C6
Abstrak
ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI) merupakan salah satu dari spektrum Sindrom
Koroner Akut (SKA). Ini adalah suatu kondisi yang mengakibatkan kematian sel miosit
jantung karena iskhemia yang berkepanjangan akibat oklusi koroner akut. STEMI terjadi
akibat stenosis total pembuluh darah koroner sehingga menyebabkan nekrosis sel jantung
yang bersifat irreversible. Faktor - faktor resiko yaitu pasien dengan riwayat hipertensi yang
tidak terkontrol, memiliki riwayat diabetes mellitus sebelumnya, status obesitas, kebiasaan
merokok, maupun makanan yang dikonsumsi. Perkembangan keilmuan saat ini
memperlihatkan bahwa disfungsi ventrikel kanan juga mengakibatkan gangguan
hemodinamik yang signifikan dan membutuhkan tatalaksana yang berbeda dengan
tatalaksana disfungsi ventrikel kiri. Infark ventrikel kanan umumnya bukan merupakan suatu
kasus tunggal, namun seringkali menyertai infark ventrikel kiri. Identifikasi infark ventrikel
kanan pada kondisi tersebut, dapat mempengaruhi tatalaksana yang dilakukan pada suatu
sindrom koroner akut. Elektrokardiogram tetap menjadi alat diagnostik terpenting pada
evaluasi nyeri dada akut dan menuntun penanganan awal pasien cardiac arrest.
Abstract
Pendahuluan
Infark miokard akut ST elevasi di dinding inferior dan infark ventrikel kanan.
Pada skenario ini yang sesuai dengan manifestasi klinis maupun gelombang EKGnya
adalah Infark miokard akut ST elevasi di dinding inferior dan infark ventrikel kanan.
Seseorang dikatakan mengalami STEMI inferior jika pada elektrokardiografi didapat elevasi
segmen ST > 0,1mV minimal pada dua lead dari lead II, III dan aVF. Sedangkan infark RV
ditunjukkan oleh adanya elevasi segmen ST pada V3R dan/atau V4R > 1 mm1,5,6 disamping
adanya pola QS atau QR > 0,04 detik pada lead V3R dan/atau V4R. Infark ventrikel kanan
dapat terjadi sendiri atau, lebih jarang lagi, terkait dengan STEMI dinding inferior. Biasanya
gejalanya muncul sebagai triad hipotensi, lapangan paru yang bersih serta peningkatan
tekanan vena jugularis. Elevasi segmen ST ≥1 mV di V1 dan V4R merupakan ciri infark
ventrikel kanan dan perlu secara rutin dicari pada pasien dengan STEMI inferior yang disertai
dengan hipotensi. Ekokardiografi Doppler biasanya menunjukkan dilatasi ventrikel kanan,
tekanan arteri pulmonal yang rendah, dilatasi vena hepatica dan jejas dinding inferior dalam
berbagai derajat. Meskipun terjadi distensi vena jugularis, terapi tetap diberikan dengan
tujuan mempertahankan tekanan pengisian ventrikel kanan dan mencegah atau mengobati
hipotensi. Pemberian diuretik dan vasodilator perlu dihindari karena dapat memperburuk
hipotensi. Atrioventrikular perlu dipertahankan dan AF atau blok AV yang terjadi perlu
segera ditangani. Faktor - faktor resiko yang sering terjadi yaitu pada pasien dengan riwayat
hipertensi yang tidak terkontrol, memiliki riwayat diabetes mellitus sebelumnya, status
obesitas, kebiasaan merokok, maupun makanan yang dikonsumsi.5
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik jarang bersifat diagnostic pada CAD simtomatik. Meskipun tanda-
tanda seperti timbulnya derop S4 baru dan split paradoks s2 dikait kaitkan dengan AMI,
tanda tersebut tidak dapa diandalkan. Pemeriksaan fisik memiliki 2 peran penting yaitu
menyingkirkan sebab nyeri dada yang mengancam nyawa seperti pneumothoraks(resonansi
asimetri pada perkusi), diseksi aorta (denyut asimetri tanda-tanda neurologis) dan emboli
paru (peregangan jantung kanan). Hal kedua yang penting dari pemeriksaan fisik adalah
identifikasi komplikasi iskemia dan infark miokard seperti CHF( distensi vena jugularis,
derap s3, ronki, edema, hipotensi), rupture musculus papilaris dan ruptur miokardium akut
(timbulnya bising baru dengan tanda-tanda CHF berat) dan pericarditis (friction rub).7
Pemeriksaan Penunjang
Infark ventrikel kanan sangat jarang terjadi sebagai suatu kondisi tunggal, dan
diperkirakan antara 30% hingga 50% kasus terjadi bersamaan dengan infark miokard
posterior.4 Namun, infark ventrikel kanan seringkali tidak terdiagnosis walaupun seringkali
erat terkait dengan infark miokard posterior, dan kadang infark miokard anterior. STEMI
inferior didefinisikan sebagai elevasi sebesar > 0.1 mV pada pada setidaknya 2 jenis sadapan
diantara sadapan II, III, dan aVF. Infark inferior dapat merupakan manifestasi yang muncul
akibat tersumbatnya arteri koroner kanan (RCA) maupun arteri sirkumfleks kiri (LCx).
