Anda di halaman 1dari 13

MEA DAN KEBUTUHAN KEBIJAKAN DAN HUKUM PERSAINGAN USAHA

1. MEA dibentuk supaya ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur, dan
berdaya saing tinggi dengan tingkat pembangunan ekonomi yang merata serta
kesenjangan sosial ekonomi dan kemiskinan yang semakin berkurang.
2. Salah satu karakteristik utama dari Deklarasi Cetak Biru KEA adalah (b) kawasan
ekonomi yang berdaya saing tinggi (Kawasan Ekonomi yang Kompetitif).
3. Dimana untuk mewujudkan Kawasan Ekonomi yang Kompetitif Cetak Biru juga
menetapkan ketentuan tentang Kebijakan Persaingan Usaha, di mana tujuan
utamanya adalah memperkuat budaya persaingan yang sehat.
4. Mengingat dengan terintegrasinya kawasan ASEAN kedalam satu pasar tunggal,
maka pelaku usaha di negara-negara ASEAN dapat dengan bebas melakukan
transaksi-transaksi bisnis di kawasan ASEAN yang berpotensi melakukan praktek
persaingan usaha tidak sehat.
5. Untuk mencegah free fight liberalism atau liberalisasi mati-matian tanpa ada aturan
maka dibutuhkan hukum persaingan usaha yang membuat semua menjadi terjamin,
semua berdiri pada garis yang sama dan playing field di kawasan ASEAN.
6. Langkah-langkah dan tindakan yang telah digariskan dalam Cetak Biru KEA
mengenai Kebijakan Persaingan Usaha ini sebagai berikut :
(i) Mengupayakan kebijakan persaingan usaha pada seluruh Negara
ASEAN selambat-lambatnya pada 2015;
(ii) Membentuk jaringan otoritas atau badan-badan yang berwenang atas
kebijakan persaingan usaha sebagai forum untuk membahas dan
mengkoordinasi kebijakan persaingan usaha;
(iii) Mendorong program/kegiatan peningkatkan kemampuan bagi Negara
Anggota ASEAN dalam menggembangkan kebijakan nasional persaingan
usaha; dan
(iv) Mengembangkan pedoman kawasan mengenai kebijakan persaingan
usaha selambat-lambatnya pada 2010, berdasarkan pada pengalaman
masing- masing Negara dan praktik-praktik internasional yang terbaik
dalam rangka menciptakan iklim persaingan usaha.
AEGC DAN GUIDLINES

7. AEGC yang dibentuk tahun 2007 (terdiri dari perwakilan dari pihak berwenang dan
lembaga) yang bertanggung jawab untuk kebijakan persaingan dan masalah hukum di
AMS kemudian telah menerbitkan sejumlah referensi dan dokumen untuk memandu
AMS dalam upaya penegakan dan advokasi mereka. Ini termasuk, Pedoman Regional
tentang Kebijakan Persaingan dan Hukum (2010) Regional Guidelines on
Competition Policy and Law, Handbook on Competition Policy and Law (Handbook),
dll.
8. ASEAN Regional Guidelines on Competition Policy, yang merupakan pedoman atau
referensi bagi negara-negara anggota dalam dan pengenalan tentang kebijakan
persaingan, pembuatan atau merevisi hukum atau kebijakan persaingan usaha.
9. Pedoman ini digunakan sebagai standar bagi negara-negara anggota untuk menyusun
undang-undang persaingan mereka sehingga mereka memiliki peraturan dan
kebijakan yang serupa tentang persaingan.
10. Dalam perkembangannya kemudian, AEGC telah berhasil mengarahkan negara-
negara anggota untuk membentuk hukum persaingan nasionalnya masing-masing. 10
Negara Anggota ASEAN, yang terakhir ASEAN. Sampai saat ini beberapa negara ada
yang melakukan revisi atau perbaikan terhadap UU-nya, salah satunya Indonesia.

