WULAN OKTAFIANI
(202102040030)
1. KONSEP DASAR
1. Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel
tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan
ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke
seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya
mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang
melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering
merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan
cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya
sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah jenis gagal jantung yang membutuhkan
perhatian medis tepat waktu, meskipun terkadang kedua istilah tersebut digunakan
secara bergantian. Saat aliran darah keluar dari jantung melambat, darah kembali ke
jantung melalui vena, menyebabkan kemacetan di jaringan tubuh. Sering terjadi
pembengkakan (edema). Paling sering terjadi pembengkakan di kaki dan pergelangan
kaki, tetapi bisa juga terjadi di bagian tubuh lain.Terkadang cairan terkumpul di paru-
paru dan mengganggu pernapasan, menyebabkan sesak napas, terutama saat seseorang
sedang berbaring. Ini disebut edema paru dan jika tidak ditangani dapat menyebabkan
gangguan pernapasan. Gagal jantung juga memengaruhi kemampuan ginjal untuk
membuang natrium dan air. Air yang tertahan ini juga meningkatkan pembengkakan
di jaringan tubuh (edema) (AHA, 2017).
2. Klasifikasi
Klasifikasi Fungsional New York Heart Association (NYHA) Ini
menempatkan pasien dalam salah satu dari empat kategori berdasarkan seberapa
banyak mereka dibatasi selama aktivitas fisik :
I. Tidak ada batasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan
kelelahan yang tidak semestinya, palpitasi, dispnea (sesak napas).
II. Batasan ringan aktivitas fisik. Nyaman saat istirahat. Aktivitas fisik biasa
menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnea (sesak napas).
III. Batasan aktivitas fisik. Nyaman saat istirahat. Aktivitas yang kurang dari
biasanya menyebabkan kelelahan, palpitasi, atau dispnea.
IV. Tidak dapat melakukan aktivitas fisik apa pun tanpa rasa tidak nyaman.
Gejala gagal jantung saat istirahat. Jika ada aktivitas fisik yang dilakukan,
ketidaknyamanan meningkat.
3. Etiologi
Secara umum penyebab gagal jantung dikelompokkan sebagai berikut :
(Aspani, 2016)
a. Disfungsi miokard.
b. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (sistolic overload).
1) Volume : defek septum atrial, defek septum ventrikel, duktus arteriosus
paten.
2) Tekanan : stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasi aorta.
3) Disaritmia
c. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolik (diastolic overload)
d. Peningkatan kebutuhan metabolik (demand oveload)
Menurut Smeltzer (2012) dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah, gagal jantung disebabkan dengan berbagai keadaan seperti :
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi misalnya
kardiomiopati. Peradangan dan penyakit miocardium degeneratif,
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
b. Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung)
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Infark miokardium
menyebabkan pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding yang
abnormal dan mengubah daya kembang ruang jantung .
c. Hipertensi Sistemik atau pulmonal (peningkatan after load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung
melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi
ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik
dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk
terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel.
d. Penyakit jantung lainnya
Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara
langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium,
perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load.
Regurgitasi mitral dan aorta menyebabkan kelebihan beban volume
(peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menyebabkan beban tekanan
(after load).
e. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan
dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal : demam,
tirotoksikosis). Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen
ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik
dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
4. Manifestasi Klinik
a. Gagal Jantung Kiri
1) Kongesti pulmonal : dispnea (sesak), batuk, krekels paru, kadar saturasi
oksigen yang rendah, adanya bunyi jantung tambahan bunyi jantung S3 atau
“gallop ventrikel” bisa di deteksi melalui auskultasi.
2) Dispnea saat beraktifitas (DOE), ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal
(PND).
3) Batuk kering dan tidak berdahak diawal, lama kelamaan dapat berubah
menjadi batuk berdahak.
4) Sputum berbusa, banyak dan berwarna pink (berdarah).