Identifikasi lokasi arteri yang tersumbat memberikan informasi penting untuk tatalaksana,
karena pada kasus infark ventrikel kanan akibat tersumbatnya arteri koroner kanan (RCA)
memiliki prognosis yang buruk dan beresiko tinggi adanya gangguan konduksi pada nodus
atrioventrikular, dan juga indentifikasi arteri yang tersumbat dapat membantu untuk
stratifikasi resiko dan perencanaan prosedur tindakan.8
Dengan adanya gambaran perubahan EKG yang terjadi berupa perubahan segmen ST
(baik elevasi ataupun depresi) dengan cut off point > 0,2 mV pada infark dinding anterior,
septal dan lateral, atau > 0,1 mV pada infark dinding inferior, posterior dan RV; minimal
pada 2 lead yang berkaitan).9
Rontgen dada
Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi
ventrikel atau katup.
Ekokardiografi
Ekokardiografi sangat membantu diagnosis infark RV pada kondisi klinis dan EKG
yang tidak mendukung. Ciri khasnya: dilatasi RV dengan gerak asinergi mulai hipokinetik
sampai akinetik, dan gerakan interatrial dan interventrikular yang abnormal, akinesis atau
diskinesis segmen dinding, dan menurunnya fungsi sistolik serta dapat pula ditemukan
adanya pirau dari kanan ke kiri melalui patent foramen ovale. Temuan ini harus dicurigai jika
terdapat hipoksia yang persisten dan tidak memberikan respon baik dengan pemberian
oksigen pada penderita dengan infark RV. Atrium kanan juga dilatasi disertai regurgitasi
katup trikuspid akibat dilatasi annulus trikuspid.5,6
Terapi awal
Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat
MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan:10
1. Tirah Baring
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri
3. AspIrin 160-320 mg .
Aspirin merupakan tata laksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI. Inhibisi
cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan dengan reduksi kadar tromboksan A2
dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160 mg - 320 mg di ruang emergensi
dengan daily dose 75 - 162 mg. Diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui
intoleransinya terhadap aspirin. Aspirin tidak bersalut lebih terpilih mengingat absorpsi
sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat.
5. Nitrogliserin (NTG)
Nitogliserin (NTG) sublingual dapat diberikan dengan dosis 0,4 mg dan dapat
diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. NTG selain untuk mengurangi nyeri
dada juga untuk menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan
meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang
terkena infark atau pembuluh kolateral. NTG harus dihindari pada pasien dengan tekanan
darah sistolik < 90 mmHg atau pasien yang dicurigai mengalami infark ventrikel kanan.
spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang masih berlangsung saat tiba di
ruang gawat darurat. Jika nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat
diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan
pada pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual. dalam keadaan
tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti.