MASALAH PERBEDAAN KEBIJAKAN NASIONAL

11. Terlepas dari perkembangan ini, tantangan tetap ada. Ternyata aspek substantif
hukum, aturan prosedural dan mekanisme penegakan hukum persaingan di banyak
AMS sangat berbeda, karena heterogenitas sistem politik dan ekonomi di kawasan itu,
serta berbagai tingkat kematangan rezim persaingan.
12. Walaupun dalam hal ini sudah terdapat sebuah guidelines yang dibuat AEGC tadi,
namun tetap saja, dikarenakan guidelines hanya mengatur mengenai pedoman-
pedoman saja dan tidak mengikat (dimana seperti yang dituliskan dalam
pembukaannya bahwa pedoman ini hanya bersifat referensi bagi negara-negara
ASEAN). Adanya ASEAN Regional Guidelines on Competition Policy juga tidak
efektif karena negara anggota ASEAN pun tetap belum memiliki harmonisasi
aturan.
13. Hal ini sangat krusial mengingat saat ini sifat transaksi yang melibatkan lintas batas
negara. Keadaan ini tentu akan menimbulkan persoalan karena antara negara satu
dengan negara yang lain mempunyai suatu aturan persaingan yang berbeda, sehingga
apabila terjadi suatu pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang berasal dari
suatu negara anggota ASEAN di wilayah negara anggota ASEAN yang lain maka
akan sulit menentukan hukum negara mana yang akan diberlakukan untuk menindak
pelaku usaha tersebut. (Intinya perbedaan kelembagaan dan yurisdiksi).

PERLUNYA KEBIJAKAN REGIONAL MELALUI HARMONISASI

14. Maka dari itu selain mendorong Negara anggotanya untuk memiliki kebijakan
persaingan usaha secara nasional, ASEAN dalam era MEA perlu memiliki suatu
kesepakatan terhadap kebijakan persaingan usaha untuk ditetapkan dalam kawasan
regional ASEAN yang dapat dilakukan dengan jalan harmonisasi.
15. Harmonisasi regional kebijakan dan hukum persaingan adalah satu langkah lebih
jauh, setelah ASEAN berhasil memperkenalkan legislasi nasional di masing-masing
Negara Anggota. Hal ini sejalan dengan langkah-langkah strategis ASEAN di bawah
Cetak Biru 2025 dan ACAP 2025.

Cetak Biru MEA


i. Mewujudkan harmonisasi hukum dan kebijakan persaingan yang lebih
luas di ASEAN dengan mengembangkan suatu strategi kawasan tentang
konvergensi.

ACAP 2025 memuat lima sasaran strategis:


(i) rezim persaingan efektif dibentuk di semua AMS;
(ii) kapasitas lembaga terkait persaingan di AMS diperkuat untuk menerapkan
CPL secara efektif;
(iii) pengaturan kerjasama regional tentang CPL sudah ada;
(iv) membina kawasan ASEAN yang sadar persaingan; dan
(v) bergerak menuju harmonisasi kebijakan persaingan dan hukum yang
lebih besar di ASEAN.
16. Ini yang menjadi komitmen sampai 2025 diarahkan kepada berbagai upaya guna
menuju konvergensi hukum persaingan.
17. Tentu tidak mudah dalam melakukan upaya harmonisasi ini. Selain karena sistem
hukum, tatanan kelembagaan, dan cakupannya yang masing-masing berbeda1, juga
karena setiap negara mempunyai sifat nasionalisme, proteksionisme, dan ego
sektoralnya. Bahkan ada yang beranggapan bahwa harmonisasi hukum merupakan
ancaman bagi kepentingan nasional mereka.
18. Maka upaya harmonisasi ini harus dilakukan dengan hati-hati karena harmonisasi
kebijakan persaingan itu sulit. Jika ia menghasilkan seperangkat aturan atau prinsip
yang salah, maka kemungkinannya akan menciptakan kerusakan daripada alat yang
berguna. Dan yang pasti dengan keragaman signifikan yang ada dalam undang-
undang persaingan AMS, proses harmonisasi akan memakan waktu lama.

