Anda di halaman 1dari 14

A.

TATA GUNA LAHAN DESA-KOTA


Tata guna lahan adalah sebuah aturan atau perencanaan untuk mengatur fungsi
lahan secara rasional agar tercipta keteraturan. Setiap kawasan memiliki tata alokasi
lahan yang berbeda-beda, karena itu penting bagi Anda untuk mengetahuinya agar
tidak ada kesalahan saat hendak membeli tanah atau lahan.
Karakteristik Lahan di Perkotaan dan Pedesaan
1. Penggunaan Lahan Pekotaan
Tingginya pertumbuhan penduduk Indonesia di daerah perkotaan, dalam
kurun waktu tahun 1990-2000, menyebabkan jumlah penduduk perkotaan
berkembang 10 kali lipat, yaitu dari 5.3 juta hinga mencapai 50 juta jiwa. Pada tingkat
tertentu kota tidak mampu lagi menampung beban penduduk yang besar. Gejala urban
sprawl dan konurbasi merupakan akibat dari tingginya pertumbuhan penduduk kota.
Dalam kurun waktu tahun 1990-2000 luas wilayah perkotaan di Indonesia telah
bertambah seluas 700.000 hektar. Akibatnya tentu berpengaruh pada daerah
nonperkotaan Pada periode tahun 1990-2000. luas lahan pertanian di Pulau Jawa
berkurang sebesar 5 persen.

Kegiatan ekonomi yang menggunakan lahan perkotaan


a. Industri

1) Industri berhaluan bahan (bahan mentah harus diperhitungkan secara khusus)


berlokasi ditempat terdapatnya bahan mentah tersebut. 2) Di tempat pemasaran 3)
Industri berhaluan pekerja, berlokasi ditempat tenaga kerja yaitu pengerjaan

bahan industri yang memerlukan keahlian khusus seperti membarik, membordir


b. Jasa

Jasa yang menggunakan lahan kota adalah jalan, terminal, rel kereta api, stasiun
dan sebagainya
Sektor Informal

Menurut ILO sector informal dinegara berkembang

1) Menyangkut penduduk yang banyak sekali


2) Bukan merupakan peerjaan sementara

3) Meliputi banyak kegiatan ekonomi

4) Pada beberapa kasus, sector informal dan formal berhimpitan

5) Keberadaanya bukan merupakan indikasi atas ketertinggalan perkembangan

ekonomi

Issue-issue Masalah Tanah Perkotan

1. Akses terhadap lahan rendah


2. Tanah tidak mendukung kebutuhan perumahan
Banyak negara berkembang memiliki luas wilayah yang sangat besar dibanding
jumlah penduduknya, tetapi sebagian besar penduduknya tidak memiliki tanah dan
rumah.Hal ini terjadi karena sistem monopoli dan harga tanah sangat cepat berubah
akibat kebutuhan/demand.

2. Penggunaan Lahan Pedesaan

Menurut UU Nomer 5 tahun 1979, Desa adalah suatu wilayah yang ditempati

oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum, yang mempunyai


organisasi pemerintahan terendah, langsung di bawah camat dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara kesatuan Republik
Indonesia. Sedangkan menurut C.S Kansil, Desa adalah suatu wilayah yang ditempati
oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerntahan terendah langsung
dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berikut adalah beberapa ciri lahan di pedesaan:


a. Perbandingan tanah dan manusia (mand land ratio) biasanya besar

b. Lapangan kerja agraris

c. Hubungan penduduk yang akrab

d. Sifat yang cenderung mengikuti tradisi

Pemanfaatan lahan di desa dibedakan atas dua fungsi, yaitu:

1. Fungsi sosial adalah untuk perkampungan desa.


2. Fungsi ekonomi adalah dimanfaatkan untuk aktivitas ekonomi seperti, sawah,

perkebunan, pertanian dan peternakan Pola tata ruang desa pada umumnya
sangat sederhana, letak rumah di kelilingi

pekarangan cukup luas, jarak antara rumah satu dengan lain cukup longgar,
setiap rumah mempunyai halaman, sawah dan ladang di luar perkampungan.

Pada desa yang sudah berkembang pola tata guna lahan lebih teratur, yaitu
adanya perusahaan yang biasa mengolah sumberdaya desa, terdapat pasar tradisional,
tempat ibadah rapi, sarana dan prasarana pendidikan serta balai kesehatan. Semakin
maju daerah pedesaan. bentuk penataan ruang semakin teratur dan tertata dengan
baik.

