Anda di halaman 1dari 23

MANAJEMEN PAJAK ATAS WITHHOLDING TAX

Mata Kuliah : Manajemen Perpajakan


Dosen Pengampu : A.A. Ketut Agus Suardika, SE., M.Si., BKP., CMA., CAPF

Oleh Kelompok 1 :

I Gede Bayu Widi Perdana (01)


I Gusti Lanang Widhiana Saputra (02)
Reszki Nofrald Latendengan (03)
Luh Putu Sita Dewi (04)
I Gusti Agung Arya Adityadharma (05)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI AKUNTAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2021/2022
A. DEFINISI WITHHOLDING TAX
Sistem withholding tax (di Indonesia dikenal dengan sistem Pemotongan atau
Pemungutan / pot-put) merupakan sistem perpajakan dimana pihak ketiga baik WP or
ang pribadi maupun WP badan dalam negeri diberikan kepercayaan oleh peraturan pe
rundang-undangan untuk melaksanakan kewajiban memotong atau memungut pajak a
tas penghasilan yang dibayarkan ke penerima penghasilan. Dalam sistem ini, pihak ke
tiga mempunyai peran aktif untuk melaksanakan kewajiban memotong atau memungu
t, menyetorkan pajak yang telah di potong/pungut tersebut ke kas negara dan melapor
kan pajak yang telah dipotong/pungut, dan disetorkan ke Kantor Pelayanan Pajak dim
ana pihak pemotong/pemungut terdaftar.
Penerapan withholding tax dalam pemotongan pajak penghasilan telah mengu
ntungkan dari segi efisiensi waktu, akuntabilitas data, biaya, serta kinerja terhadap diri
wajib pajak dan fiskus. Dalam hal ini, withholding tax memberi manfaat untuk pemer
intah antara lain, dapat meningkatkan kepatuhan secara sukarela karena pembayar paj
ak secara tak langsung telah membayar pajaknya, pengumpulan pajak secara otomatis
bagi pemerintah tanpa mengeluarkan biaya administrasi pemungutan, serta meningkat
kan penerimaan pajak.
Adapun jenis pajak penghasilan yang dipotong/dipungut antara lain PPh Pasal
21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 24, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat (2), PPh
Pasal 15.

B. TAX PLANNING ATAS PAJAK PENGHASILAN (PPH) PASAL 21


1. Objek PPh Pasal 21
Jenis Penghasilan
Pemberi Penghasilan
Benefit in cash Benefit in kind
Pemerintah Objek PPh Non objek PPh
Bukan Wajib Pajak (WP) Objek PPh Objek PPh
WP yang dikenakan PPh Final Objek PPh Objek PPh
WP yang dikenakan PPh berdasarkan norma Objek PPh Objek PPh
penghitungan khusus
WP lainnya Objek PPh Non objek PPh

Pemberi penghasilan bukan WP antara lain badan perwakilan negara asing dan or
ganisasi internasional yang digolongkan sebagai bukan subyek pajak berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan. WP yang dikenakan PPh final antara lain WP yang

2
bergerak di bidang persewaan tanah/bangunan dan jasa konstruksi. WP yang dike
nakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit) adalah :
a. Charter pesawat (KMK No. 475/KMK.04/1996)
b. Perusahaan pelayaran dalam negeri (KMK No. 416/KMK.04/1996)
c. Perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri (KMK No. 417/KMK.04/1996)
d. WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia (KMK No.
634/KMK.04/1994).

2. Saat Terutangnya Pajak


Pasal 15 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 menyatakan bahwa
pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan dilakukan pada akhir bulan :
a. Terjadinya pembayaran; atau
b. Terutangnya penghasilan yang bersangkutan; atau
c. Tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu

3. Perlakuan Akuntansi untuk PPh Pasal 21


a. Pajak ditanggung karyawan
(angka hanya sebagai ilustrasi)
Nama Akun Debit Kredit
Biaya Gaji Rp 1.000.000
Kas/Bank Rp 950.000
Utang PPh Pasal 21 Rp 50.000

b. Pajak ditanggung perusahaan


(angka hanya sebagai ilustrasi)
Nama Akun Debit Kredit
Biaya Gaji Rp 1.050.000
Kas/Bank Rp 1.000.000
Utang PPh Pasal 21 Rp 50.000

c. Diberikan tunjangan pajak (gross up)


(angka hanya sebagai ilustrasi)
Nama Akun Debit Kredit
Biaya Gaji Rp 1.052.632
Kas/Bank Rp 1.000.000
Utang PPh Pasal 21 Rp 52.632