PENDEKATAN HARMONISASI
19. Beberapa model yang mungkin untuk menciptakan harmonisasi kebijakan persaingan
regional telah diajukan oleh para ahli. Namun, sejauh ini belum ada kesepakatan
mengenai pendekatan model tunggal yang disukai untuk mencapai rezim persaingan
regional yang komprehensif.
20. Secara umum terdapat pendekatan yang terdiri dari 3 bentuk. Bentuk yang pertama
adalah melalui sovereignity model/pendekatan kedaulatan, dimana dalam bentuk
ini pemerintah dapat melakukan koordinasi terhadap penerapan hukum persaingan
usaha nasional masing-masing negara bedasarkan kesepakatan kerjasama bersama.
Bentuk yang kedua, adalah menggunakan metode harmonisasi hukum yang akan
memberikan kesempatan bagi negara untuk mempertahankan pedoman persaingan
usaha negara masing-masing sementara melakukan harmonisasi terhadap hukum
persaingan usaha mereka dengan hukum persaingan usaha negara lain. Bentuk yang
terakhir, seperti yang dijelaskan sebelumnya adalah dengan dibentuknya suatu
perjanjian internasional yang tentu saja mewajibkan negara untuk menyerahkan
sebagian kedaulatannya terhadap supranasionalitas perjanjian tersebut
1
Bicara cakupan dan kewenangan undang-undang maupun kelembagaan, ASEAN juga sangat
beragam. Ada Negara yang mencakup perlindungan konsumen di undang-undang persaingannya, ada yang
memiliki rezim merjer sukarela dan bahkan, ada tidak memiliki aturan merjer di undang-undangnya. Ada yang
memiliki kewenangan penggeledahan, ada yang tidak. Ada otoritas yang sangat independen, dan ada yang
cukup bergantung pada kementerian di atasnya. Belum lagi kalau kita bicara pengaturan pasal di undang-undang
persaingannya (seperti batasan dominan, pengecualian, dan sebagainya). ASEAN sangat beragam. Sangat unik,
sehingga tidak dapat dibandingkan dengan kawasan manapun, terlebih Uni Eropa.
21. Nakagawa menjelaskan mengenai tiga metode harmonisasi yang memungkinkan.
1) Pendekatan Regional, harmonisasi dapat dicapai melalui pemenuhan kewajiban
berdasarkan perjanjian yang mengikat secara hukum yang dilembagakan dalam
organisasi internasional (hard law concept). Yang tentu saja mewajibkan negara
untuk menyerahkan sebagian kedaulatannya terhadap supranasionalitas perjanjian
tersebut
2) Kedua, dapat dicapai dengan pembentukan rekomendasi atau pedoman yang tidak
mengikat yang mendorong negara-negara untuk menerapkan langkah-langkah
harmonisasi secara sukarela (soft law concept).
Dalam konteks ASEAN, model soft law ini merujuk pada the ASEAN Regional
Guidelines on Competition Policy Guidelines. Mengacu pada analisis sebelumnya
jika bentuknya tidak mengikat, hasilnya menyisakan ruang yang signifikan bagi
negara-negara untuk menyimpang dari aturan yang sudah ditetapkan. 
3) Pendekatan Bilateral membutuhkan pengupayaan harmonisasi oleh negara atas
dasar inisiatif mereka sendiri, berdasarkan konsultasi timbal balik atau koordinasi
kebijakan. Dalam bentuk ini pemerintah dapat melakukan koordinasi terhadap
penerapan hukum persaingan usaha nasional masing-masing negara bedasarkan
kesepakatan kerjasama bersama. Ini juga memberikan kesempatan bagi negara
untuk mempertahankan pedoman persaingan usaha negara masing-masing
sementara melakukan harmonisasi terhadap hukum persaingan usaha mereka
dengan hukum persaingan usaha negara lain.
22. Jadi yang dibahas Cuma yang 1 sama 2 aja.

