Anda di halaman 1dari 47

TUGAS RUTIN 13

“Bentuk-Bentuk Kerjasama Negara-Negara Asia


Tenggara dan Pasifik”
Di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Geografi Regional Asia
Tenggara dan Pasifik di ampu oleh:

Drs. Mbina Pinem, Msi

Disusun Oleh:

Kelas B

Kelompok 1

Ayu Dearmas Purba (3193331009)

Naila Putri Zahra (3193331001)

Sri Cinta Sinurat (3192431005)

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Mbina Pinem, Msi,selaku
dosen pengampu mata kuliah Geografi Regional Asia Tenggara dan Pasifik yang
telah memberikan kami kesempatan untuk bekerja sama dalam menyusun
makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini kami mendapat tantangan untuk mencari


sumber informasi sesuai materi yang diberikan. Akan tetapi, atas kerja sama dari
setiap anggota, tantangan tersebut teratasi. Oleh karena itu, kami menyusun
makalah ini sebaik mungkin. Kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat
bagi kami maupun kepada para pembaca.

Kami juga mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan atau
penulisan makalah ini. Kami senantiasa mengharapkan masukan, baik berupa
saran atau kritik demi penyempurnaan makalah ini.

Medan, Mei 2021

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................4
1.3 Tujuan.....................................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................5
PEMBAHASAN.....................................................................................................5
2.1 Pengertian Kerjasama ASEAN.................................................................................5
2.2 Kerjasama Asia Pasifik............................................................................................5
2.3 Kerjasama ASEAN..............................................................................................32
BAB III..................................................................................................................42
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................42
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................42
3.2 Saran....................................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................44

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok
maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja
seseorang, kelompok atau negara dapat memenuhi kepentingan mereka karena pada
dasarnya akibat dari ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan masing-masing.
Faktor seperti perbedaan sumber daya yang dimiliki dapat menyebabkan kerja sama
terjalin. Kerja sama yang berskala besar adalah kerja sama internasional yang
dilakukan oleh satu negara dengan negara yang lain, dengan tujuan pemenuhan
kebutuhan rakyatnya serta untuk kepentingan dari negara tersebut (ASEAN Selayang
Pandang, 2015).

Salah satu hal yang menjadi unsur terpenting terjalinnya kerja sama adalah
negara-negara yang memiliki kedekatan wilayah satu dengan lain seperti EU
(European Union) yang melahirkan pasar tunggal Eropa, NAFTA (North American
Free Trade Agreement), APEC (Asia-Pasific Economic Cooperation) dan ASEAN
(Association of South East Asian Nation). Tentu dengan adanya kerja sama tersebut
akan membawa keuntungan kepada negara masing-masing baik terkait pemecahan
masalah, sampai pada pembentukan institusi formal yang mengatur sehingga kerja
sama tersebut berjalan dengan baik.

Sebagai kawasan yang memiliki nilai yang strategis dilihat dari segi geopolitik
maupun geoekonomi, maka negara-negara di kawasan Asia Tenggara merasa sangat
perlu untuk membangun rasa saling percaya tanpa kecurigaan di antara satu dengan
yang lain yang kemudian membawa hasil yang positif lewat adanya pertemuan-
pertemuan yang intensif sebagai wujud dari keinginan untuk hidup bertetangga dan
menjalankan kerja sama yang menguntungkan. Lewat kondisi yang damai dan

1
tenteram maka akan memungkinkan terbentuknya suatu kerja sama yang mendorong
upaya pembangunan bersama di kawasan tersebut.

Pemikiran inilah yang memicu munculnya beberapa organisasi sebelum


terbentuknya ASEAN seperti Southt East Asia Treaty Organization (SEATO) yang di
bentuk pada tahun 1954, Association of Southest Asia (ASA), pada tahun 1961, serta
Malaysia-Philipina-Indonesia (Maphilindo) pada tahun 1963. Sayangnya organisasi
ini tidak berumur panjang dikarenakan masalah-masalah seperti pertentangan
ideologi serta sengketa wilayah di antara negara anggota. Keinginan untuk memiliki
organisasi yang lebih baik mendorong Menteri Luar Negeri Indonesia, Malaysia,
Filipina, Singapura serta Thailand bertemu dan menghasilkan Deklarasi Bersama
(Joint Declaration) sebagai wujud nyata pentingnya meningkatkan rasa saling
mengerti dalam kehidupan bertetangga serta membina hubungan kerja sama di antara
negara satu kawasan yang terikat dengan sejarah serta budaya dan juga keinginan
memperkuat rasa solidaritas dan kerjasama diregional (ASEAN Selayang Pandang,
2015, pp. 1–3).

Pertemuan intensif antar negara-negara kawasan Asia Tenggara menghasilkan


Deklarasi ASEAN atau yang dikenal dengan “Deklarasi Bangkok” yang
terselengarakan pada 8 Agustus 1967 di Bangkok dengan dihadiri oleh lima wakil
negara Asia Tenggara yaitu dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura serta
Thailand. Hari yang bersejarah ini menandai munculnya “Association of Southeast
Asian Nation” atau ASEAN dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, kemajuan sosial dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggota.
Hal-lain yang melatarbelakangi terbentuknya ASEAN adalah dimana negara-negara
pendiri yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, pernah mengalami nasib yang
sama ingin menciptakan satu kawasan yang stabil tanpa adanya interfensi dari negara
lain. Hal ini juga untuk meningkatkan kesadaran saling pengertian dalam hidup
bertetangga secara baik dan membina kerja sama yang bermanfaat diantara negara-
negara dikawasan yang terikat oleh pertalian sejarah dan budaya. Tujuan ini

2
membawa dampak yang positif bagi negara-negara kawasan yang menerima dengan
baik melalui perluasaan anggota-anggota ASEAN sehingga cita-cita pendiri ASEAN
tercapai dengan keanggotaan yang merupakan 10 negara Asia Tenggara.

Seiring berjalannya waktu, ASEAN terus bekerja keras dalam meneruskan cita-
cita dari para pendiri ASEAN. Kerja keras itu diwujudkan lewat Bali Concord I pada
tahun 1976 dimana para pemimpin ASEAN menyepakati program kerja sama yang
berkaitan dengan politik, ekonomi,sosial, budaya dan penerangan, keamanan serta
peningkatan mekanisme ASEAN. Hasil yang memuaskan dari tekat menjalankan Bali
Concord I seperti berhasil menjaga perdamaian, stabilitas dan meningkatnya kerja
sama kawasan membuat para pemimpin ASEAN melangkah pada tahap selanjutnya
yaitu Masyarakat ASEAN. Melalui Bali Concord II, Masyarakat ASEAN disepakati
dalam 3 pilar yaitu pilar Masyarakat Politik-Keamanan ASEAN (ASEAN Political-
security Community/APSC), pilar Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic
Community/AEC) serta pilar Masyarakat Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-
Cultural Community/ASCC ). ASEAN kemudian menyusun blue print dari ketiga
pilar tersebut setelah menandatangani Deklarasi Cebu mengenai pembentukan
Masyarakat ASEAN pada 2015 lewat KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina pada 27
januari 2007. Salah satu fokus dari kerja sama ASEAN yang dituangkan dalam Bali
Concord II yang membahas masyarakat sosial-budaya sebagai salah satu aspek
penting yang harus diperhatikan dimana negara-negara ASEAN sadar untuk
meningkatkan kerja sama dalam meningkatkan daya saing kawasan lewat
peningkatan kualitas SDM dan kualitas lingkungan hidup. Lewat blue print
Masyarakat Sosial Budaya ASEAN, diharapkan memberikan kontribusi nyata dalam
memperkuat integrasi ASEAN yang lebih berpusat pada masyarakat (people-centred)
serta memperkokoh kesadaran, kesetiakawanan, kemitraan dan “we feeling” terhadap
ASEAN.

ASEAN yang mempunyai semboyan “Satu Visi, Satu Identitas, Satu Komunitas
(One Vision, One, Identity, One community )” dalam perkembangannya, tidak hanya

3
menjadi wadah kerja sama regional tetapi juga memiliki peran signifikan dalam
menjalin hubungan dengan Negara lain. Berdasarkan pada Bab XII, pasal 41 piagam
ASEAN yang secara khusus mengatur Hubungan Eksternal ASEAN dengan negara
mitra wicara. Kerja sama ini sudah dimulai sejak 1974 yang dimulai lewat Australia,
disusul oleh Selandia Baru (1975), AS, Kanada, Jepang, UE (1977), Republik Korea-
ROK (1991), India (1995), Tiongkok dan Russia (1996) yang mana setiap negara
memenuhi kriteria dalam pertimbangan prinsip yang menyangkut politik, ekonomi
dan sosialbudaya (ASEAN Selayang Pandang, 2015, pp. 91–94).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Kerjasama ASEAN?
2. Bagaimana Kerjasama Asia Pasifik?
3. Bagaimana Kerjasama ASEAN dalam berbagai Bidang?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Kerjasama ASEAN .
2. Untuk mengetahui Kerjasama Asia Pasifik
3. Untuk mengetahui Kerjasama ASEAN dalam berbagai Bidang

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kerjasama ASEAN


Dilansir dari Parliament of Australia, sejak akhir 1990-an, ASEAN telah
mengupayakan kerja sama dalam tiga hal utama, yakni:

1. pada 2003 mengadopsi komitmen untuk mengembangkan Komunitas ASEAN


di antara para anggotanya sendiri. Ini melibatkan tiga pilar: Komunitas
Ekonomi ASEAN; Komunitas Politik-Keamanan ASEAN; dan Komunitas
Sosial-Budaya ASEAN. Demi menghadapi tantangan utama dalam
mengimplementasikan tujuan-tujuan ini. Terutama hubungannya yang
bermasalah dengan Myanmar kala itu. Serta upayanya untuk
mengkonsolidasikan identitas kelembagaannya sendiri dengan mengadopsi
Piagam pertamanya.\
2. ASEAN terus melibatkan negara-negara besar dalam dialog politik dan
ekonomi. Dalam upaya meningkatkan keamanan dan kemakmuran Asia
Tenggara secara keseluruhan. Dengan menempatkan penekanan khusus pada
tiga kekuatan besar Asia-Pasifik, Amerika Serikat, Cina dan Jepang.
3. ASEAN mensponsori kerjasama regional yang lebih luas dengan memainkan
peran utama dalam Forum Regional ASEAN. Untuk membangun kepercayaan
dan meningkatkan dialog tentang isu-isu keamanan, pengelompokan ASEAN
Plus Three dari sepuluh ASEAN,, seperti Cina, Jepang dan Korea Selatan.

Kerjasama ASEAN yang utama, yaitu menekankan pada penghormatan terhadap


kedaulatan nasional, menghindari konfrontasi, mencapai kesepakatan melalui
konsensus, dan berjalan dengan kecepatan yang nyaman bagi semua anggota.

2.2 Kerjasama Asia Pasifik


1. Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC)

a. Keanggotaan APEC

Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) adalah forum kerja sama antar 21


Ekonomi di lingkar Samudera Pasifik yang berdiri tahun 1989. Saat ini terdapat 21

5
Ekonomi yang menjadi anggota APEC, yaitu Australia, Brunei Darussalam, Canada,
Chile, China, Hong Kong-China, Indonesia, Japan, South Korea, Malaysia, Mexico,
New Zealand, the Philippines, Peru, PNG, Russia, Singapore, Chinese Taipei,
Thailand, the United States, dan Viet Nam. Kerja sama di APEC merupakan kerja
sama non-politis, ditandai dengan keanggotaan Hong Kong-China dan Chinese
Taipei. Anggota APEC disebut “Ekonomi" mengingat setiap anggota saling
berinteraksi sebagai entitas ekonomi, dan bukan sebagai negara.

