Anda di halaman 1dari 31

Penatalaksanaan terhadap Plasenta Previa pada Wanita G2P0A1 Hamil 37 Minggu Janin

Presentasi Kepala Tunggal Hidup

Nelly Baharlianti
102017008
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jln. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat, Indonesia
Nellynelly752@gmail.com

Abstrak
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada bagian segmen bawah rahim, sehingga dapat
menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir yang ditandai dengan perdarahan uterus yang dapat keluar
melalui vagina tanpa adanya rasa nyeri pada kehamilan trimester terakhir, khususnya pada bulan
kedelapan. Perdarahan yang keluar berwarna merah segar. Angka kejadian tertinggi dilaporkan pada
studi di Asia dengan angka prevalensi 12.2 per 1000 kehamilan, dan terendah pada studi di Sub
Sahara Afrika dengan prevalensi 2,7 per 1000 kehamilan. Beberapa faktor resiko terjadinya
plasenta previa antara lain usia, riwayat kuretase, sectio caesaria, kehamilan ganda, dan riwayat
plasenta previa sebelumnya. Deteksi dini dapat dilakukan melalui pemeriksaan USG pada
antenatalcare. Penatalaksanaan cara persalinan yang dapat dianjurkan adalah secara sectio
caesarea.
Kata Kunci: plasenta previa, perdarahan pervaginam, faktor resiko plasenta previa, dan penatalaksanaan
plasenta previa

Abstract

Placenta previa is a placenta that implants in the lower uterine segment, so that it can cover part or all
the birth canal characterized by uterine bleeding that can pass through the vagina without pain in the
last trimester of pregnancy, especially in the eighth month. Bleeding that comes out is fresh red. The
highest incidence rate was reported in Asian studies with a prevalence rate of 12.2 per 1000
pregnancies, and the lowest in studies in Sub-Saharan Africa with a prevalence of 2.7 per 1000
pregnancies. Some risk factors for placenta previa include age, history of curettage, caesarean section,
multiple pregnancy, and previous history of placenta previa. Early detection can be done through an
ultrasound examination at antenatalcare. Management of labor that can be recommended
is sectio caesarea

Keywords: placenta previa, vaginal bleeding, risk factors for placenta previa, and management of
placenta previa

1
Pendahuluan

Perdarahan obstetric yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan yang terjadi setelah anak
atau plasenta lahir pada umumnya adalah perdarahan yang berat, dan jika tidak mendapat
penanganan yang cepat bisa mendatangkan syok yang fatal. Salah satu sebabnya adalah plasenta
previa. Oleh sebab itu, perlulah keadaan ini diantisipasi sejak dini selagi perdarahan belum
sampai ke tahap yang membahayaka ibu dan janinnya. Antisipasi dalam perawatan prenatal
adalah sangat mungkin oleh karena pada umumnya penyakit ini berlangsung perlahan diawali
gejala dini berupa perdarahan berulang yang mulanya tidak banyak tanpa disertai adanya rasa
nyeri. Perempuan hamil yang menderita plasenta previa harus segera dirujuk dan diangkut ke
rumah sakit terdekat tanpa dilakukan pemeriksaan dalam karena perbuatan tersebut
memprovokasi perdarahan. Oleh karena itu, melalui makalah ini akan di bahas mengenai gejala,
diagnosis, penyakit yang dengan keluhan serupa hingga penatalaksanaan.

Skenario 10

Seorang perempuan 25 tahun, G1P0A1, hamil 37 minggu ke IGD RS UKRIDA dengan keluhan
keluar darah segar pervaginam secara tiba-tiba tanpa disertai adanya nyeri perut dan kontraksi
pada 2 jam SMRS. Gerakan janin masih dirasakan aktif sampai saat ini. Saat ini perdarahan
sudah tidak berlangsung, namun pasien merasakan adanya kontraksi ringan sebanyak 2x dan
berlangsung hanya, beberapa detik saja 30 menit yang lalu.

Anamnesis

Pada anamnesis dilakukan identifikasi tetang riwayat kesehatan ibu hamil yang bersangkutan
dimulai dari:1

a. Data umum pribadi: nama, usia, alamat, pekerjaan ibu dan suami, lamanya menikah
b. Keluhan utama dan riwayat kehamilan saat ini
1. Lamanya mengalami gangguan tersebut
2. Jenis dan sifat gangguan yang dirasakan ibu, apabila ditinjau dari skenario berupa
keluhan perdarahan maka dapat ditanyakan sebagai berikut:

2
- Perdarahan sejak kapan
- Apakah terus menerus atau ada saat tertentu
- Apakah perdarahan terjadi dalam jumlah yang banyak
- Apakah perdarahan disertai dengan kontraksi
- Apa warna darah yang keluar (darah segar, atau kehitaman/gelap)
- Apakah perdarahan disertai dengan nyeri
3. Identifikasi kehamilan:
- Merupakan kehamilan ke berapa
- Apakah rutin melakukan ANC sebagai berikut:
Pelayanan atau asuhan standar minimal 10 T adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2009) :
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2. Pemeriksaan tekanan darah
3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)
4. Pemeriksaan puncak rahim (tinggi fundus uteri)
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila
diperlukan.
7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan
8. Test laboratorium (rutin dan khusus)
9. Tatalaksana kasus
10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
(P4K) serta KB paska persalinan
- Gerakan bayi dalam kandungan
c. Riwayat haid
1. HPHT (hari pertama haid terakhir)
2. Usia kehamilan dan taksiran persalinan (Rumus Naegle: tanggal HPHT di tambah 7 dan
bulan dikurangi 3)
d. Riwayat kehamilan dan persalinan
1. Asuhan antenatal, persalinan dan nifas kehamilan sebelumnya
2. Cara persalinan
3. Jumlah dan jenis kelamin anak hidup

3
4. Berat badan lahir
5. Infomasi tentang saat persalinan dan keguguran terakhir

e. Riwayat penyakit dalam keluarga


- Diabetes mellitus, hipertensi, atau hamil kembar
- Kelainan bawaan
f. Riwayat penyakit ibu
- Penyakit yang pernah diderita (trauma)
- DM, HDK, Infeksi saluran kemih
- Penyakit jantung
- Infeksi virus berbahaya
- Alergi terhadap obat, makanan, cuaca, atau hewan
- Apakah pernah mendapat transfuse darah dan indikasi tindakan tsb
- Inkompatibilitas rhesus
- Riwayat konsumsi alcohol, obat-obatan terlarang
g. Riwayat penyakit yang memerlukan tindakan pembedahan
- Dilatasi dan kuretase
- Reparasi vagina
- Seksio sesaria
- Operasi non-ginekologi
h. Riwayat mengikuti program keluarga berencana
i. Riwayat imunisasi

Hasil anamnesis menyebutkan bahwa riwayat trauma disangkal. Pemeriksaan ANC dilakukan 2
kali di bidan. Selama pemeriksaan kehamilan tidak ada masalah dan belum pernah USG.
Kehamilan saat ini merupakan kehamilan ke-2 dan kehamilan sebelumnya mengalami abortus
dan dilakukan kuretase 1,5 tahun yang lalu. Gerakan janin masih aktif. Perdarahan saat ini tidak
terjadi namun pasien merasakan kontraksi 2x.

Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum: tampak sakit sedang


b. Kesadaran: compos mentis

4
c. Tekanan Darah: 120/80, nadi: 88x/menit, pernafasan: 20x/menit, T: 36,50C
d. Pemeriksaan head to toe
e. Pemeriksaan abdomen: Tampak membuncit dan terdapat striae gravidarum, linea nigra
(+)

f. Pemeriksaan obstetric
- Inspeksi
Inspeksi dilakukan untuk menilai keadaan ada tidaknya cloasma gravidarum pada
muka/wajah, pucat atau tidak pada selaput mata, dan ada tidaknya edema. Pemeriksaan
selanjutnya adalah pemeriksaan pada leher untuk menilai ada tidaknya pembesaran
kelenjar gondok atau kelenjar limfe. Pemeriksaan dada untuk menilai bentuk buah dada
dan pigmentasi putting susu. Pemeriksaan perut untuk menilai apakah perut membesar ke
depan atau pigmentasi linea alba, serta ada tidaknya striae gravidarum.2
Pada skenario di dapatkan ada perdarahan pervaginam oleh karena itu dilakukan
pemeriksaan inspeksi genitalia eksterna Pemeriksaan vulva untuk menilai keadaan
perineum, ada tidaknya tanda chadwick (mukosa vagina tampak merah kebiruan), dan
adanya fluor.2
Kemudian dilakukan pemeriksaan inspekulo dengan cara ambil spekulum dengan tangan
kanan, masukkan ujung telunjuk kiri pada introitus (agar terbuka), masukkan ujung
spekulum dengan arah sejajar introitus (yakinkan bahwa tidak ada bagian yang terjepit)
lalu dorong bilah ke dalam lumen vagina. 3
Setelah masuk setengah, putar spekulum 90º hingga tangkainya ke arah bawah. Atur
bilah atas dan bawah dengan membuka kunci pengatur bilah atas bawah (hingga masing-
masing bila menyentuh dinding atas dan bawah vagina). Tekan pengungkit bilah
sehingga lumen vagina dan serviks tampak jelas (perhatikan ukuran dan warna porsio,
dinding dan sekret vagina atau forniks).3
- Palpasi
1. Leopold 1
Leopold I digunakan untuk menentukan usia kehamilan dan bagian apa yang ada dalam
fundus, dengan cara pemeriksa berdiri sebelah kanan dan menghadap ke muka ibu,
kemudian kaki ibu di bengkokkan pada lutut dan lipat paha, lengkungkan jari-jari kedua

5
tangan untuk mengelilingi bagian atas fundus, lalu tentukan apa yang ada di dalam
fundus. Bila kepala sifatnya keras, bundar, dan melenting. Sedangkan bokong akan lunak,
kurang bundar, dan kurang melenting.tinggi normal fundus selama kehamilan dapat
ditentukan.2

2. Leopold 2
- Kedua tangan pemeriksa berada di sebelah kanan dan kiri perut ibu
- Ketika memeriksa sebelah kanan, maka tangan kanan menahan perutsebelah kiri kea
arah kanan.
- Raba perut sebelah kanan menggunakan tangan kiri dan
rasakan bagian apa yang ada di sebelah kanan. (jika teraba benda yang rata, atau
tidak teraba bagian kecil, terasa ada tahanan, maka itu
adalah punggung bayi, namun jika teraba bagian-bagian yang kecil dan menonjol
maka itu adalah bagian kecil janin)
3. Leopold 3
Leopold III digunakan untuk menentukan bagian apa yang terdapat
di bagian bawah dan apakah bagian anak sudah atau belum terpegang oleh pintu atas
panggul. Caranya:
- Tangan kiri menahan fundus uteri.
- Tangan kanan meraba bagian yang ada di bagian bawah uterus. Jika teraba bagian
tang bulat, melenting keras, dan dapat digoyangkanmaka itu adalah kepala. Namun
jika teraba bagian yang bulat, besar, lunak, dan sulit digerakkan, maka itu adalah
bokong.
- Jika bagian bawah tidak ditemukan kedua bagian seperti yang diatas,
maka pertimbaNgan apakah janin dalam letak melintang.
- Pada letak sungsang (melintang) dapat dirasakan ketika tangan kananmenggoyangkan
bagian bawah, tangan kiri akan merasakan ballottement 
(pantulan dari kepala janin, terutama ini ditemukan padausia kehamilan 5-7 bulan).
- Tangan kanan meraba bagian bawah (jika teraba kepala,
goyangkan, jika masih mudah digoyangkan, berarti kepala belum masuk panggul,
namun jika tidak dapat digoyangkan, berarti kepala sudah masuk panggul). 

6
Lalu lanjutkan pada pemeriksaan Leopold IV untuk mengetahui seberapa jauh kepala
sudah masuk panggul

4. Leopold 4
Leopold IV digunakan untuk menentukan apa yang menjadi
bagian bawah dan seberapa masuknya bagian bawah tersebut ke dalam rongga punggung.
Dengan cara:
1. Pemeriksa menghadap ke kaki pasien
2. Kedua tangan meraba bagian janin yang ada dibawah
3. Jika teraba kepala, tempatkan kedua tangan di dua belah pihak yang berlawanan di bagian
bawah
4. Jika kedua tangan konvergen (dapat saling bertemu) berarti kepala belum masuk ke
panggul
5. Jika kedua tangan divergen (tidak saling bertemu) berarti kepala sudah masuk ke panggul
Leopold:
 Leopold 1: Teraba lunak, bulat, balotemen (-)
 Leopold 2: Teraba datar, memanjang, keras di sebelah kanan ibu
 Leopold 3: Bulat, keras, balotemen (+), masih bisa digerakan
 Leopold 4: Tidak dilakukan

7
Gambar 1. leopold

Kemudian dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan his (kontraksi uterus) dengan cara
meletakkan tangan pada daerah fundus dan mencatat frekuensi, interval, dan durasinya. His
paling tinggi di fundus uteri yang merupakan lapisan ototnya paling tebal dan puncak
kontraksi terjadi simultan di seluruh bagian uterus. Pengukuran dilakukan selama 10 menit.

Pemeriksaan VT (vaginal touche) tidak disaranan karena dapat menyebabkan perdarahan


yang masih pada kasus perdarahan (placenta previa)

Auskultasi

Auskultasi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi yang terbentuk
dalam organ tubuh. Bunyi jantung anak dapat di dengar pada akhir bulan ke-5, walaupun
dengan ultrasonografi dapat diketahui pada akhir bulan ke-3. Bunyi jantung pada anak dapat
terdengar di kiri dan kanan di bawah tali pusat bila presentasi kepala. Bila terdengar setinggi
tali pusat, maka presentasidi daerah bokong. Bila terdengar pada pihak berlawanan dengan
bagian kecil, maka anak fleksi dan bila sepihak maka defleksi.2

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan abdomen tampak membuncit, ada striae gravidarum
dan linea nigra. Pada palpasi leopold I didapatkan teraba lunak, bulat, dan balotemen (-),
leopold II teraba datar, memanjang, dan keras di sebelah kanan ibu. Leopold III teraba bulat,
keras, balotemen (+), dan masih dapat di gerakkan. Pemeriksaan his 1x dalam 15 menit
selama 25 detik dan pada pemeriksaan DJJ 144x/menit (N=120-160).

Pada pemeriksaan inspeksi genitalia eksterna vulva dan uretra tampak tenang, tidak tampak
discharge, darah tidak tampak mengalir keluar. Inspekulo: cerviks livid, posisi

8
ditengah/midline, serviks tampak berdilatasi tampak jaringan menutupi seluruh ostium uteri
internum (OUI) dan tampak sedikit darah yang mengalir dari muara OUI.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada ibu hamil dengan kasus perdarahan adalah
sebagai berikut

1. Pemeriksaan darah lengkap 4


- Hb wanita hamil: N: 11 g/dL
- Hb wanita dewaasa: N: 12-15 g/dL
- Hematocrit: N: 38-46%
- Trombosit: N: 150.000-350.000/uL
- Leukosit: N: 4.500-11.000/uL
- LED: N: 0-15 mm/jam
2. Pemeriksaan Clooting time, bleeding time, APTT, PT 4
- Bleeding time (masa perdarahan): tes ini menguji faktor ekstravaskular, vascular,
dan trombosit (jumlah dan fungsi). Cara Ivy normalnya: 1-6 menit

- Cloting time (masa pembekuan): tes ini menguji pembekuan darah secara
keseluruhan, terutama jalur intrinsic secara kasar. Hasil tes abnormal bila terdapat
defisiensi faktor pembekuan jalan intrinsic yang berat dan trombositopenia (saat ini
sudah jarang dilakukan). Nilai normal masa pembekuan: 9-15 menit

- Activated partial thromboplastin time (masa tromboplastin parsial teraktivasi):


Tes ini menguji pembekuan darah jalan intrinsik (intrinsic pathway) dan jalan
bersama (common pathway). Nilai normal APTT <34 detik.

- Prothrombin time (masa prothrombin)


Tes ini menguji pembekuan darah jalan ektrinsik (extrinsic pathway) dan jalan
bersama (common pathway). Nilai normal: 11,1-13,1 detik

3. USG

9
Dapat rutin dilakukan pada kehamilan dari usia kehamilan 18-22 minggu untuk
identifikasi kelainan kehamilan. Morfologi dan fungsi organ janin dapat di pelajari secara
kasat mata dengan menggunakan USG 2-dimensi. Fungsi hemodinamik uterus, plasenta,
janin dapat dipelajari dengan mudah dan akurat dengan teknik pemeriksaan Doppler.
Pemeriksaan USG pada kehamilan trimester II dan III dilakukan melalui dinding perut
ibu (transabdominal). Pada trimester I pemeriksaan USG paling baik dikerjakan melalui
vagina (transvaginal). 1
Berikut adalah sebagian dari indikasi pemeriksaan USG pada kehamilan trimester I:
- Penentuan adanya kehamilan intrauterine
- Penentuan adanya denyut jantung mudigah atau janin
- Penentuan usia kehamilan
- Penentuan kehamilan kembar
- Perdarahan pervaginam
- Terduga kehamilan ektopik

Beberapa indikasi pemeriksaan USG pada kehamilan trimester II dan III

- Penentuan usia kehamilan


- Evaluasi pertumbuhan janin
- Terduka kematian janin
- Penentuan persentasi janin
- Terduga solutio plasenta
- Terduga plasenta previa

Perlu di perhatikan bahwa plasenta bisa berkembang di bagian mana saja pada
permukaan endometrium, sesuai dengan letak implantasi blastosis. Apabila didapatkan
plasenta yang menutupi ostium uteri internum pada kehamilan trimester I tidak akan
selamanya menjadi plasenta previa. Sebab dengan bertambahnya usia kehamilan,
sebagian besar vili akan mengalami atrofi, uterus semakin membesar, dan segmen bawah
uterus akan terbentuk. Plasenta yang semula menutupi OUI akan bergeser ke atas,
sehingga menjadi normal.

10
Gambar 2. Gambaran placenta previa pada pemeriksaan USG

4. KTG (Kardiotokografi)
Kardiotokografi (KTG) merupakan salah satu alat elektronik yang digunakan untuk dasar
pemantauan terhadap gangguan yang berkaitan dengan hipoksia janin. Melalui penilaian
pola denyut jantung janin dalam hubungannya dengan adanya kontraksi ataupun aktivitas
janin. Frekuensi denyut jantung janin rata-rata sekitar 140 denyut permenit. Nilai normal
denyut jantung janin berkisar antara 120-160 dpm.1

Working Diagnosis

Plasenta Previa Totalis Pada G2P0A1 hamil 37 Minggu Janin Presentasi Kepala Tunggal
Hidup

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian rupa
sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum. Sejalan dengan bertambah
membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim kearah proksimal memungkinkan
plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan
segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik
mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas pembukaan serviks yang
tertutup oleh plasenta. Oleh karena itu pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala
dalam asuha antenatal.1

11
Gambar 3. Placenta previa totalis

Klasifikasi Plasenta Previa

Plasenta previa dapat di klasifikasi sebagai berikut: 1,5,6

1. Placenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostriun uteri
internum
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri
internum
4. Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplitasi pada segmen bawah rahim
demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium
uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm di anggap plasenta letak normal

Gambar 4. Klasifikasi placenta previa

12
Differential Diagnosis

1. Solutio Plasenta
Solutio placenta adalah terlepasnya sebgaian atau seluruh permukaan maternal placenta
dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum
waktunya yakni sebelum anaknya lahir. Solutio placenta kemudian dapat diklasifikasikan
kembali menjadi rupture sinus marginalis (yg terlepas hanya pada bagian yang pinggir
saja), solutio placenta parsialis (lebih luas lagi) atau solutio placenta totalis (seluruh
permukaan maternal plasenta lepas.1,7

Perdarahan yang terjadi dalam banyak kejadian akan merembes antara plasenta dan
myometrium untuk seterusnya menyelinap dibawah selaput ketuban dan akhirnya
memperoleh jalan ke kanalis servikalis dan keluar melalui vagina, akan tetapi, ada
saatnya walaupun jarang, perdarahan tersebut tidak keluar melalui vagina jika:
- Bagian placenta sekitar perdarahan masih melekat pada dinding rahim
- Perdarahan masuk ke dalam kantong ketuban setelah selaput ketuban pecah
karenanya

Gambaran Klinis

Gejala dan tanda klinis yang klasik dari solutio placenta adalah terjadinya perdarahan
yang berwarna tua keluar melalui vagina (80% kasus) kemudian diikuti rasa nyeri perut
dan uterus tegang terus-menerus mirip dengan partus prematurus.1

Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejla dan tanda klinik yaitu, perdarahan melalui
vagina, nyeri pada uterus, kontraksi tetanik pada uterus, dan pada solutio plasenta yg
berat terdapat kelainan denyut jantung bayi pada pemeriksaan KTG.1,7

Pemeriksaan dengan USG pada solutio plasenta lebih membantu dalam diagnosis apabila
dilakukan 48 jam setelah perdarahan karena terlihat lebih ekogenik (gambaran darah
yang telah membeku yang menurut waktu akan terlihat lebih ekogenik). Hal ini
dikarenakan kompleksitas gambaran retroplasenta yang normal mirip dengan gambaran
perdarahan retroplasenta pada solutio placenta.

13
Penggunaan color Doppler bisa membantu diagnosis solutio placenta dimana tidak
terdapat sirkulasi darah yang aktif padanya.

Gambar 5. Solutio plasenta

2. Plasenta Acreta dan Plasenta Increta


Plasenta akreta adalah keadaan vili plasenta yang menginvasi langsung ke miometrium;
plasenta inkreta adalah keadaan vili plasenta yang menginvasi ke dalam myometrium
sedangkan plasenta perkreta menggambarkan invasi miometrium dan serosa, dan kadang-
kadang keorgan-organ yang berdekatan, seperti kandung kemih. Dalam keadaan normal
implantasi plasenta ialah pada dinding depan atau dinding belakang rahim di daerah
fundus uteri. Pada plasenta akreta, bagian dari desidua parietal yang berada di antara
miometrium dan plasenta tersebut hilang, dan terdapat kontak langsung antara sel-sel
trofoblas dengan miometrium. Hilangnya desidua ini menyebabkan tidak ada pembatas
yang menyebabkan plasenta melekat ke miometrium. 8,9
Dalam beberapa decade terakhir kejadian palsenta akreta memiliki hubungan erat dengan
riwayat operasi seksio sesarea berulang, cedera myometrium yang berhubungan dengan
tidakan kuretase. Faktor risiko tambahan meliputi usia ibu dan multiparitas, bedah rahim
lain sebelumnya, ablasi endometrium, Asherman syndrome, leiomyoma, anomali rahim,
hipertensi dalam kehamilan, dan merokok.9

Gambaran Klinis
Rata-rata pasien dengan plasenta akreta tidak menunjukkan gejala. Gejala yang
berhubungan dengan plasenta akreta mungkin termasuk perdarahan vaginal dan kram.
14
Temuan ini sebagian besar terlihat pada kasus dengan plasenta previa, yang merupakan
faktor risiko terkuat untuk plasenta akreta. Untuk gejala klinis yang membedakan dengan
plasenta increta tidak ada yang mencolok dan dapat dibedakan berdasarkan pemeriksaan
penunjang.9,10
Diagnosis
Ultrasonografi (USG) dan color doppler dua metode ini merupakan lini pertama untuk
mendiagnosis plasenta akreta. untuk antepartum plasenta akreta dapat ditegakkan pada
pemeriksaan saat trimester kedua dan ketiga dikarenakan vascular lakuna dalam plasenta
telah memiliki korelasi dengan sensitivitas yang tinggi (80% - 90%) dan tingkat positif
palsu rendah untuk plasenta akreta. Parameter-parameter USG yang dilihat pada
trimester kedua untuk mendeteksi adanya plasenta akreta meliputi lokasi dari plasenta,
hilangnya zona retroplasenta, hubungan antara vesika urinaria dan uterus yang tipis dan
iregular, mengukur ketebalan dari lapisan miometrium, adanya pulau-pulau lakuna di
dalam plasenta, adanya pembuluh darah yang menyeberang dari plasenta ke vesika
urinaria yang nampak dengan menggunakan color Doppler.
MRI dianggap sebagai modalitas tambahan untuk melengkapi akurasi diagnostik
ultrasonografi. Peran MRI dalam mendiagnosis plasenta akreta masih diperdebatkan.
MRI lebih baik dalam mendeteksi kedalaman infiltrasi di kasus plasenta akreta. Para
peneliti akan menganjurkan MRI apabila dalam pemeriksaan USG-nya meragukan. 10,11

Gambar 6. Gambaran kelainan plasenta accrete, increta dan perkreta

15
3. Plasenta Percreta
Plasenta perkreta adalah keadaan vili plasenta yang menginvasi lebih dalam dari
miometrium hingga ke serosa bahkan sampai ke organ intraabdomen lainnya seperti
kandung kemih. Meskipun kejadian keseluruhan plasenta percreta sangat rendah, resiko
kasus ini meningkat dengan adanya riwayat sectio caesarea.9

Gambaran Klinis
Sebagian besar kasus plasenta percreta yang melibatkan kandung kemih hanya dikenali
pada saat persalinan. Gejala klinis seperti gross hematuria jarang terjadi ketika gangguan
tersebut mengenai kandung kemih dan hanya terjadi pada 25% kasus plasenta percreta.
Tidak seperti perdarahan prepartum trimester ketiga tanpa rasa sakit yang biasa terjadi
pada plasenta previa, perdarahan plasenta perkreta pada vagina lebih cenderung
menyakitkan karena invasi jaringan plasenta yang berdarah ke dalam dinding rahim.
Beberapa pasien dengan plasenta percreta bahkan menggambarkan riwayat nyeri perut
bagian bawah yang tumpul dan terus menerus selama kehamilan mereka.12
Diagnosis
Untuk mengidentifikasi apakah seseorang mengalami plasenta percreta dapat
menggunakan USG, magnetic resonance imaging (MRI), dan cystoscopy. Ultrasonografi
grayscale, ketika dilakukan pada trimester pertama, akan mengungkapkan kantung rahim
yang low-lying dengan miometrium yang tipis. Temuan sonografi selama trimester kedua
dan ketiga termasuk lacuna plasenta (danau vaskular dengan berbagai bentuk dan ukuran
yang terlihat dalam parenkim plasenta), perbatasan tidak teratur antara kandung kemih
dan miometrium, miometrium tipis, dan hilangnya ruang jernih (hilangnya lapisan
desidua) dari plasenta. Cystoscopy mungkin sering menunjukkan kelainan dinding
kandung kemih posterior. MRI sering digunakan untuk merencanakan kelahiran sesar dan
histerektomi peripartum.11,12
4. Vasa Previa
Vasa previa adalah keadaan dimana pembuluh darah janin berada di dalam selaput
ketuban dan melewati ostium uteri internum untuk kemudian sampai ke dalam insersinya
tali pusat. Perdarahn terjadi bila selaput ketuban yang melewati pembukaan serviks robek
atau pecah dan vascular janin itupun ikut terputus.1,7, 12

16
Gambaran Klinis
- Perdarahan dapat timbul mulai pada usia kehamilan diatas 24 minggu
- Darah yang keluar berwarna merah segar
- Tidak disertai atau dapat disertai nyeri perut dan kontraksi uterus
- Perdarahan segera setelah ketuban pecah dan area perdarahan ini berasal dari anak
maka dengan cepat bunyi DJJ janin akan menjadi buruk

