Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Dalam Mata Kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat


Tentang Pembuangan Kotoran Manusia

Disusun Oleh:

1. Erina J. Goncalves
2. Hardiyanti Goro
3. Maria G.K Peutulah
4. Mutiara Indira Ramadhani
5. Nurhayati Rambu Upa
6. Teresa D. Bere

Tk.1 Dlll FARMASI


POLTEKKES KEMENKES KUPANG
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah mata
kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat tentang “Pembuangan Kotoran Manusia”.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak
Dr.Drs. Jefrin Sambara, Apt., M.Si selaku dosen mata kuliah Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan
dan wawasan terkait bidang yang ditekuni kami. Kami juga mengucapkan
terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan
makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat meberikan manfaat kepada semua
pihak, bagi kami khususnya dan bagi teman-teman mahasiswa Poltekkes
Kemenkes Kupang pada umumnya. Kami sadar bahwa makalah ini belum
sempurna dan masih memiliki banyak kekurangan. Oleh sebab itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak yang
membaca

Kupang, 18 Maret 2021


Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .........................................................................................................
B. Tujuan ........................................................................................................................
BAB II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Tinja........................................................................................................
B. Pengelolaan Pembuangan Kotoran Tinja...............................................................
C. Teknik Pembuangan Tinja.......................................................................................
1. Teknik Pembuangan Tinja dengan Sistem Jamban.......................................
2. Teknik Pembuangan Tinja dengan Sistem Aliran Air ...................................
D. Pemeliharaan Sarana Pembuangan Tinja.............................................................
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................................................................
B. Saran.........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh
tubuh yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan
dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (feces), air seni (urine), dan CO2 sebagai
hasil dari proses pernapasan.
Saat ini akses masyarakat terhadap sarana sanitasi khususnya jamban, masih
jauh dari harapan. Berbagai kampanye dan program telah banyak dilakukan,
terakhir dengan pemberlakuan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM). Berbagai upaya tersebut sebetulnya bermuara pada terpenuhinya akses
sanitasi masyarakat, khususnya jamban. Namun akses tersebut selain berbicara
kuantitas yang terpenting adalah kualitas. Berdasarkan hasil penelitian yang
ada, seorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata sehari 970
gram dan menghasilkan air seni 970 gram. Jadi bila penduduk Indonesia dewasa
saat ini 200 juta maka setiap hari tinja yang dikeluarkan sekitar 194.000 juta
gram (194.000 ton). Maka bila pengelolaan tinja tidak baik, jelas penyakit akan
mudah tersebar. Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan
area pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari
segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan
masalah yang pokok untuk sedini mungkin diatasi.
Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya
pertambahan penduduk, jelas akan mempercepat penyebaran penyakit-penyakit
yang ditularkan melalui tinja. Karena kotoran manusia (faeces) adalah sumber
penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang
bersumber pada faeces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara.

B. Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui
pengelolaan tinja di daerah pemukiman.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tinja
Tinja merupakan semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh yang
harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Tinja (faeces) merupakan salah satu
sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Orang yang terkena diare,
kolera dan infeksi cacing biasanya mendapatkan infeksi ini melalui tinja
(faeces). Seperti halnya sampah, tinja juga mengundang kedatangan lalat dan
hewan-hewan lainnya.
Lalat yang hinggap di atas tinja (faeces) yang mengandung kuman-kuman
dapat menularkan kuman-kuman itu lewat makanan yang dihinggapinya, dan
manusia lalu memakan makanan tersebut sehingga berakibat sakit. Beberapa
penyakit yang dapat disebarkan akibat tinja manusia antara lain tipus, disentri,
kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita),
schistosomiasis, dan sebagainya.

