Anda di halaman 1dari 4

PERSYARATAN & KETENTUAN KREDIT DENGAN

JAMINAN HAK TANGGUNGAN / SERTIFIKAT (SHM,SHGB,SHGU)

1. Sertifikat Hak Milik / Guna Bangunan / Guna Usaha yang akan diikat jaminan harus menyertakan :
- Asli Buku Sertifikat Tanah (SHM/SHGB/SHGU) tertera an. Debitur
- Asli Surat Izin Mendirikan Bangunan
- Akta alas hak (Jual-Beli/Pembagian Hak Bersama/Hibah), sumber pemilikan Hak atas Sertifikat tsb.
- Dokumen Identitas pemilik sertifikat (KTP Suami-Isteri, Katu Keluarga, Akta Nikah, NPWP)
- Asli SPPT & STTS PBB tahun terakhir
(Setiap Sertifikat tanah yang akan dijadikan jaminan maka wajib untuk dilakukan pengecekan Digitalisasi, NIB, Ploting
di BPN melalui Kantor Notaris yang ditunjuk)
2. Jika Debitur = Badan Hukum (PT/CV/Firma/BPR), maka harus menyertakan dokumen sbg berikut:
- Surat Izin Usaha Perusahaan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
- NPWP Perusahaan
- Surat Keterangan Domisili Perusahaan
- Surat Keputusan Men.Keuangan ttg Pemberian Izin Usaha (u/ BPR)
- Surat Keputusan Pengesahan Bank Indonesia ttg: izin Usaha/ Perubahan Nama Perseroan (u/ BPR)
- Akta Pendirian & Anggaran Dasar PT yang sudah disesuaikan dengan UU PT yang berlaku (UU No.40 /2007 ttg
Perseroan Terbatas)
- Surat Keputusan Pengesahan Menteri Kehakiman
- Akta–Akta Perubahan AD & Akta Pernyataan Keputusan Rapat lainnya disertai dgn Surat Keputusan Pengesahan
Menteri Kehakiman & atau Surat Penerimaan Laporan Perubahan Akta dari Dep.Hukum &HAM
- Identitas Pengurus Perusahaan (KTP, NPWP Direksi & Komisaris)
- Surat Persetujuan Dewan Komisaris u/ meminjam uang & menjaminkan harta kekayaan perusahaan berupa XX.
- Surat Pernyataan & Persetujuan Direksi u/ menjaminkan harta perusahaan
(Harus perhatikan Komparasi Akta perusahaan / uraian urutan dibuatnya akta-akta perusahaan, biasanya tetera dalam
Akta-akta perubahan terakhir)
(Harus perhatikan siapa saja Anggota Direksi yg berwenang tanda tangan, tertera dlm Akta Anggaran Dasar /
Perubahan Anggaran Dasar yg terakhir)
(Harus perhatikan siapa saja Pemegang Saham dlm Akta Anggaran Dasar / Perubahan Anggaran Dasar yg terakhir,
buat Surat Sirkuler Persetujuan RUPS utk tindakan meminjam uang & menjaminkan harta kekayaan perseroan)
(Harus diperhatikan dlm Akta Pendirian & Anggaran Dasar Perusahaan harus ada Klausula Kewenangan Perusahaan /
Direksi utk pinjam-meminjamkan uang dan menjaminkan harta kekayaan kepada pihak lain)
(Harus diperhatikan bhw jumlah Hutang / plafond Kredit Perusahaan tidak boleh melebihi 50 % dari Total Modal Dasar
yg disetor Perusahaan)
(Harus diperhatikan dalm Akta Pendirian & Anggaran Dasar Perusahaan bhw tindakan Direksi u/ meminjam uang harus
sesuai dengan Maksud dan Tujuan Perusahaan / sesuai Kepentingan Perusahaan)
(Harus ada Surat persetujuan Dewan Komisaris & RUPS jika Perusahaan menjaminkan lebih dari 50 % Aset / Harta
kekayaan Perusahaan)
3. Sertifikat Hak Milik hanya boleh dimiliki dan diatas namakan kepada orang-perseorangan saja, tidak boleh dimiliki atas
nama Badan Hukum (PT/CV/Firma), Badan Hukum hanya boleh memiliki atas namakan SHGB / SHGU saja dan
Sertifikat tsb dibatasi oleh jangka waktu penggunaannya.