Perkampungan atau permukiman di perdesaan di Indonesia umumnya


merupakan permukiman memusat (agglomerated rural settlement) berupa dukuh atau
dusun dengan jumlah rumah bervariasi. Di sekitar desa terdapat lahan pertanian,
perikanan, peternakan, hutan, pertambangan, dll yang merupakan tempat penduduk
mencari nafkah sehari-hari. Perkampungan tradisional Indonesia yang mengelompok
berbeda dengan corak perkampungan di Eropa Barat, AS, Kanda, dll yang jarak antar
rumah relatif jauh dan terpencar (disseminated rural settlement).
B.Perencanaan Tata Guna Lahan Pedesaan

Pemanfaatan lahan pedesaan tidak terlepas dari tujuan dan ruang lingkup
pembangunan pedesaan itu sendiri. Adisasmita (2006) menguraikan bahwa tujuan
pembangunan pedesaan dapat dibedakan menjadi pembangunan jangka panjang.
pembangunan jangka pendek dan pembangunan secara spasial. Dalam uraian tujuan
pembangunan ini sudah mencakup ruang lingkup pembangunan pedesaan yang
apabila dicermati terdapat beberapa bagian penting yang membutuhkan keterlibatan
masyarakat setempat. Bagian penting keterlibatan masyarakat ini antara lain
berhubungan dengan
Desa merupakan suatu lokasi di pedesaan dengan kondisi lahan sangat
heterogen dan topografi yang beraneka ragam. Pola tata ruangnya sangatlah
tergantung pada topografi yang ada. Pola tata ruang merupakan pemanfaatan ruang
atau lahan di desa untuk keperluan tertentu sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan
berguna bagi kelangsungan hidup penduduknya.
Nasution A.1. (2008) berpendapat bahwa masyarakat memiliki pengetahuan
yang mendalam mengenai wilayahnya sendiri sehingga keterlibatan masyarakat
sangat diperlukan. Salah satu kegiatan dalam perencanaan TGI. adalah tracking dan
mapping. Dalam hal ini masyarakat memiliki kemampuan untuk membuat peta yang
lengap dan akurat mengenai sejarah desa, aturan penggunaan lahan, analisa
kecenderungan, kalender musim, masalah kesehatan lingkungan dan sudah tentu
harapan-harapan masyarakat yang bersangkutan di masa yang akan datang.

Secara umum permasalahan dalam pengembangan sumber daya lahan di


kawasan perdesaan adalah:

1. Rendahnya produktifitas lahan di daerah lahan kering yang rawan terhadap


kekeringan di kawasan perdesaan.
2. Tingginya pengaruh negatif penurunan produktifitas lahan di kawasan
perdesaan.

3. Semakin rendahnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan


daerah lahan kering.
C. Perbedaan Lahan di Perkotaan dan Pedesaan

Definisi tentang kota tercakup unsur-unsur keluasan atau wilayah, kepadatan


penduduk, kemajemukan sosial, pasar dan sumber kehidupan, fungsi administratif,
dan unsur-unsur budaya yang membedakan kelompok sosial di luar kota (Jones,
1966:1-8). Para ahli sosiologi pada umumnya memandang kota sebagai permukiman
yang permanent, luas, dan padat dengan penduduk yang heterogen (Sirjamaki,
1964:1-8). Lalu bagaimana perbedaan dengan desa. Di kota juga berkembang tradisi
besar yang dengan penuh kesadaran ditumbuhkan di pusat-pusat pembelajaran, seperti
sekolah, pesantren, dan tempat tempat peribadatan. Di sisi lain di pedesaan sebetulnya
juga tumbuh tradisi kecil. yang bias disebut budaya rakyat. Kota bersifat
nonagrikultural, sehingga untuk keperluan penyediaan makanan harus dibina
hubungan antara kota dan desa. Penegasan juga dilakukan oleh Redfield (1963:42-
43), bahwa tradisi kecil tersebut tumbuh dengan sendirinya di kalangan masyarakat
pedesaan tanpa penghalusan-penghalusan yang bias dijumpai pada tradisi kota.
Meskipun ada perbedaan-perbedaan antara kota dengan desa, namun kota tak dapat
dipisahkan dengan desa sebagai bagian dari suatu sistem yang lebih luas (Sjoberg.
1960:25). Demikian juga Weber (1966:66-67) berpendapat, bahwa salah satu ciri
pokok kota ialah,sebagai pusat kegiatan perekonomian. Sementara itu Jones (1966:1-
6) menjelaskan bahwa sesuai dengan fungsi dan golongan-golongan yang utama
dalam masyarakat, kota dapat dibedakan atas beberapa tipe, antara lain kota dagang
kota keagamaan, dan kota pemerintah.Terdapat beberapa perbedaan bentuk dan cara
penggunaan lahan di pedesaan dan perkotaan.

a. Ciri-ciri lahan pedesaan sebagai berikut.

1) Areal lahan cukup luas.


2) Lahan masih bersifat alami.
3) Lahan belum banyak dikemas dengan teknologi.

4) Penggunaan lahan pedesaan, antara lain untuk perkebunan, peternakan,


perhutanan.tempat wisata alam, dan perikanan.

b. Ciri-ciri lahan perkotaan sebagai berikut.


1) Areal lahan perkotaan relatif sempit.
2) Lahan sudah banyak diubah.
3) Lahan sudah dikemas dengan kemajuan teknologi. Penggunaan lahan
perkotaan, antara lain untuk permukiman, perkantoran, perdagangan, industri, dan
jasa.

Penggunaan lahan di daerah pedesaan relatif berbeda dengan di daerah


perkotaan. Di daerah pedesaan, penggunaan lahan yang dominan adalah pertanian,
sedangkan di perkotaan non pertanian seperti permukiman, industri, pertokoan dan
lain-lain. Struktur ruang di pedesaan secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitu ruang yang berfungsi sosial dan ruang yang berfungsi ekonomi. Ruang yang
berfungsi sosial berada pada wilayah permukiman. Pada wilayah tersebut, terjadi
interaksi antara anggota keluarga dan masyarakat. Ruang yang berfungsi ekonomi
berada pada wilayah pertanian. Pada wilayah ini, penduduk mengolah lahan pertanian
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri maupun dijual ke daerah lainnya.
Perbandingan luas penggunaan lahan untuk pertanian dan perkampungan tentunya
berbeda antara satu desa dengan desa lainnya. Semakin maju atau semakin
berkembang suatu desa, semakin berkurang luas lahan pertanian dan semakin
bertambah luas lahan permukimannya. Hal ini terjadi karena adanya alih fungsi lahan
dari lahan pertanian ke permukiman akibat bertambahnya jumlah penduduk. Jika
ruang untuk non-pertanian lebih besar dibanding pertanian, maka struktur ruang desa
berubah menjadi struktur ruang kota.

Jayadinata (1999: 44), menjelaskan tanah di wilayah pedesaan, disamping


untuk perumahan, umumnya digunakan bagi pertanian (kegiatan ekonomi ekstraktif
dan reproduktif) yang tiap satuan kegiatannya memerlukan tanah yang luas. Jumlah
orang yang bekerja pada satuan luas tanah tersebut relatif sedikit, sehingga penduduk
di wilayah pedesaan umumnya jarang. Penggunaan tanah permukiman di pedesaan
umumnya jarang. Penggunaan tanah di permukiman pedesaan dilakukan dengan hati-
hati dan secara terbatas dengan memperhatikan aturan konservasi dalam segala
kegiatan sosial ekonomi. Tanah di wilayah perkotaan, di samping untuk perumahan,
umumnya digunakan bagi industri dan jasa (kegiatan produksi fasilitatif) yang dalam
tiap satuan kegiatan hanya memerlukan tanah yang relatif kecil dan jumlah orang
yang bekerja pada satuan luas tanah itu banyak: penggunaan tanah yang intensif.

Satu hal yang khas bagi suatu kota ialah bahwa kota itu umumnya mandiri atau
serba lengkap (self contained), yang berarti penduduk kota bukan hanya bertempat
tinggal saja di dalam kota itu, tetapi bekerja mencari nafkah di dalam kota itu dan
berekreasipun dilakukan di dalam kota itu. Keadaan ini sangat berlainan dengan
keadaan di dalam kampung di wilayah pedesaan, di mana penduduk umumnya harus
pergi ke luar kampung untuk mencari nalkah. Yang merupakan kegiatan ekonomi di
kota terutama adalah kegiatan industri dan ekonomi jasa yang tidak memerlukan
tanah luas, sehingga bentuk kota menjadi kompak. bangunannya berdekatan, sehingga
kerapatan penduduk tinggi (Jayadinata, 1999: 128).

