Anda di halaman 1dari 55

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

W UMUR 21 TAHUN DENGAN


DIAGNOSA APENDIKSITIS DI RUANGAN MULTAZAM 2
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH BANDUNG
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Stase Keperawatan Dasar Profesional
Islami

Disusun Oleh:
Afdhalun Nisa 402021038
Aris Muji Pamungkas 402021087
Ayu Yuliyani 402021096
Khoirunnisa Oktaviani S 402021030
Sophie Amalia 402021074

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang. Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami yang
tergabung dalam kelompok 1 dapat menyelesaikan asuhan keperawatan medikal
bedah pada gangguan sistem perkemihan dengan judul ”Asuhan Keperawatan Pada
Tn. W Umur 21 Tahun Dengan Diagnosa Apendiksitis Di Ruangan Multazam 2
Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung”.
Asuhan keperawatan ini telah kami dokumentasikan dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar dalam
penyusunannya. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam penyelesaian asuhan keperawatan ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki pendokumentasian asuhan keperawatan ini. Kami
berharap semoga asuhan keperawatan ini dapat memberikan manfaat maupun
isnpirasi terhadap pembaca.

Bandung, November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tujuan .......................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................... 4
A. Konsep Teori dan Konsep Kebutuhan Dasar ............................................... 4
B. Konsep Asuhan Keperawatan .................................................................... 18
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN................................................................. 30
A. Pengkajian .................................................................................................. 30
B. Analisa Data ............................................................................................... 36
C. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas ........................................... 37
D. Rencana Asuhan Keperawatan................................................................... 38
E. Implementasi dan Evaluasi ........................................................................ 42
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 46
A. Apendisitis ................................................................................................. 46
B. Skala nyeri.................................................................................................. 46
C. Rasio neutrofil-limfosit (RNL) .................................................................. 48
D. Terapi obat ................................................................................................. 48
E. Bising usus hipoaktif .................................................................................. 49
F. Penatalaksanaan ......................................................................................... 49
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 51
A. Kesimpulan ................................................................................................ 51
B. Saran........................................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apendiksitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab akut abdomen paling sering. Apendisitis akut dapat
disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang bakteria yang dicetuskan
oleh beberapa faktor pencetus diantaranya hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor
apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat (Haryono, 2016). Apendisitis akut
sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang umbai cacing yang
memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum
lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini
sering disertai mual dan kadang ada muntah, umumnya nafsu makan berkurang.
Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney,
disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelasnya letaknya sehingga merupakan
nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat
konstipasi. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya
perforasi (Sjamsuhidajat, 2016).
World Health Organization (WHO) memperkirakan insiden apendisitis di
dunia tahun 2019 mencapai 8 % dari keseluruhan penduduk dunia. WHO
menyatakan angka kematian akibat apendisitis di dunia adalah 0,2-0,8 % dan
meningkat sampai 20 % pada penderita yang berusia kurang dari 18 tahun dan lebih
dari 70 tahun. Berdasarkan data dunia di negara-negara berkembang menurut WHO
(World Health Organization) di beberapa negara 2 berkembang memiliki prevalensi
yang tinggi seperti di negara singapura berjumlah 15% pada anak-anak dan 16,5 %
pada dewasa, Thailand 7% pada anak-anak dan dewasa, dan di negara maju seperti
Amerika Serikat berjumlah 11% sedangkan di Indonesia yang mengalami
apendisitis sebanyak 32% dari jumlah populasi di Indonesia (Depkes, 2019).
Bila diagnosis klinis sudah jelas tindakan paling tepat dan merupakan satu-
satunya pilihan yang baik adalah apendiktomi. Apendiktomi adalah pembedahan
untuk mengangkat apendiks dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko

1
2

perforasi. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tindakan apendiktomi dapat


menimbulkan berbagai masalah keperawatan salah satunya nyeri. Nyeri akut pasca
bedah dapat disebabkan oleh luka operasi (Sjamsuhidajat, 2016).
Nyeri post apendiktomi timbul dikarenakan oleh rangsangan mekanik luka
yang menyebabkan tubuh menghasilkan mediator kimia nyeri, sehingga nyeri
muncul pada pasien post operasi. Nyeri post apendiktomi termasuk dalam kategori
nyeri sedang. Pada tindakan pembedahan atau apendiktomi merupakan penyebab
terjadinya nyeri karena adanya trauma atau insisi pembedahan. Kualitas nyeri pada
pasien pembedahan biasanya terasa panas dan tertusuk-tusuk karena adanya insisi
dan tingkat nyeri yang dirasakan pada pembedahan abdomen terasa sedang
(Wijaya, 2017).
Berdasarkan lama waktu nyeri, nyeri dapat dibagi menjadi dua yaitu nyeri
akut dan nyeri kronik. Nyeri akut dapat terjadi setelah cidera penyakit akut dan
intervensi bedah mendapatkan awitan yang cepat, dengan intensitas bervariasi dan
berlangsung untuk waktu yang singkat. Sedangkan nyeri kronik berlangsung lebih
dari enam bulan. Apabila nyeri pada pasien post operasi apendiktomi tidak segera
ditangani akan mengakibatkan proses rehabilitasi pasien akan tertunda,
hospitalisasi pasien menjadi lebih lama, tingkat komplikasi yang tinggi dan
membutuhkan lebih banyak biaya, hal ini karena pasien memfokuskan seluruh
perhatiannya pada nyeri yang dirasakan (Smeltzer & Bare, 2008).
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan nyeri akut
menurut SDKI dengan melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi,
mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan, mengkaji kultur yang
mempengaruhi respon nyeri, kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan, pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non farmakologi dan interpersonal), ajarkan tentang teknik non
farmakologi, berikan analgesik untuk mengurangi nyeri, monitor tanda vital sign.
3

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada post operasi
apendiksitis dengan nyeri akut di ruang Multazam 2 Rumah Sakit
Muhammadiyah Bandung.
b. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep teori pada kasus apendiksitis di ruang
Multazam 2 Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung.
b. Untuk mengetahui pengkajian pada kasus apendiksitis di ruang
Multazam 2 Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung.
c. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada kasus apendiksitis di
ruang Multazam 2 Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung.
d. Untuk mengetahui rencana asuhan keperawatan pada kasus apendiksitis
di ruang Multazam 2 Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung.
e. Untuk mengetahui implementasi dan evaluasi keperawatan pada kasus
apendiksitis di ruang Multazam 2 Rumah Sakit Muhammadiyah
Bandung.
BAB II
TIJAUAN TEORI

A. Konsep Teori dan Konsep Kebutuhan Dasar


1. Definisi
Apendisitis adalah radang pada usus buntu atau dalam bahasa latinnya
appendiks vermivormis, yaitu suatu organ yang berbentuk memanjang dengan
panjang 6-9 cm dengan pangkal terletak pada bagian pangkal usus besar bernama
sekum yang terletak pada perut kanan bawah (Handaya, 2017).
Apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada apendiks
vermiformis. Apendiks vermiformis yang disebut dengan umbai cacing atau lebih
dikenal dengan nama usus buntu, merupakan kantung kecil yang buntu dan melekat
pada sekum (Nurfaridah, 2015).
2. Etiologi
Menurut Irianto (2015), menyatakan bahwa penyebab apendisitis sebagai
berikut :
a. Penyebab belum pasti

b. Faktor yang mempengaruhi

1) Obstruksi: hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks,

2) Ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. Histolytica

3) Konstipasi: timbunan tinja yang keras (fekalit)