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam
tata laksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2 - 4 mg dapat
tingkatkan 2 - 8 mg IV serta dapat di ulang dengan interval 5 - 15 menit bagi pasien yang
tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual. Efek samping yang perlu
diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriol melalui penurunan
simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan
arteri (Irmalita et al., 2015).
7. Beta Bloker
Beta‐blocker mulai diberikan segera setelah keadaan pasien stabil. Jika tidak ada
kontraindikasi, pasien diberi beta‐blocker kardioselektif misalnya metoprolol atau
atenolol. Heart rate dan tekanan darah harus terus rutin di.monitor setelah keluar dari
rumah sakit. Kontraindikasi terapi beta‐ blocker adalah: hipotensi dengan tekanan darah
sistolik <100 mmHg, bradikardi <50 denyut/menit, adanya heart block, Riwayat penyakit
saluran nafas yang reversible, Beta-blocker harus dititrasi sampai dosis maksimum yang
dapat ditoleransi.
8. ACE Inhibitor
ACE inhibitor mulai diberikan dalam 24 ‐ 48 jam pasca‐MI pada pasien yang telah
stabil, dengan atau tanpa gejala gagal jantung. ACE inhibitor menurunkan afterload
ventrikel kiri karena inhibisi. sistem renin‐ angiotensin, menurunkan dilasi ventrikel. ACE
inhibitor harus dimulai dengan dosis rendah dan dititrasi naik sampai dosis tertinggi yang
dapat ditoleransi. Kontraindikasinya hipotensi, gangguan ginjal, stenosis arteri ginjal
bilateral, dan alergi ACE inhibitor. Elektrolit serum, fungsi ginjal dan tekanan darah harus
dicek sebelum mulai terapi dan setelah 2 minggu
9. Anti Koagulan
1. Reperfusi Untuk infark inferior yang disertai infark RV Terapi reperfusi dini baik
berupa pemberian Trombolitik/ Fibrinolitik dan Percutaneous Transluminal Coronary
Angioplasty (PTCA) primer, terbukti dapat mengurangi luasnya infark, memperbaiki
fraksi ejeksi ventrikel kanan, dan mengurangi kejadian blok AV komplit, sehingga
dapat memperbaiki angka harapan hidup serta kualitas hidup. Sehingga pada infark
inferior dan RV yang terjadi kurang dari 12 jam, dianjurkan untuk dilakukan
trombolitik, alternatif pilihan yang paling baik adalah Percutaneous Coronary
Intervention (PCI) yang dapat menghasilkan perbaikan hemodinamik lebih cepat.
Coronary artery bypass graft (CABG) perlu dipertimbangkan terutama pada pasen
dengan multivesel disease dan/ atau left main stenosis.
3. Pertahankan beban awal (preload) ventrikel kanan Pada infark inferior akut disertai
infark RV dibutuhkan 1-2 liter normal saline dalam 1 jam pertama, dan kemudian 200
ml tiap jam berikutnya. Sesuai hukum Starling, curah jantung berbanding lurus
dengan RVEDP. Pemantauan hemodinamik secara seksama sangat diperlukan pada
saat pemberian cairan intravena ini. Pemantauan pemberian cairan ini sebaiknya
dilakukan dengan kateter arteri pulmonalis. Tujuannya adalah meningkatkan tekanan
atrium kanan (RAP) dan tekanan pulmonary wedge (PCWP), sehingga diharapkan
dapat memperbaiki curah jantung. Pemakaian obat-obat opiad (morfin), nitrat,
diuretik dan ACE inhibitor harus dihindari, karena dapat menurunkan preload.
4. Kurangi beban akhir (afterload) ventrikel kanan yang disertai disfungsi ventrikel kiri.
Pada infark RV yang disertai disfungsi ventrikel kiri, keadaan akan semakin
memburuk karena terjadi peningkatan afterload dan penurunan isi sekuncup RV. Pada
keadaan demikian, pemasangan Intra-aortic balloon counter pulsation (IABP) dan
obat-obatan vasodilator arterial (Natrium Nitroprusid, Hydralazin) sering dibutuhkan
untuk “unload” ventrikel kiri dan kemudian ventrikel kanan.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA