasitas emulsi pada sampel kontrol yaitu
0%, pada sampel eggwhite perlakuan 1 yaitu 98,4615% dan pada sampel eggwhite
perlakuan 2 yaitu 97,1429%. Hasil yang didapatkan cukup berbeda dari teori
literatur yang menyatakan bahwa kapasitas emulsi dipengaruhi oleh jumlah asam
amino protein bahan. Dimana seharusnya kapasitas emulsi pada perlakuan 2
memiliki nilai yang lebih tinggi. Hal ini dapat disebabkan karena saat melakukan
homogenisasi hanya dilakukan dalam waktu yang cukup singkat sehingga larutan
emulsifier eggwhite, minyak dan air belum tercampur merata (Nurdjannah dan
Usmiati, 2011). Adanya perbandingan jumlah asam amino hidrofilik dan lipofilik
yang seimbang menentukan kemampuan protein membentuk emulsi dalam
menurunkan tegangan permukaan. Reaksi protein dengan lipid membentuk
lipoprotein yang mempunyai aktivitas permukaan dapat menignkatkan kapasitas
emulsi. Selain itu, kapasitas emulsi juga dipengaruhi oleh kadar lemak dalam
sampel (zat pengemulsi), kadar lemak yang tinggi akan menghasilkan kapasitas
emulsi yang tertinggi. Kapasitas emulsi juga dipengaruhi oleh kelarutan, protein
yang sukar larut akan membentuk endapan di permukaan minyak-air dan
menyebabkan kerusakan lapisan protein (Nurdjannah dan Usmiati, 2011)
D. Analisis Kapasitas Buih
Pada nalisis kapasitas buih dilakukan pada sampel eggwhite dan didapatkan
kapasitas buih sebesar 71%. Nilai kapasitas buih tersebut cukup besar yang
menandakan bahwa putih telur dapat membentuk busa cukup baik. Adanya
perlakuan penambahan air dalam praktikum menyebakabkan putih telur menjadi
encer yang dapat mengurangi volume kapasitas buih dibandingkan dengan putih
telur yang lebih kental (Agustina et al, 2013). Buih terbentuk oleh adanya udara
yang terperangkap selama dilakukan pengocokan. Pengocokan putih telur dapat
mempengaruhi volume buih putih telur yang relatif stabil. Semakin sedikit udara
yang terperangkap maka buih yang terbentuk akan semakin lunak, sebaliknya
semakin banyak udara yang terperangkap, buih yang terbentuk akan semakin kaku
dan kehilangan sifat alirnya. Volume buih yang tinggi diperoleh dari putih telur
dengan elastisitas rendah, sebaliknya struktur buih yang stabil dihasilkan dari putih
telur yang memiliki elastisitas tinggi (Nurdjannah dan Usmiati, 2011).
E. Gelasi
Analisis gelasi atau kekuatan gel dilakukan pada sampel tepung dan telur.
Untuk menentukan kekuatan gel dilakukan 3 kali pengukuran menggunakan texture
analyzer pada setiap sampel dan didapatkan rata-rata dari 3 kali pengukuran
kekuatan gel pada sampel tepung adalah 14,3 dan pada telur adalah 55,67. Hasil
yang didapatkan bahwa kekuatan gel yang dihasilkan pada sampel telur memiliki
nilai yang lebih tinggi dibandingkan sampel telur ini telah sesuai dengan literatur
yang menyatakan bahwa telur memiliki sifat khas yaitu dapat membentuk gel
dengan perlakuan panas dimana di dalam telur juga terdapat jenis protein
ovalbumin dan ovokonalbumin yang memiliki sifat gelasi yang baik. Sifat gelasi
tersebut berasal dari protein telur yang mampu mengikat air, lemak, dan bahan lain
yang dipengaruhi oleh adanya pemanasan dan keberadaan air (Andarwulan et al.,
2011).

III. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum virtual yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada analisis daya serap air (WHC) pada sampel tepung berprotein
tinggi didapatkan nilai WHC yaitu 87,326% dengan %WHC terhadap
endapan adalah 8,1792 gram. Kadar protein yang tinggi dalam
sampel menyebabkan nilai WHC juga tinggi.
2. Pada analisis daya serap minyak (OHC) pada sampel tepung
berprotein tinggi didapatkan nilai OHC yaitu 43,686% dengan
%OHC terhadap endapan adalah 3,1228 gram.
3. Pada analisis kapasitas emulsi yang dilakukan pada sampel eggwhite
dengan 2 perlakuan didapatkan kapasitas emulsi pada perlakuan 1
yaitu 98,4615% dan pada perlakuan 2 yaitu 97,1429%. Hasil yang
didapatkan masih kurang sesuai dengan literatur dapat disebabkan
karena waktu pengocokan yang kurang lama pada perlakuan 2.
4. Pada analisis kapasitas buih yang dilakukan pada sampel eggwhite
didapatkan sebesar 71% yang menandakan putih telur dapat
membentuk busa dengan cukup baik.
5. Pada analisis kekuatan gel yang dilakukan pada sampel tepung
didapatkan sebesar 14,3 dan pada sampel telur didapatkan 55,67.
Hasil yang didapatkan telah sesuai dengan literatur dimana kekuatan
gel pada telur lebih besar dari kekuatan gel pada tepung.

IV. Daftar Pustaka


Abeyrathne, E.D., Lee, H.Y., dan Ahn, D.U. 2013. Egg White Proteins and
Their Potential Use in Food Processing or as Nutraceutical and
Pharmaceutical Agents. Poult. Sci. 92(12): 3292-3299.
Aini, N., Wijonarko, G., dan Sustriawan, B. 2016. Sifat Fisik, Kimia, dan
Fungsional Tepung Jagung yang Diproses melalui Fermentasi. Agritech,
36(2): 160-169.
Agustina, N., Thohari, I., dan Rosyidi, D. 2013. Evaluasi Sifat Putih Telur
Ayam Pasteurisasi Ditinjau dari pH, Kadar Air, Sifat Emulsi dan Daya
Kembang Angel Cake. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 23(2): 6-13.
Andarwulan, N., Kusnandar, F., Herawati, D. 2011. Analisis Pangan. Jakarta:
PT Dian Rakyat.
Hamzah, R. 2016. Sifat Fungsional Teknik Tepung Koro dari Berbagai
Varietas dengan Lama Perendaman. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian. Jember.
Muko, A. 2013. Pengujian Kadar Protein pada Tepung Terigu Cakra Kembar
dan Tepung Segitiga Biru dengan Metode Kjeldahl. Skripsi. Program
Studi Teknologi Hasil Perkebunan. Gotontalo.
Nurdjannah, N. dan Usmiati, S. 2011. Isolasi dan Karakterisasi Protein
Ampas Tahu. Jurnal Pascapanen 3(2): 83-95.
Santana, P., Huda., N., Yang, T.A. 2012. Technology for Production of
Surimi Powder and Potential of Applications. International Food
Research Journal 19(4): 1313-1323.
Sukarno, Nadia, T.H., Dedi, F., Nampiah, S. 2014. Karakteristik Fungsional
Protein Miselium Jamur Tiram Merah Muda dan Merang. Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan 25(1): 72-77.
Trianto, Y., Sutedja, A.M., Trisnawati, C.Y. 2013. Karakteristik Sifat
Fungsional Kacang Hijau Kukus dengan Variasi Waktu Pengukusan.
Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi 12(2): 69-74.
.

Anda mungkin juga menyukai