3
Bagi karyawan, model pertama (pajak ditanggung karyawan) merupakan model ya
ng paling tak disukai sebab pajak dipotong dari gaji yang diterimanya sehingga tak
e home pay nya hanya Rp 950.000. Sedangkan model 2 dan 3, pajak menjadi beban
perusahaan sehingga perusahaan perlu mempertimbangkan PPh Badannya. Berikut
ilustrasinya.
PPh ditanggung perusahaa
Tunjangan PPh
Uraian n
LR Internal LR Fiskal LR Internal LR Fiskal
Laba sebelum tunjanga Rp 1.500.000 Rp 1.500.000 Rp 1.500.000 Rp 1.500.000
n
Biaya operasional
Gaji Rp 1.000.000 Rp 1.000.000 Rp 1.000.000 Rp 1.000.000
PPh Rp 50.000
Tunjangan PPh Rp 52.632 Rp 52.632
Rp 1.050.000 Rp 1.000.000 Rp 1.052.632 Rp 1.052.632
Penghasilan Neto Rp 450.000 Rp 500.000 Rp 447.368 Rp 447.368
PPh yang dibayar :
PPh Badan (25%) Rp 125.000 Rp 111.842
PPh Pasal 21 (5%) Rp 50.000 Rp 52.632
Rp 175.000 Rp 164.474

4. Menentukan Pemberian bagi Karyawan dalam Bentuk Benefit in Cash atau


Benefit in Kind
Strategi efisiensi PPh Pasal 21 dan PPh Badan yang berkaitan dengan biaya keseja
hteraan karyawan tergantung pada kondisi perusahaan.
a. Pada perusahaan yang mempunyai penghasilan bruto lebih dari Rp 50 miliar s
ehingga tidak mendapat fasilitas pengurangan tarif PPh dan pengenaan PPh ba
dannya tidak final, seminimal mungkin memberikan kesejahteraan kepada kar
yawan dalam bentuk natura dan kenikmatan (benefit in kind), karena pemberia
n ini merupakan pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan b
ruto (nondeductible expense).
b. Bagi perusahaan yang masih menderita kerugian, pemberian natura dan kenik
matan akan menurunkan PPh Pasal 21, sementara PPh Badan tetap nihil.

5. Mengelola Pemberian Uang Tip yang Dicatat dalam Biaya Entertainment


Jika perusahaan membebankan pemberian uang tip, uang pengurusan dokume
n atau izin, uang jaminan pimpinan proyek dalam biaya entertainment atau biaya l

4
ain-lain dan tidak dapat melengkapi pemberian tersebut dengan daftar nominatif,
maka pemberian tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sehingga
pada akhir tahun harus dikoreksi fiscal untuk menghitung PPh Badan.
Agar penghematan PPh dapat dilakukan, perusahaan dapat mereklasifikasi bia
ya tersebut dalam pemberian honor atau imbalan kepada pihak ketiga. Perlakuan a
tas pajaknya adalah dengan melakukan gross up sehingga penghematan pajaknya
dapat optimal. Namun jika perusahaan masih merugi, yang berarti PPh Badannya
nihil, maka pembebanan ke biaya entertainment dapat dilakukan untuk melakukan
penghematan pajak.

6. Ekualisasi Biaya yang Terkait dengan Objek PPh Pasal 21


Prosedur yang perlu ditempuh untuk melakukan ekualisasi adalah:
1. Akun-akun yang merupakan objek PPh Pasal 21, khususnya yang terkait den
gan pegawai tetap,dikelompokkan dalam satu akun.
2. Setiap transaksi yang masih terkait dengan objek PPh Pasal 21 diberi kode kh
usus pada deskripsinya. Ini untuk memudahkan proses ekualisasi pada akhir t
ahun sebelum SPT PPh Pasal 21 Masa Desember dilaporkan ke kantor pajak.
3. Pada akhir tahun, seluruh objek PPh Pasal 21 yang tersebar di akun-akun biay
a menurut buku besar dikumpulkan menjadi satu dan ditandingkan dengan pe
nghitungan PPh Pasal 21 Masa Desember.
4. Jika masih terdapat selisih yang disebabkan oleh penghasilan pegawai tetap,
maka teliti akun yang menampung iuran Jamsostek dan pastikan bahwa iuran
Jaminan Hari Tua tidak termasuk dalam obyek PPh Pasal 21.
5. Jika selisih disebabkan dari penghasilan selain pegawai tetap, maka teliti kelo
mpok penghasilan yang belum dipotong pajaknya.

Contoh Proses Ekualisasi Biaya yang Terkait dengan PPh Pasal 21 :


PT XYZ adalah perusahaan pembiayaan (leasing) dengan 2 (dua) cabang yan
g terdaftar di KPP B dan KPP C. Kantor pusat terdaftar di KPP A. Tahun Buku P
T XYZ sama dengan tahun takwim. Pada awal tahun 2013, Kantor Pusat PT XYZ
diperiksa all taxes oleh KPP A atas tahun pajak 2012. Sebagai tindak lanjut pemer
iksaan tersebut, terhadap kantor cabang PT XYZ juga dilakukan pemeriksaan oleh
KPP di masing- masing lokasi. Pemeriksaan oleh KPP lokasi tersebut diselesaikan
tepat waktu sebelum jangka waktu pemeriksaan selesai.

5
Pada pembahasan akhir hasil temuan pemeriksaan (closing conferrence), dibe
rikan data hasil temuan/perhitungan oleh tax auditor sebagai berikut:
- Obiek PPh Pasal 21 menurut Pemeriksa Rp22.257.844.284
- Obiek PPh Pasal 21 menurut SPT PPh Pasal 21 Desember Rp18.000.000.000
- Koreksi Rp 4.257.844.284
Terdapat koreksi atas objek PPh 21 yang dilaporkan di Kantor Pusat berdasar
kan hasil ekualisasi dengan biaya yang dilaporkan dalam laporan laba rugi komers
ial 2012.

Pembebanan Biaya dalam Laporan Laba Rugi Komersial


No. Uraian Jumlah (Rp)
1 Gaji dan upah 7.978.566.206
2 Lembur non-staf 644.252.755
3 Honor part-timer 37.067.959
4 THR dan bonus 1.322.590.100
5 Tunjangan PPh Pasal 21 1.547.500.000
6 Medical insurance 388.902.137
7 Jamsostek (JHT dan THT) 24.743.043
8 luran pensiun 279.619.164
9 Tunjangan lain-lain 419.237.466
10 Tunjangan transport 68.477.300
11 Komisi 9.546.888.154
Jumlah 22.257.844.284

Objek PPh Pasal 21 yang dilaporkan dalam SPT PPh Pasal 21


- Penghasilan bruto pegawai tetap Rp 15.000.000.000
- Penghasilan bruto selain pegawai tetap Rp 3.000.000.000
Jumlah Rp 18.000.000.000

Ekualisasi Objek PPh pasal 21 dengan Biaya di SPT Tahunan PPh Badan
Jumlah beban dalam SPT Tahunan PPh Badan Rp 22.257.844.284
Dikurangi:
Pembayaran ke Jamsostek (JHT dan THT) Rp 24.743.043
I. luran pensiun Rp 279.619.164
II. Provisi atas imbalan pascakerja Rp 75.000.000
III. Pembayaran gaji honorer di bawah PTKP Rp 37.067.959

6
IV. Objek PPh Pasal 21 yang dilaporkan di cabang:
- KPP B Rp 2.118.058.956
- KPP C Rp 586.258.750
- Jumlah pengurangan Rp 4.120.747.872
Objek PPh Pasal 21 Kantor Pusat hasil ekualisasi Rp 18.137.096.412
Objek PPh Pasal 21 menurut SPT PPh Pasal 21 Rp 18.000.000.000
Objek PPh 21 yang belum dipotong Rp 137.096.412

C. TAX PLANNING PADA WITHHOLDING TAX SELAIN PPH PASAL 21


1. PPh Pasal 22
a. Objek PPh Pasal 22
Kegiatan usaha di bidang impor dan kegiatan usaha di bidang lain yang
memperoleh pembayaran atas barang dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang dilakukan
dengan atau melalui pemungut-pemungut yang ditunjuk itu saja yang dapat
dipungut Pajak Penghasilan.
b. Pemungut Pajak
Penunjukan Pemungut PPh Pasal 22 dilakukan tanpa Surat Keputusan
Kepala KPP (secara otomatis)
a) Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor
barang;
b) Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai
pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi
atau Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya,
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
c) Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian
barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
d) Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah
Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada
pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung
(LS);

7
e) BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang
bersumber dari belanja Negara (APBN) dan atau belanja daerah
(APBD);
f) Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Set (PPA), PT Telkom, PT
PLN, PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina
dan bank bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang
dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN;
g) Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen,
industri kertas, industri baja (industri baja yang merupakan industri
hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan industri antara
dan industri hilir), industri otomotif, dan industri farmasi, atas
penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri. Agen
Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM),
dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan
bermotor di dalam negeri;
h) Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas;
i) Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian
bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya
atau ekspornya.
c. Tarif pungutan dan Dasar Pengenaan Pajak PPH Pasal 22 adalah
digambarkan oleh tabel dibawah ini :

No. Objek Pajak Tarif DPP


Atas impor:
Angka Pengenal Impor (API)
2.50%
Kecuali atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu Nilai impor
1 0.50%
sebesar
tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API) 7.50% Nilai impor
Pemenang hasil lelang impor yang tak dikuasai 7.50% Harga jual lelang
2 Pembelian Barang Dalam Negeri :
Oleh Bendaharawan pemerintah, BUMN/BUMD, dan 1,5% Harga pembelian tidak termasuk
Badan-badan tertentu. Pajak Pertambahan Nilai
(Terutang dan dipungut pada saat pembayaran)

8
Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau
Harga pembelian tidak termasuk
ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang
0.25% Pajak Pertambahan Nilai
bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian,
(Terutang dan dipungut pada saat pembelian)
peternakan, dan perikanan.
Terutang dan dipungut pada saat penerbitan surat
Atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan perintah
pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, pengeluaran barang (delivery order).
bahan bakar gas, dan pelumas adalah sebagai berikut: Kepada agen/penyalur pajak bersifat final selain
itu tidak final.
a. Bahan bakar minyak