3. Klasifikasi

Menurut Mardalena (2017) menjelaskan klasifikasi apendisitis menjadi dua, yaitu:

a. Appendisitis Akut

Peradangan pada apendiks dengan gejala khas yang memberikan tanda


setempat. Gejala apendisistis akut antara lain nyeri samar dan tumpul yang
merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium disekitar umbilicus. Keluhan
ini disertai rasa mual, muntah dan penurunan nafsu makan

4
5

b. Appendisitis kronis

Diagnosis apendisitis kronis baru bisa ditegakkan jika ditemukan tiga hal
yaitu, pertama, pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan bawah
abdomen selama paling sedikit 3 minggu tanpa alternatif diagnosis lain. Kedua,
setelah dilakukan apendiktomi, gejala yang dialami pasien akan hilang. Ketiga,
secara histopatologik gejala dibuktikan sebagai akibat dari inflamasi kronis
yang aktif atau fibrosis pada apendiks.

4. Manifestasi Klinis

Beberapa manifestasi klinis yang sering muncul pada apendisitis antara lain
sebagai berikut:

a. Nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium disekitar umbilikus atau


periumbilikus. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri beralih ke kuadaran
kanan bawah ke titik Mc Burney (terletak diantara pertengahan umbilikus
dan spina anterior ileum) nyeri terasa lebih tajam.

b. Bisa disertai nyeri seluruh perut apabila sudah terjadi perionitis karena
kebocoran apendiks dan meluasnya pernanahan dalam rongga abdomen

c. Mual

d. Muntah

e. Nafsu makan menurun

f. Konstipasi

g. Demam

5. Patofisiologi Appendisitis

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh


hyperplasia folikel limfoid, fekolit, benda asing, struktur karena fikosis akibat
peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin
6

banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga


menyebabkan peningkatan tekanan intralumen, tekanan yang meningkat tersebut
akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema.
Diaforesis bakteri dan ulserasi mukosa pada saat inilah terjadi apendisitis akut
fokal yang di tandai nyeri epigastrum. Sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan
terus meningkat hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah
dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di abdomen kanan
bawah, keadaan ini disebut dengan apendisitis sakuratif akut. Aliran arteri
terganggu akan terjadi infrak dinding apendiks yang di ikuti dengan gangrene
stadium ini disebut dengan apediksitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh
ini pecah akan terjadi apendisitis perforasi.
7

6. Komplikasi

Komplikasi bisa terjadi apabila adanya keterlambatan dalam penanganannya.


Adapun jenis komplikasi menurut (LeMone, 2016) diantaranya sebagai berikut:

a. Perforasi apendiks

Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi nanah sehingga bakteri


menyebar ke rongga perut. Perforasi dapat diketahui dengan gambaran klinis
seperti suhu tubuh lebih dari 38,50C dan nyeri tekan pada seluruh perut yang
timbul lebih dari 36 jam sejak sakit.
8

b. Peritonitis

Peritonitis adalah peradangan peritoneum (lapisan membran serosa rongga


abdomen). Komplikasi ini termasuk komplikasi berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis.
c. Abses

Abses adalah peradangan pada spendiks yang berisi nanah. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis.
7. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium Kenaikan sel darah putih (Leukosit) hingga


10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih, maka
kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi

b. Pemeriksaan Radiologi

1) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang


membantu)

2) Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan USG dilakukan untuk menilai


inflamasi dari apendiks

3) CT – Scan Pemeriksaan CT – Scan pada abdomen untuk mendeteksi


apendisitis dan adanya kemungkinan perforasi.

4) C – Reactive Protein (CRP) C – Reactive Protein (CRP) adalah sintesis


dari reaksi fase akut oleh hati sebagai respon dari infeksi atau inflamasi.
Pada apendisitis didapatkan peningkatan kadar CRP

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada penderita apendisitis yaitu dengan tindakan


pembedahan/Apendiktomi
9

a. Definisi Apendiktomi

Apendiktomi adalah intervensi bedah untuk melakukan pengangkatan bagian


tubuh yang mengalami masalah atau mempunyai penyakit. Apendiktomi dapat
dilakukan dengan dua metode pembedahan yaitu pembedahan secara terbuka/
pembedahan konveksional (laparotomi) atau dengan menggunakan teknik
laparoskopi yang merupakan teknik pembedahan minimal infasif 12 dengan
metode terbaru yang sangat efektif (Berman& kozier, 2012 dalam Manurung,
Melva dkk, 2019)

Laparoskopi apendiktomi adalah tindakan bedah invasive minimal yang


paling banyak digunakan pada apendisitis akut. Tindakan ini cukup dengan
memasukkan laparoskopi pada pipa kecil (trokar) yang dipasang melalui
umbilikus dan dipantau melalui layar monitor. Sedangkan Apendiktomi terbuka
adalah tindakan dengan cara membuat sayatan pada perut sisi kanan bawah atau
pada daerah Mc Burney sampai menembus peritoneum.

b. Tahap Operasi Apendiktomi

1) Tindakan sebelum operasi

a) Observasi pasien

b) Pemberian cairan melalui infus intravena guna mencegah dehidrasi dan


mengganti cairan yang telah hilang

c) Pemberian analgesik dan antibiotik melalui intravena

d) Pasien dipuasakan dan tidak ada asupan apapun secara oral

e) Pasien diminta melakukan tirah baring

2) Tindakan Operasi

a) Perawat dan dokter menyiapkan pasien untuk tindakan anastesi


sebelum dilakukan pembedahan
10

b) Pemberian cairan intravena ditujukan untuk meningkatkan fungsi ginjal


adekuat dan menggantikan cairan yang telah hilang.

c) Aspirin dapat diberikan untuk mengurangi peningkatan suhu.

d) Terapi antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi.

3) Tindakan Pasca Operasi

a) Observasi TTV

b) Sehari pasca operasi, posisikan pasien semi fowler, posisi ini dapat
mengurangi tegangan pada luka insisi sehingga membantu mengurangi
rasa nyeri

c) Sehari pasca operasi, pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat


tidur selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri tegak
dan duduk diluar kamar

d) Pasien yang mengalami dehidrasi sebelum pembedahan diberikan


cairan melalui intravena. Cairan peroral biasanya diberikan bila pasien
dapat mentoleransi

e) Dua hari pasca operasi, diberikan makanan saring dan pada hari
berikutnya dapat diberikan makanan lunak

9. Definisi Nyeri

Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan


yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial yang di gambarkan
sebagai kerusakan, awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga
berat dengan berakhirnya dapat diantisipasi atau di prediksi (Nanda International
INC, 2017).

Nyeri juga dapat di definisikan sebagai perasaan kurang senang, lega dan
sempurna dalam dimensi fisik psikospiritual, lingkungan dan sosial (SDKI, 2016).
Perasaan tidak nyaman yang dialami pasien dengan keluhan nyrei sangat subyektif
11

dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi
perasaan tersebut.

10. Fisiologi Nyeri

Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.


Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsan nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam
kulit yang berespons hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak.
Reseptor nyeri disebut juga nosiseptor. Secara anatomis, resptor nyeri (nosiseptor)
ada yang bermialin dan ada yang tidak bermialin darisaraf eferen.

Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer.


Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu daribeberapa rute
saraf dan akhirnya sampai didalam massa berwarna abu-abu di medulla spinalis.
Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak menginterpretasikan
kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang
lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri. Semua
kerusakan selular, yang disebabkan oleh stimulus internal, mekanik, kimiawi, atau
stimulus listrik yang menyebabkan pelepasan substansi yang menghasilkan nyeri.

Nosiseptor kutanius berasal dari kulit dan subkutan. Nyeri yang berasal dari
daerah ini biasanya mudah untuk dilokalisasi dan didefinisikan. Resptor jaringan
kulit (kutaneus) terbagi dalan dua komponen, yaitu:
12

1. Serabut A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6-30 m/det)
yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam, yang akan cepathilang apalagi
penyebab nyeri dihilangkan.
2. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan transmisi 0,5-2 m/det)
terdapat pada daerah yang lebh dalam, nyeri biasanya bersifattumpul dan
sulit dilokalisasi.
13

Pathway

11. Nilai Normal dan Perhitungan


1. Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif
14

dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama


dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang
yang berbeda.Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling
mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri
itu sendiri (Tamsuri,2007).
Menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah sebagai berikut:

a. Skala nyeri deskriptif

b. Skala identitas nyeri numerik

c. Skala analog visual

a) Skala nyeri bourbanis


15

Keterangan :

10 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan, secara obyektif klien dapat
berkomunikasi denganbaik.
4-6 : Nyeri sedang, Secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapatmenunjukkan lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah
dengan baik.
7-9 : Nyeri berat, secara obyektif klien terkadang tidak
dapat mengikutiperintah tapi masih respon terhadap
tindakan, dapat menunjukkanlokasi nyeri, tidak
dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi,memukul, nyeri sudah tidak bisa
dikontrol
2. Faces pain scale – wong
Digunakan apabila klien tidak mampu mneyatakan nyerinya melalui skala
angka. Termasuk anakanak yang tidak dapat berkomunikasi secara verbal dan
lansia yang mengalami gangguan kognisi dan komunikasi
16

12. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri


Pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal
diantaranya:
1. Arti Nyeri
Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan 7etabo
sebagian arti nyeri merupakan arti yang 7etaboli, seperti
membahayakan, merusak,dan lain-lain. Keadan ini dipengaruhi oleh
berbagai faktor, seperti usia, jenis kelamin, latar belakang sosial
budaya, lingkungan, dan pengalaman.
2. Persepsi Nyeri
Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif dari
seseorang yang merasakan nyeri, tempatnya pada korteks (pada fungsi
7etabolic7 kognitif). Persepsi ini oleh faktor yang dapat memicu
stimulasi nosiseptor.
c. Toleransi Nyeri
Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas yang dapat
memengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang
dapat memengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain alkohol,
obat-obatan, hipnotis, gesekan atau garukan, pengalihan perhatian,
kepercayaan yang kuat, dan sebagainya. Sedangkan faktor yang
menurunkan toleransi antara lainkelelehan, rasa marah, bosan, cemas,
nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit, dan lain-lain.
d. Reaksi terhadap Nyeri
Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons seseorang
terhadap nyeri, seperti ketakutan, cemas, gelisah, menangis, dan
menjerit. Semua ini merupakan bentuk respons nyeri yang dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti arti nyeri, tingkat persepsi
nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan sosial, metabolik
fisik dan mental, rasa takut, cemas,usia, dan lain-lain.
17

13. Jenis Gangguan


Nyeri secara umum dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut dan nyeri kronis.
Klasifikasi ini berdasarkan pada waktu atau durasi terjadinya nyeri.
1. Nyeri Akut
Merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari3 bulan. Tanda dan gejala nyeri akut (SDKI,
2016):
a. Mengeluh nyeri
b. Tampak meringis
c. Bersikap protektif
d. Frekuensi nadi meningkat
e. Gelisah
f. Sulit tidur
g. Tekanan darah meningkat
h. Pola napas berubah
i. Nafsu makan berubah
j. Proses berpikir terganggu
k. Menarik diri
l. Berfokus pada diri sendiri
m. Diaforesis

2. Nyeri Kronis
Merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan
konstan, yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Tanda dan gejala nyeri
kronis (SDKI, 2016):
a. Mengeluh nyeri
b. Merasa depresi (tertekan)
c. Tampak meringis
18

d. Gelisah
e. Tidak mampu menuntaskan aktivitas
f. Merasa takut mengalami cedera berulang
g. Bersikap protektif (mis. posisi menghindari nyeri)
h. Waspada
i. Pola tidur berubah
j. Anoreksia
k. Focus menyempit
l. Berfokus pada diri sendiri

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan seorang perawat di
dalam mulai mengkaji respon nyeri yang dialami oleh klien. Komponen-
komponen tersebut diantaranya:
a. Penentuan ada tidaknya nyeri
Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus
mempercayai ketika pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam
observasi perawat tidak menemukan adanya cedera atau luka. Setiap nyeri
yang dilaporkan klien adalah nyata. Sebaliknya ada beberapa pasien yang
terkadang justru menyembunyikan nyerinya untuk menghindari
pengobatan.
b. Karakteristik Nyeri (metode P, Q, R, S, T)
a) Faktor pencetus (P: Paliatif)
Perawat pengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri pada
klien, dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian-
bagian tubuh yang cidera. Apabila perawat mencurigai adanya nyeri
psikogenik maka perawat harus mengeksplor perasaan klien dan
menyatakan perasaan-perasaan apa yang dapat mencetuskan nyeri.
b) Kualitas (Q: Quality)
19

Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan


oleh klien, seringkali klien mengungkapkan nyeri dengan kalimat-
kalimat tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih,
tertusuk dan lain-lain, di mana-mana tiap-tiap klien mungkin berbeda-
beda dalam melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan.
c) Lokasi (R: Region)
Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk
menunjukkan semua bagian/daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh
klen. Untuk melokalisasi nyeri lebih spsifik, maka perawat dapat
meminta klien untuk melacak daerah nyeri dari titik paling nyeri,
kemungkinan hal ini akan sulit apabila nyeri yang dirasakan bersifat
difus (menyebar).
d) Keparahan (S: Skala)
Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik paling
subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan
nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang atau berat.
Namun sulitnya adalah makna dari istilah-istilah ini berbeda dari
perawat dan klien serta adanya batasan-batasan khusus yang
membedakan antara nyeri ringan, sedang dan berat. Hal ini juga bias
disebabkan karena memang pengalaman nyeri pada masing-masing
individu berbeda-beda

e) Durasi (T: Time)


Perawat menanyakan pada pasien untuk menanyakan durasi dan
rangkaian nyeri. Perawat dapat menanyakan: “kapan nyeri mulai
dirasakan?”, “sudah berapa lama nyeri dirasakan?”, “seberapa sering
nyeri kambuh?” atau dengan kata-kata lain yang semakna.
c. Respon Perilaku
Perawat perlu belajar dan mengenal berbagai respon perilaku tersebut
untuk memudahkan dan membantu dalam mengidentifikasi masalah nyeri
yang di rasakan klien. Respon perilaku yang biasa di tunjukkan adalah
20

merubah posisi tubuh, mengusap bagian yang sakit, menggeretakkan gigi,


menunjukkan ekspresi wajah meringis, mengerang, mengaduh, menjerit,
meraung.
d. Respon afektif
Respon ini juga perlu di perhatikan oleh seorang perawat di dalam
melakukan pengkajian terhadap klien dengan gangguan rasa nyeri. Ansietas
(kecemasan) perlu di gali dengan menanyakan pada klien seperti:“Apakah
anda saat ini merasakan cemas?”. Selain itu juga ada depresi, ketidak
tertarikan terhadap aktivitas fisik dan perilaku menarik diri dari lingkungan
perlu di perhatikan.
e. Persepsi Klien Tentang Nyeri
Dalam hal ini perawat perlu mengkaji persepsi klien terhadap nyeri,
bagaimana klien menghubungkan antara nyeri yang di alami denganproses
penyakit atau hal lain dalam diri dan lingkungan di sekitar nya.
f. Respon fisiologis
Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang otak
danthalamus, system saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari
respon stress. Stimulasi pada cabang simpatis pada system saraf otonom
menghasilkan respon fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus-menerus,
berat, dalam, dan melibatkan organ-organ visceral (misalnya infark miikard
atau batu ginjal) maka sistem saraf simpatis menghasilkan suatu aksi.
g. Mekanisme Adaptasi Klien Terhadap Nyeri
Terkadang individu memiliki cara masing-masing dalam beradaptasi
terhadap nyeri. Perawat dalam hal ini perlu mengkaji cara-cara apa saja yang
biasa klien gunakan untuk menurunkan nyeri yang ia alami, mengkaji
keefektifan cara tersebut dan apakah bisa di gunakan saat klien menjalani
perawatan di rumah sakit. Apabila cara tersebut dapat di gunakan, perawat
dapat memasukkannya dalam rencana tindakan (Sigit, 2010).
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien gangguan nyeri adalah:
1. Nyeri akut b.d
21

a. Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma)


b. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
c. Agen pencedera fisik (mis. abses, prosedur operasi, trauma)
2. Nyeri kronis b.d
a. Kerusakan sistem saraf
b. Infiltrasi tumor
c. Gangguan fungsi metabolic
d. Kondisi pasca trauma
e. Tekanan emosional
3. Gangguan mobilitas fisik b.d
a. Nyeri
b. Penurunan kendali otot
c. Kekakuan sendi
d. Gangguan neuromuscular
e. Gangguan sensori persepsi
4. Gangguan pola tidur b.d
a. Nyeri
b. Restraint fisik

5. Ansietas b.d
a. Penyakit kronis progresif (mis. kanker, autoimun)
b. Penyakit akut
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Perencanaan keperawatan yang dibuat untuk klien nyeri diharapkan berorientasi
untuk memenuhi hal-hal berikan:
a. Klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri.
b. Klien melaporkan adanya peningkatan rasa nyaman
c. Klien mampu mempertahankan kondisi fisik, psikologi yang dimiliki
d. Klien mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab nyeri.
e. Klien mampu mengunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa
nyeri saat dirumah.
22

1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri


tindakan keperawatan Observasi
selama 3x24 jam
- Identifikasi lokasi, karakteristik,
diharapkan nyeri akut
durasi, frekuensi, kualitas,
dapat teratasi dengan
intensitas nyeri
kriteria hasil:
- Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri (-)
- Identifikasi respons nyeri non
2. Meringis (-)
verbal
3. Kemampuan - Identifikasi faktor yang
muntaskan memperberat dan memperingan
aktivitas nyeri
4. Ketegangan otot (-) - Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
5. Frekuensi nadi
- Identifikasi pengaruh nyeri pada
normal
kualitas hidup
6. Kemampuan
Teurapetik
mengenali onset
nyeri - Berikan teknik nonfarmakologis
7. Kemampuan untuk mengurasi rasa nyeri
mengenali - Kontrol lingkungan yang
penyebab nyeri memperberat rasa nyeri
8. Kemampuan - Pertimbangkan jenis dan sumber
menggunakan nyeri dalam pemilihan strategi
teknik meredakan nyeri
nonfarmakologis Edukasi

- Jelaskan penyebab, periode, dan


pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
23

- Anjurkan menggunakan analgetik


secara tepat
Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian analgetik,

jika perlu
Pemberian Analgesik
Observasi
- Identifikasi karakteristik nyeri
- Identifikasi riwayat alergi obat

- Identifikasi kesesuaian jenis


analgetik
- Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian analgetik
- Monitor keefektifan analgetik
Teurapetik

- Tetapkan target efektifitas


analgetik untuk mengoptimalkan
respons pasien
- Dokumentasikan respons terhadap
efek analgetik
Edukasi

- Jelaskan efek terapi dan efek


samping obat
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgetik, sesuai indikasi
Terapi Relaksasi

Observasi

- Identifikasi penurunan tingkat


energi, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala lain
24

yang mengganggu kemampuan


kognitif
- Identifikasi teknik
relaksasi yang diberikan
- Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan
darah dan suhu sebelum
dan sesudah Latihan
- Monitor respons terhadap
relaksasi
Teurapetik
- Ciptakan lingkungan yang
tenang dan tanpa gangguan
dengan pencahayaan dan
suhu ruang nyaman, jika
memungkinkan
- Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknikrelaksasi
Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan dan jenis relaksasi
yang tersedia
- Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
- Ajurkan mengambil
posisinyaman
- Anjurkan rileks dan
merasakansensasi relaksasi
25

- Demonstrasikan dan latih


teknik

relaksasi

2. Nyeri kronis Setelah dilakukan Manajemen Nyeri


tindakan keperawatan Observasi
selama 3x24 jam
26
diharapkan nyeri kronis - Identifikasi lokasi, karakteristik,
dapat teratasi dengan durasi, frekuensi, kualitas,
kriteria hasil: intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri (-) - Identifikasi skala nyeri
2. Meringis (-) - Identifikasi respons nyeri non
verbal
3. Kemampuan
- Identifikasi faktor yang
muntaskan
memperberat dan memperingan
aktivitas
nyeri
4. Ketegangan otot (-)
- Identifikasi pengetahuan dan
5. Frekuensi nadi
keyakinan tentang nyeri
normal
- Identifikasi pengaruh nyeri pada
6. Kemampuan
kualitas hidup
mengenali onset
Teurapetik
nyeri
- Berikan teknik nonfarmakologis
7. Kemampuan
untuk mengurasi rasa nyeri
mengenali
- Kontrol lingkungan yang
penyebab nyeri
memperberat rasa nyeri
8. Kemampuan
- Pertimbangkan jenis dan sumber
menggunakan
nyeri dalam pemilihan strategi
teknik
meredakan nyeri
nonfarmakologis
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri

- Anjurkan memonitor nyeri secara


mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
27

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian analgetik,

jika perlu
Terapi Relaksasi
Observasi
- Identifikasi penurunan tingkat
energi, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala lain
yang mengganggu kemampuan
kognitif
- Identifikasi teknik relaksasi yang
diberikan
- Periksa ketegangan otot, frekuensi
nadi, tekanan darah dan suhu
sebelum dan sesudah Latihan
- Monitor respons terhadap
relaksasi
Teurapetik
- Ciptakan lingkungan yang tenang
dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
- Berikan informasi tertulis tentang
persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat, batasan
dan jenis relaksasi yang tersedia
- Jelaskan secara rinci intervensi

relaksasi yang dipilih


28

- Ajurkan mengambil
posisinyaman
- Anjurkan rileks dan
merasakansensasi relaksasi
- Demonstrasikan dan latih
teknikrelaksasi
Pemberian Analgesik

Observasi

- Identifikasi karakteristik nyeri

- Identifikasi riwayat alergi obat

- Identifikasi kesesuaian
jenisanalgetik
- Monitor TTV sebelum
dan sesudah pemberian
analgetik
- Monitor keefektifan analgetik

Teurapetik

- Tetapkan target efektifitas


analgetik untuk
mengoptimalkan respons
pasien
- Dokumentasikan respons
terhadapefek analgetik
Edukasi
- Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian dosis


dan jenis analgetik, sesuai
indikasi
29

3. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi


mobilitas fisik tindakan keperawatan
Observasi
selama 3x24 jam
Identifikasi adanya nyeri
diharapkan gangguan
ataukeluhan fisik lainnya
mobilitas fisik dapat
- Identifikasi toleransifisik
teratasi dengan kriteria
melakukan pergerakan
hasil:
- Monitor frekuensi
1. Pergerakan
jantung sebelum memulai
ektremitas (+)
mobilisasi
2. Kekuatan otot (+)
- Monitor kondisi umum
3. Rentang
selamamelakukan mobilisasi
gerak/ROM (+) Teurapetik

4. Nyeri (-) - Fasilitasi aktivitas

5. Kekakuan sendi (-) mobilisasidengan alat bantu


- Fasilitasi melakukan
6. Kelemahan fisik (-) pergerakan,
jika perlu

- Libatkan keluarga untuk


membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi

- Jelaskan tujuan dan


prosedurmobilisasi
- Anjurkan melakukan
mobilisasidini
- Anjurkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn.W
Tanggal Lahir : 21 Mei 2000
Usia : 21 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Perum Batuaji Permai Blok C17,21
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Status marital : Tidak menikah
Nomor RM : 823836
Diagnosa Medis : APP Peforasi
Tanggal Pengkajian : 01-November-2021
Tanggal Masuk RS : 30-Oktober-2021

2. Identitas Penanggung Jawab Pasien


Nama : Ny.M
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Hubungan dengan Pasien : Ibu
Alamat : Perum Batuaji Permai Blok C17,21

3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Nyeri dibagian perut
b. Riwayat Kesehatan Sekarang:
Pada tanggal 29 pasien mengeluhkan nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari
SMRS. Tanggal 28 pasien mengekuh nyeri perut kanan bawah secara menyeluruh
muntah 7x, lalu pasien belum BAB disertai demam. Sejak dikaji ketika post op
pasien mengeluh nyeri bagian perut tampak meringis, nyeri yang dirasakan adalah
hilang timbul, nyeri hilang ketika sedang beristirahat, skala nyeri 3, klien
30
31

mengatakan kembung, belum bisa flatus. Klien mengatakan tidak nyaman saat
tertidur dikarenakan terpasangnya selang NGT.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu:
Klien sebelumnya pernah di rawat di rs dengan keluhan lambung
d. Riwayat Kesehatan Keluarga : -

4. Data psikologis, sosial dan spiritual


a. Data Psikologis :
Klien menerima terhadap kondisinya saat ini, klien juga menyukai bagian
seluruh tubuhnya. Klien masih mampu mengontrol emosi nya degan baik
b. Data Sosial :
Hubungan pasien terhadap keluarga kerabat maupun masyarakat baik,
dukunagn sosial yang di dapat yaitu dari keluarga dan kerabatnya.
c. Data Spiritual
Agama : Islam. √Baligh / Belum baligh / Halangan Lain Ibadah
: Mandiri / dibantu*
Penggunaan kerudung : Ya / Tidak / Kadang-Kadang* (khusus wanita)
Kegiatan ibadah lain :
Bersuci : Wudhu  / tayamum √ / tidak tahu 
Pelaksanaan Sholat : Teratur √ / tidak teratur  / tidak sholat ,
Kemampuan sholat : berdiri  duduk  berbaring 
Kendala tidak sholat : tidak tahu  mampu √ mau 
Makna sakit : Ujian√  / guna-guna  / gangguan jin  lainnya :
Harapan sembuh : ya√  tidak 
Penerimaan tentang penyakit : tidak menerima  Menerima√  tawar
menawar 
Dukungan komunitas spiritual : baik √, kurang baik ,yang paling
mendukung
Uraian persepsi pasien terhadap konsep ketuhanan, makna hidup , sumber harapan
_____________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
32

5. POLA AKTIVITAS HIDUP SEHARI-HARI ( ACTIVITY DAILY LIVING)

No Kebiasaan di rumah di rumah sakit


1 Nutrisi
• Makan • Nasi, sayur, Tidak makan
• Jenis ayam ikan Puasa post op
• Frekuensi • 3 x/hari
• Porsi • 1 porsi habis
• Keluhan • Tidak ada
keluhan
Minum
• Jenis • Air putih, Susu, Tidak minum
• Frekuensi teh Puasa post op
• Jumlah (cc) • 8 Gelas/Hari
• Keluhan • 900-1500cc
Kurang lebih
• Tidak Ada

2 Eliminasi
BAB • 2 x/hari • Belum BAB
• Frekuensi • Kuning • Belum
• Warna • Berbentuk • Belum
• Konsistensi • Tidak Ada • Tidak Ada
• Keluhan
BAK
• Frekuensi • Sering • Tidak Tau Karena
Pake DC
• Warna • Kuning • Keruh disertai
• Jumlah (cc) • Banyak darah
• Keluhan • Tidak Ada • 700 cc
• Tidak Ada

3 Istirahat dan tidur


• Waktu tidur • Tidak tentu • Tidak tentu
o Malam, pukul
• Tidak tentu • Tidak tentu
o Siang, pukul • 1 – 2 Jam • Merasa tidak
• Lamanya • Tidak Ada nyaman
• Keluhan
4 Kebiasaan diri
• Mandi • 3x/hari • 1x/hari
• Perawatan rambut • 1 Minggu sekali • belum
• Perawatan kuku • 3x/hari • Belum
• Perawatan gigi • Tidak tentu • Belum
• Tingkat • mandiri • Gigi Pasien Kotor,
Ketergantungan • Pasien tidak klien tidak bau
• Kebiasaan merokok merokok badan, Rambut
• Kebiasaan olahraga
33

• Sebelumnya klien lengket dan


sering olahraga kusam
rutin, setahun • Dibantu
belakang jarang • Tidak merokok
• Tidak bisa
beraktivitas

6. DATA PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Kesehatan Umum

Penampilan umum : Lemas


Kesadaran : Compos mentis/somnolen/stupor/voma
GCS 15 (E4 M6 V5)
Tanda-tanda vital : TD = 120/70 mmHg
HR = 88 kali/menit
RR = 20 kali/menit
S = 36,2 OC
StatusAntopometri : BB = 55 kg
TB = 165 cm
IMT = 20,2

b. Hasil Pemeriksaan Sistem :


1) Kepala dan leher
Tidak ada nyeri saat palpasi, rambut berminyak, tidak rontok, tidak
terdapat lesi dan massa, tidak ada perdarahan. Bagian leher tidak terdapat
pembesaran kelenjar limfe, tidak terdapat peningkatan jvp.
2) Dada anterior
Tidak terdapat hiperpigmentasi kulit, tidak ada lesi dan massa, tidak
ada nyeri palpasi, perkusi sonor ics 2-5 terdengar dullness, auskultasi
terdengar vesikuler, pengembangan dada kanan dan kiri simetris.
3) Dada posterior
Tidak terdapat hiperpigmentasi kulit, tidak ada lesi dan massa, tidak
ada nyeri palpasi, pengembangan dada kiri dan kanan simetris
34

4) Abdomen
Tidak terdapat hiperpigmentasi kulit, terdapat luka post op, terpasang
drainase, bising usus hipoaktif, nyeri palpasi di semua kuadran
5) Genital
-
6) Ekstremitas atas
Akral hangat, CRT <2 detik, kekuatan otot bagus, tidak ada sianosis,
reflek patella (+), tidak terdapat lesi
7) Esktremitas bawah
Akral hangat, CRT <2 detik, kekuatan otot bagus, tidak ada sianosis,
tidak ada edema, reflek patella (+), tidak ada lesi

7. DATA PENUNJANG DIAGNOSTIK


a. Pemeriksaan Thorak foto
Tanggal pemeriksaan : -
Kesan :-
b. Pemeriksaan Laboratorium
No Jenis pemeriksaan Nilai rujukan Hasil pemeriksaan
normal
1 Hemoglobin 14-18 13,2
2 Hematokrit 40-54 40
3 Leukosit 4000-10000 21.100
4 Trombosit 150.000-400.000 286.000
5 Eritrosit 4,5-6,0 4,9
6 MCV 80-100 85
7 MCH 27-34 27
8 MCHC 32-34 31
9 Basofil 0-1 -
10 Eosinofil 1-4 3
11 Netrofil 35-70 86
12 Monosit 2-10 5
13 Limfosit 20-40 6
Hematologi
35

14 Waktu 1-3 2 menit 0 detik


pendarahan/BT
15 Waktu 1-7 6 menit 0 detik
pembekuan/CT

c. Program Terapi

Nama obat Cara pemberian Dosis Keterangan


Mengobati dan mencegah
Ceftriaxone IV 1x2
infeksi bakteri
Menghentikan
Metronidazole IV 3 x 500
pertumbuhan bakteri
Menurunkan sekresi asam
Ranitidine IV 2x1
lambung berlebih
Menghentikan peradangan
Keterolac IV 2 x 30
nyeri
36

B. Analisa Data
No. Data Etiologi Problem/Masalah
1 DO : Obstruksi lumen apendiks Nyeri akut
1. Skala nyeri 3 (0-10)
2. Terdapat luka post op Infeksi sekunder bakteri
3. Klien tampak meringis
Peradangan/inflamasi
DS :
1. Klien mengatakan nyeri Respons antigen dan antibody
yang dirasakan hilang
timbul Pengeluaran mediator kimia

Mengiritasi saraf saraf bebas


di abdomen

Sensasi nyeri

Nyeri akut
2 DO : Pembedahan Intoleransi
1. Klien tampak lemas Aktivitas
2. Luka insisi post op

DS : Nyeri saat bergerak, istirahat


1. Klien mengatakan sulit dan beraktivitas
beraktivitas
2. Klien merasakan tidak Intoleransi aktivitas
nyaman
3 DO : Peradangan apendiks Resiko Infeksi
-
Nyeri
DS :
Distensi abdomen
37

1. Pasien Menekan gaster


mengatakan tidak
nyaman Peningkatan produksi HCL
2. Pasien mengeluh
sulit tidur Pemasangan NGT
3. Pasien
mengatakan mual Gangguan rasa nyaman

C. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas


1) Nyeri akut b.d post op

2) Intoleransi aktivitas b.d

3) Resiko Infeksi b.d efek prosedur invasif


38

D. Rencana Asuhan Keperawatan


Nama Pasien : Tn. W Ruangan : Multazam 2
No. Medrek : 000823826 Diagnosa Medis: APP Perforasi
TanggaL : 02 November 2021
No. Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
DX Keperawatan
DX1 Nyeri Akut b.d Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi
agen cedera fisik keperawatan selama 3 x 24 1. Identfikasi lokasi, 1. Mengetahui lokasi, karakteristik, durasi,
jam nyeri akut teratasi karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri pada
dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas, pasien
1. Skala nyeri berkurang intesitas nyeri 2. Mengetahui seberapa besar nyeri yang
2. Klien tampak rileks 2. Identifikasi skala nyeri dirasakan pasien
3. Klien mengatakan 3. Identifikasi faktor yang 3. Mengetahui faktor memperberat dan
nyeri nya berukurang memperberat dan memperingan nyeri agar bisa dikontrol
memperingan nyeri Terapeutik
Terapeutik 4. Agar nyeri pasien berkurang
1. berikan teknis nonfarkamo Edukasi
(teknik relaksasi) 5. Klien mengetahui cara agar nyerinya
Edukasi berkurang : Dengan pemberian terapi
relaksasi teknik nafas selama ± 10 menit
39

1. Ajarkan teknik dapat meredakan atau mengurangi intensitas


nonfarmako untuk nyeri dilakukan selama tiga kali
mengurngi rasa nyeri
DX2 Intoleransi Setelah dilakukan Observasi Observasi
aktivitas b.d intervensi keperawatan 1. Identifikasi toleransi 1. Mengetahui apakah pasien mampu
selama 3x24 jam maka fisik untuk melakukan melakukan mobilisasi
intoleransi aktivitas pergerakkan 2. Mobilisasi dapat mempengaruhi kondisi
menurun dengan kriteria 2. Monitor kondisi umum umum pasien
hasil : selama melakukan Terapeutik
1. Klien mampu mobilisai 3. Agar selama pergerakkan pasien dibantu oleh
beraktivitas tanpa bantuan Terapeutik keluarga
2. Klien tampak tidak 1. Libatkan keluarga untuk Edukasi
lemas membantu pasien dalam 4. Tujuan mobilisasi yaitu mempertahankan
meningkatkan fungsi tubuh, memperlancar peredaran darah
pergerakkan sehingga mempercepat penyembuhan luka
Edukasi 5. Agar pasien tidak kaku, peredaran darah bagus
1. Jelaskan tujuan dan dan mengurangi terjadinya dekubitus
prosedur mobilisasi
2. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan
40

DX3 Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi


keperawatan 3x24 jam 1. Monitor kepatenan 1. Apakah selang terfiksasi dengan paten atau
maka resiko infeksi bisa selang gastrointestinal tidak
teratasi dengan kriteria 2. Monitor adanya 2. Mengetahui adanya perlukaan saat pemakian
hasil: perlukaan pada sekitar selang
1. Pasien merasa lubang hidung akibat 3. mengetahui apakah pasien ada keluhan mual
nyaman fiksasi muntah dan mengetahui bising usus pasien
2. pasien tidak 3. Monitor keluhan 4. mengetahui keseimbangan, jumlah, dan
mengeluh sulit mual/muntah, bising karakteristik cairan
tidur usus Terapeutik
3. pasien rileks 4. Monitor keseimbangan 1. agar mulut dan hidung pasien tidak ada luka
4. pasien tidak cairan, jumlah dan dan tetap lembab
mengeluh mual karakteristik cairan yang 2. agar mulut pasien tidak kering
keluar dari selang Edukasi
Terapeutik 1. untuk membantu pemberian makanan dan
1. Rawat hidung dan mulut obat-obatan kepada pasien yang tidak bisa
tiap shiff mengonsumsi makanan atau obat dari mulut.
2. Pertahankan kelembaban
mulut
Edukasi
41

1. Jelaskan tujuan dan


prosedur pemasangan
selang
42

E. Implementasi dan Evaluasi


Nama Pasien : Tn.W Ruangan : Multazam 2
No. Medrek : 823836 Diagnosa Medis : APP Perforasi

Hari/Tanggal Waktu Dx Implementasi Dan Catatan Perkembangan Evaluasi Nama dan paraf
Selasa 08.00 -Pemberian obat ceftriaxone S=Klien mengatakan nyeri, tidak
02-11-21 10.00 Observasi TTV nyaman saat bergerak, belum flatus
TD: 120/60 O= skala nyeri 3, tampak lemas
N:80 A=intevensi belum teratasi
R:20 P=lanjutkan intervensi:
S:36,0 - pemberian obat metronidazole dan
-BU Hipoaktif keterolac
-Identifikasi faktor yang memperberat dan -Observasi TTV
memperingan nyeri -pemberian obat ceftriaxone
-identifikasi skala nyeri -perawatan luka
-jelaskan tujuan dan prosedur teknik -melepaskan 1 selang drainase
nonfarmako - Identifikasi faktor yang memperberat
-ajarkan teknik nonfarmako dan memperingan nyeri
-Ajarkan mobilisasi mika-miki -identifikasi skala nyeri
43

Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, -ajarkan teknik nonfarmako


frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri -up selang NGT
-jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi Observasi TTV
-libatkan keluarga dalam membantu -pemberian obat keterolac dan
pergerakkan metronidazole
-Monitor kepatenan selang gastrointestinal
-Monitor adanya perlukaan pada sekitar
lubang hidung akibat fiksasi
16.00 -Monitor keluhan mual/muntah, bising usus
-Monitor keseimbangan cairan, jumlah dan
karakteristik cairan yang keluar dari selang
-Rawat hidung dan mulut tiap shiff
-Pertahankan kelembaban mulut
-Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan
selang
-pemberian obat metronidazole dan keterolac
Rabu/ 03-11- 08.00 -Observasi TTV S=Klien mengatakan nyeri berkurang
21 10.00 TD: 120/60 dan mengatakan sudah nyaman karena
N:87 selang ngt sudah dilepas.
44

R:22 O= skala nyeri 2, klien tampak tidak


S:36,4 lemas
16.00 -pemberian obat ceftriaxone A=intevensi sudah teratasi
-perawatan luka P=Intervensi dihentikan
-melepaskan 1 selang drainase
- Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
-identifikasi skala nyeri
-ajarkan teknik nonfarmako
-up selang NGT
Observasi TTV
TD:120/70
N:85
R:22
S:36,7
-pemberian obat keterolac dan metronidazole
-observasi TTV
TD: 120/80
N:80
45

R:22
S:36,5
-lepas selang drainase
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Apendisitis
Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks yang berbahaya jika tidak
dotangani dengan segera dimana akan terjadinya infeksi berat yang bisa
menyebabkan pecahnya lumen usus. Apendisitis perforasi adalah pecahnya
apendiks yang sudah ganggren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga
perut sehingga terjadi peritonitis umum.
B. Skala nyeri

a) Skala nyeri deskriptif

b) Skala identitas nyeri numerik

c) Skala analog visual

46
47

d) Skala nyeri bourbanis

Keterangan :
10 :Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan, secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan


baik.
4-6 : Nyeri sedang, Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat
mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat, secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,
memukul, nyeri sudah tidak bisa dikontrol
48

Faces pain scale – wong


Digunakan apabila klien tidak mampu mneyatakan nyerinya
melalui skala angka. Termasuk anakanak yang tidak dapat berkomunikasi
secara verbal dan lansia yang mengalami gangguan kognisi dan
komunikasi.
C. Rasio neutrofil-limfosit (RNL)
RNL adalah penanda peradangan subklinis yang dapat membantu
memprediksi komplikasi yang terjadi, dan sesungguhnya mudah dihitung
dari jumlah leukosit diferensial. neutrofil terhadap limfosit adalah prediktor
peradangan yang baik karena telah terbukti efektif dalam menunjukkan
aktivasi dan keparahan serangan akut penyakit radang usus. RNL
menanamkan informasi tentang 2 jalur imun dan inflamasi yang berbeda.
Jumlah neutrofil menunjukkan peradangan aktif dan berkelanjutan,
sementara jalur regulasi ditunjukkan oleh jumlah limfosit. Limfosit dan
netrofil merupakan bagian dari pada leukosit yang mana fungsi leukosit ini
untuk membunuh yang bukan merupakan sel normal dalam tubuh. Leukosit
akan meningkat ketika tubuh mengalami infeksi dan apendisitis adalah
infeksi pada appendiks atau yang biasa dikenal dengan nama usus buntu.
Salah satu respons fisiologis pada sistem imunitas terhadap inflamasi
sistemik adalah peningkatan jumlah neutrofil serta penurunan jumlah
limfosit. Peradangan apendiks biasanya dimulai pada mukosa dan kemudian
melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks mulai dari submukosa, lamina
muskularis, dan lamina serosa. Terjadinya peningkatan jumlah neutrofil
serta penurunan jumlah limfosit disebabkan perubahan dinamika dan
regulasi apoptosis pada keadaan inflamasi sistemik jika dibandingkan
dengan keadaan noninflamasi.
D. Terapi obat
Cefriaxone merupakan obat antibiotik golongan sefalosporin yang
bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri atau membunuh
bakteri. Obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah infeksi pada luka
operasi.
49

Metronidazole adalah antibiotik yang melawan infeksi bakteri pada


lambung atau usus, hati, kulit, persendian, otak, jantung, dan saluran
pernapasan.Metronidazole bekerja dengan menghentikan pertumbuhan
bakteri penyebab infeksi.
Ranitidin adalah obat untuk mengurangi jumlah asam lambung dalam
perut. Obat ini berfungsi untuk mengatasi dan mencegah rasa panas pada
perut (heartburn), maag, dan sakit perut yang disebabkan oleh tukak
lambung. Ranitidin juga digunakan untuk mengobati dan mencegah
berbagai penyakit perut dan kerongkongan yang disebabkan oleh terlalu
banyak asam lambung, misalnya erosive esophagitis dan refluks asam
lambung.
Keterolac adalah obat untuk meredakan nyeri dan peradangan. Obat
ini sering digunakan setelah operasi atau prosedur medis yang bisa
menyebabkan nyeri.
E. Bising usus hipoaktif
Normalnya bising usus tidak ada atau hipoaktif adalah pasien
pascaoperasi dengan anestesi umum. Sedangkan peristaltik usus yang lama
tidak muncul menandakan ketiadaan peristaltik mungkin akibat dari
obstruksi usus tahap lanjut, ileus paralitik atau peritonitis
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terlambat dan ruptur telah terjadi untuk beberapa hari
bahkan beberapa minggu, abses biasanya telah terbentuk dan perforasi dapat
sudah menutup. Jika abses kecil, dapat ditatalaksana dengan antibiotik,
tetapi biasanya abses memerlukan drainase. Tabung kecil dari plastik atau
karet dimasukkan lewat kulit ke dalam abses dengan bantuan ultrasound
atau CT yang menunjukkan lokasi abses. Tabung tersebut mengalirkan pus
ke luar tubuh. Apendiks dapat diangkat beberapa minggu atau bulan setelah
abses dikeluarkan. Ini disebut interval apendektomi dan dilakukan untuk
mencegah serangan apendisitis berikutnya.
Insisi sepanjang 2-3 inci dibuat pada kulit dan lapisan dinding perut
diatas area apendiks yaitu pada kuadran kanan bawah abdomen. Setelah
50

insisi dibuat ahli bedah akan melihat daerah sekitar apendiks, apakah ada
masalah lain selain apendisitis, jika tidak ada, apendiks akan diangkat.
Pengangkatan apendiks dilakukan dengan melepaskan apendiks dari
perlekatannya dengan mesenterium.
Abdomen dan kolon, menggunting apendiks dari kolon, dan menjahit
lubang pada kolon tempat apendiks sebelumnya. Jika ada abses, pus akan
didrainase. Insisi tersebut lalu dijahit dan ditutup. Teknik terbaru dengan
laparoskopi. Laparoskopi adalah prosedur pembedahan dengan fiberoptik
yang dimasukkan ke dalam abdomen melalui insisi kecil yang dibuat pada
dinding abdomen. Dengan laparoskopi kita bisa melihat langsung apendiks,
organ abdomen dan pelvis yang lain. Jika apendisitis ditemukan, apendiks
dapat langsung diangkat melalui insisi kecil tersebut. Laparoskopi
dilakukan dengan anestesi general. Keuntungannya setelah operasi,
nyerinya akan lebih sedikit karena insisinya lebih kecil serta pasien bisa
kembali beraktivitas lebih cepat. Keuntungan lain adalah dengan
laparoskopi ini ahli bedah dapat melihat abdomen terlebih dahulu jika
diagnosis apendisitis diragukan. Sebagai contoh, pada wanita yang
menstruasi dengan rupture kista ovarium yang gejalanya mirip apendisitis.
Usus buntu yang sudah pecah/ mengalami perforasi sayatan luka
operasi biasanya agak cukup lebar (bisa di samping/kanan bawah perut atau
di bagian tengah perut-tegak lurus) dan umumnya disertai pemasangan drain
(selang) di perut kanan bawah. Drain/selang ini fungsinya adalah untuk
mengeluarkan/mengalirkan sisa bekuan darah/nanah yang berasal dari
rongga perut.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Apendisitis adalah radang pada usus buntu atau dalam bahasa latinnya
appendiks vermivormis, yaitu suatu organ yang berbentuk memanjang dengan
panjang 6-9 cm dengan pangkal terletak pada bagian pangkal usus besar bernama
sekum yang terletak pada perut kanan bawah (Handaya, 2017).
Dalam penatalaksanaan asuhan keperawatan pasien dengan apendiksitis yang
menjadi kelolaan di Ruangan Multazam 2, merupakan suatu bentuk
pendokumentasian dan menjabarkan secara rinci tentang teori konseptual mengenai
kanker kandung kemih dan bagaimana cara memberikan penatalaksaan yang cepat
dan tepat. Pada akhirnya diharapkan pembaca memahami dan menerapkan asuhan
keperawatan pada kasus pemenuhan gangguan rasa nyaman (nyeri) secara
komprehensif.
B. Saran
Pada penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien apendiksitis, perawat
mampu menyiapkan kondisi fisik maupun fisiologis pasien terhadap masa
perawatan yang lama. Perawat harus mampu mengajarkan pasien bagaimana cara
untuk perawatan dirumah atau menjaga kebersihan area luka dengan mencuci
dengan menggunakan air sabun dan perawatan luka.

51
DAFTAR PUSTAKA
Haryono, Rudi. (2016). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.
Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Irianto, K. 2015. Memahami Berbagai Penyakit. Bandung: Alfabeta
LeMone, Burke, & Bauldoff, (2016). Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa.
Jakarta: EGC
Manurung, Melva, Tumpal Manurung dan Perawaty Siagian. (2019). Pengaruh
Teknik Relaksasi Benson Terhadap Penurunan Skala Nyeri Post Operasi
Appendixtomy Di RSUD Porsea. Jurnal Keperawatan Priority, Vol 2 No 2 Juli
2019 ISSN 2614-4719.
Mardalena, Ida. (2017). Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Gangguan Sistem
Pencernaan.Yogyakarta : Pustaka Baru Press
Mutaqqin, Arif & Kumala Sari. (2011). Gangguan Gastrointestinal Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Nanda International. 2018. Nanda International Nursing Diagnoses: Definitions
and Classification 2018 - 2020. 11th Edition. Jakarta: PenerbitBuku Kedokteran
EGC
Nurfaridah, V. (2015). Penurunan Tingkatan Nyeri Post OperasI Appendisitis
dengan Teknik Distraksi Nafas Ritmik.E-Journal (E-Kep). Vol.7 No. 2
Prasetyo, sigit (2010) konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Rosdahl, Kowalski. (2014). Buku Ajar Keperawatan Dasar. EGC. Jakarta Smeltzer,
Suzanne C dan Bare, Brenda G. (2002).Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8
Volume 2. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidayat, R. (2016). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer & Bare. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth/ editor, Suzzane C. Smeltzer, Brenda G. Bare; alih bahasa, Agung
Waluyo, dkk. Jakarta: EGC.
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2016). Definisi dan Indikator
Diagnostik. Indonesia Persatuan Perawat Indonesia Edition Jakarta Selatan.
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2016). Definisi dan Indikator
Diagnostik. Indonesia Persatuan Perawat Indonesia Edition Jakarta Selatan.
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (2016). Definisi dan Indikator Diagnostik.
Indonesia Persatuan Perawat Indonesia Edition Jakarta Selatan.
Tamsuri. (2007). Konsep Dan Penatalaksanaan Nyeri EGC, Jakarta.
Wijaya, I Putu Artha. 2017. Analisa Faktor-faktor yang Memperngaruhi.
IntesitasiNyeri Pasien Pasca Bedah Abdomen Dalam Konteks Asuhan.
Keperawatan. RSUD Badung Bali.

Anda mungkin juga menyukai