Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM SECTION CAESAR

DIRUANG DAHLIA RST BHAKTI WIRA TAMTAMA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Klinik Maternitas

Dosen Pengampu : Ns. Yuni Astuti, M. Kep

Disusun Oleh :

ANGGA DWI ARDANA

20101440119009

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KESDAM IV/ DIPONEGORO

SEMARANG

2020/2021
1. Sectio caesarea
A. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. Sectio Caesarea adalah cara
melahirkan anak dengan cara melakukan pembedahan / operasi lewat dinding
perut dan dinding uterus untuk melahirkan anak yang tidak bisa dilakukan
pervaginam atau oleh karena keadaan lain yang mengancam ibu atau bayi
yang mengharuskan kelahiran dengan cara segera sedangkan persyaratan
pervaginam tidak memungkinkan.(Sarwono , 2010)
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Nanda, 2015).
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Winkjosastro,
2013).

B. Etiologi
Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar section caesarea :
(Manuaba, I.B,2011)
a. Prolog labour sampai neglected labour.
b. Ruptura uteri imminen
c. Fetal distress
d. Janin besar
e. Perdarahan antepartum
Sedangkan indikasi yang menambah tingginya angka persalinan dengan
cara sectio antara lain sebagai berikut :
a. Malpersentasi janin
1. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah
jalan/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak
lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa.Semua primigravida
dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun
tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang
dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
2. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang
bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
b. Plasenta previa sentralis dan lateralis
c. Distosia serviks
C. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat
lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen
bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan
plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi
kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk
kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa
walaupun anak sudah mati.(Manuaba, I.B, 2011)

D. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)


Ada beberapa jenis Oprasi SC yang dapat dipelajari diantaranya sebagai
berikut : (Manuaba, I.B, 2011)
a. Abdomen (SC Abdominalis)
1. Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada
corpus uteri.
Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah uterus.
2. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
1. Sayatan memanjang (longitudinal)
2. Sayatan melintang (tranversal)
3. Sayatan huruf T (T Insisian)

c. Sectio Caesarea Klasik (korporal)


Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-
kira 10cm.
Kelebihan :
1. Mengeluarkan janin lebih memanjang
2. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
3. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal.
Kekurangan :
1. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
2. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka
bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan
pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu
yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang-
kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah
memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini
maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.
d. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen
bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
1. Penjahitan luka lebih mudah
2. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
3. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi
uterus ke rongga perineum
4. Perdarahan kurang
5. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan
lebih kecil.
Kekurangan :
1. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan
yang banyak.
2. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

E. Komplikasi
Komplikasi di SC juga memiliki beberapa komplikasi diantaranya sebagai
berikut : (Mochtar, 2011)
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan,seperti kenaikan suhu selama beberapa hari
dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis,sepsis
dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan
sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang
merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya
setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi
dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika,tetapi tidak dapat
dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya
daripada SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri

F. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia,
distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu
adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan
diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien.
Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada
dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan,
pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan
merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan
rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi
akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan
baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi. (Manuaba, I.B, 20)
G. PATHWAY

Sectio Caesarea(SC) Kurang Informasi Ansietas

Insisi dinding
Luka post op. SC Tindakan anastesi
abdomen

Terputusnya
Risiko Infeksi Imobilisasi
inkonuitas jaringan,
pembuluh darah, dan
saraf - saraf di sekitar Hambatan
daerah insisi Mobilitas
Fisik
Merangsang
pengeluaran histamin
dan prostaglandin
Defisit
Perawatan
Nyeri Akut Diri

Sumber : (Manuaba, I.B, 2011)


H. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis/ kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit

I. Penatalaksanaan Medis Post SC


Ada beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk pasien post SC
antara lain sebagai beriut : (Sarwono, Prawiroharjo,2009)
a. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila
kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6- 8 jam
pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6- 8 jam setelah operasi
2. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
3. Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
5. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri, dan pada hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa dipulangkan.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas klien dan penanggung
2. Keluhan utama klien saat ini
3. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
4. Riwayat penyakit keluarga
5. Keadaan klien meliputi :
a. Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi.
Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira
600-800 mL
b. Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda
kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita.
Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan,
menarik diri, atau kecemasan.
c. Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
d. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal
epidural.
e. Nyeri/ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih, efek-efek anesthesia, nyeri tekan uterus
mungkin ada.
f. Pernapasan
Bunyi paru-paru vesikuler dan terdengar jelas.
g. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda/kering dan utuh.
h. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan denganagens cidera fisik ( pembedahan di
abdomen karena SC) (00132)
b. Hambatan mobiitas fisik b.d nyeri (00085)