3 Penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum


Pertamina; 0,25% Penjualan tidak termasuk PPN
Penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum 0,3% Penjualan tidak termasuk PPN
bukan Pertamina; 0.3% Penjualan tidak termasuk PPN
Penjualan kepada pihak lain.

b. Bahan bakar gas 0,3% Penjualan tidak termasuk PPN


c. Pelumas 0,3% Penjualan tidak termasuk PPN
Atas penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam
(Terutang dan
negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang
dipungut penjualan)
usaha:
industri semen, 0.25% DPP PPN
industri kertas, 0.10% DPP PPN
4 industri baja, 0.30% DPP PPN

industri otomotif, oleh Agen Tunggal Pemegang Merek


(ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir 0,45% DPP PPN
umum kendaraan bermotor.

industri farmasi. 0.30% DPP PPN

2. PPh Pasal 23
1. Objek PPh Pasal 23
Objek PPh pasal 23 adalah penghasilan yang diterima oleh wajib pajak yang b
erasal dari:
i. Bunga, dividen dan royalty yang diterima wajib pajak badan dan wajib p
ajak orang pribadi.
ii. Penyerahan jasa yang diterima olej wajib pajak badan.

9
iii. Penyerahan jasa yang dterima oleh wajib pajak orang pribadi selain yang
telah dipotong PPh Pasal 21.
2. Pemotong Pajak
Pemotong PPH pasal 23 yaitu :
i. Badan Pemerintah
ii. Subjek pajak badan dalam negeri
iii. Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau perwakilan perusahaan dalam negeri.
iv. Orang Pribadi sebagai WPDN yang ditunjuk oleh DJP, yaitu:
 Akuntan, arsitek, dokter, notaris, PPAT (kecuali camat), pengacara,
konsultan yang melakukan pekerjaan bebas.
 Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pe
mbukuan.
3. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
No Objek Pajak Tarif DPP
1. Dividen:
 Yang diterima oleh badan dengan kepemilikan kura 15% Penghasilan Bruto
ng dari 25% 10% Penghasilan Bruto
 Yang diterima oleh orang pribadi (pasal 17 ayat 2C)
2. Bunga 15% Penghasilan Bruto
3. Royalti 15% Penghasilan Bruto
4. Hadiah, Penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang dip 15% Penghasilan Bruto
otong PPh pasal 21
5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan 2% Jumlah Bruto tidak
harta, kecuali yang telah dikenalan PPh final termasuk PPN
6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, j 2% Jumlah Bruto tidak
asa konstruksi, jasa konsultasi, selain jasa yang telah dipoto termasuk PPN
ng PPh pasal 21
7. Imbalan sehubungan dengan jasa lain (PMK No 244/PMK. 2% Jumlah Bruto tidak
03/2008) termasuk PPN

3. PPh Pasal 26
1. Objek PPh Pasal 26
Secara garis besar berdasarkan penerapannya, objek PPh Pasal 26 diba
gi
menjadi:

10
i. Objek PPh yang dipotong sebesar 20% dari jumlah bruto oleh pihak ya
ng wajib membayarkan.
ii. Objek PPh yang dipotong PPh 26 yang dipotong pajak 20% dari perkir
aan penghasilan neto, yaitu: Objek PPh yang dipotong PPh 26 yang dip
otong pajak sebesar 20% dari penghasilan kena pajak sesudah dikurang
i pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, atau yang biasa diseb
ut Branch Profit Tax.
2. Pemungut Pajak
Berdasarkan Peraturan Dirjen Nomor PER – 52/PJ/2009 tentang tata car
a pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan pasal 26 atas pen
ghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatu
r dalam pasal 4 (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan yang diterima atau di
peroleh WajiPajak Luar Negeri selain BUT di Indonesia, yang ditunjuk sebag
ai pemotong PPh Pasal 26 adalah:
i. Badan Pemerintah
ii. Subjek Pajak badan dalam negeri
iii. Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau perwakilan perusahaan luar negeri lain
nya.
iv. Orang pribadi sebagai WPDN yang ditunju DJP, yaitu akuntan, arsitek,
dokter, notaris, PPAT (kecuali camat), pengacara, konsultan yang mela
kukan pekerjaan bebas orang pribadi yang menjalankan usaha dan yang
menyelenggarakan pembukuan.
3. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
No Objek Pajak Tarif DPP
1 Dividen 20% atau tarif P3B Penghasilan Bruto
2 Bunga termasuk premium, disko 20% atau tarif P3B Penghasilan Bruto
nto, premi sawab dan imbalan se
hubungan dengan pengembalian
uang
3 Royalti, sewa, dan penghasilan l 20% atau tarif P3B Penghasilan Bruto
ain sehubungan dengan penggun
aan harta
4 Hadiah dan penghargaan 20% atau tarif P3B Penghasilan Bruto
5 Pensiunan dan pembayaran berk
ala lainya

