Apendiksitis
A. Pengertian
Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling
sering (Mansjoer,2000).
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada
bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh
feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson
& Goldman, 1989).
Apendiksitis merupakan penyakit prototip yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan iskemia di
dalam jangka waktu bervariasi (Sabiston, 1995).
Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga
abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
B. Etiologi
C. Patofisiologi
Apendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel
limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks akan menyebabkan obstruksi dan akan mengalami
penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan. Obstruksi yang terjadi
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus
semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan
edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukus. Pada saat ini terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai
oleh nyeri epigastrium. Sumbatan menyebabkan nyeri sekitar umbilicus dan epigastrium, nausea,
muntah. invasi kuman E Coli dan spesibakteroides dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan
muskularisa, dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah peritonitis lokal kanan bawah.Suhu tubuh
mulai naik.Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang
timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di area kanan bawah.
Keadaan ini yang kemudian disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark diding apendiks yang diikuti dengan gangren.
Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh pecah, akan
menyebabkan apendisitis perforasi.
Bila proses tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah
apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks
tersebut akan menyebabkan abses atau bahkan menghilang.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih
tipis. Keadaan demikian ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan
pembuluh darah.
2. Apendisitis akuta perforate ( termasuk apendisitis gangrenosa, karena dinding apendiks sebenarnya
sudah terjadi mikroperforasi)
D. Manifestasi Klinik
Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau periumbilikus yang
berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan
menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam
yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual,
dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun
dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif, dan denghan pemeriksaan seksama
akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah
dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila tanda
Rovsing, psoas, dan obturatorpositif, akan semakin meyakinkan diagnosa klinis.
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang
hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di
sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah
ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan
jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8 Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan
wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila
usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa
menyebabkan syok.
E. Komplikasi
Apendiksitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi peyakit ini tidak dapat
diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi. Karena
perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan dalam masa tersebut.
Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah
dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, leukositosis
semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah terjadi sejak klien
pertam akali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal
perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang : tirah baring dalam posisi fowler medium,
pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang, pemberian antibiotik
berspektrum luas dilanjutkan dengan pemberian antibiotik yang sesuai dengan kultur, transfusi utnuk
mengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara intensif, bila ada.
Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung
menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotik
(misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan
segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakaukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap
progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum atau
vagina dengan fruktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.
Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang letal. Hal
ini harus dicurigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi
perforasi apendiks. Pada keadaan ini diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase.
Komplikasi lain yang terjadi ialah abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal lain. Obstruksi
intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.
F. Pemeriksaan
1. Anamnesa
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah :
* Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut
kanan bawah.
* Muntah oleh karena nyeri viseral.
* Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
* Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan
pergerakan, di perut terasa nyeri.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut,
kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya
sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). pada
keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.
3. Laboratorium
Pemeriksaan darah : lekosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih dari 13000/mm3
umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya lekositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung
jenis: terdapat pergeseran ke kiri. Pemeriksaan urin : sediment dapat normal atau terdapat lekosit dan
eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika.
Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh
terhadap mikroorganisme yang menyerang.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin)
nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin
penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
G. Penatalaksanaan
1. Sebelum operasi
* Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
* Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
* Rehidrasi
* Antibiotic dengan
Object 1
2. Operasi
* Apendiktomi.
* Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen dicuci dengan garam
fisiologis dan antibiotika.
* Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin mengecil,atau abses mungkin
memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan
operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3. Pasca operasi
* Observasi TTV.
* Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah.
* Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
* Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien dipuasakan.
* Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus
kembali normal.
* Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya
berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
* Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2×30 menit.
* Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
* Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang ditandai dengan :
* Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
* Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-tanda peritonitis
* Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri.
Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan
terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-
baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tiggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana
tanpa perforasi.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai dengan :
* Umumnya klien berusia 5 tahun atau lebih.
* Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi.
* Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba massa dengan
jelas dan nyeri tekan ringan.
* Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik dan istirahat di tempat
tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa
apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut.Pembedahan dilakukan
segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum.
A. Pengkajian
Pengkajian menurut Wong (2003), Doenges (1999), Catzel (1995), Betz (2002), antara lain :
1. Wawancara
3. Pemeriksaan Penunjang
* Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat “ileal atau
caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan udara di sekum atau ileum).
* Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
* Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
* Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.
* Pada enema barium apendiks tidak terisi.
* Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada anak dengan kasus apendiksitis berdasarkan rumusan diagnosa
keperawatan menurut NANDA (2006) antara lain :
Pre Operasi
Post Operasi
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi menurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention Classsification (NIC), dan hasil yang
diharapkan menurut Johnson (2000) Nursing Outcome Classification ( NOC) , antara lain :
Pre Operasi
Kriteria Hasil :
* Nyeri berkurang
* Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
* Kegelisahan atau keteganganotot
* Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
* Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
Intervensi
* Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan, factor presipitasinya.
* Observasi ketidaknyamanan non verbal.
* Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan
rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru.
* Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan.
* Anjurkan pasien untuk istirahat.
* Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
* Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
Dx II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah,
anoreksia.
Kriteria Hasil :
Intervensi
Post Operasi
Kriteria Hasil :
* Nyeri berkurang
* Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
* Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
* Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
Intervensi
Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan pasien normal dan
dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat..
Kriteria Hasil :
* Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal.
* Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
* Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab.
* Tidak ada rasa haus yang berlebihan.
Intervensi
Daftar Pustaka
Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta: EGC
Catzel, Pincus.1995. Kapita Selekta Pediatri. Jakarta: EGC.
Dongoes. Marilyn. E.dkk 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencana
Pendokumentasian Perawatan Klien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Johnson, Marion,dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby
Yearbook,Inc.
Markum.1991.Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI.
Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius.
Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis, Missouri: Mosby
Yearbook,Inc.
Nelson.1994.Ilmu Kesehatan Anak.Vol 2.Jakarta: EGC.
Sabiston, D.C. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.
Syamsuhidayat. R & De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2 .Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta: EGC