TINJAUAN PENDEKATAN REGIONAL

23. Pendekatan regional dengan membentuk ASEAN Competition Act yang seragam
memang dapat menghindari dua potensi kegagalan dalam penerapan kebijakan
hukum. Pertama, mengenai perbuatan yang dilakukan di jurisdiksi negara lain
(dengan kata lain tidak dianutnya prinsip ekstrateritorial). Kedua terkait nilai
kerugian atau biaya yang dikenakan atas tindakan yang dilakukan oleh pelaku anti
persaingan di wilayah jurisdiksinya terhadap pihak yang berada di negara lain.
Biasanya, negara-negara mengambil tindakan yang lebih lunak pada warga
mereka sendiri, yang dapat merugikan negara lain. Oleh karena itu, beberapa
negara memberikan pengecualian untuk mengekspor kartel dalam undang-undang
persaingan mereka.
KELEMAHAN PENDEKATAN REGIONAL

24. Tapi pendekatan regional juga memiliki permasalahan. Bahwa negara-negara anggota
harus menyerahkan kedaulatan atau kepentingan nasional mereka kepada komunitas
ekonomi. Ini adalah masalah terbesar bagi ASEAN mengingat kepentingan nasional
dan kemauan politik para pemimpin ASEAN.
25. Jika dibandingkan di EU, tidak sepenuhnya konsep harmonisasi yang diterapkan
dalam EU dapat diaplikasikan ke dalam AEC. Keadaan ini disebabkan karena terdapat
perbedaan antara EU dengan AEC. Perbedaan yang mendasar antar EU dengan AEC
adalah adanya penyerahan kedaulatan oleh negara-negara anggota EU kepada EC
sehingga EC berwenang untuk mengambil keputusan yang otonom yang mengikat
negara-negara anggota EU, sedangkan dalam AEC kedaulatan tertinggi tetap berada
di negara-negara anggota ASEAN.

TINJAUAN UMUM PENDEKATAN BILATERAL

26. Pendekatan bilateral: dalam pendekatan ini harmonisasi tidak dilakukan dengan
membentuk suatu ketentuan hukum yang bersifat supranasional melainkan terjadi
ketika dua negara setuju untuk mengoordinasikan penerapan hukum persaingan usaha
nasional masing-masing negara, menyempurnakan perjanjian-perjanjian bilateral
bedasarkan kesepakatan kerjasama bersama.
Langkah harmonisasi berdasarkan pendekatan ini dimulai dari penerapan plurilateral
framework oleh kelompok inti dari negara-negara yang kemudian akan diperluas
penerapannya oleh kelompok partisipasi hingga menghasilkan suatu peraturan
persaingan usaha yang sesuai bagi negara-negara di kawasan regional tersebut.
27. Contoh seperti yang diterapkan Pemerintah AS yang menempatkan kerjasama
penegakan hukum persaingan di setiap perjanjian perdagangan bilateral dengan
negara lain.  Untuk menghindari penerapan yurisdiksi ekstrateritorial, AS
menetapkan beberapa perjanjian bilateral tentang penegakan hukum
persaingan, termasuk perjanjian bilateral dengan Australia, perjanjian kerja
sama dengan Kanada, dan perjanjian bilateral AS dengan Jerman.