1. Sumber Tinja
 Manusia sebagai Individu
Manusia sebagai individu dalam hal ini adalah seorang manusia yang hidup
sendiri dalam suatu tempat tinggal terpisah dari individu yang menempati
tempat tinggal lain, atau kelompok manusia yang satu individu dengan
individu lainnya terikat dalam satu hubungan kekeluargaan atau kekerabatan
yang menempati satu tempat tinggal sebagai satu keluarga.
Tinja yang dihasilkan dari sumber ini biasanya ditangani secara perorangan
oleh individu atau keluarga yang bersangkutan dengan menggunakan sarana
pembuangan tinja berupa jamban perorangan atau jamban keluarga.
 Manusia sebagai Kelompok
Manusia sebagai kelompok adalah kumpulan manusia yang bertempat tinggal
di satu wilayah geografis dengan batas-batas tertentu. Individu dalam
kelompok terikat oleh satu hubungan kemasyarakatan yang memiliki norma
kelompok yang disepakati bersama.
Masalah penanganan tinja pada kelompok ini sering bersifat sangat kompleks.
Berbagai faktor penyebab, yaitu keterbatasan penyediaan lahan, kepentingan
yang berbeda antara individu, faktor sumber daya, faktor fisibilitas
pengelolaan dan sebagainya sangat menentukan keberhasilan penanganan tinja
dari manusia sebagai kelompok ini.
Penanganan tinja dari manusia sebagai kelompok biasanya dilakukan secara
kolektif dengan menggunakan jamban umum.
2. Dekomposisi Tinja
Tinja dimana saja berada atau ditampung akan segera mulai mengalami
penguraian (decompotition), yang pada akhirnya akan berubah menjadi bahan
yang stabil, tidak berbau, dan tidak mengganggu.
Aktifitas utama dalam proses dekomposisi adalah :
1. Pemecahan senyawa organic kompleks, seperti protein dan urea, menjadi
bahan yang lebih sederhana dan lebih stabil
2. Pengurangan volume dan massa (kadang – kadang sampai 80%) dari bahan
yang mengalami dekomposisi, dengan hasil gas metan, karbon dioksida,
amoniak, dan nitrogen yang dilepaskan ke atmosfer; Bahan – bahan yang
terlarut yang dalam keadaan tertentu meresap kedalam tanah di bawahnya
3. Penghancuran organisme pathogen yang dalam beberapa hal tidak mampu
hidup dalam proses dekomposisi, atau diserang oleh banyak jasad renik didalam
massa yang tengah mengalami dekomposisi.

Bakteri memegang peranan penting dalam dekomposisi. Aktifitas bakteri dapat


berlangsung dalam suasana aerobik, yakni dalam keadaan terdapat udara, atau
anaerobic dalam keadaan tidak terdapat oksigen.
Seluruh proses dapat berlangsung secara anaerobik, seperti yang terjadi pada
kakus air (aqua privy), tangki pembusukan (septic tank), atau pada dasar lubang
yang dalam; atau secara aerobik, seperti pada dekomposisi tertentu. Disamping
itu, dekomposisi dapat terdiri lebih dari satu tahap, sebagian aerobic dan
sebagian lainnya anaerobik, tergantung pada kondisi fisik yang ada. Sebagai
contoh, proses anaerobik berlangsung dalam tangki pembusukan, efluen cair
meresap kedalam tanah melalui saluran peresapan dan meninggalkan banyak
bahan organik pada lapisan atas tanah. Bahan organik itu diuraikan secara
aerobic oleh bakteri saprofit yang mampu menembus tanah sampai sedalam
60cm.
Proses dekomposisi berlangsung pada semua bahan organic mati yang berasal
dari tumbuhan atau hewan, terutama pada komponen nitrat, sulfat, atau karbonat
yang dikandungnya. Pada kotoran manusia yang merupakan campuran tinja dan
air seni yang relative kaya akan senyawa nitrat, proses dekomposisi terjadi
melalui siklus nitrogen.
Pada siklus tersebut, pertama – tama, senyawa dipecahkan menjadi amonia dan
bahan sederhana lainnya kemudian, diubah oleh bakteri nitrit (nitrifying
bacteria) menjadi nitrit dan nitrat. Bau merangsang yang timbul selama
dekomposisi air seni disebabkan oleh amonia yang tetrlepas sebelum berubah
menjadi bentuk yang lebih stabil. Dekomposisi dapat berlangsung sangat cepat,
dari beberapa hari pada dekomposisi mekanis yang sangat terkendali sampai
dengan beberapa bulan, bahkan hamper satu tahun pada kondisi rata – rata
lubang jamban.