APEC memiliki tiga pengamat (observer), yaitu ASEAN Secretariat, Pacific


Economic Cooperation Council (PECC), dan Pacific Islands Forum (PIF) Secretariat.

b. Prinsip Kerja Sama APEC

Kerja sama di APEC dibangun berdasarkan beberapa prinsip yaitu:

 Consensus, yang berarti bahwa semua keputusan di APEC harus disepakati


oleh dan bermanfaat bagi 21 Ekonomi Anggota.
 Voluntary and non-binding yang berarti semua kesepakatan dalam forum
APEC dilakukan secara sukarela dan tidak mengikat.
 Concerted unilateralism, yang berarti pelaksanaan keputusan dilakukan secara
bersama-sama sesuai dengan kemampuan tiap Ekonomi, tanpa syarat
resiprositas.
 Differentiated time frame yaitu bahwa setiap Ekonomi maju diharapkan
melakukan liberalisasi terlebih dahulu

Prinsip-prinsip tersebut terbukti telah membuat anggota APEC melaksanakan


komitmen secara lebih efektif. Fleksibilitas yang diberikan memberikan ruang kepada
anggota APEC yang beragam kapasitasnya, untuk berimprovisasi, melakukan uji
coba, dan mengembangkan pelatihan bersama secara bertahap hingga memenuhi
kesepakatan yang diinginkan.

c. Tujuan utama APEC

Tujuan utama APEC adalah mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan


kesejahteraan di Asia Pasifik. Hal ini dilakukan dengan mendorong dan memfasilitasi
perdagangan dan investasi yang lebih bebas dan terbuka di kawasan, serta
meningkatkan kerja sama pengembangan kapasitas Ekonomi anggota. Untuk itu,
telah ditetapkan suatu target “the Bogor Goals", sebagai hasil kesepakatan Konferensi
Tingkat Tinggi APEC di Bogor pada tahun 1994 dengan komitmen sebagai berikut:

6
“… with the industrialized economies achieving the goal of free and open trade
and investment no later than the year 2010 and developing economies no later than
the year 2020."

d. Pilar Kerja Sama APEC

Untuk mencapai “Bogor Goals", kerjasama APEC didasarkan pada tiga pilar, yaitu:

 Perdagangan dan Investasi yang lebih terbuka

Perdagangan dan investasi yang lebih terbuka, diharapkan akan menurunkan dan,
dalam jangka panjang, menghilangkan hambatan tarif dan non-tarif bagi perdagangan
dan investasi, membuka pasar (khususnya bagi produk-produk Indonesia),
meningkatkan perdagangan dan investasi antar Ekonomi anggota APEC, mendorong
pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Ekonomi anggota APEC, serta meningkatkan
standar hidup diseluruh kawasan Asia Pasifik.

 Fasilitasi Perdagangan dan Investasi

Fasilitasi perdagangan dan investasi difokuskan pada pengurangan biaya


transaksi, peningkatan akses terhadap informasi perdagangan, kemudahan
administrasi pelabuhan, serta penyelarasan kebijakan. Upaya ini juga didukung oleh
masing-masing Ekonomi anggota APEC dengan menjalankan reformasi struktural di
dalam negeri. Seluruh upaya dimaksud bertujuan untuk mengurangi besarnya biaya
produksi sehingga dapat meningkatkan perdagangan, menurunkan harga barang dan
jasa, serta meningkatkan kesempatan kerja sebagai akibat efisiennya ekonomi.

 Kerjasama Ekonomi dan Teknik (ECOTECH)

ECOTECH difokuskan pada penyediaan pelatihan dan kerjasama di bidang


pembangunan kapasitas guna membantu Ekonomi anggota APEC mengambil
manfaat dari perdagangan global dan untuk mengembangkan kapasitas institusional
dan personil sesuai dengan potensi Ekonomi masing-masing. Diharapkan upaya
tersebut dapat mengatasi tantangan-tantangan baru di bidang ekonomi antara lain,
kesenjangan digital, terorisme, ketahanan pangan, bencana alam, serta penyakit
menular.

e. Siklus Pertemuan di APEC

7
Mekanisme kerja APEC bermuara pada para Pemimpin Ekonomi APEC yang
melakukan pertemuan setahun sekali dalam APEC Economic Leaders' Meeting
(AELM). Sebelumnya, para Menteri Luar Negeri dan Menteri Perdagangan APEC
menghadiri pertemuan bersama dalam APEC Ministerial Meeting (AMM). Hasil
kesepakatan para Pemimpin Ekonomi dan Menteri APEC tersebut selanjutnya
ditindaklanjuti oleh para Pejabat Tinggi (Senior Officials) APEC yang bertemu
lazimnya 3 (tiga) kali dalam setahun. Pada tingkatan teknis, hasil-hasil pertemuan
Senior Officials Meeting (SOM) akan dilaksanakan oleh Komite, Working Groups,
Fora dan Subfora.

Seiring dengan semakin kompleksnya isu-isu perdagangan dan investasi di


kawasan, kerja sama sektoral di APEC juga semakin luas dan kompleks. Tidak
kurang dari 34 kelompok kerja, fora dan subfora yang menyelenggarakan pertemuan
secara rutin. Dalam periode keketuaan dan ketuanrumahan Indonesia di APEC pada
tahun 2013, telah diselenggarkan sebanyak 182 pertemuan untuk berbagai tingkatan.

f. Kementerian/Lembaga focal point APEC di Indonesia

Koordinator nasional Indonesia untuk APEC berada di bawah tanggung jawab


Kementerian Luar Negeri. Selain itu, guna mendukung partisipasi aktif Indonesia di
berbagai fora dan subfora APEC dimaksud, berbagai Kementerian/Lembaga nasional
terlibat aktif dan berkontribusi sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing, seperti
Kementerian Perdagangan di Committee on Trade and Investment (CTI),
Kementerian Koordinator bidang Perekonomian di Economic Committee (EC), dan
Kementerian PPN/Bappenas di SOM Steering Committee on Economic and
Technical Cooperation (SCE).

g. Peran Sektor Swasta di APEC

Sektor swasta, melalui APEC Business Advisory Council (ABAC), juga


memegang peran penting di APEC. Setiap Pemimpin Ekonomi APEC menunjuk dan
mengirimkan tiga orang pengusaha terkemuka sebagai anggota ABAC, guna
menyuarakan kepentingan dunia usaha di masing-masing Ekonomi. Ketua ABAC
Indonesia saat ini adalah Wishnu Wardhana dengan anggota Anindya Bakrie dan
Karen Agustiawan, dengan anggota pengganti adalah Gatot Suwondo, Arief Yahya,
dan Erwin Aksa.

h. Peranan APEC bagi Indonesia dan Kawasan

8
 Manfaat APEC bagi Indonesia:
1. Sarana untuk membangun kepercayaan dan hubungan yang saling
menguntungkan dengan Negara/Ekonomi mitra strategis Indonesia di
kawasan.
2. Sarana untuk meningkatkan kapasitas dan daya saing Indonesia, melalui
proyek-proyek pelatihan teknis dan capacity building serta sharing of best
practices.
3. Sarana untuk memastikan bahwa pasar Asia-Pasifik tetap terbuka bagi produk
ekspor unggulan Indonesia. Terjadi peningkatan total perdagangan Indonesia
dengan Ekonomi APEC lainnya, yaitu sebesar US$ 276,589.1 Milyar pada
tahun 2013 dibandingkan US$ 29,9 Milyar pada tahun 19891 pada saat
Indonesia turut mendirikan APEC
4. Sarana peningkatan investasi. Pada tahun 2012 tercatat total investasi
portofolio yang masuk ke Indonesia dari anggota APEC lainnya adalah
sebesar US$ 245,200.5 Milyar dibandingkan US$ 45,7. Milyar pada tahun
2001.

 Manfaat APEC bagi Kawasan:


1. Turut menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi di kawasan melalui pertukaran
informasi kebijakan. Sebagaimana tercantum dalam laporan World Bank
2013: kawasan Asia Pasifik tetap merupakan lokomotif pertumbuhan ekonomi
global di tengah ketidakpastian ekonomi dunia akibat krisis Eropa, hal ini
terlihat dari estimasi tingkat pertumbuhan di APEC yang lebih tinggi dari
dunia:
APEC: 4,2% (2013); 4,7% (2014)
Dunia: 3,1% (2013); 3,8% (2014)
2. Menciptakan kondisi yang mendukung peningkatan perdagangan kawasan:
Tarif rata-rata turun dari 16,9% tahun 1989 menjadi 6,6% tahun 2008, dan
5,8% tahun 2010 serta turun tipis menjadi 5.7% pada tahun 2012.
3. Sarana pembahasan isu-isu behind the border dan across the border terkait
perdagangan dan investasi, maupun isu-isu yang kerap menjadi ancaman
perekonomian seperti kesiaptanggapan bencana, ancaman terorisme,
4. Mendorong paradigma pertumbuhan yang berkualitas melalui five growth
strategy: balance, inclusive, sustainable, innovative, dan secure.
5. Mempermudah dan memfasilitasi dunia usaha antara lain melalui skema
APEC Business Travel Card (ABTC).

9
i. APEC Indonesia 2013

Pada tahun 2013, Indonesia kembali menjadi ketua dan tuan rumah KTT ke-21
APEC, setelah sebelumnya menjadi ketua di tahun 1994. Tema APEC Indonesia
2013 adalah “Resilient Asia-Pacific, Engine of Global Growth." Kepemimpinan
Indonesia telah dimanfaatkan untuk mewujudkan kawasan Asia Pasifik yang lebih
tangguh, berketahanan, dan cepat pulih di tengah krisis ekonomi, sehingga dapat
berperan sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi dunia.

Guna mendukung pencapaian tema tersebut, Indonesia mengusung tiga prioritas


utama, yaitu

1. mendorong upaya pencapaian Bogor Goals (Attaining the Bogor Goals) dan
penguatan integrasi ekonomi regional, melalui kerjasama perdagangan dan
investasi, dan dukungan pada sistem perdagangan multilateral.
2. mendorong pertumbuhan berkelanjutan yang merata (Achieving Sustainable
Growth with Equity), termasuk didalamnya penguatan peran UMKM dan
wanita dalam perekonomian, membahas masalah ketahanan pangan, serta
mengarusutamakan isu-isu kelautan di APEC.
3. serta meningkatkan konektivitas kawasan (Promoting Connectivity),
khususnya penguatan infrastruktur fisik, institusional, dan hubungan antar
perseorangan di kawasan, diantaranya melalui peningkatan kerja sama
pengembangan dan investasi infrastruktur, kerja sama lintas batas sektor
pendidikan, kerja sama fasilitasi tanggap darurat bencana alam, serta kerja
sama fasilitasi pariwisata di kawasan Asia Pasifik.

j. APEC China 2014 dan Peran Indonesia

APEC China 2014, dengan tema “Shaping the Future thorough Asia Pacific
Partnership", telah mengusung tiga prioritas utama, yaitu i) advancing regional
economic integration; ii) promoting innovative development, economic reform and
growth; dan iii) strengthening comprehensive connectivity and infrastructure
development.

Melalui forum APEC CEO Summit, ABAC Dialogue with Leaders dan -
Indonesia-Tiongkok, Presiden RI telah menyampaikan program kerja pemerintah
untuk lima tahun ke depan khususnya dalam pengembangan infrastruktur,

10
konektivitas dan industri dalam negeri dan mengundang para pengusaha untuk
berpartisipasi pada pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Hasil KTT APEC 2014 tersebut juga memuat beberapa inisiatif Indonesia yang
perlu terus ditindklanjuti di tahun mendatang, seperti:

1. APEC Connectivity Blueprint, yaitu kelanjutan inisiatif Indonesia pada APEC


2013 di Bali, yang memastikan bahwa kerja sama konektivitas dan
infrastruktur menjadi visi APEC hingga 2025. Dalam kaitan ini, APEC
bermanfaat dalam menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan
infrastruktur dan konektivitas Indonesia.
2. Dukungan tenaga ahli APEC pada pendirian Pusat Kemitraan Pemerintah-
Swasta (PPP Center) di Kementerian Keuangan RI agar berstandar
internasional dan penyusunan suatu Guidebook on PPP Framework inisiatif
Indonesia, yang mengidentifikasi praktek-praktek Kemitraan Pemerintah-
Swasta yang baik di kawasan.
3. Upaya Indonesia untuk mendorong peningkatan kerja sama kelautan yang
komprehensif dan penunjukan Indonesia selaku koordinator isu kelautan di
APEC. Kesempatan ini dapat dimanfaatkan untuk mendorong kerja sama
kelautan di APEC agar selaras dengan gagasan “Poros Maritim".
4. Upaya Indonesia untuk melanjutkan studi tentang “development products",
yang bertujuan memperjuangkan komoditas seperti minyak sawit, karet alam,
kertas, rotan, dan produk perikanan yang kerap melibatkan petani kecil dan
dapat mendukung pembangunan pedesaan. Upaya ini diharapkan dapat
membuka peluang dan menghilangkan hambatan perdagangan bagi komoditas
unggulan tersebut, termasuk keringanan tarif.
5. Melanjutkan gagasan Indonesia untuk meningkatkan sinergi antara APEC
dengan berbagai organisasi/forum regional dan internasional, sehingga
berbagai tantangan yang menghambat pertumbuhan perekonomian di kawasan
dapat dihadapi oleh berbagai forum sekaligus. Terdapat 3 cara yang diusulkan
yaitu dengan mendorong penyelesaian suatu masalah secara komprehensif,
membentuk kerja sama antar organisasi/forum, dan memperkuat arsitektur
kerja sama perdagangan dan investasi di kawasan.