KELEBIHAN PENDEKATAN BILATERAL

28. Harmonisasi dengan pendekatan bilateral ini mempunyai banyak kelebihan,


diantaranya:
1) Tidak Menyerahkan Kedaulatan
Kerja sama bilateral antara dua negara anggota lebih lunak bagi ASEAN karena
tidak perlu menyerahkan kedaulatan mereka kepada otoritas regional.
2) Tidak Menciptakan UU Baru dan Tetap Mempertahankan yang Nasional
Pendekatan bilateral lebih disukai karena tidak mengharuskan penciptaan
undang-undang atau sistem penegakan hukum substantif yang baru.
Sebaliknya, itu memungkinkan negara-negara anggota untuk mempertahankan
undang-undang persaingan mereka sendiri sementara juga mempertahankan
kemampuan untuk mengembangkan dan memperkuat mereka. Kesepakatan
bilateral akan dipertahankan hukum persaingan negara - negara anggota 'utuh. 
Menjaga hukum persaingan di tingkat nasional akan memastikan akuntabilitas dan
legitimasi nasional. 
3) Mencegah Konflik
Pendekatan ini juga dapat mencegah konflik terkait sistem hukum yang
beragam dari AMS. Beberapa AMS telah mengembangkan undang-undang
persaingan berdasarkan sistem administrasi, sementara yang lain didasarkan
pada sistem peradilan pidana. Oleh karena itu, akan menghindari gesekan yang
disebabkan oleh mempromosikan satu set undang-undang persaingan sebagai
hukum persaingan universal yang mendasar. 
4) Lebih Mencerminkan Sifat ASEAN
Untuk ASEAN, norma-norma perilaku lebih kuat daripada aturan formal dan legal
yang menempati posisi sentral. Pengambilan keputusan di ASEAN didasarkan
pada musyawarah-mufakat (konsultasi dan konsensus) prinsip daripada
struktur supranasional yang mapan. Kesepakatan ini dengan sifat ASEAN,
yang didirikan berdasarkan integrasi politik, di mana produk permanen
pengambilan keputusan bukanlah agenda ASEAN. Fleksibilitas dari pendekatan
bilateral konsisten dengan 'cara ASEAN ' membangun komunitas ekonomi.

KELEMAHAN PENDEKATAN BILATERAL

29. Perjanjian bilateral menyisakan kerjasama terbatas untuk negara-negara


anggota. Lebih lanjut, bentuk perjanjian bilateral saat ini tidak dapat secara memadai
mengatasi masalah hukum persaingan di pasar internasional. Juga karena adanya
keengganan dari negara-negara untuk membawa permasalahan kebijakan persaingan

Oleh karena itu..


Perjanjian harus tersebar luas. Jika ASEAN ingin mengembangkan kebijakan
persaingan dan harmonisasi hukumnya secara regional, maka dapat dimulai secara
bertahap dari bilateralisme ke multilateralisme terbatas mulai dari Indonesia,
Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam yang memiliki otoritas persaingan.
Para pihak juga diwajibkan untuk bekerja sama jika sesuai dengan isu-isu penegakan
hukum persaingan, termasuk dalam pertukaran informasi, pemberitahuan,
konsultasi dan koordinasi masalah penegakan hukum yang bersifat lintas batas.

PENDAPAT PRIBADI:

30. Setuju dengan pendekatan bilateral denan beberapa alasan!


1) Pertama, negara-negara ASEAN perlu mengingat perbedaan signifikan yang
terdapat tidak hanya pada sejarah perekonomian, sistem hukum, budaya,
infrastruktur, melainkan juga struktur ekonomi masing-masing negara anggota.
Dengan pandangan ini, dapat dilihat bahwa suatu unifikasi hukum ASEAN di
bidang persaingan usaha masih merupakan hal yang terlalu ambisius bagi
ASEAN. Terlebih apabila melihat kondisi ASEAN, ASEAN bukanlah
merupakan organisasi supranasional yang dapat memaksakan negara untuk
patuh terhadap ketentuan hukum persaingan usaha ASEAN tersebut
bedasarkan institusi atau pengadilan tertentu di bawahnya. Kondisi inilah
yang menyebabkan pendekatan lain untuk menciptakan hukum persaingan usaha
ASEAN selain harmonisasi, khususnya melalui unifikasi hukum tersebut menjadi
sangat sulit.
2) Kedua, karena level pembangunan ekonomi negara-negara ASEAN sangatlah
beragam. Singapura misalnya merupakan negara maju dengan salah satu
pendapatan perkapita tertinggi di dunia, dimana Malaysia, Thailand dan Indonesia
merupakan memiliki ekonomi dengan pendapatan menengah, sementara Kamboja,
Laos, Myanmar dan Vietnam merupakan negara-negara yang sedang mengalami
masa transisi dari sistem ekonomi sosialis atau komando menjadi sistem ekonomi
pasar. Upaya untuk melakukan unifikasi terhadap perkembangan hukum
persaingan usaha yang berbeda mengikuti level pembangunan ekonomi tersebut
dinilai juga sebagai upaya yang terlalu ambisius yang kurang memperhatikan rasa
adil.
3) Ketiga adalah karena struktur ekonomi negara-negara ASEAN sangatlah berbeda.
Brunei misalnya merupakan negara kecil kaya minyak; Indonesia, Thailand dan
Filipina merupakan campuran dari ekonomi agraris/industri/komersil yang juga
memiliki kekayaan sumber daya alam; sementara Singapura merupakan negara
komersil. Keanekaragaman struktur ekonomi tersebut mempengaruhi hukum
persaingan usaha di masing-masing negara dimana teori dan kebijakan ekonomi di
negara tersebut diarahkan untuk mendorong keunggulan komparatif masing-
masing dengan kepentingan yang berbeda-beda.