5) Perfusi jaringan yang tidak memadai.
6) Oliguria (penurunan urin) dan nokturia (sering berkemih dimalam hari)
7) Dengan berkembangnya gagal jantung akan timbul gejala-gejala seperti:
gangguan pencernaan, pusing, sakit kepala, konfusi, gelisah, ansietas,
sianosis, kulit pucat atau dingin dan lembab.
8) Takikardia, lemah, pulsasi lemah, keletihan.
b. Gagal Jantung Kanan
Kongestif jaringan perifer dan viscelar menonjol, karena sisi kanan
jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga
tidak dapat mengakomondasikan semua darah yang secara normal kembali dari
sirkulasi vena.
1) Edema ekstremitas bawah.
2) Distensi vena leher dan escites.
3) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar.
4) Anorexia dan mual.
5) Kelemahan
5. Patofisiologi
Kekuatan jantung untuk merespon sters tidak mencukupi dalam memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Jantung akan gagal melakukan tugasnya sebagai organ
pemompa, sehingga terjadi yang namanya gagal jantung. Pada tingkat awal disfungsi
komponen pompa dapat mengakibatkan kegagalan jika cadangan jantung normal
mengalami payah dan kegagalan respon fisiologis tertentu pada penurunan curah
jantung. Semua respon ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi
organ vital normal.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme respon primer
yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat
aktifitas neurohormon, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan
usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme-mekanisme ini mungkin
memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir
normal pada gagal jantung dini pada keadaan normal.
Mekanisme dasar dari gagal jantung adalah gangguan kontraktilitas jantung
yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Bila curah
jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme ini gagal, maka volume sekuncup
yang harus menyesuaikan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada
setiap kontraksi, yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu preload (jumlah darah yang
mengisi jantung), kontraktilitas (perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada
tingkat sel yang berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium), dan afterload (besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol).
Apabila salah satu komponen itu terganggu maka curah jantung akan menurun.
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner
mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggu alirannya darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik atau
pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek (hipertrofi miokard) dapat
dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas
jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara
terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal jantung ventrikel kanan.
Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel
brpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan
penurunan perfusi jaringan.
6. PATHWAY
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia grafis atau polisitemia vera
b. Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
c. Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan asam basa
baik metabolik maupun respiratorik.
d. Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang merupakan
resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan
e. Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit adrenal
f.Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
g. Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap fungsi
hepar atau ginjal
h. Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid.
i.Elektrokardiogram (EKG): penting untuk mengidentifikasi bukti infark miokard akut
atau sebelumnya atau iskemia akut, juga kelainan ritme, seperti fibrilasi atrium.
j. Rontgen dada: temuan karakteristik adalah rasio lebar jantung-dada di atas 50%,
sefalisasi pembuluh darah paru, garis B Kerley, dan efusi pleura.
k. Tes darah: Troponin jantung (T atau I), hitung darah lengkap, elektrolit serum,
nitrogen urea darah, kreatinin, tes fungsi hati dan peptida natriuretik otak (BNP).
Tingkat BNP (atau NT-proBNP) menambah nilai diagnostik yang lebih besar pada
riwayat dan pemeriksaan fisik daripada tes awal lainnya yang disebutkan di atas.
l. Ekokardiogram transtorasik: untuk mengetahui fungsi ventrikel dan hemodinamik
(AHA,2017)
8. Penatalaksanaan
Penatalakasanaan gagal jantung dibagi menjadi 2 terapi yaitu sebagai berikut :
a. Terapi farmakologi :
Terapi yang dapat iberikan antara lain golongan diuretik, angiotensin converting
enzym inhibitor (ACEI), beta bloker, angiotensin receptor blocker (ARB),
glikosida jantung , antagonis aldosteron, serta pemberian laksarasia pada pasien
dengan keluhan konstipasi.
b. Terapi non farmakologi yaitu antara lain tirah baring, perubahan gaya hidup,
pendidikan kesehatan mengenai penyakit, prognosis, obat-obatan serta
pencegahan kekambuhan, monitoring dan kontrol faktor resiko.
Terapi Lain:
a. Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara lain: lesi katup
jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi alkohol, pirau
intrakrdial, dan keadaan output tinggi.
b. Posisi setengah duduk.
c. Oksigenasi (2-3 liter/menit).
d. Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan untuk
mencegah, mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada hipertensi dan gagal
jantung. Rendah garam 2 gr disarankan pada gagal jantung ringan dan 1 gr pada
gagal jantung berat. Jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter
pada gagal jantung ringan.
e. Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas, tetapi bila
pasien stabil dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur. Latihan jasmani
dapat berupa jalan kaki 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5
kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal
pada gagal jantung ringan atau sedang.
f. Hentikan rokok dan alkohol
g. Revaskularisasi koroner
h. Transplantasi jantung
i. Kardoimioplasti
B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian Primer
a. Airways
1) Sumbatan atau penumpukan sekret
2) Wheezing atau krekles
b. Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
3) Ronchi, krekles
4) Ekspansi dada tidak penuh
5) Penggunaan otot bantu nafas
c. Circulation
1) Nadi lemah , tidak teratur
2) Takikardi.
3) TD meningkat / menurun
4) Edema.
5) Gelisah.
6) Akral dingin.
7) Kulit pucat, sianosis.
8) Output urine menurun
Pengkajian Sekunder
Riwayat Keperawatan
1. Keluhan
a. Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
b. Palpitasi atau berdebar-debar.
c. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak nafas saat
beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari dua buah.
d. Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
e. Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan
f. Insomnia
g. Kaki bengkak dan berat badan bertambah
h. Jumlah urine menurun
i. Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
2. Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis, diabetes melitus,
bedah jantung, dan disritmia.
3. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit jantung, dan penyakit
keteurunan lain seperti DM, Hipertensi.
4. Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
5. Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi jantung, steroid,
jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.
6. Aktifitas dan istirahat : adanya kelelahan, insomnia, letargi, kurang istirahat, sakit
dada, dipsnea pada saat istirahat atau saat beraktifitas.
7. Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
8. Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu
9. Postur, kegelisahan, kecemasan
10. Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang merupakan
faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan mempercepat perkembangan CHF.
Pemeriksaan Fisik
1. Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan, toleransi aktivitas,
nadi perifer, displace lateral PMI/ iktus kordis, tekanan darah, mean arterial presure,
bunyi jantung, denyut jantung, pulsus alternans, Gallop’s, murmur.
2. Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi, rales, wheezing)
3. Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular refluks
4. Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/ takut yang kronis
5. Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
6. Konjungtiva pucat, sklera ikterik
7. Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin, diaforesis, warna kulit
pucat, dan pitting edema.
8. Pemeriksaan khusus jantung :
a. Inspeksi : vena leher dengan JVP meningkat, letak ictus cordis (normal : ICS
ke5).
b. Palpasi : PMI bergeser kekiri, inferior karena dilatasi atau hepertrofi ventrikel.
2) Objektif :
a) Perubahan irama jantung : Bradikardia/takikardia, gambaran EKG aritmia
atau gangguan konduksi.
b) perubahan preload : Edema, distensi vena jugularis, CVP (Central venous
pressure) meningkat/menurun, dan hepatomegaly.
c) perubahan afterload : Tekanan darah meningkat/menurun, nadi perifer
teraba lemah, capilarry refill time >3 detik, oliguuria, warna kulit pucat
dan/atau sianosis.
d) perubahan kontraktilitas : terdengar suara jantung S3 dan atau S4, ejection
fraction (EF) menurun.