Diagnosis

Pada kasus vasa previa jarang terdiagnosa sebelum persalinan, namun dapat diduga jika
pada saat antenatal care dilakukan USG dengan color Doppler yang dapat
memperlihatkan adanya pembuluh darah pada selaput ketuban di dapan ostium uteri
internum. Selain itu juga dapat dilakukan tes APT (kleihause-Betke) yang adalah uji
pelarutan basa hemoglobin. Karena darah janin, maka eritosis tersebut tidak akan pecah
dan campuran akan tetap berwarna merah, namun jika darah tersebut berasal dari ibu,
maka eritrosit akan pecah dan campuran berubah menjadi warna coklat.1,13

Gambar 7. Kelainan vasa previa

Epidemiologi

Insiden plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia diatas
30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal. Uterus
bercacat ikut mempertinggi angka kejadiannya. Pada beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah
dilaporkan insidennya berkisar 1,7% -2,9%. Di negara maju insidensinya lebih rendah yaitu <

17
1% mungkin disebabkan berkurangnya perempuan hamil paritas tinggi. Dengan meluasnya
penggunaan ultrasonografi dalam obstetric yang memungkinkan deteksi lebih dini, insiden
plasenta previa bisa lebih tinggi.1

Sebuah tinjauan sistematik melaporkan bahwa prevalensi plasenta previa secara umum sebesar
5,2  per 1000 kehamilan per tahun. Angka kejadian tertinggi dilaporkan pada studi di Asia
dengan angka prevalensi 12.2 per 1000 kehamilan, dan terendah pada studi di Sub Sahara Afrika
dengan prevalensi 2,7 per 1000 kehamilan.14

Etiologi

Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah diketahui dengan pasti.
Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua didaerah segmen bawah rahim.
Teori lain mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang
tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut,
cacat rahim misalnya bekas bedah sesar, kuretase, dan mioimektomi. 1,6

Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali. Berdasarkan
penelitian observasi yang telah di publikasi pada tahun 2017 menunjukkan bahwa merokok
selama kehamilan secara signifikan terkait dengan peningkatan risiko plasenta previa.15

Adapun perempuan perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat.
Hipoksemia akibat karbo mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi
hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda
dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah
wahim sehingga menutupi sebgian atau seluruh ostium uteri internum.1,6

Faktor Resiko

a. Usia
Diketahui bahwa umur adalah antara 20-35 tahun, baik di bawah dan di atas umur tesebut
akan meningkatkan risiko pada kehamilan dan persalinannya termasuk placenta previa.
Prevalensi placenta previa akan meningkat tiga kali lipat pada usia di atas 35 tahun
karena endometrium akan menjadi kurang subur. Usia optimal yang aman bagi ibu untuk
hamil dan melahirkan adalah diantara 20–35 tahun. Pada usia < 20 tahun organ

18
reproduksi seorang wanita belum siap untuk menerima kehamilan demikian juga dengan
jaringan endometriumnya. Ketidaksiapan jaringan endometrium inilah yang dapat
mengakibatkan jaringan placenta akan memperlebar diri untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi janin, sehingga menutupi seluruh atau sebagian ostium uteri internum.

Sementara itu pada usia di atas 35 tahun ibu hamil berisiko terjadinya placenta previa
karena adanya kemunduran fungsi fisiologi dan reproduksi secara umum dimana telah
terjadi seklerosis pembuluh darah arteri kecil dan arteriole miometrium yang
menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata sehingga endometrium menjadi
kurang subur. Hal ini mengakibatkan plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan
yang lebih besar untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat.6

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada tahun 2015 di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo. Kehamilan di usia 20-35 tahun sebanyak 154 orang dan untuk
kehamilan usia >35 tahun sebanyak 96 orang. Kehamilan dengan usia >35 tahun yang
mengalami plasenta previa sebanyak 20 orang (64,52 %) lebih banyak dibandingkan
dengan kehamilan yang berada di rentang usia 20-35 tahun yaitu sebanyak 11 orang
(35,48 %). Terdapat hubungan yang signifikan antara usia kehamilan dengan kejadian
plasenta previa.16
b. Riwayat paritas
Ibu yang memiliki paritas berisiko mempunyai peluang 3 kali untuk mengalami placenta
previa dibanding ibu yang memiliki paritas tidak berisiko. Adapun contoh paritas
beresiko dapat di lihat dari umur, riwayat kuretase, operasi caesar, dan riwayat placenta
previa sebelumnya.
Apabila dilihat dari jumlah paritas plasenta previa 3 kali lebih sering terjadi pada wanita
multipara daripada primipara. Paritas lebih dari satu mempertinggi risiko terjadinya
placenta previa karena dalam kehamilan placenta mencari tempat yang paling subur
untuk berimplantasi.
Pada kehamilan pertama fundus merupakan tempat yang subur dan tempat favorit untuk
placenta berimplantasi, tetapi seiring bertambahnya frekuensi kehamilan kesuburan pada
fundus akan semakin berkurang.

19
Hal itu mengakibatkan placenta mencari tempat lain untuk berimplantasi dan cenderung
ke bagian bawah rahim. Untuk itu diharapkan bagi seorang wanita dapat membatasi
jumlah kehamilan dan persalinannya atau minimal menjarangkan kehamilannya dengan
mengikuti program KB.6
Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukaan pada 2014 yang menunjukkan dari
48 wanita dengan paritas ≥3, 30 (62,5 %) orang diantaranya mengalami plasenta previa.17
c. Riwayat kuretage
Kuret atau kuretage merupakan tindakan medis untuk mengeluarkan jaringan atau sisa
jaringan dari dalam rahim dengan fungsi diagnostik atau terapeutik. Pada kuretage
terutama yang menggunakan sendok kuret (kuretage tajam) terdapat luka yang cukup
dalam pada dinding endometrium. Luka inilah yang mengakibatkan gangguan
vaskularisasi pada desidua sehingga kesuburan pada dinding endometrium semakin
berkurang. Dalam kehamilan placenta akan berusaha mencukupi kebutuhan nutrisi janin,
sehingga pada dinding endometrium yang kurang subur placenta akan memperluas diri
sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.6
Berdasarkan penelitian pada tahun 2015 di RSUD dr.Adjidarmo Rangkas bitung
didapatkan terdapat hubungan antara tindakan riwayat tindakan kuretase dengan kejadian
plasenta previa. Dimana dari 71 orang yang menjalani tindakan kuretase, 47 orang
diantaranya mengalami plasenta previa.18
d. Riwayat operasi caesar
Pada operasi caesar dilakukan sayatan pada dinding uterus sehingga dapat mengakibatkan
perubahan atropi pada desidua dan berkurangnya vaskularisasi. Kedua hal tersebut dapat
menyebabkan aliran darah ke janin tidak cukup dan mengakibatkan placenta
membutuhkan tempat yang lebih luas dan endometrium yang masih baik untuk
berimplantasi yaitu di segmen bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau
seluruh ostium uteri internum. Hal ini akan meningkat pada wanita yang sudah
melakukan 2 kali atau lebih Operasi Caesar dimana jaringan parutnya sudah lebih
banyak. Demikian juga kecacatan pada fundus uteri atau dinding rahimnya secara
otomatis lebih luas.6

20
Hal ini didukung pula dari hasil penelitian pada tahun 2016 di RSUD PRINGSEWU
dimana dari 15 orang dengan riwayat sectio caesaria lebih cenderung mengalami plasenta
previa, yaitu sebanyak 13 orang (86,7%).19
e. Riwayat placenta previa sebelumnya
Apabila seorang wanita telah mengalami placenta previa, kemungkinan sebesar 35%
kejadian tersebut akan berulang pada kehamilan berikutnya karena jaringan endometrium
sejak kehamilan sebelumnya memang sudah tidak baik. Oleh karena itu diharapkan ibu
yang telah memiliki riwayat placenta previa pada kehamilan sebelumnya dapat
membatasi kehamilannya dengan mengikuti program KB.6,20
f. Kehamilan ganda
Pada kehamilan ganda khususnya dengan dua janin dan dua placenta atau lebih membuat
satu tempat telah terjadi implantasi placenta dan yang lain akan memilih tempat yang
kurang tepat untuk berimplantasi yaitu di segmen bawah rahim. Kalaupun hanya terdapat
satu placenta, placenta tersebut cenderung melebar untuk menutupi kebutuhan janin
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.6

Gambaran Klinis

Ciri yang menonjol plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar melalui vagina tanpa rasa
nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua ke atas. Perdarahan pertama
berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan kembali terjadi tanpa sesuatu sebab
yang jelas setelah beberapa waktu kemudian, jadi berulang. Pada setiap pengulangan terjadi
perdarahan yang lebih banyak bahkan mengalir. Pada plasenta letak rendah perdarahan baru
terjadi pada waktu mulai persalinan; perdarahan bisa sedikit sampai banyak mirip pada solutio
plasenta. Perdarahan diperhebat berhubungan segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi
sekuat segmen atas rahim sehingga dapat berlangsung sampai pasca persalinan. Perdarahan bisa
bertambah disebabkan serviks dan segmen bawah rahim pada plasenta previa lebih rapuh dan
mudah mengalami robekan. Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah, maka palpasi
abdomen sering ditemui bagian terbawah janin masih tinggi di atas simfisis dengan letak janin

21
tidak dalam letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa nyeri dan perut
tidak tegang. 1,5,6

Patofisiologi

Dalam keadaan normal setelah terjadinya fertilisasi ovum oleh sperma maka sel yang dihasilkan
disebut sebagai zygote. Kemudian terjadi pembelahan pada zygote sehingga menghasilkan apa
yang disebut blastomers kemudian morula dan blastokista. Pada tahap-tahap perkembangan ini
zona pellucida masih mengelilingi. Sebelum terjadinya implantasi, zona pellucida menghilang
sehingga blastokista menempel pada permukaan endometrium. Dengan menempelnya blastokista
pada permukaan endometrium maka blastokist menyatu dengan epitel endometrium. Setelah
terjadi erosi pada sel epitel endometrium, trophoblast masuk ke dalam endometrium dan segera
blastokist terkurung didalam endometrium. Umumnya implantasi terjadi didinding depan atau
belakang uterus, dekat pada fundus uteri, jika nidasi ini terjadi, barulah dapat disebut adanya
kehamilan.21

Endometrium sendiri sebelum terjadinya proses di atas terjadi perubahan untuk menyiapkan diri
sebagai tempat implantasi dan memberi makan kepada blastokist yang disebut sebagai desidua.

Setelah terjadi implantasi desidua akan dibedakan menjadi:21

1. Desidua basalis: desidua yang terletak antara hasil konsepsi dan dinding uterus, yang
merupakan tempat plasenta dibentuk
2. Desidua kapsularis: lapisan desidua yang meliputi hasil konsepsi kearah kavum uteri
3. Desidua vera: desidua sisa yang tidak mengandung blastokist
Bersamaan dengan hal ini pada daerah desidua basalis terjadi suatu degenerasi fibrinoid,
yang terletak diaantara desidua dan trofoblast untuk menghalangi serbuan trofoblast lebih
dalam lagi. Lapisan dengan degenerasi fibrinoid ini disebut sebagai lapisan Nitabuch

Pada perkembangan selanjutnya, saat terjadi persalinan, plasenta akan terlepas dari endometrium
pada lapisan Nitabuch tersebut.21

Berdasarkan pada kasus plasenta previa terdapat gangguan implantasi dari embrio pada
endometrium. Dimana beberapa faktor resiko seperti umur, riwayat placenta previa sebelumnya,
kuretage dsb dapat menyebabkan kelainan pada tempat implantasi yang seharusnya.

22
Untuk diperhatikan pula bahwa dinding segmen bawah rahim yang tipis mudah diinvasi oleh
pertumbuhan vili dari trofoblas, dan bisa mengakibatkan plasenta dapat melekat lebih kuat pada
dinding uterus. Dan bisa saja menyebabkan kelainan plasenta akreta, inkreta, atau perkreta.1

Penyebab terjadinya Perdarahan pada Plasenta Previa

Pada usia kehamilan yang lanjut umumnya pada trimester ketiga dan mungkin saja lebih awal
akan terjadi pelebaran isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, menyebabkan plasenta yang
berimplantasi disekitarnya sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada
desidua tersebut. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi
maternal yaitu dari ruang intervillus dari plasenta.1

Perdarahan di tempat itu relatif di permudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim
dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimiliki sangat
minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat tsb tidak akan tertutup dengan sempurna.

Perdarahan yang terjadi pada plasenta previa totalis yang menutupi seluruh ostium uteri internum
akan terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih
dahulu pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum.1,21

Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan
lebih mudah mengalir keluar rahim dan tidak terbentuk hematoma retroplasenta yang mampu
merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. 1,21

Gambar 8. Pathway patofisiologi plasenta previa

23
Penatalaksanaan

Penanganan pasien dengan plasenta previa ada 2 macam, yaitu penanganan pasif/ekspektatif dan
penanganan aktif.22
1. Penanganan Pasif

Dahulu ada anggapan bahwa kehamilan dengan plasenta previa harus segera diakhiri untuk
menghindarkan perdarahan yang fatal. Namun sekarang ternyata terapi ekspektatif dapat
dibenarkan dengan alasan sebagai berikut: perdarahan pertama pada plasenta previa jarang fatal
dan untuk menurunkan kematian bayi karena prematuritas.22

Kriteria penanganan ekspektatif:

 Umur kehamilan kurang dari 37 minggu


 Perdarahan sedikit
 Belum ada tanda-tanda persalinan
 Keadaan umum baik
 Kadar Hb 8 g/dl

Perdarahan pada plasenta previa pertama kali terjadi biasanya sebelum paru-paru janin matur
sehingga penanganan pasif ditujukan untuk meningkatkan survival rate dari janin. Langkah awal
adalah transfuse untuk mengganti kehilangan darah dan penggunaan agen tokolitik untuk
mencegah persalinan prematur sampai usia kehamilan 36 minggu. Sekitar 75 % kasus plasenta
previa diterminasi pada umur kehamilan 36-38 minggu.22

Dalam memilih waktu yang optimum untuk persalinan, dilakukan tes maturasi janin meliputi
penilaian surfaktan cairan amnion dan pengukuran pertumbuhan janin dengan ultrasonografi.
Penderita dengan umur kehamilan antara 24-34 minggu diberikan preparat tunggal betamethason
2x12 mg intramuskular dengan jarak 24 jam atau deksametason 4x6 mg peroral selama 2
hari.untuk meningkatkan maturasi paru janin. Pada terapi ekspektatif, pasien dirawat di rumah
sakit sampai berat anak ± 2500 gr atau kehamilan sudah sampai 37 minggu.22

Selama terapi ekspektatif diusahakan untuk menentukan lokasi plasenta dengan pemeriksaan
USG dan memperbaiki keadaan umum ibu. Penderita plasenta previa juga harus diberikan

24
antibiotik mengingat kemungkinan terjadinya infeksi yang besar disebabkan oleh perdarahan dan
tindakan-tindakan intrauterin. Setelah kondisi stabil dan terkontrol, penderita diperbolehkan
pulang dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan ulang.

2. Penanganan Aktif atau Terminasi Kehamilan


Terminasi kehamilan dilakukan jika janin yang dikandung telah matur, IUFD(Intra Uterine
Fetal Death) atau terdapat anomali dan kelainan lain yang dapat mengurangi kelangsungan
hidupnya, pada perdarahan aktif dan banyak.22
Kriteria penanganan aktif/terminasi kehamilan:
 Umur kehamilan ≥ 37 minggu
 BB janin ≥ 2500 gram
 Perdarahan banyak 500 cc atau lebih,
 Ada tanda-tanda persalinan
 Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis, Hb < 8 gr/dl

Ada 2 pilihan cara persalinan, yaitu persalinan pervaginam dan sectio caesarea.
Persalinan pervaginam bertujuan agar bagian terbawah janin menekan bagian plasenta yang
berdarah selama persalinan berlangsung, sehingga perdarahan berhenti. Sectio caesarea
bertujuan mengangkat sumber perdarahan, memberikan kesempatan pada uterus untuk
berkontraksi menghentikan perdarahannya, dan menghindari perlukaan servik dan segmen
bawah uterus yang rapuh apabila dilakukan persalinan pervaginam.22

Dan berdasarkan kasus dalam skenario ini yaitu, plasenta previa totalis maka hal ini merupakan
indikasi mutlak untuk sectio caesarea. Begitu pula untuk plasenta previa parsialis pada
primigravida sangat cenderung untuk sectio caesarea. Perdarahan banyak dan berulang
merupakan indikasi mutlak sectio caesarea karena perdarahan itu biasanya disebabkan oleh
plasenta previa yang lebih tinggi derajatnya dari pada yang ditemukan pada pemeriksaan dalam,
atau vaskularisasi yang hebat pada servik dan segmen bawah uterus.22

25
Sectio caesarea pada multigravida yang telah mempunyai anak hidup cukup banyak dapat
dipertimbangkan dilanjutkan dengan histerektomi untuk menghindari terjadinya perdarahan
postpartum yang sangat mungkin akan terjadi, atau sekurang-kurangnya dipertimbangkan
dilanjutkan dengan sterilisasi untuk menghindari kehamilan berikutnya. Persiapan untuk
resusitasi janin perlu dilakukan. Kemungkinan kehilangan darah harus dimonitor sesudah
plasenta disayat.
Penurunan hemoglobin 12 mg/dl dalam 3 jam atau sampai 10 mg/dl dalam 24 jam membutuhkan
transfusi segera.22

Komplikasi post operasi yang paling sering dijumpai adalah infeksi masa nifas dan anemia.
Tindakan sectio caesarea pada plasenta previa, selain dapat mengurangi kematian bayi, terutama
juga dilakukan untuk kepentingan ibu. Oleh karena itu, section caesarea juga dilakukan pada
plasenta previa walaupun anak sudah mati.22

Penatalaksanaan medikamentosa yang diberikan sudah tepat yakni dengan pemberian tokolitik
untuk mencegah kontraksi dari uterus agar tidak terjadi perdarahan. Obat tokolitik yang dapat
digunakan adalah nifedipin dengan dosis 4x10 mg. Nifedipin bekerja dengan cara blokade
channel kalsium voltage-dependent pada sel miometrium, sehingga menyebabkan penurunan
jumlah ion kalsium intrasel. Nifedipin berperan sebagai antagonis kalsium dengan menghambat
influks langsung kalsium ke miosit dan melepaskan kalsium intraselular. Keseluruhan
mekanisme selular ini berakibat pada berkurangnya interaksi aktin miosin dan relaksasi sel
miometrium. Penggunaan nifedipin ini dilaporkan memiliki efek samping maternal yang lebih
dapat ditoleransi dan efek samping janin yang lebih sedikit atau dapat digunakan magnesium
sulfat untuk menekan his.22, 23
Perbaiki apabila terdapat anemia dengan sulfas ferososus atau ferrous fumarat peroral 60 mg
selama 1 bulan.12

26
Gambar 9. Bagan penatalaksanaan plasenta previa

Penatalaksanaan Nonmedikamentosa

1. Hindari hubungan suami istri


2. Pasien diharapkan untuk mengurangi kegiatan fisiknya yang berat dan diharapkan tidak
berpergian ke tempat-tempat yang jauh
3. Menjelaskan kepada pada pasangan tersebut mengenai kondisi kehamilannya dan tindakan
yang dapat kira-kira dianjurkan seperti proses kelahiran melalui section caesarea untuk
mecegah keadaan yang membahayakan ibu dan janin

Komplikasi

Ada beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil menderita plasenta previa,
diantaranya ada yangbisa menimbulkan perdarhan yang cukup banyak dan fatal.1

- Oleh karena pembentukan segmen rahim terjadi secara ritmik, maka pelepasan plasenta dari
tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan semakin banyak, dan perdarahan yang
terjadi itu tidak dapat di cegah sehingga penderita anemia bahkan syok
- Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat segmen ini
yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya menerobos ke dalam
myometrium bahkan sampai ke perimetrium sehingga menyebabkan kejadian plasenta

27
inkreta dan perkreta. Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat
tetapi vilinya masih belum masuk kedalam myometrium
- Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat berpotensial
untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak
- Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa lebih sering di
ambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.
- Kelahiran premature dan gawat janin sering tidak dapat dihindarkan sebagian oleh karena
tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm. Pada
kehamilan <37 minggu dapat dilakukan amniosentesis untuk mengetahui kematangan paru
janin dan pemberiam kortikosteroid untuk mempercepat pematangan paru janin sebagai
upaya antisipasi
- Menurut laporan kepustakaan komplikasi yang dapat dialami yaitu beresiko tinggi untuk
solutio plasenta (resiko relative 13,8), seksio sesarea (RR 3,9), kelainan letak janin (RR 2,8),
perdarahan pasca persalinan (RR 1,7), kematian maternal akibat perdarahan (50%), dan
disseminated intravascular coagulation (DIC) 15,9%

Management Perdarahan Pervaginam

Pada setiap pasien dengan dugaan atau diketahui mengalami plasenta previa dan
perdarahan pervaginam dengan onset baru maka harus dirawat di rumah sakit untuk pemantauan
secara ketat dengan dimonitor minimal selama 48 jam. Setelah perdarahan awal telah diatasi dan
evaluasi janin dalam keadaan baik maka dapat diindikasikan untuk dipulangkan. Tetapi apabila
terjadi perdarahan berulang dan pasien memiliki akses terbatas untuk mendapat tindakan medis
maka dapat dilanjutkan untuk rawat inap. Pada kasus perdarahan pervaginam berat dan aktif
maka diindikasikan untuk melakukan tindakan operasi8

Edukasi Pasien

Pasien dengan plasenta previa harus:8

28
 Mengurangi aktivitas untuk menghindari perdarahan berulang
 Melakukan pemeriksaan panggul dan mengindari hubungan intim
 Memberitahu kepada dokter kandungan tentang riwayat plasenta previa pada
kehamilan sebelumnya
 Mempertahankan asupan zat besi dan folat untuk keamanan jika terjadi
perdarahan

Prognosis

Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan dengan
masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasive dengan USG disamping
ketersedian transfusi darah dan infus cairan telah ada di hampir semua rumah sakit kabupaten.
Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat sosialiasasi program
keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta previa.1

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan skenario diatas maka dapat disimpulkan bahwa diagnosis kerja yang
dapat diambil adalah plasenta previa totalis pada wanita G2P0A1 hamil 37 minggu janin
presentasi kepala tunggal hidup. Dengan gejala klinis yang khas yaitu perdarahan pervaginam
tanpa disertai rasa nyeri. Deteksi dini terhadap kelainan ini menentukan prognosis untuk proses
persalinan. Dan penatalaksanaan yang sesuai dengan kasus ini di karenakan usia janin sudah
cukup maka dapat dianjurkan untuk terminasi dan dilakukan persalinan secara section caesarea
karena plasenta menutup jalan lahir dari janin.

Daftar Pustaka

1. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu kebidanan sarwono


prawirohardjo. Ed. 4, Cet 5. Jakarta: PT Bina Pustaka. 2016. 495-511p.
2. Pemeriksaan fisik head to toe pada ibu hamil di unduh dari
https://www.academia.edu/9241195/PEMERIKSAAN_FISIK_PADA_IBU_HAMIL
pada tanggal 15 november 2019

29
3. Pemeriksaan inspkesulo diunduh dari https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-
content/uploads/2017/03/MANUAL-CSL-Osbtetri-Ginekologi-AKDR-dan-Menyusui.pdf
Pada tanggal 15 november 2019
4. Sudiono H, Ign Iskandar, Harny E, Sanarko LH, Kosasih R. Penuntun patologi klinik
hematologi. 5nd ed. Jakarta: PT Sinar Surya Megah Perkasa;2016
5. Vedy HI, Ramadhian MR. Multigravida hamil 40 minggu dengan hap (hemorrhage
antepartum) e.c plasenta previa totalis. J Medula Unila. 2017; 7(2)
6. Trianingsih I, Mardhiyah D, Duarsa ABS. Faktor-faktor yang berpengaruh pada
timbulnya kejadian placenta previa. Jurnal kedokteran yarsi. 2015; 23 (2) :103-113
7. Tanto C et al. Perdarahan antepartum. In: Wardhani DP, Kaylka IPG, editors. Kapita
Selekta Kedokteran. 4th ed. Jilib II. Jakarta: Media Aesculapius; 2016. p. 444
8. Jaraquemada JMP. Diagnosis and management of placenta Accrete. 2008; 22(6):1133–
1148,
9. Fitri DR, Mutiara H. G2P1A0 berusia 41 tahun dengan plasenta akreta. J Medula Unila.
2017; 7(2): 37-39
10. Fauzan, Iswari WA, Pardede TU, Darus F, Puspitasari B. USG untuk deteksi plasenta
akreta. CDK-255. 2017; 44(8): 588-589
11. Kilcoyne A, Bhangle ASS, Robert DJ. MRI of Placenta Accreta, Placenta Increta, and
Placenta Percreta: Pearls and Pitfalls. American Journal of Roentgenology. 2017;208:
214-221
12. Eka PH. Diagnosis, prevention and management of antepartum hemorrhage di unduh dari
https://www.slideshare.net/AdelineDlin/referat-obgyn-antepartum-pembimbing-dr-arie-
widiyasa-spog pada tanggal 15 november
13. Jaclyn M. Coletta, Mary E. D'Alton, in Obstetric Imaging: Fetal Diagnosis and Care
(Second Edition), 2018 vasa previa diunduh dari
https://www.sciencedirect.com/topics/medicine-and-dentistry/placenta-previa
14. Cresswell JA, Ronsmans C, Calvert C, Filippi V. Prevalence of placenta praevia by world
region : a systematic review and meta-analysis. Trop Med Int Health. 2013 ; 18 (6) : 712-
24
15. Shobeiri F, Jenabi EJ. Smoking and placenta previa: a meta-analysis Matern Fetal
Neonatal. Med. 2017; 30(24):2985-2990.
16. Purbowati MR, Kartika SD. Hubungan antara usia kehamilan terhadap kejadian plasenta
previa di rsud prof. Dr. Margono soekarjo. Medisains: jurnal ilmiah ilmu-ilmu kesehatan.
2017; 15 (1): 52

30
17. Kurniawan H, Maulina M. Hubungan antara usia ibu dan paritas dengan kejadian
plasenta previa di rumah sakit umum cut meutia kabupaten aceh utara tahun 2012-2013.
Lentera. 2015; 15(13): 20
18. Ulviyatulillah, Kuswandi K. Hubungan riwayat abortus dan riwayat kuretase dengan
kejadian plasenta previa. Jurnal Obstretika Scientia. 2016; 4 (1): 409-416
19. Wira V, Wahab WA. Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian plasenta previa di rsud
pringsewu. Jurnal Dunia Kesmas. 2017; 6(2): 82
20. Audrey Merriam, Mary E. D'Alton, in Obstetric Imaging: Fetal Diagnosis and Care
(Second Edition), 2018, placenta previa diunduh dari
https://www.sciencedirect.com/topics/medicine-and-dentistry/placenta-previa
21. Andinawati C. Implantasi plasenta normal dan abnormal di unduh dari
https://www.academia.edu/15943953/IMPLANTASI_PLASENTA_NORMAL_DAN_A
BNORMAL
Pada tanggal 15 november 2019
22. Weldimira V. Wanita usia 36 tahun, hamil 35 minggu dengan plasenta previa dan janin
letak lintang. Medula. 2015;4(2)
23. Putra HK. Obat-obat tokolitik di bagian kebidanan diunduh dari
https://www.slideshare.net/adefelia_91/obat-tokolitik-1 pada tanggal 15 november 2019

31

Anda mungkin juga menyukai