Anda di halaman 1dari 8

Makalah Kelompok 3

PEMBENTUKAN NILAI DAN MORAL DALAM ETIKA KEPERAWATAN

Makalah ini disusun guna memenuhi


Tugas Mata Kuliah Etika Keperawatan

Dosen Pengampu : Vivi Syofia Sapardi

kelompok 3

Civany Bettania Putri 20112268


Laura Lorenza 20112273
Shinta Ramadani 20112279
Aisyah Nabila 20112389
Imam Husaini 20112284
Aisya Ligina Gricia Asmon 20112299
Yodella Amanda 20112294
Refni Yossi 18112199

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

STIKES MERCUBAKTIJAYA PADANG

2020/2021
Pembentukan Nilai, dan Moral dalam Etika Profesi Keperawatan

Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, realitas keadaan ekonomi yang ada,
perbedaan dalam masyarakat, dan adanya perkembangan global membuat perawat tidak bisa
menghindari akan adanya isu etis saat berhubungan dengan individu,  komunitas, masyarakat,
tempat kerja dan lainnya (Rich and Butts, 2010). Saat ini masalah yang berkaitan dengan etika
(ethical dilemmas) telah menjadi masalah utama disamping masalah hukum, baik bagi pasien,
masyarakat maupun pemberi layanan kesehatan.  Setiap dilema membutuhkan jawaban dimana
dinyatakan bahwa sesuatu hal itu baik dikerjakan untuk pasien atau baik untuk keluarga atau
benar sesuai kaidah etik (Suhaemi, M.E.,2004). Berhadapan dengan dilema etis bertambah pelik
dengan adanya dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses
pengambilan keputusan rasional (Tappen, 2005). Penting bagi semua kalangan keperawatan
bukan hanya perawat di klinik, tapi juga pendidik di institusi pendidikan untuk mengerti,
mengetahui dan memahami  lebih jelas etika profesi keperawatan.
Awal mula keperawatan profesional dimulai oleh Florence nightingle pada abad ke 19.
Sebuah sekolah keperawatan di Inggris yang didirikannya adalah tempat pertama dimana
pembentukan nilai dan etik dalam keperawatan mulai dibicarakan (Kuhse and Singer, 2001).
International Council o Nurses (ICN) yang menjadi penggagas pertama dalam mengembangkan
kode etik keperawatan didirikan pada tahun 1899. Pada tahun 1990, buku pertama etika
keperawatan berjudul “Nursing Ethic:for hospital and private use” ditulis oleh perawat senior
Amerika bernama Isabel Hampton Robb. Pada awalnya di tahun 1960-an, kode etik keperawatan
masih terfokus kepada aspek ‘physician’ yang mana memang keadaan waktu itu perawat adalah
perempuan dan kedokteran didominasi laki-laki. Pada 1973, kode etik telah keperawatan berubah
pandangan menjadi lebih fokus kepada pasien (Butts, 2006).
Kode etik merupakan panduan yang sistematis bagi perawat untuk  membentuk perilaku
etik yang akan menjawab pertanyan normatif akan nilai dan kepercayaan apakah yang
seharusnya diterima secara moral. Walaupun tidak ada kode etik yang dapat memberikan
jawaban penuh, kode etik dapat memberikan pendekatan yang lebih baik untuk dapat
memecahkan dilema atau kasus etik (Beauchamp and Childress, 2001). Kode etik keperawatan
ada kerena perawat sebagai profesi mengakui prinsip dan standart manusia untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang optimal.
Australia Council of Nursing menyatakan bahwa Perawat menerima hak universal
manusia dan tanggung jawab moral untuk menjaga perbedaan dan kesamaan hak dari semua
orang. Ini mencakup adanya pengakuan, penghormatan dan melindungi perbedaan masyarakat,
budaya, nilai, ekonomi hak sosial dan politik serta moral etika yang ada dan melekat pada setiap
diri manusia (ACN, 2009). Hal ini memunculkan pandangan bahwa kode etik tidak lepas dari
adanya nilai, norma dan budaya yang ada di individu dan masyarakat sebagai dasar timbulnya
kode etik itu sendiri.
Canadian Nurse Association (CNA) membagi kewajiban etik ke dalam 7 nilai utama
sebagai dasar hubungan profesional antara perawat dengan individu, keluarga, grup, komunitas
dan masyarakat. Kode etik dari persatuan perawat di Kanada ini akan diperbaharui secara berkala
untuk memastikan bahwa kode etik ini akan memenuhi kebutuhan perawat dengan
mencerminkan perubahan dalam nilai sosial dan kondisi yang ada di masyarakat (CNA, 2008).
Hal ini menegaskan bahwa kode etik merupakan panduan etika yang akan terus berkembang.
Perkembangan yang sejalan dengan perubahan konteks sosial masyarakat yang dapat memiliki
pengaruhi signifikan terhadap praktik keperawatan.