1. South West Pacific Dialogue (SwPD)

Posisi geografis Indonesia pada titik persinggungan antara kawasan Asia dan
Pasifik secara alamiah menjadikan Indonesia sebagai jembatan atau penghubung

11
antara kedua wilayah ini. Posisi strategis ini membawa konsekuensi hadirnya
tanggung jawab Indonesia untuk memainkan peran lebih aktif dalam upaya-upaya
menjaga dan mempertahankan stabilitas kawasan. Dengan kerangka berfikir
demikian, dalam kebijakan luar negeri Indonesia, negara-negara Pasifik menjadi salah
satu prioritas utama politik regionalisme Indonesia dewasa ini disamping ASEAN.
Wujud nyata dari sikap aktif Indonesia di kawasan Pasifik tercermin melalui
partisipasi aktif Indonesia selaku penggagas pembentukan SwPD pada tahun 2002
maupun sebagai mitra wicara Pacific Islands Forum sejak tahun 2001 dan sebagai
negara peninjau pada Melanesian Spearhead Group (MSG) sejak tahun 2011.

Keberadaan SwPD diharapkan dapat bersinergi dengan kepentingan nasional


Indonesia dan kepentingan kawasan secara keseluruhan. Sejak dibentuk pada 5
Oktober 2002, forum SwPD telah menjadi forum penting bagi kawasan Pasifik Barat
Daya terutama dalam memfasilitasi dialog di antara para menteri luar negeri
Australia, Indonesia, Filipina, Selandia Baru, Papua Nugini dan Timor Leste guna
membahas isu-isu yang menjadi kepentingan kawasan. Forum ini telah mendorong
diskusi mengenai pemahaman tentang terorisme, demokrasi, isu-isu maritim, dan
konektivitas.

Pertemuan Tingkat Menteri (PTM) SwPD diadakan setahun sekali dengan tuan
rumah bergiliran. Pada awalnya, tempat sidang adalah antara salah satu kota di negara
anggota ataupun di New York di sela-sela Sidang Umum PBB. Sejak tahun 2004,
PTM SwPD selalu diselenggarakan di sela-sela Sidang ASEAN Ministerial Meeting /
Post Ministerial Conference dan ASEAN Regional Forum(AMM/PMC dan ARF).

PTM SwPD telah diselenggarakan sebanyak 10 kali, yaitu: di Jogjakarta (host:


Indonesia), 5 Oktober 2002; di New York (host : New Zealand), 27 September 2003;
di Adelaide (host: Australia), 3 Desember 2004; di Kuala Lumpur (host: Indonesia),
26 Juli 2006; di Manila (host: Filipina), 31 Juli 2007; di Singapura (host: Timor
Leste), 22 Juli 2008; di Phuket (host: PNG), 21 Juli 2009; di Hanoi (host : New
Zealand), 23 Juli 2010; di Bali (host: Australia), 21 Juli 2011; di Phnom Penh (host:
Indonesia), 11 Juli 2012.

Di sub-kawasan SwPD, kesenjangan konektivitas antara negara-negara anggota


SwPD masih sangat terasa. Sebagai contoh, Australia dan Selandia Baru memiliki
konektivitas yang sangat baik, sedangkan konektivitas Indonesia-Filipina, Indonesia-
PNG dan Indonesia-Timor Leste masih perlu dikembangkan. Oleh karena itu,
Indonesia berpandangan bahwa pemerintah negara-negara anggota SwPD perlu
mengembangkan kerja sama guna menciptakan lingkungan yang kondusif bagi

12
partisipasi sektor swasta dalam pengembangan konektivitas antara negara-negara
anggota SwPD. Kerja sama tersebut dapat dilakukan melalui kerangka kerja sama
bilateral maupun trilateral.

Selain konektivitas fisik, people-to-people contact juga tidak kalah penting untuk
dikembangkan. Dalam kaitan ini, kerja sama people-to-people contact yang secara
rutin telah ditawarkan oleh Indonesia kepada negara - negara SwPD antara lain:

1. Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia (the Indonesian Art and Culture
Scholarship)
2. Journalist Visit Program
3. Beasiswa Dharmasiswa dan Beasiswa Kerja Sama Negara Berkembang (the
Dharmasiswa and the Developing Countries Partnership Scholarship)
4. Diplomatic Training Course for Diplomats
5. Kerjasama Teknik Negara Berkembang (the Indonesian Technical
Cooperation among Developing Countries Programme)

Melalui kegiatan Cultural and Educational Cooperation dan juga Interfaith


Dialogue, Indonesia mencoba untuk melakukan Confidence Building Measure
(CBM) dengan kalangan masyarakat negara-negara anggota SwPD.

Pada PTM SwPD ke-10 di Phnom Penh, Kamboja, para Menlu sepakat untuk
mengadakan Pertemuan Tingkat Menteri Ke-11 SwPD dengan Filipina bertindak
selaku tuan rumah, di sela-sela penyelenggaraan 46th AMM/PMC dan 20th ARF di
Brunei Darussalam pada bulan Juli 2013.

2. Melanesian Spearhead Group (MSG)

Melanesian Spearhead Group (MSG) merupakan organisasi yang beranggotakan


negara-negara berpenduduk etnik Melanesia yaitu Fiji, Papua Nugini, Solomn
Islands, Vanuatu, dan perwakilan etnik Kanaky Kaledonia Baru Front de liberation
nationale kanak et socialiste (FLNKS). MSG pada awalnya adalah sebuah solidaritas
negara-negara berpenduduk etnik Melanesia yang dibentuk pada tanggal 14 Maret
1988 melalui Agreed Principles of Cooperation Among Independent States of
Melanesia.

Pada tanggal 7 Juni 1996 ditandatangani sebuah dokumen yang berjudul sama
yaitu “Agreed Principles of Cooperation Among Independent States of Melanesia",
Kiriwana, Trobriand Island, yang isinya menyepakati kerja sama untuk memajukan
perekonomian negara anggota.

13
Keputusan untuk menjadikan MSG sebagai sebuah organisasi sub-regional
ditetapkan dalam sebuah perjanjian yang berjudul “Agreement Establishing the
Melanesian Spearhead Group" yang draftnya telah diselesaikan pada bulan Maret
2007. Dalam Agreement tersebut disepakati untuk menyertakan FLNKS dari
Kaledonia Baru sebagai anggota dengan reservasi terhadap pasal 10, 11, dan 12
sesuai dengan pasal 19 ayat 5 Agreement tersebut yang mengatur anggota berstatus
sebagai organisasi/wilayah yang bukan negara merdeka.

Dalam KTT ke-16 di Goroka, Papua Nugini, 19 Agustus 2005 disepakati


pembentukan Sekretariat MSG yang berkedudukan di Port Vila. Pada tanggal 14-15
April 2008 diselenggarakan rangkaian pertemuan MSG yang berpuncak pada KTT
ke-17 di Port Vila, Vanuatu, sekaligus peresmian Sekretariat organisasi tersebut.

Pada KTT MSG ke-18 di Fiji, Indonesia diterima sebagai Observer. Dengan
menjadi observer dalam MSG, Indonesia akan dapat bekerja sama lebih erat dan
memberikan kontribusinya kepada negara-negara anggota MSG baik dalam bentuk
kerja sama eknomi dan teknik, termasuk program capacity building maupun bantuan
teknis lainnya. Indonesia juga berkomitmen untuk memberikan kontribusi terhadap
pengembangan MSG Regional Police Academy.

Pada bulan Maret 2012 telah diadakan KTT Khusus MSG guna membahas isu-isu
ekonomi, perdagangan, sosial-budaya dan perubahan iklim. Delegasi Indonesia pada
pertemuan ini dipimpin oleh Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik yang
menyampaikan komitmen Indonesia untuk terus mengembangkan kerja sama dengan
negara-negara anggota MSG.

KTT MSG tahun 2013 diadakan di Noumea, Kaledonia Baru pada tanggal 20-21
Juni 2013.

3. Pacific Island Forum (PIF)

Pacific Islands Forum (PIF) merupakan organisasi utama di kawasan Pasifik yang
didirikan pada tahun 1971 dengan nama South Pacific Forum (SPF). Negara anggota
PIF meliputi 16 negara yaitu: Australia, Cook Islands, Federated States of
Micronesia, Fiji, Kiribati, Marshall Islands, Nauru, Niue, Palau, Papua Nugini,
Samoa, Selandia Baru, Solomon Islands, Tonga, Tuvalu, Vanuatu.

Disamping anggota tetap, PIF memiliki dua associate members yaitu Kaledonia
Baru dan French Polynesia. PIF juga memiliki 13 mitra dialog, yaitu: Amerika
Serikat, China, Filipina, India, Indonesia, Inggris, Jepang, Kanada, Korea, Malaysia,

14
Perancis, Thailand, dan Uni Eropa. Indonesia menjadi mitra wicara PIF sejak tahun
2001.

Sejak tahun 1989 Post Forum Dialogue (PFD) merupakan Pertemuan rutin
PIF dengan negara-negara mitra dialog dan organisasi-organisasi terpilih yang
dilakukan setelah Pertemuan para pemimpin PIF. Sejak bergabungnya Indonesia
sebagai negara mitra wicara PIF, Indonesia tidak pernah absen dalam Pertemuan
PFD-PIF.

Partisipasi Indonesia sebagai mitra wicara PIF tidak terlepas dari arti penting
kawasan tersebut bagi Indonesia. Adapun elemen penting dalam hubungan Indonesia
dengan kawasan Pasifik antara lain adalah:

Indonesia memperkuat hubungan baik dengan seluruh negara tetangga,


termasuk di kawasan Pasifik. Hubungan timbal balik antara Indonesia dengan negara-
negara Pasifik diyakini dapat menciptakan kestabilan dan produktivitas kerja sama.

Hubungan Indonesia dengan negara-negara Pasifik bersifat multidimensi.


Selain mengembangkan kerja sama bilateral, Indonesia juga membangun kerja sama
dalam kerangka regional diantaranya dalam kerangka PIF.

Hubungan Indonesia dengan negara-negara Pasifik dikembangkan


berdasarkan isu-isu yang menjadi perhatian bersama. Secara geografis, sebagian
wilayah Indonesia adalah bagian dari kawasan Pasifik. Indonesia juga memiliki
tantangan yang sama dengan kawasan Pasifik diantaranya masalah konektivitas dan
penanggulangan bencana.

Sebagai bentuk kontribusi Indonesia selaku negara mitra dialog, Indonesia


berkomitmen untuk memberikan program kerja sama teknik dan bantuan teknik
lainnya kepada negara-negara anggota PIF baik dalam kerangka kerjasama bilateral
maupun regional. Dalam kaitan ini, Indonesia telah mengundang dan
mengikutsertakan negara-negara di kawasan Pasifik dalam berbagai lokakarya dan
pelatihan yang diadakan oleh Pemerintah Indonesia.

Selain itu, Indonesia juga mengundang pejabat negara-negara anggota PIF


untuk berpartisipasi dalam Bandung Spirit Program (BSP) yang diadakan setiap 2
(dua) tahun di Indonesia. Untuk tahun 2013, BSP diikuti oleh sembilan pejabat dari
Cook Islands, Fiji, Marshall Islands, Papua Nugini, dan Solomon Islands. Para
peserta BSP diantaranya berkunjung ke Ternate, Propinsi Maluku Utara, yang

15
memiliki karakteristik alam dan geografis yang hampir sama dengan negara-negara
Pasifik.

Pertemuan terakhir PIF yaitu yang ke-43 telah diselenggarakan pada tanggal
27-31 Agustus 2012 di Rarotonga, Cook Islands, dihadiri oleh seluruh negara anggota
PIF, kecuali Fiji yang keanggotaannya tengah dibekukan. PIF ke-43 ini bertemakan
“Large Oceans Islands States – the Pacific Challenges" yang bertujuan menjaga
keseimbangan antara pengembangan dan konservasi sumber-sumber kelautan.
Adapun isu-isu utama yang menjadi pembahasan dalam Pertemuan tersebut
diantaranya adalah perikanan, konservasi laut, perubahan iklim, kesetaraan gender
dan kerjasama internasional.

Pertemuan PFD Ke-24 sebagai bagian dari rangkaian pertemuan PIF ke-43
membahas 2 isu tematik yang menjadi perhatian negara kawasan Pasifik, yaitu: (i)
Large Ocean Island States: Pacific Challenges yang memfokuskan pada perikanan,
konservasi laut dan eksplorasi laut dalam; (ii) Enhancing Development Cooperation
yang memfokuskan pada upaya penguatan sistem nasional melalui kerjasama dengan
negara-negara mitra.

