SISTEM OSMOREGULASI
Disusun Oleh :
(Nim 031200016)
MAUMERE
2020/2021
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah
tentang “ Sistem Osmoregulasi ” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai osmoregulasi. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu,saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A.Judul ..........................................................................................................
C.Tujuan .......................................................................................................
BAB 2. PEMBAHASAN
BAB 3. PENUTUP
A.Simpulan ...................................................................................................
B. Saran……………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
B. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Lingkungan dimana hewan hidup dapat mendukung dan dapat pula mengancam
kehidupan hewan tersebut sehingga diperlukan mekanisme osmoregolasi.
Mekanisme osmoregulasi setiap hewan berbeda-beda denga nvariasi yang sangat
luas tergantung kemampuan dan jenis organ tubuh hewan serta kondisi
lingkunganhewan.
Begitu pula yang terjadi pada mamalia laut, seperti lumba-lumba dan ikan paus.
Mamalia laut memiliki masalah pemasukan garam yang terlalu banyak yang
masuk bersama makanan. Hal ini dapat diatasi dengan organ ginjal yang sangat
efisien yang dapat menghasilkan urin yang kepekatannya 3 – 4 kali dari cairan
plasmanya.
Masalah yang dihadapi hewan air tawar kebalikan dari masalah yang dihadapi
hewan laut, yaitu Tekanan Osmotik cairan tubuh hewan air tawar lebih tinggi dari
lingkungannya (hiperosmotik/hipertonis) sehingga dapat memungkinkan
pemasukan air yang berlebihan dan kehilangan garam. Masuknya air ke dalam
tubuh mengakibatkan ion dari tubuh keluar. Hal ini harus dibatasi, oleh karena
itulah hewan memiliki permukaan tubuh yang impermeabel terhadap air sehingga
ion dapat dipertahankan di dalam tubuh. Akan tetapi pada kenyataannya air tetap
masuk ke dalam tubuh melalui insang yang terbuka. Untuk itu antisipasi
kekurangan ion dapat dilakukan dengan cara transpor aktif sehingga ion masuk ke
dalam tubuh dalam bentuk garam sedangkan antisipasi kelebihan ion dapat
dilakukan dengan cara difusi ion keluar tubuh dalam bentuk garam.
G. Osmoregulasi pada Hewan di Lingkungan Payau
Hewan akutik tidak selamanya menetap di habitat yang tetap (air laut atau air
tawar)saat tertentu masuk ke daerah payau, misalnya salmon, lamprey, dan belut.
Perpindahan antara air tawar dan air bergaram merupakan bagian dari siklus hidup
yang normal sehingga hewn-hewan tersebut harus memiliki kemampuan adaptasi
yang baik terhadap perubahan kadar garam (kadar garam di daerah payau selalu
berubah). Ketika laju hewan meningkat maka akan masuk ion terlarut dalam
jumlah berlebih dan harus dikeluarkan melalui tubulus malpighi dan rektum atau
papila anal yang berfungsi mengeluarkan kelebihan garam pada medium pekat
dan mengambil ion secara aktif pada medium encer.
Kehilangan air pada serangga terutama terjadi melalui proses penguapan. Hal ini
dikarenakan serangga memiliki ratio luas permukaan tubuh dengan masa
tubuhnya sebesar 50 kali, bandingkan dengan mamalia yang mempunyai ratio luas
permukaan tubuh terhadap masa tubuhnya yang hanya ½ kali. Jalan utama
kehilangan air pada serangga adalah melalui spirakulum untuk mengurangi
kehilangan air dari tubuhnya maka kebanyakan serangga akan menutup
spirakelnya pada saat diantara dua gerakan pernapasannya. Cara mengatasi yang
lain adalah dengan meningkatkan impermeabilitas kulitnya, yaitu dengan
memiliki kutikula yang berlilin yang sangat impermeable terhadap air, sehingga
serangga sedikit sekali kehilangan air melalui kulitnya. Sebagai organ ekskretori
serangga memiliki badan Malphigi yang bersama-sama dengan saluran
pencernaan bagian belakang membentuk sistem ekskretori osmoregulatori.
Ikan laut hidup pada lingkungan yang hipertonik terhadap jaringan dan cairan
tubuhnya, sehingga cenderung kehilangan air melalui kulit dan insang, dan
kemasukan garam-garam. Untuk mengatasi kehilangan air, ikan ‘minum’air laut
sebanyak-banyaknya. Dengan demikian berarti pula kandungan garam akan
meningkat dalam cairan tubuh. Padahal dehidrasi dicegah dengan proses ini dan
kelebihan garam harus dihilangkan. Karena ikan laut dipaksa oleh kondisi
osmotik untuk mempertahankan air, volume air seni lebih sedikit dibandingkan
dengan ikan air tawar. Tubulus ginjal mampu berfungsi sebagai penahan air.
Jumlah glomerulus ikan laut cenderung lebih sedikit dan bentuknya lebih kecil
dari pada ikan air tawar
Sebagian besar Amphibi adalah hewan air atau semi akuatik. Telurnya
diletakkan dalam air, dan larvanya adalah hewan air yang bernafas dengan insang.
melalui metamorphosis, kebanyakan Amphibi (tidak semua) mengubah
alat pernafasannya dengan paru-paru. Beberapa salamander tetap memiliki insang
dan tetap hidup dalam air setelah dewasa. Dan kebanyakan katak dilain pihak
berubah menjadi hewan darat, meskipun biasanya masih tetap memilih habitat
berair.
Regulasi osmotic Amphibi mirip ikan air tawar, kulitnya berperan sebagai organ
osmoregulasi utama. Pada saat hewan berada dalam air tawar,terdapat aliran
osmotic air ke dalam tubuhnya melalui kulit. Sehingga urin yang
akan dikeluarkan akan menjadi sangat encer. Sebaliknya, apabila tidak sedang
berada di air, katak dapat mereabsorbsi kembali air yang terdapat di kandung
kemih.
Sehingga, urin yang akan dihasilkan akan menadi pekat. Barsama urin ikut
terbuang garam-garam. Selain itu, garam dan mineral juga dapat
dilepaskan melalui kulitnya.
Katak dan salamander umumnya adalah hewan air tawar, akan mati dalam
beberapa jam bila ditaruh dalam air laut, jadi katak dan salamander
adalah regulator hiperosmotik sempit. Namun ada sejenis katak pemakan
kepiting, hidup didaerah rawa mangrove, mencari makan dan berenang dalam air
laut.Pada saat katak berada dalam air laut ia menjadi hewan hiosmotik. Untuk
mencegah kehilangan air osmotic melalui kulitnya, katak menambah umlah urea
dalam darahnya, yang dapat mencapai 480 mmol urea perliter. Mekanisme ini
beralasan, sebab kulit amphibi relative permeable terhadap air, sehinggan secara
sedarhana untuk mencegah kehilangan air dibuat konsentrasi osmotic
darah seperti mediumnya.
Karena urea essensial bagi katak untuk hidup normal, maka urea ditahan dalam
tubuh dan tidak diekskresikan bersama urin. Pada hiu, urea ditahan melalui
reabsorbsi aktif dalam tubuli ginjal. Pada katak pemakan kepiting, urea ditahan
dengan mereduksi volume urin pada saat katak berada dalam air laut. Nampaknya
urea tidak direabsorbsi secara aktif, sebab konsentrasi urea dalam urin tetap dalam
keadaan sedikit di atas urea dalam plasma. Katak pemakan kepiting, yang muda
memiliki toleransi lebih besar terhadap salinitas tinggi dari pada yang
dewasa. Pada katak muda, pola regulasi osmotiknya mirip dengan teleostei
sedangkan yang dewasa mirip Elasmobrankhii
Hewan dari kelas reptile, meliputi ular, buaya, dan kura-kura memiliki kulit yang
kerimg dan bersisik. Keadaan kulit yang kering dan bersisik tersebut diyakini
merupakan cara beradaptasi yang baik terhadap kehidupan darat, yakni agar tidak
kehilangan banyak air. Untuk lebih menghemat air, hewan tersebut menghasilkan
zat sisa bernitrogen dalam bentuk asam urat, yang pengeluarannya hnya
membutuhkan sedikit air. selain itu, Reptil juga melakukan penghematan air
dengan menghasilkan feses yang kering. Bahkan, Kadal dan kura-kura pada saat
mengalami dehidrasi mampu memanfaatkan urin encer yang dihasilkan dan
disimpan dikandung kemihnya dengan cara mereabsorbsinya.
Pada burung pengaturan keseimbangan air ternyata berkaitan erat dengan proses
mempertahankan suhu tubuh. Burung yang hidup didaerah pantai dan
memperoleh makanan dari laut (burung laut) menghadapi masalah berupa
pemasukan garam yang berlebihan. Hal ini berarti bahwa burung tersebut harus
berusaha mengeluarkan kelebihan garam dari tubuhnya. Burung mengeluarkan
kelebihan garam tersebut melalui kelenjar garam, yang terdapat pada cekungan
dangkal dikepala bagian atas, disebelah atas setiap matanya, didekat hidung.
Apabila burung laut menghadapi kelebihan garam didalm tubhnya, hewan itu
akan menyekresikan cairan pekat yang banyak mengandung NaCl. Kelenjar
garam ini hanya aktif pada saat tubuh burung dijenuhkan oleh garam.
Pada mamalia kehilangan air dan garam dapat terjadi lewat keringat. Sementara,
cara mereka memperoleh air sama seperti vertebrata lainnya, yaitu dari air minum
dan makanan. Akan tetapi, untuk mamalia yang hidup dipadang pasir memperoleh
air denga cara minum merupakan hal yang mustahil sebagai contoh kangguru.
Kangguru tidak minum air, tetapi dapat bertahan dengan menggunakan air
metabolic yang dihasilkan dari oksidasi glukosa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Penulis mengetahui bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran, kritik, maupun petunjuk
dari segala pihak untuk menyempurnakan laporan yang penulis sajikan ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://lita-artiyani190.blogspot.co.id/2010/12/posting-3-osmoregulasi.html
http://dokumen.tips/documents/makalah-osmoregulasi-pada-amfibi.html