B.Pengelolaan Pembuangan Kotoran Tinja


Menurut Ehlers & Steel (Wagner & Lanoix, 1958, hlm 39), hasil studi literature
menyatakan bahwa terdapat keragaman yang besar dalam metode pembuangan
tinja di seluruh dunia. Karakteristik jamban sering sangat berbeda. Namun, dari
segi teknik murni, disepakati bahwa jamban atau metode pembuangan lainnya
harus memenuhi persyaratan berikut :
1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut.
2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.
3. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya.
4. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatang -
binatang lainnya.
5. Tidak menimbulkan bau.
6. Mudah digunakan dan dipelihara (maintenance).
7. Sederhana desainnya.
8. Murah.
9. Dapat diterima oleh pemakainya.
Agar persyaratan-persyaratan ini dapat dipenuhi maka perlu diperhatikan antara
lain sebagai berikut :
1. Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban terlindung dari
panas dan hujan, serangga dan binatang-binatang lain, terlindung dari
pandangan orang (privacy) dan sebagainya.
2. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak
yang kuat, dan sebagainya.
3. Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak
mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau, dan sebagainya.
4. Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau kertas pembersih.

C. Teknik Pembuangan Tinja


Wagner & Lenoix (1958) mengelompokan teknik pembuangan tinja ke dalam
dua kategori yakni Teknik Pembuangan Tinja dengan Sistem Jamban (privy
method) dan Teknik Pembuangan Tinja dengan Sistem Aliran Air (water
carried method)
1. Teknik Pembuangan Tinja dengan Sistem Jamban (privy method)
Terdapat tiga kelompok teknik pembuangan tinja dengan system jamban, yaitu :
a. Teknik yang menggunakan jamban tipe utama.
b. Teknik yang menggunakan jamban tipe yang kurang dianjurkan.
c. Teknik yang menggunakan jamban untuk situasi khusus.

a. Teknik yang menggunakan Jamban Tipe Utama


Dua jenis jamban tipe utama adalah jamban cubluk dan jamban air
Jamban Cubluk
Jenis jamban itu tidak akan mencemari tanah ataupun mengkontaminasi air
permukaan serta air tanah. Tinja tidak akan dapat dicapai oleh lalat apabila
lubang jamban selalu tertutup. Bahkan, meskipun lubang dibiarkan terbuka,
masalah lalat tidak terlalu gawat karena lalat tidak akan tertarik pada lubang dan
permukaan yang gelap.
Rumah jamban yang baik akan membantu mencegah masuknya sinar matahari
kedalam lubang. Dengan jamban cubluk, tidak akan terjadi penanganan
langsung tinja. Bau dapat diabaikan dan tinja biasanya tidak terlihat. Jamban
cubluk mudah direncanakan, digunakan, dan tidak memerlukan pengoperasian.
Masa penggunaannya bervariasi, dari 5 sampai 15 tahun, tergantung pada
kapasitas lubang dan penggunaan bahan pembersih yang dimasukkan
kedalamnya. Keuntungan yang utama dari jenis jamban itu adalah dapat dibuat
dengan biaya rendah, dapat dibuat di setiap tempat didunia, dapat dibuat dengan
bahan yang tersedia. Jenis jamban itu mempunyai sedikit kelemahan, tapi dapat
berperan utama dalam pencegahan penyakit yang disebarkan melalui tinja.

 Jamban Air
Jamban air merupakan modifikasi jamban yang menggunakan tangki
pembusukan, yang berasal dari Amerika Serikat kira – kira sembilan puluh
tahun yang lalu. Apabila tangkinya kedap air, maka tanah, air tanah, serta air
permukaan tidak akan terkontaminasi. Lalat tidak akan tertarik pada isi tangki,
tidak ada bau, ataupun kondisi yang tidak sedap dipandang. Jenis jamban itu
dapat dibangun di dekat rumah.
Tinja dan lumpur bersama – sama dengan batu, batang kayu, kain bekas, dan
sampah lain yang mungkin terbuang kedalamnya akan tertumpuk dalam tangki.
Apabila kapasitas tangki cukup besar, penanganan isi tangki dapat diusahakan
minimum. Jamban air memerlukan penambahan air setiap hari agar dapat
beroperasi sebagaimana mestinya. Air itu biasanya berasal dari air yang
digunakan untuk pembersih anus dan untuk pembersih lantai jamban, serta pipa
atau corong pemasukan tinja. Jenis jamban ini memerlukan sedikit
pemeliharaan dan merupakan jenis instalasi yang permanen. Jamban ini lebih
mahal pembuatannya dibandingkan dengan jamban cubluk.
Jamban air terdiri dari sebuah tangki berisi air, di dalamnya terdapat pipa
pemasukan tinja yang tergantung pada lantai jamban. Tinja dan air seni jatuh
melalui pipa pemasukan ke dalam tangki dan mengalami dekomposisi
anaerobik, seperti pada tangki pembusukan. Lumpur hasil dekomposisi, yang
hanya mengandung sekitar 25% dari volume tinja yang dimasukkan, akan
berakumulasi dalam tangki dan harus dipindahkan secara berkala.
 Jamban Leher Angsa
Jamban leher angsa atau jamban tuang siram yang menggunakan sekat air
bukanlah jenis instalasi pembuangan tinja yang tersendiri, melainkan lebih
merupakan modifikasi yang penting dari slab atau lantai jamban biasa. Lantai
dengan sekat air dapat dipasang diatas lubang pada jamban cubluk atau diatas
tangki air pada jamban air.
Jamban leher angsa terdiri dari lantai beton biasa yang dilengkapi leher angsa.
Slab itu dapat langsung dipasang diatas lubang galian, lubang hasil pengeboran,
atau tangki pembusukan. Satu sampai tiga liter air cukup untuk menggelontor
tinja kedalam lubang. Dengan adanya sekat air pada leher angsa, lalat tidak
dapat mencapai bahan yang terdapat pada lubang jamban, dan bau tidak dapat
keluar dari lubang itu.