4. Sertifikat Hak Guna Bangunan : Sertifikat Hak Guna Bangunan dibatasi jangka waktu Hak penggunaan (30 thn) dan
bisa diperpanjang atau ditingkatkan Hak mjd SHM. SHGB yang dijadikan jaminan harus terletak diatas tanah
perumahan nasional dan jangka waktu Sertifikat masih tersisa min. 4 tahun setelah jangka waktu kredit berakhir. SHGB
tidak boleh terletak diatas tanah Hak Pengelolaan, artinya tanah tersebut milik pemerintah dan setelah jangka waktu
habis SHGB tsb tidak bisa ditingkatkan Hak mjd SHM.
5. Penunjukan Notaris / PPAT : untuk pengurusan pengecekan, pemasangan HT, Jual-beli, dll atas Sertifikat tanah maka
harus memperhatikan dan menyesuaikan dengan Wilayah Tugas kerja / kewenangan Notaris & PPAT tsb. Apakah
Sertifikat tanah tsb termasuk wilayah Kotamadya atau Kabupaten.
6. NIB : Nomor Identifikasi Bidang Tanah, biasanya tertera dlm Sertifikat tanah & selalu dicek o/ BPN (Badan Pertanahan
Nasional) untuk mengetahui bahwa tanah tsb telah ada dlm Pendaftaran Tanah.
7. SKPT : Surat Keterangan Pendaftaran Tanah dikeluarkan oleh BPN, untuk mengetahui dengan jelas ttg sejarah /
history pendaftaran, kepemilikan, letak tanah tersebut, dan keterangan tsb lebih dapat dipertanggugjawabkan oleh
BPN.
8. Cek Intip : Untuk pengecekan Sertifikat di BPN melalui Kantor Notaris & PPAT dengan menggunakan Fotocopy
Sertifikat tsb. Biasanya untuk Sertifikat yang akan di Take Over Kredit dari Bank lain, karena Sertifkat asli tidak dapat
diambil langsung. Tapi setelah Cek intip, maka Sertifikat asli harus tetap dilakukan pengecekan resmi di BPN.
9. Ploting : Pengecekan & penyesuaian gambar batas-batas bidang tanah yang tetera dalam Gambar Situasi / Surat Ukur
didalam Sertifikat tanah disesuaikan dengan berkas hasil pengukuran batas-batas bidang tanah yang dilakukan oleh
Kantor BPN.
10. Splitshing : Proses Pembagian bidang tanah satu Sertifikat bidang tanah menjadi lebih dari satu Sertifikat bidang tanah.
(biasanya Sertifikat tanah tsb memiliki luas tanah yg sangat besar, dan displit untuk usaha jual ruko)
11. Blanko Sertifikat lama ; Setiap Sertifikat tanah yang bentuk buku tanah lama (standar bentuk buku sertifikat tdk valid
dgn kondisi standar buku yg berlaku), maka hanya dapat dilakukan 2x pencatatan transaksi hak atas tanah (Jual-Beli,
Pembagian Hak bersama, Hak Tanggungan, dll), dan setelah itu harus diganti dengan bentuk buku tanah (ganti
blangko) Sertifikat yang baru oleh BPN ; Setiap proses ganti blangko harus dilakukan pengukuran luas tanah langsung
oleh pihak BPN, biasanya dapat terjadi perubahan pada No. Sertifikat Hak tsb dan perubahan pada NIBnya.
12. Setiap Sertifikat tanah yang akan diproses ganti buku tanah tidak boleh terikat sebagai jaminan dan prosesnya
memerlukan waktu 1-2 bln, tapi jika Sertifikat tsb akan dijadikan jaminan hutang atau dipasang Hak Tanggungan, maka
harus diikat dahulu dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) Notaril yang ditandatangani oleh
Debitur.
13. Appraisal : Dokumen Penilaian Jaminan Tanah/rumah mencakup harga pasar/ likuidasi (taksasi), bukti sertifikat
kepemilikan, fasilitas (tlp,air,listrik), foto-foto lokasi, peta lokasi, dll).
14. Nilai Hak Tanggungan : nilai penjaminan pembayaran hutang yang dipasang & dibebankan oleh Bank (Kreditur) melalui
akta Notaril (APHT) dan BPN (SHT) atas jaminan Sertifikat tanah yang diserahkan oleh Debitur. Biasanya Nilai HT
dipasang = 140% x jumlah seluruh hutang (plafond) . Nilai HT > = Nilai pasar Jaminan tanah Appraisal
15. Perhitungan Nilai HT atas jaminan tanah lebih dari 1 Sertifikat yang letak tanahnya berbeda / terpisah, maka
perhitungan u/ pemasangan HT lebih dari 1 tanah adlh dengan :
- tanah A (SHM 1) = taksasi pasar tanah A / total taksasi seluruh jaminan (A+B+C) * Nilai HT (140% * Jumlah
Seluruh hutang)
- tanah B (SHM 2) = taksasi pasar tanah B / total taksasi seluruh jaminan (A+B+C) * Nilai HT (140% * Jumlah
Seluruh hutang)
- tanah C (SHM 3) = taksasi pasar tanah C / total taksasi seluruh jaminan (A+B+C) * Nilai HT (140% * Jumlah
Seluruh hutang)
(Nilai HT Tanah A + B + C = 140% * Jumlah Seluruh plafond hutang)
(harga pasar tanah diatas bisa diganti dgn luas tanah A / total luas tanah seluruh jaminan)
(SHT / APHT Peringkat I /Pertama yaitu menunjukan bahwa Sertifikat tanah tsb diikat sbg Jaminan (HT) Kredit utk
pertama kali oleh Bank yg bersangkutan tersebut, jika suatu waktu ditengah jalan kredit tsb Debitur akan menambah
plafond hutang dgn memakai jaminan Sertifikat tanah yang lama karena nilai jaminan masih melebihi dari keseluruhan
jumlah hutang, maka Sertifikat tanah dapat diikat dgn SHT / APHT Peringkat II)
16. Surat Roya : Surat ijin pelepasan / pembebasan / penghapusan Hak Tanggungan (u/ SHM/SHGB/SHGU) dan atau
Jaminan Fidusia (u/ Mobil/Motor/Piutang Usaha/Personal Guarantee). Pembuatan surat roya harus memperhatikan :
- Ditujukan sesuai kepada letak diterbitkannya SHT (Kota/Kabupaten) dan atau Sertifikat Jaminan Fidusia (Wil. Jawa
Barat/ lainnya) yaitu sesuai dengan letak keberadaan jaminan tersebut.
- Surat roya tercantum atas nama DEBITUR.
- Tanggal dlm surat roya harus sesuai dengan tanggal dilunasinya hutang debitur.
- Ditandatangani diatas Meterai 6000 (u/ roya SHT) oleh pejabat / pihak Bank (Kreditur) yang berwenang.
17. IMB : Surat Ijin Mendirikan Bangunan harus dikeluarkan oleh Dinas Bangunan (Disbang) dan atau Dinas Tata Ruang
dan Cipta Karya (Distarcip berlaku sejak / tgl 1 Januari 2008), dan biasanya terlebih dahulu memalui proses
mendapatkan Surat IPPT (Ijin Penggunaan & Pengolahan Tanah).
18. Hal yang harus diperhatikan u/ Sertifikat tanah yang diperoleh dari APHB & Akta Hibah yaitu, Legalitas isi Akta tersebut
Kecakapan Subjek hukum yg menandatanganinya (tdk boleh belum dewasa, tdk waras), Harus dari Akta perkawinan yg
sah (Akta Nikah, Catatan Sipil), Akte kelahiran Anak u/ melihat pengakuan sah siapa orangtua kandung.
19. Harta Bersama : yaitu segala harta kekayaan milik suami/isteri, baik benda bergerak (kendaraan) ataupun tidak
bergerak (tanah/bangunan) yang timbul / diperoleh pada saat masih dalam status / jangka waktu perkawinan yang sah
diantara pasangan tsb, sehingga masih merupakan milik Suami & Isteri secara bersama-sama. (Sertifikat hak atas
tanah yang masih berada dalam sengketa perceraian maka tidak bisa dijadikan sebagai jaminan kredit, sampai dengan
ada Pustusan Pengadilan Agama u/ muslim atau Putusan Pengadilan Negeri u/ nonmuslim ttg penetapan pembagian
harta bersama yang sudah beroleh kekuatan hukum tetap)
20. Akta Pembagian Hak Bersama (APHB) : Setiap Sertifikat Hak atas tanah yang kepemilikannya diperoleh dari APHB
biasanya dikarenakan adanya turun waris (pemberi waris telah meninggal), maka untuk membuat APHB oleh Notaris
harus menyertakan Surat Keterangan Ahli Waris dari Walikota/ Kecamatan (u/ Pribumi) atau Surat Penunjukan Ahli
Waris dari Pengadilan (u/ Non Pribumi).
21. Akta Hibah ada 2 jenis berdasarkan isi akta:
- Inbreng, yaitu Pemberi Hibah telah menentukan seberapa besar bagian objek hibah yang akan diberikan kepada
Penerima Hibah, Penerima Hibah tidak dapat menerima bagian lebih besar selain daripada yang telah ditentukan
dalam Akta Hibah. (sudah ditentukan apakah Penerima Hibah akan menerima Objek Hibah beserta Hutang-Piutang
yang terikat dgn Objek Hibah ataupun Hanya Objek Hibah tsb saja)
- Lepas , yaitu Pemberi Hibah menyerahkan seluruh objek hibah beserta Hutang-Piutang yang terikat dgn Objek
Hibah kepada Penerima Hibah seluruhnya tanpa ada pemisahan bagian dari objek Hibah tsb.
(Pemberian / Hibah antara Suami-Istri /hubungan Perkawinan, Batal demi Hukum)
(Hibah : Pemberian Harta Kekayaan / Hak kepemilikan pribadi baik seluruh / sebagian dalm kondisi Pemberi hibah
masih dalam keadaan hidup)
22. Akta Jual Beli (AJB) : Setiap Sertifikat Hak atas tanah yang akan dibalik nama / dijual-beli maka harus memenuhi
kewajiban sbg berikut :
- Dokumen Identitas Penjual & Pembeli (KTP Suami-Isteri, Katu Keluarga, Akta Nikah)
- NPWP Penjual maupun NPWP Pembeli harus ada
- Bukti SPPT & STTS PBB 10 Thn terakhir (wajib sudah dibayar 10 thn terakhir)
- Bukti pembayaran Rek Listrik, Air, Telepon minimal 3 bln terakhir
- Dikenakan Pajak Penjual (SSP) = NJOP sbg dasar Pengenaan Pajak * 5 %
- Pajak Pembeli (BPHTB/ SSB) = NJOP sbg Dasar Pengenaan Pajak – 30 juta (u/ Kodya) * 5 %
(Pajak SSP & SSB wajib sudah dibayarkan sebelum transaksi Jual-Beli dihadapan Notaris / PPAT dilakukan /sebelum
Akta Jual-Beli ditandatangani oleh yg bersangkutan)
(Nilai NJOP sbg dasar Pengenaan Pajak diatas dilihat dari SPPT PBB Thn terakhir)
(Jika nilai NJOP sbg dasar Pengenaan Pajak dlm SPPT PBB Thn terakhir Kurang dari 30 juta (u/ Kodya) atau 20 juta
(u/ Kabupaten) maka Pajak Pembeli / SSB tidak dikenakan / Nihil)
20. Akta Perjanjian Pengikatan Jual-Beli (PPJB) : yaitu akta perjanjian jual-beli yang dibuat secara Notaril guna hanya untuk
mengesahkan telah dilakukannya transaksi jual-beli baik pembayarannya secara tunai maupun berangsur. Sehingga
Penjual maupun Pembeli tidak secara langsung harus membayar pajak jual-beli (SSP/SSB) dan terhadap Sertifikat tsb
tidak dapat langsung dibaliknamakan kepada pembeli. Dalam PPJB wajib memuat klausula (kuasa bersifat mutlak)
pemberian kuasa-kuasa substitutif (Kuasa yang dapat dialihkan kpd pihak ketiga) dari Penjual kpd Pembeli untuk
pengalihan hak kepemilikan sertifikat atas tanah tsb.

JAMINAN FIDUSIA (FEO) / KENDARAAN BERMOTOR & PIUTANG – PERSONAL GUARANTEE

23. Jaminan Piutang Usaha dan Jaminan Personal Guarantee dapat diikat sebagai Jaminan Fidusia (FEO) (biasanya
Debitur = BPR/PT/CV), juga termasuk Jaminan Kendaraan Bermotor yang Debiturnya adalah Badan Hukum (PT/CV)
maka Perjanjian Kredit dan Akta Jaminan Fidusia Piutang tersebut wajib dilakukan secara Notaril/ dibuat & dibacakan
dihadapan Notaris yg ditunjuk.
24. Kendaraan bermotor yang akan diikat Jaminan Fidusia harus menyertakan :
- Asli buku BPKB an. Debitur
- Dokumen Identitas pemilik sertifikat (KTP Suami-Isteri, Katu Keluarga, Akta Nikah)
- Ft.Copy STNK & Nota pajak (hrs dicek apakah data sesuai dengan BPKB)
- Kwitansi blangko (kwitansi kosong yang ditandatangani oleh nama yang tertera dlm BPKB, biasanya ada 3 yg 1
ditandatangani diatas meterai)
- Tembusan Asli Faktur pembelian dari Dealer + Surat NIK: No. Induk Kendaraan
- Kwitansi pembelian (jika telah beralih kepemilikan kendaraan lebih dr 2x)
- Asli Surat Ijin Trayek & copy Buku Kier ( u/ Angkutan Umum di Wil Kodya)
25. Setiap jaminan Fidusia (Kendaraan Bermotor) dengan No.Polisi yang bukan kode kota Bandung, maka harus
menyertakan ft.copy KTP atas nama dlm BPKB & STNK yg bertempat tinggal sesuai dengan kode kota plat No.Polisi
kendaraan tsb.
26. Setiap ada perubahan & pergantian data yang tertera dalam buku BPKB maka harus tercatat (dicap) dalam lembar
buku BPKB yang disahkan oleh Kantor POLDA
27. Pendaftaran & Pengurusan Jaminan Fidusia, harus memakai Surat Kuasa Membebankan Jaminan Fidusia yang dibuat
min secara bawah tanggan, ditandatangani Pemilik Jaminan / Pemberi kuasa diatan meterai 6000 dan pihak Bank /
Penerima kuasa. Surat Asli tsb diserahkan melalui Kantor Notaris utk dilakukan pendaftarannya disertai Ft.Copy
Perjanjian Kredit, Copy Jaminan kendaraan, Copy Identitas Pemilik jaminan / Debitur.

Anda mungkin juga menyukai