11
6 Penghasilan dari penjualan harta 20% atau tarif P3B Penghasilan Bruto
di Indonesia yang diterima waji
b pajak luar negeri selain BUT
7 Dibayarkan tertanggung kepada 10% atau tarif P3B Penghasilan Bruto
perusahaan asuransi di luar nege
ri baik secara langsung maupun
melalui pialang

Dibayarkan perusahaan asuransi


di Indonesia kepada perusahaan 2% atau tarif P3B Penghasilan Bruto
asuransi di luar negeri

Dibayarkan perusahaan reasuran


si di Indonesia kepada perusaha 1% atau tarif P3B Penghasilan Bruto
an asuransi diluar negeri
8 Penghasilan dari penjualan 5% Penghasilan Bruto
9 Laba setelah pajak BUT, kecuali 20% atau tarif P3B Laba BUT dikuran
laba setelah pajak tersebut ditan gi PPh BUT di Ind
amkan Kembali ke Indonesia onesia

4. PPh Pasal 4 Ayat 2 (PPh Final)


1. Objek PPh Pasal 4 ayat (2)
i. Bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan dan atau dilporkan p
erdagangannya di bursa efek (PP No. 16 tahun 2009)
ii. Penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek. Atas pengasil
an yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari taransaks
i penjualn saham di bursa efek dipungut Pajak Penghasilan yang bersifa
t final.
iii. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI. Atau pengasilan beru
pa Bungan deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indone
sia dipotong Pajak Pengasilan yang bersifat final.
iv. Penghasilan berupa hadianh atas undian.
v. Penghasilan atas sewa tanah dan bangunan.
vi. Penghasilan dari usaha jasa konstruksi.
vii. Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan

12
viii. Dividen yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam
negeri.
ix. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota kopera
si orang pribadi.
2. Pemungut pajak
No Objek pajak Pemungut pajak
1 Bunga diskonto obligasi  Penerbit atau custodian selaku agen
yang diperdagangkan dana pembayaran yang ditunjuk
tau dilaporkan  Perusahaan efek,dealer, atau bank, selaku
perdagangannya di bursa pedagang perantara dan/atau pembeli, atas
efek bunga dan diskonto yang diterima penjual
obligasi pada saat transaksi
2 Penghasilan dari transaksi Penyelenggara bursa efek
penjualan saham di bursa
efek
3 Bunga deposito dan Bank yang didirikan atau bertempat
tabungan serta diskonto SBI kedudukanm di Indonesia atau cabang bank
luar negeri di Indonesia dan Bank Indonesia
4 Penghasilan berupa hadiah Penyelenggara undian
atas undian
5 Penghasilan sewa tanah dana Penyewa yang bertindak atau ditunjuk sebagai
tau bangunan pemotong pajak
 Hal penyewa bukan sebagai pemotong pajak
maka pajak penghasilan yang terutang wajib
dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan
yang menerima atau memperoleh penghasilan
6 Penghasilan dari usaha jasa  Dipotong oleh pengguna jasa pada saat
konstruksi pembauaran, dalam hal pengguna jasa
merupakan pemotong pajak
 Disetor sendiri oleh penyedia jasa, dalam hal
pengguna jasa bukan merupakan pemotong
pajak
7 Penghasilan dari pengalihan Membayar sendiri pajak penghasilan yang
harta berupa tanah dana tau terutang

13
bangunan  Dipungut oleh bendaharawan atau pejabat yang
melakukan pembayaran atau pejabat yang
menyetujui tukar-menukar
8 Dividen yang diterima atau Pihak yang membayar atau pihak lain yang
diperoleh wajib pajak orang ditunjuk selaku pembayar dividen
pribadi dalam negeri
9 Bunga simpanan yang Koperasi yang melakukan pembayaran bunga
dibayarkan oleh koperasi simpanan kepada anggota koperasi orang
kepada anggota koperasi pribadi
orang pribadi

3. Tarif dasar pengenaan pajak (DPP)


No Objek pajak Tarif DPP Keterangan
1 Bunga dan diskonto obligasi
yang diperdagangkan dan atau
dilaporkan perdagangannya di
bursa efek
1.a Bunga daru obligasi dengan 15% Jumlah bruto WPDN
kupon bunga sesuai
dengan masa
kepemilikan
20% obligasi WPLN selain
BUT
1. Diskonto dari obligasi dengan 15% Selisih lebih WPDN
b kupon harga jual atau
nilai nominal di
atas harga
20% perolehan
obligasi, tidak WPLN selain
termasuk bunga BUT
berjalan
1.c Diskonto dari obligasi tanpa 15% Selisih lebih WPDN
bunga harga jual atau
20% nilai nominal di
atas harga