2.Teknik Pembuangan Tinja dengan Sistem Aliran Air (Water Carried


Method)
Metode ini memenuhi semua criteria sanitasi dan keindahan bagi sarana
pembuangan tinja. Dengan metode itu, kontaminasi tanah dan air permukaan
dapat dihindari. Buangan yang potensial berbahaya diupayakan untuk tidak
dicapai oleh lalat, tikus dan hewan peliharaan. Dengan demikian mekanisme
penularan penyakit saluran pencernaan dapat dicegah.
Berbagai metode dapat digunakan untuk membuang limbah cair metode itu
mencakup :
a. Pembuangan dengan pengenceran di badan air yang besar.
b. Penggunaan kolam pembuangan.
c. Penggunaan sumur peresapan.
d. Penggunaan system tangki pembusukan yang terdiri dari tangki pengendapan
ruang tunggal atau ruang ganda, diikuti bidang irigasi bawah tanah, parit
penyaring, pasir penyaring, dan penyaring tetes.

 Pembuangan Dengan Sistem Pengenceran


Bila disuatu wilayah terdapat badan air permukaan yang besar seperti laut,
telaga dan sungai besar, limbah cair dari perumahan atau dari masyarakat dapat
dibuang ke badan air itu secara langsung atau setelah melalui pengolahan pada
tangki pembusukan. Dalam hal ini, pipa pemasukan limbah cair ke badan air
harus bermuara pada satu titik yang benar – benar berada dibawah permukaan
air atau air laut yang terendah, atau biasanya didekat dasar badan air penerima.
Hal ini untuk menjamin pengenceran secara sempurna limbah cair yang
dihasilkan pada musim panas, atau limbah lebih ringan yang biasanya akan naik
dan tersebar keseluruh badan air pelarut.
 Penggunaan Kolam Buangan
Kolam pembuangan merupakan lobang tertutup yang menerima buangan limbah
cair pasar. Kolam buangan dapat berupa tipe kedap air atau tipe rembes air.
Kolam pembuangan kedap air digunakan untuk menampung limbah cair yang
harus dipindahkan secara berkala, kira – kira setiap 6 bulan. Tipe yang rembes
air digali sampai kelapisan tanah yang rembes air agar limbah cair yang masuk
kedalam nya meresap kedalam tanah.
Bahan padat yang tertahan pada kolam pembuangan akan berakumulasi dalam
lubang dan secara berangsur – angsur akan menutup pori – pori tanah. Kolam
pembuangan harus ditempatkan lebih rendah dari sumur, yaitu dengan jarak
minimum 15 meter untuk mencegah pencemaran bakteriologis pada sumur.
Untuk mencegah pencemaran kimiawi, jarak antara sumur dan kolam
pembuangan yang terletak lebih tinggi tidak boleh kurang dari 45 meter. Kolam
pembuangan tipe rembes air harus ditempatkan sekurang-kurngnya pada jarak 6
m di luar fondasi rumah.
Dinas Kesehatan tidak mengizinkan pembuatan kolam pembuangan di daerah
yang padat penduduknya karena di daerah padat ini sumur digunakan sebagai
sumber penyediaan air minum.
 Penggunaan Sumur Peresapan
Sumur peresapan menerima efluen dari jamban air, kolam pembuangan dan
tangki pembusukan dan meresapkannya ke dalam tanah. sumur peresapan dapat
juga dibuat pada ujung terendah dari saluran peresapan efluen di bawah
permukaan tanah untuk menangkap efluen tangki pembusukan yang tidak
meresap di sepanjang saluran.
Penempatan sumur peresapan harus hati – hati. Sumur peresapan harus
ditempatkan pada tanah yang lebih rendah, sekurang – kurangnya pada jarak 15
meter dari sumber air minum dan sumur. Sama halnya dengan kolam
pembuangan, pembuatan sumur resapan biasanya tidak diizinkan oleh petugas