Nilai dalam Etika Profesi Keperwatan


Nilai merupakan hal yang tidak lepas dalam praktek profesi keperawatan. American
Nurse Asociation (ANA) mengatakan bahwa nilai merupakan hal yang penting dan ditegaskan
keberadaanya (emphasized) dalam Kode Etik Keperawatan (ANA, 2001). Nilai merupakan
pandangan dan evaluasi individu atau masyarakat terhadap apa yang baik dan diinginkan ataukah
sesuatu itu  tidak baik dan tidak diinginkan (Rich and Butts, 2010).
Nilai dalam keperawatan mencakup penghargaan akan apa yang penting dan baik untuk
profesi dan keperawatan begitu pula baik untuk pasien sendiri (Rich and Butts, 2010).
Mempertahankan integritas dalam menghargai nilai berarti bertindak secara konsisten dengan
nilai personal manusia dan nilai dari profesi (ANA, 2001). Nursing Council of Hongkong dalam
kode etik keperawatan diwilayahnya mengatakan bahwa perawat harus mengahargai martabat,
nilai, budaya dan kepercayaan pasien dan keluarga dalam memberikan pelayanan keperawatan
(NCH, 2009).
Nilai dalam keperawatan mempunyai peran vital dalam penyelesaian masalah etik. Rich
dan Butts menjelaskan ketika perawat dipaksa dan ditekan untuk melakukan sesuatu yang tidak
sesuai dengan nilai mereka, nilai dari seorang perawat harus dapat memandu penalaran moral
dan aksi perawat bahkan ketika orang lain menantang kepercayaan perawat (Rich and Butts,
2010). Dari sini jelas bahwa etika atau perilaku etik yang digunakan perawat dalam praktek
profesinya tidak lepas dari nilai-nilai keperawatan sendiri sebagai dasar, sebagai panduan yang
memberikan pencerahan dan tertuang dalam Kode Etik Keperawatan.
Nilai adalah cikal bakal daripada etika keperawtan itu sendiri. Pullman mengatakan
bahwa ada dua konsep dari martabat manusia. Yang pertama adalah martabat dasar (basic
dignity), dan kedua adalah martabat personal (personal dignity).  Memahami konsep martabat
individu yang menjadi bagian utama dan penting dari diri seseorang dan pasien lainnya
merupakan nilai sendiri yang mana menjadi dasar bagi perawat dalam melakukan penalaran
moral (Pullman, 1999).  Penalaran moral yang menjadi dasar perilaku etik seorang perawat
dijelaskan pullman diatas harus menghargai dan memahami martabat dari individu. Nilai yang
profesional adalah bagian didalam penalaran moral (moral reasoning) (Rich and Butts, 2010).
.
Moral dalam Etika Profesi Keperawatan
Australian Council of Nursing mengatakan bahwa perawat yang menghargai kualitas
layanan keperawatan dalam mengambil keputusan mempertimbangkan perawatan sesesorang,
menerima nilai moral pasien dan bertanggung jawab dalam memastikan bahwa mereka memiliki
pengetahuan, kemampuan dan pengalaman dalam memberikan perawatan profesional. Lebih
lanjut ACN menjelaskan bahwa perawat menghargai  nilai dan kebaikan dalam diri seseorang
dengan cara menghargai nilai moral pasien dan martabatnya (ACN, 2009).
Kata moral berasal dari bahasa Latin mos (jamak mores) yang berarti kebiasaan, adat.
Moral merupakan suatu standar salah atau benar bagi seseorang. Moral adalah standart yang
paling dasar dari apa yang benar dan salah yang individu pelajari dan masukkan ke dalam dirinya
(Bertens, 1993).  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 592), moral diartikan sebagai
akhlak, budi pekerti, atau susila.
Perawat menghargai aspek legal dan moral baik dari individu, termasuk anak-anak, untuk
berpartisipasi kapanpun dimungkinkan dalam pengambilan keputusan terhadap pelayanan
keperawatan dan medis yang akan mereka terima (ACN, 2009). Kepercayaan seorang perawat,
berdasar pada penalaran moral yang baik, yang harus mengarahkan perawat saat memberikan
pelayanan (Butts, 2006).
Secara umum, penalaran menggunakan proses  pemikiran yang abstrak untuk
memecahkan masalah dan menyusun rencana. Penalaran Moral menyinggung bagaimana tentang
manusia seharusnya bertindak (Angeles, 1981).  Lalu bagaimanakan menggunakan penalaran
moral ini dalam praktek keperawatan?. Aristotle dalam Broadie (2002) menyebutnya sebagai
kebijaksanaan. Kebijaksanaan berfokus kepada pencapaian yang baik, dengan cara mengetahui
bagaimana harus bertindak dalam situasi tertentu, melakukan pertimbangan yang mendalam, dan
mempunyai watak yang konsisten dan karakter yang bagus. Sehingga, praktek keperawatan yang
berdasarkan pertimbangan moral adalah praktek keperawatan yang mendasarkan pertimbangan
bijaksana dalam mengambil keputusan, terlebih keputusan etik.
Karena perawat menerima dan menghargai moral individu pasien dalam memberikan
layanan asuhan keperawatan yang berkualitas, maka etika perawat dalam praktek keperawatan
harus memperhatikan moral individu baik moral pasien maupun moral perawat sendiri. Hal ini
menandakan bahwa aspek moral berpengaruh kepada etika profesi keperawatan. Perbedaan
moral pada setiap individu menuntut perbedaan ‘kebijaksanaan penilaian moral’ oleh perawat
dalam memberikan pelayanan yang beretika dan profesional.