Pembangunan yang cepat membawa perubahan situasi lingkungan perkotaan.


Di beberapa tempat dijumpai gedung-gedung baru yang akan dihangun tanpa
mengindahkan rencana peruntukan lahan. Kawasan yang seharusnya digunakan bagi
kegiatan permukiman kini banyak berubah menjadi kawasan perkantoran, pendidikan,
industri, dan perdagangan. Akibatnya, timbul beberapa masalah lingkungan, seperti
kebisingan, makin berkurangnya ruang terbuka, kemacetan lalu lintas, dan
meningkatnya kadar pencemaran udara. Perubahan penggunaan lahan juga terjadi di
wilayah nonurban. Akibat tekanan penduduk kota yang tinggi, banyak areal pertanian
yang subur di pedesaan berubah fungsi menjadi pemukiman baru, kawasan industri,
prasarana jalan, dan bendungan.

D.Tata Guna Lahan Perkotaan


Saat ingin memulai pembangunan, pemerintah atau pihak yang terlibat wajib
memperhatikan tata guna lahan perkotaan. Setiap lahan yang ada di sebuah kota
memiliki fungsi dan peruntukan yang berbeda. Tanah untuk pembangunan jalan raya,
gedung, hingga fasilitas umum masing-masing sudah diatur dalam tata guna lahan
perkotaan.
Tujuan
Setiap peraturan yang dibentuk pasti memiliki tujuan, begitu pula dengan dibentuknya
aturan tata alokasi lahan. Beberapa tujuan tata guna lahan adalah:
Untuk memberikan sebuah hak dan perlindungan pada lingkungan.
Dengan adanya tata alokasi lahan akan mengurangi potensi penyalahgunaan lahan.
Membentuk sistem transportasi yang baik dan efektif dalam sebuah kota.
Menyediakan lahan untuk tempat berlangsungnya aktivitas publik.
Selain itu, dengan adanya tata alokasi lahan maka perencanaan sebuah daerah akan
tertata dengan baik, tertib dan rapi. Serta meminimalisir terjadinya penggunaan lahan
secara sembarangan oleh orang yang tidak memiliki izin.
Peta Tata Guna Lahan
Pemerintah di setiap daerah telah mengatur fungsi lahan pada masing-masing
wilayahnya. Penetapan peruntukkan lahan tersebut biasanya dapat dilihat pada peta
tata guna lahan. Dalam peta tata guna lahan, akan disediakan informasi berupa
pembagian lahan beserta masing-masing fungsinya yang dibedakan dalam beberapa
warna. Peta tata guna lahan umumnya bisa Anda akses melalui website resmi
pemerintah daerah.
Kondisi geografis yang berbeda membuat setiap kawasan memiliki fungsi lahan yang
berbeda pula. Maka dari itu, setiap daerah juga memiliki beberapa jenis tata
penggunaan lahan yang dijadikan patokan. Terdapat tiga jenis tata alokasi lahan,
berikut penjelasannya:
Lahan Komersial
Lahan komersial diperuntukkan dalam berbagai aktivitas dagang ataupun perusahaan
besar, misalnya saja perhotelan, pusat belanja, restaurant, gedung perkantoran dan
sebagainya.
Lahan Industri
Lahan industri adalah lahan yang diperuntukkan dalam berbagai kegiatan industri
seperti pabrik. Lahan industri harus jauh dari pemukiman warga untuk menghindari
pencemaran dan polusi yang mengganggu kesehatan.
Lahan Publik
Lahan ini digunakan untuk keperluan masyarakat atau fasilitas layanan publik.
Contohnya rumah sakit, tempat ibadah atau tempat rekreasi. Lahan yang telah
menjadi lahan publik tidak dapat difungsikan untuk keperluan komersial.
Teori Tata Guna Lahan
Perencanaan tata peruntukkan lahan sangat diperlukan agar semua fungsinya saling
mendukung satu sama lain. Seperti halnya lahan yang dipakai untuk kepentingan
publik berada di kawasan yang terjangkau. Terdapat beberapa teori tata guna lahan
yang dikemukakan oleh para ahli terkait dengan perencanaan tata peruntukkan lahan.
Teori konsentris
Teori tata guna lahan ini disampaikan oleh E.W Burgess. Ia melakukan analisis pada
kota Chicago pada tahun 1925 dimana sebuah kota analoginya sama dengan dunia
hewan, akan terdapat sebuah daerah yang didominasi oleh spesies tertentu. Begitu
juga dengan perkotaan, akan muncul pengelompokan jenis peruntukkan lahan di
daerah tertentu.
Teori Sektor
Teori tata guna lahan ini dikemukakan oleh Homer Hoyt pada tahun 1913. Ia
mengatakan bahwa pola sektoral yang terdapat di suatu daerah bukanlah sesuatu yang
terjadi secara kebetulan tetapi asosiasi keruangan yang berasal dari variabel yang
ditentukan oleh penduduk. Variabel tersebut merupakan kecenderungan warga untuk
tinggal di daerah yang mereka anggap nyaman.
Teori Pusat Kegiatan Banyak
Teori tata guna lahan selanjutnya disampaikan oleh Harris dan Ulmann pada tahun
1945. Mereka berpendapat bawah pusat kegiatan publik tidak harus selalu berada di
tengah namun membentuk persebaran yang teratur dan menghasilkan pola keruangan
yang khas.
Teori Nilai Lahan
Dalam teori ini disebutkan bahwa klasifikasi tinggi rendahnya suatu jenis peruntukkan
lahan ditimbulkan oleh beberapa faktor, diantaranya: Lahan untuk pertanian
bergantung pada faktor drainase, aksesibilitas dan kesuburan. Lahan untuk perkotaan
bergantung pada faktor infrastruktur, kelengkapan, aksesibilitas dan potensial
konsumen.
Manfaat
Merencanakan tata peruntukkan lahan yang baik tentunya akan memberikan manfaat
serta dampak positif bagi masyarakat, diantaranya:
Perkembangan ekonomi menjadi semakin positif Adanya pemerataan fungsi lahan
yang benar, hal ini sekaligus menjaga sumber daya alam agar tidak rusak Mengatur
struktur kota yang tertata dengan baik untuk mengurangi terjadinya kemacetan.
Perencanaan ketentuan ini dapat mengurangi dampak negatif terjadinya bencana alam
di suatu wilayah.

