Oleh Kelompok 1 :
Pemberi penghasilan bukan WP antara lain badan perwakilan negara asing dan or
ganisasi internasional yang digolongkan sebagai bukan subyek pajak berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan. WP yang dikenakan PPh final antara lain WP yang
2
bergerak di bidang persewaan tanah/bangunan dan jasa konstruksi. WP yang dike
nakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit) adalah :
a. Charter pesawat (KMK No. 475/KMK.04/1996)
b. Perusahaan pelayaran dalam negeri (KMK No. 416/KMK.04/1996)
c. Perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri (KMK No. 417/KMK.04/1996)
d. WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia (KMK No.
634/KMK.04/1994).
3
Bagi karyawan, model pertama (pajak ditanggung karyawan) merupakan model ya
ng paling tak disukai sebab pajak dipotong dari gaji yang diterimanya sehingga tak
e home pay nya hanya Rp 950.000. Sedangkan model 2 dan 3, pajak menjadi beban
perusahaan sehingga perusahaan perlu mempertimbangkan PPh Badannya. Berikut
ilustrasinya.
PPh ditanggung perusahaa
Tunjangan PPh
Uraian n
LR Internal LR Fiskal LR Internal LR Fiskal
Laba sebelum tunjanga Rp 1.500.000 Rp 1.500.000 Rp 1.500.000 Rp 1.500.000
n
Biaya operasional
Gaji Rp 1.000.000 Rp 1.000.000 Rp 1.000.000 Rp 1.000.000
PPh Rp 50.000
Tunjangan PPh Rp 52.632 Rp 52.632
Rp 1.050.000 Rp 1.000.000 Rp 1.052.632 Rp 1.052.632
Penghasilan Neto Rp 450.000 Rp 500.000 Rp 447.368 Rp 447.368
PPh yang dibayar :
PPh Badan (25%) Rp 125.000 Rp 111.842
PPh Pasal 21 (5%) Rp 50.000 Rp 52.632
Rp 175.000 Rp 164.474
4
ain-lain dan tidak dapat melengkapi pemberian tersebut dengan daftar nominatif,
maka pemberian tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sehingga
pada akhir tahun harus dikoreksi fiscal untuk menghitung PPh Badan.
Agar penghematan PPh dapat dilakukan, perusahaan dapat mereklasifikasi bia
ya tersebut dalam pemberian honor atau imbalan kepada pihak ketiga. Perlakuan a
tas pajaknya adalah dengan melakukan gross up sehingga penghematan pajaknya
dapat optimal. Namun jika perusahaan masih merugi, yang berarti PPh Badannya
nihil, maka pembebanan ke biaya entertainment dapat dilakukan untuk melakukan
penghematan pajak.
5
Pada pembahasan akhir hasil temuan pemeriksaan (closing conferrence), dibe
rikan data hasil temuan/perhitungan oleh tax auditor sebagai berikut:
- Obiek PPh Pasal 21 menurut Pemeriksa Rp22.257.844.284
- Obiek PPh Pasal 21 menurut SPT PPh Pasal 21 Desember Rp18.000.000.000
- Koreksi Rp 4.257.844.284
Terdapat koreksi atas objek PPh 21 yang dilaporkan di Kantor Pusat berdasar
kan hasil ekualisasi dengan biaya yang dilaporkan dalam laporan laba rugi komers
ial 2012.
