Anda di halaman 1dari 4

TUGAS MATA KULIAH :

LOKASI DAN POLA RUANG


(REVIEW LITERATUR)
Dosen : Dra. Bitta Pigawati, MT

LOKASI DAN POLA RUANG


(Pertemuan 2)

Disusun Oleh:
Panca Vincentius Situmorang
NIM. 21040120140162

PROGRAM STUDI S1
DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
Rangkuman Materi dari Hasil Review Literatur

Dasar-Dasar Teori von Thunen

Teori mengenai nilai lahan sudah ada sejak abad ke 19.Tokoh yang pertama kali
mencetuskan teori mengenai nilai lahan adalah David Ricardopada tahun 1821 dalam
bukunya “Principle of Political Economy and Taxation”.Selanjutnya teori nilai lahan
dikembangkan oleh Von Thunen pada tahun 1826.Von Thunen menyatakan bahwa pola
penggunaan lahan sangat ditentukan oleh biaya trasnsportasi yang dikaitkan dengan jarak
dan sifat barang dagangan khususnya hasil pertanian.Von Thunen mengkondisikan ada
empat hal yang harus dipenuhi yaitu:

1. isolated state
2. uniform plane
3. transportation costs
4. maximise profits

(Wahyuningsih, 2008)

Model von Thunen merupakan model tata guna laban sederhana yang didasarkan
pada satu titik permintaan dalam suatu lingkungan ekonomi pedesaan yang memiliki
struktur pasar kompetisi sempurna baik untuk keluaran maupun masukan. Berdasarkan
model ini laban dialokasikan ke dalam satuan-satuan penggunaan berdasarkan nilai
tertinggi dari rent yang dihasilkan pada tingkat kesuburan dan lokasi tertentu. Model ini
mengasumsikan pula bahwa seluruh wilayah dapat dijangkau (accessible), wilayah yang
dibicarakan terisolasi sebagai akibatnya impor dan ekspor tidak ada. Model ini merupakan
model statik yang menghasilkan keseimbangan berdasarkan harga-harga, ongkos
pengolahan, produksi, ongkos transportasi, dan jarak pada suatu waktu.(Pakpahan et al.,
1989)

Berkaitan dengan pola penggunaan lahan,Von Thunen menggunakan 7 (tujuh)


asumsi,yaitu sebagai berikut:

1. Wilayah terasing yang terdiri atas sebuah kota dan wilayah pertanian sebagai
wilayah belakangnya(hinterland).
2. Kota tersebut merupakan pasara bagi surplus hasil pertanian dari hinterland dan
tidak menerima hasil pertanian dari wilayah lain.
3. Hinterland tersebut hanya menjual hasil pertaniannya ke kota itu saja dan tidak ke
kota lain.
4. Hinterland mempunyai lingkungan alam yang homogeny dan keadaan yang baik
bagi tanaman dan peternakan.
5. Hinterland dihuni oleh petani-petani yang menginginkan keuntungan maksmimum
dan maupun penyesuaian tipe pertaniannya dengan permintaan pasar.
6. Hinterland hanya memupunyai 1 macam angkutan darat tertentu(pada zaman itu)
yaitu gerobak ditarik kuda.
7. Biaya nagkutan berbanding langsung dengan jarak perjalanan dan seluruh
pengangkutan hanya digunakan oleh para petani yang mengirimkan hasil
pertaniannya.

Von Thunen mengemukakan bahwa beberapa tanaman niaga cenderung untuk


berlokasi menurut pola tertentu.Di sekeliling kota akan terbentuk berbagai tipe pertanian
yang merupakan beberapa lingkaran sepusat.Pola penggunaan lahan sanagat ditentukan
oleh biaya transportasi yang dikaitkan dengan jarak dan sifat barang dagangan khususnya
hasil pertanian.(Nurfatimah, 2020)

Teori Von Thunen memiliki kekurangan apabila model ini akan digunakan sebagai
pedoman pembuatan keputusan alokasi lahan. Pertama, kita ketahui bahwa pasar
masukan dan keluaran tidaklah merupakan pasar kompetitif. Adanya spatial monopolies
menunjukkan hal itu. Kedua, model von Thunen tidak dapat langsung digunakan apabila
kita tahu bahwa tidak semua produk dijual di pusat pasar, misalnya, sepatu Cibaduyut tidak
hanya dijual di pusat pasar lokal melainkan diekspor ke luar negeri. Asumsi model
mengenai uniform transport plane terlalu jauh dengan kenyataan yang biasa kita jumpai.
Selanjutnya model ini juga terlalu restriktif dengan mengasumsikan satu pusat pasar.
Sudah selayaknya dibuat suatu model wilayah dengan mempertimbangkan pola distribusi
permintaan untuk berbagai produk dan persaingan antar perusahaan dalam suatu
wilayah.Walaupun model von Thunen merupakan model yang sangat sederhana,model ini
merupakan model awal yang penting dalam membuat model tata guna lahan yang lebih
baik.
Referensi :

Nurfatimah, N. (2020). Teori Eksplanatoris Pola Penggunaan Lahan.

Pakpahan, A., Anwar, A., Besar, G., & others. (1989). Faktor-faktor yang mempengaruhi
konversi lahan sawah.

Wahyuningsih, M. (2008). Pola dan Faktor Penentu Nilai Lahan Perkotaan di Kota
Surakarta. Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai