Disusun Oleh:
Afdhalun Nisa 402021038
Aris Muji Pamungkas 402021087
Ayu Yuliyani 402021096
Khoirunnisa Oktaviani S 402021030
Sophie Amalia 402021074
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apendiksitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab akut abdomen paling sering. Apendisitis akut dapat
disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang bakteria yang dicetuskan
oleh beberapa faktor pencetus diantaranya hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor
apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat (Haryono, 2016). Apendisitis akut
sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang umbai cacing yang
memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum
lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini
sering disertai mual dan kadang ada muntah, umumnya nafsu makan berkurang.
Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney,
disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelasnya letaknya sehingga merupakan
nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat
konstipasi. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya
perforasi (Sjamsuhidajat, 2016).
World Health Organization (WHO) memperkirakan insiden apendisitis di
dunia tahun 2019 mencapai 8 % dari keseluruhan penduduk dunia. WHO
menyatakan angka kematian akibat apendisitis di dunia adalah 0,2-0,8 % dan
meningkat sampai 20 % pada penderita yang berusia kurang dari 18 tahun dan lebih
dari 70 tahun. Berdasarkan data dunia di negara-negara berkembang menurut WHO
(World Health Organization) di beberapa negara 2 berkembang memiliki prevalensi
yang tinggi seperti di negara singapura berjumlah 15% pada anak-anak dan 16,5 %
pada dewasa, Thailand 7% pada anak-anak dan dewasa, dan di negara maju seperti
Amerika Serikat berjumlah 11% sedangkan di Indonesia yang mengalami
apendisitis sebanyak 32% dari jumlah populasi di Indonesia (Depkes, 2019).
Bila diagnosis klinis sudah jelas tindakan paling tepat dan merupakan satu-
satunya pilihan yang baik adalah apendiktomi. Apendiktomi adalah pembedahan
untuk mengangkat apendiks dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko
1
2
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada post operasi
apendiksitis dengan nyeri akut di ruang Multazam 2 Rumah Sakit
Muhammadiyah Bandung.
b. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep teori pada kasus apendiksitis di ruang
Multazam 2 Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung.
b. Untuk mengetahui pengkajian pada kasus apendiksitis di ruang
Multazam 2 Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung.
c. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada kasus apendiksitis di
ruang Multazam 2 Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung.
d. Untuk mengetahui rencana asuhan keperawatan pada kasus apendiksitis
di ruang Multazam 2 Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung.
e. Untuk mengetahui implementasi dan evaluasi keperawatan pada kasus
apendiksitis di ruang Multazam 2 Rumah Sakit Muhammadiyah
Bandung.
BAB II
TIJAUAN TEORI
3. Klasifikasi
a. Appendisitis Akut
4
5
b. Appendisitis kronis
Diagnosis apendisitis kronis baru bisa ditegakkan jika ditemukan tiga hal
yaitu, pertama, pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan bawah
abdomen selama paling sedikit 3 minggu tanpa alternatif diagnosis lain. Kedua,
setelah dilakukan apendiktomi, gejala yang dialami pasien akan hilang. Ketiga,
secara histopatologik gejala dibuktikan sebagai akibat dari inflamasi kronis
yang aktif atau fibrosis pada apendiks.
4. Manifestasi Klinis
Beberapa manifestasi klinis yang sering muncul pada apendisitis antara lain
sebagai berikut:
b. Bisa disertai nyeri seluruh perut apabila sudah terjadi perionitis karena
kebocoran apendiks dan meluasnya pernanahan dalam rongga abdomen
c. Mual
d. Muntah
f. Konstipasi
g. Demam
5. Patofisiologi Appendisitis
6. Komplikasi
a. Perforasi apendiks
b. Peritonitis
Abses adalah peradangan pada spendiks yang berisi nanah. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis.
7. Pemeriksaan Penunjang
b. Pemeriksaan Radiologi
8. Penatalaksanaan
a. Definisi Apendiktomi
a) Observasi pasien
2) Tindakan Operasi
a) Observasi TTV
b) Sehari pasca operasi, posisikan pasien semi fowler, posisi ini dapat
mengurangi tegangan pada luka insisi sehingga membantu mengurangi
rasa nyeri
e) Dua hari pasca operasi, diberikan makanan saring dan pada hari
berikutnya dapat diberikan makanan lunak
9. Definisi Nyeri
Nyeri juga dapat di definisikan sebagai perasaan kurang senang, lega dan
sempurna dalam dimensi fisik psikospiritual, lingkungan dan sosial (SDKI, 2016).
Perasaan tidak nyaman yang dialami pasien dengan keluhan nyrei sangat subyektif
11
dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi
perasaan tersebut.
Nosiseptor kutanius berasal dari kulit dan subkutan. Nyeri yang berasal dari
daerah ini biasanya mudah untuk dilokalisasi dan didefinisikan. Resptor jaringan
kulit (kutaneus) terbagi dalan dua komponen, yaitu:
12
1. Serabut A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6-30 m/det)
yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam, yang akan cepathilang apalagi
penyebab nyeri dihilangkan.
2. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan transmisi 0,5-2 m/det)
terdapat pada daerah yang lebh dalam, nyeri biasanya bersifattumpul dan
sulit dilokalisasi.
13
Pathway
Keterangan :
10 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan, secara obyektif klien dapat
berkomunikasi denganbaik.
4-6 : Nyeri sedang, Secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapatmenunjukkan lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah
dengan baik.
7-9 : Nyeri berat, secara obyektif klien terkadang tidak
dapat mengikutiperintah tapi masih respon terhadap
tindakan, dapat menunjukkanlokasi nyeri, tidak
dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi,memukul, nyeri sudah tidak bisa
dikontrol
2. Faces pain scale – wong
Digunakan apabila klien tidak mampu mneyatakan nyerinya melalui skala
angka. Termasuk anakanak yang tidak dapat berkomunikasi secara verbal dan
lansia yang mengalami gangguan kognisi dan komunikasi
16
2. Nyeri Kronis
Merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan
konstan, yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Tanda dan gejala nyeri
kronis (SDKI, 2016):
a. Mengeluh nyeri
b. Merasa depresi (tertekan)
c. Tampak meringis
18
d. Gelisah
e. Tidak mampu menuntaskan aktivitas
f. Merasa takut mengalami cedera berulang
g. Bersikap protektif (mis. posisi menghindari nyeri)
h. Waspada
i. Pola tidur berubah
j. Anoreksia
k. Focus menyempit
l. Berfokus pada diri sendiri
5. Ansietas b.d
a. Penyakit kronis progresif (mis. kanker, autoimun)
b. Penyakit akut
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Perencanaan keperawatan yang dibuat untuk klien nyeri diharapkan berorientasi
untuk memenuhi hal-hal berikan:
a. Klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri.
b. Klien melaporkan adanya peningkatan rasa nyaman
c. Klien mampu mempertahankan kondisi fisik, psikologi yang dimiliki
d. Klien mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab nyeri.
e. Klien mampu mengunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa
nyeri saat dirumah.
22
jika perlu
Pemberian Analgesik
Observasi
- Identifikasi karakteristik nyeri
- Identifikasi riwayat alergi obat
Observasi
relaksasi
Kolaborasi
jika perlu
Terapi Relaksasi
Observasi
- Identifikasi penurunan tingkat
energi, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala lain
yang mengganggu kemampuan
kognitif
- Identifikasi teknik relaksasi yang
diberikan
- Periksa ketegangan otot, frekuensi
nadi, tekanan darah dan suhu
sebelum dan sesudah Latihan
- Monitor respons terhadap
relaksasi
Teurapetik
- Ciptakan lingkungan yang tenang
dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
- Berikan informasi tertulis tentang
persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat, batasan
dan jenis relaksasi yang tersedia
- Jelaskan secara rinci intervensi
- Ajurkan mengambil
posisinyaman
- Anjurkan rileks dan
merasakansensasi relaksasi
- Demonstrasikan dan latih
teknikrelaksasi
Pemberian Analgesik
Observasi
- Identifikasi kesesuaian
jenisanalgetik
- Monitor TTV sebelum
dan sesudah pemberian
analgetik
- Monitor keefektifan analgetik
Teurapetik
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn.W
Tanggal Lahir : 21 Mei 2000
Usia : 21 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Perum Batuaji Permai Blok C17,21
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Status marital : Tidak menikah
Nomor RM : 823836
Diagnosa Medis : APP Peforasi
Tanggal Pengkajian : 01-November-2021
Tanggal Masuk RS : 30-Oktober-2021
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Nyeri dibagian perut
b. Riwayat Kesehatan Sekarang:
Pada tanggal 29 pasien mengeluhkan nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari
SMRS. Tanggal 28 pasien mengekuh nyeri perut kanan bawah secara menyeluruh
muntah 7x, lalu pasien belum BAB disertai demam. Sejak dikaji ketika post op
pasien mengeluh nyeri bagian perut tampak meringis, nyeri yang dirasakan adalah
hilang timbul, nyeri hilang ketika sedang beristirahat, skala nyeri 3, klien
30
31
mengatakan kembung, belum bisa flatus. Klien mengatakan tidak nyaman saat
tertidur dikarenakan terpasangnya selang NGT.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu:
Klien sebelumnya pernah di rawat di rs dengan keluhan lambung
d. Riwayat Kesehatan Keluarga : -
2 Eliminasi
BAB • 2 x/hari • Belum BAB
• Frekuensi • Kuning • Belum
• Warna • Berbentuk • Belum
• Konsistensi • Tidak Ada • Tidak Ada
• Keluhan
BAK
• Frekuensi • Sering • Tidak Tau Karena
Pake DC
• Warna • Kuning • Keruh disertai
• Jumlah (cc) • Banyak darah
• Keluhan • Tidak Ada • 700 cc
• Tidak Ada
4) Abdomen
Tidak terdapat hiperpigmentasi kulit, terdapat luka post op, terpasang
drainase, bising usus hipoaktif, nyeri palpasi di semua kuadran
5) Genital
-
6) Ekstremitas atas
Akral hangat, CRT <2 detik, kekuatan otot bagus, tidak ada sianosis,
reflek patella (+), tidak terdapat lesi
7) Esktremitas bawah
Akral hangat, CRT <2 detik, kekuatan otot bagus, tidak ada sianosis,
tidak ada edema, reflek patella (+), tidak ada lesi
c. Program Terapi
B. Analisa Data
No. Data Etiologi Problem/Masalah
1 DO : Obstruksi lumen apendiks Nyeri akut
1. Skala nyeri 3 (0-10)
2. Terdapat luka post op Infeksi sekunder bakteri
3. Klien tampak meringis
Peradangan/inflamasi
DS :
1. Klien mengatakan nyeri Respons antigen dan antibody
yang dirasakan hilang
timbul Pengeluaran mediator kimia
Sensasi nyeri
Nyeri akut
2 DO : Pembedahan Intoleransi
1. Klien tampak lemas Aktivitas
2. Luka insisi post op
Hari/Tanggal Waktu Dx Implementasi Dan Catatan Perkembangan Evaluasi Nama dan paraf
Selasa 08.00 -Pemberian obat ceftriaxone S=Klien mengatakan nyeri, tidak
02-11-21 10.00 Observasi TTV nyaman saat bergerak, belum flatus
TD: 120/60 O= skala nyeri 3, tampak lemas
N:80 A=intevensi belum teratasi
R:20 P=lanjutkan intervensi:
S:36,0 - pemberian obat metronidazole dan
-BU Hipoaktif keterolac
-Identifikasi faktor yang memperberat dan -Observasi TTV
memperingan nyeri -pemberian obat ceftriaxone
-identifikasi skala nyeri -perawatan luka
-jelaskan tujuan dan prosedur teknik -melepaskan 1 selang drainase
nonfarmako - Identifikasi faktor yang memperberat
-ajarkan teknik nonfarmako dan memperingan nyeri
-Ajarkan mobilisasi mika-miki -identifikasi skala nyeri
43
R:22
S:36,5
-lepas selang drainase
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Apendisitis
Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks yang berbahaya jika tidak
dotangani dengan segera dimana akan terjadinya infeksi berat yang bisa
menyebabkan pecahnya lumen usus. Apendisitis perforasi adalah pecahnya
apendiks yang sudah ganggren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga
perut sehingga terjadi peritonitis umum.
B. Skala nyeri
46
47
Keterangan :
10 :Tidak nyeri
insisi dibuat ahli bedah akan melihat daerah sekitar apendiks, apakah ada
masalah lain selain apendisitis, jika tidak ada, apendiks akan diangkat.
Pengangkatan apendiks dilakukan dengan melepaskan apendiks dari
perlekatannya dengan mesenterium.
Abdomen dan kolon, menggunting apendiks dari kolon, dan menjahit
lubang pada kolon tempat apendiks sebelumnya. Jika ada abses, pus akan
didrainase. Insisi tersebut lalu dijahit dan ditutup. Teknik terbaru dengan
laparoskopi. Laparoskopi adalah prosedur pembedahan dengan fiberoptik
yang dimasukkan ke dalam abdomen melalui insisi kecil yang dibuat pada
dinding abdomen. Dengan laparoskopi kita bisa melihat langsung apendiks,
organ abdomen dan pelvis yang lain. Jika apendisitis ditemukan, apendiks
dapat langsung diangkat melalui insisi kecil tersebut. Laparoskopi
dilakukan dengan anestesi general. Keuntungannya setelah operasi,
nyerinya akan lebih sedikit karena insisinya lebih kecil serta pasien bisa
kembali beraktivitas lebih cepat. Keuntungan lain adalah dengan
laparoskopi ini ahli bedah dapat melihat abdomen terlebih dahulu jika
diagnosis apendisitis diragukan. Sebagai contoh, pada wanita yang
menstruasi dengan rupture kista ovarium yang gejalanya mirip apendisitis.
Usus buntu yang sudah pecah/ mengalami perforasi sayatan luka
operasi biasanya agak cukup lebar (bisa di samping/kanan bawah perut atau
di bagian tengah perut-tegak lurus) dan umumnya disertai pemasangan drain
(selang) di perut kanan bawah. Drain/selang ini fungsinya adalah untuk
mengeluarkan/mengalirkan sisa bekuan darah/nanah yang berasal dari
rongga perut.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Apendisitis adalah radang pada usus buntu atau dalam bahasa latinnya
appendiks vermivormis, yaitu suatu organ yang berbentuk memanjang dengan
panjang 6-9 cm dengan pangkal terletak pada bagian pangkal usus besar bernama
sekum yang terletak pada perut kanan bawah (Handaya, 2017).
Dalam penatalaksanaan asuhan keperawatan pasien dengan apendiksitis yang
menjadi kelolaan di Ruangan Multazam 2, merupakan suatu bentuk
pendokumentasian dan menjabarkan secara rinci tentang teori konseptual mengenai
kanker kandung kemih dan bagaimana cara memberikan penatalaksaan yang cepat
dan tepat. Pada akhirnya diharapkan pembaca memahami dan menerapkan asuhan
keperawatan pada kasus pemenuhan gangguan rasa nyaman (nyeri) secara
komprehensif.
B. Saran
Pada penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien apendiksitis, perawat
mampu menyiapkan kondisi fisik maupun fisiologis pasien terhadap masa
perawatan yang lama. Perawat harus mampu mengajarkan pasien bagaimana cara
untuk perawatan dirumah atau menjaga kebersihan area luka dengan mencuci
dengan menggunakan air sabun dan perawatan luka.
51
DAFTAR PUSTAKA
Haryono, Rudi. (2016). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.
Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Irianto, K. 2015. Memahami Berbagai Penyakit. Bandung: Alfabeta
LeMone, Burke, & Bauldoff, (2016). Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa.
Jakarta: EGC
Manurung, Melva, Tumpal Manurung dan Perawaty Siagian. (2019). Pengaruh
Teknik Relaksasi Benson Terhadap Penurunan Skala Nyeri Post Operasi
Appendixtomy Di RSUD Porsea. Jurnal Keperawatan Priority, Vol 2 No 2 Juli
2019 ISSN 2614-4719.
Mardalena, Ida. (2017). Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Gangguan Sistem
Pencernaan.Yogyakarta : Pustaka Baru Press
Mutaqqin, Arif & Kumala Sari. (2011). Gangguan Gastrointestinal Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Nanda International. 2018. Nanda International Nursing Diagnoses: Definitions
and Classification 2018 - 2020. 11th Edition. Jakarta: PenerbitBuku Kedokteran
EGC
Nurfaridah, V. (2015). Penurunan Tingkatan Nyeri Post OperasI Appendisitis
dengan Teknik Distraksi Nafas Ritmik.E-Journal (E-Kep). Vol.7 No. 2
Prasetyo, sigit (2010) konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Rosdahl, Kowalski. (2014). Buku Ajar Keperawatan Dasar. EGC. Jakarta Smeltzer,
Suzanne C dan Bare, Brenda G. (2002).Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8
Volume 2. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidayat, R. (2016). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer & Bare. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth/ editor, Suzzane C. Smeltzer, Brenda G. Bare; alih bahasa, Agung
Waluyo, dkk. Jakarta: EGC.
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2016). Definisi dan Indikator
Diagnostik. Indonesia Persatuan Perawat Indonesia Edition Jakarta Selatan.
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2016). Definisi dan Indikator
Diagnostik. Indonesia Persatuan Perawat Indonesia Edition Jakarta Selatan.
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (2016). Definisi dan Indikator Diagnostik.
Indonesia Persatuan Perawat Indonesia Edition Jakarta Selatan.
Tamsuri. (2007). Konsep Dan Penatalaksanaan Nyeri EGC, Jakarta.
Wijaya, I Putu Artha. 2017. Analisa Faktor-faktor yang Memperngaruhi.
IntesitasiNyeri Pasien Pasca Bedah Abdomen Dalam Konteks Asuhan.
Keperawatan. RSUD Badung Bali.