C. Intervensi

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
Nyeri akut b.d Setelah diberikan Manajemen nyeri akut : (1410)
agens cidera asuhan keperawatan a. Lakukan pengkajian secara
fisik selama 3 x 24 jam komprehensif tentang nyeri.
(pembedahan diharapkan masalah b. Observasi respon nonverbal dari
di abdomen Nyeri akut b.d agens ketidaknyamanan (misalnya
karena SC) cidera fisik wajah meringis) terutama
(00132) (pembedahan di ketidakmampuan untuk
abdomen karena SC) berkomunikasi secara efektif.
(00132) dapat teratasi c. Ajarkan menggunakan teknik
dengan kriteria hasil : nonanalgetik (nafas dalam)
Kontro nyeri (1605)
a. Mengenali kapan
nyeri terjadi
ditingkatkan dari
skala 4 (sering
menunukkan)
menjadi skala 2
(jarang
menunjukkan.
(160502)
b. Melakukan teknik
rileksasi ditingkatkan
dari skala 4 (sering
menunukkan)
menjadi skala 2
(jarang
menunjukkan.
(160527)
c. Melaporkan nyeri
yang terkontrol
ditingkatkan dari
skala 4 (sering
menunukkan)
menjadi skala 2
(jarang
menunjukkan.
(160511)

Hambatan Pergerakan (0208) Perawatan tirah baring (0740)


mobiitas fisik a. 020810) tidak ada a. Jelaskan alasan diperlukannya tirah
b.d nyeri gangguan berjalan baring
(00085) ditingkatkan dari b. Monitor komplikasi dari tirah baring
skala skala 2 (jarang (nyeri)
menunjukkan) c. Ajarkan tirah barang
menjadi 4 (sering
menunjukkan)
b. (020803) dapat
menggerakan otot
sendi ditingkatkan
dari skala skala 2
(jarang
menunjukkan)
menjadi 4 (sering
menunjukkan).
DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenito, I.J. 2010. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC


2. Doengoes, Marylinn. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi.
Jakarta : EGC
3. Manuaba, I.B. 2011. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri
Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC
4. Manuaba, I.B. 2011. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga
Berencana Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC
5. Mochtar, Rustam. 2010. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
6. Sarwono, Prawiroharjo,. 2009. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT
Grame.
7. Wiknjosastro H. (2013). Dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
PustakaSarwono Prawiroharjo. http/www.Abc medika.com/2013/11/konsep-
dasarsection-ceasarea.html?
8. https://m-kumpulan-
com.cdn.ampproject.org/v/s/m.kumpulan.com/amp/kumparanmom/fekal-
distress-pada-ibu-hamil-apa-maksutnya-1rp9OxjA2JI?
amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQHKAFQrABIA%3D
%3D#aoh=16125368679236&referrer=https%3A
%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A
%2F%2Fkumparan.com%2Fkumparanmom%2Ffekal-distress-pada-ibu-
hamil-apa-maksutnya-1rp9OxA2JI
9. Sulaiman S, Djamhoer M, & Firman F. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi:
Obstetri
10. Patologi. Jakarta: EGC Ida Bagus Gde Manuaba, Ida Ayu Chandranita
Manuaba, & Ida Bagus Gde Fajar Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri.
Jakarta: EGC Unimus: Tinjauan Pustaka (Cairan Amnion).
11. http://repository.unimus.ac.id/1309/3/5.%20BAB%20II%20Tinjauan
%20Pustaka.pdf [diakses pada 25 Maret 2019] Academia: Oligo hidramnion
(oleh Rully Cakra).
https://www.academia.edu/8402964/Oligo_hidramnion [diakses pada 25
Maret 2019]

Anda mungkin juga menyukai