oleh :
KELOMPOK III
ANGGOTA :
KELAS : PSPK 21 B
DOSEN PENGAMPU : Drs. M. Yusuf Nasution, M.Si
MATA KULIAH : BIOLOGI UMUM
HALAMAN JUDUL..................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................. ii
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu.
1. Untuk mendapatkan data untuk mendapatkan jumlah sapi yang mengalami kebuntingan
| Laporan Mini Riset 3
di peternakan.
2. Untuk mengetahui ciri-ciri dari hewan ternak (sapi) yang sedang mengalami
kebuntingan di Peternakan Pak Jita.
3. Untuk mengetahui keberhasilan teknologi reproduksi terhadap ternak sapi. Untuk
engetahui keuntungan dan kerugian dari inovasi teknologi reproduksi yang diterapkan
di Peternakan Pak Jita.
4. Untuk mengetahui keuntungan atau kerugian dari inovasi teknologi reproduksi yang
diterapkan di Peternakan Pak Jita.
1.4 Manfaat
1. Sebagai bahan informasi mengenai hasil dari pengunaaan teknologi reproduksi.
2. Sebagai bahan informasi mengenai pengaruh dari inovasi teknologi reproduksi
terhadap susu / daging / anak yang dilahirkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Keuntungan Penggunaan IB
Bagi peternak, IB sangat menguntungkan karena tanpa memelihara pejantan
unggul dapat memperoleh bibit (sperma beku) yang unggul, sehingga menghasilkan
keturunan yang unggul. Di samping, itu mencegah meluasnya penyakit kelamin yang
sering ditularkan melalui perkawinan alami. Peternak memperoleh keturunan yang
cepat besar di samping tinggi produksinya (kenaikan berat badan dan prosuksi susu).
Oleh karena itu, dengan adanya program IB, peternak dapat memperoleh keuntungan
yang lebih besar dari usaha peternakannya.
Dengan IB maka penggunaan penjantan yang unggul dapat digunakan secara
maksimal. Sebagai gambaran, jika penjatan kawin secara alami, suatu perkawinan
Kerugian Penggunaan IB
Apabila jumlah pejantan sedikit atau terbatas maka dimungkinkan dalam suatu
daerah bibit sperma beku (frozen semen) yang ada juga terbatas. Bila ini terjadi dalam
waktu yang lama, dapat menyebabkan terjadinya perkawinan keluarga atau
inbreeding, sehingga menyebabkan produktivitas ternaknya menurun. Namun, hal ini
dapat dibatasi dengan tata laksana yang baik mengenai distribusi sperma beku ke
daerah, misalnya setiap 2 tahun haus ada pergantian bibit sperma beku dalam suatu
daerah. Jika sperma tercemar dengan bibit penyakit kelamin, akan terjadi penyebaran
penyakit secara cepat dan meluas. Jika inseminator kurang terampil maka akan terjadi
pengulangan IB. Apakah inseminator kasar atau ceroboh dalam melakukan inseminasi
dapat menyebabkan luka pada bagian dalam alat reproduksi sapi atau kerbau sehingga
dapat terjadi infeksi. Gangguan pada alat reproduksi dapat menurunkan efisiensi
reproduksi.
2.2 Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan sebelumnya, kami dapat
menyimpulkan beberapa hipotesis sebagai berikut.
1. Ho : Hewan ternak (kerbau) di Peternakan Pak Jita yang diamati tidak mengalami
kebuntingan.
H1 : Hewan ternak (kerbau) di Peternakan Pak Jita yang diamati mengalami
kebuntingan.
2. Rumusan masalah kedua tidak dapat dihipotesiskan karena tidak adanya variabel yang
dapat dibandingkan dalam rumusan masalah ini.
3. Untuk rumusan masalah 3 dan 4, kami mengajukan hipotesis yaitu.
Ho : Tidak ada pengaruh dari teknologi reproduksi yang diterapkan di peternakan ini
| Laporan Mini Riset 6
terhadap kualitas anak yang dilahirkan.
H1 : Ada pengaruh dari teknologi reproduksi yang diterapkan di peternakan ini terhadap
kualitas anak yang dilahirkan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
| Laporan Mini Riset 7
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2021 di Peternakan Sapi Pak Jita yang
berlokasi di Jl. Pasar I Tambak Rejo Kec. Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang
Sumatera Utara.
2. Observasi
Observasi dilakukan setelah wawancara untuk mengamati keadaan kerbau yang
bunting dan tidak bunting, melihat warna bulu dan karakteristik jenis sapi di
peternakan ini.