14
perolehan
obligasi WPLN selain
BUT
Bunga dan atau diskonto dari 0% Jumlah yang Untuk tahu 2009
obligasi diterima dan atau sampai dengan
diperoleh wajib tahun 2010
pajak reksadana
5% yang terdaftar Untuk tahun
pada badan 2011 sampai
pengawas pasar dengan tahun
modal dan 2013
lembaga
15% keuangan Untuk tahun
2014 dan
seterusnya
2 Penghasilan dari transaksi
penjualan saham di bursa efek

2.a Atas penghasilan yang diterima 0.1% Jumlah bruto


atau diperoleh orang pribadi nilai transaksi
atau badan penjualan

2. Pemilik saham pendiri 0.5% Dari nilai saham Dalam hal saham
b dikenakan tambahan pajak perusahaan pada perusahaan
penghasilan saat penutupan diperdagangkan
bursa trakhir di bursa efek
tahun 1996 setelah 1 januari
1997, maka nilai
saham ditetapkan
sebesar harga
saham pada saat
penawaran umum
perdana

3 Bunga deposito dan tabungna 20% Dari jumlah WPDN dan BUT

15
serta diskonto SBI bruto
WPLN
20%
4 Penghasilan berupa hadiah atas 25% Daru jumlah
undian bruto hadian
undian
5 Penghasilan atas sewa tanah dan 10% Dari jumlah
atau bangunan bruto nilai
persewaan tanah
dan atas
bangunan
6 Penghasilan dari usaha jasa
kontruksi
6.a Pelaksanaan kontruksi (a) 2% Kualifikasi usaha
kecil
6. Pelaksanaan kontruksi (b) 4% Jumlah Tidak memiliki
b Pelaksanaan kontruksi selain 3% pembayarn atau kualifiikasi usaha
6.c (huruf a dam b) jmlah
penerimaan Kualifikasi usaha
Perencanaan kontruksi atau 4% pembayaran atau menengah dan
6. pengawasan kontruksi jumlah yamh besar
d merupakan
Perencaaan kontruksi atau bagian dari nilai Memiliki
pengawasan kontruksi 6% kontrak jasa kualifikasi usaha
6.f kontruksi
Tidak memiliki
kualifikasi usaha

7 Pengahasilan dari pengalihan 5% Jumlah bruto -


harta berupa tanah dan atau . nilai penghasilan
bangunan hak atas tanah
dan /atau
bangunan

1% Jumlah bruto Atas pengalihan

16
nilai pengalihan hak atas rumah
sederhana dan
rumah susun
sederhana yang
dilakukan oleh
wajib pajak yang
usaha pokoknya
melakukan
penglihan hak
atas tanah dan
atau bangunan

8 Dividen yang diterima atau Jumlah


diperoleh wajib pajak orang 10% penghasilan
pribadi dalam negeri berupa deviden

9 Bunga simpangan yang 0% Jumlah bruto Bunga simpanan


dibayarkan oleh koperasi kepada bunga sampai dengan
anggota koperasi orang pribadi Rp. 240.000 per
bulan
10% Bunga simpanan
lebih dari
Rp.240.000 per
bulan

Contoh penghitungan PPh pasal 4 ayat 2 atas pajak penghasilan berupa sewa
tanah dan atau bangunan :
PT BDS menyewa sebuah ruko dari Tuan Wibawa untuk dijadikan kantor
dengan nilai sewa sebesar Rp. 40.000.000, -
PPh pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh PT BDS adalah
10% x Rp. 40.000.000,- = Rp. 4.000.000.000,-

17
5. Saat Terutangnya PPh Potong Pungut
a. Untuk PPh Pasal 22 saat terutangnya pajak antara lain adalah saat pembaraan
bea masuk atau saat penyelesaian dokumen PIB (untuk impor) saat
pembayaran, saat penerbitan delivery order, saat pembelian tergantung
objeknya masing masing.
b. Untuk PPh Pasal 23 dan 26 saat terutangnya pajak adalah pada saat
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo
pembayarannya
c. Untuk PPh Pasal 4 ayat (2) saat terutangnya pajak adalah saat pembayaran
atau saat terutang mana yang lebih dahulu

6. Saat peyetoran dan pelaporan PPH Potong Pungut


a. Penyetoran PPh potong Pungut dilakukan ke kas paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya dengan menggunakan SSP ( Surat Setoran Pajak )
b. Pelaporan PPh dilaporkan ke KPP tempat pemotong/pemungut terdaftar paling
lambat tanggal 20 bulan berikutnya dengan menggunakan surat pemberitahuan
Masa ( SPM)

7. Perencanaan Pajak Pada PPh Potong Pungut


Karena sistem withholding tax ( dalam hal ini pph potong pungut) melibatkan
dua pihak, yakni pihak pemberi penghasilan sebagai pihak pemotong /
pemungutan dan pihak penerima penghasilan sebagai pihak yang
dipotong/dipungut maka untuk mencapai efisiensi yang maksimal,
perencanaan pajak pph potong pungut harus difokuskan pada dua sisi, yakni
sisi sebagai wajib potong manakala perusahaan melakukna pembayaran atas
objek pph potong pungut dan sisi sebagai pihak yang dipotong manakala
perusahaan menerima / memperoleh penghasilan yang merupakan objek pph
potong pungut. Hal ini dikarenkan dapat saja dalam masa pajak yang sama
perusahaan berada pada posisi sebagai wajib potong dan sekaligus berada pada
posisi yang dipotong.

1) Perencanaan Pajak pada posisi sebagi pemotong

18
Pada posisi sebagai pemotong, perusahaan miliki kewajiban yang wajib
dilaksanakan dan apabila perusahaan tidak atau lalai melaksanakan kewajiban
tersebut, maka secara otomatis perusahaan akan terkena sanksi pajak. Adapun
kewajiban perusahaan sebagai wajib potong pph potong pungut adalah :
a. Kewajiban untuk memotong PPh atas objek PPh potong pungut, dilakukan
dengan menggunakan sarana bukti potong.
Pada kewajiban memotong atas objek PPh potong pungut, terdapat beberapa
sanksi pajak yang terkait seperti sanksi kurang potong (2% dari pajak yang
kurang dipotong), sanksi terlambat potong (2%perbulan dari pajak yang
terlambat dipotong), salah potong misalnya seharusnya memotong pph pasal
23 tapi di potong pph pasal 21 dianggap tidak memotong, sanksi tidak
memotong dll.
b. Setoran Pajak (SSP)
Pada kewajiban menyetorkan pajak yang telah dipotong, terdapat beberapa
sanksi pajak terkait seperti sanksi terlambat setor (2% perbulan sari pajak
yang terlambat disetor) sanksi kurang setor (2% dari pajak yang kurang setor)
sanksi tidak menyetor dll.
c. Kewajiban melaporkan pph yang telah dipotong dan disetor tersebut ke kantor
pelayanan pajak tempat perusahaan terdaftar dengan mengunakan sarana SPT
masa (SPM)
Pada kewajiban melapor terdapat sanksi pajak terkait, seperti terlamabat lapor
(terkena sanksi administrasi sebesar Rp.100.000). adapun tujuan dari
perencanaan pajak pada posisi sebagai wajib potong adalah untuk mencapai
efisiensi dengan cara menghindari sanksi – sanksi pajak terkait dengan
pelaksanaan tiga kewajiban di atas. Untuk menghindari sanksi pajak terkait
dengan kewajiban perpajakan di atas maka perusahaan harus memperhatikan
hal- hal berikut:
a) Kapan saat terutangnya PPh potong pungut tersebut
b) Apa saja yang merupakan objek PPH ptong pungut dan beberapa tarif
pajaknya
c) Kapan PPh potong pungut harus di bayarkan ke kas Negara
d) Kapan PPh yang dipotong tersebut harus dilporkan ke KPP
e) Apa saja sanksi terkait dengan ketiga kewajiban tersebut

19
2) Perencanaan Pajak pada posisi sebagai Pihak Yang dipotong
Pada posisi sebagai pihak yang dipotong, perusahaan memiliki hak
pengkreditan atas PPh yang telah dipotong oleh pihak ketiga tehadap pph
badan perusahaan ( sepanjang PPh yang dipotong tidak tergolng PPh final).
Hak pengkreditan tersebut tidak bersifat otomatis, karena untuk dapat
mengkreditkan perusahaan harus memenuhi persyaratan- persyaratan tertentu
yakni:
a. Harus didukung oleh bukti potong asli( atau legalisir sesuai asli)
b. Tahun pengkreditan harus sesuai dengan tahun yang tertera pada bukti potong
c. Jenis pajak yang tercantum pada bukti potong dan SSP harus benar (atau
didukung oleh surat pemindahbukuan yang diterbitkan oleh KPP jika terjadi
kesalahan jenis PPh yang dipotong).
Adapun tujuan dari perencanaan pajak pada posisi sebagai pihak yang
dipotong adalah untuk mencapai efisiensi dengan cara memaksimalkan
pemanfaatan hak pengkreditan tersebut. Untuk itu perusahaan harus selalu
memperhatikan persyaratan untuk dapat melakukan pengkreditan PPh potong
pungut di atas.

3) Hal hal yang harus diperhatikan terkait dengan perencanaan Pajak pada
PPh Potong Pungut
a. Jika terjadi kesalahan potong
Bagi pihak pemotong/ pemungut pajak, jika terjadi kesalahan pemotongan
yang mengakibatkan timbulnya sanksi pajak (salah potong dianggap tidak
memotong), misalnya seharusnya dipotong PPh pasal 23, akan tetapi dipotong
pph pasal 21, maka langkah yang harus segera diambil adalah dengan
mengajukan permohonan pemindahbukuan ke KPP tempat pemotong terdaftar.
Jadi dengan adanya surat keputusan pemindahbukuan (SKPBK) maka pihak
pemotong akan terhindar dari sanksi dianggap tidak memotong, sedangkan
pihak yang dipotong terhindar dari sanksi tidak dapat mengkreditan apajak
yang telah dopotong.
b. Jika pihak penerima penghasilan tidak mau dipotong pajak (kontrak “ net of
tax)
Jika pihak penerima penghasilan akan menerima penghasilan tanpa dipotong
pajak, maka kewajiban menyetorkan pajak terutang tetap harus dilakukan,