Proses Pembentukan Moralitas 

Menurut Gunarsa (2004), proses pembentukan perilaku moral pada seseorang dapat dilakukan
melalui hal-hal sebagai berikut:

1. Melalui pengajaran langsung atau melalui instruksi-instruksi. Pembentukan perilaku


moral disini melalui penanaman pengertian tentang apa yang betul dan apa yang salah
oleh orang tua atau beberapa orang yang ada di sekitarnya. 
2. Melalui identifikasi. Seseorang mengidentifikasikan dirinya dengan orang atau model,
maka orang tersebut cenderung untuk mencontoh pola-pola perilaku moral dari model
tersebut. 
3. Melalui proses coba dan salah. Seorang anak ataupun remaja belajar mengembangkan
perilaku moralnya dengan mencoba-coba suatu perilaku. Anak atau remaja melihat
apakah dengan ia berperilaku tertentu, lingkungan akan menerimanya atau menolaknya.
Sedangkan menurut Kurtines dan Gerwitz, proses pembentukan perilaku moral dapat dilakukan
melalui empat proses berikut ini (Azizah, 2014):

1. Menginterpretasikan situasi dalam rangka memahami dan menemukan tindakan apa yang
mungkin untuk dilakukan dan bagaimana efeknya terhadap keseluruhan masalah yang
ada. 
2. Menggambarkan apa yang harus dilakukan dengan nilai moral pada situasi tertentu
dengan tujuan untuk menetapkan suatu perilaku moral.
3. Memilih diantara nilai-nilai moral untuk memutuskan apa yang secara aktual akan
dilakukan,.
4. Melakukan tindakan sesuai dengan nilai-nilai moral.

Faktor yang Mempengaruhi Moralitas 

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi moralitas seseorang yaitu sebagai berikut
(Santrock, 2003):

a. Modeling
Seseorang yang dihadapkan pada model yang bertingkah laku secara moral, mereka cenderung
meniru tingkah laku model tersebut. Selain itu, efektivitas meniru model tergantung pada
karakteristik model itu sendiri, misalnya kekuasaan, kehangatan, keunikan dan lain-lain.
Kehadiran proses kognitif, seperti kode simbolik dan perumpamaan untuk meningkatkan ingatan
mengenai tingkah laku moral.

b. Situasional
Moral dan tingkah laku seseorang tergantung pada situasinya, seperti faktor lingkungan dan
kesenjangan antara pemikiran moral dan tindakan moral. Seseorang cenderung tidak
menunjukkan tingkah laku yang konsisten dalam situasi sosial yang berbeda-beda.
c. Lingkungan
Kepribadian seorang individu tidak dapat berkembang, demikian pula halnya dengan moral
dimana nilai-nilai moral yang dimiliki seseorang merupakan sesuatu yang diperoleh dari luar
dirinya. Seseorang diajarkan oleh lingkungannya mengenai bagaimana ia harus bertingkah laku
yang baik dan tingkah laku yang tidak baik atau salah. Lingkungan ini dapat berarti orang tua,
saudara, teman-teman, guru dan sebagainya.

d. Diri
Landasan motivasional bagi perilaku moral berada pada tuntutan internal untuk perealisasian
konsistensi diri secara psikologis. Self atau diri adalah pengorganisasian mengenai informasi
keterhubungan diri dimana terdapat banyak elemen yang tergabung di dalamnya dan membentuk
beberapa konsistensi psikologis.

Daftar Pustaka

1. merican Nurse Association (ANA). 2001. Code o Ethic for Nurse with Interpretive
statement. Silver Spring, MD :Author
2. Angeles, Peter A, 1981.  Dictionary of Philosophy.  New York: Barnes & Noble Books.
3. Australian College of Nusring (ACN), 2009. Code o Ethic for Nurses in Australia.
Australia Nursing Federation : Australia
4. Beauchamp T and Childress J (2001) Principles of Biomedical Ethics, Oxford University
Press, New York.
5. Bertens. K,1993.etika, Jakarta :PT.Gramedia Pustaka Utama
6. Broadie (2002). Comparison o sales people in multiple vs single level direct selling.
Journal of Selling and Management, Volume XXII, number 2, 67-75.
7. Butts, Jaeni B, 2006. Ethic in professional nursing practice. Joanett and Abarlett
Publisher.
8. Canadian Nurse Association (CNA), 2008. Code of Ethic for Registred Nurse. CNA :
Ottawa
9. Nico S Kalangie, (1994). Kebudayaan dan Kesehatan Pengembangan Pelayan-an
Kesehatan Primer Melalui Pen-dekatan Sosiobudaya. Jakarta : PT. Kesaint Blanc Indah
Corp.
10. International Council of Nurses (1999–2006) Position Statements, ICN, Geneva.
Available at: www.icn.ch.
11. Johnstone M and Kanitsaki O (2007) ‘An exploration of the notion and nature of the
construct of cultural safety and its applicability to the Australian health care context’,
Journal of Transcultural Nursing, 18(3), pp. 247–56

12. Membentuk Kepribadian Anak Peran Moral Intelektual, Emosional dan Sosial
Sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri. Jakarta: Bumi Aksara. 
13. Mini, Rose. 2008. Perilaku anak usia dini kasus dan pemecahannya. Yogyakarta:
Kansius.

Anda mungkin juga menyukai