3. Prosedur Penelitian
a. Melakukan survey ke lokasi peternakan;
| Laporan Mini Riset 8
b. Melakukan wawancara kepada peternak;
c. Mengamati kondisi hewan ternak;
d. Mengamati hewan ternak yang bunting dan tidak bunting;
e. Mencatat register induk (No. telinga/badan, asal ternak, jenis ternak, bangsa, warna
bulu, diagnosa kebuntingan);
f. Melakukan dokumentasi terhadap ternak yang menjadi sampel penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
| Laporan Mini Riset 9
4.1. Hasil Wawancara kepada Peternak
1. Nama responden : Jati Siregar
2. Umur : 65 tahun
3. Pekerjaan utama : Peternak
4. Lama beternak : 53 tahun
5. Teknologi Reproduksi yang digunakan : Inseminasi Buatan
6. Lama penggunaan IB : 10 tahun
7. Jenis ternak : Sapi Syawal, Sapi Sementay dan Sapi Eva
8. Warna ternak : Hitam, Coklat & Putih
9. Rata-rata umur induk : 4-5 tahun
10. P : Apakah Bapak bergabung dengan kelompok peternak?
J : Saya tidak bergabung dengan kelompok peternak.
11. P : Apakah Bapak pernah mengikuti pelatihan mengenai peternakan ternak (sapi)
potong?
J : Saya, tidak pernah mengikuti pelatihan mengenai peternakan ternak (sapi)
potong.
12. P : Apakah Bapak memberikan konsentrat pada ternak sapi potong bapak?
J : Saya tidak pernah memberikan konsentrat tertentu kepada ternak, hanya
memberikan rumput biasa.
13. P : Apakah ternak sapi Bapak diberi vitamin, mineral atau tambahan nutrisi?
J : Tidak.
14. P : Apakah Bapak melaksanakan pencatatan (recording) mengenai inseminasi
buatan, kebuntingan, kelahiran dan penyapih anak-anak, status penyakit yang pernah
diderita, pencegahan dan pengobatan penyakit dan catatan lainnya?
J : Pencatatan dilakukan oleh petugas IB, catatannya sudah hilang.
15. P : Apakah Bapak tahu mengenai proses-proses pelaksanaan IB?
J : Semua prosedur IB dilakukan oleh petugas IB, Saya tidak tau-menahu tentang itu.
16. P : Berapa umur induk yang layak untuk melaksanakan reproduksi?
J : Umur 2 tahun sudah bisa bereproduksi.
17. P : Berapa jangka waktu kebuntingan setelah pelaksanaan IB?
J : Jangka waktu kebuntingan setelah IB adalah 21 hari.
18. P : Bagaimana ciri-ciri sapi yang sedang bunting?
4.2. Pembahasan
| Laporan Mini Riset 11
Peternakan milik Pak Jita, yang berada di Pasar I Tambak Rejo ini telah didirikan
selama 53 tahun.
Ketika melakukan penelitian, kami menemukan sebanyak 8 kerbau milik Pak Jita
sedang mengalami kebuntingan, hipotesis kami sebelum melakukan penelitian ini sudah
terbukti. Beliau mengatakan bahwa ciri-ciri dari ternak yang bunting yaitu ternak tidak
birahi lagi setelah 21 hari, perutnya membesar seperti manusia yang hamil. Hal ini sesuai
dengan ciri-ciri ternak bunting yang diutarakan Ismudiono dkk (2010) yaitu tidak
kembalinya birahi setelah dikawinkan (Non Return).
Kerbau milik Pak Jita biasanya mengalami kebuntingan selama 9 bulan layaknya
manusia pada umumnya. Pak Jita menyebutkan bahwa sapinya yang berusia 2 tahun, sudah
mampu dan layak untuk berproduksi. Pada umur 8-11 bulan biasanaya ternak betina sudah
menunjukan tanda-tanda birahi, ini berarti saluran reproduksinya sudah berkembang
sempurna dan bila terjadi perkawinan dapat terjadi kebuntingan. Waktu ideal untuk
mengawinkan ternak dara untuk pertama kalinya ketika tubuh sudah siap untuk bunting
yaitu sekitar umur 24--30 bulan, dengan masa kebuntingan sekitar 285 hari diharapkan
ketika umur 3 tahun sapi sudah beranak untuk pertama kalinya (Bastian Rusdi dkk, 2016).
Pak Jita telah menggunakan teknologi reproduksi inseminasi buatan selama 10 tahun.
Teknik ini mulai digunakan oleh Pak Jita tanpa dorongan dari akademisi di sekitar
wilayahnya atau dengan kata lain beliau sadar untuk menggunakan teknik ini hanya karena
ajakan teman sesama peternak. Inseminasi Buatan sebenarnya telah berkembang di
Indoenisa sejak tahun 1950-an, untuk IB pada ternak kerbau, pertama kali dilakukan oleh
Toelihere pada tahun 1975 di Tana Toraja, Sulawesi Tenggara. Inseminasi buatan tersebut
dengan menggunakan sperma kerbau belang, hitam-putih (tedong bonga) yang ditampung
dengan menggunakan vagina buatan kemudian diinseminasikan pada 6 kerbau betina.
Setahun kemudian, 4 ekor sapi yang di-IB tersebut melahirkan (Ismaya, 2014).