20
namun kewajiban menanggung beban pajak tersebut menjadi berlalih kepada
pihak pemberi penhhasilan. Ada dua cara yang dilakukan yakni:
i. Pihak pemberi penghasilan menanggung sendri pajak yang terutang
sebesar tarif yang terutang jika pihak pemberi penghasilan memilih cara
ini, maka jumlah pajak yang ditanggung sendiri tersebut tidak dapat
dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto perusahaan dalam
menghitung penghasilan kena pajak.
ii. Meng-gross up pajak yang terutang. Dengan melakukan gross up maka
konsekuensinya pajak yang dibayar ke kas Negara menjadi lebih besar
dari yang seharusnya. Namun dengan cara ini pihak pemberi penghasilan
dapat membebankan pajak yang dibayarnya tersebut sebagai pengurang
penghasilan bruto.

4) Khusus untuk pembayaran kepada WPLN perlu diperhatikan apakah


penghasilan yang diberikan kepada pihak WPLN tersebut merupakan
Passive income ( bunga , deviden dan royalty atau active income
( penghasilan dari Jasa atau kegiatan ) karena perlakukan pajaknya akan
berbeda manakala kita bertransaksi dengan WPLN mitra perjanjian (
tax treaty partner ) dan WPLN non Treaty Partner)
a. Perlakuan pajak jika WPLN tersebut merupakan resident treaty partner: untuk
passive income yang diterima WPLN treaty partner, pihak pembayar di
Indonesia wajib memotong PPh pasal 26 dengan mengunakan tarif tax treaty
yang bersangkutan dengan syarat dilampirkannya certificate of resident
(COR), yang sekarang di kenal dengan nama form DGT – 1 dan from DGT – 2
pada SPT masa PPh pasal 26. apabila WPLN tersebut memiliki BUT di
Indonesia, maka pihak pembayar di Indonesia wajib memotong PPh pasal 23
(bukan PPh pasal 26).
b. Pelakuan pajak jika WPLN tersebut bukan merupakan resident Negara treaty
partner (non treaty partner) : untuk passive income yang di terima WPLN non
treaty partner, pihak pembayar di Indonesia wajib memotong PPh pasal 26
dengan mengunakan tariff undang – undang pajak penghasilan yaitu 20% dari
jumlah bruto jika WPLN tersebut tidak memilki BUT di Indonesia.
5) Rekonsiliasi SPT masing masing withholding tax dengan biaya biaya yang
terkait dengan objek withholding tax

21
Pembahasan rekonsiliasi/ ekualisasi objek pemotongan PPh pot – put ini dapat
dilakukan tinjauannya dari 2 aspek yaitu aspek perusahaan sebagai pihak
pemberi penghasilan (pemotong) dan segi perusahaan selaku pihak penerima
penghasilan ( pihak yang dipotong).
a. Rekonsiliasi obyek PPh Pot-put bagi perusahaan selaku pemotong
Upaya manajemen pajak yang terukur apabila perusahaan bertindak selaku
pemotong pajak (withholding tax agent) salah satunya adalah melakukan
rekonsiliasi / ekualisasi atas kewajiban pemotongan PPh pot-put. Caranya
adalah dengan membandingkan objek pemotongan PPh pot-put berdasarkan
angka yang tertera dalam laporan keuangan dengan dasar pengenaan pajak
yang telah dilaporkan perusahaan dalam SPT masa PPh pot-put yang
bervariasi, mulai dari pemotongan PPh pasal 4 ayat 2, 15, 21/26, 22 dan 23/26
terganting obyeknya.
b. Rekonsiliasi obyek PPh pot-put bagi perusahaan selaku pihak yang di potong.
Selaku penerima penghasilan yang merupakan obyek PPh pot-put perusahaan
akan dipotong pajak oleh pelanggan. Untuk penetingan perpajakan,
perusahaan dapat melakukan rekonsiliasi objek pajak pot-put berdasarkan
bukti potong yng diterima dari pelnggan dengan penghasilan yang dilporkan
dalam SPT Tahunan PPh badan atau audit report laporan keuangannya.
Perbedaan atau selisih angka rekonsialiasi akan berakibat adanya eksposure
atas kewajiban PPh badan perusahaan dan berkonsekuensi pada penetapan
PPN apabila penghasilan tersebut adalah juga merupakan objek PPN.

DAFTAR PUSTAKA

22
Ikatan Akuntan Indonesia. 2015. Modul Chartered Accountant : Manajemen Perpajakan.
Jakarta Pusat : Ikatan Akuntan Indonesia

23

Anda mungkin juga menyukai