Kriteria minor :
1) Subjektif :
a) perubahan preload : Tidak ada
b) perubahan afterload : Tidak ada
c) perubahan kontraktilitas : Tidak ada
2) Objektif :
a) perubahan preload : Murmur jantung, BB bertambah, dan pulmonary
artery wedge pressure (PAWP) menurun.
b) perubahan afterload : Pulmonary vascular resistance (PVR)
meningkat/menurun da systemic vascular resistance (SVR)
meningkat/menurun.
c) perubahan kontraktilitas : cardiac indes (CI) meningkat, left ventricular
stroke work index (LVSWI) menurun, dan stroke volume index (SVI)
menurun.
Perilaku/emosional perilaku/emosional : cemas, gelisah.
Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif
b. Pola nafas tidak efektif (D.0005)
Definisi : inspirasi dan/atau ekprasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
Penyebab :
1) hambatan upaya nafas (mis: Nyeri saat bernafas, kelemahan otot pernafasan),
2) Depresi pusat pernapasan,
3) Deformitas dinding dada,
4) Gangguan neuromuskuler,
5) Gangguan neurologis,
6) Imaturitas neurologis,
7) Penurunan energi,
8) Obesitas,
9) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru,
10) Sindrom hipoventilasi,
11) Kerusakan inervasi diafragma,
12) Cidera pada medula spinalis,
13) Efek agen farmakologis, dan kecemasan.
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektf : Dipsnea
2) Objektif :
a) Penggunaan otot bantu pernafasan,
b) Fase ekspirasi memanjang,
c) Pola nafas abnormal (misal. takipnea, bradypnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-stokes).
Kriteria minor :
1) Subjektif : Ortopnea
2) Objektif :
a) Pernafasan pursed-lip,
b) Pernafasan cuping hidung,
c) Diameter thoraks anterior-posterior meningkat,
d) Ventilasi semenit menurun,
e) Kapasitas vital menurun,
f) Tekanan ekpirasi dan inspirasi menurun,
g) Ekskrusi dada berubah.
Kondisi klinis terkait : Trauma Thorax, cidera kepala,depresi sistem saraf pusat,
multiple sclerosis, stroke, kuadriplegi, intoksikasi alkohol.
c. Perfusi perifer tidak efektif
Definisi : penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat megganggu
metabolisme tubuh.
Penyebab :
1) Hiperglikemia,
2) Penurunan konsetrasi haemoglobin,
3) Peningkatan tekanan darah,
4) Kekurangan volume cairan,
5) Penurunan aliran arteri dan atau vena,
6) Kurang terpapar informasi tentang proses penyakit (mis. merokok, gaya hidup
monoton, trauma, obesitas, asupan garam, imobilitas),
7) Kurang terpapar informasi tentang proses penyakit (mis. diabetes melitus,
hiperlipidemia)
8) kurang aktifitas fisik.
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektif : tidak ada
2) Objektif :
a) pengisian kapiler >3 detik,
b) Nadi perifer menurun atau meningkat,
c) Akral teraba dingin,
d) Warna kulit pucat,
e) Turgor kulit menurun,
Kriteria minor :
1) Subjektif : parastesia dan nyeri ekstermitas (klaudikasi intermiten).
2) Objektif : Edema, penyembuhan luka lambat, indeks angkle-brachial <0.9, dan
bruit femoral.
Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif.
d. Intoleransi aktivitas
Definisi : Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Penyebab :
1) Ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen,
2) Tirah baring,
3) Kelemahan,
4) Imobilitas,
5) Gaya hidup monoton,
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektif : Mengeluh lelah
2) Objektif :
a) Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat.
Kriteria minor :
1) Subjektif :
a) Dispnea saat/setelah aktivitas,
b) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas,
c) Merasa lemah.
2) Objektif :
d) Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat,
e) Gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah,
f) Gambaran EKG menunjukan iskemia,
g) Sianosis.