kesehatan di daerah yang padat penduduknya karena air tanahnya digunakan
untuk keperluan rumah tangga.
 Penggunaan Sistem Tangki Resapan
Tangki pembusukan merupakan unit sarana yang paling bermanfaat dan
memuaskan di antara unit sarana pembuangan tinja dan limbah cair lain yang
menggunakan system aliran air, yang digunakan untuk untuk menangani
buangan dari rumah perorangan, kelompok kecil rumah, atau kantor yang
terletak diluar jangkauan system saluran limbah cair kota praja.
Unit sarana itu terdiri dari sebuah tangki pengendapan yang tertutup.
Limbah cair kasar dimasukkan kedalamnya melalui saluran limbah cair
bangunan.
Proses yang terjadi didalam tangki pembusukan merupakan pengolahan tahap
pertama, sedangkan yang terjadi di bidang peresapan efluen merupakan
pengolahan tahap kedua. Perlu di catat bahwa semua limbah cair, termasuk
yang berasal dari kamar mandi dan dapur, dapat dimasukkan ke dalam tangki
pembusukan tanpa membahayakan proses normal yang terjadi.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa bertentangan dengan keyakinan
sebelumnya, limbah cair rumah tangga yang tidak mengandung tinja dapat dan
harus dibuang ke tangki pembusukan.
 Pembuangan Efluen Melalui Saluran Peresapan
Metode ini dilakukan dengan meresapkan efluen ke lapisan atas tanah melalui
pipa – pipa saluran dengan sambungan terbuka, yang ditempatkan pada parit
dan ditutup. Dengan cara ini, efluen dibersihkan oleh aktivitas bakteri saprofitik
aerobic dalam tanah dan merembeskan nya ke dalam tanah. Namun metode ini
tidak dapat digunakan pada :
1. Tanah yang tidak berpori.
2. Tanah yang permukaan air tanahnya dapat naik sampai 1,2 meter dari
permukaan tanah.
3. Tanah yang mengandung resiko bahaya pencemaran sumber penyediaan air.
4. Tanah yang terdiri dari tanah liat kedap.
5. Tanah yang lembab.
 Bak Pembagi
Bak pembagi adalah bagian dari system pembuangan efluen yang menjamin
terbaginya efluen dari tangki pembusukan secara merata ke saluran peresapan.
Bak ini juga dapat berfungsi sebagai bak pemeriksa, untuk mengetahui
banyaknya bahan padat tersuspensi pada efluen dan adanya pembagian yang
merata dari efluen.
 Saluran Peresapan
Saluran peresapan biasanya dibuat dari pipa berujung datar dengan diameter 10
cm dan panjang 30 – 60 cm, dapat juga digunakan pipa yang satu ujungnya rata
dan ujung lainnya melengkung. Pipa harus dipasang secara bersambungan pada
saluran dengan jarak 0,6 – 1,2 cm supaya efluen dapat keluar dari pipa.
Kedalaman pipa dalam tanah 30 – 75 cm. Kemiringan saluran tidak boleh
terlalu kecil atau terlalu besar. Biasanya digunakan kemiringan 0,16 – 0,32%
atau 16,66 – 33,32 cm per 100 m dengan kemiringan maksimum 5%. Luas dasar
parit yang diperlukan harus dihitung dengan memperhatikan besarnya angka
peresapan dan angka kebutuhan luas bidang peresapan. Parit tidak boleh terlalu
panjang. Panjang maksimum yang dianjurkan adalah 30 m. parit harus
diletakkan lurus. Saluran peresapan harus diletakkan dengan jarak minimum 7,5
m dari pohon besar untuk menghindari hambatan aliran akibat masuknya air ke
dalam pipa. Oleh karena itu, tanah di atas bidang peresapan tidak boleh di
tanami pepohonan. Tanaman yang boleh ditanam di atasnya hanya rumput yang
berakar pendek.