Bagi Indonesia, tema kelautan dalam PIF tahun 2012 tersebut sejalan dengan
konsep blue economy yang menjadi bagian dari kebijakan industrialisasi kelautan dan
perikanan Indonesia. Sektor kelautan ini dapat memberikan peluang dalam
meningkatkan kerjasama ekonomi, people to people contacts dan kerjasama teknis
antara Indonesia dengan negara-negara Pasifik.

Pertemuan Tingkat Menteri PFD-PIF ke-25 diadakan di Marshall Islands


pada tanggal 6 September 2013.

4. Indian Ocean Rim Association for Regional Cooperation (IOR – ARC)


a. Latar Belakang

Indian Ocean Rim Association for Regional Cooperation (IOR-ARC) adalah salah
satu organisasi regional dikawasan Samudera Hindia. IOR-ARC dibentuk pada bulan
Maret 1997 di Mauritius dan beranggotakan 20 negara (Uni Commoros ditetapkan
menjadi anggota ke-20 pada Pertemuan Tingkat Menteri IOR-ARC ke-12, November
2012 di India) yang terletak di kawasan yang strategis bagi rute perdagangan dan
jalur ekonomi yang menghubungkan Samudera Pasifik dan Atlantik. Indonesia
memiliki kepentingan dikawasan ini karena kawasan ini merupakan jalur ekonomi
yang menghubungkan Samudera Pasifik dan Atlantik. IOR--ARC diharapkan dapat

16
mendorong kerja sama ekonomi, perdagangan dan investasi serta meningkatkan
people-to-people contact antara negara-negara di Samudera Hindia yang menjadi
anggota IOR-ARC.

IOR-ARC bertujuan untuk memfasilitasi perdagangan dan investasi dalam kawasan.


Adapun kerja sama IOR ARC digerakkan melalui tiga jalur, yaitu jalur pemerintah,
jalur akademisi, dan jalur bisnis. Adapun kerangka kerja sama IOR ARC
dikembangkan melalui tiga Working Group yaitu:

 Akademisi melalui forum IOR-Academic Group (IORAG),


 Pengusaha melalui IOR-Business Forum (IOR-BF) dan
 Jalur kegiatan perdagangan dan investasi melalui Working Group on Trade
and Investment (WGTI).

Setiap negara anggota memiliki focal point pada masing-masing pilar kerja sama
guna mendorong kerja sama efektif di masing-masing pilar serta mastikan bahwa
berbagai pandangan dan kepentingan tercermin sepenuhnya dalam program kerja
organisasi IOR-ARC. Sementara itu, mekanisme kelembagaan kerjasama dilakukan
melalui pertemuan Council of Ministers (COM) yang diselenggarakan setahun sekali
dan Committee of Senior Officials (CSO) yang diselenggarakan dua kali dalam satu
tahun.

b. Peranan Indonesia dalam IOR-ARC

Indonesia merupakan anggota IOR ARC yang cukup aktif. Sejak pertemuan
Council Of Ministers (COM) ke-8, Mei 2008 di Teheran, Indonesia terlibat secara
langsung dalam beberapa proyek IOR-ARC, antara lain mengusulkan
penyelenggaraan Training on Micro-Finance, penawaran Program Beasiswa
Kerjasama Negara Berkembang (KNB) dan Program Dharmasiswa untuk program
Non-Gelar. Selain itu, Indonesia juga berkesempatan untuk melakukan sharing of
knowledge terkait strategic actions Indonesia dalam menangani flu burung di tanah
air.

Selama tahun 2010 Indonesia telah berpartisipasi dalam beberapa kegiatan di


kerangka kerjasama IOR-ARC yaitu: (1) Iran Biotech 2010, 13-15 April 2010, di
Iran; (2) Specialized Training Course for Foreign Diplomats for IOR-ARC Member
States, 28 April - 11 May 2010; (3) Regional Experts Meeting on Herbal Medicine
Processing IOR-ARC, Tehran, 19-21 Mei 2010. Sebagai tindak lanjut pertemuan
tersebut akan dibentuk Indian Ocean Rim Traditional Medicine Network

17
(IORTMNET) dan India telah bersedia untuk menjadi tuan rumah pertemuan yang
sama pada tahun 2012.

Selain itu Indonesia juga terlibat aktif dalam beberapa Sub Committee yang
membahas isu-isu khusus antara lain : (1) Anggota Governing Committee untuk
Special Fund sejak tahun 2008-2010; (2) Anggota Sub Committee untuk
pembahasan restrukturisasi Indian Ocean Rim Academic Group (IORAG) yang
digagas oleh Oman; (3) Anggota Sub Committee untuk pembahasan amandemen
statuta University Mobility in Indian Ocean Region (UMIOR) .

c. Perkembangan Terbaru

Dalam pertemuan Council of Ministers ke-11 tahun 2011 di Bangalore, IOR-


ARC telah menetapkan enam bidang prioritas yaitu: (i) Keamanan dan Keselamatan
Maritim, (ii) Fasilitasi Perdagangan dan Investasi, (iii) Manajemen Perikanan, (iv)
Pengurangan Resiko Bencana, (v) Kerja sama Akademis dan Ilmu Pengetahuan dan
(vi) Teknologi, serta Promosi Pariwisata dan Pertukaran Budaya. Keenam bidang
prioritas tersebut sejalan dengan prioritas Indonesia terutama di bidang kerja sama
maritim, pariwisata dan pertukaran budaya. Indonesia memiliki kepentingan untuk
mengembangkan wilayah laut Indonesia tidak hanya sebagai jalur perdagangan yang
potensial tetapi juga potensi pemanfaatan sumber daya laut di bidang IPTEK dan
pariwisata.

Pada pertemuan Council of Ministers (COM) ke-12 pada tanggal 2 November


2012, di Gurgaon, India, Indonesia telah ditetapkan menjadi Wakil Ketua untuk
periode 2013-2015 dan kemudian sebagai Ketua untuk periode 2015-2017. Untuk itu,
Indonesia akan menjadi host penyelengaraan rangkaian Pertemuan Tingkat Menteri
(PTM) IOR-ARC yang umumnya terdiri dari pertemuan 3 subfora/Working Groups
di tingkat teknisIORAG, IORBF dan WGTI, dilanjutkan dengan tingkat SOM (CSO)
dan PTM (COM).

Salah satu hasil pada pertemuan ini adalah mengenai perubahan nama
organisasi dari IOR-ARC menjadi Indian Ocean Rim Association (IORA) dan
masuknya Uni Commoros menjadi anggota ke-20 dan Amerika Serikat menjadi mitra
dialog ke-6.

5. Uni Afrika

Uni Afrika beranggotakan 54 negara-negara di benua Afrika dan merupakan


organisasi regional yang menjadi wadah kerjasama dan menyatukan seluruh negara di

18
benua Afrika. Didirikan pada 9 September 1999 dan bermarkas besar di Addis
Ababa, Ethiopia, Uni Afrika merupakan suatu kemajuan besar bagi hubungan dan
kerjasama antara negara-negara di benua Afrika.

Tujuan utama didirikannya Uni Afrika adalah untuk menghapuskan sisa-sisa


pengaruh penjajahan dan sistem apartheid, meningkatkan persatuan dan solidaritas
diantara negara-negara Afrika, membentuk mekanisme koordinasi guna menunjang
peningkatan kerjasama diantara negara-negara di Afrika, melindungi dan
mempertahankan kedaulatan dan integritas territorial dari negara anggota dan untuk
meningkatkan kerjasama internasional dalam kerangka PBB.

Melalui keanggotaannya di Uni Afrika, negara-negara di Afrika mampu


mengkoordinasikan kepentingan dan posisi mereka terkait dengan isu-isu yang
menjadi kepentingan bersama di forum internasional. Dengan kata lain, melalui
semangat regionalisme yang ditunjukkan oleh negara-negara Afrika dari
keanggotaannya pada Uni Afrika bukan hanya telah menciptakan suatu mekanisme
kerjasama yang efektif di kawasan sekaligus sebagai building block yang cukup
efektif dalam menyatukan visi dan misi dalam memperjuangkan kepentingan bersama
Afrika, utamanya pada forum internasional.

Memahami perkembangan di Afrika tersebut, pada Januari 2012 Indonesia


telah menjadi salah satu negara observer pada Uni Afrika dengan Duta Besar RI di
Addis Ababa merupakan Accredited Ambassador to the African Union. Status
observer pada Uni Afrika tersebut telah memberikan peluang yang lebih luas bagi
Indonesia untuk dapat meningkatkan kerjasama dengan negara-negara Afrika secara
keseluruhan.

Indonesia secara aktif mengoptimalkan status observer nya pada UA guna


meningkatkan kerja sama dengan negara-negara Afrika secara keseluruhan. Salah
satu bidang kerja sama yang dikembangkan oleh Indonesia dengan UA adalah bidang
pertanian yaitu dengan memberikan bantuan kerja sama teknis berupa pelatihan di
bidang pertanian yaitu International Training Workshop on Water Management in
Agriculture for African Union Member Countries yang telah diselenggarakan pada 15
– 17 Mei 2013 di Addis Ababa dan kemudian dilanjutkan dengan field trip ke Bali
pada 18 – 23 Mei 2013 bagi 9 peserta dari Liberia, Sudan, Kenya, Tunisia, Ethiopia,
Mozambik, Tanzania, Uganda dan Ajazair. Selain itu, Indonesia juga telah
berkomitmen untuk memberikan bantuan berupa 50 traktor tangan bagi negara-negara
UA dan disalurkan melalui UA.

19
Pemerintah Indonesia juga telah diundang untuk menghadiri Special
Anniversary Summit of the African Union yang merupakan perayaan ulang tahun ke-
50 Organization of the African Unity/African Union (OAU/AU) dan diselenggarakan
di Addis Ababa pada tanggal 25 Mei 2013. Diundangnya Indonesia pada perayaan
ulang tahun tersebut dikarenakan UA memandang Indonesia memiliki peranan besar
dalam membantu perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa Afrika serta kepeloporan
Indonesia pada Konferensi Asia-Afrika 1955 di Bandung yang merupakan wujud
solidaritas negara-negara Asia dan Afrika yang pada akhirnya telah mendorong
lahirnya Gerakan Non Blok dan G77.

Special Anniversary Summit juga merupakan rangkaian dari pertemuan KTT


UA ke-21 serta pertemuan terkait lainnya. Beberapa hasil-hasil penting KTT UA ke-
21 antara lain adalah Declaration of the OAU/AU 50th Anniversary, yang merupakan
komitmen para pemimpin Afrika dalam mencapai visi UA, yaitu pertumbuhan dan
perkembangan benua Afrika yang digerakkan oleh masyarakatnya sendiri, integrasi
Afrika, terciptanya perdamaian, dan kesejahteraan di Afrika.

Selain itu KTT ke-21 juga mengesahkan Strategic Action Plan of the African
Union Commission (AUC) for the years 2014 to 2017 yang merupakan panduan bagi
negara-negara anggota UA dalam mencapai visi UA. Adapun prioritas pembangunan
UA selama 50 tahun mendatang adalah di bidang pembangunan sumber daya manusia
(khususnya kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, penelitian, teknologi, dan
inovasi); pertanian dan agro-business processing; pertumbuhan ekonomi melalui
industrialisasi, pembangunan infrastruktur, pertanian, perdagangan, dan investasi;
perdamaian, stabilitas di kawasan, dan good governance; mobilisasi sumber daya
alam dan manusia; membangun people-centred Union; memperkuat institusi UA dan
semua organnya.

Indonesia akan meningkatkan kerja sama dengan UA di berbagai bidang,


terutama bidang-bidang yang juga menjadi prioritas UA.

6. Liga Arab

Liga Arab merupakan organisasi regional yang didirikan pada 22 Maret 1945 dan
beranggotakan 22 negara Arab yang berada di kawasan Afrika Utara dan Timur Laut
serta Timur Tengah. Tujuan utama didirikannya organisasi Liga Arab adalah untuk
meningkatkan kerjasama antara negara-negara anggota dan untuk meningkatkan
koordinasi diantara anggota guna memperjuangkan kepentingan bersama baik di
kawasan maupun pada forum internasional.

20
Bagi Indonesia, Liga Arab memiliki arti penting baik secara historis maupun
strategis. Sejarah perjuangan Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan telah
menunjukkan bahwa Liga Arab merupakan salah satu dari beberapa pihak yang
mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Sedangkan secara strategis,
Liga Arab memiliki arti penting dalam mengupayakan kepentingan nasional
Indonesia dalam forum-forum internasional utamanya terkait dengan isu-isu dimana
Indonesia memiliki kesamaan posisi dengan negara-negara Liga Arab.

Memahami pentingnya meningkatkan kerjasama dengan Liga Arab, telah


mendorong Indonesia untuk mendekatkan diri pada organisasi regional dimaksud.
Keinginan Indonesia tersebut mendapatkan tanggapan yang positif dari Liga Arab
dan mulai September 2012, Duta Besar Indonesia di Kairo telah menjadi Accredited
Ambassador to Arab League. Melalui status tersebut, Indonesia dapat menghadiri
beberapa pertemuan Liga Arab serta memiliki peluang yang lebih besar untuk dapat
mengupayakan peningkatan kerjasama dengan negara-negara Liga Arab dan
mendapatkan informasi terkini mengenai perkembangan kerjasama pada organisasi
regional dimaksud.

7. Kerjasama Kemitraan Strategis Baru Asia-Afrika (NAASP)


a. Latar Belakang

Pada tanggal 22-23 April 2005, negara-negara Asia dan Afrika memperbaharui
solidaritas mereka yang telah berjalan lama pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
Asia Afrika 2005 di Jakarta. Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari 106
negara Asia dan Afrika yang terdiri dari 54 negara Asia dan 52 negara Afrika. KTT
AA tahun 2005 tersebut telah menghasilkan beberapa kesepakatan akhir:

Declaration on the New Asian African Strategic Partnership (NAASP), Joint


Ministerial Statement on the New Asian African Strategic Partnership Plan of Action;
dan Joint Asian African Leaders' Statement on Tsunami, Earthquake and other
Natural Disasters. Deklarasi NAASP tersebut merupakan manifestasi dari
pembentukan “jembatan" intrakawasan dengan komitmen kemitraan strategis baru
antara Asia dan Afrika yang mencakup tiga pilar kerjasama, yaitu solidaritas politik,
kerja sama ekonomi dan hubungan sosial budaya, yang di dalamnya mencakup
mekanisme interaksi antar pemerintah, antarorganisasi regional/subregional serta
antar masyarakat (people-to-people contact).

Disepakati sebuah mekanisme tindak lanjut untuk proses institusionalisasi


melalui pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) setiap 4 tahun sekali yang

21
dilaksanakan bersamaan dengan Business Summit, Pertemuan Tingkat Menteri setiap
2 tahun sekali, serta Sectoral Ministerial dan Technical Meeting lainnya apabila
diperlukan.

b. Perkembangan NAASP

Sejak tahun 2005 Indonesia dan Afrika Selatan menjadi Ketua Bersama (Co-
Chairs) NAASP. Dalam mengemban tugas sebagai Co-Chairs, Indonesia telah
berperan aktif dalam upaya mengembangkan NAASP. Indonesia dalam kurun waktu
2006-2011 telah berhasil melaksanakan 26 program di bawah rerangka kerja sama
NAASP, antara lain: NAASP-UNEP Workshop on Environmental Law and Policy
tahun 2006; Asian African Forum on Genetic Resources, Traditional Knowledge, and
Folklore pada tahun 2007, dan Apprenticeship Program for Mozambican Farmers
pada tahun 2010. Indonesia juga menjadi tuan rumah bagi NAASP Ministerial
Conference on Capacity Building for Palestine tahun 2008 yang dihadiri oleh 218
peserta dari 56 negara dan 3 organisasi internasional.

Komitmen bagi pengembangan NAASP juga dibagi bersama dengan negara-


negara peserta NAASP yang lain. Menyebutkan beberapa diantaranya, Malaysia telah
melaksanakan Training Course for Diplomats tahun 2007 dan Training Course in
Disaster Management tahun 2008, serta China yang telah melaksanakan The 5th
Training Program for Staff from African Chambers tahun 2009 dan China-Zambia
Trade and Investment Forum tahun 2010.

Dengan pandangan untuk memberikan berbagai rekomendasi bagi KTT NAASP,


NAASP Senior Officials' Meeting (SOM) diadakan di Jakarta pada tanggal 12-13
Oktober 2009. Pertemuan ini berhasil membahas beberapa agenda penting, khususnya
usulan the 8 Focus Areas of Cooperation yang dimaksudkan sebagai mekanisme
panduan untuk mengarahkan berbagai skema kerja sama di bawah rerangka NAASP
yang telah dirumuskan dalam KTT AA 2005 ke dalam beberapa kegiatan yang
realistis dan bersifat berorientasi pada hasil. Delapan bidang kerja sama yang telah
disepakati dalam pertemuan ini yaitu: Counter Terrorism; Combating Trans-national
Organized Crime; Food Security; Energy Security; Small and Medium Enterprises;
Tourism; Asian African Development University Network; serta Gender Equality and
Women Empowerment. Beberapa negara Asia seperti Bangladesh, China, Jepang,
Filipina, dan Thailand telah menunjukkan kesediaan untuk menjadi Champion
Countries dari bidang kerja sama tersebut, berdampingan dengan Champion
Countries dari negara Afrika. Indonesia sendiri menjadi Champion Country dari

22
kawasan Asia bersama dengan Aljazair dari kawasan Afrika untuk bidang kerja sama
Counter-Terrorism.

c. Solidaritas NAASP bagi Palestina

Indonesia dan negara-negara NAASP memandang dengan prihatin fakta bahwa


bangsa Palestina menjadi satu-satunya peserta KTT Asia Afrika pertama yang belum
menikmati kemerdekaan penuh. Oleh karena itu, Indonesia memprakarsai dan
menjadi tuan rumah NAASP Ministerial Conference on Capacity Building for
Palestine yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 14-15 Juli 2008.

Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa NAASP berkomitmen untuk


memberikan bantuan program pembangunan kapasitas bagi 10.000 warga Palestina
dalam kurun waktu 5 tahun (2008-2013). Pada kesempatan ini, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono telah menyampaikan komitmen Indonesia untuk mengambil
bagian bagi perwujudan proyek tersebut dengan menyediakan pelatihan untuk 1.000
warga Palestina.

d. Implementasi Solidaritas dan Komitmen Pembangunan Kapasitas bagi


Palestina di bawah Rerangka NAASP

Indonesia, Afrika Selatan dan Palestina selaku NAASP Capacity Building for
Palestine Coordinating Unit diberikan mandat untuk memantau dan memfasilitasi
berbagai upaya negara-negara NAASP yang dilakukan dalam kerangka pembanguna
kapasitas bagi Palestina. Indonesia menjalankan perannya sebagai koordinator bagi
Afghanistan, Azerbaijan, Bangladesh, Brunei Darussalam, China, Filipina, India,
Iran, Jepang, Korea Selatan, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Pakistan,
Singapura, Sri Lanka, Suriah, Thailand, Timor Leste, dan Vietnam. Hingga 2010,
beberapa negara peserta NAASP telah menyampaikan laporan implementasi
komitmen pembangunan kapasitas bagi Palestina, antara lain: India (102 warga
Palestina), Jepang (393 warga Palestina), Korea Selatan (182 warga Palestina),
Malaysia (121 warga Palestina), Singapura (16 warga Palestina). Selaku NAASP Co-
Chair Asia Chapter, Indonesia juga mencatat keberhasilan Turki yang telah
memberikan program pembangunan kapasitas bagi 722 warga Palestina. Dalam hal
ini Indonesia terus berupaya untuk memenuhi komitmen bagi pembangunan kapasitas
bagi Palestina tersebut. Hingga Mei 2013, Indonesia telah berhasil memberikan
pelatihan bagi 1246 warga Palestina.

23
NAASP Capacity Building for Palestine Coordinating Unit Meeting terakhir
diadakan di Amman, Jordania, 2-3 Desember 2010 dan menghasilkan summary
report yang mencakup progress report dan analytical report implementasi
pembangunan kapasitas oleh negara-negara peserta NAASP. Hasil pertemuan
dimaksud akan disampaikan pada pertemuan tingkat menteri dan KTT ke-2 NAASP.

e. Pelaksanaan Komitmen Indonesia

Berdasarkan hasil KTT Uni Afrika ke-20 yang diselenggarakan pada Januari
2013, telah diputuskan bahwa NAASP merupakan bagian dari mekanisme kerja sama
dalam Uni Afrika.

f. Kesimpulan

NAASP tetap merupakan sebuah forum yang penting dan potensial bagi kerja
sama antar negara-negara di kedua benua. Dalam dunia yang berubah, tentu NAASP,
seperti forum internasional lainnya, memiliki kewajiban untuk mengatasi berbagai
tantangan yang ada pada masa kini. Tidak diragukan lagi dalam isu Palestina,
masalah kebebasan dan kemerdekaan tetap menjadi prioritas utama bagi NAASP.
Bagi yang lain, isu stabilitas, sebagaimana juga kesejahteraan masyarakat Asia dan
Afrika adalah merupakan tema utama bagi kerja sama yang membawa kedua benua
untuk dapat bersama. Indonesia berkeyakinan bahwa dengan bekerja bersama-sama
kedua benua dapat menciptakan stabilitas, perdamaian, dan kesejahteraan bagi
masyarakatnya.

8. Asia Cooperation Dialogue (ACD)


a. Latar Belakang

Kerjasama Asia Cooperation Dialogue (ACD) merupakan forum dialog yang


berdiri pada tahun 2002 di Cha-Am, Thailand. Forum ini membahas ekonomi,
kebudayaan, pendidikan, lingkungan, kesehatan dan penanganan bencana.

Saat ini ACD beranggotakan 32 negara, yaitu Afghanistan, Bahrain, Bangladesh,


Bhutan, Brunei Darussalam, Kamboja, China, India, Indonesia, Jepang, Khazakhstan,
Republik Korea, Kuwait, Laos, Malaysia, Mongolia, Myanmar, Pakistan, Filipina,
Qatar, Singapura, Thailand, Vietnam, Rusia, Iran, Saudi Arabia, Oman, Sri Lanka,
UAE, Tajikistan, Uzbekistan dan Kyrgyztan.

ACD merupakan pertemuan informal para Menlu negara-negara Asia dan


berfungsi sebagai forum dialog dan tukar pandangan mengenai isu-isu internasional,

24
regional dan subregional yang menjadi kepentingan bersama. Forum ini juga
digunakan sebagai wahana untuk saling meningkatkan kerjasama di berbagai sektor.
ACD juga diharapkan dapat menjembatani hal-hal yang belum dicakup dalam
kerjasama formal yang telah ada di kawasan Asia selama ini.

b. Bidang Kerja Sama ACD

N Areas of Cooperation Prime Movers and Co-prime movers


O
1 Energy Bahrain, Indonesia, Kazakhstan, Qatar, China, the
Philippines and Lao PDR.
2 Poverty Alleviation Bangladesh, Cambodia and Vietnam.
3 Agriculture China, Pakistan and Kazakhstan
4 Transport linkages India, Kazakhstan and Myanmar.
5 Biotechnology India.
6 E-Commerce Malaysia.
7 Infrastructure Fund Malaysia.
8 E-Education Malaysia and Iran.
9 Asia Institute of Pakistan.
Standards
10 SMEs Cooperation Singapore and Sri Lanka.
11 IT Development Republic of Korea and Russia.
12 Science and Technology The Philippines.
13 Tourism Thailand, Cambodia, Myanmar, Pakistan and
Bahrain.
14 Financial Cooperation Thailand and Kazakhstan.
15 Human Resources Vietnam and Thailand.
Development
16 Environmental Japan, Qatar and Bahrain.
Education
17 Strengthening legal Japan.
infrastructure
18 Road Safety Oman.
19 Natural Disaster Russia.
20 Cultural Cooperation Iran, India and Bahrain.

c. Peranan Indonesia dalam ACD

Indonesia telah bergabung dengan ACD sejak pembentukannya di tahun 2002.


Selain berbagai potensi kerja sama yang dapat dikembangkan, ACD juga memiliki

25
nilai tambah karena menyertakan dalam keanggotaannya negara pengekspor dan
pengimpor minyak dan gas. Karenanya, ACD dapat memberikan peran penting dalam
memperkuat ketahanan energy kawasan dan negara-negara anggotanya.

Indonesia juga mengharapkan agar dari kerja sama tersebut dapat meningkatkan
efisiensi pemanfaatan energi terutama penggunaan energi baru terbarukan dan bahan
bakar alternatif untuk memenuhi kebutuhan energi nasional.

Terkait dengan hal tersebut, Indonesia menjadi ACD Co-Prime Mover di bidang
energi bersama dengan Bahrain, China, Filipina, Kazakhstan, Qatar dan Laos.
Sebagai salah satu anggota EnergyCo-prime Movers Indonesia terlibat secara aktif
dalam berbagai aktivitas di area kerjasama tersebut, di antaranya :

1. Menyusun concept paper "ACD: Concept Paper on Energy Security" dan


dibahas pada Meeting of Prime Movers on Energy Security ACD di Manama
pada Februari 2003;
2. Menyusun ACD Plan of Action on Energy yang dibahas dalam Meeting of
ACD Co-Prime Movers on Energy Action Plan di Bali pada April 2007;
3. Menyelenggarakan 1st ACD Energy Forum yang diadakan di Bali pada 26 –
28 September 2005, yang menghasilkan Joint Declaration of the 1st ACD
Energy Forum;
4. Menyelenggarakan ACD Co-Prime Movers on Energy Action Plan di Bali 11
– 12 April 2007, yang menetapan focal point masing-masing negara di bidang
energi untuk menuntaskan pembahasan Energy Plan of Action;
5. Berpartisipasi dalam ACD Energy Cooperation Conference; Energy and
Climate Change: Challenges and Opportunity di Bahrain, 26-27 November
2008. Indonesia diwakili oleh Direktur Energi Baru Terbarukan dan
Konservasi Energi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
mempresentasikan materi “Climate Change Issues and Its Implication on the
ACD Member States" dengan fokus pada keterkaitan energi dan perubahan
iklim; implikasi perubahan iklim terhadap negara ACD dan langkah-langkah
yang perlu dilakukan oleh negara ACD;
6. Menjadi co-chair bersama dengan Filipina dalam penyelenggaraan ACD
Energy Working Group Meeting tanggal 27 Maret 2013 untuk finalisasi draft
PoA sebelum Pertemuan Tingkat Menteri ACD ke-12 di Tajikistan.
7. Dalam berbagai forum PTM ACD Indonesia selalu menyampaikan perlunya
negara-negara Asia untuk memberikan perhatian kepada ketahanan energi

26
sebagai salah satu unsur penting dalam pertumbuhan ekonomi dan pemerataan
kesejahteraan.

d. Struktur Kerja Sama dan Pertemuan ACD

ACD merupakan forum dialog sehingga memiliki sifat non-institusional dan


sukarela. Chairman/Keketuaan ACD dirotasi secara bergilir setiap satu tahun sekali di
antara negara-negara anggotanya berdasarkan prinsip sukarela. Tahun 2013,
Tajikistan menjadi ketua ACD semenjak September 2012 sampai dengan peralihan
masa keketuaan pada bulan September 2013. Berdasarkan kesepakatan di antara
sesama negara anggota ACD, Bahrain akan menjadi ketua ACD meneruskan
Tajikistan mulai bulan September 2013 sampai dengan September 2014. Arab Saudi
akan menjadi ketua ACD berikutnya paska September 2014 melanjutkan keketuaan
Bahrain.

Para menteri luar negeri ACD bertemu secara rutin 2 kali setiap tahun yakni
saat Foreign Minister's Breakfast Meeting bulan September di sela-sela Sidang
Umum PBB di New York dan saat PTM yang terselenggara secara rutin di negara
yang sedang menjabat sebagai ketua ACD di tahun berjalan. Selain pertemuan tingkat
menteri, sesuai dengan bidang kerja samanya negara-negara anggota juga dapat
menyelenggarakan pertemuan yang sifatnya lebih sektoral dalam kerangka ACD.

Pertemuan Tingkat Kepala Negara (KTT) ACD yang pertama


diselenggarakan di Kuwait, tanggal 17 Oktober 2012. Pertemuan KTT ACD ke-2
disepakati akan diselenggarakan di Thailand bulan Maret 2015 dan KTT ACD ke-3 di
Iran tahun 2018. Sebagai suatu forum dialog, ACD sampai saat ini tidak memiliki
sekretariat permanen dan Thailand sebagai pencetus forum ini bertindak sebagai
koordinator. ACD sedang dalam tahap pembahasan untuk membentuk sekretariat
tetap.

9. BRUNEI DARUSSALAM-INDONESIA-MALAYSIA-THE
PHILIPPINES EAST ASEAN GROWTH AREA (BIMP-EAGA)
a. Pendahuluan
 Kerja sama Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-the Philippines East
ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA) merupakan kerja sama dengan
orientasi proyek yang dibentuk secara resmi pada Pertemuan Tingkat
Menteri (PTM) ke-1 di Davao City, Filipina, pada tanggal 26 Maret 1994.

27
 Kepentingan nasional RI yang ingin dicapai melalui kerja sama BIMP
EAGA adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah Indonesia yang berbatasan
langsung dengan negara-negara anggota BIMP. Pada kerja sama ini pihak
swasta diharapkan menjadi pelaku dan penggerak utama dengan didukung
oleh pemerintah sebagai regulator dan fasilitator.
 BIMP EAGA sebagai Kerja Sama Ekonomi Sub-regional (KESR) dinilai
dapat mengurangi kesenjangan pembangunan dan ikut mendorong
integrasi ekonomi ASEAN Economic Community 2015. BIMP EAGA
juga sebagai wadah untuk mengimplementasikan kesepakatan yang telah
ada di ASEAN (test-bed). Hal ini dipraktekkan dengan mengadopsi
berbagai kesepakatan ASEAN dan membahasnya di tingkat sub-regional.
 Wilayah Indonesia yang menjadi anggota BIMP-EAGA adalah provinsi-
provinsi: Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua,
Papua Barat, dan Gorontalo.
 Sampai saat ini BIMP-EAGA telah menyelenggarakan 9 kali Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT), 17 kali Pertemuan Tingkat Menteri, dan 21 kali
Pertemuan Tingkat Pejabat Senior. KTT BIMP-EAGA terakhir
dilaksanakan di Bandar Seri Begawan, Brunei, pada 25 tanggal April
2013.
b. Strategi Kerja Sama BIMP-EAGA

Dalam rangka merealisasikan gagasan untuk mencapai kesejahteraan dan


meningkatnya pertumbuhan ekonomi, BIMP EAGA memiliki strategi untuk:

 Menjadikan BIMP-EAGA sebagai lumbung pangan bagi wilayah ASEAN


dan wilayah lain di Asia. Kerja sama pada bidang Lumbung Pangan
diarahkan untuk menjamin ketersediaan pangan dalam jangka panjang; dan
memaksimalkan potensi pertanian, peternakan dan perikanan.
 Mendorong BIMP-EAGA sebagai tujuan utama ekowisata (ecotourism).
Kerja sama Ecoutourism menekankan pada keterlibatan pemerintah pusat
dan peran masyarakat lokal dalam memanfaatkan sumber alam serta budaya
untuk menyelenggarakan kegiatan pariwisata yang memiliki sifat
berkelanjutan. Strategi yang akan dicapai melalui kerja sama ini adalah:
1. Menciptakan bentuk pariwisata beserta infrastrukturnya dengan
menggunakan format CBET sebagai produk utama;

28
2. Memfasilitasi keterlibatan sektor swasta dan masyarakat dalam kegiatan
pariwisata; dan
3. Memasarkan daerah pariwisata di wilayah kerja sama BIMP.
 Meningkatkan konektivitas ke dalam wilayah BIMP dan keluar dalam
mendukung Master Plan of ASEAN Connectivity (MPAC). Kerja sama pada
area Konektivitas ditujukan bagi:
1. Optimalisasi transportasi darat, laut dan udara;
2. Liberalisasi rute penerbangan pada wilayah kerja sama BIMP tertentu; dan
3. Mobilisasi sumber daya bagi pengadaan infrastruktur termasuk melalui
kemitraan swasta dan pemerintah.

Sebagai panduan dalam melaksanakan strategi BIMP EAGA dimaksud, KTT


ke-8 BIMP EAGA tanggal 4 April 2012 di Phnom Penh mensahkan Implementation
Blueprint 2012-2016, yang membagi kerja sama utama ke dalam 4 bidang yakni Food
Basket (Lumbung Pangan); Connectivity (Konektivitas);Community Based
Ecotourism (CBET/Pariwisata Berbasis Lingkungan); dan Environment (Lingkungan
Hidup).

c. Mitra Kerja Sama

Forum ini juga memiliki kerja sama dengan Asian Development Bank (ADB)
sebagai regional adviser. BIMP EAGA juga menyelenggarakan konsultasi dengan
Sekretariat ASEAN dalam rangka membentuk keterpaduan antara agenda BIMP
EAGA dengan ASEAN Community.

10. INDONESIA-MALAYSIA-THAILAND GROWTH TRIANGLE (IMT-


GT)
a. Pendahuluan

Kerja sama Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) diresmikan


pada Pertemuan Tingkat Menteri (PTM) ke-1 di Langkawi, Malaysia pada tanggal 20
Juli 1993.

Indonesia berpartisipasi dalam kerja sama IMT-GT dengan maksud untuk


mempercepat pembangunan ekonomi masyarakat di daerah perbatasan negara-negara
IMT-GT melalui pemanfaatan keunggulan kompetitif masing-masing wilayah. Dalam
perkembangan terkini, sebagai salah satu kerja sama ekonomi sub-regional, IMT-GT
dapat mendorong integrasi ekonomi ASEAN ASEAN Economic Community 2015
melalui implementasi kesepakatan yang telah ada di ASEAN (test-bed).

29
Provinsi-provinsi Indonesia yang menjadi anggota IMT-GT adalah Aceh,
Bangka-Belitung, Bengkulu, Jambi, Lampung, Sumatera Selatan, Riau, Kepulauan
Riau, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Wilayah IMT-GT Malaysia adalah:
Kedah, Kelantan, Melaka, Negeri Sembilan, Penang, Perak, Perlis, dan Selangor.
Wilayah IMT-GT Thailand adalah: Krabi, Nakhon Si Thammarat, Narathiwat,
Pattani, Phattalung, Satun, Songkhla, Trang, Yala, Chumphon, Ranong, Surat Thani,
Phang Nga, Phuket.

Pada pola kerja sama ini pemerintah bertindak sebagai regulator dan fasilitator
sedangkan swasta menjadi penggerak dan pelaku utama. Dalam kaitan ini, telah
dibentuk wadah bagi para pengusaha di kawasan IMT-GT yang disebut Joint
Business Council (JBC).

Perjanjian pendirian sekretariat IMT-GT/Center for IMT-GT (CIMT) telah


ditanda-tangani saat KTT ke-7 tanggal 25 April 2013 di Brunei Darussalam. Dengan
penanda-tanganan ini Indonesia melanjutkan proses ratifikasi agar perjanjian
memiliki keberlakuan secara nasional. Pendirian dan operasionalisasi CIMT akan
membantu aspek administrasi termasuk pula perkembangan dan kemajuan dalam
kerja sama ini.

b. Perkembangan Kerja Sama

KTT ke-6 IMT GT tanggal 4 April 2012 di Phnom Penh telah mensahkan
Implementation Blueprint 2012-2016 yang berisi sistematika dan institusi kerja sama
serta daftar proyek.

Pada KTT ke-7 di Brunei Darussalam, 25 April 2013, para kepala negara IMT-
GT menyampaikan perhatian pada isu konektivitas dan pelaksanaan proyek-proyek
prioritas.

c. Proyek IMT-GT

Proyek pada kerja sama ini meliputi (a) Transportasi dan infrastruktur; (b)
Perdagangan dan investasi; (c) Pertanian, agro-based industry, dan lingkungan; (d)
Pariwisata; (e) Produk dan Jasa Halal; dan (f) Pengembangan SDM.

Beberapa proyek yang dianggap "fast tracked" projects untuk menopang relevansi
IMT-GT adalah Melaka-Pekanbaru Power Interconnection, dan Melaka-Dumai RoRo
connectivity.

30
11. Conference on Interaction and Confidence Building Measures in Asia
(CICA)
a. Conference on Interaction and Confidence Building Measures in Asia (CICA)
adalah suatu forum antar-pemerintah mengenai Confidence Building
Measures (CBM) yang berkembang di kawasan Asia Tengah sejak tahun
2002. Negara-negara anggota CICA berusaha untuk meningkatkan kerja
sama, menciptakan dan memperkuat situasi damai, confidence, dan
persahabatan di benua Asia untuk mendorong keamanan kawasan. Prinsip
utama kerja sama CICA adalah menghormati kedaulatan dan integritas
teritorial sebagai dasar hubungan antarnegara. Isu separatisme dipandang
sebagai ancaman utama bagi keamanan, stabilitas, dan persatuan suatu negara.

b. Pembentukan CICA digagas oleh Presiden Kazakhstan, Nursultan Nazarbayev


pada tahun 1992. Gagasan dasar pendirian CICA adalah sebagai forum yang
efisien dan dapat diterima oleh negara-negara Asia untuk menciptakan
perdamaian dan stabilitas. Gagasan ini kemudian ditanggapi secara positif
oleh 16 negara yang kemudian berpartisipasi pada Pertemuan Tingkat Menteri
yang pertama tanggal 14 September 1999. CICA memiliki Sekretariat yang
berkedudukan di Almaty, Kazakhstan.

c. Anggota tetap CICA pada saat ini berjumlah 24 negara yakni Afghanistan,
Azerbaijan, Bahrain, China, India, Irak, Iran, Israel, Jordania, Kamboja,
Kazakhstan, Kyrgysztan, Mesir, Mongolia, Pakistan, Palestina, Republic of
Korea, Rusia, Tajikistan, Thailand, Turki, Uni Emirat Arab, Uzbekistan,
Vietnam. Negara peninjau (observer) antara lain Indonesia, Jepang, Malaysia,
Qatar, Vietnam, Ukraina, Amerika Serikat serta Organization for Security and
Co-operation in Europe (OSCE), Liga Arab dan PBB.

Mekanisme pertemuan CICA meliputi:


1. Pertemuan Tingkat Kepala Negara/Pemerintahan (Summit), 4 tahun
sekali;
2. Pertemuan Tingkat Menteri (PTM), 2 tahun sekali;
3. Senior Officials Committee (SOC), 1 tahun sekali;
4. Special Working Group (SWG), diselenggarakan bila diperlukan terkait
isu tertentu;

31
5. Specialized Meetings of Experts, diselenggarakan untuk hal-hal yang
bersifat teknis serta pembuatan konsep mengenai pelaksanaan CBM untuk
dipresentasikan dalam SWG.
d. Kazakhstan adalah Ketua CICA pertama sejak pendiriannya sampai dengan
tahun 2009. Turki menjabat sebagai Ketua CICA menggantikan Kazakhstan
semenjak tahun 2010 sampai 2014. Ketua CICA berikutnya adalah China
mulai 2014 sampai 2016.

e. CICA saat ini mulai membangun kerjasama bidang ekonomi dan


mengembangkan platform kerjasama dengan organisasi di kawasan lainnya.
Dalam proyeksi mendatang, CICA secara bertahap melakukan reformasi
organisasi dengan meningkatkan status Executive Director menjadi General
Director, dan memindahkan Sekretariat CICA dari Almaty ke Astana.

f. Indonesia menjadi peninjau sejak tahun 2002. Sejak KTT CICA I/2002, KTT
II/2006, dan KTT III/2010, Indonesia telah mengirimkan wakil untuk
menghadiri pertemuan tersebut dengan status observer. Terakhir Indonesia
telah menghadiri the 4th Ministrial meeting of CICA dan the the 20th
Anniversary of CICA di Astana, 12 September 2012.

g. Indonesia berpandangan bahwa prinsip yang dianut oleh CICA sejalan dengan
kepentingan nasional RI yakni menjaga keutuhan integritas wilayah,
menganut prinsip non-intervensi dalam urusan domestik masing-masing
negara anggota serta mengutamakan dialog sebagai solusi dalam tiap
permasalahan antar negara.

h. Keterlibatan Indonesia pada dalam tahapan saat ini selaku peninjau di CICA
merupakan pelaksanaan dari polugri bebas dan aktif untuk dapat menjangkau
negara-negara mitra di wilayah Asia selatan dan tengah. Secara jangka
panjang dan menengah kompetensi CICA yang dapat dimanfaatkan bagi
Indonesia adalah counter terrorism, trafficking in persons, drug trafficking dan
pengembangan ekonomi skala kecil dan menengah.

2.3 Kerjasama ASEAN


A. Bidang Politil dan Keamanan

32
Kerja sama ASEAN di bidang politik dan keamanan adalah kerja sama dalam
mewujudkan perdamaian di kawasan regional dan global. Kerja sama antar negara
ASEAN bersifat terbuka, berdasarkan pada pendekatan keamanan yang komprehensif
dan tidak ditujukan untuk membentuk suatu pakta pertahanan atau aliansi militer
ataupun kebijakan luar negeri bersama.

Kerja sama politik antar negara contohnya penempatan duta besar berkuasa
penuh diikuti pembukaan kedutaan besar di ibukota masing-masing negara dan
konsulatnya. Kunjungan diplomatik antar kepala negara, dan jajaran menterinya. Dan
saling menghormati masalah politik dalam negeri masing-masing anggota dengan
tidak mencampuri masalah dalam negeri.

Berikut ini beberapa contoh kerja sama antar negara ASEAN di bidang
politik:

1. Deklarasi Kawasan Damai, Bebas, dan Netral (ZOPFAN)

Salah satu bentuk kerjasama di bidang politik antar negara-negara ASEAN adalah
deklarasi perdamaian ZOPFAN. ZOPFAN merupakan kerangka perdamaian dan
kerja sama yang tidak hanya terbatas di kawasan Asia Tenggara tetapi mencakup
kawasan Asia Pasifik yang lebih luas, termasuk dengan negara-negara besar (major
powers) dalam bentuk tindakan menahan diri secara sukarela (voluntary self-
restraints).

ZOPFAN tidak mengesampingkan peranan negara besar di kawasan, namun


memungkinkan keterlibatan negara-negara tersebut secara konstruktif dalam
penanganan masalah-masalah keamanan kawasan.

2. Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC)

TAC atau Traktat Persahabatan dan Kerjasama merupakan sebuah Traktat yang
bertujuan untuk menciptakan stabilitas politik dan keamanan di kawasan Asia
Tenggara. TAC mengatur mekanisme penyelesaian konflik di antara negara-negara
pihak secara damai.

TAC ditandatangani pada tahun 1979 oleh 5 (lima) Kepala Negara pendiri
ASEAN. TAC diamandemen pada tahun 1987 untuk membuka aksesi negara-negara
di kawasan lain. Sampai tahun 2014, terdapat 32 (tiga puluh dua) negara, termasuk 10
negara ASEAN, yang telah mengaksesi TAC.

33
3. Pembentukan Komisi Hak Asasi Manusia Antar Pemerintah ASEAN

Dalam rangka pemajuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM), ASEAN
telah membentuk Komisi Hak Asasi Manusia Antar Pemerintah ASEAN (ASEAN
Intergovernmental Commission on Human Rights/AICHR)pada KTT ke-15 ASEAN,
di Cha-Am Hua Hin, Thailand, 23 Oktober 2009.

AICHR merupakan sebuah badan konsultatif antar-Pemerintah dan menjadi


bagian integral dalam struktur Organisasi ASEAN. AICHR merupakan lembaga
HAM yang bersifat menyeluruh dan bertanggung jawab untuk pemajuan serta
pelindungan HAM di ASEAN. AICHR memiliki kewajiban untuk bekerja sama
denganbadan ASEAN lainnya yang terkait dengan HAM dalam rangka melakukan
koordinasi dan sinergi di bidang HAM.

Berikut ini beberapa contoh kerja sama antar negara ASEAN di bidang keamanan:

1. Patroli Bersama di Perbatasan Negara

Sebagai negara bersahabat, antar negara ASEAN sering berpatroli bersama


menjaga perbatasan antar negara. Indonesia dan Malaysia misalnya, sering
melakukan patroli perbatasan di darat, laut dan udara.

Contohnya, pada Patroli Terkoordinasi Operasi Tindakan Maritim Malaysia-


Indonesia, dengan dilaksanakannya patroli pemantauan udara maritim Indonesia-
Malaysia di wilayah Selat Malaka dan perbatasan Indonesia – Malaysia

Dalam pelaksanaan patroli bersama bertajuk Optima Malindo 27A/18 ini,


Indonesia melalui Bakamla RI melibatkan unsur udara maritim yang juga masuk
dalam operasi udara Bakamla RI Bhuana Nusantara, yang nantinya akan bertugas
melaksanakan pendeteksian, pengenalan dan pengintaian terhadap kapal-kapal yang
dicurigai melaksanakan tindak pelanggaran di laut, serta memberikan bantuan
pencarian dan penyelamatan (SAR).

Melalui kerjasama Operasi Udara Patkor Optima Malindo 27A/18, diharapkan


gangguan keamanan dan keselamatan laut di wilayah perairan Selat Malaka dapat
diminimalisir, baik gangguan berupa pelanggaran batas wilayah, pembajakan dan
perompakan di laut, keselamatan pelayaran, penyelundupan, perusakan kabel dasar
laut, pelanggaran terhadap peraturan perikanan (illegal fishing), pencemaran laut,
perusakan terumbu karang dan biota laut, serta pendatang tanpa ijin (illegal migrant).

34
2. Pemberantasan Terorisme

Kerja sama ASEAN di bidang pemberantasan terorisme telah dilakukan sejak


kurun waktu yang lama. Pertemuan KTT ASEAN ke-7 tahun 2001 di Brunei
Darussalam telah mengeluarkan ASEAN Declaration on Joint Action to Counter
Terrorism. SelanjutnyaKTT ke-8 ASEAN di Phnom Penh, Kamboja, November 2002
mengeluarkan Declaration on Terrorism. Mekanisme utama kerja sama
pemberantasan terorisme di ASEAN dilakukan melalui AMMTC dan SOMTC,
dimana Indonesia dipercaya menjadi lead shepherd di bidang counter terrorism
sekaligus menjadi ketua Working Group on Counter Terrorism (WG-CT).

Salah satu capaian kerja sama ASEAN dalam pemberantasan terorisme adalah
ASEAN Convention on Counter Terrorism (ACCT) yang ditandatangani oleh seluruh
Kepala Negara Anggota ASEAN pada KTT ke-12 ASEAN tanggal 13 Januari 2007
di Cebu, Filipina. Sejak 27 Mei 2011, ACCT berlaku setelah enam Negara Anggota
ASEAN (Kamboja, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Brunei)
meratifikasinya. Indonesia meratifikasi ACCT melalui UU No. 5 tahun 2012 yang
disahkan tanggal 9 April 2012. Pada tahun 2013, seluruh Negara ASEAN telah
meratifikasi ACCT yang ditandai dengan penyerahan instrumen ratifikasi oleh Laos
dan Malaysia pada Sekretariat ASEAN pada bulan Januari 2013.

ACCT disusun untuk memiliki nilai tambah dibandingkan dengan instrumen


hukum internasional serupa, dengan desain yang memiliki karakteristik regional yang
kuat. Kerja sama yang tertuang dalam konvensi tersebut bersifat komprehensif yang
mencakup bidang pencegahan, penindakan (law enforcement), pemberantasan, dan
program rehabilitasi, sebagai salah satu strategi dan pendekatan untuk mencegah
terulangnya tindak kejahatan terorisme serta pengungkapan jaringan terorisme.
Konvensi ini memuat berbagai bentuk kerja sama dalam bidang penanganan root
causes terorisme termasuk kerja sama untuk mendorong interfaith dialogues yang
merupakan gagasan/pemikiran untuk Indonesia yang telah dianut secara global.

ASEAN juga aktif menjalin kerja sama dengan negara-negara Mitra Wicara
dalam upaya pemberantasan terorisme.

3. Perjanjian Keamanan Maritim

Declaration on ASEAN Concord II 2003 menekankan bahwa isu maritim bersifat


lintas batas negara, sehingga penanganannya harus dilakukan secara menyeluruh,
terintegrasi dan komprehensif. Perairan di Asia Tenggara danLaut China Selatan

35
memiliki arti penting bagi perekonomian, perdagangan, transportasi, dan komunikasi
seluruh negara anggota ASEAN sertakekuatan-kekuatan maritim global.

Selain itu, kawasan Asia Tenggara dinilai memiliki potensi konflik yang berkaitan
dengan masalah maritim dan rentan terhadap ancaman keamanan maritim yang
bersifat non-tradisional. Oleh karena itu, isu maritim perlu ditangani secara sinergi
oleh berbagai ASEAN sectoral bodies, sesuai fokus dan kewenangannya dan perlu
dikoordinasikan secara komprehensif.

Kerja sama maritim serta pembahasan isu-isu maritim dalam kerangka ASEAN
dilakukan dalam berbagai mekanisme diantaranya ASEAN Regional Forum (ARF),
ASEAN Defence Ministerial Meeting (ADMM), ASEAN Defence Ministerial
Meeting Plus (ADMM-Plus), ASEAN Maritime Forum (AMF) dan Expanded
ASEAN Maritime Forum (EAMF), dan sekitar tiga belas (13) mekanisme ASEAN
lainnya seperti ASEAN Foreign Ministers Meeting (AMM), ASEAN Ministers
Meeting on Transnational Crime (AMMTC), ASEAN Fisheries Consultative Forum
(AFCF), ASEAN-Mekong Basin Development Cooperation (AMBDC), ASEAN
Cruise Tourism, Head of ASEAN Coast Guards Meeting, ASEAN Connectivity
Coordinating Committee (ACCC), ASEAN Ministerial Meeting on Environment,
ASEAN Ministerial Meeting on Agriculture and Forestry (AMAF), ASEAN Fisheries
Consultative Forum (AFF), Meeting of the ASEAN Tourism Ministers (MATM),
ASEAN Connectivity Coordinating Committee (ACCC), ASEAN Transport
Ministers Meeting (ATM), ASEAN Law Ministers Meeting (ALAWMM) / ASEAN
Senior Law Officials Meeting (ASLOM), dan lain-lain.