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
(Pemantauan Respirasi
I.01014)
Obervasi:
a. Monitor frekuensi,
irama,kedalaman, dan
upaya napas.
b. Monitor pola napas
(bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kusmaul,
cheyn-stokes, biot,
ataksik)
c. Monitor kemampuan
batuk efektif
d. Monitor adanya produksi
sputum.
e. Monitor adanya
sumbatan jalan napas.
f. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru.
g. Auskultasi bunyi napas.
h. Monitor saturasi
oksigen.
i. Monitor nilai AGD.
j. Monitor hasil x-ray.
Terapeutik :
a. Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien.
b. Dokumentasikan hasil
pemeriksaan.
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan.
b. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu.
Edukasi :
a. Anjurkan memakai
pakaian yang nyaman
dan tidak sempit.
b. Anjurkan melakukan
relaksasi otot rahang.
c. Anjurkan menegangkan
otot selama 5 sampai 10
detik, kemudian
anjurkan untuk
merileksikan otot 20-30
detik, maisng-masing 8
sampai 16 kali.
d. Anjurkan menegangkan
otot kaki selama tidak
lebih lebih dari 5 detik
untuk menghindari kram.
e. Anjurkan fokus pada
sensasi otot yang
menegang.
f. Anjurkan fokus pada
sensasi otot yang releks.
g. Anjurkan bernapas
dalam dan perlahan.
h. Anjurkan berlatih di
antara sesi reguler
dengan perawat.
3 Perfusi perifer tidak efektif Tujuan : (Perawatan sirkulasi
b.d penurunan aliran arteri setelah dilakukan I.02079) :
dan atau vena. tindakan keperawatan Observasi :
Ditandai dengan : diharapkan Perfusi a. Periksa sirkulasi perifer
DS : perifer tidak efektif (nadi perifer, edema
Kriteria mayor : tidak ada pada klien berkurang pengisian kapiler, warna,
Kriteria minor : parastesia suhu, ankle-brcahial
dan nyeri ekstermitas Kriteria hasil : index).
(klaudikasi intermiten). (perfusi perifer b. Identifikasi faktor risiko
DO : L.02011) gangguan sirkulasi
Kriteria mayor : 1.Denyut nadi perifer (diabetes, perokok,
a) pengisian kapiler >3 meningkat. orang tua, hipertensi, dan
detik, 2. Warna kulit tidak kadar koleterol tinggi).
b) Nadi perifer menurun pucat c. Monitor panas,
atau meningkat, 3. Pengisian kapiler kemerahan, nyeri, atau
c) Akral teraba dingin, membaik. bengkak pada
d) Warna kulit pucat, 4. Turgor kulit ektermitas).
e) Turgor kulit menurun, membaik. Terapeutik :
Kriteria minor : a. Hindari pemasangan
Edema, penyembuhan luka infus atau pengambilan
lambat, indeks angkle- darah di area
brachial <0.9, dan bruit keterbatasan perfusi.
femoral. b. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ektermitas dengan
keterbatasan perfusi.
c. Hindari penekanan dan
pemasangan torniquet
pada area yang cedera.
d. Lakukan hidrasi.
Edukasi :
a. Anjurkan berhenti
merokok.
b. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan
darah secara teratur.
(Perawatan neurovaskuler
I.06204) :
Observasi :
a. Monitor perubahan
warna kulit abnorma
(pucat, kebiruan,
keunguan, kehitaman)
b. Monitor adanya
pembengkakan.
c. Monitor capilary refill
time.
d. Monitor tanda-tanda
vital.
Terapeutik :
a. Elevasikan ekstermitas
(tidak melebihi level
jantung).
b. Pertahankan kesejajaran
(align ment) anatomis
ektermitas.
Edukasi :
a. Anjurkan menggerakan
ektermitas secara rutin.
b. Jelaskan pentingnya
melakukan pemantauan
neurovaskuler.
c. Ajarkan cara
pemantauan
neurovaskular.
d. Ajarkan latihan rentang
gerak pasif/aktif.
Kolaborasi :
a. Kolaborasi dengan
terapis okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktivitas.
DAFTAR PUSTAKA