Waktu inseminasi buatan (IB) yang tepat dilakukan pada hewan ternak sapi adalah 1
hari setelah masa birahi. Jangka waktu kebuntingan setelah dilakukannya inseminasi
buatan adalah 21 hari, disebut begitu karna harus menunggu untuk memastikan apakah
kerbau betina mengalami birahi atau tidak. Faktor terpenting dalam pelaksanaan
inseminasi adalah ketepatan waktu pemasukan semen pada puncak kesuburan ternak
betina. Puncak kesuburan ternak betina adalah pada waktu menjelang ovulasi. Waktu
terjadinya ovulasi selalu terkait dengan periode berahi. Pada umumnya ovulasi
berlangsung sesudah akhir periode berahi. Menurut HAFEZ (1993) bahwa ovulasi pada
BAB V
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang kami lakukan, sebanyak 8 ekor kerbau milik Pak Jita
mengalami kebuntingan, dengan ciri-ciri yaitu kerbau tidak birahi lagi setelah 21 hari daan
perutnya tampak membesar layaknya manusia yang hamil. Pak Jita telah menggunakan
teknologi reproduksi inseminasi buatan untuk ternaknya selama 10 tahun. Keuntungan dan
kerugian yang didapat oleh Pak Jita dari penggunaan inseminasi buatan tergantung kepada
semen yang dihasilkan oleh ternak jantan, kalau semennya bagus peranakan kerbau
berhasil dan anak yang dilahirkan berkualitas. Namun, apabila semen yang dihasilkan
tidak bagus, maka tidak akan terjadi kebuntingan. Karena memikirkan kerugian tersebut,
Pak Jita lebih merasakan kalau kawin alam lebih baik.
5.2. Saran
Bagi peternak
Pemilik ternak diharap ikut serta dalam pelatihan inseminasi buatan. Jangan hanya
berharap pada petugas inseminasi buatan saja. Karena agar pemilik ternak juga tahu
bagaimana proses dari inseminasi buatan itu sendiri. Dan juga bagi pemilik ternak
diharapkan untuk memiliki lahan pakan sendiri demi menghindari persaingan
dengan peternak lainnya.
Bagi pembaca
Diharapkan supaya lebih paham dan lebih mengenali tentang bagaimana proses dari
inseminasi buatan dan juga menambah wawasan pengetahuan tentang inseminasi
buatan.
Bagi peneliti
Untuk penelitian selanjutnya diharapkan mampu untuk lebih lagi mengetahui apa-
apa saja faktor dari inseminasi buatan, pengaruhnya bagi lingkungan, dan juga
keuntungan dan kelebihan dari pembuatan inseminasi buatan tersebut.
Afiati, Fifi, dkk. 2013. Pembibitan Ternak dengan Inseminasi Buatan. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Elisia, Rini dkk. 2014. Identifikasi Jumlah Folikel Pada Berbagai Ukuran Ovarium Kerbau
yang di Ambil dari Rumah Potong Hewan (RPH). Jurnal Agrotropical. Vol 4 (2).
Ihsan, Mohammad Nur.2010. Ilmu Teknologi Ternak Dasar. Malang: UB Press.
Ismudiono, dkk. 2010. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Bandung: ITB.
Ismaya. 2014. Bioteknologi Inseminasi Buatan pada Sapi dan Kerbau. Yogayakarta: Gadjah
Mada University Press.
Octaviani, Nurisa. 2014. Inseminasi Buatan Pada Sapi. Diambil dari
https://www.academia.edu/8831925/Tugas_Teknologi_Reproduksi_dan_Inseminsi_Buata
n_Inseminasi_Buatan_Pada_Sapi_Oleh_Kelas_2012_A hari Sabtu, 9 November 2019
pukul 12.30 wib.
Rusdi, Bastian, dkk. 2016. Calving Interval pada Sapi Bali di Kabupaten Pringsewu. Jurnal
Ilmiah Peternakan Terpadu. Vol. 4 (4).
Santoso, M. Yusuf Budi. 2016. Pengaruh Perbaikan Pakan Terhadap Respon Berahi Pada
Sapi Bali Induk Setelah Melahirkan Melalui Pemberian Konsentrat dengan Level Protein
yang Berbeda. Fakultas Peternakan : Universitas Hasanuddin.
Sibagariang, Marthin, dkk. 2010. Analisis Pelaksanaan Inseminasi Buatan (Ib) pada Sapi dan
Strategi Pengembangannya di Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Agribisnis. Vol. 3 (2).
Suciani. 2015. Teknologi Reproduksi dalam Upaya Meningkatkan Produktivitas Ternak.
Fakultas Peternakan : Universitas Udayana.
Tambing, Surya Natal, dkk. 2000. Optimasi Program Inseminasi Buatan pada Kerbau.
Fakultas Kedokteran Hewan : Institut Pertanian Bogor.