Kenyataan-kenyataan tersebut berarti bahwa dalam menciptakan hukum persaingan


usaha ASEAN, negara ASEAN masih harus mentolerir perbedaan hukum
nasional dalam pengaturan mengenai persaingan usaha. Baru ketika setiap
negara memiliki hukum persaingan usaha dan level pembangunan ekonomi
cenderung samalah unifikasi baru dapat dilakukan. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa upaya harmonisasi merupakan upaya yang dinilai paling tepat
dalam rangka mewujudkan rezim hukum persaingan usaha di tingkat regional dan
merupakan upaya yang negara-negara ASEAN harus lakukan untuk memenuhi
komitmen integrasi ekonomi AEC tersebut.

FAKTA DI LAPANGAN

31. Sepertinya di kawasan MEA sendiri, komitmen hingga 2025 diarahkan kepada
pendekatan bilateral. Menjelang 2025, otoritas persaingan usaha ASEAN
mentargetkan diri pada pembentukan suatu kerangka kerja sama yang akan menjadi
referensi pembuatan kerja sama bilateral antara negara di ASEAN, serta
penyusunan pedoman penanganan perkara yang melibatkan dua atau lebih
negara ASEAN. Dan juga KPPU saat ini tengah mendorong percepatan kerja sama
penegakan hukum persaingan usaha antar Negara di ASEAN, dimulai dengan negara
yang memiliki hubungan ekonomi yang erat dengan Indonesia, seperti Malaysia dan
Singapura. Kerja sama ini kedepan akan diarahkan pada upaya peningkatan
komunikasi, pertukaran informasi, dan koordinasi penanganan kasus yang melibatkan
pelaku usaha di negara lain.

YANG HARUS DIHARMONISASIKAN


32. Dengan menggunakan pendekatan Cunningham dan LaRocca untuk harmonisasi
hukum, ASEAN dapat memulai kompetisi harmonisasi hukum dalam tiga bidang:
hukum substantif, hukum prosedural dan mekanisme penegakan hukum.
33. Materi:
a. Materi substantif mengenai pengaturan: anti-competitive agreement; abuse of
dominant position; dan anti-competitive merger & acquisition; serta pengaturan
terhadap block exemption yang masing-masingnya haruslah dilakukan
penyesuaian melalui kesepahaman dan persetujuan bersama mengenai cakupan
dan batasan pengaturannya;
Tambahan dr gue: Adapun terhadap penerapan prinsip ekstrateritorial 2 tidak
lebih jauh lagi diperlukan karena persoalan perilaku anti-persaingan yang
dilakukan di salah satu atau lebih AMSs dan berdampak bagi anggota lainnya
sudah tercakup dalam model penanganan melalui ASEAN Competition Authority
(CA) under ACA
b. Materi prosedural yang mengatur mengenai pembatasan jenis persoalan yang
tercakup dalam model Act ini khususnya terhadap persoalan anti persaingan
regional atau lintas batas negara anggota (regional anticompetitive conduct)
termasuk di dalamnya pengaturan mekanisme penanganan perkara persaingan,
pendekatan pembuktian dan enforcement putusan melalui hukum domestik di
negara-negara anggota;
c. Institusi supranasional dalam hal ini ASEAN Competition Authority (CA) yang
memiliki kewenangan menyelesaikan persoalan sengketa persaingan lintas batas,
termasuk di dalamnya mekanisme pengangkatan anggota komisi melalui model
representasi dari AMSs, serta financial support.

SUBSTANTIF

 Pada prinsipnya, di dalam masyarakat ekonomi regional, hukum persaingan dan


otoritas persaingan akan bersinggungan dengan persoalan yang termasuk dalam
tiga tema yang utama yakni: (1) monopoli atau penyalahgunaan posisi dominan;
2
Penerapan prinsip ekstrateritorial terhadap tindakan anti persaingan lintas batas negara dalam
pandangan penulis sebenarnya berpotensi menciptakan kondisi yang kontra produktif di dalam suatu upaya
regionalisasi, di mana hampir sebagian besar upaya yang dapat dilakukan oleh negara yang menerapkan prinsip
ini (host state) merupakan tindakan retaliation, hal tersebut pada prinsipnya dapat menciderai semangat
integrasi itu sendiri. Untuk itulah, melalui konsep kesefahaman, komitmen, dan persetujuan bersama dalam
membentuk suatu community law on competition di level supranasional dipandang sebagai upaya yang lebih
produktif dalam menciptakan stabilitas pasar regional ketimbang melakukan upaya tindakan balasan.
(2) kartel; dan (3) pengaturan merger, akuisisi dan pengambilalihan perusahaan.
Dapat dikatakan bahwa advokasi persaingan harus diberikan bobot yang sama di
ketiga wilayah tema ini. ASEAN pada akhirnya akan harus mempertimbangkan
adanya otoritas persaingan dalam upaya menegakkan standar undang-undang
persaingan. Bagian ini sangat penting karena efektivitas undang-undang
persaingan bergantung pada penegakannya. (sumber: harmonisasi ketentuan)

PROSEDURAL

 Kebutuhan untuk tinjauan pengendalian merger meningkat seiring dengan


pertumbuhan pasar global dan bisnis lintas batas. Harmonisasi persyaratan
pemberitahuan lintas batas bertujuan untuk menghindari konflik, seperti yang
ditunjukkan oleh merger Boeing-McDonnell Douglas. Mengenai pemberitahuan
merger, ada banyak perbedaan ASEAN di antara negara-negara anggota,
termasuk karakter pemberitahuan merger, apakah wajib atau
sukarela. Perbedaan-perbedaan ini dapat mengakibatkan berbagai metode
penegakan hukum persaingan. Secara keseluruhan, dari enam AMS, hanya empat
yang memiliki rezim kontrol merger yang mengamanatkan penyerahan
pemberitahuan kepada otoritas persaingan. Hanya Indonesia yang telah
memutuskan bahwa perusahaan harus menyerahkan pemberitahuan pra-notifikasi
secara sukarela dan pemberitahuan pasca-wajib untuk merger. Membuat lagu
paralel untuk pemberitahuan merger antara negara-negara anggota dengan
membentuk kerjasama penegakan langsung adalah salah satu lagu mungkin untuk
harmonisasi hukum acara dalam komunitas ekonomi, terutama untuk AEC.

PENEGAKAN HUKUM

 Inti dari sistem hukum persaingan adalah sistem penegakannya. Elemen penting


dari harmonisasi hukum persaingan ada dalam koordinasi regional di antara
otoritas hukum persaingan. Mattoo dan Subramanian berpendapat bahwa sebagian
besar sengketa perdagangan di bidang kebijakan persaingan telah terkait dengan
masalah penegakan hukum. Mereka menganjurkan pendekatan multilateral
terhadap penegakan hukum persaingan nasional yang ada. Kunci kemajuannya
adalah bagi negara-negara untuk memberikan kemungkinan yang lebih besar
untuk penegakan hukum oleh sebuah badan.
 Hingga sampai dengan saat ini, kiranya belum terdapat official ASEAN body yang
menjadi perangkat bagi adanya suatu otoritas persaingan regional dan sebagai
badan kerjasama implementasi kebijakan hukum persaingan usaha. Akhirnya,
badan hukum persaingan diperlukan untuk menegakkan standar hukum
persaingan. Bagian ini sangat penting karena efektivitas hukum persaingan
tergantung pada penegakannya.
 Menemukan pola yang potensial dari adanya kebutuhan suatu model institusi
supranasional yang dikhususkan guna melakukan penanganan terhadap persoalan
antipersaingan tidaklah mudah dengan mengingat adanya diferensiasi latar
belakang sistem hukum dan kebudayaan serta politik, berbagai pendekatan telah
dilakukan termasuk di dalamnya penggunaan pendekatan regional dalam
mengadopsi suatu institusi supranasional yang akan bertanggung jawab terhadap
penegakan hukum persaingan regional.