4. Operasi Pemeliharaan Perdamaian

Isu operasi pemeliharaan perdamaian atau peacekeeping operation merupakan


satu bidang kerja sama penting dalam ARF, meskipun tidak memiliki suatu
mekanisme pertemuan regular setiap tahunnya. Pembahasan isu ini dilakukan melalui
ARF Peacekeeping Experts’ Meeting (PKEM). Sesuai dengan mandatnya, ARF
PKEM membahas kerjasama yang bersifat konseptual dan pertukaran informasi
terkait misi pemeliharaan perdamaian.

Sejak penyelenggaraan Pertemuan ke-3 Tingkat Menlu ARF tahun 1996, ARF
telah menyepakati peningkatan kerjasama di bidang peacekeeping termasuk aktif
dalam United Nations Special Committee on Peace Keeping Operations.

36
Hingga saat ini, tercatat telah enam kali diselenggarakan Pertemuan ARF
PKEM yang bertujuan untuk memfasilitasi pertukaran pandangan dan pengalaman
terkait operasi pemeliharaan perdamaian yang dilakukan oleh Peserta ARF, termasuk
yang dilaksanakan di dalam konteks UN Peacekeeping Operations (PKO). Pertemuan
ini juga diarahkan untuk dapat mengembangkan jejaring pemeliharaan perdamaian di
kawasan dan meningkatkan kapasitas para peacekeeping trainer.

Pertemuan ke-6 ARF PKEM telah diselenggarakan di Beijing, RRT pada


tanggal 15-17 Oktober 2013. Pertemuan diketuai bersama oleh Kamboja dan RRT
dengan mengusung tema “Enhancing Pragmatic Cooperation: Improving
Peacekeeping Training with Joint Efforts”. Pertemuan dilaksanakan untuk berbagi
pengalaman dan best practices mengenai pelatihan peacekeepers dari berbagai negara
ARF dalam rangka pagelaran di UN PKO.

B. Bidang Ekonomi
1. Pembukaan pusat promosi ASEAN

Walaupun ASEAN sudah dikenal oleh berbagai negara-negara di dunia melalui


PBB, ASEAN tetap perlu mempromosikan dirinya pada dunia luar. Promosi yang
dilakukan oleh ASEAN meliputi sektor perdagangan, pariwisata, dan investasi.
Pembukaan pusat promosi ASEAN dilakukan di negara Jepang yang merupakan
negara yang mempunyai perkembangan cepat dalam berbagai sektor. Pembukaan
pusat promosi di Jepang mempunyai tujuan untuk melakukan peningkatan kegiatan
ekspor dari negara-negara ASEAN ke Jepang dan juga meningkatkan jumlah investor
Jepang bagi negara-negara ASEAN.

2. Penyediaan Cadangan Pangan

Beberapa negara anggota ASEAN seperti Thailand, Indonesia, dan Kamboja


dikenal sebagai lumbung padi ASEAN. Sampai sekarang ini, negara-negara itu tetap
konsinten dalam menyediakan cadangan pangan bagi negara-negara anggota ASEAN.

Bentuk kerjasama dalam penyediaan cadangan pangan tidak hanya dilakukan untuk
kerjasama yang saling menguntungkan, tetapi juga dalam keadaan yang darurat.
Misalnya ketika negara salah satu negara ASEAN sedang mengalami krisis pangan
karena bencana, maka negara lain siap memberikan pasokan cadangan pangan untuk
negara yang membutuhkan. Beberapa negara anggota ASEAN telah menyatakan siap
menjadi penyedia cadangan pangan untuk keadaan darurat adalah Indonesia,
Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura.

37
3. Penyelanggaraan Proyek Industri

Negara-negara anggota ASEAN secara bersama-sama untuk memajukan sekor


industri. Semua bentuk kerja sama dalam proyek industri dilakukan untuk kemajuan
bersama negara-negara anggota ASEAN. Beberapa proyek industri yang dilakukan
oleh ASEAN meliputi industri pupuk, tembaga, vaksin, dan abu soda.

4. Kawasan Perdagangan Bebas

Kawasan perdagangan Bebas ASEAN atau yang biasa disebut dengan AFTA
(ASEAN Free Trade Area) adalah bentuk kerja sama negara-negara ASEAN di
bidang ekonomi. Hal itu merupakan suatu persetujuan dalam pengelolaan sektor
produksi-produksi lokal yang ada di seluruh negara-negara ASEAN tanpa terkecuali.
Keberadaan AFTA berguna untuk meningkatkan daya saing negara-negara ASEAN
dalam melakukan produksi untuk pasar dunia dengan adanya penghapusan bea dalam
ASEAN itu sendiri. Selain itu, dengan adanya AFTA dapat meningkatkan investasi
oleh pihak asing secara langung untuk negara-negara ASEAN.

5. Koperasi ASEAN

Koperasi ASEAN atau ASEAN Cooperative Organization (ACO) adalah bentuk


kerja sama lainnya dalam bidang ekonomi. Oganisasi ini merupakan organisasi yang
bergerak dalam bidang koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan negara-negara
ASEAN. Koperasi ASEAN mempunyai keinginan untuk mengkokokah organisasinya
sebagai sebuah gerakan koperasi yang menopang perekonomian di Asia Tenggara.

C. Bidang Sosial dan Budaya


1. Bidang pembangunan sosial

Kerja sama di bidang pembangunan sosial dan ekonomi adalah dalam rangka
meningkatkan keadilan sosial dan perbaikan standar hidup masyarakat ASEAN.
Karena itulah dibentuk ASEAN Ministerial Meeting on Rural Development and
Poverty Eradication (AMMRDPE) sebagai forum pertemuan tingkat menteri yang
menangani pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan. Ini juga
menekankan kesejahteraan golongan berpendapatan rendah, perluasan kesempatan
kerja, serta pembayaran (upah) yang wajar.

2. Membantu kaum wanita dan pemuda dalam usaha-usaha pembangunan

38
Sejak dibentuk pada Konferensi Tingkat Tinggi ke-19 ASEAN, ASEAN
Ministerial Meeting on Women (AMMW) telah melakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan kerja sama pemajuan dan pelindungan hak-hak perempuan.

3. Menanggulangi masalah-masalah perkembangan penduduk dengan bekerja


sama dengan badan-badan internasional yang bersangkutan
4. Pengembangan sumber daya manusia

Pengembangan sumber daya manusia melalui kerja sama ASEAN di bidang


pendidikan. Penguatan kerja sama pendidikan itu bertujuan untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia sehingga memiliki daya saing, baik di tingkat regional
maupun global.

5. Peningkatan kesejahteraan

ASEAN juga berusaha untu meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan


masyarakatnya. Pada tahun 1979 akhirnya dibentuk ASEAN Ministers Meeting on
Social Welfare and Development (AMMSWD). AMMSWD adalah forum pertemuan
tingkat menteri ASEAN untuk bekerja sama dalam penanganan masalah
kesejahteraan sosial. kerja sama ASEAN di bidang pembangunan dan kesejahteraan
sosial difokuskan pada program kesejahteraan sosial dan pemenuhan hak atau akses
yang sama kepada perempuan, anak, lansia dan penyandang disabilitas.

6. Program peningkatan kesehatan (makanan dan obat-obatan)

ASEAN Health Ministers Meeting (AHMM) adalah forum pertemuan tingkat


menteri kesehatan ASEAN yang bertujuan untuk meningkatkan kerja sama ASEAN
di bidang kesehatan. Kegiatan di bidang kerja sama kesehatan ASEAN, yang terbagi
dalam 3 elemen utama, yaitu keamanan makanan (food safety), pemajuan gaya hidup
sehat (healthy lifestyle), dan penanggulangan penyakit menular (communicable
diseases).

39
7. Pertukaran budaya dan seni, juga festival film ASEAN
8. Penandatanganan kesepakatan bersama di bidang pariwisata ASEAN
(ASEAN Tourism Agreement atau ATA)
9. Penyelenggaraan pesta olahraga dua tahun sekali (SEA Games)

D. Bidang Pendidikan

ASEAN merupakan organisasi yang bergerak di bidang politik dan ekonomi.


Sampai saat ini anggota ASEAN terdiri dari 10 negara Asia Tenggara. Dirangkum
dalam buku ASEAN Selayang Pandang (2008), salah satu masalah besar di
ASEAN adalah di bidang pendidikan. Pendidikan menjadi unsur penting untuk
perkembangan sesoerang. Pendidikan juga menjadi salah satu faktor untuk
membentuk karakteristik seseorang. Peningkatan mutu pendidikan sangat
dibutuhkan untuk menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN yang terus
berkembang. Hal inilah yang kemudian muncul kerja sama di bidang pendidikan.
Indonesia juga mempersiapkan lembaga pendidikan dengan mereformasi sistem
pendidikannya.

Peningakatan mutu pendidikan dilakukan dengan penerimaan pendidik yang


berkompeten dan profesional, kesejahteraan pendidik, dan standarisasi
pendidikan.

Dilansir dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik


Indonesia, beberapa kerja sama ASEAN di bidang pendidikan, di antaranya:

1. Penawaran beasiswa pendidikan, seperti Indonesia yang memberikan


pendidikan kedokteran, bahasa, dan seni untuk mahasiswa terpilih dari
negara-negara ASEAN.
2. ASEAN Council of Teachers (ACT) sebagai bentuk pertemuan guru-guru dari
berbagai negara anggota ASEAN. Dengan adanya ACT pada pendidik

40
berdiskusi dan berbagi ide-ide untuk mengembangkan kemampuan guru dan
lingkungan belajar global.
3. Mengadakan olimpiade regional Asia Tenggara di bidang pendidikan untuk
negara-negara anggota ASEAN.
4. ASEAN-Japan Scholarship Fund, fasilitas beasiswa untuk negara-negara
anggota ASEAN belajar di berbagai universitas ASEAN dan Jepang.
5. Adanya program ASEAN-EU Cooperation and Scholarships Day, di mana
memberikan beasiswa kepada negara-negara anggita ASEAN untuk menjalani
pendidikan di Eropa khususnya pendidikan tinggi. Pemberian beasiswa ini
tidak hanya untuk mahasiswa, melainkan juga tenaga pendidik dari ASEAN.

41
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Kerjasama ASEAN yang utama, yaitu menekankan pada penghormatan
terhadap kedaulatan nasional, menghindari konfrontasi, mencapai kesepakatan
melalui konsensus, dan berjalan dengan kecepatan yang nyaman bagi semua anggota.

Kerja sama ASEAN di bidang politik dan keamanan adalah kerja sama dalam
mewujudkan perdamaian di kawasan regional dan global. Kerja sama antar negara
ASEAN bersifat terbuka, berdasarkan pada pendekatan keamanan yang komprehensif
dan tidak ditujukan untuk membentuk suatu pakta pertahanan atau aliansi militer
ataupun kebijakan luar negeri bersama.

Kerja sama politik antar negara contohnya penempatan duta besar berkuasa
penuh diikuti pembukaan kedutaan besar di ibukota masing-masing negara dan
konsulatnya. Kunjungan diplomatik antar kepala negara, dan jajaran menterinya. Dan
saling menghormati masalah politik dalam negeri masing-masing anggota dengan
tidak mencampuri masalah dalam negeri.

Kerja sama di bidang pembangunan sosial dan ekonomi adalah dalam rangka
meningkatkan keadilan sosial dan perbaikan standar hidup masyarakat ASEAN.
Karena itulah dibentuk ASEAN Ministerial Meeting on Rural Development and
Poverty Eradication (AMMRDPE) sebagai forum pertemuan tingkat menteri yang
menangani pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan. Ini juga
menekankan kesejahteraan golongan berpendapatan rendah, perluasan kesempatan
kerja, serta pembayaran (upah) yang wajar.

42
3.2 Saran
Saran kami semoga makalah ini bisa jauh lebih baik lagi untuk
kedepannya dan dapat menambah wawasan para pembaca untuk lebih suka
lagi dalam mempelajari tentang Geografi Regional Asia Tenggara dan Pasifik.

43
DAFTAR PUSTAKA
https://repository.uksw.edu/bitstream

https://indomaritim.id/kerja-sama-asean-di-bidang-politik-dan-keamanan

https:// bentuk-kerja-sama-asean-politik-dan-keamanan-ekonomi-serta-sosial-dan-
budaya

https://www.kompas.com/ bentuk-kerja-sama-asean-di-bidang-pendidikan

https://kemlu.go.id/portal/id/read/164/halaman_list_lainnya/asia-pacific-

44

Anda mungkin juga menyukai