Penggunaan Lahan di Perdesaan Menurut Wibberley dalam


JoharaT.Jayadinata(1999:61) wilayah perdesaan menunjukkan bagian suatu negeri
yang memeperlihatkan penggunaan lahan yang luas sebagai ciri penentu, baik pada
waktu sekarang maupun beberapa waktu yang lampau. Lahan di perdesaan umumnya
digunakan untuk kehidupan sosial dan kegiatan ekonomi. Kehidupan sosial seperti
berkeluarga, bersekolah, beribadat, berekreasi, berolah raga dan sebagainya. Kegiatan
itu biasanya dilakukan di dalam perkampungan.Lahan yang ada juga dimanfaatkan
untuk kegiatan ekonomi, misalnya kegiatan ekonomi bidang pertanian, perkebunan,
peternakan, kehutanan, perindustrian dan perdagangan yang pada umumnya dilakukan
di luar kampung. Jadi dapat disimpulkan bahwa lahan di wilayah perdesaan adalah
untuk permukiman dalam rangka kehidupan sosial, dan untuk pertanian dalam rangka
kegiatan ekonomi.

2. Pola Permukiman Perdesaan Pola persebaran dan pemusatan penduduk desa dapat
dipengaruhi oleh keadaan tanah, tata air, topografi dan ketersediaan sumberdaya alam
yang terdapat di desa yang bersangkutan. Pola persebaran permukiman desa dalam
hubungannya dengan bentang alamnya, dapat dibedakan atas:

a. Pola terpusat Bentuk permukiman terpusat merupakan bentuk permukiman yang


mengelompok (aglomerated, compact rural settlement). Pola seperti ini banyak
dijumpai didaerah yang memiliki tanah subur, daerah dengan relief sama, misalnya
dataran rendah yang menjadi sasaran penduduk bertempat tinggal. Banyak pula
dijumpai di daerah dengan permukaan air tanah yang dalam, sehingga ketersediaan
sumber air juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap bentuk pola
permukiman ini. Demikian pula di daerah yang keamanan belum terjamin, penduduk
akan lebih senang hidup bergerombol atau mengelompok.
b. Pola tersebar atau terpencar ( fragmented rural settlement type) Bentuk
permukiman tersebar, merupakan bentuk permukiman yang terpencar, menyebar di
daerah pertaniannya (farm stead), merupakan rumah petani yang terpisah tetapi
lengkap dengan fasilitas pertanian seperti gudang mesin pertanian, penggilingan,
kandang ternak,penyimpanan hasil panen dan sebagainya. Bentuk ini jarang ditemui
di Indonesia, umumnya terdapat di negara yang pertaniannya sudah maju.Namun
demikian, di daerah-daerah dengan kondisi geografis tertentu, bentuk ini dapat
dijumpai, misalnya daerah banjir yang memisahkan permukiman satu sama
lain,daerah dengan topografi kasar, sehingga rumah penduduk tersebar, serta daerah
yang kondisi air tanah dangkal sehingga memungkinkan rumah penduduk dapat
didirikan secara bebas.
c. Pola memanjang atau linier (line village community type) Pola memanjang
memiliki ciri permukiman berupa deretan memanjang di kiri kanan jalan atau sungai
yang digunakan untuk jalur transportasi, atau mengikuti garis pantai. Bentuk
permukiman seperti ini dapat dijumpai di dataran rendah. Pola atau bentuk ini
terbentuk karena penduduk bermaksud mendekati prasarana transportasi, atau untuk
mendekati lokasi tempat bekerja seperti nelayan di sepanjang pinggiran pantai. d. Pola
mengelilingi pusat fasilitas tertentu. Bentuk permukiman seperti ini umumnya dapat
ditemukan di daerah dataran rendah, yang di dalamnya terdapat fasilitas-fasilitas
umum yang dimanfaatkan penduduk setempat untuk memenuhi kebutuhan seharihari,
misalnya mata air, waduk dan fasilitas lainnya. Landis mengemukakan empat tipe
pola permukiman desa sebagai berikut
a. Farm village type Merupakan satu desa dimana penduduk bersama dalam satu
tempat dengan sawah ladang berada di sekitarnya. Desa seperti ini banyak terdapat di
Asia Tenggara, juga di Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Di sini tradisi masih
dipegang kuat oleh masyarakatnya, demikian pula dengan ke gotong royongan yang
masih cukup kuat. Tetapi hubungan antar individu dalam proses produksi usaha tani
sudah bersifat komersial karena masuknya revolusi hijau yang merupakan teknologi
pertanian modern. Di samping itu desa yang berdekatan dengan daerah perkotaan
akan mengalami gangguan sebagai akibat perluasan kota.Gangguan yang dimaksud
adalah terjadinya alih fungsi lahan produktif untuk permukiman, kantor pemerintah,
swasta dan sebagainya.Semua ini merupakan kondisi obyektif yang tidak terelakkan,
sehingga akan mempengaruhi kegotong royongan, ketaatan pada tradisi yang
sebelumnya masih dipegang kuat oleh masyarakat desa yang bersangkutan.

b. Nebulous farm village type Merupakan desa dimana sejumlah penduduk berdiam
bersama dalam suatu tempat, sebagian lainnya menyebar di luar tempat tersebut, di
antara sawah ladang mereka. Di Indonesia banyak terdapat di Sulawesi, Maluku,
Papua,Kalimantan dan sebagian Pulau Jawa terutama di daearhdaerah dengan sistem
pertanian tidak tetap atau perladangan berpindah. Tradisi dan gotong royong serta
kolektivitas sangat kuat di kalangan anggota masyarakat ini.
c. . Arranged isolated farm type Suatu desa diamana penduduk berdiam di sekitar
jalan-jalan yang berhubungan dengan trade center dan selebihnya adalah sawah
ladang mereka, tipe ini banyak ditemui di negara barat. Tradisi kurang kuat, sifat
individu lebih menonjol, lebih berorientasi pada bidang perdagangan.