YANG SUDAH ADA DI ASEAN


 Dalam hal ini jika nantinya akan dibentuk suatu lembaga pengawas yang akan
mengawasi jalannya AEC maka lembaga pengawas tersebut akan berada dibawah
The High Council. Karena, saat ini the High Council sendiri sudah melaksanakan
fungsi pengawasan berdasarkan TAC sehingga jika nantinya sudah ada
harmonisasi hukum persaingan usaha dan dibentuk lembaga pengawas maka the
High Council lah yang pantas untuk membawahi lembaga tersebut.
BENTUK BARU
 Ada pun mendasarkan pada studi perbandingan struktur competition
authority/agency yang ada di negara-negara anggota ASEAN, dapatlah diajukan
suatu proposal kerangka ideal ASEAN Competition Authority yang setidaknya
mencakup sebagai berikut:
Komisioner yang beranggotakan perwakilan seluruh AMSs diketuai oleh seorang
yang diangkat oleh ASEAN Secretary General berdasarkan rekomendasi dari
AMSs dengan menerapkan pola rotasi sehingga setiap negara anggota memiliki
giliran untuk menjabat sebagai Ketua Otoritas, ada pun Komisioner dibantu oleh
empat direktorat utama yakni Direktorat Pencegahan, Direktorat Penindakan,
Direktorat Strategis dan Pengembangan serta didukung oleh Fungsi Sekretariat,
Pengawasan Internal, juga Komite Auditor.
BUAT CLOSING
 Harapan Kedepan harus jadi faktor utama:
Ke depan, setelah pengadopsian dan implementasi hukum dan kebijakan
persaingan dilakukan oleh negara anggota ASEAN, komunitas ekonomi ASEAN
harus dapat menempatkan kebijakan dan hukum persaingan sebagai faktor utama
untuk meningkatkan daya saing regional untuk bersaing dengan kawasan ekonomi
lainnya. Oleh sebab itu, Komunitas Ekonomi ASEAN harus dapat menemukan
cara untuk memastikan bahwa kawasan ASEAN pada akhirnya berkembang
menjadi pasar tunggal yang kompetitif dan wilayah investasi secara internasional
dengan memanfaatkan kebijakan dan hukum persaingan regional.
 ACAP 2016-2025: Membina wilayah ASEAN yang sadar persaingan
Ini adalah pemahaman bahwa efektivitas rezim persaingan tidak hanya didirikan
pada kerangka hukum yang sehat, kapasitas kelembagaan yang memadai dan
cukup besar catatan penegakan, tetapi juga pada kepatuhan dan pemahaman bisnis
yang luas oleh masyarakat umum tentang manfaat dan prinsip CPL.
 Tapi inget, ga Cuma competition, tpi juga co-opetion
Melalui kebijakan yang dikeluarkan oleh Masyarakat Ekonomi ASEAN telah
tercipta ruang terbuka bagi para investor untuk menanamkan modalnya di
Indonesia. MEA telah mengubah paradigma “competition” menjadi “co-opetition”
(Competition dan Cooperation).
 Memperkuat KPPU
Peran KPPU sebagai lembaga pengawas persaingan usaha juga niscaya akan
semakin berat dengan makin terintegrasinya ekonomi Indonesia secara regional.

Anda mungkin juga menyukai