D.Pemeliharaan Sarana Pembuangan Tinja


Sarana pembuangan tinja, baik yang menggunakan sistem jamban maupun yang
menggunakan sistem aliran air, perlu dipelihara dengan baik. Apabila tidak,
maka sarana tersebut akan menjadi sumber penyakit, karena :
1. Apabila tidak dibersihkan / di gelontor setiap selesai di pakai, tinja yang
tertinggal pada sisi lubang pembuangan atau pada leher angsa akan menarik
kedatangan lalat, menimbulkan bau, serta pemandangan ynag tidak sedap.
2. Jamban yang tidak dirawat akan menimbulkan kesan kotor sehingga orang
akan segan bahkan takut untuk menggunakannya.
3. Lubang jamban yang terlambat di kuras akan menimbulkan kesulitan bagi
pemakai karena sulit di gelontor / di bersihkan.
Beberapa kegiatan yang dianjurkan dalam pemeliharaan sarana pembuangan
tinja adalah sebagai berikut :
1. Pembersihan halaman di sekitar rumah jamban dari sampah dan tumbuhan
rumput atau semak yang tidak di kehendaki.
2. Pembersihan lantai, dinding, dan atap rumah jamban secara teratur, minimal
satu mingggu sekali, dari lumut, debu, tanah, atau sarang laba – laba.
3. Penggelontoran tinja pada lubang pemasukan tinja atau leher angsa setiap
selesai penggunaan.
4. Pemantauan isi lubang jamban pada jamban cubluk, jamban air, jamban bor,
dan jamban kompos secara berkala terutama pada akhir periode pemakaian yang
direncanakan.
5. Pemantauan isi tangki pembusukan secara berkala (tiap 12 – 18 bulan pada
tangki pembusukan rumah tangga dan tiap 6 bulan pada tangki pembusukan
sekollah dan kantor pelayanan umum) untuk menjaga efisiensi kerjanya.
Lakukan pengurasan bila kedalaman busa serta lumpur sudah melebihi batas
yang dipersyaratkan.
6. Hindarkan pemasukan sampah padat yang sukar atau tidak bisa di uraikan
(kain – kain bekas, pembalut wanita, logam, gelag dan sebagainya) dan bahan
kimia yang beracun bagi bakteri (karbol, Lysol, formalin, dan sebagainya) ke
dalam lubang jamban atau tangki pembusukan. Dalam pemantauan tangki
pembusukan dilakukan pengukuran jarak dasar busa ke dasar outlet, dan
kedalaman akumulasi lumpur di atas dasar tangki. Jarak antara busa ke dasar
outlet minimal 7,5 cm dan kedalaman akumulasi lumpur maksimal 50 cm.
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Tinja berpotensi besar sebagai media penularan penyakit, terutama penyakit
saluran pencernaan. Oleh karena itu, berbagai faktor teknis dan non teknis harus
diperhatikan atau dipertimbangkan dalam perencanaan sarana pembuangan
tinja. Pembuangan tinja dengan sistem jamban banyak digunakan oleh
masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah karena bersifat sederhana
dan bukan merupakan tipe permanen. Teknik pembuangan tinja dengan sistem
aliran air (pengenceran, kolam pembuangan, sumur peresapan, dan tangki
pembusukan) dapat diterapkan di daerah di mana terdapat persediaan air dan
aliran air yang cukup besar.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1. Pembuangan tinja sebaiknya dilakukan dengan baik dan memperhatikan
kondisi lingkungan sekitar sehingga tidak mencemari lingkungan sekitarnya
seperti badan air dan tanah.
2. Sebaiknya limbah tinja jangan dibuang ke badan air seperti sungai atau
waduk, karena dapat menimbulkan penyakit bagi masyarakat yang
mengkonsumsi air di sungai atau waduk tersebut.
3. Pemeliharaan sarana pembuangan tinja seharusnya dilakukan secara terus
menerus sejak mulai digunakan sampai akhir periode penggunannya.
DAFTAR PUSTAKA
Daryanto. 2004. Masalah Pencemaran. Bandung. PT. Tarsito.
Hindarko,S. 2003. Mengolah Air Limbah Sungai Tidak Mencemari Orang Lain. Jakarta.
ESHA.
Soeparman, H.M. 2001. Pembuangan Tinja Dan Limbah Cair. Jakarta . EGC
Sutisna, 2013. Pembuangan Kotoran Manusia. http://docplayer.info/.2021

Anda mungkin juga menyukai