Ekualisasi Objek PPh pasal 21 dengan Biaya di SPT Tahunan PPh Badan
Jumlah beban dalam SPT Tahunan PPh Badan Rp 22.257.844.284
Dikurangi:
Pembayaran ke Jamsostek (JHT dan THT) Rp 24.743.043
I. luran pensiun Rp 279.619.164
II. Provisi atas imbalan pascakerja Rp 75.000.000
III. Pembayaran gaji honorer di bawah PTKP Rp 37.067.959
6
IV. Objek PPh Pasal 21 yang dilaporkan di cabang:
- KPP B Rp 2.118.058.956
- KPP C Rp 586.258.750
- Jumlah pengurangan Rp 4.120.747.872
Objek PPh Pasal 21 Kantor Pusat hasil ekualisasi Rp 18.137.096.412
Objek PPh Pasal 21 menurut SPT PPh Pasal 21 Rp 18.000.000.000
Objek PPh 21 yang belum dipotong Rp 137.096.412
7
e) BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang
bersumber dari belanja Negara (APBN) dan atau belanja daerah
(APBD);
f) Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Set (PPA), PT Telkom, PT
PLN, PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina
dan bank bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang
dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN;
g) Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen,
industri kertas, industri baja (industri baja yang merupakan industri
hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan industri antara
dan industri hilir), industri otomotif, dan industri farmasi, atas
penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri. Agen
Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM),
dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan
bermotor di dalam negeri;
h) Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas;
i) Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian
bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya
atau ekspornya.
c. Tarif pungutan dan Dasar Pengenaan Pajak PPH Pasal 22 adalah
digambarkan oleh tabel dibawah ini :
8
Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau
Harga pembelian tidak termasuk
ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang
0.25% Pajak Pertambahan Nilai
bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian,
(Terutang dan dipungut pada saat pembelian)
peternakan, dan perikanan.
Terutang dan dipungut pada saat penerbitan surat
Atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan perintah
pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, pengeluaran barang (delivery order).
bahan bakar gas, dan pelumas adalah sebagai berikut: Kepada agen/penyalur pajak bersifat final selain
itu tidak final.
a. Bahan bakar minyak
2. PPh Pasal 23
1. Objek PPh Pasal 23
Objek PPh pasal 23 adalah penghasilan yang diterima oleh wajib pajak yang b
erasal dari:
i. Bunga, dividen dan royalty yang diterima wajib pajak badan dan wajib p
ajak orang pribadi.
ii. Penyerahan jasa yang diterima olej wajib pajak badan.
9
iii. Penyerahan jasa yang dterima oleh wajib pajak orang pribadi selain yang
telah dipotong PPh Pasal 21.
2. Pemotong Pajak
Pemotong PPH pasal 23 yaitu :
i. Badan Pemerintah
ii. Subjek pajak badan dalam negeri
iii. Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau perwakilan perusahaan dalam negeri.
iv. Orang Pribadi sebagai WPDN yang ditunjuk oleh DJP, yaitu:
Akuntan, arsitek, dokter, notaris, PPAT (kecuali camat), pengacara,
konsultan yang melakukan pekerjaan bebas.
Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pe
mbukuan.
3. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
No Objek Pajak Tarif DPP
1. Dividen:
Yang diterima oleh badan dengan kepemilikan kura 15% Penghasilan Bruto
ng dari 25% 10% Penghasilan Bruto
Yang diterima oleh orang pribadi (pasal 17 ayat 2C)
2. Bunga 15% Penghasilan Bruto
3. Royalti 15% Penghasilan Bruto
4. Hadiah, Penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang dip 15% Penghasilan Bruto
otong PPh pasal 21
5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan 2% Jumlah Bruto tidak
harta, kecuali yang telah dikenalan PPh final termasuk PPN
6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, j 2% Jumlah Bruto tidak
asa konstruksi, jasa konsultasi, selain jasa yang telah dipoto termasuk PPN
ng PPh pasal 21
7. Imbalan sehubungan dengan jasa lain (PMK No 244/PMK. 2% Jumlah Bruto tidak
03/2008) termasuk PPN
3. PPh Pasal 26
1. Objek PPh Pasal 26
Secara garis besar berdasarkan penerapannya, objek PPh Pasal 26 diba
gi
menjadi:
10
i. Objek PPh yang dipotong sebesar 20% dari jumlah bruto oleh pihak ya
ng wajib membayarkan.
ii. Objek PPh yang dipotong PPh 26 yang dipotong pajak 20% dari perkir
aan penghasilan neto, yaitu: Objek PPh yang dipotong PPh 26 yang dip
otong pajak sebesar 20% dari penghasilan kena pajak sesudah dikurang
i pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, atau yang biasa diseb
ut Branch Profit Tax.
2. Pemungut Pajak
Berdasarkan Peraturan Dirjen Nomor PER – 52/PJ/2009 tentang tata car
a pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan pasal 26 atas pen
ghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatu
r dalam pasal 4 (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan yang diterima atau di
peroleh WajiPajak Luar Negeri selain BUT di Indonesia, yang ditunjuk sebag
ai pemotong PPh Pasal 26 adalah:
i. Badan Pemerintah
ii. Subjek Pajak badan dalam negeri
iii. Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau perwakilan perusahaan luar negeri lain
nya.
iv. Orang pribadi sebagai WPDN yang ditunju DJP, yaitu akuntan, arsitek,
dokter, notaris, PPAT (kecuali camat), pengacara, konsultan yang mela
kukan pekerjaan bebas orang pribadi yang menjalankan usaha dan yang
menyelenggarakan pembukuan.
3. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
No Objek Pajak Tarif DPP
1 Dividen 20% atau tarif P3B Penghasilan Bruto
2 Bunga termasuk premium, disko 20% atau tarif P3B Penghasilan Bruto
nto, premi sawab dan imbalan se
hubungan dengan pengembalian
uang
3 Royalti, sewa, dan penghasilan l 20% atau tarif P3B Penghasilan Bruto
ain sehubungan dengan penggun
aan harta
4 Hadiah dan penghargaan 20% atau tarif P3B Penghasilan Bruto
5 Pensiunan dan pembayaran berk
ala lainya
11
6 Penghasilan dari penjualan harta 20% atau tarif P3B Penghasilan Bruto
di Indonesia yang diterima waji
b pajak luar negeri selain BUT
7 Dibayarkan tertanggung kepada 10% atau tarif P3B Penghasilan Bruto
perusahaan asuransi di luar nege
ri baik secara langsung maupun
melalui pialang
12
viii. Dividen yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam
negeri.
ix. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota kopera
si orang pribadi.
2. Pemungut pajak
No Objek pajak Pemungut pajak
1 Bunga diskonto obligasi Penerbit atau custodian selaku agen
yang diperdagangkan dana pembayaran yang ditunjuk
tau dilaporkan Perusahaan efek,dealer, atau bank, selaku
perdagangannya di bursa pedagang perantara dan/atau pembeli, atas
efek bunga dan diskonto yang diterima penjual
obligasi pada saat transaksi
2 Penghasilan dari transaksi Penyelenggara bursa efek
penjualan saham di bursa
efek
3 Bunga deposito dan Bank yang didirikan atau bertempat
tabungan serta diskonto SBI kedudukanm di Indonesia atau cabang bank
luar negeri di Indonesia dan Bank Indonesia
4 Penghasilan berupa hadiah Penyelenggara undian
atas undian
5 Penghasilan sewa tanah dana Penyewa yang bertindak atau ditunjuk sebagai
tau bangunan pemotong pajak
Hal penyewa bukan sebagai pemotong pajak
maka pajak penghasilan yang terutang wajib
dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan
yang menerima atau memperoleh penghasilan
6 Penghasilan dari usaha jasa Dipotong oleh pengguna jasa pada saat
konstruksi pembauaran, dalam hal pengguna jasa
merupakan pemotong pajak
Disetor sendiri oleh penyedia jasa, dalam hal
pengguna jasa bukan merupakan pemotong
pajak
7 Penghasilan dari pengalihan Membayar sendiri pajak penghasilan yang
harta berupa tanah dana tau terutang
13
bangunan Dipungut oleh bendaharawan atau pejabat yang
melakukan pembayaran atau pejabat yang
menyetujui tukar-menukar
8 Dividen yang diterima atau Pihak yang membayar atau pihak lain yang
diperoleh wajib pajak orang ditunjuk selaku pembayar dividen
pribadi dalam negeri
9 Bunga simpanan yang Koperasi yang melakukan pembayaran bunga
dibayarkan oleh koperasi simpanan kepada anggota koperasi orang
kepada anggota koperasi pribadi
orang pribadi
14
perolehan
obligasi WPLN selain
BUT
Bunga dan atau diskonto dari 0% Jumlah yang Untuk tahu 2009
obligasi diterima dan atau sampai dengan
diperoleh wajib tahun 2010
pajak reksadana
5% yang terdaftar Untuk tahun
pada badan 2011 sampai
pengawas pasar dengan tahun
modal dan 2013
lembaga
15% keuangan Untuk tahun
2014 dan
seterusnya
2 Penghasilan dari transaksi
penjualan saham di bursa efek
2. Pemilik saham pendiri 0.5% Dari nilai saham Dalam hal saham
b dikenakan tambahan pajak perusahaan pada perusahaan
penghasilan saat penutupan diperdagangkan
bursa trakhir di bursa efek
tahun 1996 setelah 1 januari
1997, maka nilai
saham ditetapkan
sebesar harga
saham pada saat
penawaran umum
perdana
3 Bunga deposito dan tabungna 20% Dari jumlah WPDN dan BUT
15
serta diskonto SBI bruto
WPLN
20%
4 Penghasilan berupa hadiah atas 25% Daru jumlah
undian bruto hadian
undian
5 Penghasilan atas sewa tanah dan 10% Dari jumlah
atau bangunan bruto nilai
persewaan tanah
dan atas
bangunan
6 Penghasilan dari usaha jasa
kontruksi
6.a Pelaksanaan kontruksi (a) 2% Kualifikasi usaha
kecil
6. Pelaksanaan kontruksi (b) 4% Jumlah Tidak memiliki
b Pelaksanaan kontruksi selain 3% pembayarn atau kualifiikasi usaha
6.c (huruf a dam b) jmlah
penerimaan Kualifikasi usaha
Perencanaan kontruksi atau 4% pembayaran atau menengah dan
6. pengawasan kontruksi jumlah yamh besar
d merupakan
Perencaaan kontruksi atau bagian dari nilai Memiliki
pengawasan kontruksi 6% kontrak jasa kualifikasi usaha
6.f kontruksi
Tidak memiliki
kualifikasi usaha
16
nilai pengalihan hak atas rumah
sederhana dan
rumah susun
sederhana yang
dilakukan oleh
wajib pajak yang
usaha pokoknya
melakukan
penglihan hak
atas tanah dan
atau bangunan
Contoh penghitungan PPh pasal 4 ayat 2 atas pajak penghasilan berupa sewa
tanah dan atau bangunan :
PT BDS menyewa sebuah ruko dari Tuan Wibawa untuk dijadikan kantor
dengan nilai sewa sebesar Rp. 40.000.000, -
PPh pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh PT BDS adalah
10% x Rp. 40.000.000,- = Rp. 4.000.000.000,-
17
5. Saat Terutangnya PPh Potong Pungut
a. Untuk PPh Pasal 22 saat terutangnya pajak antara lain adalah saat pembaraan
bea masuk atau saat penyelesaian dokumen PIB (untuk impor) saat
pembayaran, saat penerbitan delivery order, saat pembelian tergantung
objeknya masing masing.
b. Untuk PPh Pasal 23 dan 26 saat terutangnya pajak adalah pada saat
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo
pembayarannya
c. Untuk PPh Pasal 4 ayat (2) saat terutangnya pajak adalah saat pembayaran
atau saat terutang mana yang lebih dahulu
18
Pada posisi sebagai pemotong, perusahaan miliki kewajiban yang wajib
dilaksanakan dan apabila perusahaan tidak atau lalai melaksanakan kewajiban
tersebut, maka secara otomatis perusahaan akan terkena sanksi pajak. Adapun
kewajiban perusahaan sebagai wajib potong pph potong pungut adalah :
a. Kewajiban untuk memotong PPh atas objek PPh potong pungut, dilakukan
dengan menggunakan sarana bukti potong.
Pada kewajiban memotong atas objek PPh potong pungut, terdapat beberapa
sanksi pajak yang terkait seperti sanksi kurang potong (2% dari pajak yang
kurang dipotong), sanksi terlambat potong (2%perbulan dari pajak yang
terlambat dipotong), salah potong misalnya seharusnya memotong pph pasal
23 tapi di potong pph pasal 21 dianggap tidak memotong, sanksi tidak
memotong dll.
b. Setoran Pajak (SSP)
Pada kewajiban menyetorkan pajak yang telah dipotong, terdapat beberapa
sanksi pajak terkait seperti sanksi terlambat setor (2% perbulan sari pajak
yang terlambat disetor) sanksi kurang setor (2% dari pajak yang kurang setor)
sanksi tidak menyetor dll.
c. Kewajiban melaporkan pph yang telah dipotong dan disetor tersebut ke kantor
pelayanan pajak tempat perusahaan terdaftar dengan mengunakan sarana SPT
masa (SPM)
Pada kewajiban melapor terdapat sanksi pajak terkait, seperti terlamabat lapor
(terkena sanksi administrasi sebesar Rp.100.000). adapun tujuan dari
perencanaan pajak pada posisi sebagai wajib potong adalah untuk mencapai
efisiensi dengan cara menghindari sanksi – sanksi pajak terkait dengan
pelaksanaan tiga kewajiban di atas. Untuk menghindari sanksi pajak terkait
dengan kewajiban perpajakan di atas maka perusahaan harus memperhatikan
hal- hal berikut:
a) Kapan saat terutangnya PPh potong pungut tersebut
b) Apa saja yang merupakan objek PPH ptong pungut dan beberapa tarif
pajaknya
c) Kapan PPh potong pungut harus di bayarkan ke kas Negara
d) Kapan PPh yang dipotong tersebut harus dilporkan ke KPP
e) Apa saja sanksi terkait dengan ketiga kewajiban tersebut
19
2) Perencanaan Pajak pada posisi sebagai Pihak Yang dipotong
Pada posisi sebagai pihak yang dipotong, perusahaan memiliki hak
pengkreditan atas PPh yang telah dipotong oleh pihak ketiga tehadap pph
badan perusahaan ( sepanjang PPh yang dipotong tidak tergolng PPh final).
Hak pengkreditan tersebut tidak bersifat otomatis, karena untuk dapat
mengkreditkan perusahaan harus memenuhi persyaratan- persyaratan tertentu
yakni:
a. Harus didukung oleh bukti potong asli( atau legalisir sesuai asli)
b. Tahun pengkreditan harus sesuai dengan tahun yang tertera pada bukti potong
c. Jenis pajak yang tercantum pada bukti potong dan SSP harus benar (atau
didukung oleh surat pemindahbukuan yang diterbitkan oleh KPP jika terjadi
kesalahan jenis PPh yang dipotong).
Adapun tujuan dari perencanaan pajak pada posisi sebagai pihak yang
dipotong adalah untuk mencapai efisiensi dengan cara memaksimalkan
pemanfaatan hak pengkreditan tersebut. Untuk itu perusahaan harus selalu
memperhatikan persyaratan untuk dapat melakukan pengkreditan PPh potong
pungut di atas.
3) Hal hal yang harus diperhatikan terkait dengan perencanaan Pajak pada
PPh Potong Pungut
a. Jika terjadi kesalahan potong
Bagi pihak pemotong/ pemungut pajak, jika terjadi kesalahan pemotongan
yang mengakibatkan timbulnya sanksi pajak (salah potong dianggap tidak
memotong), misalnya seharusnya dipotong PPh pasal 23, akan tetapi dipotong
pph pasal 21, maka langkah yang harus segera diambil adalah dengan
mengajukan permohonan pemindahbukuan ke KPP tempat pemotong terdaftar.
Jadi dengan adanya surat keputusan pemindahbukuan (SKPBK) maka pihak
pemotong akan terhindar dari sanksi dianggap tidak memotong, sedangkan
pihak yang dipotong terhindar dari sanksi tidak dapat mengkreditan apajak
yang telah dopotong.
b. Jika pihak penerima penghasilan tidak mau dipotong pajak (kontrak “ net of
tax)
Jika pihak penerima penghasilan akan menerima penghasilan tanpa dipotong
pajak, maka kewajiban menyetorkan pajak terutang tetap harus dilakukan,
20
namun kewajiban menanggung beban pajak tersebut menjadi berlalih kepada
pihak pemberi penhhasilan. Ada dua cara yang dilakukan yakni:
i. Pihak pemberi penghasilan menanggung sendri pajak yang terutang
sebesar tarif yang terutang jika pihak pemberi penghasilan memilih cara
ini, maka jumlah pajak yang ditanggung sendiri tersebut tidak dapat
dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto perusahaan dalam
menghitung penghasilan kena pajak.
ii. Meng-gross up pajak yang terutang. Dengan melakukan gross up maka
konsekuensinya pajak yang dibayar ke kas Negara menjadi lebih besar
dari yang seharusnya. Namun dengan cara ini pihak pemberi penghasilan
dapat membebankan pajak yang dibayarnya tersebut sebagai pengurang
penghasilan bruto.
21
Pembahasan rekonsiliasi/ ekualisasi objek pemotongan PPh pot – put ini dapat
dilakukan tinjauannya dari 2 aspek yaitu aspek perusahaan sebagai pihak
pemberi penghasilan (pemotong) dan segi perusahaan selaku pihak penerima
penghasilan ( pihak yang dipotong).
a. Rekonsiliasi obyek PPh Pot-put bagi perusahaan selaku pemotong
Upaya manajemen pajak yang terukur apabila perusahaan bertindak selaku
pemotong pajak (withholding tax agent) salah satunya adalah melakukan
rekonsiliasi / ekualisasi atas kewajiban pemotongan PPh pot-put. Caranya
adalah dengan membandingkan objek pemotongan PPh pot-put berdasarkan
angka yang tertera dalam laporan keuangan dengan dasar pengenaan pajak
yang telah dilaporkan perusahaan dalam SPT masa PPh pot-put yang
bervariasi, mulai dari pemotongan PPh pasal 4 ayat 2, 15, 21/26, 22 dan 23/26
terganting obyeknya.
b. Rekonsiliasi obyek PPh pot-put bagi perusahaan selaku pihak yang di potong.
Selaku penerima penghasilan yang merupakan obyek PPh pot-put perusahaan
akan dipotong pajak oleh pelanggan. Untuk penetingan perpajakan,
perusahaan dapat melakukan rekonsiliasi objek pajak pot-put berdasarkan
bukti potong yng diterima dari pelnggan dengan penghasilan yang dilporkan
dalam SPT Tahunan PPh badan atau audit report laporan keuangannya.
Perbedaan atau selisih angka rekonsialiasi akan berakibat adanya eksposure
atas kewajiban PPh badan perusahaan dan berkonsekuensi pada penetapan
PPN apabila penghasilan tersebut adalah juga merupakan objek PPN.
DAFTAR PUSTAKA
22
Ikatan Akuntan Indonesia. 2015. Modul Chartered Accountant : Manajemen Perpajakan.
Jakarta Pusat : Ikatan Akuntan Indonesia
23