d. Pure isolated farm type Tempat tinggal penduduk tersebar bersama sawah ladang
masingmasing, banyak dijumpai di negara Barat. Tradisi, dinamika pertumbuhan,
orientasi perdagangan, sifat individualistik sama dengan desa sebelumnya (c). Everett
M.Roger dan Rabel J.Burge (1972) mengelompokkan pola permukiman sebagai
berikut:
a. The scattered farmstead community Sebagian penduduk berdiam di pusat
pelayanan yang ada, sedang yang lain terpencar bersama sawah ladang mereka. Tipe
ini sama dengan nebulous farm village type.
b. Cluster village Penduduk berdiam terpusat di suatu tempat, dan selebihnya adalah
sawah ladang mereka.
c. The line village Bentuk pola permukiman penduduk di berbagai wilayah bervariasi,
hal ini dipengaruhi oleh kondisi geografis setempat, ketersediaan pusat pelayanan
serta jalur transportasi yang ada. Bentuk pola permukiman di pegunungan akan
berbeda dengan yang ada di dataran, berbeda pula dengan bentuk yang ada di sekitar
jalan raya. Bentuk permukiman penduduk di perdesaan pada prinsipnya mengikuti
pola persebaran desa, yang dapat dibedakan atas permukiman mengelompok atau
memusat, permukiman terpencar, permukiman linier dan permukiman mengelilingi
fasilitas tertentu.
.1. Pola Keruangan Kota Dilihat dari sejarahnya, kota pada hakikatnya lahir dan

berkembang dari suatu wilayah perdesaan. Akibat adanya pertumbuhan penduduk

yang diikuti meningkatnya berbagai kebutuhan (sandang, pangan, papan) dan

pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi manusia, maka tumbuh permukiman-

permukiman baru. Selanjutnya akan diikuti oleh pengembangan fasilitas-fasilitas

sosial ekonomi seperti pasar, pertokoan, sekolah, rumah sakit, perkantoran, terminal,

jalan raya,tempat hiburan dan sebagainya sehingga terbentuklah wilayah kota. Oleh

karena lengkapnya fasilitas yang ada di kota, maka kota merupakan daya tarik bagi

penduduk desa untuk pergi ke kota, bahkan banyak berpindah dari desa dan menetap

di wilayah kota.Kota dapat dipandang sebagai suatu wilayah di permukaan bumi yang

sebagian wilayahnya terdiri atas benda-benda hasil rekayasa dan budaya manusia,

serta pemusatan penduduk yang tinggi dengan mata pencaharian di luar sektor

pertanian. Dengan demikian kota dicirikan oleh adanya prasarana perkotaan

seperti,bangunan yang tinggi, pusat perbelanjaan, rumah sakit, pusat pendidikan dan

sebagainya. Bintarto (1983:36) dari segi geografi, kota dapat diartikan sebagai suatu

sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang

tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen,dan coraknya yang materialistis. Dengan

kata lain kota merupakan bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami

dan nonalami dengan gejala pemusatan penduduk yang besar, dengan corak

kehidupan yang heterogen dan materialistis dibandingkan daerah belakangnya. Secaar

universal, kota merupakan suatu “area urban” yang berbeda dengan desa atau

kampung baik berdasarkan ukurannya, kepadatan penduduk, kepentingan dan status

hukumnya. Dalam pengertian geografis, kota merupakan suatu tempat yang

penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok kompak, mata pencaharian

penduduk bukan pertanian. Dalam pengertian hukum di Indonesia dikenal empat


macam kota, kota sebagai ibukota nasional, kota sebagai ibukota propinsi, kota

sebagai ibukota kabupaten atau kotamadya, dan kota adsministratif (kotatif). Fakta

menunjukkan bahwa kota merupakan tempat bermukim, tempat bekerja, tempat

rekreasi. Kota merupakan pusat kebudayaan, administratif dan kegiatan ekonomi bagi

wilayah di sekitarnya. Dalam Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987,

disebutkan bahwa kota adalah pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang

mempunyai batasan administratif yang diatur dalam perundang-undangan, serta

permukiman yang telah memperlihatkan kehidupan perkotaan. Memperhatikan begitu

lengkapnya fasilitas yang ada di kota, maka wajar bila kota merupakan pusat kegiatan

yang dapat memenuhi berbagai fungsi, misalnya kota sebagai , pusat produksi, pusat

pemerintahan, pusat perdagangan, pusat kesehatan, pusat pendidikan dan pusat

kebudayaan

Anda mungkin juga menyukai